• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelayanan masyarakat (public service) (Maslach dalam Jones,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan pelayanan masyarakat (public service) (Maslach dalam Jones,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Stres kerja merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat kegagalan individu beradaptasi pada lingkungan kerja, dimana terjadi ketidak sesuaian antara harapan dan kenyataan. Stres kerja dapat timbul dalam lingkungan kerja, karena beban kerja, atau dikarenakan peran individu itu sendiri. Stres kerja adalah interaksi antara kondisi kerja dengan karakteristik individual masing-masing pekerja, dimana tuntutan kerja melebihi kemampuan individu untuk mengatasi tuntutan (Ross dan Altmaier 1994). Stres kerja sering dialami oleh pekerja yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat (public service) (Maslach dalam Jones, 1991).

Menurut Selye (dalam Jayanegara, 2007) terdapat dua macam stress yaitu eustress (stress yang berdampak positif) dan distress (stress yang berdampak negatif). Maka tingkat stress yang tinggi dapat menjadi sebuah rangsangan yang sehat bagi individu untuk berprestasi dalam bekerja, namun tingkat stress yang tinggi dapat pula memiliki dampak yang buruk bagi individu seperti menurunnya prestasi kerja, perilaku buruk dari individu yang akan tampak, dan sebagainya. Segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat

(2)

menimbulkan stres kerja adalah merupakan stressor kerja (Dodik dan Astuti, 2012). Namun dalam rangka mencapai sasaran organisasi secara efektif adakalanya seorang individu perlu bekerja dibawah tekanan (Robbins, 2003).

Polisi merupakan profesi yang secara langsung akan berhadapan dengan masyarakat setiap harinya, oleh karena itu sangat mungkin stres kerja terjadi pada polisi. West dan West 1989 (Isnovijanti 2002) mengklasifikasikan stressor-stressor yang ada pada polisi, yaitu a).

Stressor dari luar organisasi b). Stressor dari dalam organisasi c). Stressor yang berhubungan dengan pekerjaan d). Stressor individu. Stressor secara umum akan dialami oleh polisi dan pekerja lainnya

seperti minimnya upah yang tidak seimbang dengan pekerjaan dan jam kerjanya. Polisi bertugas di tengah dan bersama masyarakat. Banyak tugas yang dibebankan, bahkan polisi tidak mengenal waktu jam kerja, ketika dibutuhkan polisi harus siap kapanpun. Selain itu stressor yang secara spesifik terjadi pada polisi adalah resiko terbunuh dalam menjalankan tugasnya, trauma akibat kekerasan, ataupun stress yang diakibatkan oleh budaya kerja yang ada di organisasi kepolisian (Amaranto dkk, 2003).

Polisi disebut sebagai sarana penegak hukum dituntut untuk

memberikan pengayoman, perlindungan, dan pelayanan kepada

masyarakat, serta memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Maka Polisi merupakan salah satu aparatur Negara yang bertanggung jawab dalam pencegahan dan pendeteksian terhadap keadaan kriminal serta

(3)

memelihara keamanan dalam lingkungan masyarakat. Tuntutan tugas yang besar, kemudian adanya tekanan dari atasan, kelelahan fisik dan psikis, dan lain sebagainya memungkinkan timbulnya masalah dalam melaksanakan tugas serta pekerjaan. Kondisi tersebut berlangsung terus menerus sehingga membuat anggota polisi menjadi rentan terhadap stres kerja. Stress kerja pada anggota polisi dapat terlihat dari gejala-gejala stress yang nampak. Menurut Beehr & Newman (Ross dan Altmaier 1994) gejala yang nampak meliputi gejala psikologi, gejala fisiologis dan gejala perilaku. Seperti yang disebutkan oleh Direktur Eksekutif ACLU 1992 (Amaranto, dkk 2003) Ira Glasser, menyatakan: "Pekerjaan Polisi sangat beragam, stressfull, sulit dan berbahaya.

Stres pada Polisi akan berdampak pada sesuatu yang buruk karena pekerjaan Polisi sehari-hari berhadapan dengan masyarakat dan dipersenjatai dengan senjata api. Salah satu gejala stress kerja yang nampak adalah kasus penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh beberapa oknum anggota kepolisisan, seperti yang diberitakan dalam Suara Merdeka 2014 mengenai penembakan yang dilakukan terhadap AKBP Pamudji (Kepala Detasemen Markas Polda Metro Jaya) oleh Brigadir Susanto Anggota YANSIK Polda Metro Jaya hanya karena masalah sepele, kasus lainnya yaitu yang terjadi pada Brigpol Arifin anggota kepolisian sektor Manggala, Makassar nekat bunuh diri menggunakan senjata api yang dimilikinya di dalam ruangan provost polsek manggala (Basri, 2015), dan kasus lainnya yaitu seorang anggota

(4)

Brimob bernama Brigadir Satu Wawan menembak mati Bachrudin satpam Kompleks Ruko Galaxy, Taman Palem Lestari, Cengkareng, Jakarta Barat. Alasan penembakan itu sangat sepele, Wawan marah karena korban tidak bersedia memberi hormat dan menolak untuk push up, dengan enteng, Wawan mencabut senjatanya dan menembak satpam itu (Anam, 2013). Menurut Logan Siagian (anggota komisi kepolisian nasional) insiden tersebut dinilai sebagai puncak akumulasi dari kondisi anggota Polri yang sebagian besar menderita gangguan psikologis. "Sangat banyak anggota Polri yang 'sakit jiwa'," kata Logan (Anam, 2013).

Menurut Reza Indragiri (Psikolog forensik Universitas Indonesia), insiden penembakan oleh anggota Satuan Brimob disebabkan oleh faktor psikologis. Maksudnya, profesi polisi memiliki tekanan tinggi sehingga mudah memicu emosi. Menurut Reza Indragiri “Tingkat stres yang tinggi pada polisi harus segera ditangani. Jika tidak, mereka bisa mencari pelarian ke alkohol atau obat terlarang”. Itu sebabnya, perlu adanya konseling psikologis kepada anggota kepolisian. Dalam beberapa kasus penembakan, tak jarang insiden bermula dari pelaku yang merasa jagoan karena memegang senjata atau mengalami stres sehingga merasa perlu menggunakan senjata agar masalah usai (Desyani, 2013).

Banyak sekali kasus penyalahgunaan senjata api pada anggota kepolisian yang merupakan gejala dari stres yang dialaminya. Selain penyalahgunaan senjata api, banyak kasus penyalahgunaan dan penyimpangan lainnya yang dilakukan oleh oknum kepolisian akibat stres

(5)

kerja. Salah satunya penyalahgunaan wewenang dalam kedudukannya sebagai polisi, polisi yang terlibat dalam kasus narkoba, asusila, dan sebagainya merupakan gambaran dari perilaku polisi yang mengalami stres. Aaron (Jayanegara 2007) menyatakan sejumlah penelitian di berbagai Negara seperti Amerika Serikat, Perancis dan Singapura mengungkapkan bahwa tingkat stress yang tinggi dan secara terus-menerus pada angota polisi di negara-negara tersebut dapat mengakibatkan berbagai efek psikologis yang membahayakan individu polisi itu sendiri, rekan-rekan polisi, anggota keluarga dan masyarakat umum di sekitarnya.

Perlu dicatat bahwa karakteristik individu sendiri dan kehidupan sehari harinya diluar pekerjaanya mempengaruhi stress kerja (Ross and Almaier, 1994). Karakteristik individu sangat erat kaitannya dengan kepribadian dari individu tersebut. Maka faktor penyebab stres kerja salah satunya adalah dari dalam individu tersebut sendiri. Dalam penelitian Kobasa (1979) menjelaskan perbedaan individual akan mengatasi pengaruh peristiwa yang menimbulkan stres. Terdapat perbedaan individual yang menjadikan mereka dapat bertahan walaupun mengalami peristiwa yang menimbulkan stres. Orang-orang tersebut memiliki struktur kepribadian yang dapat menahan atau meminimalisasi efek negatif dari stress (Judkins & Rind, 2005). Oleh karena itu faktor kepribadian dari dalam individu yang diduga berperan dalam menghadapi stres adalah kepribadian tahan banting (hardiness).

(6)

Kepribadian seseorang akan menumbuhkan sebuah orientasi yang optimis atau pesimis dalam hal menampilkan kinerjanya. Untuk memperoleh orientasi yang optimis sehingga dapat menampilkan kinerja yang maksimal maka individu harus memiliki karakteristik kepribadian yang membuat individu menjadi lebih kuat, tahan, dan stabil, ini tertuang dalam konstelasi karakteristik kepribadian tahan banting (hardiness). Kepribadian tahan banting (hardiness) adalah karakteristik kepribadian yang mempunyai fungsi sebagai sumber perlawanan saat individu menemui suatu kejadian yang menimbulkan stres di lingkungan kerja (Kobasa, 1982). Pengertian tersebut menunjukan bahwa faktor kepribadian tahan banting (hardiness) dapat membawa seseorang atau individu jauh dari stress kerja, sedangkan individu yang tidak memiliki kepribadian tahan banting akan lebih mudah mengalami stress kerja.

Faktor kepribadian yaitu kepribadian tahan banting (hardiness) dibutuhkan untuk mengatasi stress kerja dalam lingkungan kerja dan situasi kerja yang menekan. Hardiness memiliki tiga karakteristik, yaitu komitmen, kontrol, dan tantangan. Komitmen merupakan kecenderungan untuk melibatkan diri dalam berbagai aktivitas hidup (Kobasa, Maddi, dan Kahn, 1982). Kontrol merupakan kecenderungan untuk merasa dan bertindak untuk mempengaruhi ketika menghadapi situasi tertentu dalam kehidupan (Kobasa, Maddi, dan Kahn, 1982). Dan tantangan merupakan keyakinan bahwa perubahan adalah suatu hal yang normal terjadi dalam kehidupan dan antisipasi terhadap perubahan dapat menjadi motivator bagi

(7)

pertumbuhan daripada ancaman terhadap rasa aman (Kobasa, Maddi, dan Kahn, 1982).

Kepribadian tahan banting (hardiness) dibutuhkan untuk membuat keputusan yang berat dalam situasi yang menekan, terlebih sebagai seorang anggota POLRI yang dituntut untuk selalu tanggap terhadap segala gejala-gejala perubahan sosial yang dimungkinkan akan menyebabkan terjadinya gangguan keamanan & ketertiban masyarakat (kamtibmas) dan juga dengan berbagai beban kerja yang tinggi (Dodik dan Astuti, 2012).

Polisi memiliki kepribadian tahan banting (hardiness) akan memberikan penilaian yang positif atas situasi kerja yang penuh stres, sehingga cenderung memberikan respon yang positif (Dodik dan Astuti, 2012). Maka polisi akan menjadi optimis bahwa situasi tersebut dianggap sebagai tantangan yang dapat diubah sehingga akan mampu menghadapi dan mengelola situasi yang penuh stres tersebut. Sebaliknya, polisi dengan kepribadian non hardiness akan memberikan penilaian kognitif secara negatif terhadap situasi yang menekan dan penuh stres (Dodik dan Astuti, 2012). Sehingga polisi akan cenderung memunculkan respon yang negatif terhadap situasi yang penuh stres dan reaksi yang muncul adalah polisi akan menghindarkan diri dari situasi yang mengancam dan penuh tekanan. Secara langsung ada dan tidaknya kepribadian tahan banting (Hardiness) akan mempengaruhi keefektifan polisi dalam menjalankan tugas. Menurut peneliti kepribadian tahan banting (Hardiness) merupakan salah satu

(8)

faktor penting bagi polisi dalam menghadapi kejadian-kejadian yang penuh tekanan dan stres dalam tugas dan pekerjaannya.

Beberapa penelitian mengenai hubungan antara karakteristik kepribadian hardiness dan stres telah dilakukan sebelumnya, anatara lain penelitian yang dilakukan oleh Nursinta (2011) serta oleh Dodik dan Astuti (2012). Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan Nursinta (2011) dimana ia menemukan adanya hubungan yang signifikan antara kepribadian hardiness dengan stres . Dan terbukti berkorelasi negatif pada penderita diabetes melitus tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Serta penelitian yang dilakukan oleh Dodik dan Astuti (2012) dimana penelitiannya menemukan adanya hubungan yang negatif signifikan antara kepribadian hardiness dengan stres kerja pada anggota Polri bagian operasional di Polresta Yogyakarta.

Berdasarkan uraian dari penjelasan dan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya sebelumnya serta maraknya fenomena stres kerja yang terjadi pada anggota Polri dalam hal penyalahgunaan terhadap senjata api, penyalahgunaan wewenang serta tugas dan lain sebagainya adalah merupakan suatu gambaran stress kerja pada anggota polri. Profesi sebagai anggota polri rentan terkena stres saat bekerja, oleh karena itu seorang Polisi dituntut untuk memiliki kepribadian tahan banting

(hardiness). Peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Antara

(9)

di Polsek Tambun, karena penulis ingin mengetahui secara langsung dan signifikan mengenai fenomena tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif melalui pengambilan data dengan kuesioner. Kuesioner penelitian ini terdiri dari alat ukur stres kerja dan Hardiness. Stres kerja akan diukur dengan

Occupational Stress Inventory dari Osipow dan Spokane (1987) yang telah

diadaptasi oleh Dahlan (2005) dan Jayanegara (2007). Namun, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan skala yang diadaptasi oleh Jayanegara (2007). Sedangkan hardiness akan di ukur dengan menggunakan adaptasi dari personality hardiness scale (Bartone, DKK, 1989). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah anggota Polri polsek Tambun, Bekasi dalam kesatuan-kesatuan yang bekerja di lapangan yaitu Intel, Lantas, Reskrim, Shabara, dan Bhabinkamtibmas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Apakah terdapat hubungan yang negatif antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja anggota Polri di Polsek Tambun, Bekasi ?

2. Bagaimanakah gambaran tingkat kepribadian tahan banting

(10)

3. Bagaimanakah gambaran tingkat stres kerja pada anggota Polri di Polsek Tambun, Bekasi ?

4. Bagaimanakah perbedaan tingkat stres pada tiap unit kerja Polri di Polsek Tambun, Bekasi ?

5. Bagaimanakah perbedaan tingkat kepribadian tahan banting (hardiness) pada tiap unit kerja Polri di Polsek Tambun, Bekasi ?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud

Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengungkap ada tidaknya hubungan antara kepribadian tahan banting (hardines) dengan stres kerja yang menjadi informasi menarik dalam mengungkap fenomena

1.3.2. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui : a. Gambaran kepribadian tahan banting (hardiness) anggota Polri

di Polsek Tambun, Bekasi.

b. Gambaran tingkat stres kerja pada anggota Polri di Polsek Tambun, Bekasi.

c. Hubungan kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja pada anggota Polri di Polsek Tambun, Bekasi.

(11)

d. Perbedaan stres kerja pada tiap unit kerja di Polsek Tambun, Bekasi.

e. Perbedaan kepribadian tahan banting (hardiness) pada tiap unit kerja di Polsek Tambun, Bekasi.

1.4. Manfaat dan Kegunaan Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dalam bidang psikologi khususnya insitusi psikologi industri dan sosial.

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bahan penelitian dan bahan kajian penentu hipotesis lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang terdapat dalam karya karya tulis ilmiah ini.

3) Sebagai informasi ada tidaknya hubungan antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stres kerja khususnya pada anggota Polri.

1.4.2. Manfaat Praktis 1) Bagi anggota Polri

Diharapkan dapat memberikan informasi bahwa stres kerja yang terjadi pada polisi terkait langsung dengan aspek kepribadian seseorang khususnya kepribadian tahan banting (hardiness).

(12)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam rangka mengelola sumber daya manusia di bidang kepolisian serta dapat digunakan sebagai asesmen awal bagi manajemen kepolisian untuk mengetahui terjadinya stres pada anggota polisinya, khususnya anggota Polri di Polsek Tambun, Bekasi.

3) Bagi peneliti

Untuk memperdalam ilmu yang diperoleh secara teoritik, dan dapat memperoleh pengalaman-pengalaman langsung dalam meneliti anggota Polri dan dapat memberikan dorongan kepada peneliti lain untuk penelitian yang sejenis.

(13)

1.5. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami penelitian ini maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini berisikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penelitian, serta keaslian penelitian.

BAB II : Tinjauan pustaka

Dalam bab ini berisi landasan teori yang digunakan penulis. Ada dua macam pembahasan teori yang berkaitan dalam penelitian ini :

Teori kepribadian tahan banting (hardiness), yang dibahas dalam teori ini antara lain : definisi atau pengertian teori kepribadian tahan banting

(hardiness) dari beberapa ahli serta definisi operasionalnya, faktor-faktor

yang mempengaruhi kepribadian tahan banting (hardiness), aspek-aspek yang meliputi kepribadian tahan banting (hardiness), dan peran serta manfaat yang ada dalam kepribadian tahan banting (hardiness).

Teori stres kerja, yang dibahas dalam teori ini antara lain : definisi atau pengertian dari teori stres kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja, aspek-aspek yang meliputi stres kerja, dan peran serta manfaat yang ada dalam stres kerja.

Definisi Polisi Republik Indonesia (Polri), definisi Polisi secara umum, tugas polisi dalam masing-masing kesatuannya (Lantas, Reskrim,

(14)

Samapta, Intel, Bimas). Dalam bab ini juga berisi hipotesis yang menjadi arah peneliti untuk memperoleh jawaban sementara dalam penelitian ini. BAB III : Objek dan Metode Penelitian

Dalam bab ini diuraikan tentang variabel penelitian, partisipan, teknik pengumpulan data, alat ukur yang digunakan serta validitas dan reliabilitasnya

.

1.6. Keaslian Penelitian

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1) Pada penelitian ini untuk menunjukan adanya hubungan antara kepribadian tahan banting (hardiness) dengan stress kerja pada populasi dalam lingkungan kepolisisan Polresta Bekasi

Pada peneliti Andy Arciana & Kamsih Astuti (2012) menggunakan populasi dalam lingkungan Kepolisian bagian operasional di Polresta Yogyakarta.

2) Pada penelitian ini menggunakan kerangka teori serta aspek yang berbeda dengan peneliti Andy Arciana & Kamsih Astuti (2012) sehingga kuosioner yang diberikap pada subjek akan berbeda pula.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penilaian organoleptik yang telah dilakukan panelis terlatih pada uji kenampakan mata, insang, lendir, daging, bau, dan tekstur ikan bandeng yang telah diberi ekstrak

Inti pemikiran Parsons adalah bahwa: (1) tindakan itu diarahkan pada tujuannya (atau memiliki suatu tujuan); (2) tindakan terjadi dalam suatu situasi, dimana beberapa elemennya

Rijken mengatakan bahwa klausula eksonerasi adalah klausul yang dicantumkan di dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi

positif terhadap return saham perusahaan, apabila variabel struktur kepemilikan mayoritas naik 1 satuan, maka return saham perusahaan akan naik 0,003 poin. β 2 =

Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam bidang Pendidikan Hukum dan Kewarganegaraan pada FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia : Tidak diterbitkan.. Departemen Pendidikan

Keempat, dengan fungsi penetapan agenda ( agenda setting ) yang dimilikinya, media massa memiliki kesempatan yang luas untuk memberitakan ide atau karya

Tahap ini peneliti harus menyusun semua persiapan untuk pelaksanaan proses pembelajaran yaitu pembuatan RKP dan menentukan tema yang akan digunakan. Siklus pertama

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk permen jeli kopi yang dihasilkan dari dua taraf faktor yang berbeda.Uji organoleptik