• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. PEMBERDAYAAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) OLEH SHELTER RUMAH HATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. PEMBERDAYAAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH) OLEH SHELTER RUMAH HATI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

35

4.

PEMBERDAYAAN ANAK BERHADAPAN DENGAN

HUKUM (ABH) OLEH SHELTER RUMAH HATI

Ruth Agnesia Sembiring,. David Maulana Haq

FISIP, Universitas Brawijaya nesi.biring@gmail.com , dhaq27@gmail.com Abstrak

Tulisan ini mengenai pemberdayaan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang dilakukan oleh Shelter Rumah Hati. ABH mempunyai masalah tersendiri dalam proses reintegrasi ke masyarakat. Tidak matangnya psikologi dan ditolaknya mereka oleh masyarakat bisa mengakibatkan ABH menjadi residivis. Shelter Rumah Hati merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai program pemberdayaan untuk ABH yang mempunyai tujuan mengembalikan rasa percaya diri ABH yang tertampung dan memberikan mereka pembekalan skill yang berguna untuk kembali lagi ke masyarakat tempat mereka berasal. Metode yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan analisa dokumen. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, proses pemberdayaan ABH oleh Shelter Rumah Hati dapat dibilang cukup berhasil dilihat dari program-program yang direncanakan dan dilaksanakan dan dapat diukur dari beberapa alumni yang telah berhasil terjun kembali ke masyarakat dan memulai kehidupan yang layak. Namun dalam pelaksanaan program pemberdayaan ini, Shelter Rumah Hati menjumpai masalah dalam anggaran, dikarenakan sumbangan dana utama hanya berasal dari kantong pribadi pendiri Shelter Rumah Hati. Peneliti merekomendasikan agar Shelter Rumah Hati mencari sumber sumbangan melalui situs kitabisa.com atau situs lain sejenis.

(2)

36

Pemberdayaan anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) harus dilakukan untuk menjadikan seorang anak yang masih belum mempunyai kematangan psikologis menjadi lebih baik dan tidak kembali bermasalah dengan hukum lagi (residivis). ABH merupakan anak dibawah umur yang melakukan perbuatan kriminal sehingga harus menjalani masa pidana, atau pun anak yang telah melakukan tindak kriminal namun tidak mendapatkan masa pidana yang seharusnya dikarenakan diversi dari pengadilan. ABH menjadi masalah tersendiri yang mempunyai jalan penyelesaian berbeda pula jika dibandingkan dengan penanganan “orang dewasa” yang sama-sama mempunyai masalah dengan hukum. Ketika seorang ABH telah dijatuhi vonis pengadilan atas perbuatan melanggar hukum yang dilakukannya, anak harusnya akan dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA). Namun, adanya LPKA sendiri pun belum tentu dapat mengatasi permasalahan anak jika sumber daya manusia dalam LPKA tidak mempunyai kompetensi dalam pelaksanaan program pembinaannya terhadap anak.

Rumah Hati merupakan rumah singgah (shelter) untuk anak mantan warga binaan yang baru keluar dan juga anak yang diselamatkan dari ancaman penjara melalui diversi pengadilan. Lembaga ini berkantor dan beroperasi di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Meskipun berpusat di Jombang, cakupan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini untuk mencari anak-anak yang membutuhkan pengawalan dalam konfliknya dengan hukum adalah di Provinsi Jawa Timur. Tujuan dari Rumah Hati adalah agar mereka anak binaan mempunyai kematangan psikologis, rasa percaya diri dan mempunyai hard skill ataupun pendidikan yang akan mereka butuhkan dalam kehidupan mereka setelah keluar dari rumah singgah ini.

Shelter Rumah Hati sendiri diinisiai oleh Yusti Probowati, seorang yang pernah mempelajari psikologi forensik dan mendapat gelar doktor satu-satunya di bidang tersebut dari UGM, memiliki perhatian khusus terhadap narapidana anak-anak. Perhatian ini yang menjadi

(3)

37

penggerak beliau untuk mendirikan Rumah Hati. Guru besar psikologi forensik pertama di Indonesia dan sekaligus menjadi Dekan Fakultas Psikologi Ubaya ini mendirikan Rumah Hati pada 2011. Bermula dari keprihatinannya akan kondisi LPKA di Blitar, Jawa Timur sejak 2003-2010. Berdasarkan catatannya, jumlah narapidana anak di Lapas Anak Blitar pada 2003 ada sebanyak 80 anak. Tapi kini sudah hampir mencapai 400-an lebih (2016). Berbekal ilmu psikologi forensik yang ia tekuni sejak menempuh kuliah S2 di Universitas Gajah Mada dan dibantu sahabatnya dari Swiss, Margaret Rueffler, serta beberapa dosen Ubaya, ia mendirikan Rumah Hati. Sebelum itu pada 2009, Yusti mencoba memberikan pelatihan kepada petugas lapas di Lapas Anak di Blitar, Tangerang, Kutoarjo, dan Karangasem (Bali). Namun upayanya itu tidak menyelesaikan masalah yang cukup berarti. Atas bantuan dana lembaga nonpemerintah (NGO) dari Jerman, Kindernothilfe, akhirnya Rumah Hati terwujud (Tempo, 2016). Namun sejak 2014, Kindernothlife memutuskan untuk berhenti membiayai Rumah Hati.

Rumusan Masalah

Bagaimana proses pemberdayaan ABH yang dilakukan oleh Shelter Rumah Hati?

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara dan analisa dokumen. Metode yang digunakan dalam penyelesaian penelitian dituliskan di bagian ini.

(4)

38 Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan bila dilihat dari kata dasarnya yaitu “daya” dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu, melalui membangun serta memotivasi kesadaran akan potensi yang dimiliki. Menurut Sunartiningsih (dalam Oman Sukamana, 2004), pemberdayaan merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat dengan cara membantu mengembangkan kemampuan individu dan menjadikan masyarakat mampu mengambil keputusan secara mandiri. Dengan demikian pemberdayaan diharapakan akan menciptakan masyarakat yang mengelola dirinya sendiri, berdasarkan kebutuhan, serta mampu untuk mengatasi tantangan persoalan yang akan dating (Oman, 2004, p. 2).

Dewi, S. Tobing, D. (2014) dalam tulisannya membahas mengenai Kebermaknaan Hidup pada Anak Pidana di Bali membahas dinamika psikologis para anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Karangasem, terkait dengan kebermaknaan hidup. Anak pidana memaknai kehidupan mereka selama di dalam lapas dengan enam aspek, yaitu dilihat dari kepuasan terhadap hidup selama di dalam lapas, kebebasan yang dirasakan dan diharapkan selama di dalam lapas, perasaan berhak atau pantas untuk melanjutkan hidup di dalam lapas, hal yang paling berarti bagi anak pidana selama berada di dalam lapas anak baik keberadaan seseorang atau materi, perubahan yang dialami selama di dalam lapas, dan penerimaan anak pidana terhadap kehidupan yang dijalani selama berada di dalam lapas anak. Semua aspek ini berubah atau dipengaruhi oleh faktor luar diri anak pidana seperti orangtua, anggota keluarga lain dan bahkan anak pidana lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Mansila M. Moniaga (2015) dari jurnalnya yang berjudul “Sanksi Hukum Terhadap Anak di Bawah Umur Menurut Sistem Hukum Indonesia Dan Akibat Pidana Penjara” mengungkapkan sistem kepenjaraan dan persionalisasi terhadap anak sering dijumpai di lembaga pemasyarakatan Indonesia sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi pola kehidupan serta cap atau label

(5)

39

masyarakat tentang anak yang keluar dari penjara sebagai anak-anak yang memiliki prilaku tidak baik.

Sari, L. L., & Nuqul, F. L. (2015) dalam tulisannya membahas mengenai Pengaruh Harapan Terhadap Kecenderungan Residivis Pada Narapidana. Jurnal ini membahas mengenai harapan yang memengaruhi perilaku residivis. Dalam penelitian ini menghasilkan data bahwa harapan mempunyai 5,6% memengaruhi perilaku residivis. Harapan yang merupakan salah satu bentuk emosi manusia bisa membawa hal baik dan buruk tergantung kondisi lingungan sekitar (diri sendiri, keluarga, dukungan masyarakat).

Sedangkan Jatnika, D. C., Mulyana, N., & Raharjo, S. T. (2016) membahas Residivis Anak Sebagai Akibat Dari Rendahnya Kesiapan Anak Didik lembaga Pemasyarakatan dalam Menghadapi Proses Integrasi ke Dalam Masyarakat. Pada jurnal ini dibahas mengenai masalah residivis kambuhan napi anak. Faktor utama dari fenomena ini adalah ketidaksiapan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) dalam menangani kasus kriminal anak di bawah umur yang tentunya berbeda dengan napi yang lain. Lapas yang tidak mempunyai program penyiapan mantan napi secara berkelanjutan, menjadikan psikologi anak tidak siap untuk berintegrasi dengan masyarakat asalnya, dan akhirnya menjadikan mereka kembali melakukan tindak kriminal.

Gajah, N. (2017) dalam tulisannya membahas mengenai Pembinaan Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 2 B Padangsidimpuan. Dalam jurnal ini mengatakan bahwa dalam pembinaan napi anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 2 B Padangsidimpuan masih mengalami banyak masalah. Pembekalan skill berguna untuk napi anak yang mencari pekerjaan setelah keluar lapas belum berjalan efektif. Begitu juga dengan SDM Pembina di lapas yang kurang. Satu-satunya program pembinaan yang berjalan efektif adalah pembinaan rohani napi anak.

(6)

40 Pelayanan Shelter Rumah Hati

Beberapa pelayanan yang diberikan oleh Rumah Hati meliputi:

Rehabilitasi/pendampingan psikologi, Pendampingan

psikologis diberikan dalam bentuk membangun kedisiplinan, konseling kepada anak (termasuk di dalamnya pendampingan oleh pendamping shelter), tetapi drama dan konseling keluarga oleh psikolog.

Membangun kedisiplinan, untuk meningkatkan kontrol diri

anak. Membangun kedisiplinan dilakukan dengan cara menerapkan beberapa peraturan yang harus ditaati selama mereka tinggal di shelter Rumah Hati. Memberikan konseling kepada keluarga,

kunjungan ke rumah anak sekaligus konseling terhadap orang tua atau wali paling tidak dilakukan oleh psikolog shelter sebanyak dua kali untuk setiap anak. Kunjungan pertama biasanya dilakukan pada saat awal atau sebelum anak masuk dan pada masa akhir sebelum anak keluar dari shelter. Kunjungan awal bertujuan untuk asesmen sekaligus menjelaskan tujuan dan program shelter Rumah Hati dengan harapan munculnya dukungan penuh dari pihak keluarga selama anak berproses di shelter. Memberikan konseling kepada anak, konseling kepada anak dilakukan oleh psikolog dengan tujuan untuk meningkatkan kontrol diri dan harga diri anak. Konseling kepada anak dilakukan oleh psikolog setelah melakukan asesmen. Selama proses konseling psikolog juga melakukan kunjungan ke rumah anak.

Beberapa anak yang selesai menjalani proses diversi biasanya dirujuk oleh unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di tingkat Polres untuk tinggal di shelter Rumah Hati. Jumlah ABH yang dapat ditampung Rumah Hati adalah empat sampai enam anak (maksimal 10 anak), jumlah yang sangat terbatas sesuai dengan jumlah pendamping dan juga untuk mencapai pemberdayaan yang efektif dan efisien. Pihak shelter tidak akan menerima anak dengan kasus narkoba dan pembunuhan karena keterbatasan kemampuan sumber daya. Selama penelitian ini berikut ABH yang tertampung di Rumah Hati:

(7)

41

Tabel 1 Daftar Kasus Anak Binaan Rumah Hati

No. Nama (disamarkan)

Umur Kota Asal Kasus 1. Rudi 18 Ponorogo Penganiayaan 2. Bayu 17 Kediri Pencurian 3. Andre 16 Kediri Perampokan 4. Roni 14 Kediri Pemerkosaan

Sumber: Olahan Penulis, 2019

Masalah kontrol diri dan harga diri yang dihadapi oleh anak-anak yang berkonflik dengan hukum menjadi dasar shelter Rumah Hati dalam menyusun programnya. Adapun yang menjadi fokus dalam shelter Rumah Hati adalah rehabilitasi psikologis dan pendidikan karena disesuaikan dengan sumber daya yang ada.

Proses Pemberdayaan ABH di Shelter Rumah Hati

Proses pembinaan ABH di Rumah Hati berjalan selama empat sampai enam bulan. Dalam rentan waktu ini mencakup proses administrasi ABH yang akan masuk dan sampai keluarnya ABH dari Rumah Hati. Langkah pertama yakni instansi pengirim ABH seperti Pengadilan Pidana Anak, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan lainnya, mengutus ABH mantan narapidana atau diversi untuk ditempatkan di Rumah Hati. Langkah selanjutnya adalah proses seleksi anak-anak yang telah diutus intansi pengirim. Proses seleksi ini harus memenuhi kriteria yang ditetapkan Rumah Hati.

(8)

42

Anamnesa juga dibutuhkan dalam proses ini. Anamnesa/anamnesis merupakan suatu ilmu pemeriksaan yang dilakukan dari suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang medis lain yang mengetahui tentang kondisi pasien tersebut, untuk memperoleh data pasien beserta keluhan medisnya. Maka dalam konteks ini anamnesa dilakukan oleh psikolog dengan ABH. Kunjungan rumah selama 3 hari dimaksudkan untuk melakukan komunikasi antara pendamping dengan orang tua/wali dari ABH, apakah anak tersebut mau dan orangtua/wali mengijinkannya untuk berproses di Rumah Hati. Setelah kedua belah pihak menyetujui kesanggupan untuk berproses maka ABH akan diberi formulir ketersediaan berproses.

Langkah selanjutnya adalah pembinaan satu bulan yang ditujukan untuk menempa psikologi, sifat dan karakter ABH. Dalam proses ini ABH akan dikumpulkan bersama ABH lain untuk menjalin kerja sama antarmereka. Berbagai kegiatan rumah dibagikan. Dalam proses ini para pendamping bertugas untuk menilai kematangan psikologis tiap anak binaan dengan indikator-indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Ketika anak binaan dinilai sudah mempunyai kematangan psikologis proses pemberdayaan ini akan berlanjut pada pengembangan skill dan juga pelanjutan pendidikan kejar paket atau sekolah regular untuk anak binaan. Program ini berlangsung selama tiga sampai enam bulan tergantung tiap anak. Memasuki bulan ke enam pendampingan, anak binaan akan didampingi untuk mengunjungi orang tua mereka dalam tiap pekan. Hal ini dilakukan agar bisa mengetahui perkembangan anak binaan sebelum mengikuti pendampingan dan setelah mengikuti pendampingan di Rumah Hati melalui sudut pandang orang tua. Apakah ada perubahan atau tidak, setelah pemulangan anak binaan kepada orang tua mereka, Rumah Hati tetap melakukan proses follow up selama sebulan sekali.

Semua kegiatan di Rumah Hati melibatkan pendamping setiap harinya. Jumlah anak binaan Rumah Hati sewaktu penulis melakukan

(9)

43

kegiatan PKN adalah empat anak (lihat tabel 1). Jumlah pendamping yang saat ini ada di Rumah Hati adalah tiga orang. Jadwal pendamping dalam melakukan pendampingan adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Jadwal Pendamping Rumah Hati

No Nama Pendamping Jadwal Honor 1. M. Faisol Hidayat Rabu – Sabtu -

2. Hanafi Jumat –

Selasa

-

3. Abdul Majid Senin – Kamis - 4. M. Faisol Hidayat,

Hanafi, Abdul Majid

Minggu -

Sumber: Olahan Penulis, 2019

Terlaksananya pemberdayaan ABH oleh Rumah Hati, tentu tidak akan terlepas dengan biaya operasional. Sejak 2014, Kindernothlife satu-satunya lembaga yang membiayai Rumah Hati memutuskan untuk berhenti membiayai Rumah Hati. Kindernothlife dikenal sebagai organisasi amal untuk membantu anak-anak, dan berkantor pusat di Duisburg, Jerman. Hal ini menyebabkan sumber utama atau donator utama dari LSM ini berasal dari uang pribadi Ibu Yusti Probowati selaku penanggung jawab. Dampak lainnya adalah ketika penulis melakukan observasi, honor untuk tiap pendamping Rumah Hati masih belum ada. Pendamping hanya menerima uang “makan” sebesar Rp. 200.000 (dua ratus ribu rupiah)

Sumber keuangan Rumah Hati yang lain adalah bantuan dari kolega-kolega penanggung jawab atau pendamping yang memiliki rasa peduli dengan gerakan Rumah Hati. Bantuan ini berupa anggaran untuk kebutuhan mandi dan cuci anak binaan tiap bulannya. Selain itu Rumah Hati juga memanfaatkan teman-teman mahasiswa/peneliti yang akan

(10)

44

melakukan kegiatan penelitian untuk membayar biaya sebesar Rp. 250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per orang. Biaya yang dikenakan kepada teman-teman mahasiswa ini dapat dibayar dengan berupa sembako dengan nilai yang sama, semua ini ditujukan untuk keperluan anak binaan.

Kesimpulan

Berbagai program dalam pemberdayaan ABH oleh Rumah Hati telah terlaksana secara kontinyu. Mulai dari sistem administrasi yang ketat, proses saling mengenal pendamping dan ABH, pengembangan soft skill dan hard skill anak binaan dan bahkan sampai pelepasan anak merupakan langkah besar untuk membangun remaja Indonesia yang merupakan generasi penerus pembangun bangsa. Pemberdayaan ini dilakukan untuk memberikan cahaya baru bagi ABH melanjutkan cita-cita yang menjadi haknya sejak lahir. Namun dalam pelaksanaannya tetap menemui masalah seperti kurangnya donatur.

Rekomendasi

Pemberdayaan yang dilakukan oleh Rumah Hati harus memiliki donatur yang mumpuni baik dari pemerintah ataupun swasta. Sebab untuk sekarang finansial utama dari Rumah Hati adalah uang pribadi Ibu Yusti Probowati selaku penanggung jawab. Maka dari itu jejaring yang dibuat harus besar, pencarian donatur untuk mengatasi masalah finansial harus gencar dilakukan. Selain itu, peran sosial media juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana “laporan” apa saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Rumah Hati. Laporan-laporan yang diupload pada sosial media akan menjangkau orang-orang yang lebih luas di dunia maya. Hal ini bisa meningkatkan kemauan orang untuk menjadi donatur. Selain itu pencarian donasi juga bisa dilakukan dengan situs-situs pengumpul donasi seperti kitabisa.com dan situs lain yang mirip.

(11)

45

Sukmana, O. (2010). Konsep Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal (Studi di Desa Wisata Bunga Sidomulyo, Kota Batu-Jawa Timur). Jurnal Humanity. Volume 6. Hal 2. Diakses dari http://ejournal.umm.ac.id.

Tempo.co. (2016, Desember-24). Yusti Probowati dan Rumah Hati Untuk

Napi Anak. Tempo. Diakses dari

https://cantik.tempo.co/read/830288/yusti- probowati-dan-rumah-hati-untuk-napi-anak.

Gambar

Tabel 1 Daftar Kasus Anak Binaan Rumah Hati
Tabel 2 Jadwal Pendamping Rumah Hati

Referensi

Dokumen terkait

Perizinan yang berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik saat ini semakin nyata penerapannya dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24

Dugaan awal dari penulis dari pengembangan pelabuhan kalbut adalah aktivitas bongkar sapi menjadi lebih teratur dan animal welfare, penambahan faslitas pelabuhan

Ditemukan 5 elemen faktor kunci keberhasilan pada faktor yang mempengaruhi pasokan jelantah rumah makan yaitu sistem pengumpulan jelantah, jumlah pengumpul jelantah,

Bab V berisi grand design at au rancangan besar pengem bangan sist em pendidikan sekolah berbasis budaya lokal di Kabupat en Asm at dengan perhat ian khusus pada rencana

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi Melalui Sinergi Koperasi dan Badan Usaha Milik Desa. Sinergi BUM Desa dan Koperasi dilakukan

Pada penelitian ini akan dirancang sistem pengukuran perfomansi dari modul termoelektrik generator dengan memanfaatkan nilai tegangan (V), arus (A), dan kapasitas

Untuk menerapkan pembuatan e-faktur ini, Direktorat Jenderal Pajak telah menyediakan aplikasi yang dapat diinstall di perangkat komputer Pengusaha Kena Pajak dan

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Provinsi NTB dan Inspektorat Jenderal, agar segera ditindaklanjuti oleh Kepala Bagian/Bidang/UPTB dan PPK sesuai dengan LHP yang sudah