• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: River Quality; Job Description; Workload; Compensation;Employment Risk;Psycholog ical.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: River Quality; Job Description; Workload; Compensation;Employment Risk;Psycholog ical."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR PEMBENTUK RESIKO KERJA PETUGAS JAGA POMPA DI

DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA DAN PEMATUSAN (DPUBMP) KOTA

SURABAYA MELALUI PENDEKATAN TEKNIS DAN PSIKOLOGIS

Nieko Haryo Pradhito, Naning Aranti Wessiani, dan Maria Anityasari Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Email: nieko.haryo.pradhito@gmail.com ; wessiani@ie.its.ac.id; maria@ie.its.ac.id Abstrak

Kualitas air sungai di Kota Surabaya merupakan salah satu yang terburuk dari beberapa kota yang ada di Jawa Timur pada umumnya. Hal ini ditambah dengan tingginya intensitas pembuangan limbah ke sungai, baik limbah industri maupun rumah tangga. Di lain hal, untuk menghindari terjadinya banjir akibat meluapnya air sungai, maka Pemerintah Kota Surabaya melalui Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) dan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan membentuk suatu fungsi petugas jaga pompa. Di mana salah satu aktivitasnya adalah melakukan penyarangan sampah secara rutin setiap hari, sehingga terjadi interaksi secara langsung dengan berbagai kandungan zat polutan dan kimia berbahaya di dalam sungai. Dari analisis tersebut, maka muncullah peluang atau resiko terjadinya penyakit karena zat polutan tersebut kepada petugas operasional. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kesejahteraan dan kinerja petugas, perlu disusun suatu sistem kompensasi berbasis resiko, di mana di dalamnya akan dilakukan penghitungan resiko terpapar zat berbahaya tertentu yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan pada pekerjaan yang dilakukan. Selain resiko yang disebabkan faktor teknis tersebut, maka perlu dilakukan pendalaman analisis resiko terhadap psikologis petugas, di mana pekerjaan yang sebenarnya sangat berjasa bagi masyarakat ini dipandang sebelah mata oleh sekitarnya, atau harus bertugas di tempat terasing yang sepi dan tanpa listrik. Dari kedua faktor ini akan dilakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi skenario model pemberian kompensasi dari segi teknis yang meliputi job description, beban kerja (workload, job condition) dan kondisi kualitas sungai, kemudian dilakukan penambahan pendekatan resiko psikologis mengenai beberapa hal yang harus dilakukan petugas yang dapat berdampak secara psikologis, baik berupa pandangan rendah masyarakat (social image), stres, depresi, frustasi hingga kecemasan akibat kepenatan dan kejenuhan karena beban dari pekerjaan tersebut.

Kata Kunci : Kualitas Sungai; Job Description; Beban Kerja; Kompensasi; Resiko Kerja;

Psikologis.

ABSTRACT

Water quality of the rivers in Surabaya is one of the worst among several cities in East Java. In addition, there is high intensity of waste discharged into the river, both of industrial and household waste. On the other side, to avoid the occurrence of flood due to river overflow, the Surabaya city government through Badan Perencanaan Kota (Bappeko) dan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP) Kota Surabaya forms a function to guard the river pump. One of its activities is taking and cleaning waste daily. Thus, make direct contacts the pump officer with various chemical substances and hazardous pollutants in the rivers. From the analysis, there known risk of disease because these pollutants to the official operational.Therefore, to improve the officer’s welfare and performance, it is necessary to prepare a risk based compensation system, where the risk of being exposed to certain hazardous substances that can affect the health is considered properly. In addition to the risk caused by technical factors, it is also necessary to enhance the analysis by considering the psychological risks to the workers, one of the psychological problems is the social image and also the working place condition, which is a quiet and isolated place without electricity. From these two factors a series of analysis, evaluation and recommendation of the compensation model scenarios considering technical terms that include job description, workload (job condition) and the quality of the river, then the addition of psychological risk approach, in the form of a social image, stress, depression, frustration and also fatigue and anxiety due to work saturation.

(2)

Keywords: River Quality; Job Description; Workload; Compensation;Employment Risk;Psycholog

ical.

1. Pendahuluan

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang dan perumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini.

1.1 Latar Belakang

Pemberian kompensasi bagi pegawai merupakan salah satu faktor penentu kepuasan pegawai. Faktor kepuasan pegawai akan berpengaruh terhadap motivasi kerja. Oleh karena itu pemberian kompensasi finansial dipandang sebagai faktor strategis dalam meningkatkan kinerja organisasi. Pemberian kompensasi yang adil harus memperhatikan faktor kemampuan, tanggung jawab, usaha dan kondisi pekerjaan. Faktor-faktor tersebut akan memiliki tingkat kepentingan yang berbeda untuk tiap pekerjaan (Anityasari & Wessiani, 2011).

Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya merupakan institusi Pemerintah Kota Surabaya yang bertugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah bidang perencanaan pembangunan. Salah satu tugas di dalamnya adalah melakukan perencanaan pengalokasian anggaran untuk belanja program dan kegiatan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Karenanya, untuk melaksanakan prinsip good governance, Bappeko senantiasa berusaha merencanakan anggaran berdasarkan prinsip-prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan.

Tenaga operasional memegang peranan penting dalam sebuah organisasi karena mereka yang melakukan aktivitas pada proses bisnis utama, termasuk juga pada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Pemerintahan Kota Surabaya. Pekerjaan operasional tertentu yang dilakukan pegawai di SKPD memiliki kondisi pekerjaan yang mengandung resiko kerja tinggi.

Pekerjaan beresiko tinggi tersebut misalnya pekerjaan yang dilakukan petugas pemadaman kebakaran yang beresiko menghirup CO2 dalam

kadar tinggi, pekerjaan pengelolaan sampah yang terpapar CH4, pekerjaan penyapu jalan

yang beresiko tertabrak kendaraan. Selain contoh tersebut masih ada beberapa pekerjaan-pekerjaan operasional lain yang memiliki resiko tinggi.

Saat ini, pekerjaan-pekerjaan yang mengandung unsur resiko tinggi tersebut masih belum diberikan kompensasi finansial berdasarkan

tingkat resiko yang dihadapi. Namun dalam prinsipnya, faktor resiko pada lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penyusun pemberian kompensasi finansial secara utuh. Oleh karenanya Bappeko perlu melakukan kajian dan evaluasi terhadap sistem pemberian kompensasi finansial pada pekerjaan perasional yang memiliki potensi resiko kerja yang tinggi. Hasil kajian tersebut akan dijadikan dasar perancangan sistem pemberian kompensasi baru yang memungkinkan bagi anggaran Pemerintah Kota.

Untuk saat ini, petugas mendapatkan take home pay setiap bulannya adalah sesuai dengan golongan dan tunjangan, bukan berdasarkan skill, effort, responsibillity dan juga job conditions. Untuk kompensasi yang diterima saat ini sesuai dengan Peraturan Wali Kota Surabaya No. 16 Tahun 2008. Di mana untuk petugas operasional mendapatkan tunjangan kesejahteraan sesuai dengan golongan II/A sebesar Rp 650.000,00.

Selain resiko pekerjaan yang bersifat teknis, maka perlu dilakukan analisis resiko pekerjaan yang berasal dari faktor psikologis, baik yang disebabkan lingkungan internal dan eksternal, hingga tuntutan pekerjaan dan kecemasan yang ditimbulkan oleh pekerjaan aktivitas harian. 1.2 Perumusan Masalah

Pada penelitian ini yang diangkat menjadi perumusan masalah adalah bagaimana membuat alternatif skenario model kompensasi yang berbasis resiko pada petugas operasional penyarangan sampah DPUBMP dengan pendekatan teknis dan psikologis. Alternatif skenario model kompensasi ini berupa analisis dan rekomendasi sebagai kontribusi dari penelitian. Aspek teknis dilakukan untuk menilai resiko pekerjaan yang muncul dari proses aktivitas pekerjaan yang dilakukan, dengan penambahan pendekatan dan analisis dari sudut pandang psikologis bagi pekerja. Karena selama ini kompensasi diberikan berupa tunjangan kesejahteraan, sedangkan kajian dan kompensasi berdasar resiko penyakit kerja belum ada.

2. Metodologi Penelitian

Pada bagian ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai metode penelitian yang digunakan, yaitu meliputi kerangka berpikir atau prosedur penelitian, instrument penelitian atau

(3)

perangkat, serta langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini.

2.1 Tahap Identifikasi Masalah

Tahapan ini bertujuan untuk memahami permasalahan yang akan diteliti. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam tahap ini, antara lain:

2.1.1 Perumusan Tujuan

Perumusan tujuan ini akan menjadi langkah awal untuk menjawab permasalahan yang terjadi pada pemberian kompensasi kepada petugas operasional.

2.1.2 Studi Pustaka dan Studi Lapangan Pada studi literatur lebih ditekankan kepada pengkajian terhadap literatur buku, jurnal dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan konsep pemberian kompensasi terutama kompensasi, analisis resiko dan resiko finansial. Konsep pemberian kompensasi dan kompensasi digunakan sebagai dasar pembuatan model kompensasi yang cocok kepada petugas DPUBMP. Analisis resiko digunakan untuk menganalisis resiko operasional dan juga resiko psikologi melalui pendekatan job description pekerjaan tersebut.

Studi lapangan adalah observasi dan survei secara langsung yang dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan. Pengamatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman terkait kondisi pemberian kompensasi eksisting dan resiko yang dihadapi oleh pekerja sehari-hari. Kemudian pada studi lapangan juga untuk melihat seberapa jauh tingkat kepuasan pegawai terhadap sistem kompensasi yang eksisting serta kebutuhan dari pegawai DPUBMP.

2.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data

Dalam tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang menunjang penelitian ini. Data yang diperlukan adalah data aktual. Data aktual didapatkan dengan melakukan survei, pengamatan secara langsung dan penyebaran kuesioner pada pemimpin DPUBMP terkait mengenai kondisi sistem manajemen yang berlangsung sekarang. Kuesioner yang disebarkan dengan menggunakan judgment sampling yaitu expert sampling pada petugas di DPUBMP.

2.2.1 Visi Misi DPUBMP dan Job Description Petugas Operasional

Adapun Visi Misi DPUBMP sebagai objek amatan adalah sebagai berikut :

Visi

“Jalan Mantap dan Sistem Pematusan Terpadu” Misi

1. Mewujudkan prasarana jalan dalam kondisi mantap, efektif dan efisien serta perluasan jaringan utilitas.

2. Meningkatkan kualitas penyelenggara jalan dan peran serta masyarakat dan antar daerah dalam pembangunan, pemeliharaan jalan, jembatan dan jaringan utilitas.

3. Mewujudkan penataan ulang sistem pematusan Kota Surabaya.

4. Meningkatkan optimalisasi saluran pematusan, bozem dan sarana prasarana pematusan kota.

5. Tersedianya prasarana penunjang pengendalian banjir.

Sedangkan Khusus untuk Bidang Pematusan, fungsi yang dijalankan adalah sebagai berikut :

a. Pembangunan dan peningkatan rumah pompa dan kelengkapannya.

b. Pemeliharaan rumah pompa dan kelengkapannya.

c. Pengadaan alat-alat berat terkait bidang pematusan.

d. Pembangunan, peningkatan saluran pematusan, dan bozem.

e. Pemeliharaan saluran pematusan dan bozem.

f. Pelaksanaan rekondisi galian sarana utilitas yang memanfaatkan sempadan saluran.

g. Pengawasan rutin kondisi saluran pematusan, bozem dan kelengkapannya.

Selama ini belum terdapat Standart Operasional Procedur (SOP) tertulis yang menentukan job description dari unit kerja, adapun hasil observasi di lapangan didapatkan pekerjaan yang dilakukan unit kerja, antara lain :

1. Memanaskan mesin, melakukan penyarangan sampah dan membersihkan sampah hasil penyarangan.

2. Mengangkat sampah pada bak sampah untuk selanjutnya ditindaklanjuti unit kerja lain.

3. Membersihkan pompa dan melakukan perawatan.

2.2.2 Tahap Identifikasi Resiko

Proses identifikasi resiko terdiri dari dua proses utama, yaitu mengidentifikasi resiko kerja berdasarkan job description yang dilakukan

(4)

petugas, dan identifikasi resiko psikologis yangt dialami oleh petugas operasional. Identifikasi resiko murni pekerjaan yang didapatkan sebagi input pemberian kompensasi dilakukan dengan cara brainstorming dengan beberapa pihak yang mengetahui proses di lapangan, FGD dengan pihak expert (baik medis maupun psikologi) untuk mendapatkan analisis yang lebih mendalam mengenai resiko pekerjaan tersebut. 2.2.3 Tahap Analisis Resiko

Analisis resiko dilakukan terhadap semua data-data potensi resiko yang sudah diidentifikasi dan divalidasi sebelumnya. Data tersebut selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar untuk proses penyusunan kuisioner assessment resiko. Kuisioner ini terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: daftar potensi resiko, nilai likelihood, dan nilai consequence. Rank nilai yang digunakan untuk menentukan nilai likelihood dan severity didasarkan pada standar manajemen resiko dari Australia New Zealand (AS/NZS).

2.2.4 Tahap Evaluasi Resiko

Dari hasil pengolahan data kuisioner yang sudah disebarkan akan didapatkan nilai resiko dari setiap potensi resiko. Nilai-nilai resiko tersebut selanjutnya akan diranking dan dipetakan ke dalam suatu matrik resiko. Dari hasil pemetaan tersebut dapat diketahui resiko-resiko mana saja yang masuk kategori resiko ekstrim, resiko tinggi, resiko sedang atau resiko rendah.

2.3 Tahap Analisis dan Kesimpulan

Hasil pengolahan data kemudian dianalisis dan diintepretasikan lebih mendalam dengan mempertimbangkan 5W+1H yaitu who, what, when, where, why, dan how dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. Dengan analisis dan interpretasi pada proses ini akan diketahui besaran kompensasi yang diberikan dari aspek resiko murni pekerjaan dari segi teknis dan psikologi petugas.

3 Pengumpulan dan Pengolahan Data Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai keseluruhan proses dalam tahap pengumpulan dan pengolahan data.

3.1 Tahap Identifikasi Resiko

Tahap ini dilakukan untuk menentukan proses bisnis yang dianggap kritis serta mencari potensi resiko yang ada pada setiap proses kritis tersebut.

Gambar 3.1 Gambar Aktivitas Petugas di Lapangan 3.1.1 Identifikasi Resiko Murni Pekerjaan Proses identifikasi untuk menentukan resiko murni pekerjaan adalah dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh Pihak DPUMBP, dengan pendekatan tingkat intensitas kejadian dan dampak yang dapat berpengaruh kepada petugas.

Tabel 3.1 Hasil Kuesioner Resiko Murni Pekerjaan

Dari hasil kuesioner di atas diketahui penyakit apa saja yang dapat menyerang petugas dan penyakit tersebut sebagai input dalam pemberian kompensasi

3.1.2 Identifikasi Resiko Psikologis

Proses identifikasi resiko psikologis petugas dilakukan dengan obeservasi, merekaman video aktivitas dsb untuk mendapatkan beban psikologis yang diterima petugas..

Tabel 3.2 Hasil Kuesioner Resiko Murni Pekerjaan No Faktor Psikologi Keterangan 1 Keterasing an, minim fasilitas

Lokasi rumah pompa yang jauh dari pemukiman penduduk, terpencil namun tidak dilengkapi dengan fasilitas listrik dan hiburan, suasana sepi dan gelap, rawan pada kejahatan

2

Pandangan masyarakat (social image)

Pandangan secara sosial bahwa pekerjaan rendah dan tidak terhormat, sedangkan tanggung jawab besar dalam pengurangan angka banjir

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

(5)

No Faktor

Psikologi Keterangan

3 Atmosfer kerja

Latar belakang pendidikan yang kurang membentuk pola kerja yang keras dan apabila tidak memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi, akan sangat mudah terjadi gesekan dan permusuhan 4 Tuntutan masyarakat

Tuntutan masyarakat bahwa kota harus terhindar dari banjir, sedangkan kesadaran penduduk sendiri masih kurang dalam usaha preventif banjir 5

Ketidakny amanan lingkungan kerja

Lingkungan kerja yang selalu dikelilingi sampah dan bau busuk tentunya akan membentuk lingkungan yang kotor dan tidak nyaman untuk beraktivitas 6 Keluarga

Tuntutan pekerjaan yang harus bersiap dalam berbagai kondisi tentunya akan mengurangi waktu bersama keluarga, dan hal ini tentunya berat bagi petugas yang berumah tangga

3.2 Tahap Analisis Resiko

Pada tahap ini akan disusun kuisioner assessment resiko yang akan digunakan untuk menilai besarnya tingkat resiko pada setiap potensi resiko.

3.2.1 Kuisioner Assesment Resiko

Kuisioner ini menggunakan standar AS/NZS 4360 yaitu dan menggunakan 5 kategori untuk mengukur likelihood dan consequence nya. Adapun pembagian kategori masing-masing untuk Likelihood dan consequence adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kategori Likelihood

Level Interpretasi Level Keseringan (Likelihood) Penjelasan Keseringan (Likelihood) Secara Teknis

1 Paparan sangat jarang terjadi

Dampak paparan hampir tidak muncul dalam 1 bulan. 2 Paparan jarang terjadi Dampak paparan muncul 1 - 2 hari dalam 1 bulan. 3 Paparan mungkin

terjadi

Dampak paparan muncul 3 - 4 hari dalam 1 bulan.

4 Paparan mungkin sekali terjadi

Dampak paparan muncul 5 - 6 hari dalam 1 bulan.

5 Paparan hampir pasti terjadi

Dampak paparan

muncul/terjadi setiap minggu dalam 1 bulan.

Tabel 3.4 Kategori Severity

Level

Interpretasi Level Bahaya

(Severity)

Penjelasan Bahaya (Severity) Secara Teknis

1 Paparan resiko dapat diabaikan

Dampak paparan resiko

hampir tidak terasa/dapat diabaikan dan tidak muncul gejala. Level Interpretasi Level Bahaya (Severity) Penjelasan Bahaya (Severity) Secara Teknis

2 Tingkat paparan resiko rendah

Dampak paparan resiko

hampir tidak terasa terasa, namun muncul gejala ringan. 3 Tingkat paparan resiko

sedang

Dampak paparan resiko cukup terasa dan muncul gejala ringan.

4 Tingkat paparan resiko tinggi

Dampak paparan resiko cukup terasa dan muncul gejala berat. 5 Tingkat paparan resiko ekstrim (sangat tinggi)

Dampak paparan resiko

sangat terasa dan muncul gejala sangat berat.

3.3 Tahap Evaluasi Resiko

Ada dua tahapan utama dalam proses ini, yaitu tahap perhitungan nilai resiko dan tahap pemetaan resiko ke dalam peta resiko (risk map).

3.3.1 Perhitungan Nilai Resiko

Setelah diketahui nilai likelihood dan severity dari masing-masing potensi resiko, langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai resiko.

Risk = Likelihood x Consequence Tabel 3.5 Contoh Nilai Resiko

Resiko Dampak Resiko Terhadap Kesehatan Severity Likelihood Resiko Peta

Kebisi ngan 1 Peningkatan tekanan darah 3 3 9 2 Peningkatan frekuensi detak jantung dan

stress 3 3 9 3 Penurunan kemampuan untuk mendengar 4 5 20 4 Gangguan tidur, penurunan konsentrasi, dan mengarah kepada sifat mudah tersinggung atau depresi 4 3 12 5 Pandangan menjadi kabur, penurunan kemampuan untuk membedakan warna dan pandangan di malam hari 2 2 4 3.3.2 Peta Resiko

Peta resiko dibuat berdasarkan hasil dari perhitungan nilai likelihood, severity dan tingkat resiko pada masing-masing potensi resiko.

(6)

Gambar 3.2 Peta Resiko Teknik AS/NZS

Gambar 3.3 Peta Resiko Psikologis AS/NZS 3.4 Tahap Pemberian Kompensasi

Dari pemetaan profil resiko di atas, dapat dilakukan pemberian kompensasi dengan menggunakan pendekatan INA-DRG yang merupakan satuan pemberian proses penggantian karena terjadinya penyakit, dengan pemodelan perhitungan nilai ratio untuk setiap dampak atau penyakit dari setiap pekerjaan. Perhitungan kompensasi dilakukan dengan mengikuti persamaan berikut :

Dengan ketentuan penghitungan sebagai berikut : C

Probabilitas atau rasio antara jumlah hari kerja yang hilang (hari hilang) dengan jumlah hari kerja yang available (hari available).

D Biaya perawatan per sekali terjadinya dampak per orang sesuai kategori dampak (Rp/orang). E Frekuensi maksimal kejadian dalam 10 tahun.

F

ALOS (Average Length of Stay), menunjukkan rata-rata lamanya seseorang menjalani rawat inap. Apabila bernilai 1, maka nilai ini menunjukkan bahwa dampak yang diamati termasuk ke dalam kategori dampak yang membutuhkan rawat jalan (hari).

G

Biaya rawat inap untuk penyakit yang membutuhkan rawat jalan dan rawat inap dalam periode 10 tahun (Rp/hari).

H Nilai kompensasi per dampak per pekerjaan yang terjadi (Rp/orang/10 tahun). Adapun untuk kompensasi psikologi adalah menggunakan formulasi sebagai berikut :

A

Merupakan probabilitas kejadian pada pekerja, di mana dari kuesioner didapatkan jumlah pekerja yang terekspos, dibagi dengan total petugas operasional sebanyak 95. B Jam kerja maksimal setiap hari yang diperbolehkan. C

Merupakan standar allowance yang digunakan dalam aktivitas operasional lapangan, dalam hal ini menggunakan 20% (batas atas atau maksimal nilai). D Merupakan jumlah hari dalam satu waktu yang digunakan (1 tahun=365 hari).

E

Merupakan standardisasi nilai UMR yang diberikan setiap jam, nilai UMR untuk Surabaya sebesar Rp 1.115.000,00 kemudian dibagi dengan 22 hari aktif x 8 jam kerja, maka diperoleh rupiah sebesar Rp 6.400,00. UMR yang digunakan adalah UMR untuk Kota Surabaya pada tahun 2010.

X Merupakan kompensasi psikologi yang diberikan kepada petugas operasional.

4 Analisis Pemberian Kompensasi

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pemberian kompensasi

4.1 Analisis Kompensasi Resiko Teknis Pekerjaan

Dalam penentuan kompensasi, maka yang dibutuhkan adalah data selama rentang waktu 10 tahun mengenai jumlah pekerja yang terekspos, periode sakit dalam bulan atau tahun, jumlah hari pemulihan dan jenis perawatan. Sehingga didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 3.6 Jumlah Pekerja yang Terekspos Resiko No Resiko Murni Pekerjaan Pekerja Jumlah

Terekspos

Rawat

Inap Rawat Jalan 1 Gangguan pernafasan 10

2 Penyakit yang menyerang fungsi

indra 25

3 Kelelahan fisik 1 4 Sakit kepala 2 5 Gangguan pencernaan 50 6 Demam dan peningkatan

temperatur tubuh 20 7 Gangguan tidur 25 8 Gangguan fungsi dalam tubuh

(metabolisme) 25 9 Penyakit yang menyerang jantung 10 10 Gangguan fungsi psikomotorik

(aktivitas) 5

H = (C x D x E x F) + G

(7)

Sehingga dari data tersebut dengan menggunakan formulasi untuk mendapatkan nilai kompensasi melalui pendekatan INA-DRG, maka nilai yang didapatkan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6 Pemberian Kompensasi Resiko Teknis No. Dampak Negatif Gejala FisikBagi Pekerja Kompensasi per Dampak per 10

Tahun 1 Gangguan pernafasan Rp12.528,54 2 Penyakit yang menyerang fungsi indra Rp9.483.339,58

3 Kelelahan fisik Rp56,45

4 Sakit kepala Rp112,90

5 Gangguan pencernaan Rp4.064.288,39 6

Demam dan peningkatan

temperatur tubuh Rp1.625.715,36 7 Gangguan tidur Rp2.032.144,20 8 Gangguan fungsi dalam tubuh (metabolisme) Rp4.741.669,79 9

Penyakit yang menyerang

jantung Rp929.841,00

10

Gangguan fungsi psikomotorik

(aktivitas) Rp740.053,00

Total Kompensasi Rp23.629.749,20

(A/P,7%,10) 0,1424

Kompensasi per tahun Rp3.364.876,29 Kompensasi per bulan Rp280.406,36 4.2 Analisis Kompensasi Resiko Psikologis

Pekerjaan

Sedangkan untuk pemberian kompensasi dengan memperhatikan resiko psikologis petugas, didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 3.7 Penghitungan Kompensasi Psikologi Petugas di Tengah Kota

No Faktor Psikologi Lokasi

Tengah Kota Kompensasi 1 Pandangan masyarakat (social image) Rp 3.737.600 2 Tuntutan masyarakat Rp 2.557.305 3 Ketidaknyamanan lingkungan kerja Rp 3.737.600 4 Keluarga Rp 2.990.080 Total Rp 13.022.585

(A/P,7%,10) 0,1424

Kompensasi per tahun Rp 1.854.416 Kompensasi per bulan Rp 154.535

Tabel 3.8 Penghitungan Kompensasi Psikologi Petugas di Pinggiran Kota

No Faktor Psikologi Lokasi

Daerah Terpencil Kompensasi 1 Keterasingan, minim fasilitas Rp 1.377.011 2 Pandangan masyarakat (social image) Rp 3.737.600 3 Atmosfer kerja Rp 1.377.011 4 Ketidaknyamanan lingkungan kerja Rp 3.737.600 5 Keluarga Rp 2.990.080 Total Rp 13.219.301

(A/P,7%,10) 0,1424

Kompensasi per tahun Rp 1.882.428 Kompensasi per bulan Rp 156.869

5. Analisis dan Interpretasi Data

Pada bagian ini akan diberikan analisis sekaligus penjelasan dari hasil yang diperoleh : 5.1 Analisis Profil Resiko Murni Pekerjaan Dari hasil penjabaran resiko, dapat diketahui bahwa petugas penjaga rumah pompa memiliki memiliki 10 resiko murni. Kondisi yang dialami oleh petugas penjaga rumah pompa adalah resiko murni pekerjaan dengan jenis paparan resiko murni yang relatif banyak karena semuanya dilakukan di lingkungan terbuka. Pada dasarnya, profil resiko dari pekerjaan yang dilakukan di lingkungan terbuka memiliki kemiripan satu sama lain. Hal yang membedakan antara profil resiko murni pekerjaan yang satu dengan yang lainnya untuk pekerjaan yang dilakukan dilakukan di lapangan terbuka adalah lebih kepada sumber munculnya resiko murni.

Sebagai contoh, jenis pekerjaan yang dilakukan menggunakan ataupun dekat dengan fasilitas bermotor (mesin pompa, generator) yang mengeluarkan gas buang, maka pada profil resikonya akan memunculkan paparan logam. Sedangkan bila fasilitas bermotor tersebut menggunakan bahan bakar berupa solar, maka akan muncul pula resiko untuk terapar gas SO2.

Selain paparan resiko yang terkait dengan aspek kimia, paparan yang bersifat fisik juga lebih dipengaruhi oleh penggunaan fasilitas kerja yang ada.

Selain itu petugas akan beresiko untuk terpapar vibrasi atau getaran yang berasal dari fasilitas

(8)

tersebut. Apabila fasilitas tersebut juga mengeluarkan bunyi yang relatif keras dan konstan, maka ada kemungkinan pula bahwa pekerja yang menggunakan ataupun dekat dengan fasilitas kerja yang dimaksud untuk mengalami paparan noise (kebisingan karena bunyi mesin)

Hasil observasi secara langsung di lapangan juga menunjukkan sebuah behavior obyek amatan yang kurang baik. Hampir semua obyek amatan, dalam hal ini adalah para petugas tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang dimilikinya selama bekerja. Pada saat dilakukannya observasi secara langsung, peneliti juga melakukan wawancara singkat terkait dengan behavior dari para petugas tersebut terkait dengan alasan mengapa mereka tidak menggunakan APD yang telah diberikan. Salah satu alasan yang paling banyak diutarakan oleh para petugas tersebut adalah tidak praktisnya APD yang ada. Para petugas merasa bahwa keberadaan APD justru memberikan rasa yang tidak nyaman bagi para petugas tersebut selama melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Sebagai contohnya, APD berupa sepatu boot seharusnya digunakan selama para petugas tersebut melaksanakan pekerjaannya dengan tujuan melindungi dan meminimalisir terjadinya resiko yang dapat muncul akibat terjadinya kontak langsung antara kaki petugas yang bersangkutan dengan material tajam di bawah sungai. Namun, akibat hampir seluruh pekerjaannya dilakukan di lapangan terbuka, para petugas tersebut merasa bahwa penggunaan sepatu boot justru memberatkan melangkah di dalam air. Hal ini kemudian memicu para petugas lapangan tersebut untuk tidak menggunakan APD yang diberikan kepadanya. Contoh lainnya adalah penggunaan masker. Para petugas, terutama yang menghabiskan hampir seluruh waktu kerjanya di sekitar sungai menganggap bahwa bau adalah hal yang biasa, sedangkan penggunaan masker tidak dapat mengurangi bau yang dirasakan oleh para petugas secara signifikan. Penggunaan masker justru menghalangi petugas dalam hal bernafas secara lebih leluasa. Oleh karena itu, akhirnya para petugas tersebut tidak menggunakan masker.

Padahal, perilaku-perilaku seperti inilah yang justru menyebabkan para petugas tersebut

terpapar resiko dalam porsi yang terburuk. Selain itu penggunaan sarung tangan dan jas hujan saat turun menyarang sampah ke sungai juga dinilai kurang parktis karena digunakan sebentar akan sobek.

5.2 Analisis Perhitungan Kompensasi

Hasil perhitungan kompensasi yang dilakukan, menunjukkan besar kompensasi per pekerja per bulan. Di mana untuk petugas operasional penyarangan yang berada di rumah pompa sekitar pusat kota mendapatkan kompensasi tambahan dari resiko kesehatan dan psikologi sebesar Rp 280.406,36 + Rp 154.535,00 = Rp 434.941,36, sedangkan untuk petugas yang berada di pinggiran kota mendapat tambahan kompensasi sebesar Rp 280.406,36 + Rp 156.869,00 = Rp 437.275,00. Atau alternatif lainnya adalah pemberian kompensasi psikologi dengan tidak memperhatikan faktor lokasi rumah pompa, sehingga yang didapatkan sebesar Rp 280.406,36 + Rp 187.215,73 = Rp 467.622,09.

Rentang nilai kompensasi resiko murni pekerjaan yang didapatkan ini masih dapat dikatakan normal atau di bawah parameter berdasar perundangan, di mana untuk level pekerjaan dengan tingkat resiko pada level 2, mendapatkan pendapatan antara Rp 500.000,00-Rp 699.000,00

Berdasarkan hasil pengolahan dan pembahasan data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang secara langsung membentuk dan mempengaruhi besar atau kecilnya nilai kompensasi yang terjadi antara lain :

- rasio jumlah hari kerja hilang. - hari kerja available.

- frekuensi maksimal terjadinya dampak. - penyakit per orang per periode (dalam

penelitian ini telah disebutkan bahwa periode waktu yang digunakan adalah selama 10 tahun).

- besarnya biaya rawat jalan maupun rawat inap yang digunakan dalam perhitungan kompensasi.

Tentunya, faktor-faktor tersebut memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda-beda apabila dilakukan simulasi lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar dampak perubahannya terhadap nilai kompensasi akhir yang dihasilkan. Selain ketiga faktor tersebut, terdapat faktor lain yang berpengaruh secara

(9)

tidak langsung terhadap hasil akhir perhitungan kompensasi per pekerjaan dari obyek amatan, yaitu :

- hasil justifikasi dari responden yang menentukan beberapa parameter.

- nilai pure severity dan pure likelihood dari resiko murni pekerjaan.

- nilai rasio jumlah hari kerja yang hilang dan yang available.

Ketiga hal tersebut keseluruhannya berdasarkan hasil justifikasi dari atasan atau Kepala Bagian yang dalam penelitian ini dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi yang paling akurat, mengingat hampir semua data sekunder tidak didapatkan selama penelitian berlangsung (tidak ada atau terbatasinya peneliti untuk mendapatkan akses terhadap data sekunder yang seharusnya diperlukan selama penelitian, misalnya berupa catatan kesehatan pegawai, sistem penggajian yang menampilkan semua unsur dalam take home pay, dan sebagainya). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penelitian ini berdasarkan data primer yang berasal dari justifikasi dari atasan atau Kepala Bagian tersebut. Kesalahan ataupun kelalaian responden dalam melakukan justifikasi akan berakibat sangat besar terhadap hasil perhitungan kompensasi yang dihasilkan dalam penelitian ini.

6. Kesimpulan dan Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Sistem pemberian saat ini kurang adil apabila dilihat dari segi resiko pekerjaan yang dilakukan oleh petugas operasional penyarangan sampah pada DPUBMP Kota Surabaya, di mana pekerjaan yang dilakukan berdasarkan job description memiliki resiko secara teknis dan psikologi yang tinggi.

2. Dari peta resiko teknis pekerjaan diketahui bahwa penyakit yang termasuk ke dalam extreme risk dan unacceptable effect untuk kategori penyakit yang menyerang jantung memiliki persentase 13%, menyerang fungsi indra 31%, pernafasan sebesar 25%, kelelahan fisik sebesar 19%, serta pencernaan dan psikomotor masing-masing sebesar 6%.

3. Dari peta resiko psikologis diketahui bahwa aktivitas pekerjaan pada job description melakukan penyarangan sampah, mencebur ke dalam sungai, perawatan berkala pada fasilitas dan shift jaga di luar penjadwalan berpeluang untuk memberikan tekanan secara psikologi kepada petugas operasional penyarangan sampah. Dalam peta resiko di atas, yang termasuk dalam extreme risk dan unacceptable effect yang berpengaruh pada psikologi petugas adalah tekanan yang berupa lingkungan kerja yang kotor dan rasa jauh serta waktu bersama keluarga selama bertugas di lapangan, terutama untuk waktu-waktu yang menuntut petugas lebih banyak berada di lapangan.

4. Rekomendasi nilai rupiah kompensasi yang diberikan adalah untuk faktor teknis adalah sebesar Rp 280.406,36 dan sebesar Rp 154.535,00 untuk resiko psikologi petugas penyarangan di tengah kota serta Rp 156.869,00 untuk petugas yang berada di pinggiran kota. 5. Total penerimaan sebesar Rp

434.941,36 untuk petugas operasional sekitar kota (terdapat selisih Rp 65.059,00 dari batas minimal nilai level II).

6. Total penerimaan sebesar Rp 437.275,00 untuk petugas operasional pinggiran kota (terdapat selisih Rp 62.725,00 dari batas minimal nilai level II).

7. Total penerimaan sebesar Rp

467.622,09 apabila tidak

mempertimbangkan lokasi rumah pompa (terdapat selisih Rp 32.378,00 dari batas minimal nilai level II).

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan saran sebagai berikut :Saran yang dapat diberikan untuk pihak Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya seluruh dinas yang diamati mulai melakukan pencatatan terkait dengan kondisi kesehatan jasmani dari pegawai operasionalnya secara rutin. 2. Sebaiknya seluruh dinas yang diamati

menyusun SOP untuk setiap aktivitas kerja yang dilakukan oleh petugas

(10)

operasionalnya demi meminimasi dampak resiko murni pekerjaan yang diterima.

3. Sebaiknya seluruh dinas yang diamati mengusulkan pemanfaatan jaminan sosial tenaga kerja atau asuransi untuk petugas operasionalnya agar dampak-dampak dari resiko murni yang bersifat non-akumulatif dapat diatasi.

Sedangkan saran yang dapat diberikan untuk perbaikan penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya dilakukan pembedaan antara dampak yang masuk ke dalam occupational disease dengan yang bukan.

2. Penentuan dampak-dampak atau penyakit yang dikompensasikan adalah berdasarkan standar penerimaan batas minimum akumulasi nilai severity dampak yang ditetapkan melalui justifikasi dari peneliti. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan ulang mengenai metode yang lebih sesuai dalam penentuan dampak atau penyakit yang akan dikompensasikan.

3. Pada penelitian ini, persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai kompensasi merupakan persamaan yang baru (tidak menggunakan persamaan rujukan), sehingga masih perlu dilakukan pengkajian ulang agar dapat diperoleh persamaan yang lebih baik. 4. Sebaiknya dysfunctional behavior

dipertimbangkan pada penelitian yang selanjutnya dan memperhatikan pekerjan honorer.

5. Sebaiknya dilakukan benchmarking penerapan pada Dinas di Kota lain dalam metode pemberian kompensasi atas resiko sehingga bisa diketahui keunggulan dan kelemahan anatar metode pemberian kompensasi.

6. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam tentang pengkonversian resiko pekerjaan ke dalam kompensasi finansial langsung.

Sedangkan saran sebagai solusi untuk mengurangi beban psikologi antara lain :

1. Memberikan fasilitas hiburan.

2. Memberikan ruang untuk mengerjakan hobby.

3. Memberikan fasilitas libur.

4. Pengaturan jadwal periode kerja dan lembur.

Selain itu sistem kompensasi perlu diterapkan lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan, di mana tetap harus memenuhi tujuh kriteria di bawah ini :

1. Memenuhi ketentuan minimum pemerintah, serikat kerja dan manajemen.

2. Adil, setiap orang diberi kompensasi selaras dengan jumlah usaha yang dicurahkan .

3. Nilai yang berimbang, baik jumlah gaji, tunjangan dsb.

4. Efektif dari segi biaya (gaji harus sepadan dengan kemampuan anggaran). 5. Memenuhi kebutuhan hidup pegawai,

terutama untuk upah minimal hidup di Surabaya.

6. Memotivasi orang untuk bekerja dengan efektif dan meningkatkan produktivitas. 7. Transparansi nilai, sehingga petugas

mengetahui seberapa besar nilai kompensasi untuk dirinya.

6. Daftar Pustaka

Andriyan, A. (2011). Perhitungan Nilai Kompensasi atas Resiko Kerja Pemadam Kebakaran-Dinas Kebakaran Kota

Surabaya Melalui Pendekatan

Manajemen Resiko. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Anityasari, M., & Wessiani, N. A. (2011). Kajian Pemberian Honor Tenaga/Pegawai Operasional Berbasis Resiko. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dito, A. H. (2010). Pengaruh Kompensasi

Terhadap Kinerja Karyawan PT. Slamet Langgeng Purbalingga dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening. Semarang : Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

gurumuda.com. (2010, Oktober 17). Retrieved Maret 9, 2011, from gurumuda web site: http://gurumuda.com/bse/tag/beberapa-penyakit-akibat-kerja

(11)

Handoko, H. T. (2000). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi II, Cetakan Keempat Belas. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Hasan, M. M. (2010). Pemetaan Profil Resiko Proses Bisnis Revenue Cycle Dengan Pendekatan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

ina-drg-rr.net. (n.d.). Retrieved Maret 9, 2011, from INA-DRG.RR: http://ina-drg-rr.net/ Pawestri, N. (2011). Risk Job Analysis for

Operational Personnel DKP Surabaya as an Input of Risk-Based Compensation.. Surabaya:Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Sidharta, H. (2011). Perancangan Sistem Kompensasi Berdasarkan Analisi Resiko Bagi Petugas Operasional Pengelolaan Sampah di TPS dan TPA sampah Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Timur, B. J. (2010, November 30). Inflasi bulan November. Retrieved Januari 2, 2011,

from BPS Jawa Timur:

http://jatim.bps.go.id/?p=812

www.safety4abipraya.wordpress.com. (2008, Maret 19). Retrieved Maret 9, 2011, from

safety4abipraya Web Site:

http://safety4abipraya.wordpress.com/2008/0 3/19/penyakit-akibat-kerja/

Kurnia, Adil. 2010. 13 Maret. Allowance

Dalam Analisis Beban

Kerja,https://adilkurnia.wordpress.com/tag/a

llowance/, diakses pada 17 Maret 2011 pukul

21.00 WIB

Hati, Kata. 2010. 18 September. Tips Dampak

Psikologi Resiko,

http://19bee.blogspot.com/2010/09/tips-dampak-psikologi-resiko.html, diakses pada

18 Maret 2011 pukul 23.00 WIB

Putri, Prasti Hapsari Suprapto. 2008. Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Resiko Kecelakaan Kerja Pada Karyawan.

Jogjakarta : Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Singgih, Moses Laksono. Ellyn Dewita.

Analisis Beban Kerja Karyawan pada Departemen Umum dan Logistik dengan Metode Work Load Analysis di Perusahaan Percetakan. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember Wignjosoebroto, Sritomo, (1995), Ergonomi,

Studi Gerak Dan Waktu, PT. Guna Widya, Jakarta

Encinosa, William E., Martin Gaynor, James B. Rebitzer. 2006. 28 February, The sociology of groups and the economics of incentives: Theory and evidence on compensation systems. Elsevier : Journal of Economic Behavior & Organization Vol. 62 (2007) 187–214

Fehr, Ernst. Armin Falk. 2002, Psychological foundations of incentives. Joseph Schumpeter Lecture : European Economic Review 46 (2002) 687 – 724

Tyson, Shaun. 2006, Essentials of Human Resources Management, Elsevier Ltd Angka, Surabaya Dalam. 2010, Badan Pusat

Statistik : Jawa Timur

Fungsi, Tugas Poko. 2010. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka sebagai Pengganti “Bleng” (Boraks) dalam Pembuatan Kerupuk terhadap Tingkat Pengembangan dan Daya Terima Kerupuk Karak.. Surakarta:

Dari segi teknis, salah satu kelemahan yang menonjol pada saluran transmisi bawah tanah adalah kemampuan membawa arus akan lebih rendah bila dibandingkan dengan saluran

Dapat diketahui dari hasil penelitian bahwa ada pengaruh membaca cerita rakyat Asal Mula Kota Cianjur terhadap kepedulian sosial siswa setelah melakukan tes

Dengan sistem Microbial Fuels Cells (MFCs), sampah sayur pasar yang berbentuk slurry dengan dilakukan penambahan EM4 dapat menhasilkan energy listrik pada 2 reaktor utama

Untuk menggambarkan strategi WALHI-Yogyakarta dalam rangka mewujudkan gerakan walkability city sebagai gerakan sosial baru di Kecamatan Umbulharjo, Kota

Rantau perbandingan dalam Rajah 4 yang merangkumi data keseluruhan peribahasa Melayu dan Tamil menunjukkan perbezaan ketara bagi nilai kerajinan dari aspek domain, konsep ad

Luas daun pada perlakuan pupuk organik dan anorganik tidak berbeda nyata, yang artinya bahwa pupuk organik campuran daun lamtoro, cangkang telur dan kulit pisang

Survey kepuasan mahasiswa dilakukan dengan menyebar kuesioner menggunakan google form untuk mengevaluasi kepuasan mahasiswa terhadap layanan dosen, tenaga