• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Karakter Morfologi dengan Hasil Biji Calon Varietas Jagung Hibrida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Antara Karakter Morfologi dengan Hasil Biji Calon Varietas Jagung Hibrida"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Antara Karakter Morfologi dengan Hasil Biji Calon Varietas

Jagung Hibrida

Ahmad Muliadi, Herawati, Muhammad Aqil, dan Muhammad Azrai

Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 174, Maros, Sulawesi Selatan

e-mail: ahdimb@ymail.com Abstrak

Peningkatan hasil biji jagung adalah proses bertahap dan tidak langsung melalui pemilihan komponen hasil dan sifat-sifat sekunder. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakter agronomi terhadap hasil biji jagung hibrida. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, pada bulan Februari-April 2019. Materi genetik yang digunakan adalah 4 calon varietas jagung hibrida dan 3 varietas pembanding yaitu P36, Bisi 18, Betras 4. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan. Analisis ragam memperlihatkan bahwa umumnya karakter yang diamati berbeda nyata kecuali karakter diameter batang, jumlah baris biji per tongkol, bobot 1000 biji, dan hasil biji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Analisis korelasi antara karakter agronomi dengan hasil biji menunjukkan bahwa hasil biji nyata dipengaruhi oleh jumlah biji per baris, panjang tongkol, dan diameter tongkol dan ketiga karakter tersebut memiliki korelasi positif nyata. Pengaruh langsung jumlah biji per baris (0,507) hampir sama dengan koe isien korelasinya (r=0,512), artinya seleksi langsung dengan menggunakan karakter tersebut dinilai efektif untuk mendapatkan hasil biji yang tinggi.

Kata kunci: jagung hibrida, hasil biji, komponen hasil, korelasi Abstract

Increasing the corn yield is a gradual and indirect process through the selection of yield components and secondary traits. The purpose of this study was to determine the correlation of agronomic characters on the yield of hybrid corn. This research was conducted in Bone district, South Sulawesi, on February to April 2019. Genetic material used were 4 candidates for hybrid corn varieties and 3 check varieties, namely P36, Bisi 18, Betras 4. The research was conducted using a randomized block design with 4 replications. Variance analysis showed that generally the observed characters were signi icantly different except for the stem diameter, the number of kernel rows per ear, the thousand kernel weight, and the grain yield which did not show signi icant differences. The correlation analysis between agronomic characters and grain yield showed that the yield was signi icantly affected by the number of kernel per row, the ear length, and the ear diameter and these characters have signi icant and positive correlation. The direct effect of the number of kernel per row (0.5071) was almost the same as the correlation coef icient (r = 0.512). This means that direct selection using these characters is considered effective for obtaining high grain yields.

Keywords: hybrid corn, grain yield, yield component, correlation

Pendahuluan

Jagung merupakan komoditas palawija utama di Indonesia ditinjau dari aspek pengusahaan dan penggunaan hasilnya, baik sebagai bahan pangan maupun pakan. Berdasarkan data Dirjen Tanaman Pangan mengenai sasaran produksi nasional tahun 2018 sebesar 33,9 juta ton, kebutuhan jagung untuk industri pakan sebesar 32% sedangkan untuk kebutuhan pangan sebesar 14% dari total produksi. Kebutuhan jagung industri sebesar 30 juta ton dengan rincian sebagai berikut: industri pakan 8,3 juta ton, industri pati

jagung dan sweetener 760 ribu ton, industri corn grits dan tepung jagung 3 juta ton, industri snack 1 juta ton (Badan Ketahanan Pangan 2018).

Permintaan pasar dalam negeri dan peluang ekspor komoditas jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak dan industri makanan berbasis jagung yang memerlukan produk jagung dalam jumlah yang besar. Keadaan ini merupakan peluang pasar yang potensial bagi petani dalam mengusahakan tanaman jagung. Dengan demikian peningkatan produksi jagung

(2)

baik kualitas maupun kuantitas sangat penting. Upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas.

Peningkatan produktivitas jagung melalui perbaikan genetik melalui eksploitasi keragaman genetik yang ada dalam plasma nutfah jagung untuk dirakit menjadi varietas hibrida yang memiliki produksi per hektar lebih tinggi. Hasil biji adalah sifat kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa komponen sifat dan pemilihan langsung untuk hasil biji sering tidak efektif. Peningkatan hasil biji jagung adalah proses bertahap dan tidak langsung melalui pemilihan komponen hasil dan sifat-sifat sekunder. Oleh karena itu, keuntungan atau perbaikan pemuliaan dalam komponen hasil dan sifat sekunder diharapkan akan berkontribusi pada hasil akhir (Belay 2018)

Sifat sekunder adalah ciri-ciri morfo- isiologis yang tidak secara langsung mempengaruhi hasil panen tetapi membantu dalam identi ikasi genotipe yang dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang tertekan dan secara tidak langsung mempengaruhi hasil panen (Parajuli et al. 2018). Korelasi fenotipik melibatkan efek genetik dan lingkungan. Ini dapat diamati secara langsung dari pengukuran dua karakter dalam sejumlah individu dalam suatu populasi (Hallauer dan Miranda 1988). Korelasi genetik adalah asosiasi nilai pemuliaan (breeding value) yaitu varian genetik aditif dari dua karakter (Falconer 1989). Perkiraan korelasi berguna dalam menentukan komponen yang mempengaruhi suatu sifat baik secara positif maupun negatif namun tidak memberikan informasi yang tepat tentang kepentingan relatif dari pengaruh langsung dan tidak langsung dari komponen sifat-sifat kompleks seperti hasil.

Analisis lintas memberikan lebih banyak informasi di antara variabel daripada koe isien korelasi. Analisis koe isien lintas adalah koe isien regresi parsial terstandarisasi yang memungkinkan pembagian korelasi koe isien menjadi komponen pengaruh langsung dan tidak langsung dari berbagai sifat terhadap variabel tidak bebas (Dewey dan Lu 1959). Analisis koe isien lintas digunakan untuk

mempartisi koe isien korelasi dari hasil biji yang menghubungkan sifat-sifat menjadi efek langsung dan tidak langsung pada hasil biji dan untuk menentukan tingkat hubungan antara hasil biji dan komponen-komponennya. Dalam analisis koe isien lintas, hasil biji dianggap sebagai variabel tidak bebas dan sifat-sifat yang tersisa dianggap sebagai variabel bebas (Singh dan Chaudhary 1979). Dengan demikian, penting untuk mempelajari hubungan komponen hasil dengan hasil dan efek langsung dan tidak langsung pada hasil biji melalui analisis koe isien lintas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi dan pengaruh karakter agronomi terhadap hasil biji jagung hibrida.

Bahan dan Metode

Materi genetik yang digunakan dalam uji adaptasi ini terdiri atas 4 calon varietas jagung hibrida dan 3 varietas pembanding yaitu P36, Bisi 18, Betras 4. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 ulangan.

Setiap genotipe ditanam pada plot berukuran 3 m x 5 m dan jarak tanam 70 cm x 20 cm, masing-masing genotipe ditanam 4 baris. Benih ditanam 2 biji per lubang. Saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST), dijarangkan menjadi 1 tanaman per rumpun sehingga terdapat 25 rumpun/baris.

Pemupukan diberikan dua kali yaitu pada umur 7 HST sebagai pupuk dasar dengan takaran pupuk Urea 200 kg/ha, SP36 200 kg/ha, KCL 100 kg/ha, atau dapat menggunakan Phonska 400 kg/ha,dan pada saat tanaman berumur 30 HST dengan takaran pupuk Urea 200 kg/ ha. Pemberian pupuk kedua dilakukan setelah penyiangan dan pembumbunan.

Parameter yang diamati adalah karakter agronomis, hasil dan komponen hasil. Teknik pengamatan mengacu pada petunjuk teknis pengamatan oleh CIMMYT (1999). Parameter yang diamati meliputi umur 50% tanaman berbunga jantan dan betina (HST), tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol (cm), lingkar batang (cm), lebar daun dan panjang daun (cm), diameter

(3)

dan panjang tongkol (cm), jumlah baris biji per tongkol, jumlah biji per baris, bobot 100 biji (g), dan hasil panen (t/ha) setelah dikonversi pada kadar air 15 % sebagai berikut:

Hasil panen (t/ha),

K.A = Kadar Air biji waktu panen L.P = Luas Panen (m2).

BTkP = Bobot Tongkol Kupasan Panen (kg) SP/R = Rata-rata ‘shelling percentage/

rendemen’

Rendemen diukur dengan menimbang 10 tongkol kupasan basah yang diambil dari tongkol panen secara acak kemudian dipipil. Jenggel tongkol ditimbang kembali sehingga rendemen dapat diketahui dengan rumus:

Bobot 10 tongkol kupasan basah – Bobot Jenggel

---Bobot 10 tongkol kupasan basah

Data hasil dan komponen hasil dianalisis menggunakan sidik ragam. Untuk mengetahui

hubungan antara komponen hasil dan karakter morfologi, data dianalisis dengan metode korelasi. Untuk mengetahui komponen hasil yang berpengaruh langsung terhadap hasil biji digunakan metode analisis lintas menurut Singh dan Chaudhary (1979).

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis ragam terhadap karakter-karakter yang diamati memperlihatkan perbedaan yang nyata untuk umur berbunga jantan dan betina, tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol, lebar daun, panjang daun, diameter tongkol, panjang tongkol, dan jumlah biji per baris (Tabel 1). Perbedaan yang nyata terhadap karakter yang diamati, menunjukkan bahwa genotipe-genotipe yang diuji memperlihatkan keragaman penampilan. Menurut Belay (2018) terdapatnya variasi substansial di antara genotipe yang diteliti memungkinkan pemilihan hibrida dengan hasil tinggi. Sedangkan diameter batang, jumlah baris biji per tongkol, bobot 1000 biji, dan hasil biji tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 1). Shuja et al. (2019) melaporkan perbedaan yang tidak signi ikan di antara genotipe untuk hasil biji.

Tabel 1. Analisis ragam hasil dan komponen hasil beberapa calon VUB jagung hibrida, 2019

Variabel Pengamatan Kuadrat Tengah

KK(%)

Ulangan Genotipe Galat

Umur berbunga jantan (HST) 1.44E-14 5.90476 ** 3.85E-08 0.0

Umur berbunga betina (HST) 0.095238 5.36905 ** 0.06746 0.5

Tinggi tanaman (cm) 433.655 282.169 * 94.6808 4.3

Tinggi letak tongkol (cm) 472.908 230.5 ** 56.4581 6.8

Lingkar batang (cm) 0.146686 0.045721 tn 0.028924 6.6

Lebar daun (cm) 0.096381 1.07227 * 0.298692 5.8

Panjang daun (cm) 6.87762 97.0524 ** 10.7609 3.9

Diameter tongkol (cm) 0.008624 0.087829 * 0.027879 3.6

Panjang tongkol (cm) 1.07206 6.19102 ** 1.50849 6.6

Jumlah baris biji per tongkol 2.42809 2.54143 tn 1.16365 7.1

Jumlah biji per baris 3.14095 16.609 * 5.92651 6.7

Bobot 1000 biji (g) 1187.93 867.402 tn 1036.41 9.8

Hasil biji (t/ha) 1.44438 6.16972 tn 3.09605 16.6

(4)

Komponen hasil dan karakter morfologi dari 8 hibrida jagung disajikan pada Tabel 2. Umur berbunga jantan berkisar antara 53-57 hari dengan rata-rata 54, 86 hari dan umur berbunga betina berkisar antara 55-59 hari dengan rata-rata 56,71 hari. Ini berarti rata-rata-rata-rata interval keluarnya bunga betina dan jantan adalah 1,85 hari. Umur 50% berbunga jantan adalah sifat penting dalam menentukan periode kematangan tanaman jagung. Pelepasan serbuk sari pada waktu yang tepat dan sinkronisasi sempurna

dengan berbunga betina akan memastikan pengisian biji yang tinggi dan hasil akhirnya lebih tinggi. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan disebut anthesis silking interval (ASI). ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil (Khairunnisa et al., 2014).

Tabel 2. Statistik deskriptif hasil dan komponen hasil beberapa calon varietas hibrida jagung, 2019

Variabel Minimum Maksimum Rata-rata StdDev

Umur berbunga jantan (HST) 53.00 57.00 54.86 1.15

Umur berbunga betina (HST) 55.00 59.00 56.71 1.12

Tinggi tanaman (cm) 197.20 245.80 223.19 13.44

Tinggi letak tongkol (cm) 79.20 136.20 109.34 13.77

Lingkar batang (cm) 6.84 9.48 8.04 0.67

Lebar daun (cm) 8.12 11.08 9.38 0.67

Panjang daun (cm) 71.80 103.20 85.39 6.65

Diameter tongkol (cm) 4.30 5.02 4.65 0.20

Panjang tongkol (cm) 15.10 21.56 18.70 1.58

Jumlah baris biji per tongkol 12.40 18.40 15.29 1.27

Jumlah biji per baris 30.20 41.60 36.59 2.83

Bobot 1000 biji (g) 269.39 412.82 327.27 31.87

Hasil biji (t/ha) 7.82 14.10 10.62 1.90

Rata-rata tinggi tanaman adalah 223,19 cm dengan kisaran 197,20 cm hingga 245,80 cm. Tinggi tanaman adalah parameter penting dan memiliki peran mendasar dalam kerebahan yang sangat mempengaruhi produksi jagung. Dalam program pemuliaan tanaman, preferensi diberikan pada tinggi tanaman untuk meningkatkan hasil dan ketahanan rebah, oleh karena itu tinggi sedang lebih disukai untuk pengendalian rebah. Rata-rata tinggi tongkol 109,34 cm dengan kisaran 79,20 cm hingga 136,20 cm. Nisbah tinggi tanaman dengan tinggi tongkol adalah 48,99% berarti letak tongkol pada pertengahan tinggi tanaman sehingga memungkinkan mendapatkan hasil fotosintesis yang lebih baik dan menghindari tanaman dari rebah. Letak tongkol jagung sangat penting untuk

ketahanan rebah. Jika tongkol terletak di atas pertengahan, tanaman akan terpengaruh oleh rebah dan jika terletak di bawah pertengahan, ia menjadi rentan terhadap serangan tikus (Bello et al. 2012). Letak tongkol dari permukaan tanah memberikan tekanan pada tanaman selama penuaan dan pada waktu pengisian biji yang dapat menyebabkan kerebahan dan akhirnya hasil panen dapat terpengaruh. Jadi tongkol harus berada di tengah dan posisi optimal (Shuja et al. 2019). Lingkar batang berkisar antara 6,84 cm hingga 9,48 cm dengan rata-rata 8,04 cm. Karakter batang berhubungan dengan ketahan rebah pada jagung. Pada tanaman jagung, semakin tinggi tanaman akan berpeluang semakin mudah rebah jika tidak disertai dengan bertambahnya

(5)

diameter batang (Rustikawati et al. 2010). Rata-rata lebar daun 9,38 cm dengan kisaran 8,12 cm hingga 9,48 cm. Rata-rata panjang daun 85,39 cm dengan kisaran 71,80 cm hingga 103,20 cm. Karakter yang langsung berhubungan dengan aktivitas fotosintesis tanaman adalah jumlah daun, panjang daun dan lebar daun. Semakin banyak jumlah daun dan semakin besar luas daun dapat dipastikan semakin besar jumlah asimilat yang dihasilkan dari proses fotosintesis (Rustikawati et al. 2010). Ukuran diameter tongkol berkisar 4,30-5,02 dengan rata-rata 4,65 cm dan kisaran panjang tongkol 15,10 cm hingga 21,56 cm dengan rata-rata 4,65 cm. Jumlah baris biji per tongkol berkisar antara 12,40 hingga 18,40 dengan rata-rata 15,29. Rata-rata jumlah biji per baris 36,59 biji dengan kisaran 30,20 hingga 41,60. Rata-rata berat 1000 biji 327.27 gram dengan kisaran 269,39 gram hingga 412,82 gram. Rata-rata hasil biji pipilan kering adalah

10,62 t/ha dengan kisaran antara 7,82 t/ha hingga 14,10 t/ha. Hasil biji adalah karakter yang paling penting dan kompleks yang digunakan oleh seorang pemulia. Ini adalah fungsi dari berbagai proses biokimia dan isiologis yang terjadi di seluruh siklus hidup tanaman. Analisis varian menunjukkan perbedaan yang tidak signi ikan di antara genotipe jagung (Tabel 1). Hasil serupa dari perbedaan yang tidak signi ikan dalam hasil biji juga diamati oleh Poudel dan Poudel (2013) ;Izzam (2015); Shuja et al. (2019).

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa hasil biji nyata ditentukan oleh jumlah biji per baris, panjang tongkol, dan diameter tongkol. Sembilan karakter lainnya kurang berpengaruh terhadap hasil biji (Tabel 3). Dari tiga karakter penentu hasil, jumlah biji per baris (r = 0,512), panjang tongkol (r = 0,473) dan dimeter tongkol (r = 0,527) semua memiliki hubungan positif nyata.

Tabel 3. Corelasi hasil dan komponen hasil beberapa calon jagung hibrida, 2019

UBJ UBB B100B TT TTkl LB LD PD JBT JBB PTkl DTkl UBJ 1 UBB 0.951** 1 B100B -0.159 -0.108 1 TT 0.279 0.265 -0.354 1 TTkl 0.431* 0.439* -0.122 0.402* 1 LB 0.269 0.312 -0.297 0.412* 0.783** 1 LD 0.508** 0.542** -0.308 0.310 0.138 0.154 1 PD -0.014 0.101 -0.074 -0.041 -0.284 -0.090 0.250 1 JBT -0.276 -0.336 -0.183 0.358 0.321 0.333 -0.234 -0.216 1 JBB 0.208 0.275 0.437* 0.243 0.047 -0.019 0.228 0.277 -0.172 1 PTkl 0.284 0.329 0.309 0.373 0.046 0.102 0.276 0.299 -0.133 0.888** 1 DTkl 0.011 -0.011 0.424* -0.043 0.311 0.192 -0.283 0.097 0.333 0.379* 0.389* 1 Hsl 0.056 0.037 0.339 0.291 0.231 0.241 0.025 0.300 0.311 0.512** 0.473* 0.521** UBJ= Umur Berbunga Jantan; UBB= Umur Berbunga Betina; B1000B= Berat 1000 biji ; TT= Tinggi Tanaman ; TTkl= Tinggi Letak Tongkol; LB= Diameter Batang; LD= Lebar Daun; PD= Panjang Daun; JBT= Jumlah Baris per Tongkol; JBB= Jumlah Biji per Baris; PTkl= Panjang Tongkol; DTkl= Diameter Tongkol; Hsl= Hasil panen

Memperhatikan karakter jumlah biji per baris, panjang tongkol, dan diameter tongkol yang memiliki pengaruh positif nyata terhadap hasil biji memberikan makna bahwa ketiga karakter tersebut dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung terhadap hasil biji. Hubungan positif dari sifat-sifat yang disebutkan

di atas dengan hasil biji menunjukkan bahwa sifat-sifat ini adalah yang paling penting untuk dipertimbangkan untuk seleksi tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji, karena hasil biji dapat secara bersamaan ditingkatkan dengan sifat yang menunjukkan hubungan yang kuat (Tulu, 2014). Semakin panjang dan besar tongkol maka

(6)

semakin banyak biji per baris, dan berpeluang memperoleh genotipe jagung yang memiliki hasil yang tinggi.

Menelusuri peran diameter tongkol terhadap karakter agronomi lainnya, diameter tongkol mempunyai hubungan nyata positif dengan panjang tongkol (R=0,389), jumlah biji per baris (r=0,379) dan berat 1000 biji (r=0,424). Maknanya bahwa tanaman yang memiliki diameter tongkol yang besar juga mempunyai tongkol panjang, jumlah biji dan berat 1000 biji yang lebih banyak. Panjang tongkol berkorelasi positif dengan jumlah biji per baris (r=0,888), maknanya tanaman yang memiliki tongkol yang panjang akan mempunyai jumlah biji per baris lebih banyak. Jumlah biji per baris berkorelasi positif dengan berat 1000 biji, maknanya tanaman yang memiliki jumlah biji per baris yang lebih banyak akan memiliki berat 1000 biji yang lebih besar.

Jumlah baris biji per tongkol dan panjang daun tidak memperlihatkan korelasi yang nyata terhadap semua karakter agronomi lainnya. Karakter lebar daun memiliki korelasi nyata positif dengan umur berbunga jantan (r=508) dan betina (r=0,542). Karakter lingkar batang berkorelasi positif nyata dengan tinggi tanaman (r=0,412) dan tinggi tongkol (r=0,783). Tinggi tongkol berkorelasi nyata positif dengan umur berbunga jantan (r=0,431) dan betina 0,439), tinggi tanaman (r=402) dan lingkar batang (r=412). Karakter tinggi tanaman berkorelasi nyata positif dengan tinggi tongkol (r=402) dan lingkar batang (r=412). Berat 1000 biji berkorelasi nyata positif dengan jumlah biji per baris (r=0,437) dan diameter tongkol (r=0,424). Umur berbunga betina berkorelasi nyata positif dengan tinggi tongkol (r=0,439) dan lebar daun (r=0,542). Umur berbunga jantan berkorelasi nyata positif dengan Umur berbunga betina (r=0,951), tinggi tongkol (r=0,431) dan lebar daun (r=0,508)

Pada penelitian ini terdapat 9 karakter agronomi yang memiliki pengaruh langsung yang

fositif namun karakter umur berbunga betina, tinggi letak tongkol dan panjang tongkol pengaruh langsungnya bernilai negatif (Tabel 4). Singh dan Chaudhary (1979) memberikan panduan dalam merumuskan hubungan antara pengaruh langsung dengan nilai koe isien korelasi sebagai berikut: (1) Jika koe isien korelasi X dengan Y hampir sama besar dengan efek langsungnya, maka koe isien korelasi tersebut benar-benar mengukur derajat keeratan hubungan X dan Y seutuhnya. Oleh karena itu, seleksi atau peramalan berdasarkan X sangat efektif, (2) Jika koe isien korelasi X dengan Y bernilai positif, tetapi efek langsungnya negatif atau dapat diabaikan, maka efek tak langsungnya menjadi penyebab korelasi. Dalam keadaan ini semua X harus diperhatikan dan diperhitungkan secara serempak, dan (3) Jika koe isien korelasi X dengan Y bernilai negatif tetapi efek langsung bernilai positif dan besar, maka perlu dibatasi efek tak langsung yang tidak dikehendaki, sehingga dalam penafsirannya dapat benar-benar memanfaatkan efek langsung tersebut. Pada penelitian ini terlihat bahwa pengaruh langsung jumlah baris biji per tongkol (0,303) dan jumlah biji per baris (0,507) hampir sama dengan korelasinya masing-masing (r=0,311) dan (r=0,512). Artinya seleksi langsung dengan menggunakan karakter jumlah biji per tongkol dan jumlah biji per baris dinilai efektif untuk mendapatkan hasil biji yang tinggi. Pengaruh langsung yang negatif dari panjang tongkol (-0,398) diperlemah oleh pengaruh tidak langsung dari umur berbunga jantan, berat 1000 biji, tinggi tanaman, panjang daun, dan jumlah biji per baris meskipun korelasi dengan hasil positif dan cukup besar (r=0,473). Pengaruh langsung dari diameter tongkol sangat kecil (0,006) meskipun korelasinya cukup besar (r=0,521). Hal ini berarti bahwa perlu dibatasi efek tidak langsung yang tidak dikehendaki seperti pengaruh tidak langsung tinggi tanaman, tinggi tongkol, lebar daun, dan panjang tongkol.

(7)

Tabel 4. Pengaruh langsung (diagonal) dan pengaruh tidak lansung karakter agronomi terhadap hasil biji jagung hibrida, 2019

UBJ UBB B1000B TT TTkl LB LD PD JBT JBB PTkl DTkl Total

UBJ 1.291 -1.213 -0.099 0.078 -0.037 0.113 0.022 -0.008 -0.084 0.105 -0.113 0.0001 0.056 UBB 1.227 -1.275 -0.068 0.074 -0.037 0.131 0.023 0.055 -0.102 0.139 -0.131 -0.0001 0.037 B100B -0.205 0.137 0.627 -0.099 0.010 -0.125 -0.013 -0.041 -0.055 0.222 -0.123 0.002 0.339 TT 0.360 -0.338 -0.222 0.278 -0.034 0.173 0.013 -0.022 0.108 0.123 -0.149 -0.0002 0.291 TTkl 0.557 -0.560 -0.076 0.112 -0.085 0.330 0.006 -0.156 0.097 0.024 -0.018 0.002 0.231 LB 0.347 -0.397 -0.187 0.115 -0.067 0.421 0.007 -0.049 0.101 -0.009 -0.041 0.001 0.241 LD 0.656 -0.691 -0.193 0.086 -0.012 0.065 0.042 0.138 -0.071 0.116 -0.110 -0.002 0.025 PD -0.018 -0.128 -0.046 -0.011 0.024 -0.038 0.011 0.550 -0.066 0.140 -0.119 0.001 0.300 JBT -0.356 0.428 -0.115 0.099 -0.027 0.140 -0.009 -0.119 0.303 -0.087 0.053 0.002 0.311 JBB 0.268 -0.351 0.274 0.068 -0.004 -0.008 0.009 0.152 -0.052 0.507 -0.354 0.002 0.512 PTkl 0.366 -0.420 0.194 0.104 -0.004 0.043 0.012 0.165 -0.040 0.450 -0.398 0.002 0.473 DTkl 0.015 0.013 0.266 -0.012 -0.027 0.081 -0.012 0.054 0.101 0.192 -0.155 0.006 0.521 R= 1,261

UBJ= Umur Berbunga Jantan; UBB= Umur Berbunga Betina; B1000B= Berat 1000 biji (g); TT= Tinggi Tanaman (cm); TTkl= Tinggi Letak Tongkol; LB= Lingkar Batang; LD= Lebar Daun; PD= Panjang Daun; JBT= Jumlah Baris per Tongkol; JBB= Jumlah Biji per Baris; PTkl= Panjang Tongkol; DTkl= Diameter Tongkol;

Daftar Pustaka

Badan Ketahanan Pangan. 2018. Urgensi jagung dalam kebutuhan pangan. Buletin pasokan dan harga pangan, edisi Maret 2018. Bidang Harga Pangan Pusat Distribusu dan Cadangan Pangan. p.1-12

Belay, N. 2018. Genetic Variability, Heritability, Correlation and Path Coef icient Analysis for Grain Yield and Yield Component in Maize (Zea mays L.) Hybrids. Adv Crop Sci Tech 6: 399. doi:10.4172/2329-8863.1000399 Bello, O., S. A. Ige, Azeez M., Afolabi M., Abdulmaliq

S., Mahamood J. 2012. Heritability and genetic advance for grain yield and its component characters in maize (Zea Mays L.). International Journal of Plant Research 2 (5): 138-145

CIMMYT. 1999. Managing trials and reporting data for CYMMIT’s international maize testing program. International Maize and Wheat Improvement Center, (Fifth printing). p. 21

Dewey, D.R., K. Lu. 1959. A Correlation and Path-Coef icient Analysis of Components of Crested Wheatgrass Seed Production 1. Agronomy Journal 51: 515-518.

Umur berbunga jantan dan betina pengaruh langsungnya besar dan berlawanan, namun korelasinya sangat kecil. Hal ini karena pengaruh umur berbunga jantang ditutupi oleh pengaruh umur berbunga betina, demikian juga sebaliknya. Pengaruh umur berbunga jantan dan betina saling mempengaruhi dan pengaruh terhadap hasil nampaknya kurang berarti.

Kesimpulan

Hasil biji calon jagung hibrida dipengaruhi oleh jumlah biji per baris, panjang tongkol dan diameter tongkol. Korelasi jumlah biji per baris hampir sama dengan pengaruh langsungnya, seleksi langsung dengan menggunakan karakter tersebut dinilai efektif untuk mendapatkan hasil biji yang tinggi.

Ucapan terima kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Balai Penelitian Tanaman Serealia dan PT. Benih Citra Asia atas dukungan dana dan materi genetik yang digunakan dalam penelitian ini

(8)

Falconer, A.R. 1989. Introduction to Quantitative Genetics. (3rd edn), Longman, New York, USA.

Hallauer, A.R., J.B. Miranda. 1988. Quantitative genetics in maize breeding. (2nd edn), Iowa State University Press, Iowa, Ames, USA. Izzam, A. 2015. Evaluation of maize hybrids for

grain yield and morphological traits. M. Sc thesis submitted to the Department of Plant Breeding and Genetics, The University of Agriculture Peshawar

Khairunnisa, L., S. H. Sutjahjo, M. Syukur, dan Trikoesoemaningtyas. 2014. Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Karakter Morfo isiologi Galur Jagung Introduksi di Lingkungan Tanah Masam. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 33(2):122-128 Parajuli, S., B.R. Ojha, G.O. Ferrara. 2018.

Quanti ication of Secondary Traits for Drought and Low Nitrogen Stress Tolerance in Inbreds and Hybrids of Maize (Zea mays L.). J Plant Genet Breed 2: 106.

Poudel, M. and H. Poudel. 2013. Genetic variability, heritability and genetic advance

of yield attributing traits in winter maize. Int. J. Grad. Res. Rev. 2 (1): 9-12.

Rustikawati, C.H.S.H. Sutjahjo. 2010. Keragaan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif hibrida jagung persilangan galur inbrida mutan (M4) pada latosol Darmaga. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 12 (1): 55-60

Shuja, U.R.Q., M.K. Khalil. 2019. Assessment of Heritability and Genetic Variabilty for Morphological and Yield Contributing Traits in Open Pollinated Maize Varieties. American Journal of BioScience. 7(6): 99-103. doi: 10.11648/j.ajbio.20190706.13 Singh, R.K., B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical

methods in quantitative genetic analysis. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis.

Tu l u , B . N. 2 0 1 4 . C o r re l a t i o n a n d p a t h coef icients analysis studies among yield and yield related traits of quality protein maize (QPM) inbred lines. International Journal of Plant Breeding and Crop Science, 1(2): 006-017

Gambar

Tabel 1. Analisis ragam hasil dan komponen hasil beberapa calon VUB jagung hibrida, 2019
Tabel 2. Statistik deskriptif hasil dan komponen hasil beberapa calon varietas hibrida jagung, 2019
Tabel 3. Corelasi hasil dan komponen hasil beberapa calon jagung hibrida, 2019
Tabel 4. Pengaruh langsung (diagonal) dan pengaruh tidak lansung karakter agronomi terhadap  hasil biji jagung hibrida, 2019

Referensi

Dokumen terkait

strategi komunikasi penyuluhan program KB vasektomi oleh Badan KB kota Makassar untuk masyarakat miskin perkotaan di Kecamatan Tamalate telah dilaksanakan dengan

Penelitian ini dilakukan untuk menerangkan perilaku dan pola pengasuhan induk terhadap anak gajah Sumatera yang berada di Taman Margasatwa Ragunan (TMR).. Data

Semua program ini bertujuan untuk memberikan kesedaran kepada remaja agar tidak terjebak ke dalam masalah sosial (Utusan Malaysia, 26 Jun 1997).. Di samping itu juga

nya kijang. Melihat kompleksnya kebutuhan pakan berbagai jenis satwa liar dan adanya preferensi pakan yang berbeda untuk setiap spesies maka pengelolaan habitat

Dari hasil wawancara penulis dapat dikatan bahwa keberadaan Karaeng sebagai pemilik lahan pertanian berawal dari asal-usul meraka yang awanya mereka benar-benar

Berdasarkan kajian teoritis dan studi-studi terdahulu maka dapat ditarik kesimpulan sementara (Hipotesis) bahwa perbedaan perhitungan tarif pada suatu produk atau

Adapun persyaratan yang harus terpenuhi agar akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tercapai antara lain adalah sistem pemerintahan harus dapat menjamin bahwa

Peramalan terhadap data training dan data testing jumlah tamu hotel di Kabupaten Demak memberikan akurasi yang bagus. Nilai MAPE yang dihasilkan oleh peramalan