• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumor Ganas Kepala Leher

Tumor ganas kepala leher adalah tumor ganas yang bermula dari jaringan-jaringan dan organ-organ pada kepala dan leher. Yang termasuk tumor ganas kepala leher adalah tumor ganas pada laring (pita suara), tenggorokan, bibir, mulut, hidung, dan kelenjar ludah. Kebayakan jenis dari tumor ganas kepala dan leher bermula dari sel-sel squamous yang melapisi permukaan-permukaan yang lembab pada kepala dan leher seperti mulut, hidung, dan tenggorokan. Tumor ganas ini biasanya disebut tumor ganas sel squamous dari kepala dan leher. Tumor ganas kepala leher juga dapat bermula dari kelenjar ludah, namun biasanya lebih jarang terjadi. Kelenjar ludah mengandung berbagai jenis sel, jadi terdapat banyak jenis tumor ganas yang dapat terjadi pada kelenjar ludah.

Tumor ganas kepala dan leher dikategorikan lagi lebih lanjut berdasarkan tempat bermulanya tumor tersebut pada daerah kepala atau leher. Penggunaan tembakau, penggunaan alkohol yang berat, dan infeksi human papillomavirus (HPV) meningkatkan resiko dari banyak jenis tumor ganas kepala dan leher.

Tumor ganas pada otak, mata, esofagus, dan kelenjar tiroid, serta pada kulit, otot, dan tulang dari kepala dan leher biasanya tidak dikategorikan sebagai tumor ganas kepala dan leher. Daerah berikut yang digambarkan dan diberi label pada gambar 2.1 adalah beberapa situs yang sering mengalami tumor ganas (National Cancer Institute,2015).

(2)

Gambar 2.1. Regio kanker kepala dan leher Sumber : National Cancer Institute (2015).

(3)

Tabel 2.1 berikut ini menggambarkan distribusi kanker yang diperoleh dari riset yang dilakukan National Cancer Intelligence Network (NCIN).

Tabel 2.1 Distribusi tumor ganas (National Cancer Intelligence Network, 2015). Kode

ICD10

% dari Semua Tumor Ganas Kepala Leher

Wanita Pria Pangkal lidah C01 4% 5% Lidah lainnya C02 13% 10% Gusi C03 3% 2% Dasar mulut C04 6% 6% Langit-langit mulut C05 4% 2%

Bagian mulut lainnya C06 7% 4%

Kelenjar parotid C07 8% 5%

Kelenjar ludah lainnya C08 4% 1%

Tonsil C09 5% 5%

Orofaring C10 2% 3%

Nasofaring C11 3% 4%

Sinus piriformis C12 5% 6%

Hipofaring C13 5% 2%

Situs rongga mulut dan faring

lainnya C14 3% 4%

Rongga hidung dan telinga tengah C30 4% 2%

Sinus aksesorius C31 5% 2%

Laring C32 20% 36%

(4)

Berikut ini adalah tinjauan pustaka tentang 3 jenis tumor ganas kepala dan leher yang cukup sering ditemui, yaitu tumor ganas nasofaring, tumor ganas sinus paranasal, dan tumor ganas laring.

2.2 Tumor Ganas Nasofaring 2.2.1 Definisi

Tumor ganas nasofaring atau nasopharyngeal carcinoma (NPC) adalah tumor ganas yang bermula dari nasofaring, bagian atas dari tenggorokan (National Cancer Institute, 2015).. Untuk memahami NPC, akan membantu untuk mengetahui struktur dari nasofaring.

Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang koana yang berhubungan dengan orofaring dan terletak di superior palatum molle. Ukuran nasofaring pada orang dewasa yaitu 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3 cm pada dimensi anteroposterior. Dinding posteriornya sekitar 8 cm dari aparatus piriformis sepanjang dasar hidung (Chew, 1997). Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis oksiput dan vertebra cervical I dan II. Dinding anterior nasofaring adalah daerah sempit jaringan lunak yang merupakan batas koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah palatum molle. Batas dinding lateral merupakan fasia faringobasilar dan m. konstriktor faring superior (Witte and Neel, 1998; Lin, 2006). Gambar 2.2 berikut ini adalah anatomi nasofaring.

(5)

Gambar 2.2. Anatomi nasofaring Sumber : American Cancer Society (2015).

2.2.2 Epidemiologi

NPC cukup jarang terjadi di kebanyakan bagian dunia termasuk Amerika Serikat, dimana angka insidensinya adalah kurang dari satu kasus untuk setiap 100.000 orang tiap tahun. Pada tahun 2015, sebanyak 3200 kasus diprediksikan akan terjadi di Amerika Serikat. Namun, NPC terjadi jauh lebih sering pada beberapa bagian di Asia dan Afrika Utara, terutama di Cina (National Cancer Institute, 2015). Di indonesia, prevalensi NPC adalah 6,2 penderita per 100.000 orang di indonesia, dengan 13.000 kasus baru setiap tahunnya (Adham et.al., 2012).

(6)

2.2.3 Faktor resiko

Peneliti telah menemukan beberapa faktor yang meningkatkan resiko terkena NPC, yaitu :

- Jenis Kelamin. NPC lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita. - Ras. Orang-orang pada Asia dan Afrika Utara lebih sering terkena NPC. - Umur. NPC lebih sering ditemukan pada orang dewasa berumur 30-50

tahun.

Selain faktor-faktor di atas, penggunaan tembakau dan konsumsi alkohol serta pemaparan terhadap zat-zat tertentu seperti formaldehyde dan debu kayu juga diduga meningkatkan resiko terkena NPC (GM and AO 2015).

2.2.4 Etiologi

Pada daerah endemik, NPC adalah hasil dari interaksi kompleks dari infeksi kronis Epstein-Barr virus, lingkungan, dan faktor genetik.

a. Faktor genetik

Walaupun NPC adalah jenis keganasan yang jarang terjadi pada kebanyakan bagian di dunia, NPC adalah salah satu keganasan yang paling sering terjadi di Asia Tenggara dan Cina dengan tingkat insidensi yang dilaporkan berkisar antara 10 sampai 53 kasus per 100.000 orang. Angka insidensi juga tinggi pada suku eskimo di Alaska dan Greenland, serta pada bangsa Tunisia, berkisar antara 10 sampai 20 kasus per 100.000 orang (Chan et al., 2002). Selain itu, pengelompokkan familial pada populasi Chinese dan non-Chinese (Tao and Chan 2011).

(7)

Resiko riwayat keluarga dengan NPC adalah termasuk yang paling tinggi dari seluruh jenis keganasan (Suárez et al., 2010). Resiko relatif dari NPC pada keluarga adalah sekitar 8,0 (OuYang et al. 2013). Resiko yang tinggi pada populasi Cantonese dan orang dengan riwayat NPC keluarga menunjukkan bahwa kerentanan gen tertentu memainkan peran yang penting pada etiologi NPC.

b. Faktor lingkungan

Sejumlah besar dari penelitian case-control yang dilakukan pada berbagai populasi yang tinggal di berbagai tempat di Asia dan Amerika Utara menunjukkan bahwa ikan yang diasinkan sesuai gaya Cantonese dan makanan awetan lainnya yang mengandung nitrosodimethyamine (NMDA), N-nitrospyrrolidene (NPYR), dan N-nitrospiperidine (NPIP) merupakan faktor karsinogenik untuk NPC (Yu et al., 1988; Ning et al., 1990; Sriamporn et al., 1992; Armstrong et al., 1998; Yuan et al., 2000).

Selain itu, merokok dan pemaparan pekerjaan terhadap formaldehide dan debu kayu merupakan faktor resiko NPC juga (Xu FH, 2015).

c. Epstein-Barr virus

Hubungan Epstein-Barr virus dengan NPC ditemukan pertama kali pada tahun 1966 menggunakan in situ hybridization dan anticomplement immunofluorecent assay (Old et al., 1966). Penelitian berikutnya menunjukkan adanya gen laten Epstein-Barr virus – Epstein-Barr virus nuclear antigen (EBNA), latent membrane protein-1 (LMP-1), LMP-2, dan EBVencoded small RNAs (EBER) – pada sel-sel NPC (Baumforth et al., 1999).

Hipotesis terkini menyatakan bahwa Epstein-Barr virus memainkan pertan penting dalam mengubah sel epitel nasofaring menjadi sel tumor ganas (Lo et al., 2004).

(8)

2.2.5 Gejala Klinis

NPC jarang menjadi perhatian medis sebelum menyebar ke pembuluh limfa disekitarnya. Pembesaran dan peregangan dari tumor pada nasofaring dapat menyebabkan gejala sumbatan hidung (kongesti, keluarnya cairan hidung, dan pendarahan), perubahan pada pendengaran (biasanya akibat penyumbatan saluiran eustachius), dan cranial nerve palsies (akibat penekanan tumor terhadap dasar tengkorak). Berikut adalah gejala NPC (Medline, 2015) :

- Gejala hidung : pendarahan, obstruksi dan keluarnya cairan (78%) - Gejala telinga : infeksi, tuli, dan tinitus (73%)

- Sakit kepala (61%)

- Pembengkakkan leher (63%) 2.2.6 Diagnosis

Walaupun gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya tumor ganas, diagnosis yang sesungguhnya dapat ditegakkan melalui biopsi. Biopsi sendiri dapat dilakukan secara biopsi endoskopi atau fine needle aspiration biopsy(Wei KR, 2015). Selain itu, tes pencitraan juga dapt membantu menemukan daerah yang mencurigakan pada tubuh yang mungkin merupakan tumor ganas. Pencitraan yang dapat digunakan adalah x-ray, CT scan, MRI,dan USG(Gaillard, 2015).

Khusus untuk NPC, pengukuran kadar DNA Epstein-Barr virus pada darah dapat membantu diagnosis dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengobatan (Chan et al., 2001).

(9)

2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor ganas, selain yang bersifat suportif secara umum dibagi atas (Cancer.org, 2015) :

- Pembedahan – pembedahan dapat digunakan untuk diagnosis, mengobati, atau bahkan mencegah tumor ganas. Pembedahan biasanya memiliki angka kesembuhan yang tinggi, terutama jika tumor ganas belum menyebar.

- Kemoterapi – kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk mengobati tumor ganas.

- Radioterapi – radioterapi adalah penggunaan partikel berenergi tinggi untuk merusak sel-sel tumor ganas.

Pada subbab berikut ini akan khusus dibahas tentang kemoterapi dan radioterapi.

a. Kemoterapi

Kemoterapi adalah salah satu jenis dari pengobatan tumor ganas yang menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel tumor ganas. Kemoterapi membunuh sel-sel tumor ganas dengan merusaknya, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa memperbanyak diri dan menyebar. (National Cancer Institute, 2015).

Kemoterapi digunakan apabila tumor telah menyebar ataupun jika terdapat resiko penyebaran. Tujuan utama dari kemoterapi adalah :

a) Mengobati tumor ganas secara sempurna (kemoterapi kuratif). b) Untuk membantu keefektifan pengobatan lainnya seperti radioterapi.

c) Untuk mengurangi resiko kembalinya tumor ganas setelah radioterapi atau pembedahan.

d) Untuk meringankan gejala pada tumor ganas stadium lanjut, dimana tidak mungkin dapat disembuhkan dengan pengobatan terkini (kemoterapi paliatif). e) Terkadang digunakan untuk mengobati kondisi selain tumor gans, seperti

(10)

Berikut ini adalah jenis-jenis obat yang digunakan dalam kemoterapi dan fungsinya (Cancer.org, 2015):

a) Alkylating agent – secara langsung merusak DNA untuk mencegah reproduksi sel.

b) Antimetabolites – merusak DNA dan RNA dengan mensubstitusi zat penyusunnya.

c) Anti-tumor antibiotics – mengubah DNA sehingga sel tidak bisa bereproduksi.

d) Topoisomerase inhibitors – menginhibisi enzim topoisomerase yang dibutuhkan dalam pemisahan rantai DNA pada fase S untuk replikasi DNA. e) Mitotic inhibitors – menghambat mitosis pada fase M.

Walaupun kemoterapi adalah pengobatan yang sangat efektif karena telah menyelamatkan jutaan jiwa, kemoterapi memiliki efek samping; terutama karena sifat obat-obatan yang digunakan tidak dapat membedakan sel-sel tumor ganas dengan sel-sel tubuh yang cepat membelah, seperti sel darah, kulit dan saluran cerna. Oleh karena itu, kemoterapi memiliki efek toksik terhadap tubuh (Schuell et al., 2005). Berikut ini adalah efek samping dari kemoterapi (Nhs.uk, 2015) : a) Kelelahan

b) Mual dan Muntah c) Kehilangan rambut d) Anemia

e) Mukositis

f) Penurunan sistem imun g) Penurunan nafsu makan h) Depresi

(11)

b. Radioterapi

Radioterapi adalah pengobatan yang menggunakan radiasi berenergi tinggi. Pada umumnya radioterapi digunakan bersamaan dengan kemoterapi untuk mengobati tumor ganas pada stadium lanjut. Radioterapi biasanya digunakan sebelum operasi untuk mengecilkan tumor yang hendak diangkat (pengobatan neoadjuvan), atau setelah operasi untuk menangani sisa-sisa tumor yang tertinggal (pengobatan adjuvan) (Nhs.uk, 2015).

Radioterapi secara umum dapat diberikan secara eksternal dan internal. Radioterapi eksternal dilakukan dengan menggunakan alat linear accelerator untuk memfokuskan radiasi berenergi tinggi pada daerah yang membutuhkan pengobatan. Radioterapi eksternal tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali. Radioterapi internal dapat dilakukan dengan menanam sejumlah kecil material radioaktif di sekitar jaringan tumor ganas (disebut juga brachytherapy), atau menggunakan cairan radioaktif yang ditelan atau disuntik (National Cancer Institute, 2015).

Radioterapi dapat menyebabkan efek samping akut dan kronik. Efek akut terjadi saat pengobatan, dan efek kronik terjadi berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah pengobatan. Efek samping yang disebabkan tergantung dari daerah tubuh yang diobati, dosis yang diberikan per hari, dosis total yang diberikan, kondisi umum pasien, dan pengobatan lainnya yang diberikan pada saat yang bersamaan.

(12)

Efek samping akut disebabkan oleh kerusakan pada sel yang normalnya cepat membelah pada daerah yang diobati. Efek ini termasuk iritasi pada bagian-bagian yang terkena sinar radiasi. Efek lainnya berupa kerusakan pada kelenjar ludah atau rambut rontok jika daerah kepala yang diobati, atau masalah urianria jika abdomen bagian bawah yang diobati. Kelelahan adalah efek samping umum dari semua jenis radioterapi. Mual dengan atau tanpa muntah dapat terjadi bila abdomen atau kepala sedang diobati. Efek samping kronis dapat berupa fibrosis, diarrhea dan pendarahan, amnesia, infertilitas, dan tumor sekunder akibat radiasi yang jarang terjadi.

(13)

2.3 Tumor Ganas Sinus Paranasal 2.3.1 Definisi

Tumor ganas sinus paranasal atau paranasal sinus cancer (PSC) adalah tumor ganas yang bermula dari sinus-sinus paranasal, empat ruang kosong yang terbentuk dari tulang dan berada disekitar hidung (Gale Encyclopedia of Cancer, 2002). Untuk memahami PSC, akan membantu untuk mengetahui struktur dari sinus paranasal.

Sinus-sinus paranasal tersusun secara simetris disekeliling rongga hidung, dan terdiri atas :

- Sinus frontalis (terletak di dahi, tepat diatas hidung).

- Sinus ethmoidalis (terletak di samping hidung, tepat dibelakang bagian atas hidung).

- Sinus maksilaris (terletak di samping hidung, di bagian atas os zygomaticum). - Sinus sphenoidalis (dibelakang sinus ethmoidalis, di bagian tengah dari

tengkorak).

Sinus-sinus paranasal, yang biasanya berisi udara, dilapisi oleh membran mukosa yang melembabkan udara yang masuk ke hidung. Karena sinus paranasal mengandung udara, sinus-sinus tersebut memungkinkan untuk terjadinya gema dan resonansi suara (RJ, 2015). Gambar 2.3 dan 2.4 menunjukkan anatomi dari sinus-sinus paranasal dari penampang anterior dan lateral secara berurutan.

(14)

Gambar 2.3 Anatomi sinus paranasal penampang anterior. Sumber : American Cancer Society (2015).

Gambar 2.4 Anatomi sinus paranasal penampang lateral. Sumber : American Cancer Society (2015).

(15)

2.3.2 Epidemiologi

PSC jarang terjadi, dengan sekitar 2000 kasus baru per tahunnya di Amerika Serikat. Tumor ini lebih sering terjadi pada usia yang tua, dengan 4 dari 5 pasien yang terkena PSC berumur paling tidak 55 tahun. Laki-laki lebih mungkin terkena PSC daripada perempuan terutama di bagian dunia tertentu seperti Jepang dan Afrika Selatan. Kebanyakan kanker sinus paranasal terjadi pada sinus maksilaris, yang ditemukan pada 80% pasien dengan PSC(Cancer.org, 2015).

2.3.3 Etiologi

Etiologi PSC belum diketahui, namun faktor resiko yang dapat menyebabkan PSC adalah pemaparan terhadap zat tertentu yang mungkin dapat merusak DNA dari sel-sel paranasal. Gen yang memicu pembelahan sel disebut onkogen, sedangkan gen yang memperlambat pembelahan sel disebut tumor suppressor genes. PSC dapat disebabkan perubahan DNA yang memacu onkogen atau mengurangi efek tumor suppressor genes (Cancer.Net 2012).

2.3.4 Gejala klinis

Gejala dari PSC dapat bermacam-macam tergantung dari jenis, lokasi, tingkat tumor ganas. Gejala dari lesi awal menyerupai gejala infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang meliputi sumbatan pada hidung, nyeri fasial, dan keluarnya cairan yg jernih dan cair (rhinorrhea), yang terkadang bisa bercampur darah. Faktor kunci yang membedakan PSC dengan ISPA adalah durasi dari gejala-gejala tersebut, dimana pada ISPA biasanya sembuh dalam beberapa minggu dengan pengobatan, sedangkan pada PSC biasanya bertahan (Gale Encyclopedia of Cancer, 2002).

(16)

Gejala umum dari PSC adalah :

- Hidung yang tersumbat secara terus-menerus. - Perasaan infeksi sinus yang berulang.

- Pendarahan tanpa sebab dari hidung atau sinus paranasal.

- Tertutupnya salah satu dari mata, pandangan kabur, atau kelihatan penglihatan.

- Nyeri yang bertahan pada kening, dahi, atau di atas tulang pipi. - Pembengkakan pada langit-langit mulut.

- Longgarnya gigi dan pendarahan dari soket gigi rahang atas. 2.3.5 Diagnosis

Walaupun gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya tumor ganas, diagnosis yang sesungguhnya dapat ditegakkan melalui biopsi. Biopsi sendiri dapat dilakukan secara biopsi endoskopi atau fine needle aspiration biopsy(Wei KR, 2015). Selain itu, tes pencitraan juga dapt membantu menemukan daerah yang mencurigakan pada tubuh yang mungkin merupakan tumor ganas. Pencitraan yang dapat digunakan adalah x-ray, CT scan, MRI,dan USG(Gaillard, 2015).

(17)

2.3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor ganas, selain yang bersifat suportif secara umum dibagi atas (Cancer.org, 2015) :

- Pembedahan – pembedahan dapat digunakan untuk diagnosis, mengobati, atau bahkan mencegah tumor ganas. Pembedahan biasanya memiliki angka kesembuhan yang tinggi, terutama jika tumor ganas belum menyebar.

- Kemoterapi – kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk mengobati tumor ganas.

- Radioterapi – radioterapi adalah penggunaan partikel berenergi tinggi untuk merusak sel-sel tumor ganas.

2.4 Tumor Ganas Laring 2.4.1 Definisi

Tumor ganas laring atau laryngeal cancer adalah tumor ganas yang bermula dari bagian bawah dari tenggorakan. Untuk memahami tumor ganas laring, akan membantu untuk mengetahui struktur dari laring yang akan ditunjukkan pada gambar 2.5.

Laring, atau yang sering disebut kotak suara, adalah salah satu organ yang berperan dalam berbicara. Laring mengandung pita suara. Laring terletak di leher, di atas dari pembukaan trakea. Laring membantu menjaga makanan dan minuman agar tidak memasuki trakea (American Cancer Society, 2015). Laring terbagi atas 3 bagian:

- Supraglotis – terletak di atas pita suara, epiglotis terletak di sini. - Glotis – daerah yang mengandung pita suara.

(18)

Gambar 2.5 Anatomi laring Sumber : American Cancer Society (2015). 2.4.2 Epidemiologi

Angka kasus baru dari tumor ganas laring adalah 3,2 per 100.000 orang per tahun. Angka kematian yang diakibatkan tumor ganas kepala leher adalah 1,1 per 100.000 orang. Angka-angka di atas berdasarkan kasus baru dan kematian pada tahun 2008-2012. Angka resiko seumur hidup untuk terkena tumor ganas laring adalah sekitar 0,4 persen sesuai data tahun 2010-2012. (Seer.cancer.gov, 2015).

2.4.3 Etiologi

Etiologi tumor ganas laring belum diketahui, namun faktor resiko yang dapat menyebabkan tumor ganas laring adalah pemaparan terhadap zat tertentu yang mungkin dapat merusak DNA dari sel-sel paranasal. Gen yang memicu pembelahan sel disebut onkogen, sedangkan gen yang memperlambat pembelahan sel disebut tumor suppressor genes. Tumor ganas laring dapat disebabkan perubahan DNA yang memacu onkogen atau mengurangi efek tumor suppressor genes (Cancer.Net, 2012).

(19)

2.4.4 Gejala klinis

Berdasarkan fungsi dari laring, gejala-gejala dari tumor ganas laring yang menyebabkan kerusakan dan/atau obstruksi struktur laring dapat dengan gampang ditebak. Adapun gejala yang dapat ditimbulkan oleh tumor ganas laring adalah disfonia atau afonia, disfagia, dispnea, aspirasi, dahak yang bercampur darah, kelemahan, kaheksia, massa pada leher, dan otalgia. (Medscape, 2015).

2.3.5 Diagnosis

Walaupun gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya tumor ganas, diagnosis yang sesungguhnya dapat ditegakkan melalui biopsi. Biopsi sendiri dapat dilakukan secara biopsi endoskopi atau fine needle aspiration biopsy(Wei KR, 2015). Selain itu, tes pencitraan juga dapt membantu menemukan daerah yang mencurigakan pada tubuh yang mungkin merupakan tumor ganas. Pencitraan yang dapat digunakan adalah x-ray, CT scan, MRI,dan USG(Gaillard, 2015).

2.4.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor ganas, selain yang bersifat suportif secara umum dibagi atas (Cancer.org, 2015) :

- Pembedahan – pembedahan dapat digunakan untuk diagnosis, mengobati, atau bahkan mencegah tumor ganas. Pembedahan biasanya memiliki angka kesembuhan yang tinggi, terutama jika tumor ganas belum menyebar.

- Kemoterapi – kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk mengobati tumor ganas.

- Radioterapi – radioterapi adalah penggunaan partikel berenergi tinggi untuk merusak sel-sel tumor ganas.

(20)

2.5 Penurunan Berat Badan pada Kanker

Penurunan berat badan adalah salah satu dari gejala yang umum pada penderita tumor ganas dan sering merupakan gejala pertama yang disadari pasien. Sebanyak 40% penderita tumor ganas menyatakan penurunan berat badan pada saat diagnosis, dan hingga 80% orang dengan tumor ganas stadium lanjut memang mengalami penurunan berat badan disertai cachexia, yaitu kombinasi dari penurunan berat badan dan kehilangan massa otot (American Society of Clinical Oncology, 2015).

Penurunan berat badan terjadi karena ketidakseimbangan negatif antara pemasukkan dan pengeluaran kalori. Pada tingkat klinis, ketidakseimbangan kalori dapat terjadi karena: (1) konsumsi makanan yang tidak adekuat; (2) gangguan pencernaan dan absorpsi; (3) kehilangan nutrisi external; (4) kompetisi nutrisi antara tumor dan penderita; atau (5) peningkatan basal metabolisme. Pada pasien tumor ganas, semua kelainan ini dapat terjadi sendiri atau secara bersamaan, lalu berkontribusi terhadap penurunan berat badan dan perkembangan cachexia (Grant, 2010). Subbab berikut ini akan membahas poin-poin di atas. 2.5.1 Konsumsi makanan yang tidak adekuat

Sebanyak 40% dari paien tumor ganas mengalami anoreksia dan perasaan cepat kenyang pada saat awal rekurensi atau penyebaran dari tumor ganas. Pada sebuah penelitian yang dilakukan kepada pasien yang mendapat pengobatan paliatif, anoreksia/kaheksia dan asthenia lebih sering terjadi daripada nyeri dan dispnea, namun gejala tersebut merupakan lima gejala utama yang dikeluhkan pasien (Jatoi, 2014). Pasien yang menunjukkan gejala-gejala tersebut biasanya memiliki survival rate yang rendah dan memiliki respon yang buruk terhadap kemoterapi, serta mederita toksisitas yang lebih berat terhadap zat yang digunakan pada kemoterapi (Langius et al., 2013; Jatoi, 2014).

(21)

Anoreksia yang disebabkan langsung oleh tumor ganas terjadi pada kebanyakan pasien dengan tumor ganas tingkat lanjut. Pada pasien ini, tumor tersebut menyebabkan perubahan metabolisme dengan memproduksi metabolit perantara seperti peptida dan molekul kecil lainnya yang mengganggu mekanisme regulasi intake makanan perifer dan sentral. Selain itu, tumor ganas sendiri dapat menyebabkan dampak psikologis dan sosial yang menyebabkan stres dan perubahan pola makan (Theologides, 1977; UNM Cancer Center, 2015).

Pada banyak kasus, pengobatan tumor ganaslah yang menyebabkan anorexia. Sebagaimana telah dinyatakan di penatalaksanaan tumor ganas, salah satu efek samping utama yang disebabkan kemoterapi dan radioterapi adalah kelelahan serta mual dan muntah. Selain itu, pengobatan tersebut juga mengubah pencitraan rasa lidah (Amrican Cancer Society, 2015). Penghancuran sel-sel tumor ganas oleh radioterapi juga meningkatkan kadar tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1, yang dapat menyebabkan anoreksia (Perboni and Inui, 2006).

2.5.2 Ganguan pencernaan dan absorpsi

Pasien dengan tumor ganas dapat mengalami gangguan fungsi absopsi usus halus walaupun tumor ganas terletak diluar saluran pencernaan terkait; atropi parsial dari vilus mukosa jejunum terlihat pada pasien-pasien tersebut. Tumor ganas pada perut dengan sendirinya tentunya dapat menyebabkan gangguan pencernaan dalam bentuk obstruksi, gangguan sekresi dari kelenjar pencernaan seperti pankreas dan kantong empedu (Theologides, 1977; Tuca et al., 2012). 2.5.3 Kehilangan nutrisi eksternal

Kehilangan nutisi terutama protein melalui enteropathy telah diobservasi pada pasien dengan limfoma dan tumor padat pada usus halus (MB, 2014).

(22)

2.5.4 Kompetisi nutrisi antara tumor dan penderita

Kompetisi nutrisi antara pasien dengan jaringan tumor yang agresif secara teoritis dapat menyebabkan gangguan nutrisi pada pasien dengan tumor ganas. Diduga perubahan yang terlihat pada pola asam amino dalam darah menunjukkan permintaan jaringan tumor terhadap asam amino tertentu yang meningkat (Theologides, 1977).

2.5.5 Peningkatan basal metabolisme

Penelitian terkini menunjukkan bahwa basal metabolisme dapat digunakan sebagai indikator prognostik dari survival. Saat tumor ganas berkembang, basal metabolisme meningkat dan kaheksia terjadi, mengurangi long-term survival (Jatoi, 1999). Walaupun perubahan pada basal metabolisme tidak ditemukan pada beberapa pasien (Ottery, 1994), peningkatan basal metabolisme telah dilaporkan pada kasus anak (den Broeder et al., 2001), payudara (Kutynec et al., 1999), paru-paru (den Broeder et al., 2001), malnutrisi (Gambardella et al., 1999), dan kasus tumor ganas lainnya (Bosaeus et al., 2001).

Gambar

Gambar 2.1. Regio kanker kepala dan leher  Sumber : National Cancer Institute (2015).
Tabel 2.1 berikut ini menggambarkan distribusi kanker yang diperoleh dari  riset yang dilakukan National Cancer Intelligence Network (NCIN)
Gambar 2.2. Anatomi nasofaring   Sumber : American Cancer Society (2015).
Gambar 2.4 Anatomi sinus paranasal penampang lateral.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah : (a) merakit mesin pendingin dengan siklus kompresi uap yang digunakan untuk mendinginkan minuman dengan pipa diantara kompresor dan

Faktor yang mempengaruhi subjek penelitian untuk terlibat dalam exploratory risk-taking behavior adalah peer pressure family involvement, sehingga keterlibatan subjek pada

Resusitasi jantung paru merupakan usaha yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung

Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada seluruh masyarakat yang aktif pada media sosial agar dapat mengetahui bahwasanya dapat

Kadangi agurko žievelė (nors gerokai blogiau nei vandens molekules iš agur- ko į NaCl tirpalą) praleidžia ir NaCl jonus iš tirpalo į agurko vidų, agurkas pasisūdo, tiktai

Komunikasi bisa dilakukan baik secara lisan ataupun tertulis. Di sekolah terdapat mata pelajaran yang mengarahkan peserta didik yang dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi

Laporan skripsi dengan judul “Sistem Informasi Pengelolaan Usaha Jasa Desain Banner Dan Cetak Undangan Menggunakan Framework Code Igniter Pada Percetakan Muria Grafis

Akan tetapi pada ikan buntal mas betina menunjukkan bahwa peningkatan panjang total tubuh tidak mempengaruhi rasio berat lambung/berat tubuh karena semakin