• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DAMPAK MASIFNYA INDUSTRI H&M DI NEGARA KURANG BERKEMBANG: STUDI KASUS BANGLADESH TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS DAMPAK MASIFNYA INDUSTRI H&M DI NEGARA KURANG BERKEMBANG: STUDI KASUS BANGLADESH TAHUN"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAMPAK MASIFNYA INDUSTRI H&M

DI NEGARA KURANG BERKEMBANG: STUDI

KASUS BANGLADESH TAHUN 2005-2011

LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh: Innesia Ma’sumah

106216016

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN DIPLOMASI

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS PERTAMINA

2020

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Analisis Dampak Masifnya Industri H&M

di Negara Kurang Berkembang: Studi Kasus Bangladesh Tahun 2005-2011

Nama Mahasiswi : Innesia Ma’sumah

Nomor Induk Mahasiswi : 106216016

Program Studi : Hubungan Internasional

Fakultas : Komunikasi dan Diplomasi

(3)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul “Analisis Dampak Masifnya Industri H&M di Negara Kurang Berkembang: Studi Kasus Bangladesh Tahun 2005-2011” ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (non-exclusive royalty-free right) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak bebas royalti nonekslusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, megelola dalam bentuk pangkatan data (database), merawat, dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

(4)

iv

ABSTRAK

Innesia Ma’sumah. 106216016. Analisis Dampak Masifnya Industri H&M di Negara Kurang Berkembang: Studi Kasus Bangladesh Tahun 2005-2011.

Penelitian ini membahas tentang dinamika perusahaan multinasional versus negara kurang berkembang. Perusahaan multinasional yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah H&M yang memiliki basis di Swedia sebagai home country. Kemudian, penelitian ini menitikberatkan pada H&M dengan fenomena fast fashion-nya, melakukan penetrasi ke Bangladesh dan menjadikannya sebagai host country untuk menjalankan proses produksi pakaian guna memenuhi konsumsi global. Bangladesh sendiri merupakan negara kurang berkembang yang pertumbuan ekonomi nasionalnya, terutama dalam sektor ekspor, sangat bergantung pada industri garmen. Maka dari itu, penelitiaan ini akan mencoba menguliti fenomena peran H&M di Bangladesh dengan pertanyaan penelitian apa implikasi semakin besarnya industri H&M terhadap buruh di Bangladesh pada tahun 2005-2011? Masalah ini akan dilihat melalui kacamata ekonomi politik internasional dengan fokus pada interaksi perusahaan multinasional dan negara kurang berkembang.

(5)

v

ABSTRACT

Innesia Ma’sumah. 106216016. Analysis of the Impact of H&M’s Massive

Industry in Least Developed Country: A Case Study of Bangladesh in 2005-2011. This study discusses the dynamics of multinational companies (MNC) versus least developed countries (LDC). The multinational company that is the object of this study is H&M, which has a base in Sweden as a home country. Then, this study focuses on H&M with its phenomenon of fast fashion, penetrating into Bangladesh and making it a host country to run the clothing production process to meet global consumption. Bangladesh itself is a least developed country whose national economic growth, especially in the export sector, is highly dependent on the garment industry. Therefore, this study will try to answer the phenomenon of the role of H&M in Bangladesh with the research question what are the implications of the growing H&M industry for workers in Bangladesh in 2005-2011? This problem will be seen through the lens of international political economy (IPE) with a focus on the interaction of multinational companies and less developed countries.

(6)

vi

LEMBAR INSPIRASIONAL

“So be patient with gracious patience.” – Q.S. Al-Ma’aarij, 70:5

“Apa yang Innes capai sampai hari ini sudah jauh melampaui ekspektasi Ibu. I’m proud of you. Proud of everything you have achieved. Proud of you as human

being. As I saw you grown into a fine woman. Not a small girl anymore. I’m proud of you, Nes. And I believe in you.” – Ibuku Malaikatku, Mariam.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang Maha Mengetahui dan Maha Mengabulkan. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dan pendidikan S1 di Program Studi Hubungan Internasional Universitas Pertamina.

Penulisan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Dampak Masifnya Industri H&M di Negara Kurang Berkembang: Studi Kasus Bangladesh Tahun 2005-2011” dipilih berdasarkan ketertarikan penulis pada salah satu cabang dari keilmuan HI, yaitu International Political Economy atau Ekonomi Politik Internasional. IPE memberikan pandangan kepada penulis untuk selalu melihat fenomena melalui portrait yang lebih luas. Namun pada saat yang sama, tidak melupakan detil-detil krusial yang menjadi determinan penting dalam fenomena yang sedang diamati.

Ini yang kemudian penulis terapkan dalam melihat fenomena perusahaan multinasional versus negara kurang berkembang. Bahwa interaksi antara aktor non-negara dan non-negara seperti keduanya, bukan hanya terjadi karena motif ekonomi dengan pembagian win-win semata. Bangladesh menjadi signifikan dalam perkembangan H&M karena di sanalah raksasa industri garmen ini memperoleh pakaiannya. Di lain sisi, H&M juga merupakan perusahaan multinasional yang turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Bangladesh. Seperti halnya segala sesuatu yang tidak selamanya baik, interaksi antar keduanya menimbulkan kerugian untuk salah satu aktornya. Dalam hal ini, tercipta dampak negative yaitu adanya ketimpangan terhadap masyarakat Bangladesh. Maka dari itu, penulis berusaha menguliti fenomena ini secara komprehensif dan membuka tabir sebab-akibat yang memperikan dampak sedemikian rupa.

Penulis sadar bahwa masih sangat banyak kekurangan dalam Tugas Akhir ini, baik dalam hal penulisan maupun kedalaman analisis. Untuk itu penulis memohon maaf dan berharap apa yang disampaikan dapat bermanfaat dan memperkaya pengetahuan peminatnya akan topik yang bersangkutan.

Jakarta, 31 Desember 2019

(8)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Allah SWT yang Maha Mengasihi, Maha Menentukan, serta Maha Pemberi Petunjuk. Dia-lah tempat bersyukur dan berterima kasih. Dia-lah tempat mengadu dan berkeluh kesah. Dia-lah Dzat yang Maha Membolak-balikan Hati dan Meneguhkan Hati. Kalau bukan karena kehendak-Nya, apalah arti Tugas Akhir ini. Untuk kedua orang tua tercinta, Ibu Mariam dan Ayah Dillah. Terima kasih atas dukungannya. Terima kasih sudah membentuk aku sedemikian rupa hingga sampai pada titik ini. Terima kasih sudah percaya dengan cara aku menjalani hidupku. Terima kasih atas segalanya. Doaku tak henti-hentinya untuk kalian. Juga untuk Tsurayya Syaharbanu, my baby, my sweet sister, my forever little girl. Terima kasih sudah selalu membuat kakak bahagia karena senyum dan tawa adek. Kamu adalah alasan kakak untuk tetap di sini, bertahan dan berjuang. I love you, adek.

Untuk Dr. Indra Kusumawardhana M. Hub.Int. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir. Serta teman-teman seperbimbingan Gerombolan Manusia Baja (GMB), yaitu Rani, Tia, Hugo, Zaki, Iil Ninis, Chelia, dan Lempoi. Terima kasih Pak Indra atas waktu yang telah diluangkan dan kesabarannya untuk kami (terutama saya sendiri) yang hobi mangkir dari bimbingan padahal sudah disediakan waktu kapan pun demi penyusunan Tugas Akhir. Terima kasih GMB yang selalu mengingatkan untuk bimbingan setiap minggunya dan bahwa kita di sini berjuang sama-sama. Untuk teman-teman 7 sisters. Awa, Tia, Rani, Nia, Naufal, dan Ocky. Thank you for keeping up with my dramas for the whole college years. It is intriguing and exciting, yet at the very same time, it is scary and sad to realize that we all grew up too soon. I owe you guys a lot. Like, a. lot. Terima kasih telah menjadi teman untuk berdiskusi dan berdistraksi. Terima kasih telah bersedia menjadi pendengar keluh kesah. Terima kasih telah berbagi canda tawa in a daily basis. A thousand thank yous won’t be enough to show how grateful I am to be surrounded by you all. Untuk teman-teman Santozier. Lisa, Nadia, Deza, Alia, Bebe, Lusi, Suluh, Sandra, Pety, Lulu, dan Sherly. Growing up is overwhelming but it doesn’t look scary because I know we are in this together. Semenjak lulus dari SMA dan kita semua terpisah untuk meniti kehidupan perkuliahan masing-masing, I always look forward to every weekend and holidays, just so we can talk, laugh, and sometimes do cry together. Thank you for believing in me, even when I ain’t trust myself. Everyday I thank my lucky stars for the opportunity to be with you guys. And it is indeed a gift to be able to watch our process from the very beginning until now.

Untuk Gita Choirunnisa dan Jodi Wiranto. Kedua teman yang selalu Innes tolak ajakan main setiap akhir pekannya dengan alasan mau kerjain skripsi. Kedua teman yang meskipun tidak ngobrol setiap hari, tapi Innes selalu ingat that somehow they always get my back. Kedua teman yang mengajarkan bahwa it is always okay to have fun once in a while. Terutama Gita, pendengar setia semua insekuritas Innes,

(9)

ix yang selalu bersedia 24/7 untuk meladeni ocehan-ocehan yang nonsense ini dan yang selalu mengajarkan how to be strong even when the world is against you. Untuk segenap Bapak, Mas, dan Mbak Dosen Hubungan Internasional Universitas Pertamina. Terutama Pak Dr. Indra Kusumawardhana M. Hub.Int. selaku ketua program studi HI. Kemudian Pak Iqbal Ramadhan, Mbak Silvia Dian Anggraeni, Mbak Dian Novikrisna, Mbak Frieska Haridha, Mbak Novita Rudiany, Pak Ian Montratama, Pak Rusdi J. Abbas, Mas Fauzi Rachman, dan Mbak Naeli Fitra. Terima kasih sudah membantu berproses selama menjalani perkuliahan di HI-UP. Terima kasih telah memberikan ilmu-ilmunya. Terima kasih atas kesabarannya menghadapi kami. Terima kasih sudah menjadi mentor yang membantu kami bertumbuh dan berkembang dari yang sebelumnya hanya Siswa menjadi Mahasiswa. Tidak lupa juga untuk berterima kasih kepada Mbak Aninda Tirtawinata atas lima semester pertamanya di Universitas Pertamina. Lima semester paling berkesan, to be honest. Terima kasih semua…

Untuk teman-teman keluarga Hubungan Internasional Universitas Pertamina yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Teman-teman yang memiliki dilemma yang sama karena uncertain terhadap kampus mengingat kita mahasiswa pertama di kampus yang masih sangat baru ini. Dari mulai kampus sangat sepi yang rasanya bagaikan milik sendiri, sampai jadi ramai seperti sekarang yang untuk mencari meja makan di kantin saja super sulit. Terima kasih telah membuat kehidupan perkuliahan ini menjadi berwarna dan berkesan. Merasa sangat beruntung sekali bisa dipertemukan oleh teman-teman semua yang rasanya sudah seperti keluarga. Untuk penyemangat-penyemangat lain yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan dengan mengatakan “semangat Nes!” “I know you can” dan lainnya. Yakni Septian Suryananda, teman lintas jurusan dan teman diskusi hal-hal yang tidak penting tapi somehow it would be the highlight of my day. Lalu ada Fahrizal Husein Nasution, teman yang sudah seperti abang sendiri, yang tidak segan memarahi apabila Innes keluar dari jalur, dan tidak malu untuk memberi apresiasi apabila diri ini melakukan suatu hal baik.

Terakhir, untuk diri ini, untuk Innesia. Terima kasih. Terima kasih sudah mampu berdiri di kakinya sendiri sampai pada titik ini. Terima kasih sudah tetap mengingatkan diri sendiri untuk kuat dan berjuang. Terima kasih sudah mau menurunkan egonya sendiri dan mengaku bahwasanya pada dasarnya diri ini bukan apa-apa. Thank you for trusting youself. Thank you for letting yourself cry. Thank you for showing your weakness. This is not the end of the battle you’ve been fighting all your life. There will be more tears to be wasted on and there will be more disapppoinment to be faced with. But I know, this girl – soon to be woman – is strong enough and will be stronger somehow. Maybe this is not the life that Little Innes have been dreaming of when she was a little girl. But I hope that Little Innes will be proud of the Innes she has became. Because I am. Terima kasih, Innesia.

(10)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tinjauan Pustaka ... 4 1.4 Kerangka Pemikiran ... 10 1.4.1 Teori Ketergantungan ... 10 1.4.2 Perusahaan Multinasional ... 12

1.4.3 Hukum Peningkatan Ukuran Perusahaan ... 17

1.4.4 Hukum Pembangunan Tidak Merata ... 19

1.5 Metodologi ... 21

1.5.1 Desain Penelitian ... 21

1.5.2 Metode Pengumpulan Data ... 22

1.6 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 23

1.6.1 Tujuan Penelitian ... 23

1.6.2 Manfaat Penelitian ... 24

1.7 Sistematika Penulisan ... 24

BAB II PERUSAHAAN MULTINASIONAL VERSUS NEGARA KURANG BERKEMBANG ... 26

2.1 Perusahaan Multinasional: H&M ... 26

2.1.1 Internasionalisasi H&M ke dalam Pasar Global ... 26

(11)

xi

2.2 Negara Kurang Berkembang: Bangladesh ... 32

2.2.1 Tren Investasi dalam Perekonomian Bangladesh ... 33

2.2.2 Peran Industri Tekstil dalam Perekonomian Bangladesh ... 36

BAB III ANALISIS DAMPAK MASIFNYA INDUSTRI H&M TERHADAP BURUH BANGLADESH... 39

3.1 Penetrasi H&M dalam Membangun Industri Garmen dengan Sistem Fast Fashion di Bangladesh ... 39

3.2 Fenomena Fast Fashion dalam Konstelasi Interaksi H&M versus Bangladesh ... 53

3.2.1 Menguatnya Raksasa H&M di Bangladesh ... 56

3.2.2 Ketimpangan dan Ketidaksetaraan di Bangladesh ... 60

3.3 Implikasi Fenomena Fast Fashion terhadap Tenaga Kerja Industri Garmen H&M di Bangladesh ... 65

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

4.1 Kesimpulan ... 71 4.2 Saran ... 73 4.2.1 Saran Akademis ... 73 4.2.2 Saran Praktis ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN... 76

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Periode akan Isu Penting terkait Pertumbuhan RMG

Bangladesh………...………..34

Tabel 2.2. Ekspor Utama Garmen Bangladesh………...………....35

Tabel 3.1. Perbandingan Pemasok dan Upah.……….55

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Manajemen Rantai Pasoka Terintegrasi Ganda………39 Gambar 3.2. H&M Dunia………...41 Gambar 3.3. Model Outsourcing H&M.…...……….43

(14)

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1. Ekspansi Internasional H&M………..28 Grafik 2.2: Investasi Bangladesh (Bangladesh Export

Processing Zones Authority………...31 Grafik 3.3. Area Interaksi antara H&M dan Pemasok Bangladesh………...…....45

(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Arti Keterangan

ADB Asian Development Bank

ASEAN Association of Southeast Asian Nations

BEPZA Bangladesh Export Processing Zones Authority

BGMEA Bangladesh Garment Manufacturers and Exporters

Association

BOI Board of Investment EBA Eeverything but Arms EPB Export Promotion Bureau EPZ Export Procesing Zones FDI Foreign Direct Investment

H&M Hennes and Mauritz

ILO International Labour Organization LDC Least Developed Country

MNC Multinational Corporation MFA Multi Fiber Agreement

ODA Official Development Assistance

RMG Ready Made Garment

SAARC South Asian Association for Regional Cooperation

SCM Supply Chain Management WTO World Trade Organization

(16)

Universitas Pertamina - 1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini dunia bergerak dalam sebuah era di mana segala sesuatu terhubung

satu sama lain. Dalam menjalankan aktivitas ekonomi, segala kegiatan yang

berhubungan dengan perkembangan laju ekonomi tidak hanya dilihat dari sudut

pandang domestik atau nasional, melainkan juga pada level dunia. Globalisasi

ekonomi ini juga berarti bahwa semakin terbukanya peluang bagi masyarakat, baik

kelompok ataupun indvidu, untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Ini

yang kemudian menyebabkan lahirnya aktor-aktor baru dalam sistem internasional,

salah satunya adalah multinational corporation (MNC) atau perusahaan

multinasional. Perusahaan multinasional sendiri merujuk pada perusahaan

berkebangsaan tertentu dengan anak perusahaan yang sebagian atau seluruhnya

dimiliki oleh setidaknya satu ekonomi nasional lainnya.

Dalam perjalanannya, perusahaan multinasional menjadi salah satu sumber

modal dan teknologi yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi

negara-negara yang cenderung kurang berkembang. Secara tidak langsung menyebabkan

perusahaan multinasional memiliki akses ke faktor-faktor produksi di seluruh dunia

dan dapat menggunakan keunggulannya tersebut untuk masuk ke negara kurang

berkembang guna memperoleh tenaga kerja dengan biaya rendah atau sumber daya

lokal lainnya. Akibatnya, perusahaan multinasional dapat mengeksploitasi

(17)

Universitas Pertamina - 2

mereka memiliki keuntungan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan

perusahaan domestik atau dalam negeri.

Ini yang terjadi di Cina. Dengan meledaknya jumlah penduduk, angka

ketenagakerjaan menjadi perhatian utama di Cina. Salah satu solusi cepatnya ialah

menarik investasi asing melalui sektor manufaktur in exchange of pemanfaatan

angka demografi yang tinggi. Tahun 2001, diperkirakan akan terjadi peningkatan

dengan angka 2,8 juta pekerjaan tambahan pada sektor tekstil dan 2,6 juta pekerjaan

pada sektor garmen. Namun demikian, meningkatnya peluang kerja tidak

berbanding lurus dengan tingkat upah buruh. Bila dijajarkan dengan negara-negara

berkembang yang berorientasi ekspor, upah buruh di Cina terbilang rendah

dibandingkan dengan biaya hidup (Chan, 2006). Cina sendiri pertama kali

menerapkan sistem upah minimum di sekitar awal tahun 1990-an, dengan intensi

melindungi pekerja di sektor ekspor. Meski pada kenyataannya, seiring berjalannya

waktu banyak pekerja yang mengadu pada pemerintah bahwa tidak jarang upah

minimum tersebut tidak dibayarkan. Pada kasus Cina, terdapat dua pabrik lokal

yakni China Miracle Garments dan China Galaxy yang merupakan perusahaan yang

mensubkontrakan manufaktur untuk perusahaan multinasional ternama. Keduanya

sepakat bahwa eksistensi perusahaan asing di negara kurang berkembang

merupakan sebuah perangkap. Hal ini dikarenakan mereka bicara mengenai hak

asasi manusia bersamaan dengan keinginan untuk mendapatkan produk berkualitas

bagus dan harga yang murah. Tentu yang dikorbankan adalah upah pekerjanya.

Selain Cina, salah satu negara yang kerap dijadikan sasaran karena upah buruh

murahnya adalah Bangladesh. Negara ini merupakan ekportir kedua terbesar di

(18)

Universitas Pertamina - 3 (RMG) atau pakaian jadi. Selama tiga dekade belakangan, industri garmen semakin

menjamur di Bangladesh hingga meningkat sampai 10x lipat. Hampir 81% ekspor

Bangladesh bergantung pada industri garmen dari sektor RMG dan memberikan

kontribusi sebesar 20% terhadap PDB Bangladesh (Islam, 2017). Setidaknya sekitar

20 juta penduduknya terlibat langsung dalam industri ini, yang mana mayoritasnya

bekerja sebagai buruh pembuat pakaian jadi. Tidak heran apabila industri garmen

menjadi pendorong utama dalam perekonomian domestik dan termasuk pemasukan

utama Bangladesh. Di antara negara-negara lain yang bergerak dalam produksi

industri garmen, Bangladesh memiliki bargaining position yang cukup

menjanjikan. Selain dari industri garmen yang sedang melambung di Bangladesh

yang mana menyebabkan peluangnya juga semakin besar, negara ini menyediakan

buruh dengan upah minimum yang cenderung rendah jika dibandingkan negara

berkembang lainnya, bahkan menjadi salah satu yang paling rendah di dunia.

Alasan ini membuat perusahaan multinasional menjadi tertarik untuk memindahkan

proses produksinya ke Bangladesh karena buruh yang tersedia tidak perlu dibayar

dengan biaya mahal yang mana akan sangat menekan biaya produksi.

Sementara Cina, yang merupakan negara eksportir pertama dalam industri

garmen di dunia mengalami penurunan. Hal ini disebabkan harga buruh di Cina

yang semakin mahal karena tenaga kerja muda di Cina sekarang ini lebih banyak

yang pergi melanjutkan pendidikan alih-alih menjadi pekerja pabrik. Untuk

mencegah penurunan jumlah buruh pabrik, Cina menyiasatinya dengan

meningkatkan upah buruh. Peluang Bangladesh sebagai negara tujuan dari industri

garmen tentu menjadi semakin meningkat mengingat upah buruh Bangladesh lebih

(19)

Universitas Pertamina - 4

dalam laporan 2014 US Fashion Industry Benchmarking Study, di saat Cina

mengalami penurunan, Bangladesh meningkat karena potensi pertumbuhannya.

Tenaga kerja murah ini juga yang menjadi nilai jual dan membuat Bangladesh

tetap mampu bertahan menghadapi persaingan ketika berakhirnya Multi Fiber

Agreement (MFA)1 di tahun 2005. Di Bangladesh sendiri, salah satu yang menjadi pemasok bear ialah H&M, yang merupakan perusahaan multinasional milik

Swedia. H&M pertama kali masuk ke Bangladesh sekitar tiga dekade lalu, tepatnya

di tahun 1982. Melihat potret fenomena ini, penelitian ini ingin menganalisis apa

implikasi semakin besarnya kehadiran H&M di Bangladesh terhadap kesejahteraan

buruh di sana sejak tahun 2005 sampai tahun 2012 dikarenakan berakhirnya MFA

membawa industri garmen ke era baru dimana Bangladesh akhirnya menghadapi

persaingan bebas dalam permainan industri garmen global atau pasar internasional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peniliti dapat merumuskan

sebuah permasalahan yaitu apa implikasi semakin besarnya kehadiran H&M di

Bangladesh terhadap buruh sejak tahun 2005-2011?

1.3 Tinjauan Pustaka

Sejatinya, telah ada beberapa penstudi ilmu sosial dari berbagai macam cabang

keilmuan yang menulis tentang hubungan antara industri garmen dan buruh di

1 MFA diberlakukan pada tahun 1974 oleh negara maju untuk melindungi produsen pakaian

mereka dari meningkatnya impor murah dari negara berkembang. MFA membuat negara-negara produsen untuk patuh pada kuota ekspor yang ketat. MFA awalnya dirancang untuk melindungi produsen Eropa dan Amerika Utara, namun MFA juga memberikan peluang bagi negara-negara yang sangat miskin seperti Bangladesh. Berdasarkan perjanjian tersebut, menjadi mungkin bagi negara-negara produsen garmen untuk mengaktifkan kuota ekspor yang tidak terpakai dari negara-negara miskin penghasil nongarmen untuk memperluas basis produksi mereka.

(20)

Universitas Pertamina - 5 Bangladesh. Pada umumnya, tulisan-tulisan tersebut berbicara mengenai

perkembangan pesatnya industri garmen dalam konteks ekonomi internasional dan

pengaruhnya terhadap kelas pekerja atau buruh. Terkait dengan Bangladesh sendiri,

tulisan-tulisan yang hadir kerap menekankan pada peran Bangladesh sebagai negara

berkembang dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut yang mayoritas disokong

oleh ekspor dari industri garmennya.

Lepas dari proses produksinya, industri garmen memiliki supply chains atau

rantai pasokannya sendiri. Masson et al (2007) mengatakan bahwa ada hubungan

erat antara pemasok pakaian jadi dengan pengecer pakaian yang sama juga

terkadang disambungkan dengan pemain baru yaitu perantara, yang menjadi

koordinator jaringan dan pada dasarnya memiliki peran untuk mengelola serta

mengoordinasi semua produksi dan pengiriman produk ke fasilitas distribusi. Hal

ini membuktikan adanya kompleksitas dalam rantai pasokan industri garmen yang

banyak melibatkan aktor. Selain itu, literatur yang ditulis Masson et al juga

mengindikasikan bahwa interaksi dalam industri garmen global tidak hanya sebatas

pada negara maju – umumnya direpresentasikan lewat perusahaan multinasional –

dan negara berkembang tempat proses produksi dilangsungkan. Pada beberapa

kasus, ada peran perantara yang menjadi pengubung produksi dan distribusi.

Terdapat pula literatur lain yang memfokuskan tulisannya terhadap pengecer

yang saat ini memiliki nama besar dan mampu merepresentasikan global fast

fashion retailers, yakni Zara dan H&M. Dalam dua dekade terakhir, industri pakaian telah berkembang secara signifikan yang didorong oleh internasionalisasi

dan peningkatan pesat pengecer brand fast fashion. Di antara pengecer dalam

(21)

Universitas Pertamina - 6

dijadikan studi kasus yang menjadi representasi dari fenomena fast fashion.

Menurut Mo (2015) Zara dan H&M sendiri memiliki karakter dalam konsep

bisnisnya yaitu waktu produksi dan distribusi yang singkat, desain produk yang

modis, dan harga yang terjangkau untuk kalangan menengah. Ini yang menjadi

dasar cara kerja dari fast fashion dimana Mo mengartikannya sebagai strategi bisnis

yang mengecilkan proses yang terlibat dalam siklus pembelian dan memenuhi

permintaan konsumen pada puncaknya.

Kemudian, dikutip dari Ozdamar-Ertekin (2016) industri mode saat ini berada

dalam siklus kompetitif penjualan dan produksi yang lebih pendek dan singkat,

serta dengan ketentuan-ketentuan lain seperti perubahan gaya yang terus-menerus,

pembaharuan produk yang rutin, dan adanya kecepatan ketersediaan. Literatur ini

memberikan perspektif dengan mempertimbangkan para pemangku kepentingan

yang bermain dalam industri ini. Di satu sisi, kecepatan produksi dan konsumsi

menyediakan peluang kerja, meningkatkan pendapatan, memungkinkan industri

baru berkembang, dan memupuk pertumbuhan ekonomi. Namun, ini juga membuat

konsumsi berlebih dan overproduksi yang akan berujung pada dampak negatif

terhadap lingkungan, sumber daya alam, pekerja, dan masyarakat. Dasar pemikiran

pembangunan tidak jarang membenarkan perilaku perusahaan yang terkadang tidak

sejalan dengan moral. Ini yang terjadi dalam fenomena fast fashion, di mana

keserakahan guna mencapai ekonomi yang maksimal, alih-alih membuat

pembangunan yang berkelanjutan, malah memiliki konsekuensi yang lebih besar.

Berkaca dari tulisan Ozamar-Ertekin, fast fashion yang memiliki dua sisi ini

berdampak cukup besar kepada masyarakat di negara-negara berkembang yang

(22)

Universitas Pertamina - 7 peran buruh di dalam industri garmen. Produksi garmen telah menjadi sumber

utama pekerjaan di banyak negara belahan bumi bagian Selatan yang umumnya

adalah negara berkembang. Industri garmen ini menjadi penting karena

pembangunan sosial dan ekonomi dalam skala besar bergantung di sini. Dalam

penerapannya, ada konfigurasi besar-besaran dari distribusi kekayaan dan

kekuasaan industri. Tren kontemporer dalam tubuh produksi, diperkuat dengan

regulasi ekonom global, sedikit banyak membuat pekerja sulit untuk meningkatkan

taraf hidup mereka. Wills dan Hale memfokuskan tulisan ini kepada buruh industri

garmen yang umumnya perempuan dan tidak memiliki kekayaan. Industri garmen

menghasilkan uang yang luar biasa bagi mereka pemilik modal yang berada di

puncak hierarki, namun jutaan perempuan dipaksa untuk membuat pakaian dengan

upah rendah, kerja lembur paksa, dan jam kerja yang tidak baik. Ini yang juga

diungkapkan oleh Turker dan Altuntas (2014), yaitu:

“The majority of fashion industry labour is located in offshore countries and composed of young, poorly educated people, since the manufacturing process in this sector does not require high skills. Women and children make up the majority of the workforce in developing countries, since these disadvantaged people accept work at lower wages.” (Turker & Altuntas, 2014, p. 3)

Pekerjaan yang tersedia dalam industri garmen global umumnya tidak

membutuhkan kemampuan tinggi, menjadi daya tarik tersendiri bagi pekerja atau

buruh yang berada di negara berkembang, tempat dimana proses produksi

dilaksanakan. Tidak heran jika kemudian perempuan dan anak-anak yang terlibat

di dalam rantai tersebut.

Alasan lain yang juga membuat Bangladesh tertarik untuk ikut bermain peran

dalam rantai industri garmen adalah industri ini merupakan anak tangga pertama

(23)

Universitas Pertamina - 8

maju. Pada kenyataannya, mekanisasi masih menjadi hal yang tidak ekonomis jika

dibandingkan dengan tenaga kerja murah yang tersedia. Menurut Kabber dan

Mahmud (2004), kekuatan pasar jelas memainkan peran besar dalam industri

garmen. Namun, dalam kasus Bangladesh, ada faktor sejarah, kondisi saat itu dan

prospek masa depan yang dimiliki Bangladesh, yang mana saling ada keterkaitan

dengan kebijakan yang dirumuskan pada tingkat nasional dan internasional. Daya

tarik Bangladesh terhadap industri garmen sendiri didasari atas struktur lokasi yang

dimilikinya, profil tenaga kerja, dan syarat serta ketentuan dari pabrik industri

garmen itu sendiri. Kemudian, Kabeer dan Mahmud juga berusaha mengkaji serta

mengeksplorasi dampak dari kehadiran industri garmen di Bangladesh untuk

pembangunan serta pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan

kesetaraan gender.

Fenomena eksploitasi yang dilakukan oleh entitas perusahaan atau industri besar

terhadap buruh di negara berkembang nyatanya telah menjadi isu yang juga terjadi

di beberapa negara. Salah satunya Pakistan yang menjadi tempat subur untuk

industri sepatu bermerk Nike. Boje dan Khan (2009) mengatakan bahwa ada

hubungan antara perusahaan dan negara Dunia Ketiga. Boje dan Khan

menggunakan sudut pandang post-kolonialisme dalam menganalisis Nike dan

tanggungjawabnya terhadap buruh di negara-negara dunia ketiga. Pabrik Nike di

Pakistan memiliki cukup banyak pekerja yang umumnya adalah perempuan dan

anak-anak. Melalui tulisan ini dapat diketahui bahwa budaya memiliki peran cukup

penting dalam produksi global. Dalam kasus ini, Boje dan Khan sepakat bahwa

kekuatan budaya yang banyak dimanfaatkan adalah impersialisme, dimana ada

(24)

Universitas Pertamina - 9 keputusan terkait dengan negara-negara dunia ketiga tersebut lebih banyak

dilakukan di belahan dunia bagian Barat.

Selain itu, dalam kasus Indonesia, dimana sebagai negara yang memiliki

angkatan kerja terbesar di kawasan Asia Tenggara serta meningkatnya investasi

asing di sekitar tahun 1980-an, Indonesia menjadi tempat menarik dalam produksi

padat karya untuk pasar ekspor. Ini yang kemudian membuat Indonesia menjadi

turut memiliki peran dalam global production network atau jaringan produksi

global. Bahkan pada tahun 2010, ekspor pakaian dari Indonesia ke Amerika Serikat

berada di posisi keempat setelah Cina, Vietnam, dan India. Menurut Bartley dan

Egels-Zanden (2015), tingginya ekspor ini juga beriringan dengan adanya gerakan

anti-sweatshop yang kala itu sedang marak-maraknya. Penelitian yang dilakukan oleh Bartley dan Egels-Zanden, menyatakan bahwa terlepas dari ratifikasi konvensi

International Labor Organization (ILO) oleh Indonesia, permasalahan buruh yang

kerap timbul umumnya bergantung dari rezim pemerintahan yang sedang berkuasa.

Ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa isu buruh dalam produksi

pakaian global akan dipengaruhi oleh kondisi dalam negeri negara tersebut. Hasil

dari penelitian ini adalah peningkatan industri dalam produksi global terkadang

menghasilkan peningkatan sosial untuk pekerja. Namun di lain sisi, fenomena ini

menguntungkan beberapa pekerja dengan mengorbankan yang lainnya.

Berdasarkan tinjauan literatur yang ditemukan oleh penulis, ternyata

tulisan-tulisan yang banyak muncul terkait dengan perkembangan pesatnya industri garmen

dalam konteks ekonomi internasional dan pengaruhnya terhadap kelas pekerja atau

buruh, belum ada yang melihatnya dari sisi Ilmu Hubungan Internasional.

(25)

Universitas Pertamina - 10

metodologi dari bidang Ilmu Manajemen, Ilmu Ekonomi, atau Ilmu Sosial lainnya,

namun tidak dengan sudut pandang Ilmu Hubungan Internasional. Hal ini dapat

dimaklumi mengingat topik yang berusaha penulis angkat adalah topik yang sangat

kental dengan nuansa Ilmu Manajemen dan Ilmu Ekonominya. Selain itu,

tulisan-tulisan terdahulu yang penulis dapatkan, kerap mengambil studi kasus terkait

industri manufaktur di negara Pakistan dan Indonesia. Oleh karena itu, penulis

sangat tertarik untuk mendalami lebih lanjut dikarenakan di dalam topik ini ada

interaksi antara aktor-aktor dalam hubungan internasional, yakni negara dan

perusahaan, dan dampak dari regulasi internasional tehadap kondisi domestik suatu

negara. Sebagai distingsi dari bidang Ilmu Sosial lainnya, penulis akan

menggunakan sudut pandang ekonomi politik internasional dengan melihat

seluk-beluk cara kerja perusahaan multinasional untuk menelaah dampak masifnya

industri fast fashion dalam konteks ekonomi internasional dan pengaruhnya

terhadap kesejahteraan pekerja atau buruh di Bangladesh.

1.4 Kerangka Pemikiran

1.4.1 Teori Ketergantungan

Salah satu perspektif kritis dalam percaturan politik ekonomi internasional

adalah strukturalis. Dalam buku Economic Determinism and Exploitation: The

Structuralist Perspectice yang ditulis oleh David N. Balaam dan Bradford Dillman (2014) strukturalis merupakan buah hasil pemikiran Karl Marx, meskipun tidak

dapat dikatakan serupa. Struktur yang dimaksud di sini ialah sistem modal global

yang di mana dalam strukturalisme, sistem ini bertindpak sebagai sistem atau

tatanan yang mendasarinya merupakan kekuatan pendorong dalam masyarakat.

(26)

Universitas Pertamina - 11 tidak menawarkan metode analisis tunggal atau sekumpulan rekomendasi

kebijakan. Perspektif ini cenderung memaksa untuk mempertanyakan dan

menekankan pada hal-hal yang tidak seperti pada umumnya. Seperti peristiwa apa

yang mendorong struktur kapitalis? Kemudian, bagaimana sistem tersebut

beroperasi dalam skala global? Apakah sumber daya yang dialokasikan adil?

Tururnan dari perspektif strukturalisme ini ialah teori ketergantungan. Menurut

teori ini, struktur ekonomi global pada dasarnya menempatkan negara-negara

kurang berkembang berada di bawah negara-negara maju. Dengan kata lain,

struktur ini memperbudak negara kurang berkembang yang notabene berada di

bagian Selatan dengan membuat negara tersebut bergantung sampai pada titik

rentan dan lemah dari negara-negara inti atau maju yang menganut sistem

kapitalisme dan berada di bagian Utara. Balaam dan Dillman (2014, p. 90)

mengutip dari Andre Gunder Frank dalam tesisnya yang berbicara mengenai

“development of underdeveloped” bahwa negara-negara yang sekarang memiliki label kurang berkembang tidak pernah benar-benar ‘terbelakang’. Peradaban yang

dulunya hebat menjadi kurang berkembang sekarang dikarenakan kontribusi

kolonialisasi yang dilakukan oleh negara-negara Utara.

Kemudian, Angotti (1981) menyebutkan dalam artikel jurnalnya yang berjudul

The Political Implications of Dependency Theory bahwa setidaknya terdapat empat poin terkait dengan pandangan teoritis terkait akan teori ketergantungan ini yaitu:

(1) the criticique of dualism atau kritik dualisme yang menafikan argumen bahwa

hambatan utama untuk pembangunan adalah kondisi sosial-budaya internal yang

melekat pada nilai-nilai tradisional dan tidak memiliki karakteristik ekonomi

(27)

Universitas Pertamina - 12

bahwa keterbelakangan yang terjadi di negara-negraa kurang berkembang terjadi

karena ekspansi negara-negara kapitalis yang sudah maju: (2) core/periphery theory

atau teori inti/pinggiran yang berbicara mengenai pembagian dunia menjadi dua

bagian yaitu negara core atau inti yang notabene berada di pusat serta merupakan

negara industri maju, dan negara periphery atau negara pinggiran yang berisi

negara-negara miskin dan terbelakang; (3) unequal exchange atau pertukaran yang

tidak sama yang menekankan pada gagasan bahwa ketentuan perdagangan

internasional yang tidak setara dan menyebabkan negara-negara pinggiran

cenderung dirugikan dalam konstelasi pasar dunia. Implikasi utamanya adalah

persyaratan perdagangan dan upah perlu diubah sehingga tenaga kerja di

negara-negara periphery dapat dikompensasi sesuai dengan nilai yang dihasilkan: (4)

dependent bourgeoisie atau borjois yang bergantung. Kelas borjuis yang dimaksud di sini adalah kelas menegah ke atas yang berada di pinggiran dan bergantung pada

kekuatan eksternal sehingga tidak dapat memainkan peran progresif. Kondisi ini

menempatkan serangkaian hubungan struktural yang lebih kompleks yang

mencakup proses pembuatan kebijakan internal, struktur sosial, dan elemen budaya.

1.4.2 Perusahaan Multinasional

Menurut Robert Gilpin (2001), perusahaan multinasional merupakan salah satu

aktor penting dalam percaturan ekonomi politik internasional dan pemain kunci dari

globalisasi ekonomi. Meskipun baegitu, tedapat pendapat yang berbeda dalam

melihat fenomena kehadiran perusahaan multinasional. Ada yang percaya bahwa

perusahaan multinasional sudah tidak terikat lagi dengan ekonomi negara asalnya

dan menjadi entitas independen yang cukup kuat serta berpengaruh dalam

(28)

Universitas Pertamina - 13 kelompok lain masih yakin bahwa perusahaan multinasional masih menjadi produk

ekonomi domestiknya. Gilpin mendefinisikan perusahaan multinasional sebagai

perusahaan berkebangsaan tertentu dengan anak perusahaan yang sebagian atau

seluruhnya dimiliki oleh setidaknya satu ekonomi nasional lainnya.

Menjamurnya perusahaan multinasional secara tidak langsung telah mengubah

struktur dan fungsi ekonomi global. Perusahaan raksasa ini dan strategi globalnya

telah menjadi determinan utama dalam arus perdagangan, lokasi industri, dan

kegiatan ekonomi lainnya. Perusahaan multinasional telah menjadi pusat dalam

perluasan aliran teknologi ke ekonomi industri dan memiliki dampak penting dalam

menentukan kesejahteraan ekonomi, politik, dan sosial banyak negara. Mengontrol

banyak modal investasi dunia, teknologi, dan akses ke pasar global, perusahaan

multinasional telah menjadi pemain utama tidak hanya dalam ekonomi

internasional tetapi juga dalam urusan politik internasional.

Umumnya, perusahaan multinasional melakukan ekspansi dan memasuki

negara-negara yang menurutnya menjanjikan dalam mendorong laju bisnisnya

melalui Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi asing langsung. FDI

bertujuan untuk mencapai kontrol parsial atau penuh atas pemasaran, produksi, atau

fasilitas pada perekonomian lain. Bentuk investasinya dapat berupa jasa,

manufaktur, ataupun komoditas. Apabila dilihat dari perspektif ekonomi,

perdagangan dan investasi ialah aspek yang saling melengkapi satu sama lain.

Aktivitas ekonomi ini juga ditentukan oleh lokasi yang berdasarkan prinsip

comparative advantage atau keunggulan komparatif dimana produksi cenderung dilakukan di lokasi yang dinilai paling efisien. Komparatif yang paling umum

(29)

Universitas Pertamina - 14

teknologi yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh negara tempatnya berinvestasi.

Ini yang menyebabkan perusahaan multinasional memiliki akses ke faktor produksi

hampir seluruh negara di dunia, yakni melalui modal dan teknologi yang mumpuni.

Negara kurang berkembang sendiri seringkali diidentikan dengan upah buruh yang

tidak setinggi di negara maju. Eksploitasi menjadi sesuatu yang rawan terjadi

karena adanya keunggulan komparatif ini.

Eksistensi perusahaan multinasional sendiri dapat dikatakan menandakan pasar

yang bersifat oligopolistik. Maka dari itu, keputusan perusahaan multinasional

untuk mengekspor produk dari negara asalnya atau investasi di luar negeri untuk

menjalankan faktor produksinya akan sangat berpengaruh pada lokasi kegiatan

ekonomi dan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam tataran global. Tidak heran

apabila aktivitas perusahaan multinasional memiliki dampak yang cukup besar pada

ekonomi internasional.

1.4.2.1 Negara Asal

Relasi antara perusahaan multinasional dan negara asal dapat dilihat dari

karakteristik keduanya (Cohn, 2012, p. 268). Negara asal umumnya

memandang FDI yang ditanamkan perusahaan multinasional ke luar sebagai

indikasi kekuatan ekonomi dan politik yang memberi manfaat positif untuk

daya saing mereka. Dengan demikian, negara asal akan mendukung dan

melindungi perusahaan multinasional agar tidak berlawanan dengan pihak

asing, terutama jika perusahaan multinasional tersebut beroperasi di sektor

industri strategis. Selain itu, Cohn juga mengatakan bahwa pemerintah atau

aktor negara melihat perusahaan multinasional sebagai sebuah alat atau

(30)

Universitas Pertamina - 15 memantau, mengendalikan, atau menahan perusahaan multinasional ketika

ingin menanamkan investasi ke luar demi melindungi ekonomi domestik.

Cohen (2007, p. 187) mengemukakan bahwa perusahaan multinasional

umumnya dianggap oleh negara dunia ketiga – dalam hal ini negara kurang

berkembang – sebagai kendaraan yang digunakan oleh pemerintah atau

negara asal perusahaan multinasional untuk memproyeksikan kekuatan dan

pengaruh ekonomi dan politik di wilayah lain. Sesuai dengan namanya, dalam

operasinya perusahaan multinasional bersifat ‘multinasional’ atau melibatkan lebih dari dua negara. Sedangkan dalam kepemilikan atau kepengurusan

manajemen puncak, seperti proses pengambilan keputusan, perusahaan

multinasional tetap meletakannya di tangan headquarter di negara asal (Nye,

1974, p. 164).

Dilihat dari perspektif kritis, perusahaan multinasional dipandang sebagai

kapitalis transnasional oligopolistik yang secara sistematis mengeksploitasi

dan mempromosikan keterbelakangan di negara-negara yang berada di

semi-pinggiran dan semi-pinggiran. Perspektif ini berasumsi bahwa perusahaan

multinasional bertindak atas perintah negara mereka berasal, memiliki peran

dalam meningkatnya imperialisme, dan secara permanen menciptakan

ketidaksetaraan pendapatan secara global. Akademisi teori kritis juga

berpendapat bahwa perusahaan multinasional membuat aliansi dengan elit

transnasional seperti kapitalis domestik di negara semi-pinggiran dan

pinggiran, tetapi pengembangan tersebut cenderung terhambat karena tetap

(31)

Universitas Pertamina - 16

1.4.2.2. Negara Tuan Rumah

Menurut Cohn (2012, p. 262) negara tuan rumah atau host country

cenderung berada pada posisi tawar yang lemah sebelum perusahaan

multinasional berinvestasi di dalamnya. Hal ini dikarenakan pada awal

pendekatan, perusahaan multinasional memiliki pilihan atau opsi lain terkait

dengan di negara mana ia ingin berinvestasi dan negara tuan rumah harus

memberikan insentif untuk menarik investasi awal. Sedangkan daya tawar

yang dimiliki oleh perusahaan multinasional berasal dari teknologi,

identifikasi merek, akses modal, dan kemampuan untuk mempromosikan

ekspor. Namun begitu, setelah investasi tertanam, negara tuan rumah akan

memiliki daya tawar yang lebih besar karena perusahaan multinasional secara

tidak langsung sudah ‘berkomitmen’ pada kesepakatannya. Dengan kata lain, secara teoretis, posisi ini memungkinkan negara tuan rumah untuk

meningkatkan keuntungannya melalui negosiasi ulang apabila sekiranya

terdapat kondisi yang mendorongnya.

Hal yang berbeda diungkapkan oleh Gilpin (1987, p. 246) yang mana

menurutnya, perdebatan antara perusahaan multinasional dan negara tuan

rumah telah berlangsung sejak lama dan umumnya melibatkan negara kurang

berkembang. Terutama terkait dengan kebijakan perusahaan multinasional

dan dampak negatifnya terhadap kesejahteraan ekonomi dan pembangunan

negara tuan rumah. Kemudian, dinyatakan juga bahwa berdasarkan argumen

ekonomi, FDI – yang diberikan oleh perusaahaan multinasional – dapat

mendistorsi ekonomi dan pembangunan ekonomi di negara-negara yang

(32)

Universitas Pertamina - 17 menciptakan cabang-pabrik dari perusahaan-perusahaan lokal, yang mana

anak perusahaan lokal hanya sebagai pelengkap dari korporasi metropolitan.

Perusahaan multinasional juga membawa teknologi yang tidak sesuai dan

lebih memilih menggunakan teknik produktif padat modal. Dengan ini,

perusahaan multinasional tetap memegang kendali atas teknologi dan tidak

serta merta mentransfernya ke negara tuan rumah.

Dalam interaksi tawar menawar antara perusahaan multinasional dan

negara tuan rumah, terdapat sebuah model yang dikemukakan oleh Raymond

Vernon (1971) yaitu The Obsolescing Bargain Model (OBM). Model ini

berbicara mengenai perkembangan hubungan negara tuan rumah dan

perusahaan multinasional dari waktu ke waktu sebagai fungsi dari tujuan,

sumber daya, dan kendala dari masing-masing pihak. Argumen kunci dari

model ini adalah bahwa hubungan negara tuan rumah MNE bersifat dinamis

dan berkembang seiring waktu. Sebelum masuknya perusahaan

multinasional, pemerintah tuan rumah diasumsikan berada dalam posisi tawar

yang lemah. Mengingat ketidakpastian berinvestasi di negara baru, dan

jumlah opsi terbuka untuk perusahaan multinasional, negara harus

menawarkan konsesi untuk menarik masuk. Namun, begitu investasi telah

dilakukan, kekuatan tawar-menawar bergeser ke arah negara tuan rumah.

1.4.3 Hukum Peningkatan Ukuran Perusahaan

Pandangan kritis dari perusahaan multinasional pertama kali dikembangkan oleh

Hymer yang mengemukakan dua hukum kapitalisme monopoli. Pertama adalah the

law of increasing firm size atau hukum peningkatan ukuran perusahaan. Hukum pertama ini berbicara mengenai pertumbuhan dalam ukuran dan kompleksitas

(33)

Universitas Pertamina - 18

sebagai struktur organisasi perusahaan yang berubah, dari lokal menjadi perusahaan

multinasional yang mendunia. Hymer berpendapat bahwa perusahaan

multinasional menciptakan pembagian kerja spasial di seluruh dunia yang sesuai

dengan pembagian kerja vertikal dalam struktur internal perusahaan (Eden, 1991,

p. 201). Hirarki perusahaan terpecah secara geografis menjadi tiga bagian:

manajemen puncak di kota-kota inti terbesar, koordinasi white collar di kota-kota

inti yang lebih kecil, dan produksi blue collar didistribusikan secara global.

Akibatnya, negra-negara yang berperan sebagai inti menjadi semakin berkembang,

sedangkan yang berada di pinggiran tidak berkembang

Hymer melihat bahwa ada tren dalam bisnis perusahaan (mikrokosmos) dengan

evolusi ekonomi internasional (makrokosmos) (Hymer, 1982, p. 128).

Perusahaan-perusahaan yang umumnya milik Amerika Serikat dan negara-negara Eropa

berperan dalam mengalihkan perhatian dari produksi nasional ke produksi global.

Kalimat yang Hymer gunakan untuk menggambarkannya ialah adalah “they see the world as their oyster”. Tren multinasionalisasi ini terus berlanjut hingga menyebabkan perusahaan-perusahaan raksasa yang berasal dari negara maju kerap

berusaha untuk saling menembus pasar satu sama lain serta membangun basis di

negara-negara berkembang dan kurang berkembang, di mana terdapat arus modal

yang cukup besar untuk beroperasi pada skala dunia.

Pada awalnya, persaingan antar perusahaan multinasional ini cenderung intens.

Namun seiring berjalannya waktu, rasa kompetitif antar perusahaan akan mulai

mereda dan berubah menjadi kolusi ketika perusahaan-perusahaan multinasional ini

mendekati semacam ekuilibrium oligopolistik. Hymer menyampaikan bahwa akan

(34)

Universitas Pertamina - 19 internasional (international division of labor). Inti dari struktur internasional yang

baru ini adalah ekonomi kapitalis maju, sementara di bagian pinggirnya terdiri dari

ekonomi engara-negara berkembang dan kurang berkembang yang memiliki

ketergantungan dan dieksploitasi (Hymer, 1982, p. 129).

Anugerah atau kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan

multinasional ini terletak pada modal atau kapital yang memungkinkan mereka

untuk menjadi raksasa dalam ekonomi politik internasional. Tanpa aktor-aktor

kapitalist ini, kegiatan ekonomi bersifat individualistis, berskala kecil, dan kurang

produktif (Hymer, 1982, p. 30). Dengan modal yang cukup untuk memdanai bahan

baku dan upah tenaga kerja, sekelompok orang dapat digerakkan untuk

meningkatkan produktivitas mereka. Invesitasi hasil dari keuntungan ini

menyebabkan peningkatan modal yang berkesan dan menciptakan semakin

besarnya raksasa-raksasa ini untuk terus tumbuh.

1.4.4 Hukum Pembangunan Tidak Merata

Dari dua pandangan yang diungkapkan oleh Hymer terkait dengan buah hasil

pemikirannya tentang perusahaan multinasional, satu yang juga relevan dalam

menganalisis hubungan antara H&M sebagai perusahaan multinasional dan

Bangladesh adalah the law of uneven development atau hukum pembangunan yang

tidak merata. Dari hukum sebelumnya yang sudah dijelaskan, yaitu hukum

peningkatan ukuran perusahaan, ini menghantarkan ke hukum kedua, hukum

pembangunan yang tidak merata. Perilaku oligopolistik perusahaan multinasional

dan ukurannya yang besar semakin memperburuk pembangunan yang tidak merata

melalui penghindaran pajak, erosi kekuasaan negara, dan lokasi-lokasi produksi

(35)

Universitas Pertamina - 20

Hukum ini berbicara mengenai ketidaksetaraan yang dibangun dalam

pertumbuhan sistem dunia kapitalis kontemporer yang kemudian menyebabkan

adanya hierarki dominasi dan ketergantungan, serta kekayaan dan kemiskinan

dalam sistem internasional. Menurut Hymer, proposisi yang menjadi titik tolak dari

argumen ini adalah pabrik dan pasar mewakili dua cara berbeda dalam hal

mengoordinasi pembagian para pekerja (division of labor).

Argumen pengembangan Hymer yang tidak merata adalah bagian dari perspektif

ketergantungan yang lebih luas yang melihat perusahaan multinasional sebagai

agen dari proses eksternal yang menghasilkan keterbelakangan di pinggiran. Satu

perluasan baru-baru ini dari hirarki kelas internasional Hymer dibuat oleh Cox yang

berpendapat bahwa ketika produksi dan pertukaran menjadi lebih

terinternasionalisasi pada tahun l970-an, kekuatan sosial dimobilisasi dan blok

historikal transnasional muncul (Eden, 1991, p. 202). Anggota blok ini –

perusahaan multinasional, bank multinasional dan lembaga internasionalis –

dihubungkan oleh kekuatan transnasional dan memiliki ideologi bersama.

Sementara Hymer berfokus pada piramida tiga tingkat produksi, Cox melihat kelas

dunia dibentuk dengan kelas dunia tertinggi menjadi kelas manajerial yang terdiri

dari buruh dan kapitalis yang bekerja di blok historikal transnasional.

Menurut Hymer karena ukuran dan mobilitasnya yang besar, serta didukung oleh

kekuatan yang cenderung monopolistik, tidak jarang perusahaan multinasional

mengendalikan dengan cara mengeksploitasi negara-negara untuk keuntungan

mereka sendiri (Gilpin, 2001, p. 287). Aktivitas perusahaan ini menghasilkan

ekonomi dunia yang terdiri dari kelompok kaya yang mengeksploitasi di dunia

(36)

Universitas Pertamina - 21 kata lain, senada dengan dependency theory atau teori ketergantungan,

perkembangan belahan bumi bagian Utara dan keterbelakangan yang dirasakan

penduduk belahan bumi bagian Selatan merupakan aspek integral dan

komplementer dari kapitalisme dalam era perusahaan multinasional.

1.5 Metodologi

1.5.1 Desain Penelitian

Dalam mengkaji penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Metode

kualitatif, diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mengekplorasi atau

memahami, baik individu maupun kelompok, yang berkaitan dengan sebuah

masalah sosial (Creswell, 2016). Selain itu, penelitian kualitatif juga dapat

didefinisikan sebagai strategi penelitian yang menekankan pada kata daripada

(37)

Universitas Pertamina - 22

penelitian ini akan dianalisis secara deduktif, yakni teori akan diselaraskan dengan

observasi atau fakta yang akan ditemukan seiring berjalannya penelitian.

1.5.2 Metode Pengumpulan Data

1.5.2.1 Sumber Data

Data yang dikumpulkan diambil dari buku teks, jurnal ilmiah cetak ataupun

online, serta sumber-sumber dari internet yang terpercaya dan valid. Kemudian, data lain yang dibutuhkan ialah data dalam bentuk dokumen resmi, yang pada studi

kasus ini akan banyak memuat report atau laporan yang dikeluarkan oleh lembaga,

institusi, ataupun perusahaan.

1.5.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah

dengan mengumpulkan data melalui teknik kepustakaan atau library research

melalui melihat dokumen-dokumen yang terkait dengan kasus yang sedang diteliti.

Dokumen atau data yang diperlukan menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan

cara bekerja H&M dan kondisi di Bangladesh itu sendiri.

1.5.2.3 Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data analytic induction yang berarti

sebuah proses dalam membuat penyataan umum yang berasal dari data itu sendiri

dan melibatkan beberapa langkah seperti pendefinisian masalah, pengembangan

hipotesis terkait dengan permasalahan, dan pengujian hipotesis (Znaniecki, 2003).

Teknik ini cocok digunakan dalam melihat interaksi antara H&M dan Bangladesh

(38)

Universitas Pertamina - 23 1.5.2.4 Jangkauan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi penelitian dari masa setelah

berakhirnya kesepakatan Multi-Fiber Agreement (MFA) yang selesai di akhir tahun

2004, yang berarti penelitian ini dimulai di tahun 2005. Berakhirnya MFA

membawa industri garmen ke era baru dimana Bangladesh akhirnya menghadapi

persaingan bebas dalam permainan industri garmen global atau pasar internasional.

Kemudian, jangkauan penelitian ini akan berhenti satu dekade kemudian, tepatnya

di tahun 2011 untuk melihat perkembangan industri fast fashion serta pengaruhnya

terhadap kesejahteraan pekerja industri garmen atau buruh di Bangladesh.

1.5.2.5 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada semester tujuh tahun ajaran 2018/2019.

Peneliti akan menggunakan waktu sekiranya 4 bulan yaitu dari bulan Agustus

hingga bulan November.

1.6 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.6.1 Tujuan Penelitian

Dalam penulisan Tugas Akhir ini, setidaknya terdapat dua tujuan dari

dilakukannya penelitian ini, yaitu, pertama untuk mengetahui cara penetrasi

perusahaan multinasional, dalam hal ini H&M yang bergerak dalam industri fast

fashion ke Bangladesh yang merupakan negara kuRang berkembang, dengan periode tahun 2005-2011. Kedua, untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antara

peningkatan produksi industri garmen di Bangladesh yang digerakkan oleh H&M

dalam konteks ekonomi politik internasional dan dampaknya terhadap tenaga kerja

(39)

Universitas Pertamina - 24 1.6.2 Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan signifikansi atau

manfaat sebagai berikut:

a) Manfaat Akademik

Penulis berharap penelitian ini dapat memberi pengetahuan kepada pembaca

serta memperkaya kajian terkait dengan peran, penetrasi, dan interaksi

perusahaan multinasional ke suatu negara dalam kaca mata ekonomi politik

internasional, serta dampaknya terhadap keadaan domestik negara, seperti

halnya H&M dan Banglahdesh.

b) Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, acuan,

ataupun bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan

yang terkait dengan masuknya perusahaan multinasional, khususnya industri

garmen ke negara.

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I. Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan ini akan dibagi beberapa untuk subbab untuk dijelaskan.

Pertama, latar belakang yang merupakan penjelasan mendasar dari masalah yang

akan diteliti. Kedua, rumusan masalah yang akan dinyatakan dalam bentuk

pertanyaan dan menjadi acuan dalam penelitian. Ketiga, tujuan dan manfaat

penelitian yang dibagi lagi menjadi dua yakni manfaat akademis dan praktis.

Keempat, studi literatur yang akan menunjukkan distingsi penelitian ini dari

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Kelima, kerangka pemikiran yang

(40)

Universitas Pertamina - 25 membedah masalah dalam penelitian ini. Keenam, metodologi penelitian yang akan

menjelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan metode, teknik pengumpulan

data untuk mendukung penelitian ini.

BAB II. Perusahaan Multinasional versus Negara Kurang Berkembang Pada bab ini penulis akan mengeksplorasi satu persatu objek kajian yang menjadi

fokus dalam penelitian, di antaranya ialah keterangan mengenai profil dan cara

kerja H&M sebagai perusahaan multinasional dan kondisi di Bangladesh itu sendiri.

BAB III: Analisis Dampak Masifnya Industri H&M terhadap Buruh Bangladesh

Dalam bab ini, penulis akan menganalisis secara komprehensif dari mulai penetrasi

H&M sampai bisa sampai ke Bangladesh, kemudian fenomena fast fashion yang

menjadi determinan penting dalam interaksi keduanya, hingga implikasinya

terhadap tenaga kerja H&M di Bangladesh. Komponen-komponen ini akan

dianalisis dan dilihat berdasarkan pandangan ekonomi politik internasional.

BAB IV: Kesimpulan dan Saran

Dalam bab kesimpulan, penulis akan menyajikan hasil yang disimpulkan dari

penelitian yang telah diperoleh melalui analisis yang telah dipaparkan pada bab-bab

(41)

Universitas Pertamina - 26 BAB II

PERUSAHAAN MULTINASIONAL VERSUS NERGARA KURANG BERKEMBANG

2.1 Perusahaan Multinasional: H&M

2.1.1 Internasionalisasi H&M ke dalam Pasar Global

Salah satu perusahaan multinasional dalam industri garmen yang juga menjadi

pengecer (ritel) pakaian terbesar dan tercepat di dunia ialah H&M atau Hennes &

Mauritz. Perusahaan yang dibentuk sejak tahun 1947 ini merupakan sektor bisnis

yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Swedia, negara induknya.

Pendirinya, Erling Persson merupakan seornag pengusaha Swedia yang terinspirasi

ketika kunjungannya ke Amerika Serikat dan melihat sebuah ritel pakaian bernama

Lerner Shops yang menawarkan pakaian murah serta modis. Pada saat yang sama,

ritel swedia didominasi dengan pakaian yang diproduksi secara nasional dan dijual

oleh pengecer pakaian pribadi. Sejak itu kemudian Persson memiliki ide untuk

membuat rantai ritel fesyen dengan harga yang sesuai dengan semua kalangan

(Pettersson, 2001, p. 51).

Awalnya, merk pakaian ini hanya menjual pakaian perempuan dengan nama

Hennes. Namun seiring berjalannya waktu dan terciptanya sebuah terminologi

bernama masyarakat kosumen, sebuah tendensi baru dalam dunia fesyen muncul

dimana cepatnya pergeseran tren membuat pakaian seringkali dibuang sebelum

usang. Konsumen juga cenderung menyukai imej pakaian muda-mudi atau remaja

(42)

Universitas Pertamina - 27

tren yang sedang terjadi dan melihat ini sebagai peluang untuk menjual pakaian

perempuan yang terjangkau di Swedia.

Selanjutnya di tahun 1968, Persson mulai menjual pakaian untuk laki-laki dan

anak-anak yang menjadi titik awal dibentuknya perusahaan H&M. Kurang dari 10

tahun kemudian, tepatnya di tahun 1977, H&M juga melihat kesempatan untuk

menjual kosmetik, sehingga menjadikannya sebagai pilihan pertama atau tempat

terbaik untuk memenuhi kebutuhan mod apapun. Ini yang mendorongnya untuk

tumbuh dengan kecepatan yang luar biasa dan menyebar ke pasar Eropa hingga ke

seluruh dunia. Besarnya skala H&M ini dapat dilihat dari keuntungan atau

pendapatan omsetnya yang lebih dari setengah industri dari seluruh industri di

Swedia. Pada tahun 2007, H&M mengelola lebih dari 1500 cabang di 28 negara

yang tersebar di seluruh dunia. Perkembangan yang cepat ini berdampak pada

meningkatnya penjualan dari 2003 - 2008 sebesar 73% dan laba mencapai 139%

(Li & Frydrychowska, 2008, p. 28). Besarnya presentase meyakinkan H&M untuk

dapat meningkatkan cabang sebanyak 10-15% pertahun di negara-negara yang

menjadi tujuannya.

Hingga sekitar tahun 1980-an, H&M umumnya membeli produk dari agen di

negara-negara Asia untuk kemudian dijual kembali di gerainya. Sedangkan proses

desain akan produknya sendiri baru dilakukan di negara induknya mulai tahun

1987. Saat ini, perusahaan multinasional yang berbasis di Swedia tersebut

melakukan proses desain sepenuhnya di kantor pusat dengan mempertimbangkan

tiga faktor dasar, yakni: fesyen, kualitas, dan harga. Sebagai perusahaan yang

berorientasi konsumen, produksi pakaian H&M sangat mengedepankan permintaan

(43)

Universitas Pertamina - 28 pasar global, tidak bisa dipungkiri bahwa H&M telah mampu menjadi yang

terdepan dalam industri fesyen.

Dalam menjalankan proses produksinya alih-alih memiliki pabrik sendiri, H&M

bergantung pada jaringan pemasok eksternal. Kantor produksi atau pabrik yang

memiliki afiliasi dengan H&M tersebar di seluruh dunia dengan jumlah produksi

yang signifikan. Salah satu strategi yang digunakan H&M untuk memperlancar

proses produksinya ialah dengan merekrut orang lokal yang mampu melakukan

mediasi antara departmen pembelian (dari internal H&M) dengan pemasok

eksternal di pabrik yang terletak di negara yang bersangkutan. Alasan awal di balik

didirikannya kantor produksi adalah untuk menghindari miskomunkasi karena

sering terjadi perbedaan antara saran desain dari perancang dan hasil produksi

akhir. Sekarang, tanggung jawab utama dari kantor produksi semakin beragam yang

meliputi: mengidentifikasi pemasok baru, menempatkan pesanan dengan pemasok

yang tepat, menegosiasikan harga, memastikan pemasok menjaga kualitas produk,

meminimalisir waktu transportasi, dan beberapa lainnya (ICFAI, 2008, p. 6).

Pada implementasinya, proses produksi H&M di pemasok-pemasoknya harus

melalui prosedur yang cukup panjang, yaitu di antaranya: (1) pihak internal

menentukan desain, jumlah, bahan, dan detail lainnya yang akan diajukan ke kantor

produksi; (2) kantor produksi memutuskan pemasok mana yang memiliki fasilitas

untuk menghasilkan barang yang diinginkan dan mengirimkan spesifikasinya; (3)

pemasok memiliki waktu 24 jam untuk menyiapkan sampel dan mengirimkannya

ke H&M, biasanya setelah persetujuan sampel, pemasok menghasilkan sekitar 20

sampel promosi dan menunggu konfimasi ulang pesanannya; (4) kantor produksi

(44)

Universitas Pertamina - 29

memutuskan pemasok mana yang akan menerima pesanan dengan

mempertimbangkan harga, kualitas, waktu pengiriman, dan lokasi (ICFAI, 2008, p.

6). Biasanya, barang yang masuk kategori fesyen-sensitif yang harus dikirim

dengan cepat akan diproduksi oleh pemasok Eropa. Sedangkan untuk

barang-barang dasar cenderung dipesan enam bulan sebelumnya dan diproduksi di

pemasok yang lokasinya lebih jauh.

Pada tahun-tahun awal, semua kegiatan produksi berlangsung di Swedia, hingga

kemudian perlahan meluas ke negara-negara Skandinavvia, Inggris, Italia, Portugal,

dan beberapa negara-negara Eropa Timur seperti Polandia, Hungaria, dan

Yugoslavia. Hingga kemudian mulai merambat ke pemasok di kawasan Timur Jauh

dan membuka kantor produksi pertama di Hong Kong. Pada tahun 2007, sekitar dua

pertiga dari pemasok berada di kawasan Asia. Setengah darinya ada di Cina dan

setengah lagi berbasis di Bangladesh, Kamboja, India, Indonesia, Korea Selatan,

Pakistan, dan Sri Langka. Sisa satu pertiganya yang masih memiliki produksi

berada di Eropa, terutama di Turki. Sedangkan negara-negara manufaktur yang

tersisa ialah Italia, Portugal, Yunani, Bulgaria, Rumania, Lithuania, Polandia, dan

Inggris (Li & Frydrychowska, 2008, p. 30).

Perihal distribusi, H&M mengendalikan segala tahapan yang terkait dengan

logistik, karena berperan sebagai importer dan penjual grosir, serta kemudian

sebagai pengecer, juga proses pengelolaan secara terpusat di Swedia (ICFAI, 2008,

p. 7). Untuk transportasinya, H&M menggunakan perusahaan kontrak eksternal dan

barang-barang yang diproduksi di Asia dikirim melalui jalur laut dengan maksud

menekan biaya. Hampir semua barang jadi, dari semua pemasok di seluruh dunia

Gambar

Gambar 3.1. Manajemen Rantai Pasoka Terintegrasi Ganda……………………39  Gambar 3.2. H&M Dunia………………………………………………………...41  Gambar 3.3
Grafik 2.1. Ekspansi Internasional H&M………………………………………..28  Grafik 2.2: Investasi Bangladesh (Bangladesh Export
Grafik 2.1: Ekspansi Internasional H&M (Li & Frydrychowska, 2008)
Grafik 2.2. Investasi Bangladesh (Bangladesh Export  Processing Zones Authority (BEPZA), 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila jamur yang diisolasi dari karang lunak juga menghasilkan terpenoid maka kemungkinan besar jamur tersebut akan lebih efektif dibandingkan jamur yang diisolasi

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai nilai – nilai karakter bangsa yang terdapat dalam sebuah karya sastra berupa novel

Data pengukuran awal (pre-test) diperoleh dari hasil pengamatan peneliti di kelompok B RA Darun Najah dengan melakukan tes perkembangan motorik halus yakni

1) Memaparkan pengkajian yang komprehensif pada pasien kanker payudara post kemoterapi dengan penerapan edukasi untuk menurunkan tingkat mukositis di Ruang Bedah

Perkembangan mobile OS yang semakin meningkat dipicu oleh persaingan antara raksasa pengembang perangkat lunak yaitu Google, Microsoft dan Apple dalam menarik minat

Untuk pertama kalinya dalam sejarah perbolavolian Indonesia, PBVSI telah dapat mengirimkan tim bola voli yunior Indonesia ke kejuaraan Dunia di Athena Yunani yang berlangsung

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kekuatan jasmani dan rohani serta bimbingan yang luar biasa dan kasihNya sehingga

Dalam kesempatan ini secara khusus kami sampaikan terima kasih kepada: Purworejo Jajaran Muspida Kabupaten Purworejo Kabupaten Purworejo se Kabupaten Purworejo se