• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN LEARNING COMMUNITY MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF BERBASIS LESSON STUDY DI SDN 3 TEGALLINGGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN LEARNING COMMUNITY MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF BERBASIS LESSON STUDY DI SDN 3 TEGALLINGGAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1871

MEMBANGUN

LEARNING COMMUNITY

MELALUI

PEMBELAJARAN KOLABORATIF BERBASIS

LESSON STUDY

DI SDN 3 TEGALLINGGAH

I Gede Margunayasa1, I Gusti Ngurah Japa2, Ni Nyoman Kusmariyatni3, Desak Putu Parmiti4, Kadek Beny Agus Permana5, Ni Kadek Noviana Sastra Dewi6

1,2,3,4,5,6 Prodi PGSD, FIP, Undiksha

email: pakgun_pgsd@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this service activity is to increase the knowledge and skills of teachers at SDN 3 Tegallinggah about collaborative learning and lesson study. The activities carried out were in the form of 1) school strengthening seminars as a learning community, collaborative learning models, and lesson study. 2) workshops on making collaborative learning tools. Community service activities were held at SDN 3 Tegallinggah on August 8, 2020 face-to-face and continued online on September 10, 2020. This activity was attended by 15 teachers from SDN 3 Tegallinggah and SDN 6 Selat. Based on the results of the activity, it can be concluded that the lesson study-based collaborative learning training can increase the knowledge of teachers about collaborative learning and lesson study. The results of the final test, the average knowledge of teachers about collaborative learning and lesson study was 94%.

ABSTRAK

Tujuan kegiatan pengabdian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru di SDN 3 Tegallinggah tentang pembelajaran kolaboratif dan lesson study. Adapun bentuk kegiatan yang dilaksanakan berupa 1) seminar penguatan sekolah sebagai sebagai learning community, model pembelajaran kolaboratif, dan lesson study. 2) workshop pembuatan perangkat pembelajaran kolaboratif. Kegiatan pengabdian dilaksanakan bertempat di SDN 3 Tegallinggah pada tanggal 8 Agustus 2020 secara tatap muka dan dilanjutkan pada tanggal 10 September 2020 secara daring. Kegiatan ini diikuti oleh 15 orang guru yang berasal dari SDN 3 Tegallinggah dan SDN 6 Selat. Berdasarkan hasil kegiatan dapat disimpulkan bahwa pelatihan pembelajaran kolaboratif berbasis lesson study dapat meningkatkan pengetahuan guru-guru tentang pembelajaran kolaboratif dan lesson study. Hasil tes akhir, rata-rata pengetahuan guru tentang pembelajaran kolaboratif dan lesson study

sebesar 94%.

PENDAHULUAN

Kelompok Kerja Guru (KKG) merupakan wadah atau forum kegiatan profesional bagi para guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di tingkat gugus atau kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah. Tujuan dibentuknya KKG antara lain: 1) memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar, 2) memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja untuk berbagi pengalaman serta saling

memberikan bantuan dan umpan balik, 3) memberdayakan dan membantu anggota kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran di sekolah, dan 4) mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja (meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan kinerja) dan mengembangkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di tingkat KKG (Depdiknas, 2008).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kinerja KKG, antara lain melalui berbagai pelatihan instruktur dan guru inti, peningkatan sarana dan prasarana, dan peningkatan mutu manajemen KKG. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan kinerja KKG

(2)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1872 yang berarti. Di beberapa daerah menunjukkan

peningkatan kinerja KKG yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan (Depdiknas, 2008). Penyebab rendahnya kinerja KKG (Depdiknas, 2008) antara lain: kebijakan dan penyelenggaraan KKG menggunakan pendekatan education production function atau

input-output analysis yang tidak dilaksanakan

secara konsekuen. Di sisi lain, KKG kehilangan kemandirian, motivasi dan insiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan profesionalisme guru sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan nasional. Selanjutnya, akuntabilitas kinerja KKG selama ini belum dilakukan dengan baik. Disamping itu juga, belum adanya panduan/ petunjuk kegiatan kelompok kerja yang jelas untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dan pengurus KKG dalam melakukan aktivitas kelompok kerja atau musyawarah kerja. Sebagai contoh, KKG Gugus I Kecamatan Sukasada.

KKG Gugus I Kecamatan Sukasada beranggotakan beberapa SD yang tersebar di tiga desa berbeda, meliputi Desa Pancasari, Desa Wanagiri, dan Desa Tegallinggah. Sekolah-sekolah tersebut yaitu: SDN 1 Pancasari, SDN 3 Pancasari, SDN 4 Pancasari, SDN 1 Wanagiri, SDN 2 Wanagiri, SDN 3 Wanagiri, SDN 4 Wanagiri, dan SDN 3 Tegallinggah. Di antara 8 sekolah tersebut, sekolah yang lokasinya paling jauh dan sulit dijangkau adalah SDN 3 Tegallinggah. SDN 3 Tegallinggah beralamat di Banjar Dinas Gunungsari, Desa Tegallinggah, Sukasada,Buleleng, Tegal Linggah, Kec. Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali.

Jumlah guru di SDN 3 Tegallinggah adalah 8 orang dan 1 kepala sekolah. Dari 8 orang guru tersebut, 4 diantara adalah guru PNS, 3 guru kontrak, dan 1 guru abdi. Dari 4 guru PNS, 3 guru dengan golongan IVa dan 1 guru dengan golongan IIIb. SDN 3 Tegallinggah memiliki

95 siswa, yang terdiri dari 58 siswa laki dan 37 perempuan. Jumlah siswa kelas I sebanyak 12 orang, kelas II sebanyak 14 orang, kelas III sebanyak 20 orang, kelas IV sebanyak 13 orang, kelas V sebanyak 19 orang, dan kelas VI sebanyak 17 orang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala SDN 3 Tegallinggah, yaitu Bapak I Wayan Suparta, S.Pd., diperoleh informasi bahwa SDN 3 Tegallinggah secara administrasi masuk ke Desa Tegallinggah, seyogyanya bergabung dengan SDN 1 dan SDN 2 Tegallinggah masuk ke wilayah gugus VI Kec. Sukasada. Akan tetapi, lokasi SDN 3 Tegallinggah ini sangat jauh, paling selatan dari Desa Tegalinggah, sulit dijangkau, kalau menempuh dari Desa Tegalinggah harus melewati jalan yang sangat terjal dan naik melewati Desa Selat. Untuk itulah, SDN 3 Tegalinggah masuk ke dalam wilayah gugus I Kec. Sukasada bergabung dengan SD-SD dari Desa Pancasari dan Wanagiri. Karena lokasi yang sangat jauh dan sulit dijangkau, menyebabkan SDN 3 Tegallinggah jarang digunakan sebagai tuan rumah kegiatan.

Berkaitan dengan pembelajaran di dalam kelas, kepala sekolah mengakui bahwa sebagian besar guru masih mengajar dengan menggunakan model ceramah dan latihan soal (Gambar 2). Guru biasanya memulai pembelajaran dengan memaparkan sejumlah materi dan setelah itu anak-anak di ajak latihan soal-soal mengenai materi yang sudah dijelaskan. Hal ini dikarenakan ada persepsi di kalangan guru bahwa ceramah adalah metode yang paling bagus dan paling baik karena dengan ceramah anak-anak akan lebih mengerti materi yang dijelaskan. Padahal ceramah dapat mematikan aktifitas dan kreatifitas anak. Alasan guru-guru masih menggunakan ceramah karena keterbatasan pengetahuan guru-guru mengenai model pembelajaran kolaboratif, baik karena keterbatasan buku dan keterbatasan pelatihan-pelatihan yang ada mengenai pembelajaran kolaboratif.

(3)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1873 Gambar 1. Suasana Pembelajaran di Kelas

Berkaitan dengan dengan kemampuan guru-guru membuat media pembelajaran, hasil wawancara dengan kepala sekolah dan salah seorang guru, Ibu Ni Luh Suarnika, S.Pd.SD. dan hasil observasi menunjukkan bahwa tidak satupun guru yang mengajar menggunakan bantuan LCD proyektor, padahal ditiap sekolah sudah tersedia LCD Proyektor. Hal ini dikarenakan guru-guru belum terbiasa menggunakan LCD proyektor. Di samping itu, guru-guru masih enggan menggunakan media pembelajaran IT. Guru lebih nyaman menggunakan media konvensional dan tanpa menggunakan media. Di samping itu, kepala sekolah juga mengakui bahwa kemampuan guru-guru dalam membuat media pembelajaran berbasis IT masih belum optimal. Hal ini dikarenakan mereka tidak pernah dilatih untuk mengembangkan dan menggunakan media pembelajaran berbasis IT. Berdasarkan wawancara dengan korwil Kecamatan Sukasada, Bapak Drs, Putu Sukradati, M.Pd., diperoleh informasi bahwa pola kerja KKG belum berjalan dengan baik. KKG yang selama ini berjalan di masing-masing gugus tanpa ada sistem yang sistematis, tidak ada petunjuk operasional dalam menjalankan KKG, kegiatan KKG belum terprogram dengan baik, dan belum terjadwal secara pasti. Akhirnya KKG sebagai kelompok kerja guru belum mampu berperan optimal bagi para anggotanya dan belum mampu menjadi learning community bagi anggotanya. Untuk itu, besar harapan korwil Kec. Sukasada mengenai adanya kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh Undiksha

berkaitan dengan penguatan KKG sebagai

learning community di SDN 3 Tegallinggah

sehingga guru-guru di SDN 3 Tegallinggah memperoleh keterampilan dan pengalaman dalam membuat dan melaksanakan RPP dengan model pembelajaran kolaboratif, pengalaman melaksanakan lesson study dan keterampilan dalam menggunakan dan mengembangkan media pembelajaran menggunakan IT.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi dan diprioritaskan untuk ditangani adalah sebagai berikut. 1) SDN 3 Tegallinggah sebagai learning community belum berjalan dengan optimal. 2) Guru belum mampu membuat perangkat pembelajaran kolaboratif dengan baik. Akibatnya sebagian guru sekolah mitra masih mengajar dengan menggunakan model ceramah dan latihan soal. 3) Guru belum mampu membuat media pembelajaran berbasis IT. Mereka tidak pernah diselenggarakan secara terencana kegiatan– kegiatan untuk mengembangkan keterampilan guru dalam menggunakan komputer. 4) Guru belum memiliki keterampilan dalam menerapkan pembelajaran kolaboratif di dalam kelas. 5) Guru di SDN 3 Tegallinggah belum pernah melaksanakan lesson study. Mengingat ketersediaan waktu dan besaran dana, maka kegiatan yang akan dilakukan fokus kegiatan nomor (2), (4), dan (5). Dengan demikian, masalah diatas dapat dipecahkan dengan memberikan solusi berupa kegiatan Membangun Learning Community Melalui Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Lesson

(4)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1874 METODE

Permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnyta dapat dipecahkan secara strategis dengan meningkatkan pola kerja SDN 3 Tegallinggah sebagai learning community dalam peningkatan kemampuan guru membuat dan mengimplementasikan perangkat pembelajaran kolaboratif di dalam kelas melalui kegiatan lesson study. Dengan demikian, bentuk kegiatan dan metode yang digunakan dijelaskan sebagai berikut.

a. Seminar penguatan sekolah sebagai sebagai learning community. Metode yang digunakan adalah metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi. b. Seminar tentang model pembelajaran

kolaboratif. Metode yang digunakan adalah metode ceramah, tanya jawab, dan diskusi.

c. Workshop pembuatan perangkat pembelajaran kolaboratif. Metode yang digunakan adalah metode diskusi, pendampingan, penugasan, dan kerja kelompok.

d. Kegiatan pendampingan melaksanakan pembelajaran kolaboratif di dalam kelas melalui lesson study. Metode yang digunakan adalah metode drill dan metode pendampingan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pengabdian di SDN 3 Tegallinggah berlangsung pada tanggal 8 Agustus 2020, mulai pukul 08.30 pagi sampai dengan pukul 12.00 wita. Kegiatan ini diselenggarakan secara tatap muka tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan yang kuat. Kegiatan ini dibuka oleh Korwil Kecamatan Sukasada, Bapak Putu Sukradati, M.Pd. Kegiatan ini dihadiri oleh Kepala SDN 3 Tegallinggah dan Kepala SDN 6 Selat. Jumlah peserta untuk kegiatan yang pertama ini adalah 15 orang guru yang berasal dari SDN 3 Tegallinggah dan SDN 6 Selat. Kegiatan pembukaan seperti gambar dibawah ini.

Gambar 1. Kegiatan Pembukaan Kegiatan yang dilaksanakan adalah seminar tentang learning community, pembelajaran kolaboratif dan lesson study. Adapun yang menjadi narasumber dalam kegiatan ini adalah ketua pengabdi sendiri yaitu Dr. I Gede Margunayasa, S.Pd.,M.Pd. Dalam kegiatan ini juga diselipkan materi tentang desain baru pembelajaran SD di masa pandemik Covid 19 ini karena ini juga sangat dibutuhkan oleh guru-guru di SD.

Gambar 2. Peserta kegiatan

Dalam kegiatan ini guru-guru mitra sangat antusias mengikuti kegiatan yang diselenggarakan. Mereka sangat tertarik untuk mengikuti kegiatan dan tidak ada yang meninggalkan tempat acara. Banyak diantara mereka yang bertanya kepada narasumber terkait masalah apa yang mereka alami di sekolah. Diakhir kegiatan seminar ini, dilakukan simulasi penerapan pembelajaran kolaboratif di dalam kelas. Simulasi ini sangat menarik, guru-guru sangat antusias mengikuti, mereka seolah-olah menjadi siswa di dalam kelas. Karena kegiatan ini disiapkan baik oleh narasumber, guru-guru sangat termotivasi dan

(5)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1875 tertantang untuk mengikuti pembelajaran

kolaboratif yang diterapkan. Guru-guru memperoleh pengalaman yang berharga bagaimana menerapkan dan mengelola pembelajaran kolaboratif di dalam kelas. Gambar kegiatan simulasi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Guru mengikuti pembelajaran kolaboratif

Diakhir kegiatan, diadakan tes akhir untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru-guru mitra terhadap materi yang telah dijelaskan. Mereka mengerjakan 10 butir tes pilihan ganda dalam waktu 20 menit. Berdasarkan hasil analisis butir tes yang diperoleh dapat dipaparkan hasilnya seperti grafik berikut ini.

Gambar 4. Hasil tes akhir peserta per soal Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa sebagaian soal tes dijawab benar oleh guru, bahkan ada 3 soal yang dijawab benar oleh semua guru. Jika ditampilkan hasil tes per guru seperti gambar berikut.

Gambar 5. Hasil tes akhir per guru Berdasarkan gambar tersebut, dapat diketahui bahwa 6 orang guru memperoleh skor 100 dan 9 orang guru memperoleh skor 90. Kalau dirata-rata, skor pengetahuan guru terhadap materi yang diberikan adalah 94. Ini berarti bahwa seminar yang diberikan mampu meningkatkan pengetahuan / pemahaman guru-guru tentang learning community, pembelajaran kolaboratif, dan lesson study. Senge dalam Fikri (2014) mendefinisikan komunitas belajar (learning community) sebagai sebuah organisasi dimana anggotanya mengembangkan kapasitasnya secara terus menerus untuk mencapai hasil yang diinginkan, mendorong pola berpikir yang baru dan luas, dan terus belajar bagaimana belajar bersama-sama. Learning community yang merupakan adaptasi dari konsep learning

organization, diartikan sebagai keterhubungan

antara warga sekolah, dimana mereka terlibat bersama secara dialogis untuk berbagi pengetahuan, norma, nilai, keterampilan yang bermuara pada kemajuan bersama (Utari, 2013). Kilpatrick, Barret & Jones (2003) mendefinisikan learning community sebagai hasil dari bersatunya orang-orang yang tujuan sama, yang berkolaborasi dengan didasarkan kekuatan individu, saling menghormati perspektif orang lain, dan mendorong peluang belajar secara aktif. Sergiovani dalam Utari (2013) menyatakan bahwa sekolah dapat dipandang sebagai learning community bila siswa dan anggota sekolah lainnya berkomitmen untuk berpikir, tumbuh dan mencari tahu, serta menjadikan belajar sebagai

(6)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1876 aktivitas atau cara hidup sebagaimana proses

belajar itu sendiri.

Learning community yang merupakan salah

satu komponen dari pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL) dimungkinkan

menjadi solusi dalam usaha meningkatkan hasil belajar dalam ranah sikap sosial tanggung jawab dan kerja sama karena sangat kental dengan nuansa masyarakat belajar (Budiati, 2015). Learning community mengandung beberapa juga mengandung beberapa makna yaitu: 1) adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman, 2) ada kerja sama untuk memecahkan masalah, 3) ada rasa tanggung jawab kelompok dimana semua anggota mempunyai tanggung jawab yang sama, 4) menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainya, dan 5) terdapat kesediaan dalam menerima dan menghargai pendapat orang lain.

Pembelajaran Kolaboratif menekankan pada “Filosofi pembelajaran kolaborasi adalah bekerja, membangun pembelajaran, mengubah, serta meningkatkan bersama” (Abizar, 2017:107). Makna ini menumbuhkan rasa kerja sama yang positif bagi siswa untuk

sharing knowlade kepada teman-temannya

dalam memecahkan suatu masalah, menyelesaikan tugas, atau membuat suatu produk. Metode pembelajaran yang dilaksanakan dalam pembelajaran Kolaboratif yang dikembangkan guru dengan siswanya tidak sebatas dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam bahan ajar, tapi juga dalam menentukan pokok bahasan, strategi, dan alat yang tepat dalam proses pembelajaran (Vahlia, 2015:2).

Proses pembelajaran Kolaboratif “siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok dengan penataan kelas berbentuk huruf U (model seminar)” (Sato, 2014:32). Perubahan kelas berbentuk huruf U ke kelompok kecil disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan pembelajaran. Didasari oleh penataan kelas berbentuk huruf U merupakan

syarat dasar agar semua siswa dapat ikut berpartisipasi dalam pembelajaran kolaboratif tanpa terkecuali. Sejalan dengan pendapat tersebut, Marhamah (2017) menjelaskan bahwa pembelajaran kolaboratif menekankan pada proses pembelajaran yang menghendaki keterpaduan aktivitas bersama antara intelektual, sosial dan emosi secara dinamis, baik dari pihak siswa maupun guru. Guru memegang peran penting untuk mensukseskan pembelajaran sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Pembelajaran kolaboratif adalah

“pembelajaran yang didasarkan pada teori konstruktivisme sosial Vygotsky yang dikenal

sebagai Zona Pengembangan Proksimal

(ZPD)” (Fatimah, 2018:3). Menurut ZPD Teori yang dipelajari Vygotsky melalui instruksi dan perantara adalah ciri kecerdasan manusia. Guru sebagai perantara dalam pembelajaran memberikan instruksi dalam bentuk pertanyaan, dan arahan untuk membimbing siswa mencapai pemahaman konsep. Sementara dari rekan kerja bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang dilakukan melalui diskusi. Dibantu oleh guru, siswa memahami dan melakukan lebih banyak hal daripada jika siswa belajar sendiri.

Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat disintesis bahwa pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dibangun oleh guru untuk meningkatkan interaksi dan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran melalui pembentukan kelompok-kelompok kecil yang didasari pada penataan kelas berbentuk huruf U, sehingga dapat membimbing siswa mencapai pemahaman konsep. Keberhasilan kelompok pada pembelajaran kolaboratif adalah keberhasilan individu dan demikian pula sebaliknya . Pembelajaran kolaboratif menekankan adanya prinsip-prinsip kerja. Prinsip kerja dalam pembelajaran kolaboratif digunakan sebagai salah satu tolak ukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Prinsip-prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kolaboratif tersebut yaitu: 1) setiap anggota

(7)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1877 melakukan kerja sama untuk mencapai tujuan

bersama dan saling ketergantungan; 2) individu-individu bertanggung jawab atas dasar belajar dan perilaku masing-masing; 3) keterampilan kooperatif dibelajarkan, dipraktekkan dan balikan (feedback) diberikan berdasarkan bagaimana sebaiknya latihan keterampilan tersebut diterapkan; dan 4) kelas atau kelompok didorong ke arah terjadinya pelaksanaan suatu aktivitas kerja kelompok yang kohesif (Suryani, 2011:13). Ini juga menunjukkan bahwa dalam pembelajaran Kolaboratif terjadi hubungan belajar diantara siswa dalam proses pembelajaran. Hubungan belajar bersama adalah pembelajaran dua arah dan ada hubungan timbal balik yang memberikan manfaat bagi siswa untuk memahami materi pembelajaran. “Hubungan saling belajar adalah hubungan ketulusan” (Sato, 2014:26). Dengan adanya hubungan saling belajar, maka akan ada hubungan timbal balik positif yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran. Interaksi siswa dalam proses pembelajaran dapat ditingkatkan melalui hubungan saling belajar.

Karakteristik pembelajaran kolaboratif dapat dilihat dari adanya materi bersama atau

sharing dan materi lompatan atau jumping

yang menuntun siswa belajar dari proses pengembangan. Pembelajaran kolaboratif adalah “bagaimana membuat siswa fokus, bisa diwujudkan dengan pemberian sharing task

dan jumping task” (Marhamah, 2017). Materi

bersama atau sharing dilakukan dengan kolaborasi tugas individu. Kolaborasi tugas individu melalui pembelajaran kolaboratif kelompok kecil diartikan sebagai siswa bekerjasama dalam mengerjakan tugas individu namun hasil akhir tetap ditentukan oleh setiap siswa. Inti dari materi sharing yaitu dalam proses pembelajaran siswa harus benar-benar mengerti isi materi pelajaran yang dibahas. Kolaboratif pada kelompok kecil mengandung bahan dasar dan material yang mengacu pada tujuan pembelajaran.

Materi jumping adalah materi atau soal yang diberikan kepada siswa melebihi buku teks dan

mengandung masalah yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa. Masalah yang diberikan kepada tugas melompat adalah pengembangan dan penerapan konsep material. Materi jumping memiliki level materi yang bergantung pada tingkat kematangan hubungan saling belajar yang dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran. Tujuan diberikannya materi jumping ialah untuk meningkatkan kemampuan siswa yang lebih tinggi dalam menerima materi pelajaran. Dalam belajar, materi bersama (sharing) dan materi lompatan

(jumping) memberikan manfaat bagi semua

siswa baik siswa yang memiliki kemampuan kognitif rendah maupun siswa dengan kemampuan kognitif tinggi. Pembelajaran dengan materi bersama (sharing) dan materi lompatan (jumping) selain meningkatkan kemmapuan kognitif siswa juga dapat meningkatkan kemampuan afektif dan psikomotor siswa (Fatimah, 2018:3). Dalam pembelajaran kolaboratif terjadi mempelajari hubungan antara siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik rendah.

Pembelajaran kolaboratif dalam proses pembelajaran memiliki beberapa keunggulan diantaranya: 1) prestasi belajar siswa lebih tinggi; 2) Dapat meningkatkan pemahaman siswa lebih mendalam; 3) Siswa dapat belajar lebih menyenangkan; 4) Siswa dapat mengembangkan keterampilan kepemimpinan; 5) meningkatkan sikap positif yang ada pada diri siswa; 6) meningkatkan harga diri siswa; 7) belajar secara inklusif; 8) merasa saling memiliki; dan 9) Siswa dapat mengembangkan keterampilan masa depan, Hill dan Hill (dalam Suryani, 2011:11).

Implementasi pembelajaran kolaboratif dalam membangun komunitas belajar dapat dilakukan melalui lesson study. Senge dalam Fikri (2014) mendefinisikan komunitas belajar (learning

community) sebagai sebuah organisasi dimana

anggotanya mengembangkan kapasitasnya secara terus menerus untuk mencapai hasil yang diinginkan, mendorong pola berpikir

(8)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1878 yang baru dan luas, dan terus belajar

bagaimana belajar bersama-sama. Learning

community yang merupakan adaptasi dari

konsep learning organization, diartikan sebagai keterhubungan antara warga sekolah, dimana mereka terlibat bersama secara dialogis untuk berbagi pengetahuan, norma, nilai, keterampilan yang bermuara pada kemajuan bersama (Utari, 2013). Kilpatrick, Barret & Jones (2003) mendefinisikan learning

community sebagai hasil dari bersatunya

orang-orang yang tujuan sama, yang berkolaborasi dengan didasarkan kekuatan individu, saling menghormati perspektif orang lain, dan mendorong peluang belajar secara aktif. Sergiovani dalam Utari (2013) menyatakan bahwa sekolah dapat dipandang sebagai learning community bila siswa dan anggota sekolah lainnya berkomitmen untuk berpikir, tumbuh dan mencari tahu, serta menjadikan belajar sebagai aktivitas atau cara hidup sebagaimana proses belajar itu sendiri.

Learning community yang merupakan salah

satu komponen dari pembelajaran Contextual

Teaching and Learning (CTL) dimungkinkan

menjadi solusi dalam usaha meningkatkan hasil belajar dalam ranah sikap sosial tanggung jawab dan kerja sama karena sangat kental dengan nuansa masyarakat belajar (Budiati, 2015). Learning community mengandung beberapa juga mengandung beberapa makna yaitu: 1) adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman, 2) ada kerja sama untuk memecahkan masalah, 3) ada rasa tanggung jawab kelompok dimana semua anggota mempunyai tanggung jawab yang sama, 4) menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar dengan anak lainya, dan 5) terdapat kesediaan dalam menerima dan menghargai pendapat orang lain (Nurhadi, 2004).

Untuk mewujudkan learning community melalui penerapan pembelajaran kolaboratif dapat ditempuh dengan lesson study. ”Lesson

study adalah suatu model pembinaan profesi

pendidik melalui pengkajian pembelajaran

secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan

mutual learning untuk membangun learning

community” (Rusman, 2010:384). Apabila

dicermati definisi Lesson Study maka ditemukan 7 kata kunci yaitu pembinaan profesi, pengkajian pembelajaran, kolaboratif, berkelanjutan, kolegialitas, mutual learning, dan komunitas belajar. Lesson Study bertujuan untuk melakukan pembinaan profesi pendidik secara berkelanjutan agar terjadi peningkatan profesionalitas pendidik terus menerus yang tercermin dari peningkatan mutu pembelajaran. Styler dan Hiebert (dalam Susilo dkk, 2009:3) mengatakan bahwa Lesson study adalah suatu proses kolaboratif pada sekelompok guru ketika mengidentifikasi masalah pembelajaran, merancang suatu skenario pembelajaran (yang meliputi kegiatan mencari buku dan artikel mengenai topik yang akan diajarkan), membelajarkan peserta didik sesuai skenario (salah seorang guru melaksanakan pembelajaran sementara yang lain mengamati), mengevaluasi dan merevisi skenario pembelajaran, membelajarkan lagi skenario pembelajaran yang telah direvisi, mengevaluasi lagi pembelajaran dan membagikan hasilnya dengan guru-guru lain (mendiseminasikannya).

Lesson study merupakan model pembinaan

profesi guru dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa tahap yang harus dilakukan. Lesson

Study dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu

Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), dan

See (merefleksi) yang berkelanjutan (continous

improvement). Adapun manfaat yang diperoleh

dari kegiatan lesson study adalah: 1) meningkatnya pengetahuan guru tentang materi ajar dan pembelajarannya, 2) meningkatnya pengetahuan guru tentang cara mengobservasi aktifitas belajar siswa, 3) menguatnya hubungan kolegalitas baik antar guru maupun dengan observer lain, 4) menguatnya hubungan antara pelaksanaan pembelajaran sehari-hari dengan tujuan pembelajaran jangka panjang, 5) meningkatnya motivasi guru untuk senantiasa berkembang, 6)

(9)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1879 meningkatnya kualitas rencana pembelajaran

termasuk komponen-komponennya seperti bahan ajar, teaching materials(hands on) dan strategi pembelajaran (Rusman, 2010:394). SIMPULAN

Berdasarkan paparan hasil kegiatan maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan pelatihan pembelajaran kolaboratif berbasis lesson study dapat meningkatkan pengetahuan guru-guru tentang pembelajaran kolaboratif dan lesson study. Hasil tes akhir, rata-rata pengetahuan guru sebesar 94. Selain itu, guru-guru juga sangat aktif berpartisipasi dalam kegiatan seminar yang dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN

Abizar, Haris. 2017. Buku Master Lesson

Study. Yogyakarta: DIVA Press.

Anggara dan Umi Chotimah Rian. 2012. Penerapan Lesson Study Berbasis Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Terhadap Peningkatan Kompetensi Profesional Guru Pkn SMP Se-Kabupaten Ogan Ilir . Jurnal Forum Sosial, Vol. V, No. 02, September 2012.

Budiati, Herni. 2015. Penerapan Scientific

Approach Berbasis Learning

Community dengan Penjuru Informasi

untuk Meningkatkan Kerja Sama dan Hasil Belajar Materi Zat Aditif dan Zat Adiktif Kelas VIIIE SMP Negeri 22 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Disampaikan pada Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP UNS 2015.

Depdiknas. 2003. Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta.

Depdiknas. 2006. Panduan Pengembangan

Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta:

Depdiknas.

Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 41 tahun

2007, tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

Fatimah. 2018. Desain didaktis berdasarkan berbagi dan tugas melompat untuk

belajar kimia SMA. Bandung:

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Fikri, Kamalia. 2014. Implementasi Lesson

Study dalam Membentuk Learning

Community di Program Studi

Pendidikan Biologi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan

SAINS. Jember: Program Studi

Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember, 16 Maret 2014. Joyce, Bruce and Weil, Marsha. 1980. Model

of Teaching. New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

Kilpatrick, S. & Margaret, Barret & Jones, T. 2003. “Defining Learning Communities”. Discussion Paper D1/2003 CRLRA, University of Tasmania.

http://www.CRLRA.utas.edu.au.

(Online). Diakses pada 26 Mei 2017.

Margunayasa, dkk. 2014. Pendampingan Pembelajaran di Gugus V dan VI Kecamatan Sukasada melalui Lesson

Study. Makalah. Disampaikan pada

Seminar Diseminasi Hasil Kegiatan P2M KKG di Gugus V dan VI Kecamatan Sukasada pada hari Jumat tanggal 12 September 2014 di SDN 3 Sambangan.

Margunayasa, dkk. 2015. Pendampingan Pembelajaran di Gugus V dan VI Kecamatan Sukasada melalui Lesson

Study. 6th Indonesia Conference on

Lesson Study, Bali 17-19 September 2015.

Margunayasa, dkk. 2015. Pendampingan Pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dengan Pola Lesson Study di Gugus I Kecamatan Sukasada. 6th Indonesia Conference on Lesson Study, Bali 17-19 September 2015.

(10)

Proceeding Senadimas Undiksha 2020 | 1880 Margunayasa, dkk. 2019. Pendampingan

Pembelajaran berbasis Lesson Study di SDN 1 Panji dan SDN 1 Terunyan. Laporan Kegiatan.

Marhamah, dkk. 2017. “Pengaruh Model Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Lesson Study Learning Community (LSLC).” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Fisika. Vol.2, No. 3 (hlm. 277-282).

Mulyasa. 2008. Standar Kompetensi dan

Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Riastini, Ni Putu Nanci dan Margunayasa, I Gede. 2015. MINAT BELAJAR

MAHASISWA JURUSAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH

DASAR, UNIVERSITAS

PENDIDIKAN GANESHA

(Penelitian Lesson study melalui Storytelling dan Satua Bali). 6th Indonesia Conference on Lesson Study, Bali 17-19 September 2015. Roestiyah, N. K. 2001. Stategi Belajar

Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan

Profesional Guru dan Tenaga

Kependidikan. Bandung: Alfabetha.

Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran:

Berorientasi Standar Pendidikan.

Jakarta: Kencana Penada Media. Santyasa, I W. 2009. Implementasi lesson

study dalam pembelajaran. Makalah. Disajikan dalam ”Seminar Implementasi Lesson Study dalam Pembelajaran bagi Guru-Guru TK, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Nusa Penida, Tanggal 24 Januari 2009, di Nusa Penida.

Sato, Manabu. 2014. Mereformasi Sekolah Konsep dan Praktek Komunitas

Belajar. Tokyo: Japan International

Cooperation Agency.

Suryani, Nunuk. 2011. “Model Pembelajaran Kolaboratif sebagai Alternatif Model Pembelajaran di Perguruan Tinggi

untuk Meningkatkan Partisipasi Aktif Mahasiswa. Akademika Jurnal Pemikiran dan Penelitian Pendidikan

Tinngi, Vol. 3, No. 1, ISNN:

1974-4754 (hlm. 50-61)

Suryosubroto, B. 2002. Proses Belajar

Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

Susilo, H. 2006. Apa dan Mengapa Lesson Study Perlu Dilakukan untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru dan Dosen MIPA. Makalah. Disajikan dalam Seminar Peningkatan Profesionalisme Guru dan Dosen MIPA melalui Lesson Study, di Singaraja, 25 November 2006.

Susilo, dkk. 2009. Lesson Study Berbasis Sekolah Guru Konservatif Menuju

Guru Inovatif. Malang: Bayumedia

Publishing.

Utari, Rahmania, Priadi Surya, Tina Rahmawati. 2013. Pembentukan Iklim Sekolah Dalam Perspektif Learning Community. Manajemen Pendidikan Volume 24, Nomor 1, Maret 2013: 21-31. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Vahlia, Ira. 2015. “Perbandingan Penggunaan Metode Collaborative Learning Dan

Discovery Learning Terhadap Hasil

Belajar Siswa Kelas Vii Smp Darul Arafah” Jurnal Pendidikan

Matematika FKIP. Vol. 4, No. 2 (hlm.

Gambar

Gambar 1. Kegiatan Pembukaan  Kegiatan  yang  dilaksanakan  adalah  seminar  tentang  learning  community,  pembelajaran  kolaboratif  dan  lesson  study
Gambar 3. Guru mengikuti pembelajaran  kolaboratif

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan analisis dalam penelitian ini adalah: eksplorasi data dilakukan dengan pengelompokan data ke dalam tiap jenis pengeluaran rumah tangga.Tahap berikutnya adalah

Kepemimpinan supervisi merupakan kepemimpinan pendidikan, yaitu kepemimpinan yang menimbulkan kepemimpinan bagi yang dipimpin (Depdiknas, 2001: 13). Seorang supervisor harus

Responden yang menyatakan bahwa tidak terjadi peningkatan pendapatan merupakan responden dengan letak lokasi usaha yang berada jauh dari tempat keramaian yaitu

Berdasarkan hasil dari perhitungan yang dilakukan dapat disimpulkan untuk sensitivitas pengemudi mobil usia muda di kota Bandung sudah baik, maka dari itu

Berdasarkan hasil penelitian di RSU Muhammadiyah Ponorogo kelengkapan berkas rekam medis rawat inap berdasarkan laporan penting 10 berkas rekam medis tidak lengkap

beberapa prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang salah satunya akan dijelaskan sebagai berikut. Misalkan {X t } adalah suatu proses stasioner dengan

"ercobaan selanjutnya dilakukan dengan memberi paparan sinar LED merah dan biru pada bakteri dengan durasi )aktu paparan yang berbeda. Dari hasil pengamatan yang

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana manajemen layanan publik yang ada di MTs NU Walisongo Sidoarjo, bagaimana citra MTs NU Walisongo Sidoarjo dalam pandangan