http://jurnal.unsyiah.ac.id/TIPI
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia
Open Access Journal
I N F O A R T I K E L Submit: Perbaikan: Diterima: Keywords: ABSTRACT
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
–
Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah KualaDOI:
KARAKTERISTIK MUTU BIJI KAKAO ACEH HASIL FERMENTASI
DENGAN BERBAGAI CARA DAN INTERVAL WAKTU PENGADUKAN
10.17969/jtipi.v7i1.2827Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh – 23111, Indonesia *email: herupwidayat@yahoo.com
QUALITY CHARACTERISTICS OF ACEH CACAO BEANS RESULTED FROM
DIFFERENT FERMENTATION METHODS
Heru Prono Widayat*
Response of cocoa beans to any fermentation treatment may vary according to crop variety, farming conditions and practices, and fermentation methods; including type of beans stirring methods and stirring frequencies applied during fermentation period. The objective of this research is to study quality characteristics of Aceh fermented cocoa beans treated with different stirring methods and stirring frequencies. The cocoa beans of 40 cm mass depth were kept in 53x40x50 cm rattan buckets and were fermented for 5 days. Beans stirring during fermentation was conducted either by in-place stirring andreplace-stirring to other rattan bucket. Stirring period was set for each 12 hours, 24 hours, and 48 hours of fermentation time. Beans temperature, pH, and total sugar content for each stirring period along five days-fermentationtime were recorded. The fermented beans were sundried for moisture content of approximately 6%. The results showed that the beans temperature during fermentation increased up to 45.7-46.6oC on the third-day and then decreased to 37.9-40.4oC on the
fifth-day. The highest temperature (46.6oC) was recorded for in-place stirring with stirring period of 48 hours.
The pH value of the beans decreased from 5.6-5.9 on the first-day to 3.2-3.4 on the fourth-day and then slightly increased to 3.4 in average on the fifth-day. The total sugar content decreased from 9.1-9.6% on the first-day to approximately 0.4% on the fifth-day. Quality analysis of the fermented beans showed that pH value varied 5.5-5.8 and fat content was47.9-49.1%. The best quality of fermented beans was found for replace-stirring method with stirring period of 24 hours. This treatment resulted in fermented cocoa beans with 0.4% moldy, 17.5% partly purple, 3.0% slaty, and 76.7% fully fermented.
cocoa beans, fermentation, beans stirring, quality
22 Januari 2015 22 Februari 2015 6 Maret 2015
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Pidie, dengan luas areal kakao 10.150 Ha dan produksi 4.499 ton/tahun (BPS Provinsi Aceh, 2014), merupakan salah satu kawasan sentra produksi kakao di Provinsi Aceh. Manfaat fermentasi untuk perbaikan mutu biji kakao telah banyak dilaporkan oleh para peneliti. Pada awalnya proses fermentasi biji kakao dimaksudkan untuk memudahkan pelepasan pulp
dari biji, mematikan biji, memperbaiki
penampakan, dan untuk mempermudah
penanganan berikutnya. Namun pada
perkembangan selanjutnya, fermentasi menjadi proses penanganan yang mutlak dalam kegiatan
pasca panen kakao. Tujuannya adalah untuk memperoleh biji kakao kering bermutu baik dan bercitarasa khas cokelat (Minifie, 1999).
Metoda fermentasi biji kakao bisa berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Di Kabupaten Pidie, fermentasi biji kakao umumnya dilakukan menggunakan kotak kayu dan keranjang rotan. Selain jenis wadah fermentasi yang digunakan,
faktor-faktor fermentasi lainnya yang
mempengaruhi mutu hasil fermentasi biji kakao adalah varietas dan kondisi awal biji yang difermentasi, tebal tumpukan biji dalam wadah fermentasi, dimensi dan derajad aerasi wadah, cara dan frekuensi pengadukan biji, jenis mikroba yang terlibat, dan lamanya fermentasi (Mulato et al., 2005; Indarti et al., 2011). Pengadukan biji selama fermentasi dapat dilakukan dengan pengadukan setempat tanpa pemindahan biji ke wadah lainnya atau pengadukan dengan pemindahan biji ke wadah lainnya. Frekuensi pengadukan biji dapat dilakukan setiap 12 jam, 24 jam, atau 48 jam sekali. Proses pengadukan
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
–
Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kualadimaksudkan untuk memberikan kesempatan seragam bagi massa biji memperoleh aerasi. Respon biji kakao terhadap perlakuan fermentasi tergantung pada varietas kakao, kondisi dan teknik budidaya, dan kondisi biji awal sebelum fermentasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan mutu biji kakao lokal hasil fermentasi dengan pemilihan cara dan frekuensi pengadukan biji yang tepat.
2. MATERIAL DAN METODE
Penyiapan bahan dan wadah fermentasi
Buah kakao matang dan sehat diperam di tempat terlindung selama 5 hari kemudian dipecah menggunakan pemukul kayu. Untuk masing-masing perlakuan, sampel biji kakao sehat ditempatkan ke dalam keranjang rotan berukuran 53x40x50 cm sampai mencapai ketinggian tumpukan 40 cm. Bagian atas tumpukan biji ditutupi dengan daun pisang. Semua keranjang rotan berisi biji ditempatkan di daerah yang terlindung dari pencahayaan sinar matahari langsung.
Fermentasi
Fermentasi dilakukan selama 5 hari. Proses pengadukan biji selama fermentasi baik dengan aduk setempat maupun aduk berpindah dilakukan dengan interval waktu 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Pada perlakuan aduk setempat, pengadukan biji dilakukan pada keranjang rotan yang sama. Adapun pada perlakuan aduk berpindah, biji dipindahkan dari satu keranjang ke keranjang
rotan lainnya. Parameter suhu (oC), pH, dan
kandungan gula total (%) biji kakao pada 5 lokasi berbeda dalam keranjang rotan diukur dengan 3 kali ulangan, masing-masing menggunakan
thermometer, pH-meter, dan
handheld-refractometer.
Analisis hasil fermentasi
Proses fermentasi biji kakao dihentikan setelah mencapai 5 hari. Biji kakao selanjutnya dijemur sampai kadar airnya mencapai 6-7%. Pengukuran kadar lemak, pH, dan cut-test biji kakao hasil fermentasi dilakukan untuk setiap unit perlakuan. Pengukuran kadar lemak dilakukan menggunakan soxhlet. Uji belah menggunakan metoda cut-test dilakukan untuk mengetahui % biji berjamur, % biji ungu sebagian, % biji terfermentasi penuh, dan % biji slaty.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu biji selama proses fermentasi
Suhu biji kakao selama fermentasi pada
berbagai cara dan interval waktu pengadukan disajikan pada Gambar 1, 2, dan 3. Pada waktu pengadukan pertama (12 jam), suhu biji kakao
adalah sekitar 33oC. Untuk interval waktu
pengadukan 12 jam dan 24 jam, suhu biji tertinggi
(44.3-46.0oC) terjadi pada waktu fermentasi 72
jam (hari ke-3). Adapun untuk interval waktu pengadukan 48 jam, suhu biji tertinggi
(46.3-46.6oC) terjadi pada waktu fermentasi 48 jam.
Perbedaan waktu pencapaian suhu tertinggi ini dikarenakan adanya akumulasi suhu pada interval waktu pengadukan 48 jam sebelum pengadukan dilakukan. Terjadinya peningkatan suhu biji diakibatkan adanya pelepasan energi melalui aktivitas respirasi anaerob oleh khamir (yeast). Secara umum, setelah 72 jam fermentasi, suhu biji
turun mencapai 37.9-40.4oC pada waktu
fermentasi 120 jam(hari ke-5). Kecenderungan sedikit lebih tingginya suhu biji kakao pada perlakuan aduk setempat dibanding aduk berpindah dikarenakan adanya kesempatan aerasi yang lebih baik pada perlakuan aduk berpindah.
Gambar 1. Perubahan suhu biji kakao pada interval waktu pengadukan 12 jam
Gambar 2. Perubahan suhu biji kakao pada interval waktu pengadukan 24 jam
7 1 2015
8
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
–
Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah KualaGambar 3. Perubahan suhu biji kakao pada interval waktu pengadukan 48 jam
pH biji selama fermentasi
pH biji kakao selama fermentasi pada berbagai cara dan interval waktu pengadukan dapat dilihat pada Gambar 4, 5, dan 6. Pada interval waktu pengadukan pertama (12 jam), pH biji kakao
sekitar 5.6. pH biji menurun dengan
bertambahnya waktu fermentasi sampai 96-108 jam, yaitu mencapai 3.2-3.4. Penurunan pH ini diakibatkan oleh adanya aktivitas konversi alkohol menjadi asam asetat oleh bakteri asam asetat. Dengan adanya asam asetat, proses fermentasi didalam biji berlangsung secara enzimatis. Reaksi ini menghasilkan senyawa-senyawa pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat serta senyawa-senyawa pembentuk warna cokelat (Mulato et al., 2005). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor interval waktu pengadukan berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap nilai pH, sedangkan faktor cara pengadukan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap nilai pH.
Gambar 4. Perubahan pH biji kakao pada interval waktu pengadukan 12 jam
Gambar 5. Perubahan pH biji kakao pada interval waktu pengadukan 24 jam
Gambar 6. Perubahan pH biji kakao pada interval waktu pengadukan 48 jam
Kadar gula total biji selama proses fermentasi
Gambar 7, 8, dan 9 memperlihatkan kadar gula total biji kakao selama fermentasi pada berbagai cara dan interval waktu pengadukan. Pada saat pengadukan pertama (12 jam), kadar gula total biji berkisar 9.1-9.6%. Dengan bertambahnya waktu fermentasi, kadar gula total biji berkurang sampai mencapai sekitar 0.4% pada hari ke-5. Penurunan kadar gula total yang tajam sampai fermentasi 72 jam (hari ke-3) dikarenakan gula digunakan oleh khamir untuk membentuk alkohol. Tingginya suhu lingkungan biji sampai hari ke-3 fermentasi turut memacu laju reduksi gula. Terbatasnya kandungan gula dan adanya lingkungan yang asam menyebabkan khamir tidak
lagi aktif, proses fermentasi selanjutnya
didominasi oleh aktivitas bakteri asam laktat yang berlangsung secara aerob.
7 1 2015
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
–
Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah KualaGambar 7. Perubahan kadar gula total biji kakao pada interval waktu pengadukan 12 jam
Gambar 8. Perubahan kadar gula total biji kakao pada interval waktu pengadukan 24 jam
Gambar 9. Perubahan kadar gula total biji kakao pada interval waktu pengadukan 48 jam
pH biji kako hasil fermentasi
Pengaruh interval waktu pengadukan selama fermentasi terhadap nilai pH biji kakao hasil fermentasi disajikan pada Gambar 10. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor interval waktu pengadukan berpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap nilai pH biji kakao, sedangkan faktor cara pengadukan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata (P<0,05) terhadap nilai pH biji kakao. Lebih tingginya nilai pH biji kakao hasil fermentasi untuk interval waktu pengadukan 12 jam
dikarenakan massa biji kakao mendapat
kesempatan aerasi lebih sering. Karena aktivitas bakteri asam asetat berlangsung secara aerob, maka proses pembentukan asam asetat lebih mudah terjadi dilingkungan yang memiliki derajad aerasi lebih besar. Nilai pH biji kakao yang baik
adalah mendekati netral (pH > 6) agar senyawa-senyawa khas cokelat dapat terbentuk secara intensif (Indarti et al., 2011). Oleh karena pH biji kakao hasil fermentasi dalam penelitian ini < 6, maka dalam tahapan pengolahan selanjutnya
perlu dilakukan proses alkalisasi untuk
meningkatkan nilai pH mendekati netral.
Alkalisasi merupakan proses penambahan
sejumlah alkali ke dalam massa kakao (Minifie, 1999).
Gambar 10. Pengaruh interval waktu
pengadukan terhadap pH biji kakao hasil fermentasi (notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata)
Gambar 11. Pengaruh interval waktu
pengadukan terhadap kadar lemak biji kakao hasil fermentasi (notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata)
Kadar lemak biji kakao hasil fermentasi
Kadar lemak biji kakao hasil fermentasi berkisar antara 47,8-49,5% (Gambar 11). Hal ini menunjukkan bahwa biji kakao yang digunakan merupakan kategori biji kakao yang baik untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Kisaran kadar lemak biji kakao Indonesia adalah 48-52% (Mulato et al., 2005). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa faktor interval waktu pengadukan
7 1 2015
10
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA
–
Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kualaberpengaruh nyata (P≥0,05) terhadap kadar lemak biji yang dihasilkan, sedangkan faktor cara pengadukan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata ( P<0,05). Meskipun interval waktu pengadukan berpengaruh nyata terhadap kadar lemak, namun perbedaan nilai kadar lemak untuk ketiga interval waktu pengadukan relatif sangat kecil (< 1%). Hal ini bisa dimengerti karena selama proses fermentasi khamir tidak menggunakan lemak sebagai sumber energi. Sebagian besar energi untuk proses fermentasi diperoleh dari sukrosa yang terkandung pada pulp (Indarti et al., 2007).
Uji belah (cut-test) biji kakao hasil fermentasi Hasil analisis uji belah (cut-test) menunjukkan bahwa biji kakao hasil fermentasi dalam penelitian ini telah memenuhi persyaratan mutu biji kakao (SNI 01–2323–2000), yaitu biji kakao berjamur untuk semua perlakuan ≤ 1% (Tabel 1). Selama proses fermentasi, warna biji kakao berubah dari ungu menjadi coklat. Biji-biji yang tidak terfermentasi sempurna berwarna ungu sebagian atau berupa biji slaty. Persentase biji ungu sebagian tertinggi (27.4%) dihasilkan pada perlakuan aduk setempat dengan interval waktu pengadukan 24 jam. Adapun persentase biji dengan fermentasi penuh tertinggi (76.7%) ditemukan pada perlakuan aduk berpindah dengan interval waktu pengadukan 24 jam.
Kondisi biji yang tidak seragam akan
menghasilkan variasi mutu biji hasil fermentasi. Tabel 1. Analisis uji belah biji kakao hasil fermentasi
Kode Berjamur (%) Ungu Sebagian (%) Fermentasi Penuh (%) Biji Slaty(%) P1I1 0.7 24.5 68.6 3.8 P1I2 0.7 27.4 65.4 4.1 P1I3 0.6 26.4 64.8 3.3 P2I1 0.5 25.9 68.5 3.9 P2I2 0.4 17.5 76.7 3.0 P2I3 0.7 21.7 72.6 3.5 Keterangan: P1= aduk setempat P2= aduk berpindah
I1= interval pengadukan 12 jam I2= interval pengadukan 24 jam I3= interval pengadukan 48 jam
4. KESIMPULAN
Selama proses fermentasi untuk kedua cara pengadukan, suhu biji kakao tertinggi terjadi pada perlakuan dengan interval waktu pengadukan 48 jam. Interval waktu pengadukan juga berpengaruh nyata terhadap nilai pH dan kadar lemak biji kakao hasil fermentasi. Oleh karena nilai pH biji kakao hasil fermentasi dalam penelitian ini < 6, maka
dalam tahapan pengolahan selanjutnya perlu dilakukan proses alkalisasi untuk meningkatkan
nilai pH mendekati netral. Berdasarkan
persyaratan mutu biji kakao SNI 01-2323-200, biji kakao bermutu terbaik dalam penelitian ini dihasilkan pada perlakuan aduk berpindah dengan interval waktu pengadukan 24 jam, yang menghasilkan persentase biji kakao berjamur 0,4%, ungu sebagian 17,5%, biji slaty 3%, dan fermentasi penuh 76,7%.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi Aceh. 2014. Provinsi Aceh Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, Banda Aceh.
Indarti, E., H.P. Widayat and N. Zuhri. 2011. Effect of fermentation container and thickness of bean mass during fermentation process of cocoa bean (Theobroma cocoa L.). Proceedings: Annual International Conference, Syiah Kuala University, Muchlisin (Ed.), p. 64-69.
Indarti, E., N. Arpi dan N. E. Husna. 2007. Optimasi Proses Pengepresan Lemak Kakao dari Biji Coklat Terfermentasi. Laporan Hasil Riset Kolaborasi, Lembaga Penelitian Unsyiah.
Minifie, B.W. 1999.Chocolate, Cocoa, and Confectionery. Science and Technology. Aspen Publisher Inc.
Mulato, S., S. Widyotomo, Misnawi, dan E. Suharyanto. 2005.Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. SNI 01–2323–2000. Standar Mutu Biji Coklat. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
7 1 2015