• Tidak ada hasil yang ditemukan

Effendi Abustam, Muhammad Irfan Said, Muhammad Yusuf, dan Hikmah M. Ali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Effendi Abustam, Muhammad Irfan Said, Muhammad Yusuf, dan Hikmah M. Ali"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KUALITAS DAGING SAPI BALI (M. Longissimus dorsi) PASCAPENAMBAHAN TEPUNG ASAP HASIL PENGERINGAN SECARA OVEN,

KERING BEKU DAN KERING SEMPROT PADA LEVEL DAN LAMA PENYIMPANAN YANG BERBEDA

(Characteristics of Bali Beef (M. Longissimus dorsi) After the Addition of Liquid Smoke Powder Drying by Oven, Freeze, and Spray with Different Level and

Duration of Storage)

Effendi Abustam, Muhammad Irfan Said, Muhammad Yusuf, dan Hikmah M. Ali

Laboratorium Teknologi Daging dan Telur Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Correspondent author: effendiabu@hotmail.com

ABSTRAK

Penambahan tepung asap pada daging pascarigor diharapkan mampu untuk mempertahankan atau meningkatkan sifat fungsional daging sama seperti pada

penambahan dalam bentuk cair. Demikian pula selama penyimpanan dingin (2-50C)

pascarigor sifat fungsional tersebut tetap dipertahankan. Pemanfaatan asap cair sebagai pengawet alami dan ramah lingkungan dalam bentuk tepung pada daging segar belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakterisistik kualitas daging sapi Bali (Longissimus dorsi) yang ditambahkan tepung asap hasil pengeringan oven, kering beku, dan kering semprot pada level dan lama penyimpanan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan rancangan acap lengkap pola faktorial 3 x 3 x 4 dimana faktor 1 jenis tepung asap (oven, kering beku, kering semprot), faktor 2 level tepung asap (0, 1, 2 % dari berat daging; b/b), dan faktor 3 lama penyimpanan (0, 7, 14, dan 21 hari) yang diulang selama 3 kali. Peubah yang diamati adalah warna daging sistem Hunter L*, a*, b*, DPD daging segar, dan total koloni bakteri. Hasil penelitian menunjukkan jenis tepung asap memberikan hasil kurang lebih sama pada semua parameter. Semakin tinggi level tepung asap nilai L* (kecerahan warna) semakin meningkat mencapai 39.77% pada level 2%, nilai a* (kemerahan) dan nilai b* (kekuningan), dan DPD kurang lebih sama pada setiap level, dan total koloni bakteri menurun mencapai 1.43x106 pada level 2%

Semakin lama penyimpanan daging semakin empuk; DPD mencapai 1.16 kg/cm2 pada

21 hari, nilai L* dan b* meningkat sedang nilai b* menurun. Total koloni bakteri

meningkat mencapai 2.43x107 pada 21 hari. Dapat disimpulkan level tepung asap 2%

dapat mempertahankan karakteristik kualitas daging sapi Bali selama 14 hari penyimpanan.

Kata kunci: tepung asap, level tepung asap, penyimpanan, kualitas daging, sapi Bali

PENDAHULUAN

Kualitas daging pascapanen dan selama penyimpanan akan mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat proses biokimia dan mikrobiologis yang terjadi. Perubahan-perubahan ini mengakibatkan daya tahan daging dan produk olahannya menjadi terbatas.

(2)

Penambahan tepung asap pada daging pascarigor diharapkan mampu untuk mempertahankan atau meningkatkan sifat fungsional daging sama seperti pada penambahan dalam bentuk cair, sehingga masalah keterbatasan waktu pengolahan

daging prarigor dapat dipecahkan. Demikian pula selama penyimpanan dingin (2-50C)

pascarigor sifat fungsional tersebut tetap dipertahankan. Penggunaan asap cair konsentrasi 10% pada level 1 – 2% dari berat daging (w/w) dapat meningkatkan Daya Ikat Air (DIA) otot Longissimus dorsi sapi Bali (Abustam dan M. Ali, 2012), meningkatkan kualitas bakso dimana susut masak menurun, keempukan meningkat, daya lenting meningkat dan tingkat kesukaan meningkat (Abustam dkk., 2009; 2010). Penambahan asap cair konsentrasi 10% pada level 1.5% dari berat daging segar mampu untuk memperpanjang waktu prarigor menjadi 10,5 jam dengan pH 5.83, yang pada umumnya tanpa asap cair berlangsung 6 – 8 jam pascamerta (Abustam dan M. Ali, 2012). Penambahan asap cair 1 % pada pembuatan bakso dari tiga jenis otot dan fase rigor berbeda menghasilkan bakso dengan kualitas tinggi ditandai dengan daya putus bakso, daya lenting dan kualitas sensorik yang sama pada ketiga otot dan fase rigor yang berbeda (Abustam dkk, 2012). Konsentrasi asap cair 10 % dapat mempertahankan karakteristik kualitas daging sapi Bali (Longissimus dorsi) selama 2 minggu maturasi (Abustam dkk., 2013).

Pemanfaatan asap cair sebagai pengawet alami dan ramah lingkungan dalam bentuk tepung pada daging segar belum pernah dilakukan.

Makalah ini memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada daging sapi Bali segar yang ditambahkan tepung asap pengeringan oven, kering beku, kering semprot pada level dan lama penyimpanan yang berbeda dengan tujuan untuk mengkarakterisasi sifat kualitas daging sapi asap.

MATERI DAN METODE Materi

Penelitian ini menggunakan otot Longissimus dorsi (LD) pascarigor, dari 3 ekor sapi Bali jantan umur 3 tahun dan tepung asap sebagai bahan pengikat dan pengawet. Tepung asap merupakan hasil pengeringan asap cair konsentrasi 10% melalui pengeringan oven

(700C – 22 jam), kering beku (-270C - 22 jam), dan kering semprot (1200C – 30 menit/100

ml).

Metoda

Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3 x 3 x 4 dimana faktor 1 jenis tepung asap (oven, kering beku, kering semprot), faktor 2 level tepung asap (0, 1, 2 % dari berat daging; b/b), dan faktor 3 lama penyimpanan (0, 7, 14, dan 21 hari) yang diulang selama 3 kali. Peubah yang diamati adalah warna daging sistem Hunter L*, a*, b*, DPD daging segar, dan total koloni bakteri selama penyimpanan dingin (2-50C).

Pengukuran warna

Pengukuran warna daging mengacu pada sistim Hunter L*, a*, b* dimana L* tingkat kecerahan warna, a* tingkat kemerahan dan b* tingkat kekuningan masing-masing berayuan antara 0 - 100%. Makin tinggi persentase refleksi maka makin cerah, makin merah, dan makin kuning (AMSA, 2012). Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan colorimeter portable TES-135 Digital Color.

(3)

Pengukuran daya putus daging (DPD)

Pengukuran DPD dimaksudkan untuk melihat tingkat keempukan daging dengan menggunakan CD Shear Force. dimana sampel daging dalam bentuk silender dengan ukuran panjang 1 cm dan diameter 0.5 inci diletakkan dalam lubang CD shear force yang menggunakan pisau dengan tebal 1 mm untuk memotong sampel. Semakin besar beban untuk memutus sampel daging maka semakin alot daging tersebut. Nilai DPD

dinyatakan dalam kg/cm2 (Abustam dkk, 2009, Abustam, 2012).

Pengukuran total koloni bakteri

Total koloni bakteri selama penyimpanan diukur berdasarkan TPC (Fardiaz, 1992).

Analisis statistik

Data diolah dengan analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan uji BNT jika berpengaruh nyata berdasarkan Steel dan Torrie (1991) dengan menggunakan bantuan program SPSS (SPSS 16.0 , SPSS Ltd., West Street Woking, Surrey, UK)

HASIL DAN PEMBAHASAN Warna daging sapi bali

Kecerahan warna (L*)

Analisis ragam memperlihatkan bahwa jenis tepung asap tidak berpengaruh nyata, level tepung asap berpengaruh nyata (P<0.05), dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kecerahan warna (L*) daging sapi Bali.

Teknik pengeringan asap cair (oven, freeze drying, dan spray) memperlihatkan nilai L* yang kurang lebih sama sekalipun terdapat kecenderungan pengeringan oven menghasilkan tingkat kecerahan sedikit lebih tinggi dari kedua teknik pengeringan lainnya. Sementara itu semakin tinggi level tepung asap semakin cerah warna daging sapi Bali. Terdapat perebedaan nyata antara level 0% dengan 1 dan 2 %, namun tidak berbeda nyata antara level 1 dengan 2 %. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung asap mampu untuk meningkatkan kecerahan warna daging sapi Bali yang berada pada rentang nilai L* yang biasanya terjadi pada daging sapi yakni antara 35 – 60%.

Semakin lama penyimpanan semakin meningkat kecerahan warna daging sapi Bali, dimana terdapat perbedaan nyata antara lama penyimpanan 0 hari dengan 7, 14 dan 21 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung asap mampu meningkatkan tingkat kecerahan warna daging sapi Bali sampai pada penyimpanan 21 hari.

Kemerahan warna (a*)

Analisis ragam memperlihatkan jenis tepung asap, level tepung asap tidak berpengaruh nyata, dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap tingkat kemerahan warna daging sapi Bali.

Semakin lama penyimpanan tingkat kemerahan daging (a*) sapi Bali semakin menurun sekalipun terdapat peningkatan a* yang nyata pada penyimpanan 7 hari. Tidak terdapat perbedaan nyata antara 0 hari dengan 14 hari penyimpanan. Hal ini

(4)

mengindikasikan bahwa tepung asap dapat meningkatkan tingkat kemerahan daging sapi Bali sampai pada penyimpanan 7 hari kemudian mengalami penurunan sampai pada penyimpanan 21 hari. Pada daging sapi pada umumnya nilai a* berayun antara 2 – 30% (AMSA, 2012)

Tabel 1. Tingkat signifikansi nilai rata-rata parameter warna daging (L*, a*, b*) Perlakuan L* (%) Signifikansi Nilai Rata-rata Variabel Warna Daging a* ( %) b* (%)

Jenis Tepung: Oven Freeze Drying Spray Drying Level: 0% 1% 2% Penyimpanan: 0 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari Sig:0.01 36.19a 39.08b 40.39bc 40.63bcd Sig:0.05 39.35ns 39.15ns 38.72ns 37.62a 39.82b 39.77bc Sig: 0.01 18.09a 20.00b 16.65ac 14.53d Sig: 0.05 16.72ns 18.00ns 17.23ns 18.03ns 16.92ns 17.01ns Sig: 0.01 4.83a 7.97b 6.98bc 6.70c Sig:0.05 6.61ns 7.01ns 6.25ns 6.22ns 6.72ns 6.91ns

Keterangan: Angka dengan notasi huruf berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01)

L* = lightness (kecerahan), a* = redness (kemerahan), b*= yellowness (kekuningan)

Kekuningan warna (b*)

Analisis ragam memperlihatkan jenis tepung, level tepung asap tidak berpengaruh nyata, dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kekuningan (b*) daging sapi Bali.

Semakin lama penyimpanan semakin tinggi persentase b* (kekuningan) daging sapi Bali. Penyimpanan 0 hari berbeda nyata dengan 7, 14, dan 21 hari. Namun antara 7 hari dengan 14 hari demikian pula antara 14 hari dengan 21 tidak berbeda nyata. Hal ini menandakan bahwa tepung asap hanya mampu meningkatkan kekuningan daging (b*) sampai pada penyimpanan 7 hari setelah itu mengalami penurunan sekalipun nilai b* masih lebih tinggi dibanding dengan 0 hari.

Daya putus daging (DPD)

Analisis ragam memperlihatkan jenis tepung, level tepung asap tidak berepengaruh nyata, dsan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap DPD segar sapi Bali.

Sekalipun tidak berbeda nyata namun tepung asap dari penegringan secara oven memberikan nilai DPD yang lebih tinggi, menandakan bahwa terdapat kecenderungan daging sapi Bali sedikit lebih alot yang mendapatkan tepung asap penegringan oven.

Penambahan tepung asap level 0% cenderung lebih alot dibanding dengan level 1 dan 2%, mengindikasikan bahwa asap cair mampu untuk menurunkan nilai DPD, sekalipun pada penelitian ini belum berpengaruh nyata.

Semakin lama penyimpanan semakin menurun DPD segar sapi Bali, sekalipun tidak terdapat perbedaan nyata antara penyimpanan 7 hari dengan 14 dan 21 hari,

(5)

demikian pula antara 14 hari dengan 21 hari. Hal ini menandakan bahwa selama penyimpanan terjadi perbaikan keempukan daging sebagai akibat kerja enzim proteolitik (fenomena maturasi) dan peran dari tepung asap dalam mengempukkan daging. Penelitian sebelumnya memperlihatkan maturasi pada minggu kedua memperbaiki keempukan 26.72 % (Abustam dkk, 2013). Juga dilaporkan bahwa penambahan asap cair konsentrasi 10% pada level 1,0% dan 1,5% meningkatkan keempukan otot longissimus

dorsi secara berurutan masing-masing 4,74% dan 6,92% selama penyimpanan 8 jam

(Abustam dan Ali, 2010). Perbaikan keempukan daging segar selama maturasi (2 – 50C)

umumnya diakibatkan oleh enzim proteolitik khususnya enzim catepsin. Hal ini mengindikasikan bahwa asap cair selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga dapat berperan sebagai bahan pengempuk.

Tabel 2. Tingkat signifikansi nilai rata-rata parameter DPD dan total koloni bakteri Perlakuan Signifikansi Nilai Rata-rata Variabel DPD dan TKB DPD (kg/cm2) Total Koloni Bakteri (cfu/g)

Jenis Tepung: Oven Freeze Drying Spray Drying Level: 0% 1% 2% Penyimpanan: 0 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari Sig:0.01 1.62a 1.20b 0.95b 1.16b Sig:0.05 1.34ns 1.16ns 1.19ns 1.31ns 1.19ns 1.19ns Sig: 0.01 1.64x104a 1.64x105a 3.52x106a 2.43x107b Sig: 0.05 7.11x106ns 6.71x106ns 7.16x106ns 1.78x107a 1.73x106b 1.43x106b

Keterangan: Angka dengan notasi huruf berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan nyata (P<0.05) dan sangat nyata (P<0.01)

DPD = Daya Putus Daging, TKB = Total Koloni Bakteri

Total koloni bakteri

Analisis ragam memperlihatkan jenis tepung tidak berpengaruh nyata, level tepung asap berpengaruh nyata (P<0.05), dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap total koloni bakteri (cfu/g).

Sekalipun jenis tepung tidak berpengaruh nyata namun terdapat kencenderungan total koloni bakteri paling rendah pada tepung asap hasil pengeringan kering beku,

sekalipun masih diatas standar SNI yakni 1x106 cfu/g. Kemungkinan kehilangan

senyawa asap cair khususnya senyawa asam dapat terkendali pada pengeringan kering beku sehingga lebih berperan dalam menghambat perkembangan bakteri.

Semakin tinggi level tepung asap semakin menurun total koloni bakteri Terdapat perbdaan yang nyata antara 0% dengan 1 dan 2%, namun antara 1 dengan 2% tidak

berbeda nyata. Penurunan total koloni bakteri mencapai 92% (1.43x106 cfu/g)) pada level

tepung asap 2%, namun demikian total koloni bakteri tersebut masih sedikit diatas

standar SNI yakni 1x106 cfu/g. Penelitian sebelumnya pada konsentrasi 10% total koloni

bakteri mengalami penurunan sebesar 57.3% dari tanpa asap cair (konsentrasi 0%) (Abustam dkk, 2013). Tingginya penurunan total koloni bakteri sebesar 92% pada level

(6)

2% dan 90.03% pada level 1% menjelaskan bahwa tepung asap konsentrasi 10% cukup potensial untuk menurunkan jumlah total koloni bakteri pada daging sapi Bali. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian asap cair pada daging dalam bentuk tepung asap tanpa melihat teknik pengeringan (oven, kering beku, atau kering semprot) jauh lebih efektif dalam menghambat perkembangan bakteri dibanding dengan dalam bentuk cair. Pengeringan asap cair nampaknya mampu untuk menghambat hilangnya senyawa-senyawa asap yang sifatnya volatil khususnya senyawa-senyawa asam sebagai antibakteri dibanding dengan asap dalam bentuk cair.

Semakin lama penyimpanan semakin meningkat total koloni bakteri. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara penyimpanan 0, 7 dan 14 hari, namun penyimpanan 14 hari berbeda nyata dengan 0, 7, dan 14 hari. Total koloni bakteri mencapai 2.43x107 cfu/g pada 21 hari dan3.52x106 cfu/g pada 14 hari, masih sedikit

diatas standar SNI yakni 1x106 cfu/g.

KESIMPULAN

1. Jenis tepung asap memberikan hasil kurang lebih sama pada semua parameter. 2. Semakin tinggi level tepung asap nilai L* (kecerahan warna) semakin meningkat

mencapai 39.77% pada level 2%, nilai a* (kemerahan) dan nilai b* (kekuningan), dan DPD kurang lebih sama pada setiap level, dan total koloni bakteri menurun

mencapai 1.43x106 pada level 2%.

3. Semakin lama penyimpanan daging semakin empuk; DPD mencapai 1.16 kg/cm2

pada 21 hari, nilai L* dan b* meningkat sedang nilai b* menurun. Total koloni

bakteri meningkat mencapai 2.43x107 pada 21 hari.

4. Dapat disimpulkan level tepung asap 2% dapat mempertahankan karakteristik kualitas daging sapi Bali selama 14 hari penyimpanan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Hasanuddin dan Ketua LP2M Unhas yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Penelitian Kompetisi Internal BOPTN Universitas Hasanuddin TA 2014 dengan kontrak Nomor: 1454/UN4.20/PL.09/2014 Tanggal 24 April 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E. 2012. Ilmu Daging: Aspek Produksi, Kimia, Biokimia dan Kualitas. Cet. 1, Masagena Press Makassar

Abustam, E, J. C. Likadja dan A. Ma’arif. 2009. Penggunaan asap cair sebagai bahan pengikat pada pembuatan bakso daging sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Program Magister Ilmu Ternak Pasacasarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Abustam, E, J. C. Likadja dan F. Sikapang. 2010. Pemanfaatan asap cair sebagai bahan pengikat

pada pembuatan bakso daging dari tiga jenis otot sapi Bali. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010. Bogor, 3-4 Agustus 2010 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian

(7)

Abustam, E dan H. M. Ali. 2012. Peningkatan sifat fungsional daging sapi Bali (Longissimus dorsi) melalui penambahan asap cair pascamerta dan waktu rigor. Pros. Seminar Nasional “Peningkatan Produksi dan Kualitas Daging Sapi Bali Nasional” Bali, 14 Seprtember 2012. Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana.

Abustam, E, M. Yusuf, H. M. Ali dan F.N, Yuliati. 2012. Peningkatan Daya Tahan dan Kualitas Daging dan Produk Daging Olahan Melalui Penambahan Asap Cair Sebagai Bahan Pengawet Alami Ramah Lingkungan. Laporan Penelitian Strategis Nasional 2012. Universitas Hasanuddin

Abustam, E, M. Yusuf, H. M. Ali dan F.N, Yuliati. 2013. Karakteristik kualitas daging sapi bali (m. Longissimus dorsi) pascapenambahan asap cair pada konsentrasi dan waktu maturasi yang berbeda. Pros. Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 5. Unpad Jatinangor , 12 November 2013. Hal. 277-282.

AMSA, 2012. Meat Color Measurement Guidelines. American Meat Science Association 201 East Springfield Avenue, Suite 1202 Champaign, Illinois USA

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1991. Principles and Procedures of Statistics. McGraw-Hill, Book Co. Inc, New York

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa suhu lingkungan dan macam strain berpengaruh terhadap jumlah keturunan D?. Hasil penelitian ini

Bank Tabungan Negara (BTN) yang ada di Kota Bandung dengan mengambil judul yang sama dengan penelitian terdahulu yaitu : “Pengaruh Organizational Learning

Jika Anda sudah memastikan untuk membeli printer yang akan Anda gunakan untuk mencetak gambar dari kamera digital Anda, pilihannya tentu akan jatuh pada printer yang memberikan

compare level of serum transaminases between body mass index group (overweight, obese, and. severely obese) in children was analyzed used Kruskal-Wallis, and Post Hoc with P value

Sehubungan dengan itu, ia menyatakan bahwa sesuai dengan sifat kajian dialektologi diakronis, bidang garapan dialektologi diakronis mencakup dua aspek, yaitu aspek

Sistem reproduksi pada pria terdiri dari 2 bagian utama yaitu testis yang merupakan tempan pembentukan sperma, dan penis.. Letak testis yang berada di luar

[r]

(4) Kelompok Kerja Unit Eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) huruf b angka 4 dipimpin oleh Pejabat Administrator atau Fungsional Perencana