• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belajar dari Kebersahajaan Masyarakat Adat Asmat: Hutan Adalah Ibu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Belajar dari Kebersahajaan Masyarakat Adat Asmat: Hutan Adalah Ibu"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

oleh penguasaan terhadap hasil hutan kayu dan non kayu sebagai pemenuhan kebutuhan pokok pangan, budaya, kesehatan, dan transportasi secara tradisional.

Jika kita bertanya kepada orang secara acak untuk menyebutkan nama salah satu suku yang ada di Papua, jawaban mayoritas adalah Asmat. Begitu adanya, Asmat sangat terkenal seantareo Indonesia bahkan dunia, karena kekayaan budayanya khususnya seni ukir dan patung. Jauh berkaitan dengan seni, ternyata Asmat mempunyai sesuatu yang luar biasa lainnya yang tidak diketahui banyak orang. Asmat mempunyai berbagai upaya pelestarian lingkungan adat yang hebat. Salah satunya sebuah kearifan lokal warisan dari leluhur yang mewajibkan masyarakat di Asmat untuk menjaga keberadaan hutan keramat (sakral) kampung. Sejatinya, masyarakat adat Asmat adalah peramu, kehidupan masyarakat sangat ditentukan

Belajar dari Kebersahajaan Masyarakat Adat Asmat:

‘Hutan Adalah Ibu’

Hutan Keramat sebagai Simbol Adat

Semua kampung di Asmat mempunyai hutan keramat bahkan ada yang mempunyai lebih dari satu hutan keramat. Mengapa keramat? keramat karena dari dulu sampai sekarang beberadaan hutan itu baik tempat dan luasannya tidak pernah berubah. Jangankan menebang pohon atau membuka lahan hutan, di dalam hutan tersebut tidak boleh ada aktivitas manusia dalam bentuk apapun. Itu aturan yang telah diwariskan oleh nenek moyang leluhur masyarakat adat Asmat secara turun temurun. Bagi siapa saja yang melanggar mereka akan mendapat musibah bahkan kematian jika mereka tidak membayar derma (sanksi) sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh tetua adat secara turun temurun

Tanda Petunjuk Tempat Keramat Dipasang oleh Masyarakat Adat di Masing-masing Kampung.

(2)

Hutan keramat mempunyai nama yang berbeda-beda antara satu kampung dan kampung lainnya. “hutan keramat di sini disebut Ceserasan, tempat ini tidak pernah berubah lokasinya, kita orang semua tidak boleh melalukan kegiatan dalam bentuk apapun di tempat itu, kalau melanggar kita orang bisa kena musibah atau habis umur (mati),” jelas Laurensius Bumbere, Kepala Kampung Atsj- Distrik Atsj, Kabupaten Asmat.

Masyarakat Asmat percaya bahwa roh nenek moyang leluhur mereka akan terus bersemayam dan mengawasi aktivitas masyarakat. Bagi para pelanggar aturan diwajibkan membayar

derma yang bentuknya bermacam-macam, antara lain berupa rokok, garam, baterei, lempeng, kulit kayu, dan kayu bakar.

Pemahaman dan pengetahuan ini harus terus disampaikan kepada generasi muda dan penerus secara turun temurun, para tetua adat dan orang tua wajib menyampaikan dan memberi

pemahaman tentang keberaaan hutan keramat di kampung. Laurensius menambahkan, “kita orang tidak berani melanggar ataupun mengubah, karena sudah banyak bukti. Leluhur selalu mengawasi keberadaan tempat itu dan beri hukuman bagi mereka (masyarakat adat) yang melanggar. Jadi itu harus tetap dan terus dipahami oleh semua orang termasuk generasi penerus.”

Pemetaan Tempat penting Masyarakat Adat di

Kampung

sebagai

Kearifan

Lokal

untuk

Kelestarian Lingkungan Hidup

Seiring lajunya aktivitas pembangunan yang sering tidak terkendali menjadikan tidak sedikit pihak yang mengkhawatirkan keberlangsungan hutan keramat dan tempat-tempat penting lainnya di kampung-kampung adat Asmat yang syarat akan kekayaan alam dan budaya. Harus ada upaya untuk mengantisipasi hal buruk yang dikhawatirkan. Pihak pemerintah sendiri telah menggeluarkan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Asmat Nomor 6 tahun 2012 2032, Bab IV tentang Rencana Pola Ruang Wilayah, pada bagian kedua pasal 18 tentang Kawasan lindung, Ayat C mengenai Kawasan perlindungan setempat yang terdiri dari kawasan sempadan sungai;

kawasan sempadang rawa, kawasan sempadang pantai, kawasan ruang terbuka hijau perkotaan dan kawasan lindung spritual dan kearifan lokal lainya. Untuk Provinsi Papua sendiri terdapat Perdasus nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah. Sedangkan di tataran nasional juga terdapat UU no.26 tahun 2007 tentang penataan ruang , bab viii pasal 60-pasal 66 tentang hak, kewajiban dan peran masyarakat. Berbagai peraturan pemerintah tersebut kemudian ditindak lanjuti oleh WWF Indonesia-Program Papua yang di dukung oleh USAID- IFACS dan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Asmat, Lembaga Masyarakat Adat Asmat (LMAA) dan SKP (Sekretariat Keadilan dan Perdamaian) Agats dengan melakukan kegiatan fasilitasi pemetaan tempat penting masyarakat adat Asmat untuk skala kampung. Ada dua

(3)

hal yang paling penting yang harus dipetakan, yaitu; tempat spiritual dan kerarifan lokal dan harus menjadi bagian dari peta RTRW dan peta pemanfaatan wilayah di Kabupaten Asmat.

Proses pemetaannya juga dilakukan pengalian informasi aturan dan pemanfaatan Sumberdaya Alam menurut nilai tradisional di 39 kampung sebagai upaya penguatan terhadap masyarakat Adat untuk wilayah Distrik Suru-Suru, Distrik Sawaerma, Distrik Pulau Tiga, Distrik Atsj, Distrik Fayit, Distrik Kolfbraza dan Distrik Suator (Data administrasi sebelum pemekaran Distrik dan Kampung). Semua kammpung tersebut tercakup dalam 8 wilayah Forum Adat Rumpun (FAR) yang mendiami wilayah prioritas pemetaan yaitu Unir Sirau, Safan, Jopmak, Braza, Becembub, Emariducur, Joerat dan Aramatak.

Pemilihan wilayah prioritas pemetaan dengan pertimbangan beberapa aspek: (1) mempunyai keterancaman terhadap alih fungsi lahan karena berada pada status hutan produksi terbatas, hutan produksi konversi dan hutan produksi; (2) merupakan tempat perlindungan setempat; (3) kampung lokal yang kehidupannya bergantung pada pemamanfaatan Sumberdaya Alam (SDA); (4) merupakan koridor Taman Nasional Lorentz dan berada pada kawasan hutan lindung. Lebih lanjut

dalam pemetaan ini juga disepakati adanya aturan di kampung untuk: (1) mempertahankan nilai-nilai leluhur budaya dan soasil di kampunng; (2) pemanfaatan

Sumberdaya Alam sesuai dengan kearifan lokal; dan (3) pembagunan berkelanjutan dan lestari.

“Adanya kegiataan pemetaan ini, mereka merasa dibantu, karena ini merupakan salah satu kekuatan untuk mengikat semua pihak agar pembagian wilayah tetap ada dan tidak berubah. Pemetaan di tingkat kampung ini merupakan sebuah bentuk dukungan dari berbagai peraturan dan kebijakan yang telah ada dari pihak pemerintah namun kita ingin pemahamannya tidak melalui mekanisme yang umumnya ada top down,” jelas Jackson Umbora, Project Leader untuk Program WWF Indonesia di kabupaten Asmat. Pada kegiatan ini, masyarakat juga terlibat secara partisipasif, mereka punya pemahaman dan pengetahuan yang jauh lebih banyak dari pada orang dari luar tentang pembagian wilayah di kampungnya. Mereka juga mempunyai hak untuk ikut

Partisipasi Masyarakat dari Distrik Suator dalam Pembuatan Peta Kampung dan Pembagian Tempat-tempat Adat yang Penting untuk Dilestarikan.

(4)

mempunyai hak untuk ikut menentukan kegiatan pembagunan di kampung nenek moyang mereka sendiri. Mereka harus memberikan sumbangsih pengetahuannya agar nantinya mereka juga mempunyai rasa self belonging terhadap peta kampungnya karena mereka telah berpartisipasi dalam penyusunannya, mereka juga diminta memberi nama tempat-tempat yang telah terpetakan tersebut dengan nama lokal.

Selain akan menjadi bagian dari peta RTRW Kabupaten Asmat, peta ini juga penting untuk memberikan informasi kepada para pendatang yang berkunjung atau berencana menetap. Keberadaan peta ini juga penting untuk memberikan informasi tentang hak-hak masyarakat untuk bernegosiasai jika ada kegiatan pembangunan di kampungnya, apa yang harus mereka pertahankan keberadaannya.

Selain itu, peta ini juga sebagai sarana edukasi yang informatif bagi generasi muda dan penerus masyarakat Asmat akan berbagai bentuk kekayaan sumber daya alam dan budaya warisan leluhur mereka yang perlu untuk dilestarikan.

Hutan adalah Ibu

Pengetahuan lokal yang dimiliki masykarakat Asmat dari warisan para leluhur telah menembus dimensi waktu jauh sebelum banyak orang membicarakan berbagai bentuk upaya pelestarian hutan seperti REDD, Rencana Aksi Nasional -Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API), pengelolaan dan pemanfaatan hutan, dll. Yang mereka lakukan tidak cukup sederhana, mereka cukup mewarisi pengetahuan dan perintah leluhur dan tetua adat bahwa di dalam sebuah kampung keberadaan hutan keramat tidak dapat diganggu gugat. Hal ini telah menjadi falsafah hidup dan bentuk penghargaan bagi alam semesta. Roh para leluhur akan selalu memberi bimbingan dan peringatan bahwa hutan bukanlah tempat biasa. Para leluhur telah memahami, hutan sangat penting keberadaannya di tengah-tengah aktivitas masyarakat.

Jika kita dapat simpulkan dengan kondisi lingkungan saat ini, bisa dikatakan, para leluhur dan tetua adat telah mempunyai pengetahuan bahwa hutan mempunyai banyak manfaat; sebagai tempat tinggal berbagai jenis hewan dan tumbuhan, sumber air bawah tanah, menyuplai udara bersih dan menciptakan iklim mikro bagi masyakarat di kampung bahkan akan memberi manfaat yang jauh lebih banyak dan luas lagi sekarang dan seterusnya.

Identitas kearifan lokal ini perlu diapresiasi. Masyarakat adat di Asmat bukan pelaku baru dalam upaya pelestarian hutan, mereka telah melakukannya sejak dulu bahkan jika mereka ditanya kapan aturan tentang h(utan keramat itu muncul, mereka tidak dapat memberikan jawaban. Mereka sepakat menjawab itu sudah warisan dari leluhur dan mereka mendapatkan penjelasan dari tete (kakek), nene (nenek), dan orang

(5)

tua mereka. Mereka juga akan melakukan hal yang sama, memberikan pemahaman kepada anak dan cucu mereka sebagai generasi penerus. Sekali lagi mereka sepakat hutan keramat dan tempat-tempat penting lainnya di kampung harus tetap seperti sedia-kala keberadaannya hingga generasi mendatang bahkan untuk selama-lamanya. Bagi orang Asmat, hutan adalah ibu yang memberikan kehidupan melalui segala bentuk sumber daya alamnya. Pemahaman ini memang terikat dengan asal usul keberadaan suku Asmat. Asmat sendiri berasal dari dua kata yakni As—manusia—dan

Amat—pohon, Asmat- manusia pohon.

Mari sedikit berangan-angan, jika semua masyarakat di Indonesia paling tidak mempunyai pengetahuan dan kearifan lokal yang sama seperti apa yang terjadi di 39 kampung Asmat, tentu hutan

Indonesia akan terus rindang. Indonesia akan selalu menjadi salah satu negara dengan hasil ekspor oksigen tertinggi di dunia. Sebuah pembelajaran sederhana dapat kita adaptasi dari masyarakat Asmat yang bersahaja bahwa semua orang harus memberikan kontribusi pada pelestarian hutan untuk keberlangsungan hidup yang sekarang maupun masa datang. (Andhiani M. Kumalasari, WWF Indonesia-Papua Program - 2014)

WWF Indonesia- Papua Program

Jl. Pos 7 Atas, Kampung Sereh, Sentani – Jayapura- 99352, Papua

Tel: +62 967 593840 - Fax:+62 967 593815

Email: wwfid-papua@wwf.or.id - http://www.wwf.or.id

Kantor Site Asmat

Jl. Dendew – Agats,

Kabupaten Asmat- 99772, Papua Tel: ++62 902 31297

Referensi

Dokumen terkait

Kebutuhan system pencahayaan alami (matahari) dan buatan pada suatu ruangan harus di pertimbangkan karena berkaitan erat dengan kegiatan yang di

Sebuah perguruan tinggi yang menerapkan metode pembelajaran dengan model ASCL mempunyai beberapa karakteristik yang dapat kita temui antara lain adanya

1. Layanan Cinta Perwujudan Layanan Prima oleh Achmad, Mansur Sutedjo, Surono, Edy Suprayitnotahun 2014. Buku ini membahas.. tentang perwujudan layanan prima

Dalam rangka mendukung pencapaian prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dijabarkan dalam RPJMN periode

Berdasarkan uraian di atas maka, belajar bermakna menurut Ausubel adalah suatu proses belajar di mana peserta didik dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan yang

Setelah 3 minggu pasca boosting kemudian dilakukan pengambilan serum darah guna pemeriksaan antibodi terhadap ND dengan metoda Bradford serta dilakukan boosting

Kalimat soal artinya “Setelah kelas selesai saya ….sekolah dengan cepat” Karena kalimat selanjutnya menunjukan bahwa penulis segera langsung mengambil sepeda maka

3URGXN 5LHU SHUWDPD NDOL GLEXDW GHQJDQ PHQLUX SURGXN VHSDWX ED\L \DQJ VHGDQJ ODNX GL SDVDU JURVLU /DOX EUDQG LQL PHQHUXVNDQ SDVDUQ\D GL SDVDU JURVLU 1DPXQ KLQJJD EHUWDKXQ WDKXQ PDLQ