• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dalam proses perkembangannya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan itu hendaknya berlangsung seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Perkawinan pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal di desa atau di kota. Usia perkawinan yang terlalu muda mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggungjawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami-istri.

Usia perkawinan yang masih muda bagi perempuan menjadi refleksi perubahan sosial ekonomi. Pergeseran ini tidak hanya berpengaruh terhadap potensi kelahiran tetapi juga terkait dengan peran dalam pembangunan bidang pendidikan dan ekonomi. Sebagaimana diketahui bahwa jumlah remaja umur 10-19 tahun di Indonesia terdapat 43 juta atau 19,61% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 220 juta, sekitar 1 juta remaja pria (5%) dan 200 ribu remaja wanita (1%) menyatakan secara terbuka bahwa mereka pernah melakukan hubungan seks. Sedangkan jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.982.204 jiwa, mencakup mereka yang bertempat tinggal didaerah perkotaan sebanyak 6.382.672 jiwa (49,16%) dan di daerah pedesaan sebanyak 6.599.532 jiwa (50,84%).

(2)

Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan BPS Sumut menyebutkan 10 sampai 11 % wanita usia subur (WUS) menikah di usia 16 tahun pada 2010, dan menurut keterangan dari BPS Sumut sendiri paling tidak, ada 47,79% perempuan dikawasan pedesaan kawin pada usia dibawah 16 tahun, sementara diperkotaan besarnya mencapai 21,75% pada tahun 2011. Dari kantor kementerian agama menyebutkan bila di tahun 2006 kasus pernikahan usia dini sebanyak 19 kasus, dan meningkat menjadi 42 kasus di tahun 2007, serta melonjak lagi menjadi 68 kasus di tahun 2008, hingga desember 2010 diperkirakan maksimal terjadi 50 kasus perawinan di usia dini pada remaja.

Dalam UU No. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) perkawinan dapat dan dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan pernikahan masing-masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin kedua orang tua, sesuai dengan kesepakatan pihak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang telah melakukan kerjasama dengan MOU yang menyatakan bahwa Usia Perkawinan Pertama di izinkan apabila pihak pria mencapai umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 20 tahun.

Namun dalam kenyataannya masih banyak kita jumpai perkawinan pada usia muda atau di bawah umur, padahal perkawinan yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga. Peranan orang tua sangat besar artinya bagi psikologis anak-anaknya. Mengingat keluarga adalah tempat pertama bagi tumbuh perkembangan anak sejak lahir hingga dewasa, maka pola asuh anak dalam perlu disebarluaskan pada

(3)

setiap keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab terjadinya perkawinan di usia muda dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan di usia muda.

Terjadinya perkawinan usia muda di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ini mempunyai dampak tidak baik kepada mereka yang telah melangsungkan pernikahan juga berdampak pada anak-anak yang dilahirkannya serta masing-masing keluarganya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa tidak semua pekawinan di usia muda berdampak kurang baik bagi sebuah keluarga karena sedikit dari mereka yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda dapat mempertahankan dan memelihara keutuhannya sesuai dengan tujuan dari perkawinan itu sendiri.

Berdasarkan fakta yang ada bahwa pola asuh demokratis lebih mendorong anak menjadi mandiri dan berprestasi di bandingkan dengan anak diasuh dengan cara otoriter. Hasil pola asuh pada pasangan muda ini untuk masing-masing pengasuh adalah pola asuh demokratik. Dengan pola asuh demokratik ini orang tua tidak mengekang pada anak-anaknya dan memaksakan kehendaknya pada anak-anak-anaknya, sebaliknya mereka memberikan kepercayaan penuh terhadap anak-anaknya untuk bisa menjalani kehidupan dimasa yang akan datang.

Hal yang penting yang harus disampaikan kepada masyarakat yang memiliki sosial ekonomi rendah hendaknya lebih meningkatkan keadaan ekonominya untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan yang lain, masyarakat harus mengarahkan yang putus sekolah untuk mengikuti kursus-kursus keterampilan. Kepada pasangan yang belum menikah harus lebih memperhatikan dampak apa saja yang timbul dari perkawinan usia muda.

(4)

Perkawinan usia muda yang menjadi fenomena sekarang ini pada dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang dan tidak hanya terjadi di daerah pedesaan yang notabene dipengaruhi oleh minimnya kesadaran dan pengetahuan namun juga terjadi di wilayah perkotaan yang secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh “role model” dari dunia hiburan yang mereka tonton. Penelitian yang dilakukan oleh Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Provinsi Jawa Barat mengungkapkan fakta masih tingginya pernikahan di usia muda di pulau Jawa dan Bali. Diantara wilayah-wilayah tersebut, Jawa Barat di posisi pertama dalam jumlah pasangan yang menikah di usia muda dimana dari 1000 penduduknya dengan usia 15 hingga 19 terdapat 126 orang yang menikah dan melahirkan di usia muda. Kemudian diikuti dengan DKI Jakarta dengan 44 orang.

Dari data SDKI 1997 diketahui bahwa seekitar 52,6 % wanita pernah melakukan perkawinan pertamanya pada kelompok umur 15-19 tahun dengan tingkat pendidikan hanya tamat SD. Sejumlah 5,8 juta remaja pernah menikah pada umur kurang dari 16 tahun dan 25 % diantaranya bahkan menikah dibawah usia 14 tahun. Pihak yang sangat merasakan akibatnya adalah remaja putri atau perempuan karena tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah lagi dan harus menjalani perkawinan yang sebenarnya belum siap baginya, baik dari sisi mental maupun kesehatan reproduksinya.

Sikap atas persoalan ini terbagi dalam dua sisi yang berseberangan. Dengan alasan bahwa dengan menikah di usia muda akan menghindari hal-hal yang dilarang baik asas agama maupun sosial di tengah gejolak pergaulan yang semakin ”menggila” seperti saat ini. Alasan lain adalah pikiran bahwa dengan menikah muda, mereka akan masih sehat dan aktif berkarya di saat anak-anak mereka tumbuh besar yang membutuhkan biaya untuk keperluan pendidikan dan persoalan lainnya. Selain itu muncul pula alasan lain yang mengatakan bahwa nikah muda itu ”asyik”, pokoknya asyik aja.

(5)

meskipun dengan dalih dari pada terjerat dalam pergaulan bebas dan menghindari terjadinya hamil di luar pernikahan.

Dari pihak yang berseberangan melihat dan menelaah bahwa mereka yang menikah muda akan lebih cenderung untuk mengalami kegagalan dalam rumah tangga mereka. Tingginya perkara perceraian di hampir semua daerah yang menjadi area penelitian Ikatan Sosiologi Indonesia ( ISI ) berbanding lurus dengan tingkat penikahan di usia muda. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan kawin muda, melainkan alasan ekonomi dan lain sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari pernikahan yang dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologis. Menikah di usia muda juga akan menimbulkan banyak permasalahan di berbagai sisi kehidupan ekonomi misalnya, dengan tingkat pendidikan rendah yang dimiliki pasangan akan menyulitkan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak yang berimbas pada kurangnya kecukupan secara ekonomi dalam rumah tangga.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian untuk mendeskripsikan pernikahan usia mudah khususnya untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda, serta dampak pernikahan usia muda tersebut dalam kehidupan berumah tangga di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Dengan melihat kenyataan ini telah mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda dikalangan remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang”.

(6)

I.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah ini menentukan kemana suatu penelitian diarahkan. Perumusan masalah pada hakikatnya merupakan perumusan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian (Soeharto, 2008: 2003).

Bahwa sasaran pembahasan penelitian ini adalah menyangkut pada pernikahan usia muda. Maka dalam pembahasan ini, nantinya tidak terlalu jauh melebar sesuai dengan topik pembahasan dan mengingat batasan waktu. Dalam penulisan ini, penulis mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda dikalangan remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?

2. Bagaimana makna perkawinan usia muda dikalangan remaja yang terjadi di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang?

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka Tujuan penelitian ini yaitu :

1.Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda.

(7)

I.3.2. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan bagi instansi-instansi terkait khususnya instansi yang menangani masalah - masalah remaja dan sumber informasi bagi pemerintah guna peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan formal maupun pendidikan informal yang di harapkan dapat meningkatkan keterampilan para remaja, agar nantinya remaja -remaja yang telah putus sekolah atau tidak bersekolah lagi lebih mandiri dan dapat mengembangkan kemampuan mereka meskipun dengan lulusan pendidikan yang rendah serta dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarga mereka.

2. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa masukan kepada para remaja dampak negatif dari perkawinan di usia muda dan sebagai bahan pertimbangan kepada pasangan remaja yang ingin melaksanakan pernikahan usia muda.

3. Menjadi bahan informan bagi peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang sejenis dimasa akan datang.

(8)

I.4. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan secara garis besarnya dapat dikelompokan ke dalam 6 (enam) bab,dengan urutan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka penelitian,defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan simple, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisanya

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Hal-hal pokok yang dilakukan dalam analisis data ini yaitu : cross plot antara Density vs Gamma ray dari data sumur, hal ini untuk mengetahui karakteristik data dan

Tujuan penelitian adalah untuk: (1) menentukan teknologi pengolahan sampah di TPA regional yang sesuai dengan komposisi dan timbulan sampah daerah layanan (Kota Jakarta

Sehingga perlunya kombinasi untuk beberapa jenis rack yang sesuai dengan kriteria diatas, yaitu sesuai dengan kebutuhan pallet position yaitu sebesar 4955 pallet position,

6. Ibu mengerti dan sudah meminta persetujuan suami, ibu menggunakan kotrasepsi suntikan 3 bulan. Ibu mengerti anjuran bidan yang diberikan karena alat kontrasepsi

Pada penelitian ini dilakukan uji kandungan senyawa kimia Adapun Hasil skrining fitokimia ekstrak biji papaya positif mengandung alkaloid, saponin, dan tannin. Adapun

Gunung Patsean Sumber Rejeki ini tidak membagi karyawannya per divisi (hanya secara garis besarnya saja) tetapi hanya membaginya berdasarkan jabatan masing-masing dan di

Dapat dilihat dari hasil tabel 3 menunjukan bahwa distribusi waktu pemasanagan IUD didapatkan kejadian Ekspulsi berdasarkan waktu pemsangan IUD dari 53 akseptor

Laporan skripsi dengan judul “ SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN DATA SKRIPSI PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI UNIVERSITAS MURIA KUDUS ” telah dilaksanakan dengan tujuan