• Tidak ada hasil yang ditemukan

VDRL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VDRL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Putu Rina Widhiasih

NIM : P07134014002

Semester : IV (empat)

VDRL TES Tanggal praktikum : Kamis,7 April 2016

Materi praktikum : VDRL ( Venereal Disease Research Laboratory) test

I. TUJUAN

Untuk Screening test secara kualitatif dan semikuantitatif untuk membantu menegakkan diagnose sifilis (Treponematosis)

II. METODE

Slide Test III. PRINSIP

Reaksi flokulasi antara antibodi dalam serum atau plasma dengan antigen VDRL IV. DASAR TEORI

Sifilis adalah infeksi yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius seperti neurosifilis dan infeksi kongenital.(BMJ Open.2014). Dimana sifilis adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh spiroseta, Treponema pallidum (T. pallidum) yang memiliki tahap klinis yang diklasifikasikan sebagai berikut : primer, sekunder, laten dini, sifilis laten dan tersier. sifilis primer ditandai adanya ulkus genital yang berkembang dalam 9-90 hari (rata-rata, 21 hari) sejak awal infeksi. Apabila tidak diobati maka akan berkembang menjadi sifilis sekunder. Sifilis sekunder adalah infeksi yang paling jelas secara klinis dan ditandai dengan ruam makula-papular simetris yang terdapat dilipatan telapak tangan dan sebagai tanda fase bakteremia puncak dengan jumlah spiroseta dalam darah sangat tinggi. Sekitar 50% dari kasus sekunder tidak diobati akan berkembang menjadi infeksi laten. Secara umum, fase laten adalah asimtomatik dan tes serologi adalah satu-satunya indicator adanya infeksi. Sekitar sepertiga dari kasus yang tidak diobati sifilis laten akan maju ke sifilis tersier selama periode 10 sampai 20 tahun. Sifilis tersier biasanya

(2)

menyerang jantung dan sistem saraf yang disebut neurosifilis. Sifilis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual atau dari ibu ke bayi, sifilis juga dapat ditularkan melalui kontak non-seksual dilingkungan yang memiliki sanitasi dan higienitas yang buruk. Selain itu T. pallidum juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau komponen darah dari donor pada fase sifilis aktif.. (Blood Transfus.2015).

Di Amerika Serikat penyakit sifilis meningkat 9,1% dari 2,2 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2001 kemudian menjadi 2,4 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2002. Di Jerman, jumlah kasus baru dilaporkan sifilis meningkat secara dramatis,> 100%, sejak tahun 2001 dan mencapai 4,1 / 100.000 orang pada tahun 2004. Ada meningkatnya bukti bahwa kebangkitan sifilis di Jerman ini sebagian disebabkan oleh epidemi yang sedang berlangsung pada pria dengan pasangan seksual laki-laki di Hamburg, Berlin, Frankfurt, dan Cologne. Bukti juga ada untuk peningkatan kasus heteroseksual baru sifilis karena perdagangan seks komersial di bagian-bagian dari Jerman yang berbatasan Eropa Timur. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 11 juta kasus baru sifilis terjadi pada orang dewasa pada tahun 2005, mayoritas dari mereka di negara-negara berkembang. Populasi dengan prevalensi tinggi dari sifilis (misalnya, wanita beresiko tinggi (seks komersial) dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki) atau sering mengesampingkan diagnosis sifilis maka perlu dilakukan pengobatan berkala dan konseling. (Clin Infect Dis.2013).

Karena tidak dapat menumbuhkan bakteri T. pallidum secara in vitro maka untuk mendiagnosis sifilis yaitu dengan cara pemeriksaan mikroskopis dari cairan lesi ulseratif kelenjar getah bening yang berasal dari jaringan yang terinfeksi yang telah digunakan sejak awal abad ke-19 untuk membantu mendiagnosa kasus akut dengan menggunakan mikroskop gelap. Selain itu juga terdapat tes serologi untuk sifilis, dengan mendeteksi antibodi nontreponemal dan antibodi treponemal.(Clin Vaccine Immunol.2015).

V. ALAT DAN BAHAN

a. Alat

 Mikropipet  Yellow Tip

 Slide / Object glass / Gelas benda  Rotator

(3)

b. Bahan

 Serum (bila tidak segera diperiksa maka serum dapat disimpan pada suhu 2-8oC sampai 24 jam atau -20 oC sampai 4 minggu

 Antigen VDRL berupa suspensi keruh atau berupa mikropartikel karbon mengandung EDTA, choline chloride dan merthiolate

 Kontrol Serum Positif  Kontrol Serum Negatif

VI. CARA KERJA

Kualitatif

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Kondisikan reagen dan serum pada suhu ruang ±30 menit 3. Dipipet serum 50 µl dan diteteskan petak slide

4. Diteteskan 1 tetes suspense antigen VDRL pada petak slide disebelah serum

5. Diaduk serum dan suspense antigen VDRL tersebut dengan tusuk gigi. Kemudian digoyangkan petak slide ke depan dan belakang selama 8 menit

6. Diamati hasilnya ada tidaknya flokulasi

VII. INTERPRETASI HASIL

Reaktive : terdapat (flokulasi) gumpalan besar atau sedang berwarna hitam Reaktive lemah : terdapat (flokulasi) gumpalan kecil-kecil

Non-reaktive : tidak terdapat (flokulasi) gumpalan dan berwarna abu-abu

(4)

Identitas Probandus 1

 Nama : I Kadek Hardyawan

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Umur : 19 thn

 Hasil uji kualitatif : (-) Negative Identitas Probandus 2

 Nama : Mr. X

 Jenis Kelamin :

- Umur :

- Hasil uji kualitatif : (+) Positif

Sampel yang digunakan adalah sampel serum Tidak terbentuknya flokulasi (-) negative hanya terlihat partikel karbon yang terdapat dalam reagen VDRL, memusat ditengah petak

Terjadi flokulasi (+) positif dimana warna hitam menyebar tidak memusat

(5)

IX. PEMBAHASAN

Sifilis adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh bakteri T.Palidum dapat dideteksi dengan tes serologi treponemal dan non-treponemal. Biasanya pasien dengan gejala nyeri perut bagian bawah (33%), keputihan (26,5%) dan penyakit ulkus genital akan direkomendasikan untuk uji serologi non-treponemal(J Clin Diagn Res.2015). Beberapa penyakit selain sifilis yang disebabkan oleh subspesies dari Treponema yaitu frambusia (T. pertenue), pinta (T. caratium) dan bejel (T. endemicum). Frambusia dan pinta berpotensi menular melalui transfuse.(Clin Infect Dis.2013)

Tes serologi ini digunakan untuk membantu mendiagnosa sifilis pada tahap laten atau fase (asimtomatis). Tes serologi yang digunakan untuk mendeteksi Sifilis adalah tes VDRL yang dikembangkan pada tahun 1940 namun baru dimasukkan kedalam Manual Pengujian Sifilis pada tahun 1949. Dimana tes VDRL ini termasuk kedalam tes nontreponemal yaitu mendeteksi antibodi terhadap cardiolipin dan lesitin yang dilepaskan dari sel inang yang rusak serta lipoprotein yang dilepaskan bakteri Treponema yang biasa disebut antibodi reagin. Maka dari itu antigen VDRL dibuat dari campuran cardiolipin dibuat dari ektrak hati sapi yang di campur dengan alkohol, lesitin, dan kolesterol yang dilapisi oleh mikropartikel karbon untuk medeteksi reagin dalam tubuh sehingga dapat menyebabkan flokulasi.(Asian J Transfus Sci.2012). Tes ini memerlukan serum atau plasma yang telah dipanaskan untuk membantu mengaktifkan antibodi reagin maka tes ini dimodifikasi dengan penambahan klorin klorida dan EDTA sehingga dapat digunakan serum tanpa pemanasan terlebih dahulu. Tes ini merupakan tes antibodi terhadap T. pallidum dalam semua tahap infeksi yang sebagian besar digunakan untuk memantau status infeksi dan keberhasilan pengobatan.(Clin Vaccine Immunol.2015). Selain tes VDRL yang termasuk tes nontreponemal yaitu RPR (Rapid test Plasma regain). Tes non-treponemal umumnya dianggap sensitif pada tahap awal sifilis, namun dapat juga memberikan reaksi

(6)

positif palsu dan negative palsu dan kurang sensitivitas ditahap akhir infeksi. Kelebihannya dapat mendeteksi pada tahap penyakit aktif dan dapat menurun saat telah dilakukan proses pengobatan atau saat pengobatan tersebut telah berhasil. Maka dari itu tes non-treponemal ini banyak digunakan untuk diagnosis dini dan memantau pengobatan.(Asian J Transfus Sci.2012)

Tes serologi yang digunakan untuk mengkonfirmasi penyakit Sifilis secara lebih spesifik adalah tes treponemal dimana tes ini adalah reaksi antibodi terhadap antigen yang terdapat dalam tubuh bakteri T.Palidum. Tes TPPA assay adalah contoh tes treponemal dimana tes ini berdasarkan atas aglutinasi partikel gelatin berwarna yang telah dilapisi dengan antigen bakteri T.Palidum.(BMJ Open.2014). Selain itu adapula contoh tes treponemal seperti FTA-ABS (penyerapan Fluorescent antibodi treponema), tes FTA-ABS membutuhkan mikroskop fluoresensi dalam pembacaannya. Tes immunochromatographic (Rapha) menggunakan prinsip antigen Sandwich ganda untuk mendeteksi antibodi sifilis dalam serum manusia dimana antigen sifilis rekombinan bergerak pada pita daerah antigen dan antibodi untuk sifilis bergerak pada pita daerah membran nitroselulosa. Antigen Sifilis ditambah dengan partikel koloid emas dikeringkan dan dikonjugasi sehingga spesimen bereaksi dengan konjugat berwarna (konjugasi antigen-koloid-gold) kemudian Campuran bermigrasi dalam chromatografi sepanjang membran kapiler. Jika spesimen mengandung antibodi Sifilis maka antigen rekombinan bergerak pada membran dengan menangkap antigen-antibodi-koloid dan membentuk kompleks pita membrane berwana emas yang menunjukkan hasil positif dan apabila tidak adanya pita membrane maka menunjukkan hasil negative. Sementara untuk tes TPI (Treponema pallidum Imobilisasi) memerlukan bakteri T.palidum yang hidup. Semua jenis pemeriksaan serologi treponemal memerlukan peralatan seperti lemari pendingin, sentrifuge dan rotator listrik serta memerlukan tenaga ahli yang professional dalam pengerjaan tes ini. Selain itu juga membutuhkan waktu pengerjaan yang lama sehingga mengakibatkan keterlambatan dalam diagnosis dari infeksi, kehilangan kesempatan untuk pengobatan dan intervensi, juga pencegahan penularan kepada pasangan. Baru-baru ini, terdapat pemeriksaan enzyme immunoassay, dengan menggunakan antigen rekombinan T. pallidum tertentu, telah dikembangkan dan dievaluasi sebagai ujian treponema untuk sifilis. Keuntungan dari tes ELISA adalah kemampuan untuk memproses sejumlah besar sampel dan kemampuan untuk memiliki cetak keluar dari pembacaan spektrofotometri obyektif, dengan mendeteksi jumlah antibodi, yaitu, IgG, IgM, IgA, dll, untuk

(7)

T. pallidum. Kelemahan tes ini antibodi yang dideteksi terhadap T. pallidum adalah antibodi IgG dan IgM yang bereaksi terhadap semua tahap penyakit. (Asian J Transfus Sci.2012). Saat ini, sudah ada 2 jenis pemeriksaan sifilis treponemal yang digunakan yaitu immunochromatographic Strip (ICS) tes, yang memiliki strip tes dengan garis yang mengandung antigen treponema yang bereaksi dengan antibodi dalam darah atau serum yang melewati strips tersebut maka strips akan menunjukkan hasil. Tes partikel aglutinasi (pats) yang menggunakan partikel gelatin dilapisi dengan antigen treponema yang menggumpal dengan seluruh darah atau serum yang mengandung antibodi untuk sifilis.(Clin Vaccine Immunol.2015)

Pada praktikum kali ini, dilakukan tes kualitatif VDRL yang termasuk tes non treponemal yang digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen regain sifilis. Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampel serum yang disimpan pada tabung merah dan didiamkan dalam lemari pendingin dalam suhu 2-80C selama 1 malam agar terjadi pemisahan antara serum dan sel darah sebaiknya setelah terjadi 2 lapisan serum dan sel darah dilakukan sentrifugasi agar didapatkan serum tanpa kontaminasi dari darah. Namun pada praktikum kali ini tidak dilakukan sentrifuge sehingga didapatkan serum yang mengandung sedikit darah. Serum yang disimpan pada suhu 2-80C masih dapat bertahan selama 48 jam sehingga sampel serum ini masih bisa digunakan yang hanya disimpan selama 24 jam. Selanjutnya serum yang sudah terpisah dipipet dengan mikropipet dan dipindahkan kedalam tabung effendort.

Sebelum di gunakan serum dan reagen VDRL yang sebelumnya disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-80C harus dikondisikan dalam suhu ruang terlebih dahulu karena reagen akan mengalami penurunan sensitivitas pada suhu rendah sementara serum yang baik digunakan pada tes VDRL ini adalah serum yang telah dipanaskan untuk mengaktifkan antibodi reagin, jika serum masih dalam suhu rendah maka pemeriksaan ini akan menghasilkan hasil negative palsu karena antibody belum diaktifkan. Pada pemeriksaan ini yang baik digunakan adalah sampel plasma namun dalam suspensi antigen VDRL telah terdapat EDTA sebagai antikoagulan sehingga dapat digunakan serum. Selain itu sebaiknya sampel yang digunakan dipanaskan terlebih dahulu sehingga antigen reagin dapat diaktivasi, dalam reagen VDRL sudah terdapat klorin chloride yang bersifat asam sehingga dapat mengaktifkan antibodi reagin dalam sampel.

(8)

Tes VDRL ini merupakan tes kualitatif sebagai skrining untuk mengetahui adanya antibodi sifilis dalam serum dengan menggunakan petak slide berwarna putih karena warna reagen dan flokulasi yang terbentuk berwarna hitam dan abu-abu, maka sebaiknya menggunakan slide berwarma putih agar mudah untuk diamati. Teteskan 50 μl serum diatas salah satu lingkaran pada petak slide dan tambahkan 1 tetes (20 μl) reagen suspensi VDRL. Kemudian diaduk hingga memenuhi 1 lingkaran area slide agar memudahkan dalam melihat adanya flokulasi yang terbentuk. Selanjutnya digoyangkan secara perlahan selama 8 menit untuk membantu mereaksikan serum dan antibodi tersebut. Diamati adanya reaksi flokulasi, dimana jika adanya flokulasi yang berwarna hitam maka hasil yang didapatkan positif atau sering disebut reaktive, jika tidak adanya flokulasi dan warna yang terbentuk adalah abu-abu maka hasil tersebut adalah negative karena warna abu-abu adalah warna reagen VDRL atau sering disebut non-reaktive.

Praktikum ini menggunakan 2 sampel probandus, probandus 1 dari jurusan analis kesehatan dengan nama I Kadek Hardyawan dan probandus 2 yang didapatkan dari Rs. Wangaya yang identitas probandus dirahasiakan dan disebut Mr. X. Hasil tes VDRL pada probandus 1 adalah negative tidak terbentuk flokulasi dan berwarna abu-abu atau disebut non-reaktif. Sedangkan hasil tes VDRL pada probandus 2 didapatkan hasil positif dengan terbentuknya flokulasi warna hitam atau disebut reactive. Namun hasil ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu treponemal seperti TPHA untuk dapat memastikan bahwa antibodi yang terbentuk adalah antibodi terhadap penyakit sifilis. Karena tes VDRL memiliki nilai positif dan negative palsu.

Reaksi positif palsu pada tes VDRL Ini dikategorikan sebagai akut (terjadi kurang dari 6 bulan) dan kronis. Penyebab reaksi positif palsu akut yaitu demam, imunisasi, dan kehamilan. Pasien dengan reaksi positif palsu akut harus diuji ulang dalam 3 sampai 6 bulan. Reaksi positif palsu kronis berhubungan dengan infeksi virus hepatitis C , penyakit jaringan ikat, penggunaan obat intravena, keganasan, usia yang lebih tua, malaria, penyakit Chagas, tuberkulosis, dan kusta. Sementara reaksi negative palsu akibat efek prozone sehingga memerlukan penipisan serum, dan pada infeksi tahap awal. Tes skrining nontreponemal memiliki sensitivitas 70-90% pada sifilis primer dan perlu dilakukan konfirmasi dengan tes treponemal. Semua tes serologi treponemal dan non-treponemal positif pada tahap sekunder dan memiliki sensitivitas sekitar 100% namun tes non-treponemal memiliki negative palsu sekitar 1-2% akibat adanya efek prozone pada tahap

(9)

sekunder. Ada tiga metode dasar yang digunakan dalam skrining sifilis. Ini termasuk pengamatan langsung dari spiroket dengan mikroskop gelap, tes serologi nontreponemal dan tes serologis treponema. Diagnosis presumtif untuk mendiagnosis adanya infeksi sifilis yaitu berdasarkan kehadiran ruam yang khas dan tes non-treponemal reaktif dalam titer ≥1: 8 pada pasien tanpa riwayat sifilis.(Indian J Dermatol.2012)

Faktor-faktor yang memungkinkan seseorang terinfeksi sifilis adalah perilaku seksual, riwayat kesehatan, telah menjalani pengobatan sifilis sebelumnya. Jika tes screening dari sifilis adalah reaktif, maka untuk memastikannya dilakukan tes laboratorium ulang setelah 2 sampai 4 minggu. Jika tes ini masih reaktif, maka tingkat infeksi sifilis tidak pada tahap awal.(Indian J Dermatol.2012).

Tes Penyakit CSF-kelamin Laboratorium Penelitian (VDRL) saat ini dianggap tes standar untuk mengkonfirmasikan diagnosis neurosifilis. Selain itu diperlukan tes neurologis rutin untuk penilaian fungsi saraf kranial, fungsi motorik, sensasi, koordinasi, refleks, dan kiprah.(J Clin Microbiol.2014). Tes ini memiliki spesifisitas yang tinggi, namun sensitivitas lebih rendah. Metode ini memerlukan piring kaca dan mikroskop cahaya dan pengenceran serum sehingga didapatkan antibodi dalam tubuh memiliki konsentrasi lebih kecil dari antigen VDRL. Karena kadar imunoglobulin dalam CSF lebih tinggi dibandingkan dalam darah. Berbeda dengan tes VDRL, Rapid Plasma reagin (RPR) tes digunakan dengan menggabungkan partikel karbon, yang memungkinkan tes yang akan dilakukan pada kartu kertas sekali pakai dan membaca dengan mata telanjang, bukan mikroskop. Sehingga Dibandingkan dengan CSF-VDRL, CSF-RPR memiliki tingkat negative palsu yang tinggi.(Sex Transm Dis. Author manuscript.2013)

X. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum pemeriksaan VDRL pada serum dengan nama probandus I Kadek Hardyawan didapatkan hasil yang negative ditandai dengan tidak terjadinya flokulasi. Untuk probandus kedua dengan nama Mr.X didapatkan hasil positif terjadi flokulasi yang kuat.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Asian J Transfus Sci.2012.Comparative study of Treponemal and non-Treponemal test for screening of blood donated at a blood center.[online].tersedia :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3353627/.[diakses 10 April 2016 09.56]

Blood Transfus.2015..Syphilis testing in blood donors: an update.[online].tersedia :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4385067/.[diakses 10 April 2016 08.14]

BMJ Open.2014.Comparison of an automated rapid plasma reagin (RPR) test with the conventional RPR card test in syphilis testing.[online].tersedia :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4281540/.[diakses 10 April 2016 08.05]

Clin Infect Dis.2013.A Dual Point-of-Care Test Shows Good Performance in Simultaneously Detecting Nontreponemal and Treponemal Antibodies in Patients With Syphilis: A

(11)

Multisite Evaluation Study in China.[online].tersedia :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3657488/.[diakses 10 April 2016 08.23]

Clin Vaccine Immunol.2015.Recent Trends in the Serologic Diagnosis of Syphilis.. [online].tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4308867/.[diakses 10 April 2016 09.14]

Indian J Dermatol.2012.VDRL Test and its Interpretation.[online].tersedia :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3312652/.[diakses 10 April 2016 10.23]

J Clin Diagn Res.2015.An Audit of VDRL Testing from an STI Clinic in India: Analysing the Present Scenario with Focus on Estimating and Optimizing the Turnaround Time. [online].tersedia : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4576558/.[diakses 10 April 2016 09.34]

J Clin Microbiol.2014.Comparison of the Cerebrospinal Fluid (CSF) Toluidine Red Unheated Serum Test and the CSF Rapid Plasma Reagin Test with the CSF Venereal Disease Research Laboratory Test for Diagnosis of Neurosyphilis among HIV-Negative Syphilis

Patients in China.[online].tersedia :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc3957747/.[diakses 10 April 2016 11.21]

Sex Transm Dis. Author manuscript.2013.The Rapid Plasma Reagin Test Cannot Replace the Venereal Disease Research Laboratory Test for Neurosyphilis Diagnosis..[online].tersedia :

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diketahui kit etambutol masih stabil selama 9 bulan dalam penyimpanan di lemari pendingin pada suhu 8 o C dengan persentase kemurnian radio kimia

Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering

Dari hasil uji stabilitas larutan stok diperoleh ke- simpulan bahw a larutan stok cilos- tazol stabil selama 7 hari dengan pe- nyimpanan dalam lemari pendingin (suhu + 4 0

Selama dilakukan defrosting atau pembersihan lemari pendingin, maka vaksin harus dipindahkan ke lemari pendingin lainnya atau disimpan dalam kotak berisolasi yang berisi

Berat Molekul Sodium Alginat penyimpanan suhu kamar vs penyimpanan di dalam lemari pendingin.

Berdasarkan kit reagen kolesterol sampel serum stabil 7 hari pada suhu 20-25 0 C dan 3 bulan pada suhu -20 0 C sedangkan dari hasil penelitian yang dilakukan

Sebagian larutan disimpan pada temperatur kamar selama 24 jam (untuk stabilitas jangka pendek) dan sebagian lagi disimpan dalam lemari pendingin (4 0 C) selama 20 hari (untuk

Sedangkan, telur bebek yang disimpan pada temperatur rendah di lemari es 8℃ memiliki kecenderungan perubahan yang sama dengan telur bebek yang disimpan pada temperatur ruang, tetapi