Model evaluasi kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan pola syariah dirancang dalam suatu perangkat lunak komputer sistem manajemen ahli (SMA), dengan nama Ekpama-Syariah, yang didesain untuk membantu pihak lembaga keuangan syariah dalam penentuan kelayakan pembiayaan agroindustri minyak atsiri dengan sistem bagi hasil dan bagi resiko yang berkeadilan.
Perangkat lunak ini terdiri dari empat komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis model dan sistem manajemen dialog. Konfigurasi dari perangkat lunak ini dapat dilihat pada Gambar 17.
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan
Sistem manajemen ini berisi akuisisi pendapat pakar yang mampu mengevaluasi tingkat resiko pembiayaan yaitu resiko terjadinya kondisi keuntungan pembiayaan yang didapat dibawah perkiraan yang telah ditetapkan. Dua macam tingkat resiko pembiayaan yaitu tingkat resiko usaha dan tingkat resiko industri dapat dievaluasi dengan sistem ini tanpa harus meminta pendapat pakar kembali. Uraian dari kedua evaluasi tingkat resiko tersebut adalah sebagai berikut:
Evaluasi resiko usaha. Evaluasi ini berisi pengetahuan pakar tentang tingkat resiko usaha yang akan dibiayai. Resiko usaha merupakan resiko tidak tercapainya asumsi tingkat operasional usaha sehingga perkiraan laba operasional tidak tercapai. Empat parameter dari resiko ini yang dikaji adalah bahan baku, pengolahan, pemasaran dan pengusaha mitra usaha. Masing-masing parameter diurai dalam beberapa indikator yang mencerminkan resiko yang ada dari parameter tersebut. Nilai tingkat resiko parameter didapat dari rata-rata nilai indikatornya. Parameter-parameter dari resiko usaha, indikator dari setiap parameter dan model penilaian tingkat resiko parameter berdasarkan pengetahuan pakar dapat dilihat pada Lampiran 7-10.
Gambar 17. Konfigurasi SMA Evaluasi Kelayakan Pembiayaan Agroindustri Minyak Atsiri dengan Pola Syariah
Data Model
Sistem Manajemen Basis Data • Data Harga Bahan
Baku
• Data Harga Produk • Data Biaya • Data SWBI
Sistem Manajemen Basis Model • Model Prakiraan Harga • Model Analisis Laba
Operasional
• Model Evaluasi Tingkat Resiko Pembiayaan • Model Penentuan Target
Keuntungan
• Model Penentuan Nisbah Bagi Hasil
• Model Analisis
Keuntungan Pembiayaan • Model Evaluasi Tingkat
keuntungan Pembiayaan • Model Penentuan
Kelayakan Pembiayaan
Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Dialog
Pengguna
Pengetahuan
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan • Evaluasi resiko usaha
(resiko ketersediaan bahan baku; resiko pengolahan; resiko pemasaran; resiko pengusaha mitra usaha) • Evaluasi resiko industri (resiko penawaran dan permintaan produk; resiko harga bahan baku; resiko harga produk) • Rule-base scenario
SPK
Evaluasi resiko industri. Evaluasi ini berisi pengetahuan pakar tentang tingkat resiko industri dari usaha yang akan dibiayai. Resiko industri adalah resiko terjadinya suatu gangguan dalam industri minyak atsiri yang akan dibiayai yang menyebabkan prakiraan harga bahan baku ataupun harga produk minyaknya tidak tercapai sehingga perkiraan laba operasional tidak tercapai. Tiga parameter dari resiko ini yang dikaji adalah penawaran dan permintaan produk, harga bahan baku dan harga produk. Masing-masing parameter diurai dalam beberapa indikator yang mencerminkan resiko yang ada dari parameter tersebut. Nilai tingkat resiko parameter didapat dari rata-rata nilai indikatornya. Parameter-parameter dari resiko industri, indikator dari setiap Parameter-parameter dan model penilaian tingkat resiko parameter berdasarkan pengetahuan pakar dapat dilihat pada Lampiran 11-13.
Sistem Manajemen Basis Model
Sistem manajemen basis model terdiri dari tujuh model yaitu model prakiraan harga, model analisis laba operasional, model analisis penentuan nisbah bagi hasil, model analisis keuntungan pembiayaan, model evaluasi tingkat keuntungan pembiayaan, model evaluasi tingkat resiko pembiayaan dan model penentuan kelayakan pembiayaan. Uraian isi dari masing-masing model adalah sebagai berikut:
Model prakiraan harga. Model ini bertujuan untuk memprakirakan harga minyak akarwangi dan harga akarwangi selama masa pembiayaan dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan. Dengan didapatnya prakiraan harga minyak akarwangi dan harga akarwangi maka dapat diprakirakan penerimaan hasil penjualan dan biaya usaha sehingga akan dapat dicari pendapatan usaha dimasa pembiayaan. Prakiraan harga ini menggunakan teknik jaringan syaraf tiruan. Prosedur teknik ini dapat dilihat pada Gambar 18.
Model analisis laba operasional. Model ini dibuat untuk menghitung prakiraan laba operasional usaha selama masa pembiayaan yang mempengaruhi tingkat bagi hasil yang akan diterima oleh LKS. Laba operasional usaha didapat dari laba kotor dikurangi beban usaha. Laba kotor merupakan hasil pendapatan usaha agroindustri yang besarnya ditentukan oleh kapasitas berjalan produksi,
Tidak Ya Ya Tidak Ya
Gambar 18. Diagram alir prakiraan harga bahan baku akarwangi dan harga minyak akarwangi.
Mulai
Data Deret Waktu Harga
Penetapan:
1. Jumlah Input 2. Jumlah Data Testing
3. Jumlah Layar Tersembunyi dan Jumlah Neuron Tiap Layar 4. Fungsi Aktivasi disetiap Layar Tersembunyi
5. Target tingkat MSE (mean square error) yang diinginkan
Run Training JST Memuaskan?
Run Testing JST Memuaskan?
Tentukan Jumlah Data Prakiraan
Run Prakiraan JST
Data Prakiraan Harga
Memuaskan?
Selesai Normalisasi Data
tingkat rendemen minyak atsiri dan harga minyak atsiri, dikurangi harga pokok produksi yang besarnya ditentukan oleh harga bahan baku terna atsiri, biaya langsung produksi, biaya tidak langsung produksi dan depresiasi aktiva tetap. Sedangkan beban usaha merupakan beban pengeluaran untuk biaya pemasaran dan amortisasi dari biaya pra operasional. Dengan demikian penetapan target kapasitas berjalan produksi dan tingkat rendemen yang tinggi akan membuat nilai laba operasional yang dapat dicapai menjadi tinggi. Prosedur prakiraan laba operasional dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19. Diagram alir perkiraan laba operasional usaha
Model penentapan target keuntungan. Model ini bertujuan untuk menetapkan target tingkat keuntungan LKS atas pembiayaan yang dikeluarkannya. Dengan posisinya yang harus menanggung resiko atas usaha yang dibiayainya, LKS harus mempertimbangkan tingkat resiko yang ada dalam menentukan target keuntungannya. Semakin tinggi resiko yang ada, semakin tinggi target keuntungan yang diinginkan oleh LKS. Dua unsur yang menjadi pertimbangan dalam penetapan target keuntungan ini adalah tingkat keuntungan bebas resiko dan premi atas resiko yang harus ditanggung. Dalam perbankan konvensional, premi atas resiko dihitung berdasarkan sikap investor atas resiko yang ada (β) dikalikan selisih antara tingkat keuntungan terbaik dari semua
-
Kapasitas Produksi-
Rendemen-
Harga Produk-Biaya Langsung -Biaya Tidak Langsung -Depresiasi
Pendapatan Usaha Harga Pokok Produksi
Laba kotor
-Biaya Pemasaran -Amortisasi
Beban usaha
kombinasi kesempatan yang ada dengan tingkat keuntungan bebas resiko. Berpijak dari pemikiran tersebut, model ini menetapkan target keuntungan LKS (TKS) adalah tingkat keuntungan investasi syariah yang bebas resiko, yaitu tingkat keuntungan dari menyimpan di Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI) ditambah perkalian antara sikap investor atau LKS terhadap resiko (γ) dengan selisih antara tingkat keuntungan investasi terbaik yaitu tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh usaha yang dibiayai dikurang SWBI. Nilai γ yang merupakan sikap LKS atas resiko yang dihadapi dalam pembiayaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi subjektif LKS tersebut seperti tingkat pencarian keuntungan atau komersialisasi LKS, sumber dana pihak ketiga yang digunakan seperti dana wadiah yang tentunya berbeda tuntutan tingkat keuntungannya dengan dana mudharabah dan tingkat resiko yang dihadapi. Berdasarkan pendapat pakar, nilai γ pada resiko pembiayaan yang rendah bernilai antara (0 – 0,3), tingkat resiko pembiayaan sedang antara (>0,3 – 0,6) dan tingkat resiko pembiayaan tinggi antara (>0,6 – 1,00). Skema alur penentuan target keuntungan LKS dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Diagram alir penetapan target keuntungan LKS Mulai
• Rata-rata nilai SWBI per tahun
• Harapan keuntungan usaha pertahun (HKU) Penetapan nilai γ:
Tingkat resiko rendah: nilai γ = 0,3 Tingkat resiko sedang: nilai γ = 0,6 Tingkat resiko tinggi : nilai γ = 1 Penentapan target keuntungan LKS: TKS = SWBI + (HKU – SWBI) γ
Target keuntungan LKS (TKS)
Model penentuan nisbah bagi hasil. Model ini bertujuan untuk menentukan nisbah bagi hasil antara pengusaha dengan lembaga keuangan syariah dengan menggunakan metode fibonacci. Suatu lembaga keuangan syariah akan tertarik untuk turut serta membiayai suatu usaha jika usaha tersebut memberikan bagi hasil yang memadai, yaitu bagi hasil yang lebih besar atau sama dengan target hasil minimal pembiayaan yang telah ditetapkan oleh LKS.
Mulai
Skema pembiayaan usaha oleh LK Syariah
Target keuntungan minimal LKS (T) Nilai target keuntungan
minimal LKS periode ke-k Yk = T x Pk Total investasi
usaha periode ke-k (TIk)
Nisbah maksimal LKS pada periode ke-k .
Pk NXk = ————
TIk
Nisbah minimum LKS pada periode ke-k .
Yk NMk = ———— LOk LOk = Laba operasional usaha periode ke-k
Rata-rata nisbah maksimal LKS n NXk
RNX = Σ ———— k = 1 n
Rata-rata nisbah minimal LKS n NMk
RNM = Σ ———— k = 1 n
A
Jumlah pembiayaan usaha oleh LKS pada periode ke-k (Pk)
Gambar 21. Diagram alir penentuan nisbah bagi hasil
Gambar 21. Diagram alir penentuan nisbah bagi hasil (lanjutan) A
Teknik Optimasi Fibonacci:
Fungsi objektif: f(x) = (RNX-X)(X-RNM); Batas atas : RNX; Batas bawah interval : RNM; Tingkat ketelitian: β;
Panjang interval: L1 = RNX-RNM; Jumlah iterasi maksimum: n = L / β
Bilangan fibonacci ke-n (Fn); k = 0.
k = k+1
f(x1) < f(x2)?
RNX = x2
Lk+1 < β?
Nisbah bagi hasil LK Syariah = RNM Nisbah bagi hasil Pengusaha = 1- RNM
Selesai ya tidak Hitung: lk = (Fn-(k+1) / Fn-(k-1)) Lk; x1 = RNM+ lk; x2 = RNX - lk f(x1) dan f(x2) RNM = x1 Lk+1 = RNX-RNM ya tidak
Dipihak lain pengusaha juga menginginkan bagi hasil yang dapat menghargai upayanya dalam mengelola perusahaan. Pencapaian kinerja usaha yang lebih tinggi dari target dengan laba operasional usaha yang lebih besar, harus lebih banyak dinikmati oleh pengusaha. Dua hal diatas merupakan dasar untuk menetapkan nisbah bagi hasil antara lembaga keuangan syariah dengan pengusaha. Metoda penentuan nisbah optimal ini dilakukan dengan menggunakan teknik Fibonacci. Skema alur model dapat dilihat pada Gambar 21.
Berdasarkan proposisi diatas, nisbah bagi hasil minimal yang diharapkan dapat diperoleh oleh LKS adalah target hasil minimal pembiayaan yang diinginkan lembaga keuangan syariah dibagi laba operasional usaha. Sedangkan nisbah bagi hasil maksimal bagi LKS adalah persentase pembiayaan yang ditanggung LKS terhadap total investasi usaha. Nisbah bagi hasil untuk LKS dengan demikian adalah nilai diantara nisbah bagi hasil maksimal dan nisbah bagi hasil minimal yang akan diperoleh dengan metode optimasi Fibonacci. Dengan diketahuinya nisbah bagi hasil untuk LKS maka dapat pula diketahui nisbah bagi hasil untuk pengusaha.
Model analisis keuntungan pembiayaan. Model ini bertujuan untuk menentukan kelayakan hasil usaha yang diterima oleh LKS maupun pengusaha dengan menggunakan inverse transformation method. Hasil usaha didapat dari perkalian antara nisbah bagi hasil dengan laba operasional usaha. Hasil usaha yang diterima oleh LKS dikatakan layak jika paling tidak sama dengan target LKS atas hasil pembiayaan yang dikeluarkannya. Hasil usaha yang diterima pengusaha dikatakan layak jika paling tidak sama dengan dengan beban pengembalian pembiayaan yang harus dibayarkan. Skema alur model analisis kelayakan usaha dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Diagram alir analisis keuntungan LKS dan Pengusaha Start
• Rata-rata (Rb) dan Ragam (Sb) Prakiraan Harga Bahan Baku dan Rata-rata (Rm) dan Ragam (Sm) Prakiraan Harga Produk
•Nisbah LKS (X1) •Nisbah Pengusaha (1-X1)
Bangkitkan bilangan acak antara 0 dan 1 (U) Cari nilai padanan Z:
U = 1/√ 2π
∫
e-(x2)/2dx Penentuan harga bahan baku (Hb)dan harga produk (Hm) Hb(k) = (Z x Sb) + Rb Hm(k) = (Z x Sm) + Rm
Analisis Laba Operasional (LO(k)) berdasar Hb(k) dan
Hm(k) Keuntungan: LKS (KLKS(k)) = X1 x LO(k) Pengusaha (KP(k)) = (1-X1) x LO(k) Keuntungan LKS (KLKS) dan Pengusaha (KP) (n = 1000)
Penentuan distribusi kumulatif peluang Keuntungan LKS (KLKS) dan
Keuntungan Pengusaha (KP) Distribusi Kumulatif Keuntungan
LKS dan Pengusaha P(Keuntungan LKS > Target LKS) > 50% atau P(Keuntungan pengusaha > Beban pengembalian) >50% ya tidak A Selesai
Keuntungan usaha untuk LKS tidak layak atau Keuntungan usaha
untuk pengusaha tidak layak k = k+1
k= 0
k= 1000 ? tidak
Gambar 22. Diagram alir analisis keuntungan LKS dan Pengusaha (lanjutan) Model evaluasi tingkat keuntungan pembiayaan (TKP). Model ini bertujuan untuk menentukan tingkat keuntungan pembiayaan usaha. Kriteria tingkat keuntungan pembiayaan ini ditentukan berdasarkan basis aturan (rule
base) yang ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat hasil usaha untuk LKS
dan untuk pengusaha. Rule base penentuan tingkat pengembalilan pembiayaan ini beserta saran perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 14, sedangkan rangkuman penentuannya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rule base penentuan tingkat keuntungan pembiayaan usaha Keuntungan
untuk LKS
Keuntungan untuk Pengusaha
Cukup Baik Sangat Baik
Sangat Baik Sedang Tinggi Tinggi
Baik Rendah Sedang Tinggi
Cukup Rendah Rendah Rendah
A
Evaluasi Keuntungan usaha untuk LKS:
Cukup :P(Keuntungan LKS > Target Keuntungan LKS) = 50% - < 60% Baik :P(Keuntungan LKS >Target Keuntungan LKS) = 60% - < 70% Sangat Baik :P(Keuntungan LKS >Target Keuntungan LKS) > 70% Evaluasi Keuntungan usaha untuk pengusaha:
Cukup :P(Keuntungan Pengusaha > Beban Pengembalian): 50% - < 60% Baik :P(Keuntungan Pengusaha >Beban Pengembalian): 60% - < 70% Sangat Baik :P(Keuntungan Pengusaha>Beban Pengembalian): >= 70%
Selesai
Model evaluasi tingkat resiko pembiayaan (TRP). Model ini bertujuan untuk menentukan tingkat resiko pembiayaan usaha. Penentuan tingkat resiko industri dilakukan berdasarkan rata-rata terbobot skor setiap parameter dari resiko usaha dan resiko industri. Pemberian bobot dari setiap parameter dilakukan dengan memakai proses hirarki analisis (AHP). Diagram alir penentuan tingkat resiko pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan rule base dan saran perbaikan dapat dilihat pada Lampiran 15.
Gambar 23. Diagram alir penentuan tingkat resiko pembiayaan Tingkat Resiko Pembiayaan (TRP)
Mulai
Skor hasil evaluasi resiko dari setiap faktor resiko usaha dan parameter resiko industri
Skor terbobot dari setiap faktor Jumlah skor resiko pembiayaan
Selesai Bobot setiap faktor
Nilai terbobot resiko pembiayaan (NRP)
Penentuan tingkat resiko pembiayaan: Tinggi: 3,66 < NRP < 5,00 Sedang: 2,33 < NRP < 3,66 Rendah: 1,00 < NRP < 2,33 TRP Tinggi? Tidak Lakukan upaya penurunan TRP Ya Lakukan ulang evaluasi resiko
Model penentuan kelayakan pembiayaan. Model ini bertujuan untuk menentukan kelayakan pembiyaan usaha oleh LKS berdasarkan hasil tingkat keuntungan pembiayaan (TKP) dan tingkat resiko pembiayaan (TRP). Kriteria penentuan kelayakan pembiayaan ini dilakukan berdasarkan basis aturan (rule
base) yang ditetapkan. Secara ringkas Rule base penentuan kelayakan
pembiayaan ini dapat dilihat pada table 9.
Tabel 9. Rule base penentuan kelayakan pembiayaan usaha Tingkat Resiko
Pembiayaan (TRP)
Tingkat Keuntungan Pembiayaan (TKP)
Rendah Sedang Tinggi
Tinggi Tidak layak Tidak layak Tidak layak
Sedang Tidak layak Layak-3 Layak-2
Rendah Layak-3 Layak-2 Layak-1
Keputusan layak-1 dimana TKP berada pada tingkat tinggi dan TRP berada pada tingkat rendah merupakan kondisi layak yang sangat baik. Sedangkan keputusan layak-2 atau layak-3 merupakan kondisi kelayakan yang memerlukan perhatian terhadap beberapa tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan TKP atau menurunkan TRP. Rule base penentuan kelayakan pembiayaan secara lengkap dengan saran-saran tindakan yang diperlukannya dapat dilihat pada Lampiran 16.
Sistem Manajemen Basis Data.
Sistem manajemen basis data berfungsi untuk mengelola data yang diperlukan dalam analisis model. Pengelolaan data dalam sistem ini meliputi memasukan data baru, mengedit data, menyimpan data dan menghapus data. Tujuh macam basis data yang tersedia terdiri dari basis data harga produk, basis data harga bahan baku, basis data finansial, basis data target hasil pembiayaan, basis data resiko usaha, basis data ekspor produk dan basis data produksi.
Basis data harga produk. Data yang dimasukan dalam basis data ini adalah harga produk minyak atsiri per bulan. Basis data ini digunakan untuk memprakirakan harga produk minyak atsiri selama masa pembiayaan. Metode
prakiraan yang akan dipakai adalah metode prakiraan jaringan syaraf tiruan (JST).
Basis data harga bahan baku. Data yang dimasukan dalam basis data ini adalah harga bahan baku minyak atsiri per bulan. Basis data ini digunakan untuk memprakirakan harga bahan baku minyak atsiri selama masa pembiayaan. Metode prakiraan yang akan dipakai adalah metode prakiraan jaringan syaraf tiruan (JST).
Basis data biaya. Basis data ini berisi data yang diperlukan untuk analisis laba operasional usaha, penentuan nisbah bagi hasil dan analisis kelayakan hasil. Data yang dimasukan adalah kapasitas alat suling, biaya investasi tetap, biaya tenaga kerja langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, kebutuhan bahan bakar minyak per kali suling, biaya bahan pembantu langsung, biaya bahan pembantu tidak langsung, biaya pemeliharaan bangunan, mesin dan peralatan, biaya depresiasi, amortisasi dan biaya pemasaran
Basis data SWBI. Basis data ini berisi nilai bonus SWBI per bulan selama 12 bulan terakhir. Data ini digunakan untuk menetapkan target keuntungan LKS atas pembiayaan yang dikeluarkannya. Nilai bonus SWBI menjadi tingkat keuntungan bebas resiko yang dapat diperoleh.
Sistem Manajemen Dialog
Sistem manjemen dialog merupakan komponen yang mengatur interaksi antara SPK dengan pengguna. Pengguna memberikan masukan berupa data, batasan atau perintah yang kemudian diolah oleh program SPK. Program SPK kemudian menyediakan keluaran yang berupa informasi dalam bentuk table, grafik atau pernyataan yang mudah dipahami.
Dengan demikian dialog antara pengguna dengan program SPK terdiri dari dua jenis, yaitu: (1) komunikasi langsung antara pengguna dengan program SPK, berupa masukan data, batasan atau perintah. (2) Komunikasi peraga yaitu SPK memberikan informasi feed back terhadap masukan dari pengguna.
Agar pengguna dapat mengoperasikan program SPK ini, maka pengguna harus mengetahui struktur sistem dan prosedur umum program SPK ini.