• Tidak ada hasil yang ditemukan

The 9 th University Research Colloqium 2019 Universitas Muhammadiyah Purworejo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The 9 th University Research Colloqium 2019 Universitas Muhammadiyah Purworejo"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

41

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI PERSIAPAN OPERASI OLEH

PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI

RUANG BOUGENVILLE RSUD RAA SOEWONDO KABUPATEN PATI

THE RELATIONSHIP OF PROVISION OF OPERATIONAL PREPARATION INFORMATION BY NURSES WITH ANXIETY LEVEL OF PREOPERATIVE IN

BOUGENVILLE ROOM RSUD RAA SOEWONDO PATI 1)Noor Cholifah, 2)Dini Purwanti

1)2)Universitas Muhammadiyah Kudus noorcholifah@umkudus.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang;Berbagai jenis tindakan keperawatan di Rumah Sakit biasanya dapat menyebabkan kecemasan pasien. Salah satu tindakan yang menyebabkan kecemasan misalnya tindakan pembedahan, untuk itu pasien yang akan menjalani operasi harus diberi informed consent untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan. Pemberian informasi kepada pasien bertujuan untuk mengurangi tingkat kecemasan, namun kenyataannya di Rumah Sakit penundaan pembedahan pada pasien masih banyak ditemukan karena tingkat kecemasan yang semakin tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian informasi persiapan operasi oleh perawat dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati. Metode; Jenis penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data secara kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang akan dilakukan operasi sebanyak 100 orang. Teknik sampling dengan Purposive Sampling, besar sampel 80 responden. Analisis data dengan Spearman Rank (Rho). Hasil; Analisis Rank Spearman didapatkan nilai rho sebesar 0.788 dan nilai p value 0.000. Kesimpulan; Adanya hubungan pemberian informasi persiapan operasi oleh perawat dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati dengan kekuatan hubungan adalahkuatdan arah hubungan adalah positif.

Kata Kunci : Pemberian Informasi, Persiapan Operasi, Kecemasan. ABSTRACT

Background; The various of nursing intervention in hospitals usually can cause anxiety in patients. One of the intervention that cause anxiety for example surgery, for the patients who will undergo surgery should be given informed consent to reduce oralleviate the symptoms of anxiety and can improve the patient's health knowledge. The purpose of giving information about the surgery would be reduce the level of anxiety in patients, but in fact in the hospital, many patients delaying surgery with reason of higher levels of anxiety. The target of the research to determine the relationship of provision of operational preparation information by nurses with anxiety level of preoperative patients in Bougenville Room RSUD RAA Soewondo Pati.Methode; The research was corelational analytic with cross sectional design. The data were collected quantitatively. The population were the patients who will do surgery, the total of them were 100 peoples. The technique sample used the purposive sampling, so the size sample were 80 respondents. The data analyze used the Spearman Rank. Result; Rank Spearman test got the value of p 0.000 and value of rho 0.788.Conclution; There was significantly strong corelation between the provision of operational preparation information by nurses with anxiety level of preoperative patients in Bougenville Room RSUD RAA Soewondo Pati positively.

(2)

42 PENDAHULUAN

Pembedahan merupakan peristiwa kompleks yang menegangkan yang dilakukan di kamar operasi yang terdiri dari fase preoperatif sampai pada fase pasca operatif. Pembedahan dilakukan dengan berbagai macam indikasi seperti diagnostic,

kuratif, rekonstruktif dan paliatif.

Pembedahan juga dilakukan sesuai dengan tingkat urgensinya seperti kedaruratan dan elektif (HIPKABI, 2010).

Dampak dari tindakan operasi sangat beragam, mulai dari yang ringan dan sifatnya reversible hingga yang berat berupa kecacatan atau bahkan kematian. Data World Health Organization (WHO) sebagaimana dikutip HIPKABI (2016) diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan diseluruh dunia, satu untuk setiap 25 orang hidup. Penelitian Harvard (2010, dalam Mc.kay, 2013) menemukan sekitar 4% pasien mengalami tindakan medical error selama di rawat di rumah sakit, sebesar 70% berakhir dengan kecacatan sementara, sedangkan 14% berakhir dengan kematian. Rentang respon akibat pembedahan tergantung pada individu, pengalaman masa lalu, pola koping, kekuatan dan keterbatasan. Pasien dan keluarga memandang setiap tindakan pembedahan sebagai peristiwa besar yang dapat menimbulkan takut dan cemas tingkat tertentu. Respon psikologis pada pasien dan keluarga tergantung pada pengalaman masa lalu, strategi koping yang biasa digunakan, signifikasi pembedahan serta sistem pendukung (Majid, 2009). Kecemasan

(ansietas) dialami secara subyektif dan

dapat dikomunikasikan secara

interpersonal.

Upaya yang bisa digunakan untuk menurunkan kecemasan adalah pemberian informasi secara lengkap terkait tindakan operasi sehingga pasien menjadi yakin dengan tindakan yang akan dilakukan. Pasien sebelum operasi mengalami kecemasan karena adanya ancaman yang belum jelas. Kecemasan muncul karena menghadapi pembiusan, proses pembedahan, takut mati, masalah body

image, cemas terhadap kemungkinan terjadi

setelah operasi dan masalah lainnya. Pasien yang kurang terhadap informasi sering mengalami cemas dan kurang siap menghadapi tindakan operasi. Penelitian Girsang (2015) membuktikan bahwa pasien yang kurang mendapatkan informasi mengalami kesiapan yang rendah dalam menghadapi operasi.

Faktor predisposisi kecemasan adalah adanya ancaman yang mengganggu integritas diri (Stuart, 2012). Salah satu ancaman tersebut adalah prosedur pembedahan. Perawat berperan dalam menurunkan kecemasan melalui tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri keperawatan dilakukan melalui pemberian informasi. Penelitian Iskandar (2017) membuktikan bahwa pemberian informasi (edukasi) berpengaruh signifikan terhadap penurunan kecemasan preoperasi (p value 0.001). Penelitian Mukti (2015) membuktikan bahwa pemberian informasi dalam informed consent

berdampak pada perubahan kecemasan pasien preoperasi (p value 0.000), penurunan kecemasan ini cukup signifikan dari 80% menjadi 23.3%. Pemberian informasi sangat penting bagi pasien dan perawat sebagai bentuk kerjasama sehingga pasien menjadi lebih siap dalam menghadapi tindakan operasi.

Pasien yang akan menjalani operasi dihadapkan pada kondisi ketidakmampuan secara fisiologi terutama gangguan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga mempunyai ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Oleh karena itu dibutuhkan pemberian informasi yang lengkap untuk mengurangi kecemasan pasien terhadap ancaman yang dirasakan pasien saat akan menjalani operasi (Muttaqin, 2010). Penelitian Lapian (2015) membuktikan bahwa pemberian informed consent yang adekuat mampu menurunkan tingkat kecemasan pasien serta mampu meningkatkan kepuasan pasien terhadap pelayanan pembedahan (p value 0.000).

(3)

43 Beberapa hal yang perlu diinformasikan kepada pasien atau keluarga pasien meliputi informasi mengenai diagnosa penyakit, terapi dan kemungkinan alternatif terapi lain, cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukan tindakan terhadapnya, kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lainnya, resiko dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, keuntungan dari terapi, prognosa penyakit atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien (Suharto, 2008).

Informasi yang diberikan kepada pasien mencakup tindakan operasi, jenis pembiusan, persiapan sebelum operasi seperti puasa, mencukur lokasi yang akan dioperasi, melepaskan perhiasan, adanya gigi palsu, persetujuan tindakan (informed

consent), upaya mencegah ketakutan,

menjelaskan suasana di dalam ruang operasi serta latihan pasca operasi seperti batuk efektif, relaksasi dan mobilisasi dini (Muttaqin, 2010). Pemberian informasi tersebut harus diberikan oleh tenaga kesehatan yang terlibat dalam perawatan yang akan dilakukan terhadap pasien, hal ini bukan semata-mata suatu kewajiban bagi tenaga kesehatan yang terlibat tetapi juga karena merupakan hak pasien untuk mendapatkan informasi (Iskandar, 2017).

Hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Januari 2018 di RSUD RAA Soewondo Pati didapatkan bahwa ruang bedah adalah ruang Bougenville. Data jumlah pasien yang dilakukan operasi sebanyak 1.142 orang (data rekam medis tahun 2017), data bulan Maret 2018 sebanyak 100 orang. Masalah utama yang didapatkan pada pasien pre operasi adalah kecemasan dalam menghadapi tindakan pembedahan. Reaksi kecemasan ini berbeda pada setiap pasien, salah satunya terjadi peningkatan tekanan darah dan terdapat juga yang mengalami kenaikan gula darah sehingga pasien ditunda untuk dilakukan operasi. Hasil pengkajian kepada 10 pasien yang akan dilakukan tindakan operasi didapatkan sebanyak 3 orang mengalami kecemasan ringan, 6 orang mengalami kecemasan sedang dan 2 orang mengalami kecemasan

berat. Tindakan mandiri keperawatan dalam menurunkan kecemasan pasien preoperasi dan sebagai standar pelayanan adalah melalui pemberian informasi secara lengkap tentang persiapan operasi dan latihan pasca operasi. Atas dasar ini penulis termotivasi untuk mengetahui hubungan pemberian informasi persiapan operasi oleh perawat dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati.

METODE

Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental bersifat korelasional analitik

(eksplanatoryreseach). Dengan pendekatan

waktu cross sectional. Metode pengumpulan data dengan cara penyebaran kuesioner.Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang akan dilakukan operasi yang berjumlah 100 orang (data catatan medik bulan Maret 2018) di Ruang Bougenvile RSUD RAA Soewondo Pati. Metode sampling dengan Purposive

Samplingteknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu atau yang memenuhi kriteria inklusi. Penghitungan prosentase dari jumlah populasi dalam penelitian ini menggunakan rumus. Besar sampel sebesar 80%. Analisa data menggunakan Rank Spearman.

HASIL

A.Karakteristik Responden

1.

Umur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata umur responden adalah 42.35 tahun dengan nilai median 41.5 tahun dengan umur tertua 59 tahun dan umur termuda 24 tahun.

2.

Jenis Kelamin

Hasil penelitian jenis kelamin responden semuanya adalah laki-laki sebanyak 80(100%).

3.

Pendidikan

Hasil penelitian pendidikan responden paling banyak adalah lulusan SLTP sebanyak 41 responden

(4)

44 (51.2%) dan lulusan SLTA sebanyak 39 (48.8%).

B. Analisa Univariat 1. Pemberian Informasi

Hasil penelitian pemberian informasi persiapan operasi paling banyak adalah kategori baik sebanyak 57 responden (71.2%) dan kategori kurang 23 (28.8%).

2. Kecemasan Pasien

Hasil penelitian tingkat kecemasan pasien paling banyak adalah kategori ringan sebanyak 58 responden (72.5%), kecemasan sedang sebanyak 17 responden (21.3%) dan kecemasan berat sebanyak 5 responden (6.2%). C.Analisa Bivariat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian informasi persiapan operasi yang baik sebanyak 57 responden ditemukan kecemasan pasien kategori ringan sebanyak 54 responden (94.7%), kecemasan sedang sebanyak 3 responden (5.3%) dan kecemasan berat tidak ada. Sedangkan pada pemberian informasi persiapan operasi kurang sebanyak 23 responden, ditemuakn kecemasan ringan sebanyak 4 (17.4%), kecemasan sedang sebanyak 14 responden (60.9%) dan kecemasna berat sebanyak 5 (21.7%).

Hasil uji statistik Rank Spearman

didapatkan nilai p 0.000 dan nilai rho 0.788. Hasil ini menunjukkan adanya hubungan pemberian informasi persiapan operasi oleh perawat dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati dengan kekuatan hubungan adalahkuatdan arah hubungan adalah positif yang maksudnya semakin baik pemberian informasi, maka semakin rendah tingkat kecemasan pasien preoperasi, sebaliknya semakin kurang pemberian informasi, maka semakin berat tingkat kecemasan pasien preoperasi.

PEMBAHASAN

A.Pemberian Informasi Persiapan Operasi

Hasil penelitian mendapatkan pemberian informasi persiapan operasi paling banyak adalah kategori baik sebanyak 57 responden (71.2%). Hal ini ditunjukkan dari hasil kuesioner yaitu adanya pemberitahuan dari perawat kepada pasien tentang tindakan yang akan dijalankan, pentingnya riwayat status kesehatan pasien, pentingnya status gizi, prosedur puasa, prosedur mencukur area yang akan dioperasi, pemasangan selang pipis, pentingnya menjaga kebersihan tubuh, latihan napas dalam, latihan gerakan sendi, pemeriksaan penunjang, kondisi mental / psikis dan obat yang diberikan. Informasi tentang persiapan operasi sangat penting diberikan sehingga pasien mengetahui tentang prosedur persiapan operasi serta meminimalkan stresor psikoemosional dalam menghadapi operasi. Dari hasil pengisian kuisioner tidak ditemukan masalah pada pemberian informasi persiapan operasi, dalam hal ini di dukung karakteristik responden yaitu rata-rata usia 42 tahun sebagai kelompok usia produktif, sehingga kemampuan penerimaan informasi belum mengalami penurunan. Hal ini didukung penelitian Arisandi ( 2014) yang membuktikan bahwa pemberian informasi sebagian besar kategori baik yang disebabkan kemampuan menerima informasi yang baik.

Muttaqin (2010) menjelaskan bahwa tindakan operasi merupakan salah satu bentuk terapi dan merupakan upaya yang dapat mendatangkan ancaman terhadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang. Pemberian informasi akan membantu pasien dalam menerapkan strategi koping sehingga pasien mampu beradaptasi terhadap stresor pembedahan tersebut. Hal ini didukung dari penelitian Rochmawati (2015) yang membuktikan bahwa pemberian informasi sebelum pembedahan sangat efektif bagi pasien dan keluarga dalam bentuk informed

consent. Hal-hal yang perlu diinformasikan

kepada pasien atau keluarga pasien meliputi : informasi mengenai diagnose penyakit,

(5)

45 terapi dan kemungkinan alternatif terapi lain, cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukan tindakan terhadapnya, kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lainnya, resiko dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, keuntungan dari terapi, prognosa penyakit atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien.

Peran perawat dalam perawatan pre operasi adalah sebagai

advocate,counselordan consultant. Sebagai

advocate adalah sebagai pembela dan

pelindung terhadap hak-hak pasien. Peran

advokasi dilakukan perawat dalam

membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasi berbagai informasi dari pemberi layanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap pasien juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak oleh pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaianPerawat sebagai

consultant adalah memperhatikan hak

pasien dalam menentukan alternatif baginya dalam memilih tindakan yang tepat dan terbaik serta memposisikan dirinya sebagai tempat berkonsultasi untuk memecahkan suatu permasalahan yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan (Potter & Perry, 2010).

Pemberian informasi secara baik didukung dari karakteristik responden seperti usia, jenis kelamin dan pendidikan. Penelitian ini mendapatkan rata-rata usia responden adalah 42.35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden berada pada rentang usia dewasa akhir, dimana pemahaman dan kemampuan menerima informasi ditentukan dari usia seseorang, semakin matang usia seseorang, semakin mudah memahami informasi baru. Sedangkan berdasar pendidikan didapatkan lulusan SLTP sebanyak 41 responden (51.2%) dan lulusan SLTA sebanyak 39 responden (48.8%). Semakin tinggi pendidikan seseorang juga menentukan

tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap informasi baru.

Pasien yang akan menjalani operasi dihadapkan pada kondisi ketidakmampuan secara fisiologi terutama gangguan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga mempunyai ketergantungan yang tinggi pada orang lain. Pasien juga mendapatkan ancaman terhadap harga diri dan perubahan pada hubungan interpersonal dengan anggota keluarga, teman atau relasi dan perubahan peran diperoleh dari status yang pasien miliki baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sosial dan kerja. Oleh karena itu dibutuhkan pemberian

informed consent untuk mengurangi

kecemasan pasien terhadap ancaman-ancaman yang dirasakan pasien saat akan menjalani operasi. Sudibyo (2010) yang membuktikan bahwa pelaksanaan informed

consent sebagai sarana pemberian informasi

bertujuan untuk melindungi hak pasien atas informasi dan persetujuan untuk melindungi terhadap segala tindakan kesehatan yang didapatkan, selain itu, informed consent

bertujuan untuk melindungi tenaga kesehatan dari problema hukum yang mungkin timbul dari rasa ketidakpuasan pasien atas tindakan kesehatan yang dilakukan karena kurangnya informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

Hasil penelitian mendapatkan pemberian informasi persiapan operasi kategori kurang sebanyak 23 responden (28.8%). Hal ini ditunjukkan dari hasil jawaban responden, yaitu sebagian kecil tidak mendapat informasi pembedahan yang akan dijalani. Hasil penelitian mendapatkan pemberian informasi persiapan operasi kategori kurang sebanyak 23 responden (28.8%). Hal ini ditunjukkan dari hasil jawaban responden, yaitu sebagian kecil tidak mendapat informasi pembedahan yang akan dijalani, informasi tentang status kesehatan, status gizi, prosedur puasa, pencukuran area operasi, pemasangan selang pipis, latihan batuk efektif, latihan, pemeriksaan penunjang dan kondisi mental sebelum operasi. Pemberian informasi yang kurang ini ditentukan dari karakteristik responden, yaitu adanya responden dengan

(6)

46 pendidikan yang rendah (SLTP). Hal ini didukung dari penelitian Lapian (2016) yang membuktikan bahwa pemahaman

Informed Consent untuk prosedur

pembedahan. Pasien yang memiliki pendidikan yang kurang menunjukkan pemahaman yang kurang akan persetujuan tindakan..

Memberi informasi dari petugas kesehatan sangatlah penting bagi integritas pasien. Pemberian informasi yang perlu dijelaskan kepada pasien adalah berkaitan dengan persiapan operasi, latihan setelah operasi, obat-obatan, pemeriksaan yang mendukung tindakan operasi, puasa, pencukuran, prosedur operasi, jenis operasi dan harapan setelah operasi untuk pasien (Smeltzer & Bare, 2010). Majid (2010) menjelaskan bahwa pra-Operasi merupakan tahapan awal dalam proses pembedahan yang dimulai dari pra bedah (pre operasi), bedah (intra operasi), pasca bedah (post operasi)..

Penelitian Margono (2015) membuktikan bahwa responden yang dilakukan operasi dengan cepat dari waktu tunggu, maka informasi yang diterima semakin kurang karena proses pemahaman tentang prosedur operasi membutuhkan waktu sebagai informasi baru. Persepsi dan pengetahuan pasien menentukan tingkat penerimaan informasi seseorang, meskipun perawat sudah memberikan informasi, pasien tetapi saja merasa kurang terhadap informasi pembedahan karena adanya stresor psikomental dalam menghadapi operasi. Untuk itu diperlukan pengkajian secara holistik serta intervensi yang efektif dalam memeberikan asuhan pasien preoperasi.

B. Kecemasan Preoperasi

Hasil penelitian mendapatkan tingkat kecemasan pasien paling banyak adalah kategori ringan sebanyak 58 responden (72.5%). Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian yaitu adanya gejala fisik, mental, sosial dan perilaku yang dirasakan responden. Hasil pengisian kuisioner didapatkan 4 prosentase tertinggi yaitu pada item pernyataan nomer 2 ( saya merasa takut tanpa alasan ) sebesar 48,75%,

pernyataan nomer 4 (Saya mudah marah atau merasa panik ) sebesar 53,75%, pernyataan nomer 9 ( saya merasa tidak tenang dan dapat duduk dengan santai ) sebesar 50,00%, pernyataan nomer 10 ( saya merasa jantung saya berdetak sangat cepat) sebesar 53,50%. Pada ke empat pernyataan diatas menunjukan gejala muncul secara wajar sebagai bentuk reaksi terhadap stresor menghadapi operasi. Hal tersebut selaras dengan peneitian Sudibyo (2010) membuktikan bahwa kecemasan sebagai reaksi wajar dalam menghadapi stresor operasi. Operasi merupakan stressor yang dapat menimbulkan cemas psikologis dan fisik. Pada pasien pre operasi cemas yang terjadi karena pasien tidak dapat mengekspresikan sesuatu yang tidak diketahui dan antisipasi pada sesuatu yang tidak dikenal dan prosedur-prosedur yang mungkin menyakitkan kemungkinan akan menjadi penyebab yang paling umum. Hawari (2008) menjelaskan bahwa gejala kecemasan ringan sering muncul di kehidupan seseorang, sebagai bentuk respon fisiologis terhadap masalah yang dihadapi. Kecemasan muncul sebagai respon untuk bertahan hidup.

Yusuf (2015) menyatakan bahwa kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan akan menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya (pemikiran). Pada tingkat ini individu terdorong untuk belajar atau menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas dari masalahnya. Respon cemas ringan dapat dilihat pada tanda dan gejala seperti bernafas pendek, nadi meningkat, tekanan darah naik, bibir bergetar, tidak dapat duduk dengan tenang dan tremor halus pada tangan. Penelitian Sawitri (2010) membuktikan bahwa pasien yang mengalami kecemasan ringan kemungkinan disebabkan pasien sudah memperoleh informasi selengkap-lengkapnya mengenai hasil pemeriksaan dan alasan dilakukan tindakan operasi serta kemungkinan yang terjadi bila tindakan operasi tidak dilakukan, sehingga pasien dapat mempertimbangkan keuntungan yang

(7)

47 diperoleh dengan akibat bila pasien tidak dilakukan tindakan operasi. Pasien dapat mempersiapkan diri secara fisik maupun mental untuk menghadapi tindakan operasi yang akan dilakukan sehingga mengalami kecemasan ringan.

Hasil penelitian mendapatkan tingkat kecemasan sedang sebanyak 17 responden (21.2%). Hal ini ditunjukkan dari hasil pengisian kuesioner, yaitu responden mengalami gejala fisik, mental, sosial dan perilaku spesifik. Kecemasan tingkat sedang ditandai dengan lahan persepsi individu terhadap masalah menurun sehingga individu kehilangan pegangan, akan tetapi dapat mengikuti pengarahan dari orang lain. Respon cemas sedang biasanya ditandai dengan gejala seperti sering bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, tidak mampu menerima rangsangan, susah tidur dan perasaan tidak enak. Hasil ini ditunjukkan dari hasil penelitian Rochmawati (2015) yang membuktikan bahwa kecemasan sedang muncul seiring persiapan seseorang dalam menjalani tindakan operasi.

Pasien yang mengalami kecemasan sedang dan berat kemungkinan disebabkan pasien tidak memperoleh keterangan secara terperinci tentang kondisi kesehatannya dan tindakan operasi yang akan dilakukan. Hal ini sesuai dengan teori Stuart (2012) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kecemasan dapat berupa faktor eksternal meliputi (1) ancaman integritas diri, yaitu ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan; (2) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersoanal, kehilangan serta perubahan status/peran; (3) Pemberian informasi.

Hasil penelitian mendapatkan tingkat kecemasan berat sebanyak 5 responden (6.2%). Hal ini ditunjukkan dari hasil pengisian kuesioner serta gejala yang dialami responden. Pada tingkat ini lahan persepsi menjadi sangat sempit dimana individu tidak dapat memecahkan atau

mempelajari masalah. Respon kecemasan yang timbul misalnya nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala.

Penelitian Margono (2015) membuktikan bahwa kecemasan sebagai reaksi ancaman bagi pasien sehingga sering mengalami kecemasan berat. Ancaman tersebut dapat menimbulkan kecemasan dan bila tidak diatasi akan menimbulkan kecemasan dengan tingkatan yang lebih berat serta menimbulkan gangguan pada fisik. Dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam manajemen preoperasi. C.Hubungan Pemberian Informasi

Persiapan Operasi Oleh Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi

Hasil penelitian mendapatkan adanya hubungan pemberian informasi persiapan operasi oleh perawat dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati dengan kekuatan hubungan adalahkuatdan arah hubungan adalah positif (p 0.000, rho 0. 788), yang maksudnya adalah semakin baik pemberian informasi, maka semakin rendah tingkat kecemasan pasien preoperasi. Sebaliknya semakin kurang pemberian informasi, maka semakin berat tingkat kecemasan pasien preoperasi. Berbagai jenis tindakan keperawatan yang dilakukan biasanya dapat menyebabkan kecemasan misalnya tindakan pembedahan. Sebagian orang beranggapan bahwa tindakan pembedahan merupakan pengalaman yang menakutkan (Majid, 2010). Pasien perlu mendapatkan pemberian informasi atau informed consent

sebelum dilakukannya tindakan pembedahan. Informed consent diberikan untuk mengurangi tingkat kecemasan.. Penelitian Rochmawati (2015) membuktikan bahwa pemberian informasi melalui informed consent memberikan dampak signifikan terhadap penurunan kecemasan preoperasi.

Prosedur operasi (pembedahan) merupakan stressor yang dapat menimbulkan reaksi ancaman. Pasien pre operasi yang terjadi karena pasien tidak

(8)

48 dapat mengekspresikan sesuatu yang tidak diketahui dan antisipasi pada sesuatu yang tidak dikenal dan prosedur yang mungkin menyakitkan akan menjadi penyebab utama yang paling umum.Kecemasan yang dialami pasien dikarenakan pasien kurang pengetahuan tentang prosedur operasi, dampak operasi serta lingkungan asing bagi pasien selama di kamar operasi. Hasil penelitian mendapatkan responden dengan pemberian informasi persiapan operasi kurang sebanyak 23 responden, ditemukan tingkat kecemasan paling banyak kategori sedang sebanyak 14 responden (60.9%) dan adanya kecemasan berat sebanyak 5 responden (21.7%). Penelitian Sudibyo (2010) membuktikan bahwa pemberian informasi efektif sebagai intervensi dalam meminimalkan kecemasan menghadapi operasi.

Penelitian Mukti (2015) membuktikan bahwa pemberian informed consent sebagai bentuk pemberian informasi kepada pasien, sehingga dapat mencegah munculnya stresor psikososial. Pemberian informed consent yang adekuat dapat meminimalkan rasa kecemasan pasien. Pemberian informasi yang dimaksud berkaitan dengan memberikan informasi selengkap-lengkapnya mengenai penyakit yang diderita, terapi yang harus dilakukan, perasaan sakit, segala kemungkinan bila tidak dilakukan tindakan operasi, cara operasi, resiko, efek samping, hak pasien untuk menolak dan meminta pendapat dokter atas tindakan yang dilakukan, maksud dari penandatanganan formulir dan tindakan alternatif selain tindakan operasi.

Pemberian informed consent

dilakukan tanpa paksaan dari tenaga kesehatan kepada pasien sehingga terbentuk suatu perjanjian antara petugas kesehatan dengan pasien untuk dilakukan tindakan medis. Pemberian informed consent yang adekuat kemungkinan disebabkan perawat telah memahami dan mematuhi SOP yang

ditetapkan oleh `pihak rumah sakit, sehingga memberikan informed consent

sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemberian informasi yang baik dapat meminimalkan kecemasan pasien. Hasil penelitian mendapatkan responden dengan pemberian informasi persiapan operasi yang baik sebanyak 57 responden ditemukan kecemasan pasien paling banyak kategori ringan sebanyak 54 responden (94.7%).

Yusuf (2015) menjelaskan bahwa kecemasan menunjukkan reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan orang dari dalam secara naluri bahwa ada bahaya dan orang yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tersebut. Berbagai jenis tindakan keperawatan yang dilakukan biasanya dapat menyebabkan kecemasan pada pasien. Salah satu tindakan yang menyebabkan kecemasan misalnya, tindakan pembedahan. Sebagian orang beranggapan bahwa tindakan pembedahan (operasi) merupakan pengalaman yang menakutkan. Pasien perlu informasi tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan. Pemberian informasi dapat dilakukan sebelum dilakukannya tindakan pembedahan (pre operasi)..

D.Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini tidak membedakan karakteristik responden, sehingga dapat mempengaruhi kemampuan penerimaan informasi preoperasi dan kecemasan pasien. Penelitian ini tidak membedakan jenis operasi (besar/kecil) serta waktu tunggu operasi. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat penerimaan informasi pasien serta mempengaruhi kecemasan pasien. 2. Beberapa isi kuesioner pemberian

informasi berkaitan dengan ranah medis, namun untuk mendukung pemberian informasi dijadikan item soal.

(9)

49 Kesimpulan

Pemberian informasi persiapan operasi di Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati paling banyak adalah kategori baik sebanyak 57 responden (71.2%). Tingkat kecemasan pasien di Ruang Bougenville RSUDRAA Soewondo Patipaling banyak adalah kategori ringan sebanyak 58 responden (72.5%). Terdapat hubungan pemberian informasi persiapan operasi oleh perawat dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi di Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Pati dengan kekuatan hubungan adalah kuat dan arah hubungan adalah positif (p 0.000, rho 0.788).

Saran

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang lebih luas dengan melibatkan berbagai institusi sehingga dapat membandingkan aspek kecemasan menghadapi operasi. 2. Bagi Institusi Rumah Sakit

Pihak Rumah Sakit dapat membuat protap (SOP) tentang pemberian informasi bagi pasien preoperasi.

3. Bagi Profesi Keperawatan

Perawat dapat mengadakan komunikasi dan pemberian informasi secara efektif kepada pasien preoperasi.

4. Bagi Ilmu Keperawatan

Institusi pendidikan dapat memfasilitasi mahasiswa dalam mengembangkan kemampuan diri untuk melaksanakan tindakan keperawatan salah satunya pemberian informasi preoperasi..

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian; Suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Arisandi, Andrey Devi. 2014. Pengaruh Pemberian Informed Consent Terhadap Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di RSUD Tugurejo Semarang.

http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php.

Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan (Pedoman

Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian). Jakarta: Trans Info Media.

Girsang, Bina Melvia. 2015. Gambaran Persiapan Perawatan Fisik Dan Mental Pada Pasien Pre Operasi Kanker Payudara. https://media.neliti.com/.pdf

Hawari. D. 2008. Tinjauan tentang Stress, Kecemasan dan Depresi. Jakarta: EGC. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2013. Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Ed. 01. Jakarta: Salemba Medika.

HIPKABI. 2010. Buku Pelatihan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah. Jakarta: HIPKABI Press.

HIPKABI. 2014. Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Himpunan Perawat Kamar Bedah Indonesia (HIPKABI).

(10)

50

HIPKABI, 2016. Standar pelayanan perioperatif di kamar bedah HIPKABI 2016.

http://www.hipkabipusat.com/2016/06/2016standar-pelayanan-perioperatif.html

Kemenkes. 2011. PMK Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. http://www.hukor.kemkes.go.id.

Kemenkes. 2012. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta. http://www.hukor.kemkes.go.id.

Kemenkes. 2012. Panduan Pelayanan Bedah. Jakarta: Dirjen Pelayanan Medis.

Iskandar, Mohamad. 2017. The Effect Of Health Education In Surgery Preparation To Anxiety Level Of Patients With Pre Herniorrhaphy In RAA Soewondo Hospital Pati.

http://publications.inschool.id/index.php.

Lapian, Windy P., 2016. Hubungan Pemberian Informasi Sebelum Tindakan Operasi Dengan Tingkat Kepuasan Keluarga Pasien Di RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado.

https://media.neliti.com/media/publications.pdf.

Majid, Abdul. 2009. Keperawatan Perioperatif. Yogjakarta: Gosyen Publishing.

Margono. 2015. Pengaruh Informed Consent terhadap Kecemasan dan Pengetahuan pada Pasien Pre Operasi Hernia di RSUD Kabupaten Sragen. Skripsi.

Mckay, Mary. 2013. Prevention of Medical Errors; Healthcare providers must work effectively in collaborative teams to improve patient safety. http://nursing.advanceweb.com.

Mubarak dan Nur Chayatin, 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta : Salemba.

Mukti, Anggoro. 2015. Pengaruh Pemberian Informasi Informed Consent Terhadap Perubahan Kecemasan Pasien Yang Akan Menjalan Tindakan Operasi Di SMC RS Telogorejo.

http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id.

Muttaqin, Arief. 2010. Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Ed. 3. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan; Pedoman

Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, Patricia A. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan; Konsep, Proses dan Praktik (Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice). Edisi VII. Alih Bahasa:

Yasmin Asih, Monica Ester. ISBN. 979-448-608-6. Jakarta: EGC.

Rochmawati, Anna. 2015. Hubungan Pemberian Informed Consent Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan.

Sawitri, Endang. 2010. Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah Mayor Di Bangsal Orthopedi RSUI Kustati Surakarta. http://download.portalgaruda.org/article.

(11)

51

Smeltzer, Suzanne C & Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth vol.2. Alih Bahasa, Agung Waluyo, dkk; editor edisi bahasa indonesia, Monica

Ester, Ellen panggabean. Jakarta: EGC.

Stuart, Gail W. 2012. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Alih bahasa. Ramona P. Kapoh, Egi

Komara Yudha, edisi bahasa Indonesia, Pamilih Eko Karyuni. Ed. 5. Jakarta: EGC.

Sudibyo. 2010. Pengaruh Pemberian Informed Consent yang Diberikan Perawat terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang.

http://eprints.undip.ac.id/10332/

Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. WHO. 2009. WHO Guidelines for Safe Surgery. http://whqlibdoc.who.int.

Yusuf, Ah. Fitryasari, R., Nihayati, Hani. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Referensi

Dokumen terkait

This research aims to improve the performance of nursing care documentation based on knowledge management through the SECI Model’s concept in Garam Kalianget RSI Sumenep

Berdasarkan hasil dan keterbatasan penelitian, rekomendasi yang diajukan dalam penelitian ini antara lain: penelitian berikutnya dapat menggunakan model penelitian yang sama

Hal yang mendasari karena identifikasi persoalan ini tidak hanya mengacu persoalan akut di berbagai negara tetapi juga tidak adanya aspek ancaman hukum yang kuat

Dari Tabel 3 dapat dilihat hasil uji FTIR asam oksalat sintesis dari sampel yang berbeda- beda dan disimpulkan bahwa gugus fungsi setiap sampel asam oksalat sintesis yang

Tubuh membutuhkan energi untuk melakukan segala aktivitas, energi diperoleh dari kandungan makanan dan minuman yang dikonsumsi, diantarannya karbohidrat, protein,

Menyediakan prosedur dan mekanisme yang standar dalam mendokumentasikan dan penyusunan arsip bagi program studi/fakultas dalam rangka menjamin mutu administrasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari jahe yang dicampurkan ke dalam air minum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar kolesterol pada darah, daging dan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya efek sitotoksik ekstrak etanol daun kenikir, fraksi polar, semi polar dan nonpolarnya terhadap sel kanker