• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA DIKLAT KONTROL KUALITAS BAHAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR. Holong Radja Sinaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA DIKLAT KONTROL KUALITAS BAHAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR. Holong Radja Sinaga"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

52

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA DIKLAT KONTROL KUALITAS BAHAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

Holong Radja Sinaga

Widyaiswara Utama PPPPTK BMTI e-mail: holongradjasinaga@yahoo.com

ABSTRACT

The research reported in this paper was conducted at the Building Engineering Department of PPPPTK BMTI Bandung. The objective of the research was to find out whether cooperative learning, may improve the trainees’ outcomes. The research was carried out in the form of a Classroom Action Research. Basically, the stages of the research may be classified as follows: preparation, execution, and reporting. During the stage of execution the researcher was assisted by a colleague who acted as an observer. The actions were executed in two cycles, in which each was conducted in two sessions. Each cycles consisted of planning, execution, observation, reflection, and re-planning. The analysis showed that the average outcomes of the trainees underwent an improvement. This is to say that their average outcomes due to the action done during Cycle II were significantly better compared to that during Cycle I. During Cycle I, the learning effectiveness was (69.60 – 37.20 = 32.40), whereas the average learning outcome was 70.30. Meanwhile, during Cycle II, the learning effectiveness was (84.50 – 35.90 = 48.60), whereas the average learning outcome was 83.70. This was due to the improvement and betterment of the learning processes which was reflected in the improvement of the activities of both the trainer and the trainees. In addition to the above matter, the research findings were also supported by the responses showed by the trainees was 86%, namely 86% of the trainees thought that cooperative learning succeeded in improving the activities of the trainees, creating conducive atmosphere for learning, and ultimately improving the learning outcomes of the trainees. Thus, it may be concluded that the application of cooperative learning at the quality control training succeeded in improving the learning outcomes of the trainees.

Keywords: Cooperative Learning, Material Quality Control, and Learning Outcome. ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di Departemen Teknik Bangunan Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri Bandung. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari dan mengetahui bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif yang berlandaskan faham konstruktivis dapat meningkatkan hasil belajar peserta diklat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Secara garis besar tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan. Sementara itu dalam pelaksanaan tindakan dibantu pengajar lain sebagai pengamat. Tindakan dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus dua kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari : perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, refleksi, dan perencanaan kembali. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar peserta melalui siklus I dan siklus II meningkat signifikan yaitu: Siklus I; efektifitas belajar adalah (69,60 -37,20 = 32,40) dengan rata-rata hasil belajar 70,30. Sedangkan pada siklus II; efektifitas belajar

(2)

53

adalah (84,50 – 35,90 = 48,60) dengan rata-rata hasil belajar 83,70. hal ini didasarkan atas peningkatan dan perbaikan proses pembelajaran yang ditunjukkan pula oleh peningkatan aktivitas pengajar dan peserta. Hasil ini juga didukung oleh respons peserta dengan rata-rata sebesar 86 %, dengan kata lain 86 % peserta berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas peserta, menciptakan iklim belajar yang kondusif dan pada akhirnya meningkatkan hasil belajar peserta. Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif yang berlandaskan faham konstruktivis pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan dapat meningkatkan hasil belajar. Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif, Kontrol Kualitas Bahan, dan Hasil Belajar.

1. PENDAHULUAN

Standar proses adalah salah satu standar dari delapan standar nasional pendidikan, yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan [1]. Melalui standar proses inilah setiap satuan pendidikan diatur bagaimana seharusnya proses pendidikan berlangsung. Dengan demikian, standar proses dapat dijadikan pedoman bagi guru/pengajar dalam pengelolaan pembelajaran. Selanjutnya dalam PP No 19 Tahun 2005 [1], dikatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis peserta didik.

Untuk mengimplementasikan standar proses pendidikan, guru merupakan komponen yang sangat penting, sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru sebagai ujung tombak. Dengan demikian peningkatan kualitas pendidikan sebaiknya dimulai dari peningkatan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah bagaimana merancang suatu strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai.

Kemp (1995) dalam Wina Sanjay [2] menjelaskan bahwa strategi pembelajaran

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Mengimplementasikan proses pembelajaran yang diharapkan, peran guru dalam proses pembelajaran sangat penting. Guru dalam proses pembelajaran mempunyai peran sebagai: sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator, dan evaluator. Melaksanakan peran tersebut, guru juga harus mempunyai strategi (strategi pembelajaran) yang digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat diimplementasikan dalam proses pembelajaran, yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi, kapan dan dimana strategi tersebut digunakan. Oleh karena itu, guru harus mampu menentukan strategi, metode yang bervariasi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri (PPPPTK-BMTI) Bandung sebagai lembaga diklat dengan tugas dan fungsi pokoknya, telah melaksanakan berbagai diklat. Diklat Kontrol Kualitas Bahan merupakan salah satu diklat yang dilaksanakan di Departemen Teknik Bangunan PPPPTK BMTI Bandung. Diklat Kontrol Kualitas Bahan di PPPPTK BMTI Bandung, merupakan upaya dalam rangka meningkatkan kompetensi guru

(3)

54 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khususnya bidang keahlian Teknik Bangunan yang mengajar mata pelajaran Pengetahuan Bahan dan Konstruksi Beton.

Pelaksanaan Diklat Kontrol Kualitas Bahan di Departemen Teknik Bangunan masih terdapat kesenjangan antara harapan dengan fakta, hal ini didasarkan dari laporan hasil pengujian (praktikum) ternyata masih banyak peserta diklat belum dapat mengambil kesimpulan dan memberikan rekomendasi yang tepat sesuai dengan standar yang ditetapkan (Standar Nasional Indonesia). Kondisi ini juga didukung oleh hasil studi pendahuluan yang memperlihatkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar peserta diklat masih termasuk kategori rendah , yaitu nilai terendah adalah 56,40 dan tertinggi 69,50 (rata-rata 64,50). Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran belum optimal karena masih di bawah 80,00 (standar minimal). Keadaan ini dapat disebabkan latar belakang peserta diklat yang heterogen, seperti pengalaman mengikuti diklat, lama bekerja, pengalaman mengajar, dan juga kondisi fasilitas di sekolah masing-masing. Kondisi tersebut di atas, berpotensi menciptakan suasana pembelajaran yang kurang kondusif, yang pada akhirnya akan menyebabkan proses pembelajaran kurang efektif dan efisien, sehingga nilai hasil belajar peserta diklat kurang optimal.

Berdasarkan latar belakang di atas perlu adanya upaya untuk menggeser pradigma lama dari teacher centre ke pradigma baru yaitu pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang beraliran konstruktivisme, yaitu cara belajar yang menekankan peranan peserta diklat dalam membentuk pengetahuannya sedangkan pengajar berperan sebagai fasiltator yang membantu keaktifan peserta didik [3].

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Slavin (1995) dalam Wina

Sanjaya [2], mengemukakan dua alasan penggunaan pembelajaran kooperatif, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dari orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan peserta didik dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan. Berkaitan dengan dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis beranggapan sangatlah penting untuk meneliti, apakah penerapan pembelajaran kooperatif dapat mengatasi masalah yang ada, sehingga peserta dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokan / tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, motivasi dan kebiasaan belajar yang berbeda (heterogen).

Masalah yang akan dicari solusinya melalui penelitian adalah bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan terciptanya iklim belajar yang kondusif, aktivitas peserta didik meningkat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.

Masalah yang diteliti dibatasi pada penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan khususnya pada mata diklat Pengujian Bahan Beton, sebagai obyek penelitian.

(4)

55 2. METODE

Prosedur atau langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk siklus dengan mengacu pada metode yang diadopsi dari D. Hopkins [5]. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu perencanaan, tindakan pelaksanaan, , dan observasi serta refleksi. Selanjutnya empat kegiatan itu berlangsung terus, namun ada modifikasi pada tahap perencanaan yaitu perbaikan perencanaan. Prosedur penelitian tindakan kelas mengikuti desain penelitian pada Gambar 1 (Metode Lewin yang ditafsirkan oleh Kemmis, Rochiati Wiriaatmaja).

Indikator Kinerja (Kriteria Keberhasilan) dalam penemuan dan pengujian serta peningkatan kualitas pembelajaran dengan penerapan pembelajaran kooperatif pada akhirnya bermuara pada subelemen berikut:

 Penerapan strategi pembelajaran kooperatif

 Peningkatan aktivitas peserta diklat

 Iklim belajar yang kondusif

 Hasil belajar peserta didik.

Penilaian dianggap berhasil dan tindakan tidak perlu dilanjutkan apabila setiap sub elemen yang diteliti sudah mencapai nilai/skor > 80%, maka dapat dikatakan berhasil.

Gambar 1: Bagan Alir Kerangka Pemikiran Proses Pemb.

Belum Optimal , Situasi Kurang Kondusif KONDISI AWAL TINDAKAN Proses pembelajaran Kooperatif Belajar Meningkat, Sesuai Harapan KONDISI AKHIR Siklus I Belajar Meningkat Belajar Biasa-Biasa Saja Siklus II Belajar Meningkat Siklus III Belajar Meningkat

(5)

56 Instrumen penelitian disusun berdasarkan metode pengembangan instrumen yang didasarkan pada permasalahan, variabel, subvariabel, indikator dan lain sebagainya.

Penelitian ini dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

1. Penyiapan instrumen dan dokumen pembelajaran sebelum diklat dimulai 2. Siklus I dengan SAP 2 dan SAP 3. 3. Siklus II dengan SAP 4 dan SAP 5 4. Penyusunan laporan

5. Penelitian dilaksanakan di Departemen Teknik Bangunan PPPPTK BMTI dengan alamat Jl Pasantren Km, 2 Cibabat, Cimahi, Jawa Barat.

Sasaran penelitian ini adalah peserta Diklat Kontrol Kualitas Bahan bagi guru SMK yang berlangsung di Departemen Teknik Bangunan PPPPTK BMTI Bandung.

Pengumpulan data dengan melakukan tes hasil belajar dan observasi pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh rekan pengajar/widyaiswara untuk setiap siklus, serta penyebaran angket kepada peserta diklat setelah siklus terakhir dianggap berhasil.

Untuk menguji keabsahan data kualitatif [6], antara lain adalah dengan

memperpanjang pengamatan,

meningkatkan ketekunan, triangulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara (sumber, teknik, dan waktu), dan mengadakan member check. yaitu proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.

Variabel tindakan dalam penelitian ini adalah “Pembelajaran kooperatif” dan variabel masalah adalah “Nilai hasil belajar peserta diklat”.

Data yang dikumpulkan dianalisis sejak penelitian dimulai, dan dikembangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan laporan. Tahap analisis dan refleksi meliputi kegiatan sebagai berikut:

 Diskusi antara peneliti dan observer mengenai tindakan yang telah dilakukan terhadap fokus observasi

yaitu penerapan pembelajaran kooperatif, aktivitas peserta diklat, dan iklim belajar yang di kelas.

 Menganalisis hasil belajar peserta diklat, kesan dan tanggapan peserta diklat, kesan dan tanggapan pengajar, kelebihan dan kendala yang dialami oleh peserta diklat maupun pengajar

 Hasil analisis data akan dikaji dan hasilnya akan dijadikan sebagai bahan rencana tindakan pada siklus berikutnya.

Demikian seterusnya dilakukan pada siklus kedua dan ketiga atau sampai pada siklus kegiatan pembelajaran yang hasilnya telah sesuai dengan kriteria pada indikator keberhasilan tindakan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan yang dilaksanakan dengan dua siklus dan dimulai dengan studi pendahuluan (kondisi awal), masing-masing siklus dua kali pertemuan, meliputi aspek; penerapan pembelajaran kooperatif, aktivitas peserta diklat, iklim belajar yang kondusif, hasil belajar, dan respons peserta diklat. Pelaksanaan

penerapan pembelajaran kooperatif direncanakan; (1) untuk materi kontrol kualitas bahan dengan mata diklat pengujian bahan Beton dengan alokasi waktu 55 jam, (2) tindakan menerapkan pembelajaran kooperatif melalui variasi gaya mengajar, (3) observasi yang dilaksanakan bersamaan proses pembelajaran kooperatif meliputi : aktivitas widyaiswara dan peserta diklat; pengembangan materi dan hasil belajar peserta dan (4) refleksi dari kegiatan pembelajaran (hasil observasi) dianalisis dan sekaligus menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya.

Observasi dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi aktivitas peserta diklat, pengembangan materi, dan hasil belajar peserta diklat.

(6)

57 Sedangkan pelaksanaan refleksi, meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan sekaligus membuat rencana perbaikan pada siklus berikutnya. Penelitian dengan alur atau tahapan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi disajikan dalam dua siklus

3.1 Kondisi Awal

Pengujian semen merupakan bagian dari pengujian bahan beton yang terdiri dari beberapa pengujian seperti pengujian kehalusan dengan ayakan standar, pengujian kehalusan dengan pesawat Blaine, pengujian berat jenis dan seterusnya. Pengujian kehalusan semen dengan ayakan standar [7], merupakan tahapan awal dari pengujian semen lainya.

Dari laporan hasil pengujian terlihat banyak peserta diklat belum dapat mengambil kesimpulan dan memberikan rekomendasi yang tepat sesuai dengan standar yang berlaku. Disamping itu, masih terdapat peserta yang belum paham dalam menginterpretasikan hasil yang ditetapkan dalam pengujian (misalnya; tertinggal maksimum 10 % di atas ayakan 0,09 mm, dengan catatan tidak boleh ada yang tertinggal pada ayakan 1,20 mm, bila ada yang tertinggal berarti semen tidak memenuhi syarat kehalusan) [8]. Demikian juga dengan hasil tes, yang memperlihatkan banyaknya peserta yang belum mencapai hasil yang diharapkan. Selanjutnya, pengajar mengembalikan laporan peserta dan hasil tes kepada peserta diklat. Kemudian melakukan tanya jawab kepada peserta diklat tentang hasil laporan dan tes. Beberapa peserta mengemukakan bahwa mereka kebingungan mengenai tahapan pengujian dan menentukan kesimpulan, beberapa orang tidak mengetahui apa saja yang harus dilaporkan, bahkan ada yang belum mengetahui tujuan pengujian dan nama alat yang digunakan. Padahal, sebelum pengujian telah dijelaskan dan didemonstrasikan

Berdasarkan hasil laporan pengujian peserta, hasil tes, dan pengamatan, peneliti

memperoleh gambaran sebagai berikut, pada saat penjelasan materi, peserta sangat antusias memperhatikan penjelasan dari pengajar, karena merupakan hal yang baru bagi peserta diklat. Namun, pada waktu melakukan pengujian banyak peserta mengalami kesulitan, hal ini disebabkan komunikasi yang kurang baik diantara anggota kelompok. Masing-masing anggota merasa lebih baik dari yang lain dan merasa lebih senior dari peserta yang lebih muda. Pada saat pengujian ada beberapa anggota kelompok yang kurang aktif karena merasa sudah mampu, ada juga peserta yang enggan terlibat karena memang belum mengerti tapi tidak mau bertanya. Sebagian besar peserta diklat belum terbiasa menggunakan peralatan laboratorum karena ketersediaan peralatan yang terbatas disekolahnya. Hal ini dapat disebabkan penyampaian materi yang kurang menarik atau kurang jelas oleh pengajar. Sebaiknya, pengajar dapat menyampaikan materi dengan cara yang dapat merangsang peserta untuk lebih aktif, misalnya memberikan penjelasan yang detail, tetapi santai, dan lebih komunikatif dengan peserta.

Pada saat diskusi kelompok, peserta kurang berani mengungkapkan pendapat tentang hasil pengujian maupun rekomendasi yang akan dibuat, hal ini dimungkinkan pemahaman yang kurang tentang pengujian yang dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan yang lebih oleh pengajar ke kelompok-kelompok selama pengujian berlangsung, yang disertai pertanyaan dan bimbingan dalam menuntaskan pengujian.

3.2 Siklus I

Nilai peserta diklat pada siklus I terdiri dari; (1) nilai pre tes, (2) nilai kelompok yang merupakan nilai bersama dari hasil pengamatan dan laporan hasil pengujian, (3) nilai post tes, dilaksanakan setelah pembelajaran dilakukan, dan (4) nilai hasil belajar merupakan nilai gabungan dari nilai kelompok dan nilai post tes dibagi dua [2].

(7)

58

No Pre-Tes kelompok Post-Tes Rata-Rata

1 32,4 67 68 67,5 2 36 67 60 63,5 3 40 75 60 67,5 4 39 72 69 70,5 5 47 75 85 80 6 45 72 83 77,5 7 29,5 67 72 69,5 8 30,2 72 60 66 9 30,7 67 58 62,5 10 38 75 81 78 11 41 72 70 71 Rataan 37,2 71 69,6 70,30 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Nomor Peserta Diklat

N il a i P e s e r ta D ik la t

Pre Tes Nilai Kelompok Post Tes Nilai Akhir

Gambar 2: Grafik Nilai Peserta Diklat Siklus I

Berdasarkan penilaian yang dilakukan pada gambar 2, nilai hasil belajar peserta diklat siklus I. Nilai rata-rata pre tes adalah 37,2 sedangkan nilai rata-rata post tes adalah 69,6. Dari nilai pre tes dan post tes dapat ditentukan efektivitas belajar adalah nilai rata post tes dikurangi nilai rata-rata pre tes yaitu : (69,6 – 37,2 ) = 32,4. Sedangkan nilai hasil belajar peserta diklat adalah penggabungan nilai post tes individual dan nilai kelompok dibagi dua [2]. Maka nilai rata-rata hasil belajar pada siklus I adalah 70,30, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran belum optimal karena masih di bawah 80. Dengan demikian, tindakan berikutnya perlu direncanakan

berdasarkan temuan-temuan hasil observasi pada siklus I dan telah dianalisis. Hasil perencanaan tersebut ditindak lanjuti pada siklus II.

Setelah menganalisis dan mendiskusikan temuan-temuan dari hasil pengamatan: (1) penerapan pembelajaran kooperatif, (2) aktivitas peserta diklat, (3) iklim belajar yang kondusif, dan (4) tes hasil belajar peserta diklat seperti terdapat pada gambar 3 memperlihatkan bahwa pencapaian aspek yang diteliti masih di bawah 80 %, artinya efektifitas pembelajaran belum optimal. Dengan demikian, tindakan lanjutan pada siklus II perlu dirancang dan dilaksanakan guna

(8)

59 meningkatkan hasil belajar peserta diklat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Pembelajaran supaya lebih aktif dengan menjelaskan tujuan yang akan dicapai dan tujuan pengujian semen bila dikaitkan dengan fenomena kehidudan sehari-hari (pekerjaan di lapangan pada struktur bangunan khususnya struktur beton)

 Pembelajaran dapat menciptakan komunikasi secara multi arah dan

memperbanyak tanya jawab (mendorong peserta untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan), dengan demikian pengajar tidak lagi mendominasi seluruh kegiatan pembelajaran

 Pembelajaran dapat memberikan kesempatan yang cukup untuk mendemonstrasikan materi ajar berikutnya yaitu pengujian konsistensi normal semen dan pengikatan semen.

 Fasilitator hendaknya memberikan No Aspek Penel. % Nilai

Peng. Refleksi 1. Penerapan Pembelajaran Kooperatif 69,41

Hasil 69,41% < 80 % berarti penerapan pembelajaran kooperatif belum berhasil sehingga perlu dilanjutkan tindakan pada siklus II

2.

Aktivitas peserta dalam pembelajaran

70,90

Hasil 70,90 % < 80 % berarti penerapan pembelajaran kooperatif belum berhasil karena belum meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran , oleh karena itu perlu dilanjutkan tindakan pada siklus II

3

Iklim belajar yang

kondusif

68,00

Hasil 68 % < 80 % berarti penerapan pembelajaran kooperatif belum berhasil karena belum berhasil meningkatkan terciptanya iklim belajar yang kondusif dalam pembelajaran, oleh karena itu perlu dilanjutkan tindakan pada siklus II

4. Hasil belajar

Pre Tes 37,2

Efektivitas belajar ditentukan berdasarkan Nilai rata-rata post tes dikurangi nilai rata-rata-rata-rata pre tes yaitu: (69,60 – 37,2) = 32,40

Hasil belajar 70,30 < 80 berarti penerapan pembelajaran kooperatif belum berhasil secara optimal. Oleh karena itu perlu dilanjutkan tindakan pada siklus II.

Catatan : Kelompok terbaik dengan nilai 75 (kelompok 2) Post Tes 69,60 Nilai Kelompok 71,00 Nilai Akhir 70,30 50 55 60 65 70 75 1 2 3 4 P e rs e n ta s e P e n c a p a ia n

(9)

60 arahan dan dorongan yang intensif agar tercipta kerja sama yang baik dalam kelompok dengan memperhatikan SOP.

 Tingkat ketelitian peserta diklat dalam penimbangan, pengukuran, dan perhitungan perlu mendapat perhatian pada setiap tahapan pengujian. Karena ketidak telitian dalam penimbangan akan mempengaruhi hasil pengujian demikian juga pada saat pengambilan sampel. Untuk itu, fasilitator harus memonitor dan membimbing peserta diklat guna menghindari kesalahan. Interaksi antarpeserta perlu ditingkatkan dengan bantuan fasilitator untuk menjembatani peserta senior (guru lama) dengan peserta junior (guru baru), demikian juga dalam kerja sama sehingga kegagalan pengujian dapat dihindarkan.

 Fasilitator perlu memberi perhatian yang lebih intensif terhadap setiap tahap dalam pembelajaran praktikum agar masing-masing anggota kelompok terlibat aktif dalam proses pengujian.

 Penataan lingkungan belajar yang lebih baik perlu diciptakan guna memotivasi peserta diklat dalam belajar.

3.3 Siklus II

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil tes peserta diklat pada siklus I, kemudian dianalisis dan tindakan pembelajaran yang dirancang pada siklus II (pertemuan 3 dan pertemuan 4) adalah sebagi berikut.

 Melakukan pre test

 Menjelaskan tujuan pembelajaran dan kaitannya dengan fenomena kehidupan sehari-hari (pekerjaan di lapangan yang berkaitan dengan struktur bangunan)

 Menyajikan, melakukan tanya jawab dan mendemostrasikan materi pengujian semen yaitu pengujian konsistensi normal semen (pertemuan 3) dan pengujian pengikatan semen (pertemuan 4) dengan menggunakan alat bantu dan peralatan pengujian semen

 Membentuk kelompok yang heterogen [9]

 Memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk membuat kesepakatan dan berdiskusi tentang materi pembelajaran dengan bimbingan pengajar/widyaiswara

 Peserta melakukan pengujian konsistensi normal dan pengikatan semen pada kelompok masing-masing dengan difasilitasi, dimotivasi,

20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 No Peserta Diklat N il a i P e s e r ta D ik la t

Nilai Pre Tes Nilai Kelompok Nilai Post Tes Nilai Akhir

(10)

61 dimediasi, dan dievaluasi oleh widyaiswara

 Memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk mendiskusikan hasil pengujian dengan bimbingan pengajar

 Peserta membuat laporan hasil pengujian yang dikerjakan secara kelompok

 Melakukan post test.

 Pengakuan Tim

Nilai peserta diklat pada siklus II terdiri dari; (1) nilai pre tes, dilaksanakan sebelum pembelajaran dilakukan, (2) nilai kelompok yang merupakan nilai bersama dari hasil pengamatan dan laporan hasil pengujian, (3) nilai post tes, dilaksanakan setelah pembelajaran dilakukan, (4) nilai hasil belajar merupakan penggabungan

nilai rata-rata dari nilai kelompok dan nilai post tes indivivual.

Berdasarkan penilaian yang dilakukan pada gambar 4, nilai hasil belajar peserta diklat siklus II. Nilai rata-rata pre tes adalah 35,9 sedangkan nilai rata-rata post tes adalah 84,5. Dari nilai pre tes dan post tes dapat ditentukan efektivitas belajar adalah : (84,5 – 35,9) = 48,6. Sedangkan nilai hasil belajar peserta diklat, misalnya peserta nomor 5 nilai hasil belajar adalah: (84 + 95) : 2 = 89,5.

Dengan perhitungan nilai rata-rata hasil belajar peserta diklat pada siklus I adalah 83,8, hal ini menunjukkan dampak yang positif karena dapat meningkatkan hasil belajar peserta diklat melampaui standar minimal dan dianggap berhasil. Oleh karena itu, pembelajaran berikutnya dapat menerapkan tindakan pembelajaran seperti pada siklus II.

50

55

60

65

70

75

80

85

90

95

1

2

3

4

P e r s e n t a s e P e n c a p a ia n

Gambar 5: Grafik Rekapitulasi Penelitian Siklus II Persentase hasil pengamatan pada

siklus II menunjukkan kenaikan yang mencapai lebih besar dari 80%, berarti penerapan pembelajaran kooperatif dengan tindakan pada siklus II telah berhasil meningkatkan pembelajaran peserta diklat. Dengan demikian tidak perlu

dilanjutkan dengan tindakan berikutnya, tetapi melanjutkan penerapan pembelajaran kooperatif seperti siklus II pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan. Pada siklus ini, terjadi perubahan kelompok yang berpredikat terbaik dengan nilai 86 (kelompok 3)

(11)

62 Setelah menganalisis hasil observasi dan nilai hasil belajar tindakan 2 pada siklus II (pertemuan 3 dan pertemuan 4) yang menunjukkan bahwa, penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan menunjukkan peningkatan yang positif terhadap kualitas pembelajaran. Adapun peningkatan tersebut meliputi; peningkatan aktivitas peserta diklat dalam pembelajaran, iklim belajar yang kondusif, dan peningkatan nilai hasil belajar peserta diklat.

Di samping hal tersebut penulis juga mengedarkan angket dan melakukan wawancara kepada peserta diklat, maupun kepada teman pengajar (yang bertugas sebagai pengamat) untuk menjaring tanggapan/respons peserta tentang penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan diperoleh seperti tabel tabulasi respons peserta atau gambar 7.

No Aspek Penet. % Nilai Pengamat. Refleksi

1. Penerapan 89,41 89,41 % > 80 % berhasil  tindakan cukup 2. Aktivitas 85,50 85,50 % > 80 % berhasil  tindakan cukup 3. Iklim belajar kondusif 88,00 88 % > 80 % berhasil tindakan cukup

4. Hasil belajar Pre tes 35,90

Efektivitas belajar adalah yaitu: (84,50 – 35,90) = 48,60 Hasil belajar 83,70 > 80 berarti berhasil  tindakan cukup Post tes 84,50 Nilai Kelompok 82,9 Nilai akhir 83,70 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 1 2 3 4 P e r s e n t a s e P e n c a p a ia n

(12)

63 Persentase hasil pengamatan pada siklus II menunjukkan kenaikan yang mencapai >80%, berarti penerapan pembelajaran kooperatif dengan tindakan pada siklus II telah berhasil meningkatkan pembelajaran peserta diklat. Dengan demikian tidak perlu dilanjutkan dengan

tindakan berikutnya, tetapi melanjutkan penerapan pembelajaran kooperatif seperti siklus II pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan.

Pada siklus ini, terjadi perubahan kelompok yang berpredikat terbaik dengan nilai 86 (kelompok 3).

Tabel Tabulasi Respons Peserta tentang Penerapan Pembelajaran Kooperatif

No %

Respons Keterangan

1 83,75 Dari 11 orang peserta diklat memberikan respons baik dengan rata-rata 86 % (> 80 %) tentang penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan dapat meningkatkan aktivitas peserta, menciptakan iklim belajar yang kondusif dan pada akhirnya meningkatkan hasil belajar. Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif perlu dilanjutkan dan dikembangkan pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan.

2 85,00 3 80,00 4 82,50 5 83,75 6 92,50 7 85,00 8 85,00 9 86,00 10 87,50 11 95,00 Jumlah 946 Rata-Rata (%) 86,00 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 No Peserta Diklat R e s p o n P e s e rt a ( % )

Gambar 7: Grafik Respons Peserta Diklat

Pengakuan peserta diklat bahwa kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif memberikan motivasi dan semangat dalam belajar Diklat Kontrol Kualitas Bahan. Pembelajaran tidak monoton dari pengajar/fasilitator ke peserta diklat, tetapi

pola interaksi pembelajaran bersifat multi arah dan pembelajaran yang tadinya berpusat kepada guru (teacher centre) menjadi peserta belajar aktif (student learning centre). Pembagian kelompok-kelompok dan dilakukannya diskusi dalam kelompok maupun diskusi kelas membuat

(13)

64 suasana belajar lebih menarik dan menambah semangat dalam belajar. Kegiatan diskusi kelompok memberikan kesempatan kepada peserta untuk memupuk kerja sama dalam memecahkan masalah, menumbuhkan sifat demokrasi dan toleran, peserta lebih percaya diri karena dapat membantu sesamanya dalam memecahkan soal dalam kelompok, lebih aktif, dan belajar bersosialisasi.

Selanjutnya peserta merasakan dampak yang sangat positif dalam mengikuti proses pembelajaran Diklat Kontrol Kualitas Bahan dengan pembelajaran kooperatif, karena peserta yang tadinya menganggap dirinya sebagai guru senior atau guru junior maupun latar belakang yang beraneka ragam (heterogen) menjadi menyatu dan terciptanya demokrasi di dalam kelas. Akhirnya mereka berharap agar pembelajaran kooperatif yang dikembangkan berdasarkan padangan konstruktivisme terus dikembangkan agar peserta dapat lebih menguasai kontrol kualitas bahan dan menerapkannya dalam fenomena kehidupan sehari-hari.

Setelah dilakukan tindakan penerapan pembelajaran kooperatif (siklus I dan siklus II) pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan di Departemen Teknik Bangunan

PPPPTK BMTI Bandung, mengalami peningkatan kualitas pembelajaran, dibandingkan dengan pembelajaran sebelum pembelajaran kooperatif diterapkan atau studi pendahuluan. Jadi setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme, telah terjadi perubahan dan perbaikan pembelajaran diantaranya diuraikan berikut ini.

Pola interaksi pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tidak hanya monoton dari pengajar/fasilitator ke peserta diklat. Ini tampak dari keterlibatan, aktivitas, dan kreativitas pengajar/fasilitator dan peserta diklat dalam pembelajaran. Selama penerapan model ini (siklus I dan siklus II), pola interaksi belajar mengajar dapat berlangsung secara multi arah.

Berdasarkan hasil dan pembahasan siklus I dan siklus II serta respons peserta diklat tentang penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini, yang merupakan rekapitulasi hasil penelitian setiap aspek dalam dua siklus seperti berikut.

Tabel Rekapitulasi Hasil Penelitian setiap Aspek dalam Dua Siklus

No Aspek Penelitian Siklus I Siklus II

1 Penerapan Pembelajaran Kooperatif (%) 69,41 89,41 2 Aktivitas Peserta diklat Dalam Pembelajaran

(%)

70,90 85,50 3 Iklim Belajar Yang Kondusif (%) 70,00 88,00

4 Nilai Hasil Belajar Pre Tes 37,2 35,9 Post Tes 69,6 84,5 Efek. Belajar 32,40 48,60 Nilai Kelompok 71,0 82,9 Nilai Akhir 70,3 83,7

5 Respons Peserta diklat Tentang Penerapan

(14)

65 Pembahasan terhadap temuan penelitian untuk menjawab permasalahan penelitian maupun hipotesis tindakan didasarkan pada analisis data hasil penelitian sebagai berikut.

Penerapan pembelajaran kooperatif, terjadi peningkatan skor hasil pengamatan dari 69,41% menjadi 89,41 % atau meningkat 20% . Di samping itu, peningkatan kualitas belajar ditentukan berdasarkan besaran kemajuan belajar, yang diperoleh dari nilai rata-rata post tes dikurangi nilai rata-rata pre tes setiap siklus. Maka kemajuan belajar siklus I adalah sebesar 32,40 atau (69,6 – 37,2 = 32,40), sedangkan kemajuan belajar siklus II adalah sebesar 48,60 atau (84,5 – 35,9 = 48,60).

Berdasarkan penjelasan di atas maupun temuan penelitian pada tindakan siklus I dan siklus II kualitas pembelajaran Diklat Kontrol Kualitas Bahan dapat meningkat dengan penerapan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

 Pola interaksi pembelajaran berlangsung secara multi arah

 Penataan lingkungan belajar yang baik untuk memotivasi peserta

 Membina hubungan yang saling menghargai dan menghormati, menciptakan kelas sebagai laboratorium demokrasi

 Melatih peserta diklat untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dengan memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan.

Peningkatan aktivitas peserta diklat dari 70,9% menjadi 85,5% atau meningkat 14,6% merupakan dampak nyata dari penerapan pembelajaran kooperatif, yang melatih peserta didik untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dengan memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan, hal ini sesuai dengan [2].

Peningkatan ini juga merupakan upaya fasilitator, atau mediator maupun motivator untuk mendorong peserta diklat mengkonstruksi pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Pembelajaran adalah proses aktif dalam diri peserta diklat sendiri. Dari hasil pengamatan dan analisis menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas peserta diklat yang berdampak terhadap kualitas pembelajaran, dengan menerapkan tindakan seperti pada siklus II.

Di samping hal tersebut, komunikasi antarpeserta yang senior dan junior tampak semakin harmonis dalam melaksanakan pembelajaran sehingga pemahaman peserta diklat semakin baik. Hal itu tercermin dari semakin giatnya peserta diklat melakukan tanya jawab, diskusi, dan uji coba secara individual maupun kelompok. Para peserta diklat mengakui sangat puas dengan pembelajaran ini dan memberikan motivasi dan semangat dalam belajar kontrol kualitas bahan. Kemudian peserta memperoleh kesempatan menerapkan konsep-konsep dan hasil pengujian di dalam fenomena kehidupan sehari-hari khususnya dalam struktur beton. Demikian juga dalam keterampilan serta sikap peserta pada saat melakukan pengujian menjadi semakin trampil dan semakin teliti untuk setiap tahapan pengujian.

Iklim belajar yang kondusif, menunjukkan bahwa skor pengamatan meningkat dari 70,0% menjadi 88,0% atau meningkat 18,0%. Peningkatan ini merupakan usaha bersama antara peserta diklat dengan fasilitator dalam membina hubungan yang saling menghargai dan menghormati, menciptakan kelas sebagai “laboratorium demokrasi” Serta menciptakan kondisi agar terbiasa berbeda pendapat, jujur, sportif dalam mengakui kekurangannya, dan siap menerima pendapat orang lain, serta mampu mencari pemecahan masalah (Soemantri, 2001) dalam H. Isjoni [3].

Dalam pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator yang mampu

(15)

66 menciptakan suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, membantu dan mendorong peserta didik untuk mengungkapkan dan menjelaskan keinginan dan pembicaraannya baik secara individual maupun kelompok, membantu kegiatan-kegiatan dan menyediakan sumber atau peralatan, membina peserta didik agar setiap orang merupakan sumber yang bermanfaat bagi yang lainnya. [2] Dengan situasi dan kondisi tersebut, peserta diklat yang tadinya merasa senior maupun junior berbaur menjadi satu kelompok yang benar-benar saling membutuhkan. Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif dapat menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran.

Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas peserta diklat dan terciptanya iklim belajar yang kondusif hal ini sesuai dengan hasil pengamatan di kelas. Hal tersebut berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar peserta diklat, yang pada kenyataannya seperti terdapat pada tabel 4.12, dimana nilai rata-rata hasil belajar pada siklus I adalah 70,3 meningkat menjadi 83,7 pada siklus II. Peningkatan hasil belajar ini telah melampaui krikeria minimal yaitu 80.

Di samping hal tersebut, temuan penelitian ini juga didukung respons dari peserta diklat tentang penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan seperti terdapat pada tabel 4.11 dan gambar 4. 11, dengan respons rata-rata peserta diklat sebesar 86 %, artinya bahwa penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas peserta diklat, menciptakan iklim belajar yang kondusif dan pada akhirnya meningkatkan hasil belajar peserta diklat. Berdasarkan pengakuan peserta diklat, penerapan pembelajaran kooperatif memberikan motivasi dan semangat dalam belajar, dimana pembelajaran tidak monoton dari pengajar/fasilitator ke peserta diklat, tetapi pola interaksi

pembelajaran bersifat multi arah dan pembelajaran yang tadinya berpusat kepada guru (teacher centre) menjadi peserta belajar aktif (student centre learning). Kegiatan diskusi kelompok memberikan kesempatan kepada peserta untuk memupuk kerja sama dalam memecahkan masalah, menumbuhkan sifat demokrasi dan toleran, peserta lebih percaya diri karena dapat membantu sesamanya dalam memecahkan soal dalam kelompok, lebih aktif, dan belajar bersosialisasi.

Dengan analisis dan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan dapat meningkatkan hasil belajar peserta diklat di Departemen Teknik Bangunan PPPPTK BMTI Bandung dengan tahapan pembelajaran seperti pada siklus II.

4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan mengenai penerapan pembelajaran kooperatif pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan di Departemen Teknik Bangunan PPPPTK BMTI Bandung sebagai berikut: 1. Penerapan pembelajaran kooperatif

yang dikembangkan menurut pandangan konstruktivis dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan meningkatkan professionalisme pendidik khususnya pengajar pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan. Hasil temuan penelitian yang menunjukkan bahwa ada peningkatan dari kualitas pembelajaran di kelas, pada siklus I adalah 69,41 % meningkat menjadi 89,41 % pada siklus II, dan terjadinya pola interaksi secara multi arah yang berdampak terhadap peningkatan kualitas pembelajaran.

2. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran

(16)

67 pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan dengan, terciptanya pola interaksi multi arah, meningkatnya aktivitas peserta diklat maupun fasilitator dan kelas sebagai laboratorium demokrasi. Peningkatan ini ditunjukkan efektivitas belajar sebesar 32,40 pada siklus I dan 48,60 pada siklus II, dan nilai akhir pada siklus I sebesar 70,30 meningkat menjadi 83,70 pada siklus II.

3. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan aktivitas peserta diklat dalam mengembangkan generic skill dan attitude yang diperlukan dalam keterampilan proses dan menciptakan iklin/suasana belajar yang kondusif. Temuan penelitian menunjukkan bahwa terciptanya kelas sebagai laboratorium demokrasi yang efektif meningkatkan aktivitas peserta diklat, kemudian peningkatan aktivitas peserta dari siklus I sebesar 70,90 % meningkat menjadi 85,50 % pada siklus II. Kemudian temuan penelitian menunjukkan adanya peningkatan dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif, pada siklus I sebesar 70,00 % meningkat menjadi 88,00 % pada siklus II.

a. Penerapan pembelajaran kooperatif dapat menciptakan iklim belajar yang kondusif. Berdasarkan pengakuan peserta diklat, penerapan pembelajaran kooperatif memberikan motivasi dan semangat dalam belajar, dimana pembelajaran tidak monoton, multi arah, pembelajaran yang tadinya berpusat kepada pengajar (teacher centre) menjadi peserta diklat aktif (student centre learning).

b. Dalam kegiatan diskusi kelompok dan kerja sama kelompok memberi kesempatan kepada peserta diklat untuk memupuk kerja sama dan

memecahkan masalah,

menumbuhkan sifat-sifat demokrasi dan toleran.

c. Peserta diklat lebih percaya diri karena dapat membantu sesama dan lebih aktif dalam bersosialisasi sehingga tercipta iklim belajar yang kondusif.

4. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif yang tepat pada Diklat Kontrol Kualitas Bahan adalah sebagai berikut:

a. Melakukan pre tes

b. Menjelaskan tujuan pembelajaran dan kaitannya dengan fenomena kehidupan sehari-hari (pekerjaan di lapangan yang berkaitan dengan struktur bangunan)

c. Menyajikan, melakukan tanya jawab dan mendemostrasikan materi pengujian

d. Membentuk kelompok yang heterogen

e. Memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk membuat kesepakatan dan berdiskusi tentang materi pembelajaran dengan bimbingan pengajra/widyaiswara

f. Peserta melakukan pengujian pada kelompok masing-masing dengan difasilitasi, dimotivasi, dimediasi, dan dievaluasi oleh widyaiswara g. Memberikan kesempatan kepada

masing-masing kelompok untuk mendiskusikan hasil pengujian dengan bimbingan pengajar

h. Peserta membuat laporan hasil pengujian yang dikerjakan secara kelompok

i. Melakukan post tes. j. Pengakuan Tim

5. Model pembelajaran kooperatif yang menganut faham konstruktivis dapat diterapkan dalam mata Diklat Kontrol Kualitas Bahan di Departemen Teknik Bangunan yang dihipotesiskan dapat meningkatkan hasil belajar peserta diklat.

(17)

68 4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya serta simpulan di atas dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Para peneliti yang bertindak sebagai pengajar diharapkan melakukan refleksi terhadap apa yang dilakukan selama bertindak sebagai pengajar dalam penelitian ini. Sehingga dapat melakukan perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan yang masih terdapat melalui pengalaman dan keterampilan yang diperoleh selama menerapkan pembelajaran kooperatif. 2. Pembelajaran kontrol kualitas bahan

dapat dioptimalkan di Departemen Teknik Bangunan PPPPTK BMTI Bandung, jika didukung oleh kesiapan dan kemauan serta kemampuan untuk melakukan inovasi pembelajaran. Maksudnya ialah ke arah pembelajaran yang memperhatikan latar belakang/kondisi peserta, dilakukan secara utuh dan berkesinambungan, menggunakan metode mengajar yang bervariasi, menekankan pada pemecahan masalah, dan pola evaluasi yang berkelanjutan. Untuk itu pembelajaran kooperatif yang dikembangkan menurut pandangan konstruktivisme sebagai inti kegiatan pembelajaran dapat digunakan sebagai salah satu alternatif.

3. Penelitian Tindakan Kelas agar dilaksanakan berkelanjutan khususnya untuk para pengajar/guru karena sangat bermanfaat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas dan pelayanan yang optimal dalam bidang akademis. 4. Kegiatan penulisan karya ilmiah agar

dapat dikoordinasi secara berkelanjutan karena dapat memotivasi penatar / guru untuk meneliti sebagai upaya untuk selalui berusaha dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas sesuai dengan bidang spesialisasi yang diajarkannya.

REFERENSI

[1] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

[2] Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.

[3] Isjoni, H. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

[4] Suparno, P. 2001. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Cetakan kelima., Yogyakarta: Kanisius.

[5] Hopkins, D. (1980). A Teacher’s Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press. [6] Bungin, B. 2007. Penelitian

Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta

[7] SNI 03-2530-1991. Standar Tata Cara Pengujian semen portland. Jakarta: Departemen Pemukiman dan prasarana Wilayah Badan Penelitian dan Pengembangan.

[8] Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Badan Penelitian dan Pengembangan. 2002. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Beton, Semen, Perkerasan Beton Semen. Edisi Pertama, Jakarta: Balitbang Departemen Kimpraswil.

[9] Lie, A. 2005. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.

Gambar

Gambar 1: Bagan Alir Kerangka Pemikiran Proses Pemb.
Gambar 2: Grafik Nilai Peserta Diklat Siklus I
Gambar 3: Grafik Rekapitulasi Siklus I
Gambar 4: Grafik Nilai Hasil Belajar Siklus II
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keawetan alami dari kayu mangium ( Acacia mangium Willd.) berdasarkan umur pohon serta posisi

Ke sembilan, pada Tabel 21 persentase responden kualitas hubungan rendah memiliki sebaran data tertinggi yang berada dalam kategori pemenuhan kebutuhan papan tinggi?.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurningsih (2005) dalam Dewi (2008) yang menyebutkan bahwa profitabilitas memiliki pengaruh yang negatif terhadap

Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kedatangan rata - rata pada hari sibuk untuk 3 Loket adalah Tingkat Kegunaan Karyawan 0, 798 atau 79, 8 %. Probabilitas tidak adanya pengguna

Menurut Komaruddin (1996:235), analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam

Sasaran yang hendak dicapai yaitu menyusun Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur yang bertitik tolak dari judul pembahasan yaitu Studio Produksi Film di

NEWS READER : DEKRANAS ADAKAN PAMERAN KREASI JOGJA UNTUK INDONESIA. PAMERAN PRODUK KERAJINAN / SELAMA INI TETAP MENJADI ANDALAN PERAJIN UNTUK MENJUAL HASIL

menentukan isi dan atau amanat yang terdapat dalam cerita rakyat, menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat, mem- bandingkan nilai-nilai dalam cerita rakyat