• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DAMPAK PENGGABUNGAN (MERGER) PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PEKERJA. A. Alasan dan Tujuan Penggabungan (Merger) Perseroan Terbatas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III DAMPAK PENGGABUNGAN (MERGER) PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PEKERJA. A. Alasan dan Tujuan Penggabungan (Merger) Perseroan Terbatas."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

DAMPAK PENGGABUNGAN (MERGER) PERSEROAN TERBATAS TERHADAP PEKERJA

A. Alasan dan Tujuan Penggabungan (Merger) Perseroan Terbatas.

Menurut M. Nawir Messi, alasan dan tujuan perseroan melakukan penggabungan adalah:

a. Pertumbuhan (growth), salah satu motivasi umum dari bisnis untuk penggabungan adalah pertumbuhan. Ada dua jalan dari bisnis untuk tumbuh. Pertama, pertumbuhan secara internal, bisa jadi berjalan lambat terutama jika perseroan hanya memanfaatkan keunggulan jangka pendek terhadap pesaingnya. Alternatif pertumbuhan yang lebih cepat adalah melakukan penggabungan atau mengakuisisi sumberdaya-sumberdaya penting yang tersedia guna mencapai tujuan kompetitif;

b. Sinergi (synergy), motif lain yang banyak dikutip adalah mensinergikan manfaat dari dua perseroan. Ada dua bentuk sinergi. Pertama, sinergi yang diperoleh dari sinergi biaya dan yang kedua adalah sinergi yang diperoleh dari penerimaan. Sinergi biaya adalah yang paling mudah untuk dicapai karena duplikasi biaya dapat dihilangkan, bahkan perunit-unit produksi dapat diturunkan;

c. Diversifikasi, pada motif diversifikasi, dimana perseroan-perseroan berusaha mengurangi tingkat resikonya dengan menambahkan segmen industri lain (terkait atau tidak terkait) kedalam payung korporasinya;

d. Konsolidasi dan roll-up merger, salah satu karakter dari gelombang merger kelima (mega merger) di Amerika Serikat adalah kecenderungan ke arah konsolidasi atau roll-up mergers. Di industri-industri tertentu, perseroan-perseroan besar (konsolidator) mengakuisisi pesaing lintas negaranya guna membangun posisi dominan;

e. Skala ekonomi (economies of scale), mengacu pada bukti-bukti empiris bahwa

penggabungan perusahaan dapat menurunkan fixed costs dengan

menghilangkan duplikasi operasi, penurunan biaya-biaya relatif terhadap penerimaan yang sama, karena itu meningkatkan margin penerimaan;

f. Peningkatan penerimaan atau pangsa pasar, ini berangkat dari assumsi bahwa penggabungan perseroan yang saling bersaing dapat meningkatkan market power (melalui pengingkatan pangsa pasar), karena itu pada gilirannya dapat mengendalikan pasar;

g. Integrasi vertikal, diantaranya untuk menginternalisasikan persoalan eksternal, misalnya pengurangan biaya-biaya transaksi atau double marginalization. Double marginalization terjadi jika kedua perseroaan upstream dan downstream memiliki kekuatan monopoli, dimana tiap perseroan yang secara terpisah menurunkan output dari tingkat yang bersaing ketingkat monopoli,

(2)

yang pada akhirnya melahirkan dua deadweight losses. Penggabungan dua perseroan yang terintegrasi secara vertikal memungkinkan perseroan hasil penggabungan dapat mengoleksi atau deadweight loss dengan menetapkan upstream output pada level yang kompetitif. Ini pada gilirannya meningkatkan

keuntungan dan surplus konsumen.129

Michael. A Hitt, Jeffrey S. Harrison, dan R. Duane Ireland, berpendapat perusahaan-perusahaan melibatkan diri dalam melakukan penggabungan karena berbagai tujuan. Penggabungan yang efektif sebenarnya dapat berguna sebagai platform pertumbuhan perusahaan yang menyebabkan meningkatnya pangsa pasar, Memberi pondasi yang diperlukan untuk menciptakan dan mendapatkan keuntungan-keuntungan dari penghematan skala, (yakni keuntungan-keuntungan yang diperoleh jika perusahaan bisa memanfaatkan sumber-sumber dayanya untuk menekan biaya produksi berbagai macam produk, penghematan ini terutama dicapai pada tataran oprasional), dan penghematan cakupan (yakni keuntungan yang didapat melalui pemanfaatan sumber-sumber daya suatu unit untuk mencakup pengoprasian unit lainya), mengurangi pengeluaran-pengeluaran organisasional dengan cara menghapuskan penganggaran dan mentransfer

pengetahuan diantara unit-unit bisnis dan/ atau alur produk individu.130

Dapat disimpulkan tujuan penggabungan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan ekspansi aset perseroan, peningkatan penjualan, dan ekspansi pangsa pasar pihak yang melakukan merger atau akuisisi. Tujuan-tujuan tersebut merupakan tujuan jangka menengah. Tujuan yang lebih mendasar adalah pengembangan kekayaan para pemegang saham melalui penggabungan dan

129

Ibid.

130

Michael. A Hitt, Jeffrey S. Harrison, dan R. Duane Ireland, Merger dan Akuisisi,

Panduan Meraih Laba Bagi Para Pemegang Saham, penerjemah: SugengHariyanto, Sukono, dan Uni Rohimah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 63.

(3)

akuisisi yang ditujukan pada pengaksesan atau penciptaan keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan bagi perseroan yang melakukan penggabungan dan akuisisi. Menurut Ross, Westerfield, dan Jordan dalam teori keuangan modern, menyebutkan bahwa memaksimalkan kekayaan pemegang saham dianggap sebagai kriteria rasional untuk investasi dan keputusan finansial yang dibuat oleh

para meneger.131

Setiap kegiatan usaha dalam sebuah perseroan terbatas melibatkan kepentingan berbagai pihak antara lain pengusaha (pemilik/ pemegang saham), pekerja, masyarakat pemasok bahan dan masyarakat konsumen, serta pemerintah. Agar kegiatan usaha berjalan dengan baik para pihak tersebut harus menciptakan hubungan yang serasi, harmonis dan dinamis. Oleh karena itu, masing-masing harus melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik agar perseroan dapat berkembang dan terus mendapat keuntungan sehingga pihak-pihak dalam

perseroan tersebut tentunya juga mendapat keuntungan.132

Penggabungan perseroan merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha yang harus dilakukan secara serasi, harmonis dan dinamis oleh para pemangku kepentingan dalam sebuah perseroan, agar tindakan penggabungan perseroan tersebut berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan memperoleh keuntungan. Penggabungan merupakan salah satu strategi bisnis yang dilakukan sebuah perseroan agar dapat tetap bersaing dengan perseroan lainnya dan tetap

mendapat keuntungan.133 Penggabungan adalah perbuatan hukum dua perseroan

atau lebih yang menggabungan diri dengan perseroan yang terlah ada. Yang

131

Kamaludin, Karona Cahya Susena, Berto Usman, Op. Cit., hal. 45-46.

132

Sumanto, Hubungan Industrial, (Jakarta: Buku Seru, 2014), hal. 11.

133

(4)

mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih

kepada perseroan yang menerima penggabungan.134

Penggabungan perseroan tersebut menyebabkan struktur dari perseroan tersebut bersatu baik itu organ perusahaan (RUPS, direksi, komisaris), dan juga

pekerja dalam sebuah perseroan yang menerima penggabungan. 135 Dapat

dianalisis bahwa tindakan penggabungan tersebut berdampak pada pekerja sebab dengan bersatunya perseroan misalnya perseroan A bergabungan dengan perseroan B dan perseroan A bubar oleh karena hukum sehingga pekerja dari perseroan A juga akan turut bergabung dengan perseroan B. Pasal 11 jo. Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan mengatur bahwa perseroan terbatas yang melakukan penggabungan bahwa dalam setiap rancangan penggabungan (perjanjian penggabungan) harus membuat penegasan dari perseroan terbatas yang akan menerima penggabungan, mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari perseroan yang akan menggabungkan diri, termasuk penegasan apakah akan menerima pekerja untuk bekerja kembali pada perseroan hasil penggabungan atau tidak melanjutkan hubungan kerja (pemutusan hubungan kerja). Sehingga dari hal tersebut dapat dianalisis terdapat dua dampak dari bergabungnya perseroan tersbut terhadap pekerja yaitu dampak positif yaitu

134

Ibid, hal. 28.

135

Felix Oentung Soebagijo, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan implikasinya

Dalam Praktek Akuisisi Perusahaan, Penggabungan, dan Peleburan Usaha di Indonesia, (Jakarta:

(5)

berupa pekerja dipekerjakan kembali pada perseroan hasil penggabungan dan

dampak negatif berupa pemutusan hubungan kerja.136

B. Dampak Positif Penggabungan Perseroan Terbatas Terhadap Pekerja. Dalam setiap kegiatan usaha diatur oleh kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan. Dalam permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan. Kebanyakan jasa tenaga kerja bukanlah merupakan barang jadi yang siap dinikmati konsumen, melainkan masih merupakan bahan atau input untuk memproduksi barang lainnya. Bergabungnya dua atau lebih perseroan menjadi satu perseroan tentunya juga akan mengakibatkan menentukan jumlah permintaan jasa tenaga kerja yang diperlukan oleh perseroan tersebut untuk memproduksi

berbagai barang ataupun jasa yang siap dijual.137

Pasal 126 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa tindakan penggabungan tidak boleh merugikan pekerja, untuk itu penggabungan perseroan yang menerima penggabungan harus tetap mempekerjakan baik pekerjanya sendiri dan mempekerjakan kembali pekerja dari perseroan yang menggabungkan diri. Pekerja yang dipekerjakan kembali oleh perseroan hasil penggabungan (merger), dalam Pasal 11 Jo. Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, mengatur bahwa selain hal-hal sebagaimana dimaksud setiap rancangan penggabungan yang dilakukan harus membuat penegasan dari perseroan terbatas yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan

136

Ibid, hal. 50.

137

(6)

peralihan segala hak dan kewajiban dari perseroan yang akan menggabungkan diri. Penjelasan mengenai segala hak dan kewajiban dari perseroan yang menerima penggabungan termasuk salah satu kewajiban tersebut adalah mengenai hak-hak pekerja pada perseroan hasil penggabungan akan diatur dalam perjanjian kerja antara perseroan hasil penggabungan dengan pekerjanya, dimana hak-hak yang akan diterima pekerja tidak boleh merugikan pekerja.

Dapat dianalisis bahwa pekerja yang di pekerjakan kembali oleh perseroan penerimaan penggabungan merupakan dampak positif. Dampak positif pekerja dipekerjakan kembali ketika:

1. perseroan A perseroan kecil bergabung dengan perseroan B yang lebih besar. Sehingga pekerja dari perseroan A yang dulunya bekerja di perseroan kecil dengan bergabungnya perseroan tersebut, menjadi bekerja pada perseroan yang lebih besar dan lebih kuat sehingga pendapatan berupa gaji bisa meningkat. Seperti penggabungan perseroan farmasi yang mana PT. Dankos L. Tbk, dan PT. Ensavel menggabungkan diri dengan perseroan yang lebih besar yaitu PT. Kalbe Farma Tbk, yang tentunya pekerja dari PT. Dankos L.Tbk dan PT

Ensavel sekarang menjadi pekerja pada PT. Kalbe Farma Tbk.138

2. Perseroan yang bergabung menjadi semakin sebesar. Sehingga selain tetap mempekerjakan pekerja pada perseroan yang melakukan penggabungan akan

manambah jumlah pekerja untuk meningkatkan produksi. Seperti

penggabungan PT Sucofindo dan Bergabung dengan PT Surveyor Indonesia. Yang setelah bergabung akan melakukan ekspansi usaha ke sejumlah negara di

138

(7)

Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Honkong. Direktur Utama Sucofindo-SI Fahmi Sadiq mengatkan akan menambah jumlah pekerja untuk kebutuhan

ekspansi ketiga Negara tersebut.139

Dapat dianalisis penggabungan perseroan terbatas dapat berdampak positif terhadap pekerja yang dipekerjakan kembali oleh perseroan yang menerima penggabungan, terutama pekerja dapat bekerja di perseroan yang lebih besar, dengan gaji yang lebih besar dan penggabungan perseroan tersebut dapat mengurangi penggangguran dengan semakin besarnya perseroan tersebut tentunya juga membutuhkan pekerja yang lebih besar, sehingga dapat menyerap lebih banyak pekerja. hal ini dapat dilihat penggabungan PT Sucofindo dan Bergabung dengan PT Surveyor Indonesia. Dimana setelah bergabung akan melakukan ekspansi usaha ke sejumlah negara di Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Honkong. Direktur Utama Sucofindo-SI Fahmi Sadiq mengatkan, akan

menambah jumlah pekerja untuk kebutuhan ekspansi ketiga Negara tersebut.140

C. Dampak Negatif Penggabungan Perseroan Terbatas Terhadap Pekerja. tujuan penggabungan adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan ekspansi aset perseroan, peningkatan penjualan, dan ekspansi pangsa pasar pihak yang melakukan merger atau akuisisi. Tujuan-tujuan tersebut merupakan tujuan jangka menengah. Tujuan yang lebih mendasar adalah pengembangan kekayaan para pemegang saham melalui penggabungan dan akuisisi yang ditujukan pada pengaksesan atau penciptaan keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan bagi

139

http://ekbis.sindonews.com/read/726472/34/perusahaan-meger-sucufindo-si-akan-ekspansi-ke-asia-1363079612, diakses pada tanggal 28 Juli 2016.

140

(8)

perseroan yang melakukan penggabungan dan akuisisi. Menurut Ross, Westerfield, dan Jordan dalam teori keuangan modern, menyebutkan bahwa memaksimalkan kekayaan pemegang saham dianggap sebagai kriteria rasional

untuk investasi dan keputusan finansial yang dibuat oleh para meneger.141

Memaksimalkan kekayaan pemegang saham yang menjadi tujuan sebenarnya penggabungan perseroan terbatas dapat berdampak negatif bagi pemangku kepentingan yang salah satunya adalah pekerja. bergabungnya perseroan menyebabkan departemen (devisi) dalam perseroan yang sebelumnya berbeda akan menjadi satu pada perseroan yang menerima penggabungan. Sehingga pekerja dalam departemen (devisi) juga akan dipersatukan pada

perseroan yang menerima penggabungan.142

Pekerja merupakan faktor produksi dalam sebuah perseroan. Pada setiap akan melakukan penggabungan, para direksi maupun menejer-menejer dalam sebuah perseroan tentunya telah melakukan uji tuntas termasuk telah melakukan penghitungan hasil produksi yang akan dihasilkan ketika perseroan tersebut bergabung. Para direksi masing-masing perseroan akan melihat bagaimana produksi yang akan dihasilkan akan mempunyai harga yang kompetitif dan memungkinkan konsumen maupun masyarakat tertarik untuk membelinya. Hal tersebut akan berdampak negatif pada pekerja, apabila pekerja yang merupakan faktor produksi akan dilakukan pengurangan jumlah pekerja harus dikurangi

untuk mendapat harga produksi yang kompetitif.143

141

Kamaludin, Karona Cahya Susena, Berto Usman, Loc. Cit.

142

Jeff Madura, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal. 30.

143

(9)

Pengurangan jumlah pekerja akan semakin buruk jika perekonomian suatu negara itu tidak baik. Perekonomian yang buruk menyebabkan daya beli masyarakat menurun sehingga masayarakat cenderung berhemat untuk membeli suatu barang atau menggunakan suatu jasa yang merupakan hasil produksi yang ditawarkan oleh perseroan. Dan hal tersebut tentunya akan menjadi pertimbangan para direksi dan manejer-menerjer yang malakukan penggabungan dalam penghitungan hasil produksi yang kompetitif sehingga memungkinkan

pengurangan jumlah pekerja yang lebih besar lagi.144 Hal tersebut dilakukan oleh

para direksi atupun menejer untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham dan untuk menghasilkan penggabungan perseroan terbatas yang berhasil.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan dampak negatif yang dapat diterima pekerja, sebab ketika pekerja di PHK otomatis mereka akan kehilangan mata pencaharian. Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan: tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.145

Penggabungan perseroan terbatas dapat berdampak pemutusan hubungan kerja, itu terjadi karena dengan bergabungnya dua atau lebih perseroan yang menyebabkan beberapa perseroan tersebut sebelumnya terdiri dari beberapa perseroan dengan adanya penggabungan tersebut akan hanya menjadi satu perseroan saja, yaitu perseroan yang menerima penggabungan. Pemutusan

144

Ibid, hal. 514.

145

(10)

hubungan kerja terjadi, ketika perseroan yang bergabung tersebut jika seluruh pekerja dari seluruh perseroan yang bergabung diterima kembali, maka kebutuhan perseroan akan pekerja akan berlebih, dan perseroan tersebut tidak sanggup untuk membayar gaji dari para pekerja tersebut oleh karena akan membuat hasil produksi dari perseroan yang bergabung akan sangan mahal. Misalnya perseroan A, B, bergabung dengan perseroan C. Perseroan A memiliki pekerja di bidang pemasaran sejumlah 10 (sepuluh) orang, Perseroan B sejumlah 10 (dua belas) orang dan C sejumlah 15 (lima belas) orang. Sementara dengan bergabungnya perseroan tersebut, perseroan hasil penggabungan hanya membutuhkan 20 (dua puluh) orang untuk ditempatkan pada bagian pemasaran sehingga akan terjadi

pemutusan hubungan kerja sejumlah 15 (lima belas) orang pekerja.146 hal tersebut

dapat dilihat rencana penggabungan PT Chevron Pacific Indonesia yang berkantor di Provinsi Riau, dengan Chevron Indonesia Company (CICo) di Kalimantan Timur, yang menurut Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), tiap langkah penggabungan selalu diikuti dengan pengurangan tenaga kerja, karena ada departemen atau divisi yang digabung sehingga terjadi pengurangan dan ada departemen atau divisi yang dibubarkan untuk menghasilkan produksi yang kompetitif. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyatakan, rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) ini tidak akan mengganggu target minyak dan gas nasional, dan merupakan strategi untuk

melakukan efisiensi.147

146

Marcel Go, Akuisisi Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 12.

147

(11)

Dampak negatif dari penggabungan juga dapat dilihat pada kasus PT Securior Indonesia yang melakukan penggabungan di tingkat Internasional antara Grup 4 (empat) Flock dengan PT Securior di Inggris, yang memberhentikan 259 orang pekerja secara sepihak, yang mana menurut putusan Mahkamah Agung harus mempekerjakan kembali para pekerja tersebut. Tetapi pihak PT Securior belum memenuhi putusan tersebut, dengan alasan karena tidak mungkin mempekerjakan para pekerjanya kembali, sebab PT Securior selama ini bekerja dengan klien, dan akibat mogok yang dilakukan, para klien mengalami kerugian

dan tidak mau bekerja sama kembali.148

Dapat dianalisis bahwa dampak negatif terhadap penggabungan perseroan terbatas berupa tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat ketika perseroan bergabung terdapat kelebihan jumlah pekerja dan perseroan harus tetap dapat melakukan tindakan efisiensi agar menghasilkan faktor produksi yang kompetitif sehingga tujuan dari penggabungan yaitu pemaksimalan kekayaan pemegang saham dapat tercapai. Dampak negatif berupa tindakan pemutusan hubungan kerja lebih ditentukan oleh perseroan. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus PT Sucorior yang menurut putusan Mahkamah Agung harus mempekerjakan kembali pekerja yang di PHK, tetapi karena tidak sanggup membayar gaji pekerja tersebut, para pekerja tetap tidak dipekerjakan kembali.

Dampak negatif yang dialami pekerja ini sangat berbeda dengan stake holder (pemangku kepentingan) lainnya dalam perseroan terbatas, dapat dilihat dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

148

http://news.detik.com/berita/617795/6-lsm-dukung-kariyawan-securior, Senin, 14 Maret 2016.

(12)

Terbatas, menyatakan perbuatan hukum penggabungan wajib memperhatikan kepentingan: (a) perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, (b) kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan; dan (c) masyarakat dan persaingan sehat dan melakukan usaha. bagi pemegang saham minoritas ketika tidak menyetujui tindakan penggabungan dapat meminta menjual sahamnya pada perseroan dengan harga yang wajar, tetapi tidak menghambat atau menghentikan proses penggabungan (Pasal 62 Jo. Pasal 126 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007). Selanjutnya bagi kreditor diberi hak kepada mereka untuk mengajukan keberatan terhadap rencana penggabungan, bahkan selama penyelesaian keberantan kreditor belum tercapai baik oleh direksi maupun oleh Rapat Umum Pemegang Saham, maka selama itu pula penggabungan perseroan tidak tidak

dapat dilaksanakan.149

Dampak yang dialami pekerja, jika dibandingkan dengan pemangku kepantingan lainnya dapat disimpulkan tidak adil. Bahwa pekerja dapat diberhentikan secara sepihak oleh perseroan yang tentunya pemutusan hubungan kerja tersebut sangat merugikan pekerja. sebab ketika pekerja diberhentikan maka mereka akan kehilangan penghasilan tetap yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Menurut John Rawls yang harus dibagi dengan adil dalam masyarakat adalah the social primary goods (nilai-nilai sosial primer). Artinya, hal-hal yang sangat dibutuhkan untuk bisa hidup pantas sebagai manusia dan warga

149

(13)

masyarakat.150 Pekerjaan dan penghasilan dari pekerjaan tersebut merupakan nilai sosial primer bagi pekerja untuk bisa hidup pantas sebagai manusia dan warga masyarakat.

Peraturan tersebut tidak sesuai dengan teori keadilan oleh John Rawls, yang mengemukakan, seharusnya dalam posisi asali harus dibuat peraturan yang adil, yang mengatur suatu proses yang fair antara pekerja dan pengusaha bahkan pemangku kepentingan lainnya dalam sebuah perseroan. Seharusnya peraturan

perundang-undangan yang mengatur dalam hal melakukan tindakan

penggabungan, pengusaha (pemegang saham) tidak boleh memberhentikan pekerja, yang untuk kepentingan dan keuntungan yang memaksimalkan kekayaan pribadi merugikan pekerja dengan melakukan pemutusan hubungan kerja.

John Rawls mengatakan bahwa tidak adil dan tidak efisien, ketika ada cara-cara yang menguntungkan sejumlah individu dengan merugikan pihak

lain. 151 Pengusaha tidak boleh memberhentikan pekerja dalam tindakan

penggabungan perseroan terbatas, jika hal tersebut hanya menguntungkan sejumlah individu yaitu pemegang saham dan merugikan pihak lain (pekerja yang di PHK) dan peraturan perundang-undang seharusnya melarang tindakan tersebut dan memberikan sanksi. Aturan dan prinsip tersebut menurut John Rawls, bahwa pihak-pihak dalam posisi asali akan menerima prinsip ini untuk menilai keadialan

dan efisiensi tatanan ekonomi dan sosial.152

Peraturan perundang-undang penting melindungi pekerja dalam tindakan penggabungan, karena dalam tindakan penggabungan pekerja yang dalam posisi

150

John Rawls, Op. Cit., hal. 7-9

151

Ibid, hal. 80.

152

(14)

lemah dapat di PHK secara sepihak oleh perseroan yang tentunya PHK tersebut sangat berdampak untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari baik diri sendiri maupun keluarganya.

(15)

BAB IV

BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA PADA PERSEROAN TERBATAS YANG MELAKUKAN PENGGABUNGAN (MERGER)

DALAM HUKUM YANG BERLAKU DI INDONESIA

Mengkaji penggabungan perseroan terbatas di Indonesia dan dampak dari tindakan penggabungan tersebut terhadap pekerja. fokus kajian sebenarnya bagaimana tujuan dari peraturan yang mengatur tentang penggabungan perseroan terbatas dan perturan yang mengatur dampak dari tindakan penggabungan perseroan tersebut terhadap pekerja, dan bagaimana bentuk perlindungan terhadap dampak penggabungan tersebut terutama dampak negatif terhadap pekerja dari penggabungan perseroan terbatas berupa pemutusan hubungan kerja. Peraturan yang mengatur tentang penggabungan perseroan terbatas adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Tujuan dari pembentukan undang-undang tersebut dapat dilihat pada bagian menimbang undang-undang tersebut, yang menyatakan :

a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam

(16)

menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif; c. bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian

nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; d. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.

Penjelasan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mengatakan penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu, dapat ditafsirkan dan dikontruksi, kepentingan pihak-pihak tertentu tersebut merupakan syarat yang tidak boleh dilanggar pada perbuatan hukum penggabungan. Hal itupun ditegaskan Pasal 126 ayat (1), bahwa perbuatan hukum penggabungan “wajib memperhatikan kepentingan pihak tertentu, terdiri atas:

a. Kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan; b. Kepentingan kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan, dan

(17)

syarat yang dikemukakan diatas, bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan perbuatan hukum penggabungan tidak dapat

dilaksanakan.153 Dapat dianalisa bahwa tindakan penggabungan tidak dapat

dilakukan apabila merugikan pihak pekerja.

Dalam setiap tindakan penggabungan yang dilakukan perseroan terbatas akan menghasilkan 2 (dua) dampak terhadap pekerja yaitu:

1. Dampak positif yaitu pekerja dari perseroan terbatas yang melakukan penggabungan, pada perseroan terbatas hasil penggabungan akan dipekerjakan kembali dengan hak dan kewajiban yang kemudian diatur dalam perjanjian kerja yang baru. Dampak positif penggabungan perseroan terbatas memungkinkan pekerja memperoleh gaji atau penghasilan yang lebih besar pada perseroan hasil penggabungan, bekerja pada perseroan terbatas yang lebih besar dan lebih terkenal dan juga akan mengurangi jumlah pengangguran ketika penggabungan tersebut membutuhkan penambahan pekerja.

2. Pekerja tidak dipekerjakan kembali atau terkena pemutusan hubungan kerja hal ini tentu akan berdampak negatif bagi pekerja yang diberhentikan karena akan kehilangan penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari baik bagi

dirinya dan keluarganya.154

Dampak tersebut tentunya perlu perlindungan hukum agar pekerja mendapat status yang jelas dalam sebuah perseroan hasil penggabungan. Sebab menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada bagian menimbang dan pada pasal 126 undang-undang tersebut penggabungan

153

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 486.

154

(18)

perseroan terbatas tidak dapat dilakukan apabila merugikan pemangku kepentingan perseroan terbatas yang salah satunya adalah pekerja.

A. Bentuk Perlindungan Terhadap Kepentingan Pekerja Diberikan Kesempatan untuk Melanjutkan Hubungan Kerja pada Perseroan Terbatas yang Melakukan Penggabungan (merger).

Pekerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan dan dalam sebuah perseroan untuk menghasilkan

produksi itu dibutuhkan pekerja.155 Sehingga perlindungan terhadap pekerja perlu

untuk dilindungi berkaitan dengan perlindungan terhadap kepentingan pekerja diberi kesempatan melanjutkan hubungan kerja pada perseroan-perseroan yang melakukan penggabungan. Bentuk perlindungan terhadap pekerja pada perseroan yang melakukan penggabungan untuk diberi kesempatan melanjutkan hubungan kerja dapat dilihat dalam Pasal 11 Jo. Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, mengatur bahwa selain hal-hal sebagaimana dimaksud setiap rancangan penggabungan yang dilakukan harus membuat penegasan dari perseroan terbatas yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari perseroan yang akan menggabungkan diri. Penjelasan mengenai segala hak dan kewajiban dari perseroan yang menerima penggabungan, termasuk salah satu kewajiban tersebut adalah mengenai hak-hak pekerja pada perseroan hasil penggabungan akan diatur dalam perjanjian kerja antara perseroan hasil penggabungan dengan pekerjanya, dimana hak-hak yang akan diterima pekerja tidak boleh merugikan pekerja. salah satu contoh hak tersebut adalah gaji, jadi gaji

155

(19)

di perseroan sebelum dan sesudah penggabungan tidak boleh lebih kecil ketika

perseroan bergabung.156

Perseroan yang melakukan penggabungan hanya boleh melakukan pemutusan hubungan kerja (tidak bersedia lagi menerima pekerja di perseroannya) bilamana setelah dilakukan penggabungan terjadi perampingan dan efisiensi sumber daya manusia atau dilakukan rotasi/ mutasi (reposisi) dalam rangka penyesuaian kualifikasi dan kompetensi kerja para pekerja dan kebutuhan manajemen. Artinya pemutusan hubungan kerja tidak boleh berdasarkan faktor

lain seperti karena faktor suka atau tidak suka.157

B. Bentuk Perlindungan Terhadap Pekerja yang Terkena Dampak Pemutusan Hubungan Kerja pada Perseroan Terbatas yang Melakukan Penggabungan (merger).

Penjelasan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 mengatakan penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu, dapat ditafsirkan dan dikontruksi, kepentingan pihak-pihak tertentu tersebut merupakan syarat yang tidak boleh dilanggar pada perbuatan hukum penggabungan. Hal itupun ditegaskan Pasal 126 ayat (1), bahwa perbuatan hukum penggabungan wajib memperhatikan kepentingan pihak tertentu yang salah satunya adalah pekerja. Pemutusan hubungan kerja jelas merugikan pekerja. karena ketika pekerja di berhentikan, menyebabkan pekerja tidak punya penghasilan lagi sehingga akan sulit memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

156

Felix Oentoeng Soebagijo, Op. Cit., hal. 53.

157

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/cl3245/mekanisme-pelaksanaan-pasal-163-uu-no-132003, Senin, tanggal 27 Juni 2016.

(20)

Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mengatur apa akibat jika perseroan memberhentikan pekerja, begitu juga apa hak-hak pekerja jika diberhentikan, Juga tidak diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Untuk dapat mengetahui apa yang menjadi hak pekerja yang terkena dampak negatif pemutusan hubungan kerja maka harus dilihat dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, diatur ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) baik oleh pengusaha yang sudah tidak bersedia menerima pekerja, maupun pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja karena terjadinya

penggabungan.158 Teknis pelaksanaan (prosedur) pemutusan hubungan kerja

dalam Pasal 163 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pada dasarnya merujuk pada ketentuan Pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, bahwa dalam setiap pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan (sesuai mekanisme mediasi, konsiliasi), baik perundingan mengenai alasan PHK-nya maupun perundingan menyangkut hak-hak atau kewajiban yang harus diselesaikan. Apabila perundingan sebagaimana yang dimaksud gagal, maka hanya dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja setelah memperoleh penetapan (izin) dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (LPPHI) dan wajib dibuat risalah perundingan untuk menempuh proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja selanjutnya. Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pemeberi

158

(21)

kerja maupun pekerja tetap menjalankan kewajibannya seperti semula, kecuali jika pemberi kerja/ pengusaha melakukan skorsing kepada pekerja. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 37/PUU-IX/2011 tanggal 19 September 2011, maksud belum ditetapkan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

sepanjang tidak dimaknai belum bekekuatan hukum tetap.159

Terkait dengan pemutusan hubungan kerja karena alasan penggabungan, perseroan hanya dapat memutuskan hubungan kerja (tidak bersedia lagi menerima pekerja) bilamana setelah dilakukan penggabungan terjadi perampingan dan efisiensi sumber daya manusia atau dilakukan reposisi/ mutasi dalam rangka penyesuaian kualifikasi dan kompentensi kerja para pekerja sesuai formasi, pekerjaan dan kebutuhan manajemen, artinya PHK bukan karena faktor suka atau tidak suka. Jika pekerja perseroan tidak bersedia menerima perkerja di perseroannya, pekerja berhak mendapatkan uang pesangon sebesar dua kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasa 156 ayat

(4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.160

Pekerja hanya dapat mengakhiri hubungan kerja (tidak bersedia lagi melanjutkan hubungan kerja) dalam perseroan melakukan penggabungan, yang mengakibatkan adanya perubahan syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban yang berbeda dengan apa yang telah dituangkan dalam perjanjian kerja dan/ atau

159

Zulfa Simatur, Fitria Pratiwi dan Lis Sutinah (Tim Visi Yustisia), Buku Pintar Pekerja

Terkena PHK, dari Meperoleh Hak yang Semestinya Sampai Merintis Karier Baru, (Jakarta:

Visimedia, 2015), hal. 2.

160

(22)

peraturan perseroan/ perjanjian kerja bersama sebelumnya. Kecuali telah diatur/ diperjanjikan sebelumnya, dengan kata lain, apabila setelah dilakukan penggabungan tidak terjadi perubahan syarat-syarat kerja dan/ atau tidak dilakukan rotasi/ mutasi (termasuk reposisi atau demosi), maka pekerja yang bersangkutan tidak berhak untuk menyatakan tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana tersebut diatas. Apabila pekerja bersangkutan tetap menghendaki pemberhentian hubungan kerja, maka dianggap sebagai mengundurkan diri secara sukarela, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Bagi pekerja yang mengudurkan diri atas kemauan sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 162 ayat (1) Undang-Undang- No. 13 Tahun 2003, pekerja hanya berhak atas uang penggantian hak yang terinci dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, yaitu:

a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;

b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat dimana pekerja diterima bekerja;

c. Penggantian perumahan serta penggobatan dan perawatan ditetapkan 15 % (lima belas persen) dari uang pesangon dan/ atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;

d. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Sedangkan jika pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, pekerja berhak mendapatkan uang pesangon sebesar satu kali ketentuan Pasal 156

(23)

ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, uang penghargaan masa kerja satu kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003.

Dapat dianalisis bahwa bentuk perlindungan pekerja yang terkena dampak pemutusan hubungan kerja terhadap perseroan yang melakukan penggabungan baik itu karena pekerja yang meminta sendiri pemutusan hubungan kerja maupun pemutusan hubungan kerja tidak diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga peraturan pelaksananya. Sehingga harus merujuk kepada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur tindakan penggabungan perseroan yang berakibat pemutusan hubungan kerja. Dapat disimpulkan baik berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan juga peraturan pelaksananya maupun juga dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa perseroan dapat memberhentikan pekerja secara sepihak dengan alasan efisensi dan juga kelebihan jumlah pekerja sehingga tidak sanggup untuk membayar gaji pekerja. bahkan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak mengatur kapan pekerja dapat PHK, apakah setelah terjadi penggabungan atau apakah sesudah terjadi penggabungan. Hal tersebut menyebabkan pekerja dapat di berhentikan sebelum dan sesudah perseroan bergabung.

jika merujuk dalam Pasal 163 ayat (2) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa perseroan terbatas dapat melakukan

(24)

pemutusan hubungan kerja dengan alasan melakukan penggabungan. Dan untuk membuktikan bahwa perseroan melakukan penggabungan maka perseroan harus menunjukan bukti bahwa mereka telah melakukan penggabungan, yaitu dengan akta penggabungan yang telah disetuji oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia jika terjadi perubahan anggaran dasar dan cukup diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia bila tidak terjadi perubahan anggaran dasar seperti yang diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Dapat dianalisis baik dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan juga peraturan pelaksananya maupun Undang-Undang yang mengatur dibidang ketenagakerjaan bahwa bentuk perlidungan bagi pekerja yang terkena dampak negatif berupa pemutusan hubungan kerja, hanya berupa pemberian uang pesangon, uang penggantian masa kerja dan uang penggantian hak.

C. Analisis Bentuk Perlindungan Terhadap Pekerja Pada Perseroan Terbatas yang Melakukan Penggabungan (merger) dalam Hukum yang Berlaku di Indonesia terhadap Teori Keadilan.

Berdasarkan analisis bentuk perlindungan terhadap kepentingan pekerja untuk diberikan kesempatan untuk melanjutkan hubungan kerja dan bentuk perlindungan terhadap pekerja yang terkena dampak negatif pemutusan hubungan kerja pada perseroan terbatas yang melakukan penggabungan, dapat dianalisis dalam melakukan tindakan penggabungan perseroan bentuk perlindungan yang diberikan kepada pekerja lebih menguntungkan perseroan dalam hal ini pengusaha

(25)

dibanding pihak pekerja. karena dalam melakukan penggabungan perseroan perseroan dapat memberhentikan pekerja secara sepihak hal tersebut dapat dilihat pada kasus kasus PT Securior Indonesia yang melakukan penggabungan di tingkat Internasional antara Grup 4 (empat) Flock dengan PT Securior di Inggris, yang

memberhentikan 259 orang pekerja secara sepihak.161 walaupun pada Pasal 126

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, melarang tindakan penggabungan yang dapat merugikan yang salah satunya adalah pekerja tetapi Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tersebut tidak mengatur akibat hukum apa yang akan diterima perseroan terbatas yang melakukan penggabungan apabila memutuskan hubungan kerja dan itu merugikan pekerja. sehingga otomatis pekerja dapat di PHK. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga tidak melarang malah mengizinkan tindakan pemutusan hubungan kerja dengan alasan penggabungan perseroan terbatas (Pasal 163).

Dapat dianalisis bahwa perseroan dapat memberhentikan pekerja karena tidak ada akibat hukum yang diberikan kepada perseroan jika melakukan pemutusan hubungan kerja, yang tentunya merugikan pekerja. Seharusnya perseroan dalam melakukan tindakan penggabungan harus tetap memperhatikan kepentingan pekerja, yang mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional dan pekerjaan merupakan kebutuhan asasi setiap warga negara sebagaimana diamanatkan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

161

http://news.detik.com/berita/617795/6-lsm-dukung-kariyawan-securior, Senin, 14 Maret 2016.

(26)

pada prakteknya para pekerja tidak mempunyai peranan dan kedudukan seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan yang mengatur penggabungan perseroan terbatas, dan pada peraturan tersebut tidak ada akibat hukum yang juga diatur untuk para pengusaha (pemegang saham), yang pada prakteknya cenderung tidak memperhatikan kepentingan pekerja dan hanya untuk kepentingan dan

keuntungan pribadi,162 hal tersebut sesuai dengan pendapat Ross, Westerfield, dan

Jordan dalam teori keuangan modern, menyebutkan bahwa memaksimalkan kekayaan pemegang saham dianggap sebagai kriteria rasional untuk investasi dan

keputusan finansial yang dibuat oleh para meneger.163

Adanya perbedaan status sosial dalam suatu perseroan antara pengusaha dan pekerja, menyebabkan pekerja yang berada pada posisi lemah tidak berdaya terhadap pengusaha yang mempunyai kekuatan, demi kepentingan pribadi dapat secara sepihak memberhentikan pekerja dari perseroannya. Pada teori keadilan oleh John Rawls, mereka orang-orang yang diuntungkan secara alamiah seperti pengusaha dalam hal ini, tidak bisa semata-mata memperoleh keuntungan karena mereka lebih punya kuasa, kepintaran, keberuntungan sehingga merugikan orang lain seperti pekerja karena pada posisi mereka yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa. John Rawls juga menyatakan tak seorangpun yang layak mendapatkan kapasitas alamiahnya yang lebih besar dan tidak pula berhak mendapatkan posisi yang menguntungkan dalam masyarakat. Namun hal ini tidak lantas

menghapuskan perbedaan-perbedaan tersebut. Ada cara lain untuk

162

Munir Fuady, Op. Cit., hal 127.

163

(27)

menghadapinya, struktur dasar dapat ditata sehingga kontingensi-kontingensi tersebut bekerja demi kebaikan orang-orang yang berada pada posisi lemah. Maka kita mengarah pada prinsip diferen jika kita ingin membuat sistem sosial sedemikian hingga orang-orang memperoleh atau kehilangan dari posisi arbriternya dalam distribusi aset-aset natural atau posisi asalnya dalam masyarakat

tanpa memberikan atau menerima keuntungan pengganti.164

Prinsip diferen mengungkapkan konsep timbal-balik. Ini merupakan prinsip keuntungan bersama. Setidaknya ketika rantai koneksi bekerja, masing-masing orang representatif dapat menerima struktur dasar yang dirancang untuk mengembangkan kepentingannya. Tatanan sosial dapat dijustifikasi pada semua orang, khususnya pada mereka yang paling lemah, dan dalam pengertian ini hal

tersebut bersifat egalitarian. Namun, tampaknya perlu untuk memandang dengan

cara intuitif bagaimana memenuhi syarat manfaat bersama. Pertimbangkan pada kasus diatas seperti pengusaha dan pekerja. Pekerja adalah pihak yang berada pada posisi lemah dalam sebuah perseroan. Dalam tindakan penggabungan, pengusaha cenderung demi keuntugan pribadi, pengusaha tersebut dapat menerima keuntungan dari pekerja yang di berhentikan dengan tindakan penggabungan perseroan tersebut dan pekerja tidak dapat berbuat apa-apa selain

hanya menerima pesangon.165

Pengusaha seharusnya dapat memikirkan bahwa, pertama jelas bahwa kesejahteraan masing-masing bergantung pada skema kerja sama sosial yang tanpa kerja sama ini, tak akan ada orang yang bisa memiliki hidup yang

164

John Rawls, Op. Cit., hal. 120-122.

165

(28)

memuaskan. Kedua, kita dapat mengharapkan kehendak kerja sama dari semua orang jika kerangka skema tersebut masuk akal. Prinsip diferen tampak menjadi basis tempat orang-orang yang berkemampuan lebih baik (atau lebih beruntung dalam situasi sosial) dapat mengharapkan orang lain bekerjasama dengan mereka

demi kebaikan semua orang.166

John Rawls mengatakan, barangkali sejumlah orang akan berfikir bahwa orang dengan kemampuan alamiah lebih besar seperti pengusaha, berhak mempunyai aset-aset karakter superior yang memungkinkan pertumbuhan mereka, karena mereka (pengusaha) lebih berharga dalam pengertian ini. Jadi mereka berhak mendapatkan keuntungan lebih besar yang bisa mereka dapatkan. Namun pandangan ini tidak tepat. John Rawls menyatakan bahwa tak seorang pun berhak atas tempatnya dalam distribusi kemampuan alami, lebih sekedar hak orang atas tempat pijakan awal dalam masyarakat. Sebab sifatnya sebagian besar bergantung pada keberuntungan dan situasi sosial. Maka orang refresentatif yang lebih diuntungkan tidak bisa mengatakan bahwa ia berhak dan karena itu mempunyai wewenang pada skema kerja sama di mana ia diperbolehkan meraih keuntungan dengan cara-cara yang tidak menyumbang pada kesejahteraan orang lain.167

Dalam mewujudkan gagasan harmoni kepentingan dalam kerangka yang telah diberikan alam pada kita, dan untuk memenuhi kriteria keuntungan bersama, kita harus tinggal dalam wilayah kontribusi positif. Nilai positif dalam prinsip diferen adalah menyajikan prinsip persaudaraan. Prinsip diferen, bagaimanapun

166

Ibid, hal. 123.

167

(29)

tampak berkaitan dengan makna alamiah dari persaudaraan: yakni, pada gagasan untuk tidak ingin memiliki keuntungan yang lebih besar kecuali demi keuntungan orang lain yang lebih lemah. Keluarga, dalam konsepsi idealnya dan pada prakteknya, salah satu tempat yang menolak prinsip pemaksimalan jumlah keuntungan. Para anggota keluarga umumnya tidak ingin memperoleh sesuatu kecuali mereka bisa melakukannya dengan cara memajukan kepentingan yang lainnya. Tidak adanya tindakan berdasar prinsip diferen memiliki konsekuensi seperti ini, mereka yang mempunyai kondisi lebih baik berkehendak untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar hanya dalam skema yang memberi

keuntungan pada orang-orang lemah.168

Prinsip diferen yang berkaitan dengan prinsip persaudaraan dalam sebuah

keluarga merupakan suatu bentuk keadilan sosial,169 yang seharusnya diterapkan

dalam sebuah perseroan terbatas dalam mengambil tindakan bisnis, terkhusus bila

dalam tindakan bisnis penggabungan. Pengusaha dalam melakukan

penggabungan, harus menganggap pihak lain (pemangku kepentingan lain) seperti pekerja adalah sebagai keluarga. Sehingga walaupun peraturan yang berlaku memungkinkan pengusaha dapat bertindak lebih mementingkan kepentingan pribadi, tapi jika menganggap pekerja sebagai keluarga, maka dalam mengambil keputusan bisnis seperti melakukan penggabungan dengan perseroan lain, pengusaha tidak memberhentikan pekerja demi keuntungannya. Dan jika memang tindakan pemberhentian (PHK) harus dilakukan haruslah merupakan keputusan

168

Ibid, hal. 125-126.

169

(30)

bersama sebagai sesama saudara dalam sebuah keluarga demi keuntungan bersama.

keadilan merupakan kebijakan utama dalam institusi sosial, sebagaimana kebenaran dalam sistem pemikiran. Peraturan penggabungan perseroan terbatas betapapun elegan dan ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia tidak benar, Peraturan penggabungan perseroan terbatas, tidak peduli betapapun efisien dan rapinya, harus direformasi atau dihapuskan jika tidak adil. Keadilan tidak membiarkan pengorbanan yang dipaksakan pada segelintir orang diperberat, agar memberikan keuntungan yang lebih besar bagi sebagian besar yang dinikmati banyak orang. hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak tunduk pada tawar-menawar politik atau kalkulasi kepentingan sosial. Sebagai kebaikan utama umat

manusia, kebenaran dan keadilan tidak bisa diganggu-gugat.170

170

(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari uraian bab-bab diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penggabungan perseroan terbatas diatur cukup komperhensif dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 dan peraturan pelaksananya. hal tersebut dapat dilihat bahwa penggabungan dalam hukum yang berlaku di Indonesia perusahaan yang dapat melakukan penggabungan adalah perseroan terbatas. Jadi, jenis perusahaan lain diluar perseroan terbatas tidak tunduk pada pengaturan penggabungan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Tindakan penggabungan perseroan terbatas yaitu berupa perjanjian penggabungan harus dibuat dalam akta otentik yang dibuat oleh notaris dan sahnya tindakan penggabungan perseroan terbatas bila terjadi perubahan anggaran dasar maka tindakan penggabungan sah setelah disetujui oleh menteri hukum dan hak asasi manusia dan bila tidak terjadi perubahan anggaran dasar cukup melakukan pemberitahuan kepada menteri hukum dan hak asasi manusia.

2. Dampak penggabungan (merger) perseroan terbatas terhadap pekerja ada dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif penggabungan perseroan terbatas yaitu pekerja di tetap bekerja dan dipekerjakan kembali yang memungkinkan pekerja mendapat gaji yang lebih besar, dapat bekerja di perseroan hasil penggabungan yang lebih besar dan akan mengurangi angka penggangguran apabila penggabungan perseroan membutuhkan penambahan

(32)

pekerja. Dampak negatif dari tindakan penggabungan perseroan terbatas adalah perseroan dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja dengan hanya memberi uang pesangon, uang masa kerja dan uang penggantian hak. John Rawls mengatakan bahwa tidak adil dan tidak efisien, ketika ada cara-cara yang menguntungkan sejumlah individu dengan merugikan pihak lain. Pengusaha (pemegang saham) tidak boleh memberhentikan pekerja dalam tindakan penggabungan perseroan terbatas, jika hal tersebut hanya menguntungkan dan memaksimalkan kekayaan pemegang saham saja, sehingga merugikan pihak lain (pekerja yang di PHK).

3. Bentuk perlindungan terhadap pekerja pada perseroan terbatas yang melakukan penggabungan dalam hukum yang berlaku di Indonesia yaitu bagi pekerja yang dipekerjakan kembali, perseroan yang menerima penggabungan harus membuat penegasan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari perseroan yang akan menggabungkan diri, dimana kewajiban dan hak-hak pekerja pada perseroan hasil penggabungan akan diatur dalam perjanjian kerja antara perseroan hasil penggabungan dengan pekerjanya dan kewajiban dan hak-hak yang akan diterima pekerja tidak boleh merugikan pekerja. bagi pekerja yang terkena dampak pemutusan hubungan kerja baik karena pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja maupun karena pengusaha tidak bersedia menerima pekerja di perseroanya. Pekerja berhak mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Berdasarkan teori keadilan (Jhon Rawls) bahwa bentuk perlindungan tersebut tidak adil, karena dengan alasan efisiensi maupun penggabungan yang demi

(33)

keuntungan sejumlah orang merugikan pihak yang lainya seperti pekerja yang berupa pengaturan yang mengizinkan pekerja untuk diberhentikan.

B. SARAN

1. Sebaiknya peraturan pelaksana mengenai pengaturan penggabungan perseroan terbatas diganti karena peraturan pelaksana yang ada sekarang menggenai penggabungan merupakan peraturan pelaksana yang berasal dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang undang undang tersebut sudah diganti karena tidak sesuai lagi dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

2. Sebaikanya pemerintah membantu mengurangi dampak negatif berupa pemutusan hubungan kerja oleh perseroan terbatas yang melakukan penggabungan dengan memberikan insentif bagi perseroan yang tidak melakukan PHK berupa pemotongan pajak, kemudahan izin dan membantu penambahan modal melalui pinjaman dengan bunga rendah dan jangka waktu yang panjang.

3. Sebaiknya peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni undang-undang perseroan terbatas hendaknya memeberikan penjelasan lebih jauh mengenai kepentingan pekerja yang perlu diperhatikan seperti apa dalam tindakan penggabungan perseroan terbatas.

Referensi

Dokumen terkait

Pekerja Teknis adalah semua pekerja tetap yang berhubungan langsung dengan proses penjernihan atau penyaluran air bersih atau yang berhubungan langsung dengan kegiatan

Sebaliknya perjanjian pokok (perjanjian kredit) tidak serta merta menjadi hapus, dan berjalan terus. Dalam hal ini mengakibatkan pihak kreditor berada pada posisi

Bab ini membahas mengenai analisis terhadap hasil perbaikan yang dilakukan dari segi produktivitas (hasil produk) dan efisiensi biaya (prosentase penurunan

Walaupun di Bulan kecepatan bola saat hampir menumbuk beton lebih kecil, karena percepatan gravitasinya lebih kecil, akan tetapi karena gravitasinya yang kecil itu pula menyebabkan

Based on the finding and discussion of the research, the researcher concluded that using Fishbowl Strategy was effective to improve students’ speaking

Jaminan Sosial) Terhadap Pelayanan di Unit Rawat Jalan (URJ). Rumah Sakit Permata

Menurut anda bagaimana pengaruh media pada remaja sekitar terhadap

Bagaimanakah pengaruh air buangan industri pada logam tembaga (Cu) dalam air dan tanah di Saluran Air Pungkuk, terutama pengaruhnya pada jarak dari sumber polutan,