• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM LINGKUP HAK CIPTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II DOKTRIN FAIR USE TERKAIT KARYA TULIS DALAM LINGKUP HAK CIPTA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

DOKTRIN

FAIR USE

TERKAIT KARYA TULIS DALAM

LINGKUP HAK CIPTA

A.

Pokok-pokok pengaturan hak cipta

Hak cipta merupakan bagian dari perlindungan kekayaan intelektual yang berada dalam kategori tersendiri, tidak termasuk dalam hak milik perindustrian. Dengan demikian perlindungan hak cipta tidak mensyaratkan perlu digunakan dalam kegiatan industri. Prinsip dasar perlindungan hak cipta adalah penuangan pemikiran, imajinasi, ide dari pencipta dalam wujud yang nyata dan memiliki sifat yang khas dan pribadi. Artinya, ciptaan yang mendapatkan perlindungan hak cipta adalah benar-benar ciptaan si pencipta.1

Perlindungan hak cipta dalam kekayaan intelektual yang memiliki ruang lingkup objek perlindungan yang paling luas, karena mencakup ilmu pengetahuan, seni, sastra (art and literary), serta mencakup pula program komputer. Perlindungan yang sangat luas dalam hak cipta mendukung perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi andalan perkembangan perekonomian di indonesia. Oleh karena itu diperlukan perlindungan yang memadai terhadap hak cipta sehingga menjadi faktor pendorong para pencipta untuk berkreasi. Adanya perlindungan hak cipta juga berarti terdapat pengakuan terhadap hak moral dan hak ekonomi para pencipta yang akan memotivasi tumbuhnya kreativitas para pencipta dan pada akhirnya berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi kreatif bangsa dan akan memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

(2)

11

Hak cipta secara harfiah berasal dari dua kata yaitu hak dan cipta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “hak” berarti suatu kewenangan yang diberikan kepada pihak tertentu yang sifatnya bebas untuk digunakan atau tidak. Sedangkan kata “cipta” atau “ciptaan” tertuju pada hasil karya manusia dengan menggunakan akal pikiran, perasaan, pengetahuan, imajinasi dan pengalaman. Sehingga dapat diartikan bahwa hak cipta berkaitan erat dengan intelektual manusia.

Istilah hak cipta diusulkan pertama kalinya oleh Sultan Mohammad Syah, SH pada Kongres Kebudayaan di Bandung pada tahun 1951 (yang kemudian di terima di kongres itu) sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dianggap kurang luas cakupan pengertiannya, karena istilah hak pengarang itu memberikan kesan “penyempitan” arti, seolah-olah yang di cakup oleh pengarang itu hanyalah hak dari pengarang saja, atau yang ada sangkut pautnya dengan karang-mengarang saja, padahal tidak demikian. Istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda Auteurs Rechts.2 Secara yuridis, istilah Hak Cipta telah dipergunakan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam

Auteurswet 1912.

Hak cipta adalah hak eksklusif atau yang hanya dimiliki si Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil karya atau hasil olah gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan" atau hak untuk menikmati suatu karya. Hak cipta juga sekaligus memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi pemanfaatan,

2 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi

(3)

12

dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah atas suatu ciptaan. Mengingat hak eksklusif itu mengandung nilai ekonomis yang tidak semua orang bisa membayarnya, maka untuk adilnya hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.3

WIPO (World Intellectual Property Organization) mengatakan copyright is legal from describing right given to creator for their literary and artistic works. Yang artinya hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra. Imam Trijono berpendapat bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasa pun kepada pihak yang menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.

Istilah hak cipta dalam pengertian seperti dijelaskan di atas, merupakan salah satu kekayaan intelektual yang diatur hukum positif nasional dan internasional dapat menimbulkan pertanyaan-pertanyaan siapa yang berhak atas suatu ciptaan dan bagaimana cara memanfaatkan atau mengeksploitasi suatu ciptaan yang dilindungi hukum? Pencipta dan ciptaan merupakan dua hal yang masing-masing mempunyai konsepnya sendiri dan keduanya berkenaan dengan hak cipta.

Pencipta mempunyai hak-hak yang dinamakan hak moral dan hak ekonomi. Yang dinamakan hak moral tetap berada pada pencipta, tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak untuk mengeksploitasi suatu ciptaan (= hak ekonomi)

3 Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI (Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta,

(4)

13

seperti halnya hak moral, pada mulanya ada pada pencipta. Namun, jika pencipta tidak akan mengeksploitasi sendiri, pencipta dapat mengalihkannya kepada pihak lain yang kemudian menjadi pemegang hak.

Dalam rangka pembahasan pengalihan hak cipta pencipta, yang perlu juga dibahas dan diketahui adalah tentang adanya tindakan-tindakan tertentu yang oleh hukum hak cipta diperkenankan untuk dilakukan oleh siapapun juga tanpa perlu adanya persetujuan pencipta atau pemegang hak cipta, sehingga tidak melanggar hukum hak cipta ciptaan yang bersangkutan.

1)

Pengertian pencipta

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan. Selanjutnya, dapat pula diterangkan bahwa yang mencipta suatu ciptaan menjadi pemilik pertama dari hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan. Copinger dalam bukunya4 merumuskan artian ini dalam kalimat sebagai berikut:

... the “author” of a work is to be the first owner of the copyright therein.

UUHC Pasal 1(2) mendefinisikan pencipta5 secara rinci sebagai berikut:

4 Copinger and Skone James on Copyright, London: Sweet & Maxwell, 1971, Hlm. 135;

bandingkan dengan artian pencipta yang dirumuskan sebagai definisi dalam:

a. Black’s law dictionary, West Group, Eight Edition, 2007,Hlm.121:

One who produces, by his own intellectual labor applied to the materials of his composition, an arrangement or compilation new in itself. . .

b. WIPO Glossary of terms of the law of Copyright and Neighbouring Rights, 1980,Hlm. 17: A person who creates a work.

5 Bagian keempat UUHC mengatur orang perorangan dan badan hukum yang dapat menjadi

pencipta dalam penggolongan: a. Seorang tertentu b. Dua atau lebih orang c. Seorang karyawan d. Instansi pemerintah e. Badan hukum

Pembedaan pencipta dalam beberapa golongan implikasinya sangat penting terhadap hak dan kewajiban pencipta, pendaftaran ciptaan, lama berlaku hak cipta dan pertanggungjawaban dalam hal terjadinya pelanggaran hak cipta.

(5)

14

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.

Beberapa definisi di atas, menjelaskan bahwa pada dasarnya secara konvensional yang digolongkan sebagai pencipta adalah seseorang yang melahirkan suatu ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang mempunyai hak-hak sebagai pencipta yang sebutan ringkasnya untuk kepraktisannya disebut hak pencipta, dan lebih ringkas lagi menjadi hak cipta.6

Pada mulanya, untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta pertama dari suatu ciptaan tertentu tidaklah terlalu sulit. Misalnya, pencipta suatu ciptaan karangan ilmiah adalah seorang yang menulis tulisan ilmiah bersangkutan. Meskipun demikian, dengan semakin berkembangnya teknologi canggih, untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta pertama dari suatu ciptaan tertentu, memerlukan penjelasan dengan suatu pendekatan yang agak berbeda. Terutama dalam menentukan pencipta dan ciptaan-ciptaan yang tergolong hak terkait dengan hak cipta.

Dalam rangka menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian pencipta pertama, perlu dikemukakan siapa yang merupakan pencipta pertama suatu ciptaan adalah sangat signifikan, karena:7

1. Hak-hak yang dimiliki seorang pencipta pertama sangat berbeda dengan hak-hak pencipta terhadap hak terkait dengan hak cipta.

2. Masa berlakunya perlindungan hukum bagi pencipta pertama biasanya lebih lama dari mereka yang bukan pencipta pertama.

3. Pengidentifikasian pencipta pertama secara benar, merupakan syarat bagi keabsahan pendaftaran ciptaan (Pasal 31 UUHC), walaupun pendaftaran tidak mutlak harus dilakukan.

6 Eddy Damian, Op. Cit., hlm. 131. 7Ibid., hlm. 132.

(6)

15

Yang perlu juga dijelaskan mengenai pengertian pencipta pertama suatu ciptaan, adalah tentang adanya beberapa cara untuk menjadi pencipta pertama:8

1. Seorang individu dapat secara mandiri menjadi pencipta pertama suatu ciptaan dengan cara menciptakan suatu ide dan mewujudkannya secara materiil

2. Seorang majikan dapat menyuruh pegawainya yang bekerja penuh padanya untuk membuat suatu ciptaan berdasarkan suatu perintah kerja; dalam hal yang demikian si majikan adalah pencipta pertama ciptaan yang diperintahkan kepada pekerjanya.

3. Dua atau lebih orang atau badan hukum/usaha dapat menjadi pencipta bersama dari suatu ciptaan bersama.

Dengan salah satu cara di atas, seseorang dapat menjadi pencipta pertama. Kendati demikian, seseorang yang mempunyai ide yang kemudian diwujudkan menjadi suatu ciptaan, belum tentu menjadi seorang pencipta. Selanjutnya secara ringkas pengertian tentang hak-hak pencipta. Hak-hak ini secara otomatis diperoleh pencipta setelah suatu ciptaan terwujud dan sifatnya eksklusif atau khusus, sebagaimana diatur Pasal 1 ayat 1 UUHC:

Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan diatas ini menegaskan pengakuan hak yang dimiliki pencipta untuk melarang atau atau memberi izin menyewakan ciptaan-ciptaannya. Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah bahwa tidak ada orang lain boleh melakukan hak itu, kecuali dengan izin pencipta.

Sebagai contoh beberapa hak eksklusif yang dimiliki pencipta, adalah hak untuk:

1. Mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi;

8Ibid.

(7)

16

2. Mendistribusikan ciptaan yang telah diperbanyak dengan cara menjualnya, menitipjualbelikan, menyewakan, atau cara-cara lain;

3. Pencipta pertama memberi izin kepada seorang yang menciptakan hak terkait dengan hak cipta dengan cara menderevasikan ciptaannya dan kemudian mengeksploitasi ciptaan pencipta pertama.

Istilah-istilah hak untuk mengumumkan atau hak untuk memperbanyak seperti dikemukakan di atas padanan katanya kedua istilah ini dalam bahasa asing:

right to publish dan right to copy. Istilah hak mengumumkan sering digunakan bagi perwujudan suatu ide dengan cara-cara pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apa pun termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.

Hak untuk mengumumkan seringkali digunakan untuk mengumumkan pelbagai ciptaan oleh pencipta dibanding ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Hak untuk mengumumkan berbeda arti dengan hak memperbanyak (right to copy) yang juga merupakan suatu bentuk perwujudan suatu ide. Perwujudan ide dengan suatu perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Perbanyakan oleh pencipta dapat dilakukan atas pelbagai ciptaan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 40(1) UUHC.

2)

Ciptaan-ciptaan yang dilindungi hak cipta

Menurut L.J. Taylor dalam bukunya Copyright for Librarians menyatakan bahwa yang dilindungi hak cipta adalah ekspresinya dari sebuah ide, jadi bukan

(8)

17

melindungi idenya itu sendiri. Artinya, yang dilindungi hak cipta adalah sudah dalam bentuk nyata sebagai sebuah ciptaan, bukan masih merupakan gagasan.9

Dengan demikian, terdapat dua persyaratan pokok untuk mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu unsur keaslian dan kreatifitas dari suatu karya cipta. Bahwa suatu karya cipta adalah hasil dari kreatifitas penciptanya itu sendiri dan bukan tiruan serta tidak harus baru atau unik. Namun, harus menunjukkan keaslian sebagai suatu ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi.

UUHC telah merinci sembilan belas ciptaan, sesuai dengan jenis dan sifat ciptaan. Ciptaan-ciptaan yang dikelompokkan merupakan ciptaan-ciptaan yang tergolong tradisional dan yang tergolong baru. Pada dasarnya yang dilindungi UUHC adalah pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk khas dan menunjukan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Perlu ada keahlian intelektual pencipta untuk dapat menciptakan karya cipta yang dilindungi hak cipta. Ciptaan yang lahir harus mempunyai bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitas yang bersifat pribadi pencipta.

Dengan perkataan lain, ciptaannya harus mempunyai unsur refleksi pribadi pencipta. Tanpa adanya ego(kepribadian) pencipta yang tereflesikan pada ciptaannya tidak akan lahir suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta. Keseluruhan substansi tentang refleksi pribadi pencipta ini, tercermin dari ketentuan Pasal 1(3) UUHC yang menetapkan:

9 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 121.

(9)

18

Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

Untuk mengetahui ciptaan-ciptaan apa saja di bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang dilindungi hak cipta, Pasal 1(3) ini perlu dihubungkan dengan ketentuan Pasal 40 yang menetapkan ciptaan-ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra yang mencakup:

1. ciptaan yang dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

a. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

b. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;

c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;

f. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, kolase;

g. Karya seni terapan; h. Karya arsitektur; i. Peta;

j. Karya seni batik atau seni motif lain; k. Karya fotografi;

l. Potret;

m. Karya sinematografi;

n. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

o. Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekspresi budaya tradisional;

p. Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan Program Komputer maupun media lainnya;

q. Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

r. Permainan video; dan s. Program Komputer.

2. Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2, termasuk perlindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga menjelaskan pengertian dari jenis ciptaan yang dilindungi sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 sebagai berikut:

a. perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini

(10)

19

mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas;

b. alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk 2 (dua) ataupun 3 (tiga) dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain; c. lagu atau musik dengan atau tanpa teks diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang

bersifat utuh;

d. gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan unsur-unsur warna dan bentuk huruf indah. kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misalnya dari kain, kertas, atau kayu) yang ditempelkan pada permukaan sketsa atau media karya;

e. karya seni terapan adalah karya seni rupa yang dibuat dengan menerapkan seni pada suatu produk hingga memiliki kesan estetis dalam memenuhi kebutuhan praktis, antara lain penggunaan gambar, motif, atau ornament pada suatu produk;

f. karya arsitektur antara lain, wujud fisik bangunan, penataan letak bangunan, gambar rancangan bangunan, gambar teknis bangunan, dan model atau maket bangunan; g. peta adalah suatu gambaran dari unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di

atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu, baik melalui media digital maupun non digital;

h. karya seni batik adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan bukan tradisional. Karya tersebut dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam kaitannya dengan gambar, corak, maupun komposisi warna. Karya seni motif lain adalah motif yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni songket, motif tenun ikat, motif tapis, motif ulos, dan seni motif lain yang bersifat kontemporer, inovatif, dan terus dikembangkan;

i. karya fotografi meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera; j. karya sinematografi adalah Ciptaan yang berupa gambar gerak (moving images) antara

lain: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop,layar lebar, televisi atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual;

k. bunga rampai meliputi: ciptaan dalam bentuk buku yang berisi kompilasi karya tulis pilihan, himpunan lagu pilihan, dan komposisi berbagai karya tari pilihanyang direkam dalam kaset, cakram optik atau media lain. Basis data adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh komputer atau kompilasi dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual.Perlindungan terhadap basis data diberikan dengan tidak mengurangi hak para pencipta atas ciptaan yang dimaksudkan dalam basis data tersebut. Adaptasi adalah mengalihwujudkan suatu Ciptaan menjadi bentuk lain. Sebagai contoh dari buku menjadi film. Karya lain dari hasil transformasi adalah merubah format ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.

Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi:10

1. hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;

2. setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan , digambarkan , dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan

3. alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

10 Pasal 41 ayat (2) UUHC.

(11)

20

Hal-hal yang tidak termasuk hak cipta adalah hasil rapat terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol keagamaan.11

Hal-hal yang tidak dapat didaftarkan sebagai ciptaan adalah: 12 a. Ciptaan diluar bidang ilmu pengetahuan, seni, dan satra b. Ciptaan yang tidak orisinil

c. Ciptaan yang bersifat abstrak

d. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum

e. Ciptaan yang tidak sesuai dengan ketentuan pada Undang-Undang Hak Cipta.

3)

Plagiarisme sebagai pelanggaran UU hak cipta

Mencerna kembali arti dari plagiarisme13 dan plagiat memiliki beberapa pendefinisian. Plagiarisme sebenarnya dapat dianalogikan dengan istilah perbanyakan pada Hak Cipta yaitu penambahan jumlah suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial. Hanya saja pada plagiarisme ditambahkan dengan kata tanpa memberikan informasi yang cukup tentang sumber aslinya dan mengakuinya sebagai karyanya sendiri.

Sementara itu Paul Goldstein dalam bukunya Hak Cipta: Dahulu, kini dan Esok14 mengatakan bahwa ”plagiat atau menjiplak sering dianggap orang banyak memiliki kaitan yang erat dengan Hak Cipta”. Menurut Paul Goldstein definisi

11

Pasal 42 UUHC.

12 Harris Munandar dan Sally Sitanggang, Op.Cit., hlm.18.

13 Kamus wikipedia yang merupakan kamus bebas, mendefinisikan bahwa plagiarisme atau

penjiplakan adalah penggunaan gagasan, informasi, atau tuisan orang lain tanpa memberikan informasi yang cukup tentang sumber aslinya. Dikatakan lebih lanjut dalam kamus ini bahwa plagiarisme berbeda dengan pelanggaran hak cipta (pelanggaran terhadap hak pemanfaatan terhadap suatu karya).

(12)

21

plagiat yang diberikan oleh Martial lebih tepat yaitu pengarang yang mengatakan karya orang lain sebagai karangannya.15 Goldstein mengatakan:

. . . Adalah benar bahwa plagiat adalah suatu pelanggaran etika, bukan merupakan pelanggaran hukum dan penegakannya berada ditangan pejabat berwenang dunia akademik, bukan berada dalam lingkup kompetensi pengadilan. Plagiat terjadi bila seseorang mahasiswa yang dikejar masa studinya, atau seorang guru besar yang alpa (Neglectful professor) atau seorang penulis yang kurang cermat, secara tidak jujur mengakui ciptaan karya tulis orang lain sebagai ciptaanya sendiri. Sudah barang tentu, terjadi pelanggaran hak cipta, bila ciptaan yang dijiplak merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta16

Pada umumnya, plagiat dianggap sebagai bukan suatu permasalahan hukum. Namun, dalam prakteknya istilah plagiat sudah digunakan secara meluas yang membentuk konsep peniruan terhadap karya-karya sebelumnya tanpa memberikan perbedaan yang berarti dengan karya penirunya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga membedakan antara plagiat dengan plagiarisme. KBBI menyatakan bahwa plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar Hak Cipta.17 Sementara plagiat adalah pengambilan karangan orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Maka berkiblat pada definisi KBBI, diputuskan dalam penelitian ini bahawa terminologi yang lebih tepat untuk digunakan adalah plagiarisme dan bukan plagiat.

Secara filosofis, UU Hak Cipta menempatkan pencipta dan karya ciptanya dalam kedudukan yang terhormat dan tinggi. Manusia sebagai pencipta tidak diperlakukan seperti mesin produksi yang bekerja secara mekanis dan jauh dari cita manusiawi. Sebaliknya, pencipta diperlakukan secara terhormat sebagai

15Ibid., hlm 43.

16 Sebagaimana dikutip oleh Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung: Alumni, 2009), hlm.

265. Kutipan bersumber dari Paul Goldstein, Copyright’s Highway (Harper Collins, 1994), hlm 12.

17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Gramedia

(13)

22

pribadi-pribadi yang berbudi, bermartabat dan berbudaya. Manusia, merupakan sumber inspirasi, ide, gagasan yang mampu mengekspresikannya ke dalam kreasi ciptaan yang berwujud, bernilai dan bermanfaat. Itu sebabnya, ciptaan kerap dianggap sebagai refleksi pribadi pencipta karena ciptaan benar-benar berasal dari diri pencipta (stem from the author).

Ciptaan dibuat dan dihasilkan dari ide, gagasan, kreativitas, serta keterampilan pencipta. Oleh karena itu, ciptaan yang dilahirkan harus diperlakukan secara layak dan pantas, terhormat dan terjaga integritasnya. Pemahaman seperti itu memang tidak secara eksplisit dinyatakan dalam UU Hak Cipta. Namun demikian, undang-undang pernah mensyaratkan suatu ciptaan harus asli, memiliki bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Syarat keaslian atau orisinalitas ciptaan ini sesunggunhnya memiliki alur logika yang berbanding lurus dengan konsepsi itu. Seiring dengan itu, UU Hak Cipta juga memiliki misi stategis, terutama dalam upaya mengembangkan kultur akademi dan nilai-nilai budaya hukum. Itu semua berlangsung secara implisit melalui norma-norma, kaedah, tuntuan dan larangan, berikut nilai-nilai kepatutan yang dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat.

Plagiarisme merupakan tindakan pelanggaran hukum, yakni melanggar UUHC dan juga berseberangan dengan etika. Hal paling utama yang dilanggar adalah hak moral pencipta yang ciptaannya diplagiat. Ketentuan Pasal 5(1) UUHC menyebutkan bahwa hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum. Tujuannya, selain untuk menjaga identitas pencipta, dalam norma ini melekat pula kewajiban

(14)

23

menjaga integritasnya. Pengutipan dengan parafrase yang ceroboh dan tidak cermat akan dapat mengubah makna gagasan yang disampaikan. Tindakan seperti itu jelas mengganggu integritas pencipta, meski sumber kutipannya disebutkan. Kedua elemen hak moral tersebut, yakni right of paternity (merupakan hak pencipta untuk dicantumkan namanya pada hasil ciptaannya) dan right of integrity18 (merupakan hak pencipta untuk mencegah perubahan yang terjadi dalam hasil ciptaannya) telah dikukuhkan menjadi norma hukum disertai sanksi dalam UUHC. pendeknya, sistem dan norma hukumnya jelas, apalagi dengan stelsel delik biasa yang tidak mensyaratkan adanya aduan dari pihak manapun.

B.

Doktrin

Fair Use

dalam Karya Tulis

1.

Fair Use

a.

Definisi Doktrin

Fair Use

Fair use adalah pembatasan mengenai penggunaan karya cipta tanpa izin pencipta. Fair use juga didefinisikan sebagai prinsip hak cipta berdasarkan kepercayaan bahwa publik berhak menggunakan secara bebas porsi materi karya cipta untuk tujuan komentar dan kritik. Berdasarkan definisi tersebut, fair use

adalah doktrin atau prinsip yang memperbolehkan pihak lain untuk menggunakan kreasi hak cipta tertentu untuk kepentingan atau tujuan yang spesifik. Fair use

dapat digunakan sebagai konteks dengan menggunakan bagian dari buku tanpa mencari otorisasi dari pemegang hak cipta. Jika pemegang hak cipta keberatan atas hal tersebut maka kemudian pemegang atau pemilik hak cipta yang bersangkutan dapat menggugat pemakai karya cipta tanpa izin sebagai

18 Robert merkin, copyright, designs and patents: the new law, first edition, longman group Ltd,

(15)

24

pelanggaran hak cipta dan pengguna dapat menggunakan pembelaan affirmative

sebagai sebuah fair use.19

Doktrin fair use tidak memiliki definisi yang seragam, menurut Prof. Eddy Damian dengan adanya pengaturan hukum penggunaan yang wajar (fair use), hukum hak cipta memperkenankan seseorang (pihak ketiga) menggunakan atau mengeksploitasi suatu ciptaan tanpa perlu izin dari pencipta, asalkan masih dalam batas-batas yang diperkenankan.20Penjelasan Pasal 44 ayat 1 huruf a UUHC mengatur tentang kepentingan yang wajar atas pengecualian hak cipta yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan. Ketentuan tentang kepentingan yang wajar (fair use) merupakan asas

anglo-saxon yang di adopsi kedalam sistem hukum indonesia (sebagai warisan sistem eropa kontinental). Terlepas dari perbedaan sistem hukum, kepentingan yang wajar dalam pengecualian hak cipta masih tetap tidak jelas dalam hal pengaturan parameter pengecualiannya. Menurut Paul Goldstein, fair use secara umum didefinisikan sebagai:

a privilege in others than the owner of a copyright to use the copyrighted material in a a reasonable manner without his consent, nothwithstanding the monopoly granted to the owner by the copyright.”21

Hal tersebut diuraikan lebih jelas oleh Ralph S. Brown dengan mendefinisikan doktrin fair use sebagai:

a legal doctrine the portions of copyrighted materials may be used without permission of the copyright owner provided the use is fair and reasonable,

19

Richard Stim, Oktober 2010, the content for the copyright and Fair use overview, tersedia pada website; stanford universities libraries and academic information sources, justia, NOLO,

librarylaw.com&onecle, chapter 9: Fair use and what is Fair use, measuring Fair use: the fourth

factors dalam

http://fairU.S.e.stanford.edu/copyright_and_fair_use_overview/chapter9/index.html/. Diakses pada tanggal 5 desember 2017

20 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, hlm. 115.

21 Carl-Bernd Kaehlig, Indonesian copyright law: including licensing and registration

(16)

25

does not substantially impair the value of the materials, and does not curtail the profits reasonably expected by the owner”22

Berdasarkan doktrin fair use hukum memungkinkan pengguna untuk menggunakan karya cipta tanpa izin dari pemilik hak cipta dengan penggunaan wajar, yaitu pembelaan terhadap pelanggaran hak cipta. Ini berarti bahwa penggunaan yang tidak sah dari materi berhak cipta dimaafkan jika menggunakan prinsip penggunaan wajar, meskipun hukum tidak memberikan pedoman untuk membuat penilaian ini, penentuan penggunaan wajar tidak selalu mudah karena merupakan wilayah abu-abu hukum. Akibatnya, pengadilan membuat keputusan atas dasar kasus per kasus.

Menurut Thomas Reuters dalam analisisnya terhadap kasus Folsom vs Marsh mendefinisikan doktrin fair use sebagai doktrin yang memungkinkan penggunaan karya berhak cipta tanpa memperoleh izin dari pemegang hak ciptanya dan ini adalah salah satu jenis pembatasan dan pengecualian terhadap hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta termasuk komentar, kritik, parodi, pelaporan berita, penelitian, pengajaran, pengarsipan perpustakaan dan untuk kepentingan beasiswa dapat dikategorikan sebagai pembatasan hak cipta asalkan memenuhi empat faktor yang harus dipenuhi agar dapat dikategorikan sebagai penggunaan karya secara wajar atau termasuk kedalam doktrin fair use.

Thomas juga mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, doktrin fair use ini dikembangkan oleh lembaga peradilan dan sekarang ditetapkan kedalam statuta

22 Ralph. S. Brown, copyright: unfair competition and related topics bearing onthe protecion of

(17)

26

yang menyeimbangkan hak dari pencipta dan kepentingan publik. Doktrin fair use

di Amerika Serikat dapat dilihat sebagai berikut:23

“untuk tujuan seperti kritik, komentar, laporan berita, pengajaran (termasuk beberapa salinan untuk penggunaan dalam kelas), keilmuan, atau penelitian, bukanlah suatu pelanggaran dari hak cipta

1. Tujuan dalam karakter dari suatu penggunaan, termasuk apakah penggunaan tersebut bersifat komersial atau tujuan pendidikan yang nirlaba

2. Sifat dari suatu ciptaan

3. Jumlah dan kekukuhan dari bagian yang digunakan dalam kaitannya dengan ciptaan secara keseluruhan

4. Efek dari penggunaan terhadap pasar potensial bagi suatu ciptaan atau nilai dari satu ciptaan”

Berdasarkan definisi fair use tersebut fair use juga dapat digunakan untuk kepentingan kritik, komentar, laporan berita, pengajaran, dan penelitian. Penentuannya akan mempertimbangkan maksud dan karakter pengguna, meliputi apakah digunakan untuk kepentingan komersial atau untuk kepentingan pendidikan yang bersifat nonprofit. Sifat dari karya ini sendiri; porsi substansi yang digunakan dalam hubungan dengan karya cipta secara keseluruhan, dampak dari pengguna diatas nilai pasar secara potensial atau nilai karya cipta.

b.

Keberlakuan Doktrin

Fair Use

Terhadap Ciptaan

Melihat pada pengertian doktrin fair use, yaitu doktrin yang memperbolehkan penggunaan suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta maka terlihat bahwa doktrin fair use

berlaku hanya ketika suatu ciptaan yang digunakan secara wajar tersebut

23

Diterjemahkan secara bebas oleh peneliti dengan teks asli “for purposes such as criticism, comment, news reporting, teaching (including multiple copies for classroom use), scholarship, or research, is not infringement of copyright. In determining whether the use made of a work in any particular case is a Fair use the factors to be considered shall include: 1) the purpose and character of the use, including whether such use is a commercial nature or is for nonprofit educational purposes; 2) the nature of the copyrighted work; 3) the amount and substantial of the portion used in relation to the copyrighted work as a whole; and 4) the effect of the use upon the potential market value or value of the copyrighted work.” (USA, Copyright Act of 1976, Section

(18)

27

dilindungi oleh hak cipta. Artinya, doktrin fair use di amerika serikat tidak berlaku bagi ciptaan atau karya yang tidak mendapat perlindungan hak cipta berdasarkan Copyright act 1976.

Menurut Martine Courant Rife, menyatakan bahwa doktrin fair use menjadi irrelevant ketika hak cipta tidak melindungi suatu ciptaan. Selanjutnya, menurut Martine Courant Rife, ada beberapa hal yang dapat membuat doktrin fair use

menjadi tidak berlaku pada suatu ciptaan, yaitu:

1. Ciptaan tersebut sudah berada dalam domain publik, artinya masa perlindungan hak cipta sudah habis.

2. Ciptaan yang diciptakan oleh pemerintah amerika serikat, seperti antara lain, putusan pengadilan, statuta, dan peraturan-peraturan lainnya. 3. Ciptaan yang tidak orisinal

4. Penggunaan ciptaan yang de minimalis, artinya penggunaan ciptaan tersebut tidak cukup melibatkan kuantitas dari ciptaan yang disalin untuk membuat adanya kesamaan subtansial.

5. Penggunaan ciptaan dengan seizin dari penciptanya.24

Selain lima ciptaan di atas, terdapat juga ciptaan yang tidak mendapat perlindungan hak cipta, yaitu ciptaan yang melanggar hukum. Terhadap ciptaan-ciptaan yang mengandung muatan melanggar hukum ini, Paul Goldstein menyatakan bahwa pertimbangan untuk menentukan suatu muatan yang melanggar hukum ini, pada intinya, terdapat pada hukum negara bagian dan nilai-nilai yang dianut masyarakat setempat.25

Sama seperti di Amerika Serikat, doktrin fair use di Indonesia juga hanya berlaku pada ciptaan-ciptaan yang memiliki perlindungan hak cipta karena doktrin

fair use adalah doktrin yang memperbolehkan penggunaan suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Artinya,

24

Martis Courant Rife, “The Fair use doctrine: history, application, and implications for (new media) writing teachers,“ Depatment of Communication, Lansing Community College, USA: 2007, http://www.msu.edu/-mcgrat71/writing/fair_use_rife.pdf, hlm. 161.

(19)

28

pemberlakuan doktrin fair use haruslah terdapat ciptaan yang memiliki perlindungan hak cipta saja.

Dengan demikian, ada beberapa ciptaan dalam hukum hak cipta Indonesia yang tidak dapat memberlakukan doktrin fair use, yaitu:

1. Ciptaan berdasarkan Pasal 41 UUHC, yaitu: hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata; setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan alat benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

2. Ciptaan yang telah habis masa perlindungannya. Ketika suatu ciptaan telah habis masa perlindungan hak ciptanya maka segala hak ekonomi yang dimiliki oleh pencipta, ahli waris pencipta dan pemegang hak cipta tidak memiliki perlindungan lagi, hak moral berkenaan dengan larangan untuk mengubah suatu ciptaan juga tidak berlaku.26 Hanya hak moral pencipta untuk tetap dicantumkan atau tidak dicantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya; mempertahankan haknya dalam terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya, tidak mengenal batas waktu berdasarkan Pasal 57 ayat (1) UUHC

26 Zen Umar Purba, Hak kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, Edisi pertama, Cetakan ke-1, (alumni,

(20)

29

3. Ciptaan yang tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 1 angka 3 UUHC. Ciptaan yang mendapat perlindungan hak cipta adalah ciptaan yang memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1 angka 2 dan Pasal 1 angka 3 UUHC. Apabila suatu ciptaan tidak memenuhi unsur tersebut maka ciptaan tersebut tidaklah mendapat perlindungan hak cipta.

Apabila dibandingkan dengan pengaturan yang ada dalam hukum hak cipta Amerika Serikat, UUHC tidak mengatur mengenai tidak adanya perlindungan hak cipta terhadap ciptaan yang mengandung muatan yang melanggar hukum. Amerika Serikat memiliki pengaturan terhadap ciptaan yang mengandung muatan melanggar hukum melalui praktik pengadilan dan berdasarkan praktik pengadilan itu dapat terlihat bahwa ciptaan yang mengandung muatan melanggar hukum. Terhadap semua ciptaan tersebut, tidak terdapat perlindungan hak cipta. Sama dengan US Copyright Act 1976, UUHC tidak mengatur mengenai bentuk ciptaan ini.

c.

Pengaturan Doktrin Fair Use Pada Perjanjian Internasional

Ketentuan terhadap pembatasan dan/atau pengecualian di dalam TRIP‟s, terdapat pada pasal 13 yang berbunyi: “di dalam hal-hal tertentu, Anggota dapat menentukan pembatasan atau pengecualian terhadap hak eksklusif yang diberikan sepanjang tidak bertentangan dengan tata cara eksploitasi dari karya yang bersangkutan secara normal dan tidak mengurangi kepentingan sah dari pemegang hak secara tidak wajar.” Kata hak eksklusif dalam pasal 13 ini menimbulkan penafsiran bahwa ketentuan ini berlaku terhadap semua hak eksklusif dari

(21)

30

pemegang hak cipta dan merupakan syarat untuk penentuan pengecualian dan pembatasan hak cipta yang baru.

Perjanjian TRIP’s mengadopsi doktrin Three-Step-Test atau tiga langkah pengujian sebagai acuan aturan untuk melindungi karya cipta dari pencipta. Doktrin Three-Step-Test ini memiliki keterkaitan dengan pembatasan dan pengecualian atas reproduksi dari hak cipta. Akan tetapi, doktrin Three-Step-Test

pada perjanjian ini diperluas,27 dimana pada awal mulanya hanya terkait dengan hak reproduksi, dalam perjanjian ini diperluas menjadi hak eksklusif pencipta.

Terkait dengan pembatasan dan pengecualian hak cipta disebutkan dalam Pasal 13 Trips Agreement sebagai berikut:

Members shall confine limitations or exceptions to exclusive rights to certain special cases which do not conflict with a normal exploitation of the work and do not unreasonably prejudice the legitimate interests of the right holder.

Maksud dari pasal tersebut bahwa setiap negara anggota dalam perjanjian ini memberikan pembatasan atau pengecualian terhadap hak eksklusif yang dimiliki pencipta atas suatu karyanya terhadap kasus-kasus tertentu yang tidak bertentangan dengan eksploitasi dan dengan secara tidak wajar tidak merugikan kepentingan pencipta.

Secara lebih jelas lagi, tiga langkah pengujian yang terkait dengan pembatasan dan pengecualian hak cipta28 adalah sebagai berikut:

1) Suatu karya sastra dan seni dapat diperbolehkan untuk direproduksi di suatu kondisi atau kasus-kasus tertentu.

Maksud dari kondisi atau kasus-kasus tertentu adalah dalam hal melakukan reproduksi karya cipta tersebut dilakukan sebatas untuk

27 Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 30 TRIPs Agreement. 28TRIPs, Art. 13.

(22)

31

kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, penelitian, dan pengembangan serta kegiatan lain yang bersifat nonkomersial.

2) Selama reproduksi tersebut tidak bertentangan dengan eksploitasi atau penggunaan yang wajar atas suatu karya.

Terkait dengan seberapa banyak suatu karya dapat direproduksi tidak diatur dengan jelas dalam perjanjian ini, akantetapi, ada hak moral dari pencipta yang harus dihormati dan dijaga. Penggunaan ciptaan pihak lain yang sudah melebihi setengah dari bagian substansial dari karya tersebut, dianggap sebagai pelanggaran hak cipta dan hal itu dikatakan sebagai tindakan eksploitasi atas suatu karya cipta.

3) Selama tidak secara tidak wajar merugikan kepentingan pengarang/pencipta.

Tidak diatur secara lebih rinci lagi terkait batasan penggunaan ciptaan pihak lain untuk direproduksi, namun para negara anggota telah bersepakat bahwa diperbolehkan untuk dilakukan reproduksi atas suatu karya dengan tidak melanggar kepentingan yang wajar dari pencipta. Kepentingan yang wajar dalam hal ini dikaitkan dengan hak ekonomi, artinya, jika dalam mereproduksi suatu karya itu ada unsur materi di dalamnya, maka pihak yang mereproduksi wajib meminta izin terlebih dulu kepada penciptanya sebagai pemegang hak eksklusif atas suatu karya cipta.

d.

Perbandingan Pengaturan Doktrin

Fair Use

Pengaturan doktrin fair use dalam Pasal 44 UUHC mengutamakan pencantuman sumber dalam setiap penggunaan. Hal ini berhubungan dengan hak

(23)

32

moral dari pencipta, yaitu hak agar namanya dicantumkan dalam setiap pengambilan ciptaan. Hal ini sejalan dengan fokus utama perlindungan hak cipta di Indonesia, yaitu perlindungan kepada pencipta. Sedangkan di Amerika Serikat, pencantuman sumber tidak menjadi syarat utama karena fokus perlindungan hak cipta Amerika Serikat adalah kepada pemegang hak cipta.

Apabila dibandingkan, pengaturan doktrin fair use dalam Pasal 44 UUHC tidak memiliki faktor-faktor yang secara tegas diberikan oleh pembuat undang-undang untuk menentukan apakah terdapat suatu penggunaan yang wajar atau tidak. Pembuat UUHC mengatur bentuk-bentuk tindakan penggunaan yang dapat dianggap sebagai penggunaan yang wajar, seperti pengutipan, pengambilan bagian ciptaan, pengubahan bentuk, perbanyakan ciptaan, dan pembuatan salinan untuk program komputer. Pengaturan bentuk-bentuk penggunan tersebut disertai dengan tujuan atau kepentingan masing-masing.

Sehubungan dengan perbedaan pengaturan tersebut, akan leih mudah bagi hakim untuk menentukan suatu penggunaan yang wajar apabila diberikan faktor-faktor pertimbangan seperti Copyright Act. Dengan memberikan faktor-faktor-faktor-faktor pertimbangan, hakim dapat mengelaborasikan faktor-faktor tersebut dengan fakta yang terjadi untuk menentukan suatu penggunaan yang wajar (fair use). Namun, konsekuensi dari pemberian faktor-faktor pertimbangan adalah tidak akan atau mungkin jarang sekali terjadi persamaan pandangan terhadap adanya suatu penggunaan yang wajar karena semua bergantung pada penafsiran hakim. Dengan demikian, pendekatan kasus sangat diperlukan dalam menentukan suatu penggunaan yang wajar.

(24)

33

2.

Karya Tulis

a.

Lingkup Pengaturan

Konvensi Bern29 dan undang-undang hak cipta berbagai negara30 menempatkan karya tulis sebagai salah satu jenis ciptaan yang dilindungi.

Perlindungan hukum diberikan untuk selama waktu tertentu memiliki hak eksklusif berdasarkan kaedah-kaedah, norma dan bahkan etika yang berlaku. Obyek perlindungan hak cipta meliputi karya ilmu pengetahuan, termasuk karya tulis dan karya seni. Sebagai karya cipta, karya tulis merupakan media tempat pengekspresian ide atau gagasan-gagasan pencipta guna membangun dialektika dengan pembaca.31 Karena dianggap pula sebagai media untuk sarana komunikasi, karya tulis memiliki format tertentu yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh penulisnya. Sama seperti media komunikasi lain, karya tulis juga mengenal bentuk, format dan sistematika, termasuk kaedah-kaedah penulisan serta rambu-rambu teknis dan etika yang harus diindahkan.

Adapun pengertian karya tulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)32 adalah Secara bahasa karya tulis disusun dari dua kata yang berbeda yaitu karya dan tulis. Kata karya dalam KBBI memiliki arti pekerjaan, buatan, ciptaan dan hasil perbuatan (terutama untuk hasil karangan). Sedangkan tulis berarti sebuah huruf atau angka yang dibuat dengan pena atau alat tulis lainnya. Dari pengertian masing-masing kata, maka dapat diartikan bahwa karya tulis adalah sebuah karangan yang kita tuliskan dalam suatu bidang. Atau sebuah

29Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works 1886, yang telah beberapa

kali direvisi, terakhir tahun 1971 di Paris. Andrew Christie and Stephen Gare, 2001, Black Stone’s

Statutes on Intellectual Property, Blackstone Press, London, Hlm. 416.

30

Negara-negara Anggota WIPO/UN menggunakan Konvensi Bern sebagai acuan dasar kepatuhan dalam pengaturan Hak Cipta pada Undang-undang nasional masing-masing.

31 Henry Soelistyo, Op. Cit., Hlm, 27.

(25)

34

karangan hasil dari sebuah pemikiran, pengamatan dalam bidang tertentu yang ditulis secara terarah.

Dalam UUHC (penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf a) terdapat rumusan pengertian karya tulis sebagai berikut “Yang dimaksud dengan "perwajahan karya tulis" adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan "typholographical arrangement", yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, komposisi warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas”. Sedangkan dalam Konvensi Bern menyebutkan salah satu ciptaan yang dilindungi adalah buku, pamflet, dan tulisan lainnya. Namun tidak ada uraian tegas dalam Konvensi Bern mengenai ciptaan yang dilindungi ini.

berdasarkan beberapa pengertian karya tulis diatas, dapat disimpulkan bahwa karya tulis memiliki banyak ragam pengertian. Dengan demikian dalam Skripsi ini yang dimaksud dengan karya tulis adalah mengacu pada pengertian dalam UUHC.

b.

Jenis Karya Tulis

Karya tulis mempunyai banyak ragam tergantung dari tujuan, manfaat, sumber penulisan, dan aspek-aspek lainnya. Berdasarkan sumbernya, secara umum karya tulis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:33

1. Karya Fiksi (tidak ilmiah)

Karya fiksi merupakan karya tulis yang sumbernya semata-mata imajinasi, fantasi atau rekaan dari si penulis. Tujuan seseorang menulis fiksi biasanya untuk menghibur atau untuk mengungkapkan isi hati penulis. Karya tulis fiksi

33 http://www.kampus-info.com/2012/08/pengertian-karya-tulis-dan-karya-ilmiah.html, diakses

(26)

35

merefleksikan situasi masyarakat tertentu. Contoh dari karya tulis jenis ini adalah dongeng, novel, cerpen, drama, dan roman.34

2. Karya Non-fiksi (ilmiah)

Karya ilmiah (scientific paper) adalah tulisan atau laporan tertulis yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian suatu masalah oleh seseorang atau sebuah kelompok dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Data, simpulan, dan informasi lain yang terkandung dalam karya ilmiah tersebut dijadikan acuan (referensi) bagi ilmuwan lain dalam melaksanakan penelitian atau pengkajian selanjutnya. Karya ilmiah berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi berupa penjelasan (explanation), prediksi (prediction), dan pengawasan (control). Contoh dari karya tulis jenis ini adalah makalah, skripsi, tesis, surat pembaca, proposal penelitian, dan resensi.35

Karakteristik karya ilmiah yang membedakannya dengan karya non-ilmiah antara lain:36

a. Mengacu pada teori sebagai landasan berpikir (kerangka pemikiran) dalam pembahasan masalah;

b. Lugas, tidak emosional, bermakna tunggal, tidak menimbulkan interpretasi lain;

c. Logis, disusun berdasarkan urutan yang konsisten; d. Efektif, ringkas, dan padat;

e. Efisien, hanya mempergunakan kata atau kalimat yang penting dan mudah dipahami;

f. Objektif berdasarkan fakta, setiap informasi dalam kerangka ilmiah selalu apa adanya;

g. Sistematis, baik penulisan dan pembahasan sesuai dengan prosedur dan sistem yang berlaku.

34

https://karyapemuda.com/karya-tulis/#1_Karya_Tulis_Ilmiah, diakses tanggal 20 Januari 2018.

35Ibid.

36 http://www.komunikasipraktis.com/2014/09/karya-tulis-ilmiah-pengertian.html, diakses 20

(27)

36

Karya ilmiah ditulis dengan mendasarkan pada aturan dan teknik-teknik tertentu.37 Materinya, dapat berupa karya ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. Karya ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan konsisten dengan memperhitungkan sebab dan akibat.38 Dalam kerangka pengaturan hak cipta, karya semacam ini lazim disebut literary works, yaitu ciptaan selain karya drama atau musik yang diwujudkan secara tertulis, atau diucapkan atau didendangkan yang meliputi pula tabel dan kompilasi data, (di luar

data base), program komputer berikut persiapan desain materi untuk program komputer.

Sedangkan teknologi adalah gagasan pemecahan masalah yang bersifat konkrit. Dengan dua kemungkinan lingkup materi itu, penulisan karya tulis lazimnya diawali dengan suatu gagasan atau ide yang jelas. Lazimnya, ide itu telah diendapkan dan dimatangkan ke dalam topik yang eksak dan jelas serta mencerminkan esensi gagasannya. Dari segi proses, penulisan karya ilmiah memerlukan langkah-langkah persiapan seperti penelusuran (searching) guna pengumpulan bahan dan melengkapi referensi. Lebih banyak karya tulis yang dibaca lebih lengkap referensi yang dapat dikumpulkan. Ini berarti, lebih luas wawasan yang ditulis, serta lebih komprehensif pemikiran ataupun pandangan-pandangan yang disampaikan. Kesemuanya itu menggambarkan suatu proses bahwa tulisan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa berkembang di atas hamparan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada sebelumnya.

37

Sri Hartinah, Penulisan Karya Ilmiah Bagi Pustakawan, Makalah disampaikan pada Diklat Alih Ajar se Provinsi Jawa Tengah, hlm. 2,

38 Kamus bahasa indonesia online, http://www.kamusbahasaindonesia.org, diakses tanggal 2

(28)

37

Dengan basis state of the art atau prior art39 seperti itu karya-karya ilmu pengetahuan dan teknologi terus tumbuh dan berkembang mengisi kebutuhan untuk peningkatan kemaslahatan hidup masyarakat.

Dalam dunia akademik, karya tulis merupakan media penyampaian konsep yang berisi ide dan gagasan.40 Gagasan seperti itu dikomunikasikan dalam bentuk tulisan untuk dipahami, diuji, ditanggapi atau dimengerti layaknya sebagai informasi bagi masyarakat yang berkepentingan. Oleh karena itu, tulisan harus dirancang dan diarahkan sesuai dengan minat pembaca yang menjadi sasarannya. Dalam konteks yang lebih personal, tulisan adalah sarana dialog antara penulis dengan pembaca. Itu yang harus disadari dan mengharuskan perlunya segmen pembaca ditentukan sesuai dengan topik karya tulisnya.

Sejauh ini telah banyak referensi teknis yang mengajarkan bagaimana menulis karya ilmiah yang baik dan efektif untuk menyampaikan gagasan, ide atau konsep penulis. Aturan dan pedoman juga telah secara lengkap tersedia untuk menuntun dan mengarahkan proses penulisan. Demikian pula rambu-rambu teknis yang telah lama digunakan untuk mendampingi aktivitas kreatif masyarakat melalui ketentuan-ketentuan yang bersifat melarang maupun membolehkan sesuatu tindakan dilakukan. Esensinya, ketentuan yang menuntun dan mengarahkan perilaku masyarakat. Demikian pula norma-norma hukum yang memagari dan menetapkan sanksi-sanksi bila rambu-rambu dan pagar-pagar itu dilanggar. Selebihnya, dalam derajat yang lebih longgar, etika dan tatanan moral memayungi aktivitas masyarakat agar terbebas dari cela dan kecaman.

39 State of the art atau prior art adalah status teknologi yang telah diungkapkan sebelumnya.

Pengungkapan atau disclosure seperti itu mencakup semua literatur paten dan dokumen lain yang bukan merupakan literatur paten. Baca ketentuan pasal 3 UU Paten No. 14 Tahun 2001, berikut penjelasannya.

(29)

38

Dalam kegiatan tulis menulis, seorang dosen atau mahasiswa memiliki semuanya. Memiliki pedoman teknis penulisan karya imiah yang lengkap dan memadai. Mereka juga memiliki aturan hukum, yang harus dipahami secara seksama dan dipedomani agar tidak terseret pada tindakan pelanggaran hak cipta. Terakhir, nilai-nilai etika yang sarat dengan arahan kepada terwujudnya perilaku yang baik dalam menulis dan menghindari yang buruk dalam mengeksplorasi gagasan. kesemuanya menuju pada sasaran tunggal, yaitu mewujukan karya tulis ilmiah yang terbebas dari pelanggaran hak cipta maupun pelanggaran niali-nilai etika. Singkatnya, terbebas dari tindak plagiarisme, baik plagiat ide maupun plagiat tulisan. Apapun dua filter hukum dan etika itu telah dapat menjaga legalitas dan kepatutan tulisan, maka yang berikutnya perlu memperoleh perhatian adalah aturan mengenai tulisan. Sudah tentu ini lebih merupakan masalah teknis yang berpangkal pada soal keterampilan atau writing skill. Hal yang terakhir ini diantaranya mencakup bagaimana cara mengutip tulisan orang lain dengan benar. Bagaimana bila kutipan itu menyangkut frasa yang panjang, bagaimana membuat kutipan pendek, bagaimana pula cara melakukan parafrase atau membuat ekstrak gagasan.

Harus diakui, kesemuanya menjadi penting dan relevan untuk dipahami, penting untuk dipedomani para dosen dan mahasiswa termasuk para peneliti dan tenaga kependidikan dalam rangka penulisan karya ilmiah, baik selaku pembimbing, promotor, penguji maupun penyusun langsung karya tulis, disertasi atau tesis, atau penulisan makalah, ataupun laporan hasil penelitian. Karya tulis yang menjadi basis pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik untuk masa kini maupun pada masa yang akan datang. Yang pasti, segala format tulisan

(30)

39

karya ilmiah itu, termasuk karya tulis lainnya, merupakan karya intelektual yang dilindungi hak cipta.

Ketika suatu karya tulis telah menjadi ciptaan dengan label hak cipta, maka secara yuridis tidak hanya berhak mendapatkan perlindungan hak cipta, tetapi juga mendapatkan pengakuan, penghormatan dan penghargaan masyarakat secara sepantasnya. Perlakuan seperti itu ditumbuhkan dari basis konsep hak moral yang dimiliki pencipta. Atas dasar alasan itu pula, maka plagiarisme secara langsung membentur norma moral dan etika. Prinsipnya, merupakan tindakan yang tidak patut dan selayaknya dikecam bila seseorang melakukan plagiarisme.

C.

Batasan Penerapan Prinsip

Fair use

Dalam Karya Tulis

1)

Penggunaan Yang Wajar Dalam Karya Tulis Menurut UUHC

Mengenai Doktrin Fair use pada penggunaan karya tulis dalam Pasal yang berkaitan dengan penggunaan karya cipta untuk tujuan pendidikan dan pengelolaan karya tulis oleh perpustakaan. Pada UUHC diatur pada Pasal 44 mengenai penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta. Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa syarat mencantumkan sumber adalah sebuah syarat mutlak untuk dapat terbebas dari pelanggaran hak cipta.

Pasal 47 UUHC menyebutkan bahwa setiap perpustakaan atau lembaga arsip yang tidak bertujuan komersial dapat membuat 1 (satu) salinan ciptaan atau

(31)

40

bagian ciptaan tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dengan cara penggandaan tulisan secara reprografi yang telah dilakukan pengumuman, diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang dengan syarat perpustakaan atau lembaga arsip menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian, penggandaan tersebut dilakukan secara terpisah dan jika dilakukan secara berulang, penggandaan tersebut harus merupakan kejadian yang tidak saling berhubungan; dan tidak ada lisensi yang ditawarkan oleh lembaga manajemen kolektif kepada perpustakaan atau lembaga arsip sehubungan dengan bagian yang digandakan. Selain itu pembuatan salinan dilakukan untuk pemeliharaan, penggantian salinan yang rusak, atau penggantian salinan dalam hal salinan hilang, rusak, atau musnah dari koleksi permanen di perpustakan atau lembaga arsip lain dengan syarat.

Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya, Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Oleh karena itu perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan melekat hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru perpustakan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta. Untuk itu dalam memberikan layanan pada berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta dan

(32)

41

idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi hak cipta.

Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap, artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Sedangkan yang dimaksud dengan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta adalah suatu kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.41

Aturan mengenai pembatasan hak cipta diatur di dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 51 Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku sampai saat ini. Secara lebih khusus aturan pembatasan hak cipta yang berkaitan dengan bidang karya tulis ilmiah terdapat di dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a UUHC, yaitu, penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta.

Walaupun hak cipta itu merupakan hak istimewa yang hanya dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta, penggunaan atau pemanfaatannya hendaknya berfungsi sosial, karena ada pembatasan-pembatasan tertentu yang telah diatur di dalam Undang-Undang Hak Cipta. Dengan kata lain, hasil karya cipta atau

(33)

42

ciptaan bukan saja hanya dinikmati oleh penciptanya saja, tetapi juga dapat dinikmati, dimanfaatkan, dan digunakan oleh masyarakat luas, sehingga ciptaan itu mempunyai nilai guna, di samping nilai moral dan ekonomis.42

Pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan dimaksud sudah tentu bertujuan agar dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai dengan tujuannya. Sebenarnya, yang dikehendaki dalam pembatasan terhadap hak cipta ini agar setiap orang atau badan hukum tidak menggunakan haknya secara sewenang-wenang. Setiap penggunaan hak cipta harus diperhatikan terlebih dahulu apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum.Ini menimbulkan kesan sesungguhnya hak individu itu dihormati. Namun, dengan adanya pembatasan, sesungguhnya pula dalam penggunaannya tetap didasarkan atas kepentingan umum. Oleh karena itu, Indonesia tidak menganut paham individualistis dalam arti sebenarnya. Hak individu dihormati sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Untuk itulah, Undang-Undang Hak Cipta inipun bertolak dari perpaduan antara sistem individu dengan sistem kolektif.43

Dari ketentuan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang boleh saja mengutip karya orang lain untuk kepentingan yang bersifat nonkomersial dengan syarat harus menyebutkan atau mencantumkan sumbernya. Jika sudah ada nilai ekonomi di dalamnya, maka pengutip berkewajiban untuk meminta izin kepada penciptanya, dan dalam hal pencipta sudah meninggal dunia maka pengutip dapat meminta izin kepada pemegang hak cipta dengan memberikan

42 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 87. 43Ibid.

(34)

43

sejumlah royalti yang besarnya ditentukan oleh kedua belah pihak untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum atau plagiarisme.

2)

Penggunaan yang wajar dalam karya tulis menurut

Copyright

Act

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa belum ada kasus mengenai penggunaan yang wajar (fair use) mengenai karya tulis di Indonesia. Ketiadaan kasus tersebut yang membuat peneliti harus menafsirkan penggunaan yang wajar dalam karya tulis dengan menggunakan putusan yang ada di Amerika Serikat melalui perkara Wright v. Warner Books, Inc.

Posisi kasus:

Hal ini berasal dari perselisihan mengenai publikasi sebuah biografi almarhum penulis Afika-Amerika Richard Wright, yang dikenal dengan karyanya

Native Son dan Black Boy. Penggugat memegang hak cipta dalam karya yang dipublikasi dan tidak dipublikasikan oleh suaminya yang meninggal tahun 1960. Biografi tersebut, yang berjudul Richard Wright Daemonic Genius, ditulis oleh seorang kenalan Wright, tergugat Dr. Margaret Walker, dan diterbitkan oleh tergugat Warner Books, Inc tahun 1988.

Perselisihan ini telah berlangsung tiga putaran, masing-masing telah mempersempit ketidaksetujuan pihak-pihak yang ada. Pertama-tama Dr. Walker melengkapi draf biografinya tentang Richard Wright pada awal hingga pertengahan 1980an. Penerbitnya pada saat itu, Howard University Press, meminta ijin penggugat pada tahun 1984 untuk menggunakan sejumlah besar karya Wright yang tidak dipublikasi dan telah dipublikasi pada biografinya. Penggugat menolaknya. Apakah karena ketidakmampuannya untuk mendapatkan

(35)

44

persetujuan penggugat atau faktor lain yang tidak terkait dengan perselisihan ini, Howard University Press memutuskan untuk tidak menerbitkan buku Dr. Walker pada tahun 1986. Penerbit kedua, Dodd, Mead, setuju untuk menerbitkan buku tersebut. Namun penerbit ini kemudian menarik komitmennya untuk menerbitkan biografi tersebut, untuk berbagai alasan yang tidak relevan dengan perselisihan ini. Versi biografi tersebut tidak pernah diterbitkan.

Karena tidak bisa mendapatkan persetujuan penggugat, Dr. Walker menulis ulang gagasan naskah awal dengan menggunakan lebih sedikit karya Wright yang sudah dipublikasi dan tidak dipublikasikan. Versi yang dihilangkan bagian-bagiannya diterbitkan oleh Warner Books pada November 1988. Penggugat meresponnya dengan melakukan tuntutan pada bulan Mei 1989. Keluhannya adalah menentang penggunaan sejumlah besar karya Wright dalam biografi tersebut: surat-surat ke Dr. Walker yang ditulis pada 1930, surat-surat ke penerjemah Wright yaitu Margrit de Sabloniere, jurnal, dan essai “i Choose Exile”, dan karyanya yang dipublikasikan termasuk Black Boy, Native Son, dan

Pagan Spain. Penggugat menyebutkan bahwa dia dirugikan atas pelanggaran hak

cipta, false designation of origin, pelanggaran persetujuan tentang akses naskah asli antara Yale University dan Dr. Walker yang mana perjanjian tersebut menurut penggugat merupakan warisan dari pihak ketiga dan fitnah/pencemaran nama. Dia juga meminta penetapan permanen yang melarang penerbitan dan distribusi biografi tersebut.

Setelah alat bukti tertulis dilengkapi, penggugat menyiapkan summary judgment mengenai tuntutan hak cipta. Kemudian penggugat membuat summary judgment pada semua hal dalam keluhan. Karena tidak menemukan perselisihan

(36)

45

faktual material, pengadilan distrik menggunakan empat faktor fair use yang disebutkan dalam 17 U.S.C. § 107 dan semuanya memenangkan tergugat dan memberikan summary judgment kepada mereka. Pengadilan menolak permintaan penggugat atas penetapan permanen dan tuntutannya bahwa penggunaan jurnal Wright pada biografi merupakan pelanggaran perjanjian penelitian antara Dr. Walker dan Perpustakaan Beinecke Universitas Yale. Penggugat secara sukarela menarik tuntutannya atas false designation of origin. Pengadilan menolak tanpa prasangka tuntutan pencemaran nama karena tidak mencukupinya yurisdiksi.

Dalam banding, perselisihan ini telah berada pada putaran akhir. Penggugat telah meninggalkan semua tuntutan awalnya. Dia tidak lagi menantang penggunaan karya Wright yang dipublikasikan dalam biografi. Dia juga tidak menantang penggunaan surat yang ditulis Margrit de Sabloniere atau esai “i Choose Exile”.

Dia juga tidak menantang keputusan pengadilan distrik untuk menghilangkan tuntutan pencemaran nama baik. Dua dari tuntutan awal penggugat masih sama: (1) penggunaan surat Wright/Walker dalam biografi dan pelanggaran jurnal yang tidak dipublikasikan, serta (2) penggunaan jurnal dalam biografi ini melanggar perjanjian penelitian Dr. Walker dengan Yale University. Berdasarkan kasus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Ringkasan kasus

Kasus mengenai dugaan pelanggaran hukum fair use di Amerika Serikat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Perkara ini berasal dari perselisihan mengenai publikasi sebuah biografi almarhum penulis Afika-Amerika Richard Wright yang meninggal pada

Referensi

Dokumen terkait

Semakin besar jumlah anak yang dimiliki maka akan semakin besar pula jumlah tanggungan keluarga yang harus dipenuhi oleh kepala keluarga petani sawah tadah hujan

Hasil dari perhitungan tersebut diatas, menunjukkan bahwa interpretasi dari korelasi mencapai (0,74%), berarti memasuki keadaan kategori baik maka membuktikan

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini digunakan untuk mengamati hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis peserta

Bunyi hukum kekekalan momentum sudut : jika tidak ada resultan momen gaya luar yang bekerja pada sistem (  = 0), maka momentum sudut sistem adalah kekal. Saat kedua

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan skripsi yang berjudul “Analisis

Secara khusus, dimana Saksi Yehuwa mempunyai pandangan teologis terhadap ke-Tuhanan Yesus yang menyatakan bahwa Yesus bukanlah Allah melainkan lebih rendah dari

Layanan yang diberikan di BAAK dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar layanan, yaitu pertama, layanan yang diberikan kepada calon mahasiswa/mahasiswa mulai dari perekrutan

Untuk menjawab sub masalah nomor empat yaitu bagaimana keterampilan siswa dalam melakukan eksperimen dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di kelas V Sekolah