• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

4 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Limbah cair berasal dari beberapa proses pengolahan kelapa sawit, antara lain air hasil perebusan (10-15%), air drab (lumpur) (±35%), dan air hidrosiklon (5-10%). Limbah buangan pabrik kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit terdapat pada Gambar 2. Limbah kelapa sawit mengandung bahan organik yang cukup tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Menurut pengamatan yang telah dilakukan oleh beberapa pabrik kelapa sawit dapat dikatakan bahwa limbah sawit yang dibuang langsung ke sungai akan mempengaruhi kualitas air (Naibaho, 1998). Berikut komposisi kimia limbah cair pabrik kelapa sawit.

Tabel 1. Komposisi kimia limbah cair kelapa sawit No Komponen % (berat kering)

1. Protein (N x 6.25) 8.2 2. Serat 11.9 3. Abu 14.1 4. Fosfor (P) 0.24 5. Kalium (K) 0.99 6. Carbon (C) 0.97 7. Magnsium (Mg) 0.30 8. Natrium (Na) 0.08 9. Energi (kkal/100 gr) 454 Sumber : Loebis dan Toebing (1989)

Salah satu komponen LCPKS yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge). Sludge merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak.

(2)

5 Gambar 2. Pengolahan TBS (Tandan Buah Segar) dan proses pembentukan

limbah (Loebis dan Toebing, 1989). Tandan Buah Segar(TBS)

Perebusan

Perontokan

Pelumatan

Pengepresan

Minyak mentah Ampas biji Klarifikasi

(Pemurnian) Energi Cangkang Tandan Kosong Buah Sawit Air Kondensat Air Inti (kernel) Air Hidrosiklon

Ketel uap (boiler)

Air lumpur Incenerator

Abu

Ampas

Pemecah biji

Kolam Limbah Cair Air

(3)

6 Sludge yang berasal dari proses klarifikasi (pemurnian minyak) disebut sebagai lumpur primer. Sludge yang telah mengalami proses sedimentasi disebut sebagai lumpur sekunder. Sludge tersebut mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi dan mempunyai pH kurang dari 5.

2.2 Parameter Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

Berikut hasil analisis parameter mutu limbh cair pabrik kelapa sawit.

Tabel 2. Hasil analisis parameter mutu LCPKS

No Parameter Konsentrasi (mg/l)

1. BOD (Biochemical Oxygen Demand) 17 900 – 37 500

2. Ph 3.8 – 4.7

3. COD (Chemical Oxygen Demand) 45 700 – 54 000 4. Padatan total (Total solids) 22 100 – 60 000 5. Padatan tersuspensi (Suspended Solid) 8 700 – 40 000 6. Minyak (Oil and Greas) 5 830

7. Total Nitrogen 500 – 1 100

8. Nitrogen Amoniak 35 – 130

Sumber : Loebis dan Toebing (1989)

Limbah yang dibuang ke lingkungan harus ditangani (treatment) terlebih dahulu agar sesuai dengan persyaratan baku mutu limbah yang diperkenankan. Baku mutu limbah yang seharusnya terdapat pada Keputusan Menteri Negara KLH No.Kep.03/MENKLH/II/1991 adalah sebagai berikut :

2.2.1 pH limbah cair

Limbah cair ditetapkan parameter pH nya sekitar 6-9, ini bertujuan agar mikroorganisme dan biota yang terdapat pada badan penerima tidak terganggu dan bahkan diharapkan dengan pH yang alkalis dapat menaikkan pH badan penerima seperti sungai.

(4)

7 2.2.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD merupakan jumlah oksigen terlarut dalam limbah cair yang dapat digunakan untuk menguraikan senyawa organik dengan bantuan mikroorganisme pada waktu dan kondisi tertentu. BOD sering digunakan sebagai tolak ukur untuk menentukan kualitas limbah. Semakin tinggi nilai BOD air limbah maka daya saingnya dengan mikroorganisme atau biota yang terdapat pada badan penerima semakin tinggi. Limbah cair yang dikeluarkan pabrik mengandung bahan organik yang cukup besar yaitu 25.000 mg/l. Air limbah yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan, misalnya badan penerima sungai harus sesuai dengan standar baku mutu limbah yang mempunyai kandungan BOD rata-rata 100 mg/l.

2.2.3 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD merupakan oksigen yang diperlukan untuk merombak bahan organik dan bahan anorganik. Nilai COD lebih besar dari nilai BOD. Parameter ini digunakan sebagai perbandingan atau kontrol terhadap nilai BOD. Karena kandungan padatan limbah umumnya terdiri dari bahan organik maka parameter yang dipakai adalah BOD.

2.2.4 Total Suspended Solid (TSS)

Nilai ini menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Semakin tinggi nilai TSS maka bahan organik membutuhkan lebih tinggi oksigen untuk perombakan. Oleh karena itu dengan adanya proses pengendapan pada kolam limbah diharapkan nilai TSS nya berkurang.

2.2.5 Kandungan NH3-N

NH3-N merupakan zat berbahaya dan beracun. Semakin tinggi kandungan NH3-N pada limbah akan menyebabkan keracunan pada biota yang terdapat pada badan penerima, misalnya sungai.

(5)

8 2.2.6 Kandungan minyak dan lemak

Terdapatnya kandungan minyak dan lemak pada limbah cair akan mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga menghambat proses oksidasi pada kondisi aerobik. Minyak tersebut dapat dihilangkan saat proses netralisasi dengan penambahan NaOH.

Untuk melakukan pembuangan limbah cair ke lingkungan harus mengikuti standar baku mutu limbah cair. Berikut standar baku mutu limbah cair berdasarkan Keputusan Menteri Negara KLH No.Kep.03/MENKLH/II/1991.

Tabel 3. Baku mutu limbah cair untuk industri minyak sawit Debit limbah maksimum 2.5 m3 per ton Minyak Sawit Mentah

No Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Beban Pemcemaran Maksimum (kg/ton) 1 pH - 6.0 – 9.0 2 BOD 100 0.25 3 COD 350 0.88 4 TSS 250 0.63 5 Nitrogen total 50 0.063 6 Minyak dan Lemak 25 0.125

Sumber : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Air, MENLH (1995)

2.3 Sistem Aplikasi Limbah Cair

Pemanfaatan limbah ini disamping sebagai sumber pupuk/bahan organik juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah hingga sebesar 50 – 60%. Penurunan biaya ini disebabkan limbah cair yang digunakan adalah limbah yang masih memiliki nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) anatara 3.500-5.000 mg/l yang berasal dari kolam anaerobik primer. Hal tersebut masih memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Peraturan

(6)

9 Mentri No. KB.310/452.MENTAN/XII/95 tentang standarisasi pengolahan limbah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dan karet terutama untuk aplikasi lahan (land application) sebagai sumber air dan pupuk. Aplikasi limbah cair sebagai pupuk tidak boleh menyebabkan penurunan mutu air tanah pada sumber-sumber air yang berasal dari air larian dari kegiatan pemanfaatan pupuk tersebut.

Tabel 4. Standarisasi pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dan karet untuk aplikasi lahan.

No Uraian Batasan Kepekatan

1 BOD (mg/l) < 3500

2 Minyak dan lemak (mg/l) < 3000

3 pH 6.0

Sumber : Badan Agribisnis, Deptan (1995)

Direktorat Pengendalian Pencemaran Air dan Tanah BAPEDAL (1999) menyatakan bahwa pemanfaatan limbah cair kelapa sawit sebagai sumber air dan hara bagi tanaman kelapa sawit, sementara dipandang sebagai alternatif penanganan limbah cair sekaligus sebagai salah satu upaya menuju produksi bersih. Lebih lanjut disebutkan mengenai prinsip-prinsip pemanfaatan limbah cair ke tanah, antara lain :

1. Limbah tersebut dimnfaatkan untuk meningkatkan produktivitas 2. Limbah tidak mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) 3. Tidak menyebabkan pencemaran lingkungan, baik air, tanah, dan

wilayah sekitarnya

4. Limbah yang dimanfaatkan memenuhi baku mutu yang ditentukan 5. Penelitian dilakukan untuk butir-butir sebelumnya oleh pihak netral

PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit)

6. Ijin pemanfaatan limbah diberikan setelah adanya pengkajian terhadap hasil penelitian tersebut.

Aplikasi limbah cair sebagai sumber hara pada areal kelapa sawit dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kondisi

(7)

10 setempat (seperti topografi areal dan jarak areal dengan lokasi pengolahan limbah). Bebrapa cara aplikasi limbah cair yang dikenal antara lain sistem sprinkler, flatbed, parit atau alur (long bed), dan traktor-tangki.

2.3.1 Sistem Sprinkler

Limbah yang berasal dari kolam dialirkan melalui saringan menuju parit yang telah disediakan. Hal ini diperlukan untuk menyaring partikel padatan terlarut yang dapat menyebabkan penyumbatan nozzle sprinkler. Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit bergelombang, untuk mengurangi aliran permukaan dari limbah cair yang digunakan. Setelah penyaringan limbah kemudian dialirkan ke dalam bak air yang dilengkapi dengan pompa sentrifugal dan mengalirkannya ke areal melalui pipa PVC diameter 3”. Pada sistem ini partikel-partikel lumpur limbah cair sering menyangkut pada nozzle yang merupakan salah satu kelemahan sistem sprinkler. Disamping itu, biaya pembangunan instalasi sistem ini relatif mahal.

2.3.2 Sistem Flatbed

Sistem ini biasanya digunakan di lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Sistem ini dibangun mengikuti kemiringan tanah. Teknik aplikasi limbah adalah dengan mengalirkan limbah tersebut dari kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi (kadar BOD 3.500-5.000 mg/l), yang dibuat setiap dua baris tanaman (gawangan mati).

Gambar 3. Pengaliran limbah cair pada areal kebun kelapa sawit dengan sistem flatbed

(8)

11 Flatbed dibangun dengan kedalaman yang cukup dangkal. Limbah cair yang akan diaplikasikan dipompakan melalui pipa ke tempat yang tinggi. Kemudian dialirkan ke flatbed dan saluran penghubung hingga ke tempat yang lebih rendah. Aplikasi tergantung kepada kecepatan allir, dimana limbah dapat dialirkan secara simultan melalui beberapa baris flatbed dalam areal tanaman. Dengan teknik ini maka secara periodik lumpur yang tertinggal pada dasar flatbed perlu dikuras.

Gambar 4. Susunan flatbed pada aplikasi limbah cair PT. Condong Garut

2.3.3 Sistem parit atau alur (long bed)

Ada dua pola parit yang digunakan untuk distribusi limbah yaitu parit yang lurus, dan berliku-liku. Parit berliku-liku digunakan untuk lahan yang curam atau berbukit. Limbah sepanjang parit dialirkan perlahan-lahan untuk mengurangi erosi dan banjir. Parit yang lurus memanjang dapat dibangun di lahan yang sedikit miring, dan limbah dialirkan hingga ke ujung parit. Seperti aplikasi flatbed, limbah cair dipompakan melalui pipa ke tempat yang relatif tinggi dan didistribusikan ke dalam parit primer. Jumlah parit tergantung kepada topografi. Kecepatan aliran diatur perlahan-lahan untuk memungkinkan perkolasi dan juga untuk mencegah erosi. Biaya aplikasi limbah cair dengan sistem ini relatif murah, tetapi masalah yang sering timbul adalah distribusi aliran tidak sama rata dan parit tertimbun lumpur.

2.3.4 Sistem traktor Sistem aplikasi -tangki

limbah dengan cara ini yaitu dengan mengangkut limbah cair dari IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) ke areal tanaman dengan menggunakan traktor yang menarik tangki. Limbah berbentuk cair

(9)

12 dipompakan ke dalam tangki dengan menggunakan pompa sentrifugal yang terletak di chasis tangki. Peralatan yang digunakan ialah traktor, tangki, dan pompa sentrifugal. Untuk mengurangi biaya transportasi aplikasi limbah, areal tanaman sebaiknya berdekatan dengan IPAL. Traktor berjalan pada jalan pikul dan limbah disemprotkan sepanjang baris pohon tempat tumpukan hasil pangkasan.

Gambar 5. Aplikasi limbah cair kelapa sawit dengan sistem traktor tangki

Pelaksanaan operasional aplikasi LCPKS dari sejak perencanaan dan pelaksanaan aplikasi menjadi tanggung jawab dari pabrik yang bersangkutan. Pada beberapa pabrik di Indonesia pengamatan pelaksanaan dan pemantauan terhadap dampak yang terjadi dilakukan oleh asisten SHE (Safety, Health and Environment) yang ada ditiap kebun dan dilaporkan secara berkala ke Divisi SHE di kantor pusat. Laporan dibuat berdasarkan format yang telah ditentukan.

2.4 Pengaruh Aplikasi Terhadap Produksi

Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan penghematan biaya pupuk sehingga mengurangi biaya pengeluaran bagi perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) Medan, dosis LCPKS adalah 12.66 mm ECH (ekuivalen curah hujan)/bulan yang direkomendasikan dengan 50% dosis pupuk anjuran menunjukkan hasil 36% di atas kontrol (sutarta et al, 2000), sehingga dosis tersebut dijadikan dosis anjuran sementara. Aplikasi limbah

(10)

13 cair ini dapat menghemat biaya pemupukan hingga 46%/ha. Di samping itu, aplikasi limbah cair akan mengurangi biaya pengolahan limbah dan mampu memperbaiki sifat kimia (kandungan hara) dan fisika tanah.

Limbah cair pabrik kelapa sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Menurut PT. Tunggal Perkasa Plantation, aplikasi limbah cair sebagai pupuk dapat meningkatkan produksi janjang (tandan sawit) 20 – 30% dibandingkan dengan areal yang dipupuk anorganik. Hal ini diduga selain disebabkan karena unsur hara yang dikandung dalam limbah cair, juga disebabkan karena kelembaban tanah yang selalu terjaga dengan adanya aplikasi limbah cair. Menurut beberapa sumber lain, penggunaan limbah cair mampu meningkatkan produksi TBS sebesar 16-60%. Limbah cair ini tidak menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kualitas air tanah di sekitar areal aplikasinya.

Aplikasi limbah cair sebagai pupuk tanaman sawit tidak memberikan dampak pada sifat fisika tanah, sifat kimia tanah, kualitas air tanah dangkal, dan kualitas air permukaan. Pengujian beberapa sifat ini telah dilakukan oleh beberapa perkebunan kelapa sawit di Indonesia salah satunya adalah PT. Agrowiyana, Jambi tahun 2007.

2.5 Efisiensi Penyaluran Air (Water Conveyance Efficiency)

Menurut Hansen et. al. (1979), konsep irigasi yang paling awal untuk dievaluasi adalah efisiensi saluran pembawa air. Saluran pembawa air ini diantaranya adalah : (1) Saluran primer, (2) Saluran sekunder, (3) Saluran tersier dan (4) Saluran kwarter.

Pada penyaluran air irigasi, jumlah air yang sampai pada suatu areal pertanian dalam skala waktu tertentu akan mengalami pengurangan sepanjang saluran yang dilaluinya. Hal ini berhubungan dengan kehilangan air sepanjang penyaluran air irigasi tersebut yang menyebabkan turunnya efisiensi penyaluran (Setyoko, 1987). Efisiensi penyaluran air irigasi adalah efisiensi tahap pertama yang perlu dipertahankan sebelum usaha

(11)

14 peningkatan efisiensi irigasi yang lain. Efisiensi penyaluran sangat dipengaruhi oleh :

1. Kondisi jaringan irigasi (bangunan dan saluran). Kehilangan air banyak terjadi selama pengaliran karena rembesan (seepage), bocoran dan evaporasi.

2. Penyadapan air secara liar pada saluran primer dan sekunder guna dialirkan langsung ke petak persawahan.

Efisiensi penyaluran air dapat diperhitungkan dari air yang masuk ke petak persawahan dibandingkan dengan penyaluran air dimana air tersebut disalurkan.

Besarnya efisiensi penyaluran air dapat dihitung dengan rumus : .

dimana : Ec = Efisiensi penyaluran (%)

Wf = Jumlah air yang sampai di areal pertanaman (L3T-1) Wr = Jumlah air yang dialirkan dari sumber (L3T-1)

2.6 Kehilangan Air

Kehilangan air irigasi pada saluran terbuka dapat terjadi melalui dua bentuk yaitu berupa uap dan cairan. Hal ini disebabkan oleh penguapan permukaan air, transpirasi dari tumbuhan sepanjang saluran, perembesan kebawah dan kesamping serta bocoran karena rusaknya tanggul (Houk, 1957).

Khushalani dan Kushalani (1974), menyatakan bahwa jumlah air yang merembes tergantung dari debit air yang diberikan dimana penambahan debit aliran menyebabkan rembesan yang terjadi akan semakin kecil, tingkat kekeringan tanah selama irigasi dan kapasitas tanah menahan kelembaban, sedangkan Kinori (1970), menyatakan bahwa perembesan tergantung pada jenis tanah dan gradient hidrolik. Faktor jenis tanah yang berpengaruh yaitu permeabilitasnya, sedangkan gradien hidrolik adalah perbandingan antara selisih ketinggian, muka air pada 2 titik di saluran terhadap jarak mendatarnya.

(12)

15 Kunwibowo (1980), menyatakan bahwa komponen-komponen (faktor-faktor yang mempengaruhi) kehilangan air selama penyaluran adalah :

1. Penguapan melalui permukaan saluran

2. Evapotranspirasi yang disebabkan oleh vegetasi yang ada di sepanjang saluran

3. Perembesan (seepage) melalui dasar atau tepi saluran 4. Bocoran (leakage) pada saluran.

Menurut Michael (1978), hilangnya air akibat perembesan dapat dicegah atau dikurangi dengan cara melapisi saluran dengan bahan yang kedap air. Saluran yang dilapisi dengan semen misalnya dapat mengurangi hilangnya air akibat perembesan sampai 20%.

Menurut Linsley dan Franzini (1972), ada tiga metode pengukuran kehilangan air, yaitu :

1. Metoda genangan (ponding method)

2. Metoda pemasukan-keluaran (inflow-outflow method) 3. Metoda pengukuran rembesan (seepage-meter method)

Metoda genangan ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan cara membendung kedua ujung saluran pada jarak tertetu yang dikehendaki. Jumlah kehilangan air adalah penurunan muka air selama 24 jam.

Metode pemasukan-keluaran ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan menggunakan alat-alat pengukur debit yang dipasang pada kedua ujung saluran, kehilangan air yang terjadi adalah merupakan selisih antara debit pemasukan (inflow) dengan debit pengeluaran (outflow). Selama pengukuran berlangsung air dalam keadaan mengalir.

Metoda pengukuran rembesan ialah metoda pengukuran kehilangan air dengan menggunakan alat-alat pengukuran perembesan (seepage-meter) yang dipasang pada saluran. Hasil pengukuran dengan metoda ini lebih baik, tetapi peralatannya sulit dan harganya mahal.

Menurut Hamid (1987), diantara ketiga metoda pengukuran kehilangan air, metoda pemasukan-keluaran yang paling sering digunakan, sebab metoda ini lebih murah dan praktis penggunaannya.

(13)

16 Linsley dan Franzini (1972), menyatakan bahwa metoda pemasukan-keluaran dilakukan dengan cara pengukuran debit aliran yang masuk dan debit aliran yang keluar pada aliran mantap antara dua titik sepanjang saluran.

2.7 Pengukuran Debit

2.7.1 Pengukuran Debit Air Secara Langsung

Pengukuran debit secara langsung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan sekat ukur dan talang ukur. Sekat ukur untuk pengukuran debit secara langsung ada bermacam-macam menurut bentuk penampang sekatnya, yaitu Sekat ukur Thompson, Sekat ukur Cippoletti, dan Sekat ukur Segiempat.

2.7.2 Pengukuran Debit Air Secara Tidak Langsung

Pengukuran debit air secara tidak langsung adalah pengukuran dengan cara mengukur kecepatan aliran dan luas penampang aliran. Untuk kehilangan air umumnya digunakan metode “inflow-outflow’’, dengan kehilangan air yang terjadi ditunjukkan oleh selisih antara debit yang masuk (inflow) dengan debit pengeluaran (outflow) (Linsley dan Franzini, 1972).

Besarnya debit air yang masuk dan yang keluar dapat dihitung dengan persamaan :

dimana : Q = Debit air (L3T-1)

A = Luas penampang aliran (L2) V = Kecepatan aliran (LT-1)

Tentang kecepatan aliran dapat diukur dengan pelampung (metode apung), dengan alat ukur arus (Current meter), ataupun dengan menggunakan rumus.

(14)

17 Biaya alat dan mesin pertanian terdiri dari dua komponen yaitu biaya tetap (fixed cost/owning cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost/operating cost). Apabila kapasitas suatu alat atau mesin pertanian diketahui atau dapat dihitung, maka biaya pokok per satuan produk dapat diketahui (Pramudya dan Dewi, 1992).

2.8 Analisis Biaya 2.8.1 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah jenis-jenis biaya yang selama satu periode akan tetap jumlahnya. Thuesen dan Fabrycky (2002) menyebutkan bahwa biaya tetap adalah kelompok biaya yang diperlukan dalam aktifitas berjalan yang totalnya akan relatif tetap sepanjang periode aktivitas operasional. Biaya tetap sering juga disebut biaya kepemilikan (owning cost). Biaya ini tidak tergantung pada produk yang dihasilkan dan bekerja atau tidaknya mesin serta besarnya relatif tetap. Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tetap adalah :biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi, biaya pajak, dan biaya gudang atau garasi

1. Biaya penyusutan

Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan akibat penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Gray et al. menyebutkan bahwa penyusutan adalah bagian dari benefit proyek yang dicadangkan tiap-tiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek sedemikian rupa sehingga merupakan data yang mencerminkan jumlah biaya total. Hal-hal yang menyebabkan nilai suatu mesin/alat berkurang antara lain adanya bagian-bagian yang rusak atau aus, peningkatan biaya operasi dari sejumlah unit output yang sama jika dibandingkan dengan mesin baru dan sebagainya.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya biaya penyusutan adalah dengan metode garis lurus tanpa memasukkan bunga modal dalam perhitungannya. Besarnya biaya penyusutan dianggap

(15)

18 sama setiap tahunnya atau penurunan nilai bersifat tetap sampai pada akhir umur ekonomisnya.

Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa umur ekonomi adalah umur dari suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut sudah tidak ekonomis lagi bila terus digunakan dan lebih baik diganti dengan mesin yang baru. Sedangkan Waries (2003) menyatakan bahwa umur ekonomis adalah suatu perkiraan jangka waktu bagi mesin untuk tetap dapat beroperasi dengan baik dan masih menguntungkan secara ekonomis. Setelah tercapainya nilai ekonomis tersebut, mesin masih memilki nilai yang disebut nilai akhir. Persamaan biaya penyusutan dengan menggunakan garis lurus adalah sebagai berikut:

L S P

D= −

dimana: D = Biaya penyusutan (Rp/tahun) P = Harga awal (Rp)

S = Harga Akhir (Rp)

L = Perkiraan umur ekonomis (tahun)

2. Biaya bunga modal dan asuransi

Bunga modal sebenarnya berupa biaya semu karena tidak benar-benar dikeluarkan oleh sistem penggilingan. Nilai biaya ini diperhitungkan karena penggilingan telah melakukan investasi sejumlah uang untuk membeli mesin dan fasilitas lain. Karena telah diinvestasikan, uang tersebut tidak dapat lagi berkembang jika halnya uang tersebut disimpan di bank. Besarnya bunga modal dapat dihitung dengan persamaan berikut:

N N P i I 2 ) 1 ( + × =

dimana: I = Total bunga modal (Rp / tahun) P = Nilai awal mesin (Rp)

i = Tingkat bunga modal (% / tahun) N = Umur ekonomis (tahun)

(16)

19 3. Biaya pajak

Pajak untuk mesin pertanian sangat berbeda di setiap negara. Di Indonesia pemungutan pajak untuk mesin pertanian memang belum banyak dilakukan. Apabila belum ada ketentuan pemungutan pajak untuk mesin pertanian dan nilai ini akan diperhitungkan, maka biaya pajak ditentukan berdasarkan persentase taksiran terhadap harga mesin atau peralatan tersebut. Besarnya persentase berbeda dari satu negara ke negara lain. Dibeberapa negara besarnya pajak sekitar 2% dari harga awal pertahun.

4. Biaya gudang atau garasi

Biaya bangunan/garasi dapat berupa biaya untuk membangun bangunan tersebut atau biaya sewa. Apabila bangunan dibangun sendiri atau dibeli oleh pihak perusahaan, biaya bangunan berupa biaya penyusutan bangunan, sedangkan jika bangunan disewa, maka biaya bangunan berupa biaya sewa bangunan tersebut.

2.8.2 Biaya Tidak Tetap

Biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jam pemakaiannya (Pramudya dan Dewi, 1992). Sedangkan menurut Thuesen dan Fabrycky (2001), biaya tidak tetap adalah kelompok biaya yang berubah-ubah mengikuti level aktivitas operasional. Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masa tertentu naik, jumlah biayanya juga mengalami kenaikan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan dalam satuan Rp/jam. Contoh biaya yang termasuk biaya tidak tetap antara lain adalah :

1. Biaya bahan bakar

Biaya ini adalah pengeluaran untuk sumber tenaga yaitu bensin, solar, atau listrik. Untuk kebutuhan bensin atau solar satuannya dalam l/jam. Dengan mengetahui harga per lliternya di lokasi maka akan didapat biaya dalam Rp/jam. Pada motor listrik konsumsi listrik dinyatakan dalam kw atau

(17)

20 watt. Dengan mengetahui tariff listrik dalam Rp/kwh maka akan didapat biaya tenaga listrik dalam Rp/jam.

Berdasarkan suatu penelitian konsumsi bahan bakar rata-rata dari sutu mesin traktor roda 4 pada kondisi normal adalah 0.12 l/Hp/jam. Sedangkan pada kondisi berat konsumsi bahan bakar rata-rata meningkat 0.18 l/Hp/jam.

2. Biaya pelumas

Pelumas diberikan untuk memberikan kondisi kerja yang baik bagi mesin dan peralatan. Minyak pelumas untuk traktor meliputi oli mesin, oli transmisi, oli garden, oli hidrolik. Pada mesin pengolahan hasil, pompa air, dan generator listrik tidak terdapat biaya hirolik dan oli garden.

Besarnya biaya pelumas ditentukan berdasarkan banyaknya penggantian oli pada suatu mesin pada setiap periode tertentu, dan harga satuan oli yang digunakan. Kebutuhan oli rata-rata pada traktor roda 4 sebesar 0.1 l/bhp/jam.

3. Biaya perbaikan dan pemeliharaan

Biaya perbaikan dan pemeliharaan pada alat-alat mesin pertanian meliputi biaya penggantian bagian yang telah aus, upah tenaga kerja trampil untuk perbaikan khusus, pengecetan, pembersihan/pencucian dan perbaikan-perbaikan karena faktor yang tak terduga.

Besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan dapat dinyatakan dalam persentase terhadap harga awal suatu mesin pertanian. Sebagai contoh besarnya biaya perbaikan dan pemeliharaan rata-rata pada traktor roda adalah 1.2% dari harga awal per 100 jam. Biaya perbaikan dan pemeliharaan sumber tenaga (motor penggerak) untuk alat-alat pertanian seperti mesin penggiling padi, perontok, pemecah kulit dan penyosoh diestimasikan besarnya 1.2%/(P-S)/100 jam. Biaya perbaikan untuk mesin-mesin pengolah hasil pertanian beserta mesin-mesin penggeraknya diperkirakan sebesar 5% /P per tahun. Sedangkan biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk peralatan pertanian seperti bajak, garu, dan sebagainya diperkirakan sebessar 2%*(P-S)/100 jam.

(18)

21 4. Biaya operator

Biaya operator biasanya dinyatakan dalam Rp/hari atau Rp/jam. Besarnya tergantung pada kondisi lokal. Operator yang digaji bulanan dapat dikonversikan dalam upah Rp/jam dengan menghitung jumlah jam kerjanya selama sebulan.

5. Biaya hal-hal khusus

Biaya hal-hal khusus adalah biaya dari penggantian suatu bagian atau suku cadang yang mempunyai nilai yang tinggi (harganya mahal), tetapi memerlukan penggantian yang relatif sering karena pemakaian. Pada mesin pertanian contoh yang paling umum adalah biaya penggantian ban pada traktor roda.

Biaya penggantian ban ini dapat dihitung berdasarkan biaya penggantian (harga) dan perkiraan umur pemakaian.

2.8.3 Biaya Total

Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Nilainya dinyatakan dalam jumlah biaya per tahun atau biaya per jam. Untuk perhitungan biaya total diperlukan adanya nilai perkiraan jam kerja mesin per tahun. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut:

BTT x

BT

B= +

dimana: B = Biaya total (Rp/jam) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam) x = Jam kerja per tahun (jam/tahun)

(19)

22 Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan. Pada aplikasi limbah cair sebagai pupuk, biaya pokok merupakan biaya yang diperlukan untuk mengalirkan 1 liter limbah cair menuju lahan aplikasi Persamaan yang dipakai sebagai berikut:

k B

Bp=

atau dapat dihitung dari biaya total per tahun dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan per tahun.

M Bx Bp=

dimana: Bp = Biaya pokok (Rp/jam) k = Kapasitas pompa (liter/jam) M = Jumlah pupuk per tahun (liter/jam)

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia limbah cair kelapa sawit
Gambar 5. Aplikasi limbah cair kelapa sawit dengan sistem traktor tangki

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil tersebut diketahui bahwa  2 hitung &gt;  2 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemberian susu

Hasil uji chi square didapatkan nilai χ 2 sebesar 8,418 pada df 1 dengan taraf signifikansi (p) 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan dalam tingkatan

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif.. 3) Membandingkan hasil wawancara antara guru pondok dengan santri- santri di pondok terkait dengan pembelajaran berbasis

(fleksibel). Sekiranya pengguna tidak faham sesuatu dan hendaklah merujuk balik ke bahagian yang tertentu itu, ia boleh membuat demikian dengan berapa kali yang

Penawaran publik sekuritas yang dibuat di Amerika Serikat akan dilakukan melalui prospektus yang diperoleh dari Perusahaan dan berisi keterangan rinci mengenai

User dapat mengetahui nama anggota beserta alamat anggota yang belum mengembalikan buku beserta tanggal buku tersebut harus di kembalikan Sistem harus dapat melakukan

Planning atau suatu rencana adalah langkah selanjutnya yang harus dilakukan berdasarkan informasi yang telah terkumpul dari proses environmental scanning dan formative

40 tentang system jaminan social nasional menjelaskan bahwa JKN menjamin biaya pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan nasional secara gotong royong wajib oleh seluruh