Komputasi untuk Sains dan Teknik
-Menggunakan
Matlab-Supriyanto Suparno
( Website: http://supriyanto.fisika.ui.ac.id )
( Email: supriyanto@sci.ui.ac.id atau supri92@gmail.com )
Edisi Pertama
Revisi terakhir tgl: 24 Oktober 2014
Departemen Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univeristas Indonesia
Muflih Syamil Hasan Azmi Farah Raihana Nina Marliyani
Kata Pengantar
Segala puji saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang telah Dia dibe-rikan untuk menulis Buku Komputasi untuk Sains dan Teknik. Buku ini disusun dengan tujuan yaitu, pertama, untuk memperkenalkan sejumlah metode komputasi numerik kepada maha-siswa sarjana ilmu fisika; kedua, memperkenalkan tahap-tahap pembuatan program komputer (script) dan logika pemrograman dalam bahasa Matlab untuk memecahkan problem fisika seca-ra numerik. Rujukan utama buku adalah pada buku teks standar yang sangat populer di dunia komputasi, yaitu buku yang ditulis oleh Richard L. Burden dan J. Douglas Faires dengan judul
Numerical Analysis edisi ke-7, diterbitkan oleh Penerbit Brooks/Cole, Thomson Learning Aca-demic Resource Center. Namun demikian, buku ini telah dilengkapi dengan sejumlah contoh script yang mudah dipahami oleh programmer pemula.
Walaupun buku ini masih jauh dari sempurna, semoga ia dapat memberikan sumbangan yang berarti untuk peningkatan kapasitas dan kompetensi anak bangsa generasi penerus. Bagi yang ingin berdiskusi, memberikan masukan, kritikan dan saran, silakan dikirimkan ke email:
supriyanto@sci.ui.ac.id
Akhirnya saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Dede Dju-hana yang telah berkenan memberikan format LATEX-nya sehingga tampilan tulisan pada buku ini benar-benar layaknya sebuah buku yang siap dicetak. Tak lupa, saya pun berterima kasih kepada seluruh mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah Komputasi Fisika dan Anaisis Nu-merik di Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia atas diskusi yang berlangsung selama kuliah. Kepada seluruh mahasiswa dari berbagai universitas di Timur dan di Barat Indonesia juga saya ungkapkan terima kasih atas pertanyaan-pertanyaan yang turut memperkaya isi buku ini. Tak lupa saya ingin sampaikan rasa terima kasih kepada Dikti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, RI atas segala dukungan dan apresiasi terhadap penerbitan buku ini.
Depok, 24 Oktober 2014 Supriyanto Suparno
Daftar Isi
Lembar Persembahan i
Kata Pengantar iii
Daftar Isi iii
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel xiii
1 Pendahuluan 1
1.1 Inisialisasi variabel . . . 1
1.2 Perhitungan yang berulang . . . 2
1.3 Mengenal cara membuat grafik . . . 3
1.3.1 Gerak mobil . . . 3
1.3.2 Osilasi teredam . . . 5
1.4 Baris-baris pembuka . . . 6
1.5 Membuat 2 grafik dalam satu gambar . . . 6
1.6 Latihan . . . 11
2 Matriks dan Komputasi 15 2.1 Mengenal matriks . . . 15
2.2 Vektor-baris dan vektor-kolom . . . 16
2.3 Inisialisasi matriks dalam memori komputer . . . 16
2.4 Macam-macam matriks . . . 17 2.4.1 matriks transpose . . . 17 2.4.2 matriks bujursangkar . . . 18 2.4.3 Matrik simetrik . . . 18 2.4.4 matriks diagonal . . . 18 2.4.5 matriks identitas . . . 18 2.4.6 matriks upper-triangular . . . 19 2.4.7 matriks lower-triangular . . . 19 2.4.8 matriks tridiagonal . . . 19
2.4.9 matriks diagonal dominan . . . 19
2.4.10 matriks positive-definite . . . . 20
2.5 Operasi matematika . . . 20
2.5.1 Penjumlahan matriks . . . 20
2.5.2 Komputasi penjumlahan matriks . . . 21 v
2.5.3 Perkalian matriks . . . 24
2.5.4 Komputasi perkalian matriks . . . 27
2.5.5 Perkalian matriks dan vektor-kolom . . . 35
2.5.6 Komputasi perkalian matriks dan vektor-kolom . . . 36
2.6 Penutup . . . 39
2.7 Latihan . . . 40
3 Fungsi 41 3.1 Fungsi internal . . . 41
3.2 Fungsi eksternal . . . 42
3.3 Fungsi eksternal pada operasi matrik . . . 44
3.4 Fungsi eksternal penjumlahan matrik . . . 46
3.5 Fungsi eksternal perkalian matrik . . . 47
3.6 Fungsi eksternal perkalian matrik dan vektor-kolom . . . 49
3.7 Penutup . . . 51
3.8 Latihan . . . 52
4 Aplikasi dalam Sains 55 4.1 Metode gravitasi . . . 55
5 Mencari Solusi Satu Variabel 65 5.1 Definisi akar . . . 65
5.2 Metode bisection . . . . 65
5.2.1 Script Matlab metode bisection . . . . 69
5.3 Metode Newton . . . 72
5.3.1 Contoh 1: penerapan metode Newton . . . 72
5.3.2 Script metode Newton untuk contoh 1 . . . 75
5.3.3 Contoh 2: penerapan metode Newton . . . 76
5.4 Soal-soal Latihan . . . 78
6 Integral Numerik 79 6.1 Metode Trapezoida . . . 79
6.2 Metode Simpson . . . 80
6.3 Peran faktor pembagi, n . . . 82
6.3.1 Source code metode integrasi . . . 82
6.4 Metode Composite-Simpson . . . 83
6.5 Adaptive Quardrature . . . 85
6.6 Gaussian Quadrature . . . 85
6.6.1 Contoh . . . 86
7 Diferensial Numerik 89
7.1 Metode Euler . . . 89
7.2 Metode Runge Kutta . . . 95
7.2.1 Aplikasi: Pengisian muatan pada kapasitor . . . 98
7.3 Latihan I . . . 103
7.4 Metode Finite Difference . . . 106
7.4.1 Aplikasi . . . 112
7.5 Latihan II . . . 113
7.6 Persamaan Diferensial Parsial . . . 114
7.7 PDP eliptik . . . 114
7.7.1 Contoh pertama . . . 116
7.7.2 Script Matlab untuk PDP Elliptik . . . 119
7.7.3 Contoh kedua . . . 122
7.8 PDP parabolik . . . 122
7.8.1 Metode Forward-difference . . . 123
7.8.2 Contoh ketiga: One dimensional heat equation . . . 124
7.8.3 Metode Backward-difference . . . 129 7.8.4 Metode Crank-Nicolson . . . 132 7.9 PDP Hiperbolik . . . 135 7.9.1 Contoh . . . 138 7.10 Latihan . . . 138 8 Metode Iterasi 141 8.1 Kelebihan Vektor-kolom . . . 141 8.2 Pengertian Norm . . . 142
8.2.1 Script perhitungan norm dua . . . 142
8.2.2 Script perhitungan norm tak hingga . . . 143
8.2.3 Perhitungan norm-selisih . . . 143
8.3 Iterasi Jacobi . . . 144
8.3.1 Script metode iterasi Jacobi . . . 146
8.3.2 Stopping criteria . . . 155
8.3.3 Fungsi eksternal iterasi Jacobi . . . 157
8.4 Iterasi Gauss-Seidel . . . 158
8.4.1 Script iterasi Gauss-Seidel . . . 159
8.4.2 Algoritma . . . 166
8.4.3 Script iterasi Gauss-Seidel dalam Fortran . . . 166
8.5 Iterasi dengan Relaksasi . . . 168
8.5.1 Algoritma Iterasi Relaksasi . . . 169
9 Metode Eliminasi Gauss 171 9.1 Sistem persamaan linear . . . 171
9.2.1 Cara menghilangkan sebuah variabel . . . 173
9.2.2 Permainan indeks . . . 173
9.3 Triangularisasi dan Substitusi Mundur . . . 174
9.3.1 Contoh pertama . . . 174
9.3.2 Contoh kedua . . . 176
9.4 Matrik dan Eliminasi Gauss . . . 177
9.4.1 Matrik Augmentasi . . . 177
9.4.2 Penerapan pada contoh pertama . . . 178
9.4.3 Source-code dasar . . . 181
9.4.4 Optimasi source code . . . 183
9.4.5 Pentingnya nilai n . . . 190
9.4.6 Jangan puas dulu.. . . 191
9.4.7 Pivoting . . . 191
9.5 Function Eliminasi Gauss . . . 192
9.6 Contoh aplikasi . . . 194
9.6.1 Menghitung arus listrik . . . 194
9.6.2 Mencari invers matrik . . . 196
9.7 Penutup . . . 203
10 Aplikasi Eliminasi Gauss pada Masalah Inversi 205 10.1 Inversi Model Garis . . . 205
10.1.1 Script matlab inversi model garis . . . 208
10.2 Inversi Model Parabola . . . 209
10.2.1 Script matlab inversi model parabola . . . 213
10.3 Inversi Model Bidang . . . 214
10.4 Contoh aplikasi . . . 216
10.4.1 Menghitung gravitasi di planet X . . . 216
11 MetodeLU Decomposition 223 11.1 Faktorisasi matrik . . . 223
11.2 Algoritma . . . 227
12 Interpolasi 233 12.1 Interpolasi Lagrange . . . 233
12.2 Interpolasi Cubic Spline . . . 237
13 Solusi Sistem Persamaan Non Linear 247 13.1 Fungsi ber-input vektor . . . 247
13.2 Fungsi ber-output vektor . . . 248
13.3 Fungsi ber-output matrik . . . 249
13.4 Metode Newton untuk sistem persamaan . . . 249
13.5 Aplikasi: Mencari sumber sinyal . . . 251
14 Metode Monte Carlo 257 14.1 Penyederhanaan . . . 257 15 Inversi 261 15.1 Inversi Linear . . . 261 15.2 Inversi Non-Linear . . . 264 16 Lampiran 267
16.1 Script Iterasi Jacobi, jcb.m . . . 267 16.2 Script Iterasi Gauss-Seidel, itgs.m . . . 268
Daftar Gambar
1.1 Data perubahan kecepatan terhadap waktu . . . 4
1.2 Data perubahan kecepatan terhadap waktu dengan keterangan gambar . . . 4
1.3 Kurva simpangan benda yang mengalami gerak osilasi teredam . . . 5
1.4 Grafik gelombang berfrekuensi 5 Hz dalam rentang waktu dari 0 hingga 1 detik . 7 1.5 Grafik yang dilengkapi dengan keterangan sumbu-x dan sumbu-y serta judul . . . 8
1.6 Grafik yang dilengkapi dengan font judul 14pt . . . 8
1.7 Dua buah grafik dalam sebuah gambar . . . 9
1.8 Tiga buah grafik dalam sebuah gambar . . . 10
1.9 Lintasan elektron ketika memasuki medan magnet . . . 11
1.10 Kapasitor dan induktor masing-masing terhubung seri dengan sumber tegangan bolak-balik . . . 12
3.1 Kurva lintasan gerak parabola yang dihasilkan oleh fungsi eksternal parabol() . . 43
4.1 Vektor percepatan gravitasi dalam arah vertikal akibat benda anomali dan akibat bumi . . . 56
4.2 Benda anomali berupa bola berada dibawah permukaan bumi . . . 57
4.3 Variasi nilai percepatan gravitasi terhadap perubahan jarak horizontal . . . 63
5.1 Fungsi dengan dua akar yang ditandai oleh lingkaran kecil berwarna merah, yaitu padax = −2 dan x = 2 . . . 66
5.2 Fungsi dengan satu akar yang ditandai oleh lingkaran kecil berwarna merah, ya-itu padax = −1, 2599 . . . 67
5.3 Fungsi kuadrat yang memiliki 2 akar . . . 68
5.4 Awal perhitungan: batas kiri adalaha = 0, batas kanan adalah b = 1; sementara p adalah posisi tengah antara a dan b . . . 68
5.5 Iterasi kedua: batas kiri adalah a = 0,5, batas kanan adalah b = 1; sementara p adalah posisi tengah antaraa dan b . . . 69
5.6 Iterasi ketiga: batas kiri adalaha = 0,5, batas kanan adalah b = 0,75; sementara p adalah posisi tengah antara a dan b . . . 70
5.7 Perubahanf (p) dan p terhadap bertambahnya iterasi . . . 71
5.8 Nilai akar ditandai oleh lingkaran kecil pada kurva yang memotong sumbu-x . . . 72 xi
6.1 Metode Trapezoida. Gambar sebelah kiri menunjukkan kurva fungsif (x) dengan batas bawah integral adalaha dan batas atas b. Gambar sebelah kanan menunjukan cara meto-de Trapesoida menghitung integral meto-dengan cara menghitung luas area integrasi, dimana luas area integrasi sama dengan luas trapesium di bawah kurvaf (x) dalam batas-batas a danb. Jika anda perhatikan dengan teliti, ada area kecil dibawah garis kurva dan diatas garis miring yang berada diluar bidang trapesium. Metode Trapesoida tidak menghitung luas area kecil tersebut. Disinilah letak kelemahan metode trapezoida.. . . 80 6.2 Metode Simpson. Gambar sebelah kiri menunjukkan kurva fungsi f (x) dengan batas
bawah integral adalaha dan batas atas b. Gambar sebelah kanan menunjukan cara me-tode Simpson menghitung luas area integrasi, dimana area integrasi di bawah kurvaf (x) dibagi 2 dalam batas intervala − x1danx1− b dengan lebar masing-masing adalah h. . 81 6.3 Metode Composite Simpson. Kurva fungsi f (x) dengan batas bawah integral adalah a
dan batas atasb. Luas area integrasi dipecah menjadi 8 area kecil dengan lebar masing-masing adalahh. . . 84 7.1 Kiri: Kurvay(t) dengan pasangan titik absis dan ordinat dimana jarak titik absis sebesar
h. Pasangan t1adalahy(t1), pasangan t2adalahy(t2), begitu seterusnya. Kanan: Garis
singgung yang menyinggung kurvay(t) pada t=a, kemudian berdasarkan garis singgung tersebut, ditentukan pasangant1 sebagaiw1. Perhatikan gambar itu sekali lagi! w1dan y(t1) beda tipis alias tidak sama persis. . . 90 7.2 Kurva biru adalah solusi exact, dimana lingkaran-lingkaran kecil warna biru pada kurva
menunjukkan posisi pasangan absis t dan ordinat y(t) yang dihitung oleh Persamaan (7.9). Sedangkan titik-titik merah mengacu pada hasil perhitungan metode euler, yaitu nilaiwi. . . 94 7.3 Kurva biru adalah solusi exact, dimana lingkaran-lingkaran kecil warna biru pada kurva
menunjukkan posisi pasangan absis t dan ordinat y(t) yang dihitung oleh Persamaan (7.9). Sedangkan titik-titik merah mengacu pada hasil perhitungan metode Runge Kutta orde 4, yaitu nilaiwi. . . 98 7.4 Rangkaian RC . . . 99 7.5 Kurva pengisian muatanq (charging) terhadap waktu t . . . 104 7.6 Kurva suatu fungsif (x) yang dibagi sama besar berjarak h. Evaluasi kurva yang
dilakukan Finite-Difference dimulai dari batas bawah x0 = a hingga batas atas x6 = b . . . 106 7.7 . . . 111 7.8 Skema grid lines dan mesh points pada aplikasi metode Finite-Difference . . . 115 7.9 Susunan grid lines dan mesh points untuk mensimulasikan distribusi temperatur
pada lempeng logam sesuai contoh satu . . . 117 7.10 Sebatang logam dengan posisi titik-titik simulasi (mesh-points) distribusi temperatur.
Ja-rak antar titik ditentukan sebesarh = 0, 1. . . 124 7.11 Interval mesh-points dengan jarakh = 0, 1 dalam interval waktu k = 0, 0005 . . . 124 7.12 Posisi mesh-points. Arahx menunjukkan posisi titik-titik yang dihitung dengan
10.1 Sebaran data observasi antara suhu dan kedalaman . . . 206
10.2 Kurva hasil inversi data observasi antara suhu dan kedalaman . . . 209
10.3 Kurva hasil inversi data observasi antara suhu dan kedalaman . . . 214
10.4 Grafik data pengukuran gerak batu . . . 218
10.5 Grafik hasil inversi parabola . . . 220
12.1 Kurva hasil interpolasi Lagrange . . . 236
12.2 Sejumlah titik terdistribusi pada koordinat kartesian. Masing-masing titik memi-liki pasangan koordinat(x, y) . . . 237
12.3 Kurva interpolasi cubic spline yang menghubungkan semua titik . . . 238
12.4 Sejumlah polinomial cubic yaituS0, S1, S2... dan seterusnya yang saling sambung-menyambung sehingga mampu menghubungkan seluruh titik . . . 238
12.5 Profil suatu object . . . 244
12.6 Sampling titik data . . . 244
12.7 Hasil interpolasi cubic spline . . . 245
12.8 Hasil interpolasi lagrange . . . 245
13.1 Koordinat sumber sinyal berada padax = −4 dan y = −8 . . . 251
14.1 Lingkaran dan bujursangkar . . . 257
14.2 Dart yang menancap pada bidang lingkaran dan bujursangkar . . . 258
Daftar Tabel
5.1 Perubahan nilaif (p) dan p hingga iterasi ke-20 . . . 67
6.1 Polinomial Legendre untukn=2,3,4 dan 5 . . . 86
7.1 Solusi yang ditawarkan oleh metode eulerwi dan solusi exacty(ti) serta selisih antara keduanya . . . 93
7.2 Solusi yang ditawarkan oleh metode Runge Kutta orde 4 (wi) dan solusi exact y(ti) serta selisih antara keduanya . . . 98
7.3 Perbandingan antara hasil perhitungan numerik lewat metode Runge Kutta dan hasil perhitungan dari solusi exact, yaitu persamaan (7.16) . . . 103
7.4 Hasil simulasi distribusi panas bergantung waktu dalam 1-dimensi. Kolom ke-2 adalah solusi analitik/exact, kolom ke-3 dan ke-5 adalah solusi numerik forward-difference. Ko-lom ke-4 dan ke-6 adalah selisih antara solusi analitik dan numerik . . . 128
7.5 Hasil simulasi distribusi panas bergantung waktu dalam 1-dimensi dengan metode backward-differencedimanak = 0, 01 . . . 132
7.6 Hasil simulasi distribusi panas bergantung waktu (t) dalam 1-dimensi dengan metode backward-difference dan Crank-Nicolson . . . 136
8.1 Hasil akhir elemen-elemen vektor x hingga iterasi ke-10 . . . 154
8.2 Hasil perhitungan norm2-selisih hingga iterasi ke-10 . . . 155
8.3 Hasil Iterasi Gauss-Seidel . . . 159
8.4 Hasil perhitungan iterasi Gauss-Seidel . . . 169
8.5 Hasil perhitungan iterasi Relaksasi denganω = 1, 25 . . . 169
10.1 Data suhu bawah permukaan tanah terhadap kedalaman . . . 205
10.2 Data suhu bawah permukaan tanah terhadap kedalaman . . . 210
10.3 Data ketinggian terhadap waktu dari planet X . . . 217
13.1 Koordinat Sumber Sinyal dan Waktu Tempuh Sinyal . . . 251
13.2 Data Gempa . . . 256
Pendahuluan
✍ Objektif :
⊲ Mengenal cara inisialisasi variabel. ⊲ Mengenal operasi matematika. ⊲ Mengenal fungsi-fungsi dasar. ⊲ Mengenal cara membuat grafik.
1.1 Inisialisasi variabel
Salah satu perbedaan utama antara komputer dan kalkulator adalah pemanfaatan variabel da-lam proses perhitungan. Kebanyakan kalkulator tidak menggunakan variabel dada-lam proses per-hitungan; sebaliknya, komputer sangat memanfaatkan variabel dalam proses perhitungan.
Misalnya kita ingin mengalikan 2 dengan 3. Dengan kalkulator, langkah pertama yang akan kita lakukan adalah menekan tombol angka 2, kemudian diikuti menekan tombol ×, lalu me-nekan tombol angka 3, dan diakhiri dengan meme-nekan tombol=; maka keluarlah hasilnya yaitu angka 6. Kalau di komputer, proses perhitungan seperti ini dapat dilakukan dengan memanfa-atkan variabel. Pertama-tama kita munculkan sebuah variabel yang diinisialisasi1dengan angka 2, misalnyaA = 2. Kemudian kita munculkan variabel lain yang diinisialisasi dengan angka 3, misalnyaB = 3. Setelah itu kita ketikkan A ∗ B; maka pada layar monitor akan tampil angka 6. Bahkan kalau mau, hasil perhitungannya dapat disimpan dalam variabel yang lain lagi, misalnya kita ketikkanC = A ∗ B; maka hasil perhitungan, yaitu angka 6 akan disimpan dalam variabel C. Skrip2Matlab untuk melakukan proses perhitungan seperti itu adalah sebagai berikut A = 2;
B = 3; C = A * B
1inisialisasi adalah proses memberi nilai awal pada suatu variabel
2Skrip atau dalam bahasa Inggris ditulis Script adalah daftar baris-baris perintah yang akan dikerjakan
(di-eksekusi) oleh komputer
Nama suatu variabel tidak harus hanya satu huruf, melainkan dapat berupa sebuah kata. Misalnya kita ingin menyatakan hukum Newton kedua, yaituF = ma, dengan m adalah massa, a adalah percepatan dan F adalah gaya. Maka, script Matlab dapat ditulis seperti berikut ini massa = 2;
percepatan = 3;
gaya = massa * percepatan
Atau bisa jadi kita memerlukan variabel yang terdiri atas dua patah kata. Dalam hal ini, kedua kata tadi mesti dihubungkan dengan tanda underscore. Perhatikan contoh berikut
besar_arus = 2; beda_potensial = 3;
nilai_hambatan = beda_potensial / besar_arus
Semua contoh di atas memperlihatkan perbedaan yang begitu jelas antara penggunaan kom-puter dan kalkulator dalam menyelesaikan suatu perhitungan.
1.2 Perhitungan yang berulang
Di dalam Matlab, suatu variabel dapat diinisialisasi dengan urutan angka. Misalnya jika variabel t hendak diinisialisasi dengan sejumlah angka yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10, caranya sangat mudah, cukup dengan mengetikkan
t = 0:10;
Angka 0 pada script di atas merupakan nilai awal; sedangkan angka 10 adalah nilai akhir. Contoh lainnya, jika Anda hanya menginginkan bilangan genap, cukup ketikkan
t = 0:2:10;
angka 2 bertindak sebagai nilai interval dari 0 sampai 10. Sehingga angka-angka yang muncul adalah 0, 2, 4, 6, 8 dan 10. Urutan angka dapat dibalik dengan mengetikkan
t = 10:-2:0;
sehingga angka yang muncul adalah 10, 8, 6, 4, 2 dan 0. Adakalanya proses perhitungan meminta kita untuk memulainya dari angka kurang dari nol, misalnya
t = -10:3:4;
maka angka-angka yang tersimpan pada variabel t adalah -10, -7, -4, -1 dan 2.
Dengan adanya kemampuan dan sekaligus kemudahan inisialisasi urutan angka seperti ini, maka kita dimudahkan dalam melakukan perhitungan yang berulang. Sebagai contoh, kita ingin mensimulasikan perubahan kecepatan mobil balap yang punya kemampuan akselerasi 2 m/s2. Rumus gerak lurus berubah beraturan sangat memadai untuk maksud tersebut
Jika kita hendak mengamati perubahan kecepatan mobil balap dari detik pertama di saat se-dang diam hingga detik ke-5, kita dapat menghitung perubahan tersebut setiap satu detik, yaitu
pada t = 1 ⇒ v1 = (0) + (2)(1) ⇒ 2m/s pada t = 2 ⇒ v2 = (0) + (2)(2) ⇒ 4m/s pada t = 3 ⇒ v3 = (0) + (2)(3) ⇒ 6m/s pada t = 4 ⇒ v4 = (0) + (2)(4) ⇒ 8m/s pada t = 5 ⇒ v5 = (0) + (2)(5) ⇒ 10m/s skrip Matlab untuk tujuan di atas adalah
a = 2; t = 1:5; vo = 0; v = vo + a * t
Jarak tempuh mobil juga dapat ditentukan oleh persamaan berikut s = vot +
1 2at
2 (1.2)
Untuk menentukan perubahan jarak tempuh tersebut, skrip sebelumnya mesti ditambah satu baris lagi
1 a = 2; 2 t = 1:5; 3 vo = 0;
4 s = vo * t + 1/2 * a * t.^2
Ada hal penting yang perlu diperhatikan pada baris ke-4 di atas, yaitu penempatan tanda titik pada t.∧2. Maksud dari tanda titik adalah setiap angka yang tersimpan pada variabelt harus di-kuadratkan. Jika Anda lupa menempatkan tanda titik, sehingga tertulis t∧2, maka skrip tersebut tidak akan bekerja.
1.3 Mengenal cara membuat grafik 1.3.1 Gerak mobil
Seringkali suatu informasi lebih mudah dianalisis setelah informasi tersebut ditampilkan dalam bentuk grafik. Pada contoh mobil balap di atas, kita bisa menggambar data perubahan kece-patan mobil terhadap waktu dengan menambahkan perintah plot seperti ditunjukkan oleh skrip dibawah ini 1 a = 2; 2 t = 1:5; 3 vo = 0; 4 v = vo + a * t 5 plot(t,v,’o’)
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 1.1: Data perubahan kecepatan terhadap waktu
Jika skrip tersebut di-run, akan muncul Gambar 1.1. Untuk melengkapi keterangan gambar, beberapa baris perlu ditambahkan
1 a = 2; 2 t = 1:5; 3 vo = 0; 4 v = vo + a * t; 5 plot(t,v,’o’); 6 xlabel(’Waktu (s)’); 7 ylabel(’Kecepatan (m/s)’)
8 title(’Data Kecepatan vs Waktu’)
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Waktu (s) Kecepatan (m/s)
Data Kecepatan vs Waktu
1.3.2 Osilasi teredam
Gerak dari suatu benda yang mengalami osilasi teredam (damped oscillations) memenuhi persa-maan berikut:
y = Ae−(b/2m)tcos(ωt + θ) (1.3)
dengan A = amplitudo, b = faktor redaman (damping factor), m = massa benda,ω = frekuensi angular dan t = waktu. Adapun frekuensi angular (ω) dirumuskan oleh
ω = s k m + b 2m 2 (1.4)
dengan k = kontanta pegas.
Diketahui suatu benda bermassa 10,6 kg, digantung pada ujung pegas yang memiliki kon-stanta pegas sebesar 2,05×104N/m serta faktor redaman sebesar 63,50 N.s/m. Jika efek gravi-tasi diabaikan dan benda diberi simpangan awal sebesar 0,1 m, maka gerak osilasi benda akan nampak seperti Gambar 1.3.
0 0.5 1 1.5 2 −0.1 −0.08 −0.06 −0.04 −0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 Waktu (detik) Simpangan (meter)
Gambar 1.3: Kurva simpangan benda yang mengalami gerak osilasi teredam Skrip Matlab untuk menghasilkan Gambar 1.3 adalah
1 m = 10.6; 2 k = 2.05e4; 3 b = 63.50; 4 A = 0.1; 5 theta = 0; 6 t = 0:0.001:2; 7 8 w = sqrt((k/m)+(b/(2*m))^2); 9 y = A*exp((-b/(2*m))*t).*cos(w*t+theta); 10 11 plot(t,y)
12 xlabel(’Waktu (detik)’); 13 ylabel(’Simpangan (meter)’);
1.4 Baris-baris pembuka
Ketika Anda membuat skrip di komputer, Anda mesti menyadari bahwa skrip yang sedang Anda buat akan memodifikasi isi memory komputer. Oleh karena itu disarankan agar sebelum kom-puter menjalankan skrip, maka pastikan bahwa memory komkom-puter dalam keadaan bersih. Cara membersihkan memory komputer, di dalam Matlab, adalah dengan menuliskan perintah clear. Alasan yang sama diperlukan untuk membersihkan gambar dari layar monitor. Untuk maksud ini, cukup dengan menuliskan perintah close. Sedangkan untuk membersihkan teks atau tulis-an di layar monitor, tambahktulis-an perintah clc. Ketiga perintah tersebut disartulis-anktulis-an ditulis pada baris-baris pembuka suatu skrip Matlab, seperti contoh berikut
1 clear 2 close 3 clc 4 5 a = 2; 6 t = 1:5; 7 vo = 0; 8 v = vo + a * t; 9 plot(t,v,’o’); 10 xlabel(’Waktu (dt)’); 11 ylabel(’Kecepatan (m/dt)’) 12 title(’Data Kecepatan vs Waktu’)
1.5 Membuat 2 grafik dalam satu gambar
Misalnya, sebuah gelombang dinyatakan oleh persamaan
y = A sin(2πf t + θ) (1.5)
dengan A = amplitudo; f = frekuensi; t = waktu; θ = sudut fase gelombang. Jika suatu gelombang beramplitudo 1 memiliki frekuensi tunggal 5 Hz dan sudut fase-nya nol, maka skrip untuk membuat grafik gelombang tersebut adalah
1 clc 2 clear 3 close 4 5 A = 1; % amplitudo 6 f = 5; % frekuensi
7 theta = 0; % sudut fase gelombang
8 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 9 y = A * sin(2*pi*f*t + theta); % persamaan gelombang 10
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 −1 −0.8 −0.6 −0.4 −0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Gambar 1.4: Grafik gelombang berfrekuensi 5 Hz dalam rentang waktu dari 0 hingga 1 detik
Grafik di atas muncul karena ada perintah plot(t,y) yang diletakkan di baris paling akhir pada skrip. Kata atau kalimat yang ditulis setelah tanda % tidak akan dikerjakan oleh komputer. Modifikasi skrip perlu dilakukan untuk memberi keterangan pada sumbu-x dan sumbu-y serta menambahkan judul grafik
1 clc 2 clear 3 close 4 5 A = 1; % amplitudo 6 f = 5; % frekuensi
7 theta = 0; % sudut fase gelombang
8 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 9 y = A * sin(2*pi*f*t + theta); % persamaan gelombang 10
11 plot(t,y) % menggambar grafik persamaan gelombang 12 xlabel(’Waktu, t (detik)’); % melabel sumbu-x 13 ylabel(’Amplitudo’); % melabel sumbu-y 14 title(’Gelombang berfrekuensi 5 Hz’); % judul grafik
Untuk memperbesar font judul grafik, tambahkan kata fontsize{14} pada title(), contohnya title(’\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 5 Hz’); % judul grafik
Untuk menggambar dua buah grafik, contoh skrip berikut ini bisa digunakan
1 clc 2 clear 3 close 4
5 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 6
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 −1 −0.8 −0.6 −0.4 −0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Waktu, t (detik) Amplitudo Gelombang berfrekuensi 5 Hz
Gambar 1.5: Grafik yang dilengkapi dengan keterangan sumbu-x dan sumbu-y serta judul
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 −1 −0.8 −0.6 −0.4 −0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Waktu, t (detik) Amplitudo Gelombang berfrekuensi 5 Hz
8 f1 = 5; % frekuensi gelombang 1 9 theta1 = 0; % sudut fase gelombang 1
10 y1 = A1 * sin(2*pi*f1*t + theta1); % persamaan gelombang 1 11
12 A2 = 1; % amplitudo gelombang 2 13 f2 = 3; % frekuensi gelombang 2 14 theta2 = pi/4; % sudut fase gelombang 2
15 y2 = A2 * sin(2*pi*f2*t + theta2); % persamaan gelombang 2 16
17 figure 18
19 subplot(2,1,1)
20 plot(t,y1) % menggambar grafik persamaan gelombang 1 21 xlabel(’Waktu, t (detik)’);
22 ylabel(’Amplitudo’);
23 title(’\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 5 Hz’); 24
25 subplot(2,1,2)
26 plot(t,y2) % menggambar grafik persamaan gelombang 2 27 xlabel(’Waktu, t (detik)’);
28 ylabel(’Amplitudo’);
29 title(’\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 3 Hz, fase pi/4’);
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 −1 −0.5 0 0.5 1 Waktu, t (detik) Amplitudo Gelombang berfrekuensi 5 Hz 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 −1 −0.5 0 0.5 1 Waktu, t (detik) Amplitudo
Gelombang berfrekuensi 3 Hz, fase pi/4
Gambar 1.7: Dua buah grafik dalam sebuah gambar
Sekarang, jika ingin melihat tampilan superposisi kedua gelombang di atas, maka skrip berikut ini bisa digunakan
1 clc 2 clear 3 close 4
5 t = 0:0.001:1; % t_awal = 0; t_akhir = 1; interval = 0.001 6
7 A1 = 1; % amplitudo gelombang 1 8 f1 = 5; % frekuensi gelombang 1 9 theta1 = 0; % sudut fase gelombang 1
10 y1 = A1 * sin(2*pi*f1*t + theta1); % persamaan gelombang 1 11
12 A2 = 1; % amplitudo gelombang 2 13 f2 = 3; % frekuensi gelombang 2 14 theta2 = pi/4; % sudut fase gelombang 2
15 y2 = A2 * sin(2*pi*f2*t + theta2); % persamaan gelombang 2 16
17 y3 = y1 + y2; % superposisi gelombang 18
19 figure 20
21 subplot(3,1,1)
22 plot(t,y1) % menggambar grafik persamaan gelombang 1 23 xlabel(’Waktu, t (detik)’);
24 ylabel(’Amplitudo’);
25 title(’\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 5 Hz’); 26
27 subplot(3,1,2)
28 plot(t,y2) % menggambar grafik persamaan gelombang 2 29 xlabel(’Waktu, t (detik)’);
30 ylabel(’Amplitudo’);
31 title(’\fontsize{14} Gelombang berfrekuensi 3 Hz, fase pi/4’); 32
33 subplot(3,1,3)
34 plot(t,y3) % menggambar grafik superposisi gelombang 35 xlabel(’Waktu, t (detik)’);
36 ylabel(’Amplitudo’);
37 title(’\fontsize{14} Superposisi gelombang 5 Hz dan 3 Hz’);
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 −1 0 1 Waktu, t (detik) Amplitudo
Gelombang berfrekuensi 5 Hz
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 −1 0 1 Waktu, t (detik) AmplitudoGelombang berfrekuensi 3 Hz, fase pi/4
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 −2 0 2 Waktu, t (detik) Amplitudo
Superposisi gelombang 5 Hz dan 3 Hz
1.6 Latihan
1. Jarak tempuh mobil balap yang bergerak dengan percepatan 2 m/s2 dari posisi diam di-tentukan oleh rumus berikut
s = vot + 1 2at
2
Buatlah skrip untuk menggambarkan grafik jarak tempuh terhadap waktu dimulai dari t = 0 hingga t = 20 dt.
2. Sebuah elektron memasuki daerah yang dipengaruhi oleh medan listrik seperti Gambar 1.9
Gambar 1.9: Lintasan elektron ketika memasuki medan magnet
diketahui besar muatan elektron = 1,6×10−19C, massa elektron = 9,11×10−31kg, kece-patanv = 3×106m/s, kuat medan listrikE = 200 N/C , dan panjang plat ℓ = 0,1 meter. Posisi koordinat elektron memenuhi persamaan
x = vt y = −1 2 eE mt 2 dengan percepatan a = eE m
Buatlah skrip untuk menentukan variasi posisi elektron (x, y) terhadap waktu (t), mulai darit = 0 detik hingga t = 3,33×10−8detik dengan interval waktu 3,33×10−10detik. 3. Berkali-kali bola ditendang dari depan gawang ke tengah lapangan oleh penjaga gawang
yang sedang berlatih. Misalnya bola ditendang sedemikian rupa sehingga bola selalu ber-gerak dengan kecepatan awal 5 m/dt. Diketahui konstanta gravitasi adalah 9,8 m/s2.
(a) Plot variasi ketinggian maksimum bola bila sudut tendangan bervariasi dari 30◦ hing-ga 60◦dengan interval 5◦. Persamaan untuk menghitung ketinggian maksimum ada-lah
hmaks= v2
osin2α 2g
(b) Plot variasi jangkauan maksimum bola bila sudut tendangan bervariasi dari 30◦ hing-ga 60◦dengan interval 5◦. Persamaan untuk menghitung jangkauan maksimum
ada-lah
xmaks=
v2osin 2α g
4. Tuliskan sebuah skrip untuk menggambar superposisi gelombang yang terbentuk dari 9 gelombang berfrekuensi 9 Hz, 18 Hz, 27 Hz, 35 Hz, 47 Hz, 57 Hz, 65 Hz, 74 Hz dan 82 Hz.
5. Sebuah kapasitor 8µF dan sebuah induktor sebesar 25 mH, masing-masing dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik 150 Volt dengan frekuensi 60 Hz seperti terlihat pada Gambar 1.10
Gambar 1.10: Kapasitor dan induktor masing-masing terhubung seri dengan sumber tegangan bolak-balik
(a) Tentukan nilai reaktansi kapasitif pada rangkaian (a); dan reaktansi induktif pada rangkaian (b).
(b) Tuliskan skrip Matlab untuk menggambarkan kurva arus dan tegangan pada rangka-ian (a); kemudrangka-ian plot gambar kurva-nya.
(c) Tuliskan skrip Matlab untuk menggambarkan kurva arus dan tegangan pada rangka-ian (b); kemudrangka-ian plot gambar kurva-nya.
6. Muatan Q1 sebesar 4µC terletak pada x = -1; sementara Q2 = 20µC terletak pada x = 1. Buatlah skrip Matlab untuk tujuan:
(a) plot kurva medan listrik dari x = -10 hingga x = 10 dengan interval 0.1
(b) menghitung medan listrik pada x = 0 (cek: dititik ini, medannya TIDAK NOL; dima-nakah posisi yang medannya NOL ?)
(c) mencari titik x yang medan-nya nol pada -1< x < 1 (d) mencari titik-titik x yang medannya bernilai 20000
7. Muatan Q1 sebesar 4µC terletak pada x = -1; sementara Q2 = 4µC terletak pada x = 1. Buatlah skrip Matlab untuk tujuan:
(b) menghitung potensial listrik pada x = 0
(c) menghitung potensial listrik pada x = 2 (cek: besar potensial harus sama dengan point pertanyaan (a))
(d) menghitung medan listrik pada -1< x < 1 dengan interval 0.1
(e) plot kurva perhitungan di atas. (cek: nilai potensial listrik terkecil ada di x = 0; dan nilai potensial listrik meningkat ketika mendekati x = -1 atau x = 1)
(f) menghitung potensial listrik pada -10< x < -1 dengan interval 0.1
(g) plot kurva perhitungan di atas. (cek: nilai potensial listrik harus meningkat ketika mendekati x = -1)
(h) menghitung potensial listrik pada 1< x < 10 dengan interval 0.1
(i) plot kurva perhitungan di atas. (cek: nilai potensial harus meningkat ketika mende-kati x = 1)
(j) plot kurva potensial listrik dari x = -10 hingga x = 10 dengan interval 0.1
8. Muatan Q1 sebesar 4µC terletak pada x = -1; sementara Q2 = -20µC terletak pada x = 1. Buatlah skrip Matlab untuk tujuan:
(a) plot kurva potensial listrik dari x = -10 hingga x = 10 dengan interval 0.1 (b) menghitung potensial listrik pada x = 0
9. Sebuah bola pejal memiliki jari-jari sebesar 0,75 meter. Kuat medan listrik yang terukur pada permukaan bola diketahui sebesar 890 N/C dan mengarah keluar bola. Dengan memanfaatkan hukum Gauss, tentukan:
(a) Total muatan yang terdapat pada kulit bola (b) Apakah muatan-nya positif atau negatif ?
(c) Kuat medan listrik pada jarak 1 meter dari pusat bola (d) Kuat medan listrik pada jarak 0,5 meter dari pusat bola
(e) Buatlah skrip Matlab untuk menggambarkan kurva kuat medan listrik terhadap jarak mulai dari pusat bola sampai ke jarak 3 meter
Matriks dan Komputasi
✍ Objektif :
⊲ Mengenalkan matriks, vektor dan jenis-jenis matriks.
⊲ Mendeklarasikan elemen-elemen matriks ke dalam memori komputer. ⊲ Mengenalkan operasi penjumlahan dan perkalian matriks.
⊲ Membuat skrip operasi matriks.
2.1 Mengenal matriks
Notasi suatu matriks berukurann × m ditulis dengan huruf besar dan dicetak tebal, misalnya
An×m. Hurufn menyatakan jumlah baris, dan huruf m jumlah kolom. Suatu matriks tersusun atas elemen-elemen yang dinyatakan dengan huruf kecil lalu diikuti oleh angka-angka indeks, misalnya aij. Indeks i menunjukkan posisi baris ke-i dan indeks j menentukan posisi kolom ke-j. A= (aij) = a11 a12 . . . a1m a21 a22 . . . a2m .. . ... ... an1 an2 . . . anm (2.1)
Pada matriks ini, a11, a12, ..., a1m adalah elemen-elemen yang menempati baris pertama. Se-mentaraa12,a22, ...,an2adalah elemen-elemen yang menempati kolom kedua.
Contoh 1: Matriks A2×3 A= " 3 8 5 6 4 7 #
dengan masing-masing elemennya adalah a11 = 3, a12 = 8, a13 = 5, a21 = 6, a22 = 4, dan a23= 7.
Contoh 2: Matriks B3×2 B= 1 3 5 9 2 4
dengan masing-masing elemennya adalah b11 = 1, b12 = 3, b21 = 5, b22 = 9, b31 = 2, dan b32= 4.
2.2 Vektor-baris dan vektor-kolom
Notasi vektor biasanya dinyatakan dengan huruf kecil dan dicetak tebal. Suatu matriks dina-makan vektor-baris berukuranm, bila hanya memiliki satu baris dan m kolom, yang dinyatakan sebagai berikut a=ha11 a12 . . . a1m i =ha1 a2 . . . am i (2.2) Sedangkan suatu matriks dinamakan vektor-kolom berukurann, bila hanya memiliki satu kolom dann baris, yang dinyatakan sebagai berikut
a= a11 a21 .. . an1 = a1 a2 .. . an (2.3)
2.3 Inisialisasi matriks dalam memori komputer
Sebelum dilanjutkan, disarankan agar Anda mencari tahu sendiri bagaimana cara membuat
m-filedi Matlab dan bagaimana cara menjalankannya. Karena semua skrip yang terdapat dalam buku ini ditulis dalam m-file. Walaupun sangat mudah untuk melakukan copy-paste, namun dalam upaya membiasakan diri menulis skrip di m-file, sangat dianjurkan Anda menulis ulang semuanya.
Dalam Matlab terdapat 3 cara inisialisasi matriks. Cara pertama1, sesuai dengan Contoh 1, adalah 1 clear all 2 clc 3 4 A(1,1) = 3; 5 A(1,2) = 8; 6 A(1,3) = 5; 7 A(2,1) = 6; 8 A(2,2) = 4; 9 A(2,3) = 7; 10 A
Sedangkan untuk matriks B3×2, sesuai Contoh 2 adalah
1Cara ini bisa diterapkan pada bahasa C, Fortran, Pascal, Delphi, Java, Basic, dll. Sementara cara kedua dan cara
1 clear all 2 clc 3 4 B(1,1) = 1; 5 B(1,2) = 3; 6 B(2,1) = 5; 7 B(2,2) = 9; 8 B(3,1) = 2; 9 B(3,2) = 4; 10 B
Cara kedua relatif lebih mudah dan benar-benar merepresentasikan dimensi matriksnya, dengan jumlah baris dan jumlah kolom terlihat dengan jelas.
1 clear all 2 clc 3 4 A=[ 3 8 5 5 6 4 7 ]; 6 7 B=[ 1 3 8 5 9 9 2 4 ];
Cara ketiga jauh lebih singkat, namun tidak menunjukkan dimensi matriks lantaran ditulis ha-nya dalam satu baris.
1 clear all 2 clc 3 4 A=[ 3 8 5 ; 6 4 7 ]; 5 B=[ 1 3 ; 5 9 ; 2 4]; 2.4 Macam-macam matriks 2.4.1 matriks transpose
Operasi transpose terhadap suatu matriks akan menukar elemen kolom menjadi elemen-elemen baris. Notasi matriks tranpose adalah AT atau At.
Contoh 3: Operasi transpose terhadap matriks A
A= " 3 8 5 6 4 7 # AT = 3 6 8 4 5 7
Dengan Matlab, operasi transpose cukup dilakukan dengan menambahkan tanda petik tunggal di depan nama matriksnya
1 clear all 2 clc
3 4 A=[ 3 8 5 5 6 4 7 ]; 6 7 AT = A’; 2.4.2 matriks bujursangkar
matriks bujursangkar adalah matriks yang jumlah baris dan jumlah kolomnya sama.
Contoh 4: Matrik bujursangkar berukuran 3x3 atau sering juga disebut matriks bujursangkar orde 3 A= 1 3 8 5 9 7 2 4 6 2.4.3 Matrik simetrik
matriks simetrik adalah matriks bujursangkar yang elemen-elemen matriks transpose-nya ber-nilai sama dengan matriks asli-nya.
Contoh 5: matriks simetrik
A= 2 −3 7 1 −3 5 6 −2 7 6 9 8 1 −2 8 10 AT = 2 −3 7 1 −3 5 6 −2 7 6 9 8 1 −2 8 10 2.4.4 matriks diagonal
matriks diagonal adalah matriks bujursangkar yang seluruh elemen-nya bernilai 0 (nol), kecuali elemen-elemen diagonalnya.
Contoh 6: matriks diagonal orde 3
A= 11 0 0 0 29 0 0 0 61 2.4.5 matriks identitas
matriks identitas adalah matriks bujursangkar yang semua elemen-nya bernilai 0 (nol), kecuali elemen-elemen diagonal yang seluruhnya bernilai 1.
Contoh 7: matriks identitas orde 3
I= 1 0 0 0 1 0 0 0 1
2.4.6 matriks upper-triangular
matriks upper-tringular adalah matriks bujursangkar yang seluruh elemen dibawah elemen di-agonal bernilai 0 (nol).
Contoh 8: matriks upper-triangular
A= 3 6 2 1 0 4 1 5 0 0 8 7 0 0 0 9 2.4.7 matriks lower-triangular
matriks lower-tringular adalah matriks bujursangkar yang seluruh elemen diatas elemen diago-nal bernilai 0 (nol).
Contoh 9: matriks lower-triangular
A= 12 0 0 0 32 −2 0 0 8 7 11 0 −5 10 6 9 2.4.8 matriks tridiagonal
matriks tridiagonal adalah matriks bujursangkar yang seluruh elemen bukan 0 (nol) berada disekitar elemen diagonal, sementara elemen lainnya bernilai 0 (nol).
Contoh 10: matriks tridiagonal
A= 3 6 0 0 2 −4 1 0 0 5 8 −7 0 0 3 9
2.4.9 matriks diagonal dominan
matriks diagonal dominan adalah matriks bujursangkar yang memenuhi
|aii| > n X j=1,j6=i
|aij| (2.4)
dengani=1,2,3,..n. Coba perhatikan matriks-matriks berikut ini
A= 7 2 0 3 5 −1 0 5 −6 B= 6 4 −3 4 −2 0 −3 0 1
Pada elemen diagonalaiimatriks A,|7| > |2|+|0|, lalu |5| > |3|+|−1|, dan |−6| > |5|+|0|. Maka matriks A disebut matriks diagonal dominan. Sekarang perhatikan elemen diagonal matriks B, |6| < |4| + | − 3|, | − 2| < |4| + |0|, dan |1| < | − 3| + |0|. Dengan demikian, matriks B bukan matriks diagonal dominan.
2.4.10 matriks positive-definite
Suatu matriks dikatakan positive-definite bila matriks tersebut simetrik dan memenuhi
xTAx> 0 (2.5)
Contoh 11: Diketahui matriks simetrik berikut
A= 2 −1 0 −1 2 −1 0 −1 2 untuk menguji apakah matriks A bersifat positive-definite, maka
xTAx = hx1 x2 x3 i 2 −1 0 −1 2 −1 0 −1 2 x1 x2 x3 = hx1 x2 x3 i 2x1− x2 −x1+ 2x2− x3 −x2+ 2x3 = 2x21− 2x1x2+ 2x22− 2x2x3+ 2x23 = x21+ (x21− 2x1x2+ x22) + (x22− 2x2x3+ x23) + x23 = x21+ (x1− x2)2+ (x2− x3)2+ x23
Dari sini dapat disimpulkan bahwa matriks A bersifat positive-definite, karena memenuhi x21+ (x1− x2)2+ (x2− x3)2+ x23 > 0
kecuali jikax1=x2=x3=0.
2.5 Operasi matematika 2.5.1 Penjumlahan matriks
Operasi penjumlahan pada dua buah matriks hanya bisa dilakukan bila kedua matriks tersebut berukuran sama. Misalnya matriks C2×3
C= "
9 5 3 7 2 1 #
dijumlahkan dengan matriks A2×3, lalu hasilnya (misalnya) dinamakan matriks D2×3 D= A + C D = " 3 8 5 6 4 7 # + " 9 5 3 7 2 1 # = " 3 + 9 8 + 5 5 + 3 6 + 7 4 + 2 7 + 1 # = " 12 13 8 13 6 8 #
Tanpa mempedulikan nilai elemen-elemen masing-masing matriks, operasi penjumlahan antara matriks A2×3dan C2×3, bisa juga dinyatakan dalam indeks masing-masing dari kedua matriks tersebut, yaitu " d11 d12 d13 d21 d22 d23 # = " a11+ c11 a12+ c12 a13+ c13 a21+ c21 a22+ c22 a23+ c23 #
Dijabarkan satu persatu sebagai berikut
d11= a11+ c11 d12= a12+ c12 d13= a13+ c13 (2.6) d21= a21+ c21 d22= a22+ c22 d23= a23+ c23
Dari sini dapat diturunkan sebuah rumus umum penjumlahan dua buah matriks
dij = aij+ cij (2.7)
dengan i=1,2 dan j=1,2,3. Perhatikan baik-baik! Batas i hanya sampai angka 2
semen-tara batas j sampai angka 3. Kemampuan Anda dalam menentukan batas indeks sangat
penting dalam dunia programming.
2.5.2 Komputasi penjumlahan matriks
Berdasarkan contoh operasi penjumlahan di atas, indeks j pada persamaan (2.7) lebih cepat berubah dibanding indeksi sebagaimana ditulis pada 3 baris pertama dari Persamaan (2.6),
d11= a11+ c11 d12= a12+ c12 d13= a13+ c13
Jelas terlihat, ketika indeks i masih bernilai 1, indeks j sudah berubah dari nilai 1 sampai 3. Hal ini membawa konsekuensi pada skrip pemrograman, dengan looping untuk indeksj harus diletakkan di dalam looping indeksi. Aturan mainnya adalah yang looping-nya paling cepat
harus diletakkan paling dalam; sebaliknya, looping terluar adalah looping yang indeksnya paling jarang berubah.
Bila Anda masih belum paham terhadap kalimat yang dicetak tebal, saya akan berikan con-toh source code dasar yang nantinya akan kita optimasi selangkah demi selangkah. OK, kita mulai dari source code paling mentah berikut ini.
1 clear all 2 clc 3
4 A=[3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5
6 C=[9 5 3; 7 2 1]; % inisialisasi matriks B 7
8 % ---proses penjumlahan matriks----9 D(1,1)=A(1,1)+C(1,1); 10 D(1,2)=A(1,2)+C(1,2); 11 D(1,3)=A(1,3)+C(1,3); 12 D(2,1)=A(2,1)+C(2,1); 13 D(2,2)=A(2,2)+C(2,2); 14 D(2,3)=A(2,3)+C(2,3); 15
16 % ---menampilkan matriks A, C dan D----17 A
18 C 19 D
Tanda % berfungsi untuk memberikan komentar atau keterangan. Komentar atau keterangan tidak akan diproses oleh Matlab. Saya yakin Anda paham dengan logika yang ada pada bagian %
—proses penjumlahan matriks—- dalam source code di atas. Misalnya pada baris ke-9, elemen d11adalah hasil penjumlahan antara elemena11danc11, sesuai dengan baris pertama Persamaan 2.6.
Tahap pertama penyederhanaan source code dilakukan dengan menerapkan perintah for
-enduntuk proses looping. Source code tersebut berubah menjadi
1 clear all 2 clc 3
4 A=[3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5
6 C=[9 5 3; 7 2 1]; % inisialisasi matriks B 7
8 % ---proses penjumlahan matriks----9 for j=1:3 10 D(1,j)=A(1,j)+C(1,j); 11 end 12 13 for j=1:3 14 D(2,j)=A(2,j)+C(2,j); 15 end
16
17 % ---menampilkan matriks A, C dan D----18 A
19 C 20 D
Pada baris ke-9 dan ke-13, saya mengambil hurufj sebagai nama indeks dengan j bergerak dari 1 sampai 3. Coba Anda pikirkan, mengapaj hanya bergerak dari 1 sampai 3?
Modifikasi tahap kedua adalah sebagai berikut
1 clear all 2 clc 3
4 A=[3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5
6 C=[9 5 3; 7 2 1]; % inisialisasi matriks B 7
8 % ---proses penjumlahan matriks----9 i=1 10 for j=1:3 11 D(i,j)=A(i,j)+C(i,j); 12 end 13 14 i=2 15 for j=1:3 16 D(i,j)=A(i,j)+C(i,j); 17 end 18
19 % ---menampilkan matriks A, C dan D----20 A
21 C 22 D
Saya gunakan indeks i pada baris ke-9 dan ke-14 yang masing-masing berisi angka 1 dan 2. Dengan begitu indeks i bisa menggantikan angka 1 dan 2 yang semula ada di baris ke-11 dan ke-16. Nah sekarang coba Anda perhatikan, statemen pada baris ke-10, ke-11 dan ke-12 sama persis dengan statemen pada baris ke-15, ke-16 dan ke-17, sehingga mereka bisa disatukan kedalam sebuah looping yang baru dengani menjadi nama indeksnya.
1 clear all 2 clc 3
4 A=[3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5
6 C=[9 5 3; 7 2 1]; % inisialisasi matriks B 7
8 % ---proses penjumlahan matriks----9 for i=1:2 10 for j=1:3 11 D(i,j)=A(i,j)+C(i,j); 12 end 13 end 14
15 % ---menampilkan matriks A, C dan D----16 A
17 C 18 D
Coba Anda pahami dari baris ke-9, mengapa indeksi hanya bergerak dari 1 sampai 2?
Source code di atas memang sudah tidak perlu dimodifikasi lagi, namun ada sedikit saran untuk penulisan looping bertingkat dimana sebaiknya looping terdalam ditulis agak menjorok kedalam seperti berikut ini
1 clear all 2 clc 3
4 A=[3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5
6 C=[9 5 3; 7 2 1]; % inisialisasi matriks B 7
8 % ---proses penjumlahan matriks----9 for i=1:2 10 for j=1:3 11 D(i,j)=A(i,j)+C(i,j); 12 end 13 end 14
15 % ---menampilkan matriks A, C dan D----16 A
17 C 18 D
Sekarang Anda lihat bahwa looping indeksj ditulis lebih masuk kedalam dibandingkan looping indeksi. Semoga contoh ini bisa memperjelas aturan umum pemrograman dimana yang
lo-oping-nya paling cepat harus diletakkan paling dalam; sebaliknya, looping terluar adalah
loopingyang indeksnya paling jarang berubah. Dalam contoh ini looping indeks j bergerak
lebih cepat dibanding looping indeksi.
2.5.3 Perkalian matriks
Operasi perkalian dua buah matriks hanya bisa dilakukan bila jumlah kolom matriks pertama sama dengan jumlah baris matriks kedua. Jadi kedua matriks tersebut tidak harus berukuran sama seperti pada penjumlahan dua matriks. Misalnya matriks A2×3dikalikan dengan matriks
B3×2, lalu hasilnya (misalnya) dinamakan matriks E2×2
E = " 3 8 5 6 4 7 # 1 3 5 9 2 4 = " 3.1 + 8.5 + 5.2 3.3 + 8.9 + 5.4 6.1 + 4.5 + 7.2 6.3 + 4.9 + 7.4 # = " 53 101 40 82 #
Tanpa mempedulikan nilai elemen-elemen masing-masing matriks, operasi perkalian antara ma-triks A2×3dan B3×2, bisa juga dinyatakan dalam indeks masing-masing dari kedua matriks ter-sebut, yaitu " e11 e12 e21 e22 # = " a11.b11+ a12.b21+ a13.b31 a11.b12+ a12.b22+ a13.b32 a21.b11+ a22.b21+ a23.b31 a21.b12+ a22.b22+ a23.b32 #
Bila dijabarkan, maka elemen-elemen matriks E2×2adalah
e11= a11.b11+ a12.b21+ a13.b31 (2.8) e12= a11.b12+ a12.b22+ a13.b32 (2.9) e21= a21.b11+ a22.b21+ a23.b31 (2.10) e22= a21.b12+ a22.b22+ a23.b32 (2.11) Sejenak, mari kita amati perubahan pasangan angka-angka indeks yang mengiringi elemene, elemena dan elemen b mulai dari persamaan (2.8) sampai persamaan (2.11). Perhatikan peru-bahan angka-indeks-pertama pada elemene seperti berikut ini
e1.. = .. e1.. = .. e2.. = .. e2.. = ..
Pola perubahan yang sama akan kita dapati pada angka-indeks-pertama dari elemena e1.. = a1...b...+ a1...b...+ a1...b...
e1.. = a1...b...+ a1...b...+ a1...b... e2.. = a2...b...+ a2...b...+ a2...b... e2.. = a2...b...+ a2...b...+ a2...b...
polanya sama
ei.. = ai...b...+ ai...b...+ ai...b... ei.. = ai...b...+ ai...b...+ ai...b... ei.. = ai...b...+ ai...b...+ ai...b... ei.. = ai...b...+ ai...b...+ ai...b...
dengan i bergerak mulai dari angka 1 hingga angka 2, atau kita nyatakan i=1,2. Selanjut-nya, masih dari persamaan (2.8) sampai persamaan (2.11), marilah kita perhatikan perubahan angka-indeks-kedua pada elemene dan elemen b,
ei1= ai...b..1+ ai...b..1+ ai...b..1 ei2= ai...b..2+ ai...b..2+ ai...b..2 ei1= ai...b..1+ ai...b..1+ ai...b..1 ei2= ai...b..2+ ai...b..2+ ai...b..2
Dengan demikian kita bisa mencantumkan hurufj sebagai pengganti angka-angka indeks yang polanya sama
eij = ai...b..j+ ai...b..j+ ai...b..j eij = ai...b..j+ ai...b..j+ ai...b..j eij = ai...b..j+ ai...b..j+ ai...b..j eij = ai...b..j+ ai...b..j+ ai...b..j
dengan j bergerak mulai dari angka 1 hingga angka 2, atau kita nyatakan j=1,2. Selanjut-nya, masih dari persamaan (2.8) sampai persamaan (2.11), mari kita perhatikan perubahan angka-indeks-kedua elemen a dan angka-indeks-pertama elemen b, dimana kita akan dapati pola sebagai berikut
eij = ai1.b1j + ai2.b2j+ ai3.b3j eij = ai1.b1j + ai2.b2j+ ai3.b3j eij = ai1.b1j + ai2.b2j+ ai3.b3j eij = ai1.b1j + ai2.b2j+ ai3.b3j
dengank bergerak mulai dari angka 1 hingga angka 3, atau kita nyatakan k=1,2,3. eij = aik.bkj+ aik.bkj+ aik.bkj
eij = aik.bkj+ aik.bkj+ aik.bkj eij = aik.bkj+ aik.bkj+ aik.bkj eij = aik.bkj+ aik.bkj+ aik.bkj Kemudian secara sederhana dapat ditulis sebagai berikut
eij = aik.bkj+ aik.bkj+ aik.bkj (2.12) Selanjutnya dapat ditulis pula formula berikut
eij = 3 X k=1
aikbkj (2.13)
dengani=1,2; j=1,2; dan k=1,2,3.
Berdasarkan contoh ini, maka secara umum bila ada matriks An×myang dikalikan dengan ma-triks Bm×p, akan didapatkan matriks En×pdengan elemen-elemen matriks E memenuhi
eij = m X k=1
aikbkj (2.14)
dengani=1,2,. . . ,n; j=1,2. . . ,p; dan k=1,2. . . ,m.
2.5.4 Komputasi perkalian matriks
Mari kita mulai lagi dari source code paling dasar dari operasi perkalian matriks sesuai dengan contoh di atas. 1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian
matriks----8 E(1,1)=A(1,1)*B(1,1)+A(1,2)*B(2,1)+A(1,3)*B(3,1); 9 E(1,2)=A(1,1)*B(1,2)+A(1,2)*B(2,2)+A(1,3)*B(3,2); 10 E(2,1)=A(2,1)*B(1,1)+A(2,2)*B(2,1)+A(2,3)*B(3,1); 11 E(2,2)=A(2,1)*B(1,2)+A(2,2)*B(2,2)+A(2,3)*B(3,2); 12
13 % ---menampilkan matriks A, B dan E----14 A
15 B 16 E
Sejenak, mari kita amati dengan cermat statemen dari baris ke-9 sampai ke-12 sambil dikaitkan dengan bentuk umum penulisan indeks pada perkalian matriks yaitu
eij = aik.bkj+ aik.bkj+ aik.bkj (2.15) Dari sana ada 4 point yang perlu dicatat:
• elemene memiliki indeks i dan indeks j dengan indeks j lebih cepat berubah dibanding indeksi.
• pada baris statemen ke-8 sampai ke-11 ada tiga kali operasi perkalian dan dua kali operasi penjumlahan yang semuanya melibatkan indeksi, indeks j dan indeks k. Namun indeks k selalu berubah pada masing-masing perkalian. Jadi indeksk paling cepat berubah diban-ding indeksi dan indeks j.
• elemena memiliki indeks i dan indeks k dimana indeks k lebih cepat berubah dibanding indeksi.
• elemenb memiliki indeks k dan indeks j dimana indeks k lebih cepat berubah dibanding indeksj.
Tahapan modifikasi source code perkalian matriks tidak semudah penjumlahan matriks. Dan mengajarkan logika dibalik source code perkalian matriks jauh lebih sulit daripada sekedar me-modifikasi source code tersebut. Tapi akan saya coba semampu saya lewat tulisan ini walau harus perlahan-lahan. Mudah-mudahan mudah untuk dipahami.
Saya mulai dengan memecah operasi pada statemen baris ke-8 yang bertujuan menghitung nilaiE(1, 1) 1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian matriks----8 % ---E(1,1) dihitung 3 kali 9 E(1,1)=A(1,1)*B(1,1);
10 E(1,1)=E(1,1)+A(1,2)*B(2,1); 11 E(1,1)=E(1,1)+A(1,3)*B(3,1); 12
13 % ---E(1,2); E(2,1); dan E(2,2) masih seperti semula 14 E(1,2)=A(1,1)*B(1,2)+A(1,2)*B(2,2)+A(1,3)*B(3,2); 15 E(2,1)=A(2,1)*B(1,1)+A(2,2)*B(2,1)+A(2,3)*B(3,1); 16 E(2,2)=A(2,1)*B(1,2)+A(2,2)*B(2,2)+A(2,3)*B(3,2); 17
18 % ---menampilkan matriks A, B dan E----19 A
20 B 21 E
Agar baris ke-9 memiliki pola yang sama dengan baris ke-11 dan ke-12, upaya yang dilakukan adalah
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian matriks----8 % ---E(1,1) dihitung 3 kali 9 E(1,1)=0;
10 E(1,1)=E(1,1)+A(1,1)*B(1,1); 11 E(1,1)=E(1,1)+A(1,2)*B(2,1); 12 E(1,1)=E(1,1)+A(1,3)*B(3,1); 13
14 % ---E(1,2); E(2,1); dan E(2,2) masih seperti semula 15 E(1,2)=A(1,1)*B(1,2)+A(1,2)*B(2,2)+A(1,3)*B(3,2); 16 E(2,1)=A(2,1)*B(1,1)+A(2,2)*B(2,1)+A(2,3)*B(3,1); 17 E(2,2)=A(2,1)*B(1,2)+A(2,2)*B(2,2)+A(2,3)*B(3,2); 18
19 % ---menampilkan matriks A, B dan E----20 A
21 B 22 E
Dari sini kita bisa munculkan indeksk
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian matriks----8 E(1,1)=0;
9 for k=1:3 % k bergerak dari 1 sampai 3 10 E(1,1)=E(1,1)+A(1,k)*B(k,1);
11 end 12
13 % ---E(1,2); E(2,1); dan E(2,2) masih seperti semula 14 E(1,2)=A(1,1)*B(1,2)+A(1,2)*B(2,2)+A(1,3)*B(3,2); 15 E(2,1)=A(2,1)*B(1,1)+A(2,2)*B(2,1)+A(2,3)*B(3,1); 16 E(2,2)=A(2,1)*B(1,2)+A(2,2)*B(2,2)+A(2,3)*B(3,2); 17
18 % ---menampilkan matriks A, B dan E----19 A
20 B 21 E
Kemudian cara yang sama dilakukan padaE(1, 2), E(2, 1), dan E(2, 2). Anda mesti cermat dan hati-hati dalam menulis angka-angka indeks!!!
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian matriks----8 E(1,1)=0; 9 for k=1:3 10 E(1,1)=E(1,1)+A(1,k)*B(k,1); 11 end 12 13 E(1,2)=0; 14 for k=1:3 15 E(1,2)=E(1,2)+A(1,k)*B(k,2); 16 end 17 18 E(2,1)=0; 19 for k=1:3 20 E(2,1)=E(2,1)+A(2,k)*B(k,1); 21 end 22 23 E(2,2)=0; 24 for k=1:3 25 E(2,2)=E(2,2)+A(2,k)*B(k,2); 26 end 27
28 % ---menampilkan matriks A, B dan E----29 A
30 B 31 E
Inisialisasi elemen-elemen matriks E dengan angka nol, bisa dilakukan diawal proses perkalian yang sekaligus memunculkan indeksi dan j untuk elemen E
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian
matriks----8 for i=1:2 % i bergerak dari 1 sampai 2 9 for j=1:2 % j bergerak dari 1 sampai 2 10 E(i,j)=0; 11 end 12 end 13 14 for k=1:3 15 E(1,1)=E(1,1)+A(1,k)*B(k,1); 16 end 17 18 for k=1:3 19 E(1,2)=E(1,2)+A(1,k)*B(k,2); 20 end 21 22 for k=1:3 23 E(2,1)=E(2,1)+A(2,k)*B(k,1); 24 end 25 26 for k=1:3 27 E(2,2)=E(2,2)+A(2,k)*B(k,2); 28 end 29
30 % ---menampilkan matriks A, B dan E----31 A
32 B 33 E
Sekarang coba Anda perhatikan statemen pada baris ke-15 dan ke-19, lalu bandingkan indeks i dan indeks j pada elemen E. Indeks mana yang berubah? Ya. Jawabannya adalah indeks j. Dengan demikian kita bisa munculkan indeksj
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian
matriks----8 for i=1:2 % i bergerak dari 1 sampai 2 9 for j=1:2 % j bergerak dari 1 sampai 2 10 E(i,j)=0; 11 end 12 end 13 14 j=1; 15 for k=1:3 16 E(1,j)=E(1,j)+A(1,k)*B(k,j); 17 end 18 19 j=2; 20 for k=1:3 21 E(1,j)=E(1,j)+A(1,k)*B(k,j); 22 end 23 24 for k=1:3 25 E(2,1)=E(2,1)+A(2,k)*B(k,1); 26 end 27 28 for k=1:3 29 E(2,2)=E(2,2)+A(2,k)*B(k,2); 30 end 31
32 % ---menampilkan matriks A, B dan E----33 A
34 B 35 E
Lihatlah, statemen dari baris ke-15 sampai ke-17 memiliki pola yang sama dengan statemen dari baris ke-20 sampai ke-22, sehingga mereka bisa disatukan kedalam looping indeksj
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian
9 for j=1:2 % j bergerak dari 1 sampai 2 10 E(i,j)=0; 11 end 12 end 13 14 for j=1:2 15 for k=1:3 16 E(1,j)=E(1,j)+A(1,k)*B(k,j); 17 end 18 end 19 20 for k=1:3 21 E(2,1)=E(2,1)+A(2,k)*B(k,1); 22 end 23 24 for k=1:3 25 E(2,2)=E(2,2)+A(2,k)*B(k,2); 26 end 27
28 % ---menampilkan matriks A, B dan E----29 A
30 B 31 E
Sekarang coba sekali lagi Anda perhatikan statemen pada baris ke-21 dan ke-25, lalu bandingk-an indeks i dan indeks j pada elemen E. Indeks mana yang berubah? Ya. Jawabannya tetap indeksj. Dengan demikian kita bisa munculkan juga indeks j disana
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian
matriks----8 for i=1:2 % i bergerak dari 1 sampai 2 9 for j=1:2 % j bergerak dari 1 sampai 2 10 E(i,j)=0; 11 end 12 end 13 14 for j=1:2 15 for k=1:3 16 E(1,j)=E(1,j)+A(1,k)*B(k,j); 17 end 18 end 19 20 j=1; 21 for k=1:3 22 E(2,j)=E(2,j)+A(2,k)*B(k,j); 23 end 24 25 j=2; 26 for k=1:3 27 E(2,j)=E(2,j)+A(2,k)*B(k,j); 28 end 29
30 % ---menampilkan matriks A, B dan E----31 A
32 B 33 E
Cermatilah, statemen dari baris ke-21 sampai ke-23 memiliki pola yang sama dengan statemen dari baris ke-25 sampai ke-27, sehingga mereka pun bisa disatukan kedalam looping indeksj
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian
matriks----8 for i=1:2 % i bergerak dari 1 sampai 2 9 for j=1:2 % j bergerak dari 1 sampai 2 10 E(i,j)=0; 11 end 12 end 13 14 for j=1:2 15 for k=1:3 16 E(1,j)=E(1,j)+A(1,k)*B(k,j); 17 end 18 end 19 20 for j=1:2 21 for k=1:3 22 E(2,j)=E(2,j)+A(2,k)*B(k,j); 23 end 24 end 25
26 % ---menampilkan matriks A, B dan E----27 A
28 B 29 E
Akhirnya kita sampai pada bagian akhir tahapan modifikasi. Perhatikan baris ke-16 dan ke-22. Indeksi pada elemen E dan A bergerak dari 1 ke 2, sehingga indeks i bisa dimunculkan
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian
matriks----8 for i=1:2 % i bergerak dari 1 sampai 2 9 for j=1:2 % j bergerak dari 1 sampai 2 10 E(i,j)=0; 11 end 12 end 13 14 i=1; 15 for j=1:2
16 for k=1:3 17 E(i,j)=E(i,j)+A(i,k)*B(k,j); 18 end 19 end 20 21 i=2; 22 for j=1:2 23 for k=1:3 24 E(i,j)=E(i,j)+A(i,k)*B(k,j); 25 end 26 end 27
28 % ---menampilkan matriks A, B dan E----29 A
30 B 31 E
Sekarang, statemen dari baris ke-15 sampai ke-19 memiliki pola yang sama dengan statemen dari baris ke-22 sampai ke-26. Mereka bisa disatukan oleh looping indeksi
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 B = [1 3; 5 9; 2 4]; % inisialisasi matriks B 6
7 % ---proses perkalian matriks----8 for i=1:2 9 for j=1:2 10 E(i,j)=0; 11 end 12 end 13 14 for i=1:2 15 for j=1:2 16 for k=1:3 17 E(i,j)=E(i,j)+A(i,k)*B(k,j); 18 end 19 end 20 end 21
22 % ---menampilkan matriks A, B dan E----23 A
24 B 25 E
Inilah hasil akhir dari tahapan-tahapan modifikasi yang selanjutnya saya sebut sebagai proses
optimasi. Upaya yang baru saja saya perlihatkan, sebenarnya penuh dengan jebakan-jebakan
kesalahan, terutama jika Anda kurang cermat membaca indeks dan pola. Upaya seperti itu memerlukan konsentrasi dan perhatian yang tidak sebentar. Upaya semacam itu tidak semudah meng-copy hasil akhir optimasi. Walaupun bisa di-copy, namun saya menyarankan agar Anda mencoba melakukan proses optimasi itu sekali lagi di komputer tanpa melihat catatan ini dan tanpa bantuan orang lain. Kalau Anda gagal, cobalah berfikir lebih keras untuk mencari jalan keluarnya. Jika masih tetap gagal, silakan lihat catatan ini sebentar saja sekedar untuk mencari
tahu dimana letak kesalahannya. Hanya dengan cara begitu ilmu programming ini akan bisa menyatu pada diri Anda.
2.5.5 Perkalian matriks dan vektor-kolom
Operasi perkalian antara matriks dan vektor-kolom sebenarnya sama saja dengan perkalian an-tara dua matriks. Hanya saja ukuran vektor-kolom boleh dibilang spesial yaitu m x 1, dengan m merupakan jumlah baris sementara jumlah kolomnya hanya satu. Misalnya matriks A, pa-da contoh 1, dikalikan dengan vektor-kolom x yang berukuran 3 x 1 atau disingkat dengan mengatakan vektor-kolom x berukuran3, lalu hasilnya (misalnya) dinamakan vektor-kolom y
y= Ax y = " 3 8 5 6 4 7 # 2 3 4 = " 3.2 + 8.3 + 5.4 6.2 + 4.3 + 7.4 # = " 50 52 #
Sekali lagi, tanpa mempedulikan nilai elemen-elemen masing-masing, operasi perkalian antara matriks A dan vektor-kolom x, bisa juga dinyatakan dalam indeksnya masing-masing, yaitu
" y1 y2 # = " a11.x1+ a12.x2+ a13.x3 a21.x1+ a22.x2+ a23.x3 #
Bila dijabarkan, maka elemen-elemen vektor-kolom y adalah y1 = a11.x1+ a12.x2+ a13.x3 y2 = a21.x1+ a22.x2+ a23.x3 kemudian secara sederhana dapat diwakili oleh rumus berikut
yi= 3 X j=1 aijxj dengani=1,2.
Berdasarkan contoh tersebut, secara umum bila ada matriks A berukurann x m yang dikalikan dengan vektor-kolom x berukuranm, maka akan didapatkan vektor-kolom y berukuran n x 1
dengan elemen-elemen vektor-kolom y memenuhi yi= m X j=1 aijxj (2.16) dengani=1,2,. . . ,n.
2.5.6 Komputasi perkalian matriks dan vektor-kolom
Mari kita mulai lagi dari source code paling dasar dari operasi perkalian antara matriks dan vektor-kolom sesuai dengan contoh di atas
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 y(1,1)=A(1,1)*x(1,1)+A(1,2)*x(2,1)+A(1,3)*x(3,1); 9 y(2,1)=A(2,1)*x(1,1)+A(2,2)*x(2,1)+A(2,3)*x(3,1); 10
11 % ---menampilkan matriks A, B dan E----12 A
13 x 14 y
Sejenak, mari kita amati dengan cermat statemen dari baris ke-8 dan ke-9 sambil dikaitkan dengan bentuk umum penulisan indeks pada perkalian antara matriks dan vektor-kolom yaitu
yi1= aij.xj1+ aij.xj1+ aij.xj1 (2.17) Dari sana ada 3 point yang perlu dicatat:
• elemeny dan elemen x sama-sama memiliki indeks i yang berpasangan dengan angka 1. • pada baris statemen ke-8 dan ke-9 ada tiga kali operasi perkalian dan dua kali operasi
penjumlahan yang semuanya melibatkan indeks i dan indeks j. Namun indeks j sela-lu berubah pada masing-masing perkalian. Jadi indeks j lebih cepat berubah dibanding indeksi.
• elemena memiliki indeks i dan indeks j dengan indeks j lebih cepat berubah dibanding indeksi.
Kita mulai dengan memecah operasi pada statemen baris ke-8 yang bertujuan menghitung nilaiy(1, 1)
1 clear all 2 clc 3
4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 y(1,1)=A(1,1)*x(1,1); 9 y(1,1)=y(1,1)+A(1,2)*x(2,1); 10 y(1,1)=y(1,1)+A(1,3)*x(3,1); 11 12 y(2,1)=A(2,1)*x(1,1)+A(2,2)*x(2,1)+A(2,3)*x(3,1); 13
14 % ---menampilkan matriks A, B dan E----15 A
16 x 17 y
Agar baris ke-8 memiliki pola yang sama dengan baris ke-9 dan ke-10, upaya yang dilakukan adalah 1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 y(1,1)=0; 9 y(1,1)=y(1,1)+A(1,1)*x(1,1); 10 y(1,1)=y(1,1)+A(1,2)*x(2,1); 11 y(1,1)=y(1,1)+A(1,3)*x(3,1); 12 13 y(2,1)=A(2,1)*x(1,1)+A(2,2)*x(2,1)+A(2,3)*x(3,1); 14
15 % ---menampilkan matriks A, B dan E----16 A
17 x 18 y
Dari sini kita bisa munculkan indeksj
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 y(1,1)=0; 9 for j=1:3 10 y(1,1)=y(1,1)+A(1,j)*x(j,1); 11 end 12 13 y(2,1)=A(2,1)*x(1,1)+A(2,2)*x(2,1)+A(2,3)*x(3,1); 14
15 % ---menampilkan matriks A, B dan E----16 A
17 x 18 y
Dengan cara yang sama, baris ke-13 dimodifikasi menjadi 1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 y(1,1)=0; 9 for j=1:3 10 y(1,1)=y(1,1)+A(1,j)*x(j,1); 11 end 12 13 y(2,1)=0; 14 for j=1:3 15 y(2,1)=y(2,1)+A(2,j)*x(j,1); 16 end 17
18 % ---menampilkan matriks A, B dan E----19 A
20 x 21 y
Inisialisasi vektor y dengan angka nol dapat dilakukan diawal proses perkalian, sekaligus me-munculkan indeksi 1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 for i=1:2 9 y(i,1)=0; 10 end 11 12 for j=1:3 13 y(1,1)=y(1,1)+A(1,j)*x(j,1); 14 end 15 16 for j=1:3 17 y(2,1)=y(2,1)+A(2,j)*x(j,1); 18 end 19
20 % ---menampilkan matriks A, B dan E----21 A
22 x 23 y
Kemudian, untuk menyamakan pola statemen baris ke-13 dan ke-17, indeksi kembali dimun-culkan
1 clear all 2 clc
3
4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 for i=1:2 9 y(i,1)=0; 10 end 11 12 i=1; 13 for j=1:3 14 y(i,1)=y(i,1)+A(i,j)*x(j,1); 15 end 16 17 i=2; 18 for j=1:3 19 y(i,1)=y(i,1)+A(i,j)*x(j,1); 20 end 21
22 % ---menampilkan matriks A, B dan E----23 A
24 x 25 y
Akhir dari proses optimasi adalah sebagai berikut
1 clear all 2 clc 3 4 A = [3 8 5; 6 4 7]; % inisialisasi matriks A 5 x = [2; 3; 4]; % inisialisasi vektor x 6
7 % ---proses perkalian matriks dan vektor----8 for i=1:2 9 y(i,1)=0; 10 end 11 12 for i=1:2 13 for j=1:3 14 y(i,1)=y(i,1)+A(i,j)*x(j,1); 15 end 16 end 17
18 % ---menampilkan matriks A, B dan E----19 A
20 x 21 y
2.6 Penutup
Demikianlah catatan singkat dan sederhana mengenai jenis-jenis matriks dasar dan operasi pen-jumlahan dan perkalian yang seringkali dijumpai dalam pengolahan data secara numerik. Se-muanya akan dijadikan acuan atau referensi pada pembahasan topik-topik numerik yang akan datang.
2.7 Latihan
1. Diketahui matriks A, matriks B, dan vektor x sebagai berikut
A= 1 3 −6 −2 5 9 7 5.6 2 4 8 −1 2.3 1.4 0.8 −2.3 B= 8 1 4 21 3 10 5 0.1 7 −2 9 −5 2.7 −12 −8.9 5.7 x= 0.4178 −2.9587 56.3069 8.1 (a) Buatlah skrip untuk menyelesaikan penjumlahan matriks A dan matriks B. (b) Buatlah skrip untuk menyelesaikan perkalian matriks A dan matriks B. (c) Buatlah skrip untuk menyelesaikan perkalian matriks A dan vektor x. (d) Buatlah skrip untuk menyelesaikan perkalian matriks B dan vektor x.
Fungsi
✍ Objektif :
⊲ Mengenalkan fungsi internal. ⊲ Membuat fungsi ekstenal.
⊲ Membuat fungsi ekternal untuk penjumlahan matrik. ⊲ Membuat fungsi ekternal untuk perkalian matrik.
3.1 Fungsi internal
Fungsi internal adalah fungsi bawaan yang sudah tersedia di dalam Matlab; contohnya: sqrt(),
sind()dan log10(). Ketika kita hendak mencari akar kuadrat dari angka 49, maka cukup dengan mengetikkan
>> sqrt(49)
ans =
7
Untuk mencari nilai sinus dari 30◦C >> sind(30)
ans =
0.5000
dan untuk mendapatkan nilai logaritma berbasis 10 dari angka 10000 >> log10(10000)
ans =
4
Selain sqrt(), sind() dan log10(), masih banyak lagi fungsi internal yang dimiliki Matlab. Adanya fungsi internal sangat memudahkan kita dalam membuat script dengan Matlab.