• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PEDAGANG TERHADAP PRAKTIK PINJAM MEMINJAM MODAL RENTENIR (Studi Kasus Di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI PEDAGANG TERHADAP PRAKTIK PINJAM MEMINJAM MODAL RENTENIR (Studi Kasus Di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara) SKRIPSI"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus Di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara) SKRIPSI Diajukan Oleh: MAHPUJAH KHAIRIYAH NIM. 150102095

Mahasiswi Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH 2020 M

(2)

Mahasiswi Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum

(3)
(4)
(5)

v

Nama : Mahpujah Khairiyah

NIM : 150102095

Fakultas/ Prodi : Syari’ah dan Hukum/ Hukum Ekonomi Syari’ah

Judul : Persepsi Pedagang Terhadap Praktik Pinjam Meminjam Modal Rentenir (Studi Kasus Di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara)

Pembimbing I : Dr. Khairuddin, S. Ag., M. Ag Pembimbing II : Badri, S.HI, M.H

Kata Kunci : Pedagang, praktik Pinjam Meminjam, Rentenir

Penelitian ini dilatarbelakangi adanya praktik pinjam meminjam modal kepada rentenir oleh pedagang di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara. Pada prinsipnya, hukum pinjam meminjam adalah diperbolehkan jika mengandung unsur tolong-menolong dan tanpa riba di dalamnya. Sebagaimana aturan hukum Islam menyatakan bahwa pinjaman modal rentenir hukumnya haram karena mengandung unsur riba. Namun, para pedagang di pasar tersebut tetap melakukan praktik pinjam meminjam kepada rentenir khususnya untuk modal usaha walaupun telah dilarang oleh hukum Islam. Oleh karenanya, penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor yang mempengaruhi pedagang melakukan praktik pinjam-meminjam kepada rentenir, pengaruh modal rentenir kepada pedagang dan seberapa besar pengetahuan pedagang terhadap hukum pinjam meminjam kepada rentenir. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dan kepustakaan. Hasil penelitian menerangkan bahwa faktor yang mempengaruhi pedagang meminjam kepada rentenir adalah tidak terpenuhinya modal usaha, kurangnya modal usaha, tidak terpenuhinya ekonomi keluarga dan proses peminjaman yang lebih singkat dari pada meminjam kepada lembaga keuangan formal. Adapun pengaruh pinjaman modal rentenir kepada pedagang adalah para pedagang sangat diuntungkan walaupun harus membayar sejumlah bunga yang telah ditentukan, karena mereka dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan dapat menutupi kurangnya modal usaha. Selanjutnya, para pedagang mengetahui secara umum bahwa hukum pinjam meminjam kepada rentenir adalah haram dan tidak diperbolehkan. Namun, karena desakan faktor ekonomi yang semakin tinggi, seperti kurangnya modal usaha dan biaya kebutuhan rumah tangga yang semakin tinggi, maka melibatkan para pedagang untuk harus meminjam kepada rentenir walaupun hal itu dilarang oleh agama Islam.

(6)

vi

Segala puji serta syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat sehat serta kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas akhir dalam bentuk penulisan karya ilmiah dengan judul “Persepsi Pedagang Terhadap Praktik Pinjam

Meminjam Modal Rentenir (Studi Kasus Di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara)”. Shalawat beserta salam kepada

Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan yang disinari oleh iman dan Islam.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kata kesulitan dan hambatan, sehingga penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada para pihak yang telah ikut andil dalam penyusunan karya ilmiah ini. Rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Khairuddin, S. Ag., M. Ag, selaku pembimbing I dan Badri, S.HI, M.H, selaku pembimbing II dimana beliau dengan ikhlas, tulus dan sungguh-sungguh mengarahkan dan memberikan motivasi, ilmu serta buah pikiran yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal hingga akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Selanjutnya, terima kasih penulis ucapkan kepada Muhammad Siddiq, M.H., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, terima kasih penulis kepada Arifin Abdullah, S. HI., MH, selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah. Terima kasih penulis kepada seluruh Staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah memberikan masukan dan bantuan yang dapat memudahkan penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. Serta ucapan

(7)

Perpustakaan Induk Universitas Islam Negeri Ar-Raniry beserta seluruh Karyawan serta Kepala Perpustakaan Wilayah Banda Aceh yang telah memberikan pinjaman buku sehingga sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada ayah dan mama tercinta, yang selalu memanjatkan doa, memberi semangat serta motivasi kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan karunia, kasih sayang dan rahmat-Nya. Tak lupa pula ucapan terimakasih penulis kepada anggota swag

partner, Fitriani, Yana Ilham Sari, Widia Andriani, Rahmi Wahyuni, Mery

Mawaddah dan Marina yang telah memberi support serta dukungan kepada penulis. Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada upline penulis, Suvita Arispa, Zulhijmar, Rinaldi Prasetya, Zulfikar dan Rikki Dhikayama serta kepada downline penulis dan crosline semuanya. Semoga cucuran keringat yang keluar dari tubuh teman-teman dapat menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT.

Untuk kalimat terakhir, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Oleh karenanya, perlulah kritikan serta saran yang sifatnya membangun agar dapat diperbaiki kedepannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Banda Aceh, 20 Januari 2020 Penulis,

Mahpujah Khairiyah

(8)

viii TRANSLITERASI

Dalam skripsi ini banyak dijumpai istilah yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf latin. Oleh karena itu, perlu pedoman untuk membacanya dengan benar. Pedoman Transliterasi yang penulis gunakan untuk penulisan kata Arab dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Konsonan

No. Arab Latin Ket No. Arab Latin Ket

1 ا Tidak dilambangkan 61 ط ṭ te dengan titik di bawahnya 2 ب B Be 61 ظ ẓ zet dengan titik di bawahnya 3 ت T Te 61 ع ‘ Koma terbalik (di atas) 4 ث Ś es dengan titik di atasnya 61 غ Gh Ge 5 ج J Je 02 ف F Ef 6 ح ḥ ha dengan titik di bawahnya 06 ق Q Ki 7 خ Kh ka dan ha 00 ك K Ka 8 د D De 02 ل L El 9 ذ Ż zet dengan titik di atasnya 02 م M Em 10 ر R Er 02 ن n En 11 ز Z Zet 01 و w We 12 س S Es 01 ه h Ha 13 ش Sy es dan ye 01 ء ’ Apostrof

(9)

ix 14 ص Ş es dengan titik di bawahnya 01 ي y Ye 15 ض ḍ de dengan titik di bawahnya 2. Vokal

Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:

b. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:

Tanda dan Huruf

Nama Gabungan

Huruf

ي َ Fatḥah dan ya Ai

و َ Fatḥah dan wau Au

Contoh:

فيك

= kaifa,

لوه

= haula

Tanda Nama Huruf Latin

َ Fatḥah A

َ Kasrah I

(10)

x 3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harkat dan

Huruf

Nama Huruf dan tanda

ي/ا َ Fatḥah dan alif atau ya ā

ي َ Kasrah dan ya ī

و َ Dammah dan wau ū

Contoh:

لا ق

= qāla

لْي ق

= qīla

ل

ْوق ي

= yaqūlu

4. Ta Marbutah (ة)

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua. a. Ta marbutah ( ة) hidup

Ta marbutah ( ة) yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan

dammah, transliterasinya adalah t.

b. Ta marbutah ( ة) mati

Ta marbutah ( ة) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah h.

c. Kalau pada suatu kata yang akhir huruf ta marbutah ( ة) diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah ( ة) itu ditransliterasikan dengan h.

(11)

xi

ْالاَفاطَالْا ْ ةَضاوَر

: rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl

ْاةَرَّوَ ن مالا ْ ةَنا يِدَمالا

: al-Madīnah al-Munawwarah/

Modifikasi

1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Ḥamad Ibn Sulaiman.

2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti Mesir, bukan Misr, Beirut, bukan Bayrut dan sebagainya.

(12)

xii

Lampiran 1 : Surat Keputusan Penunjukan Pembimbing

(13)

xiii

DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SIDANG ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

TRANSLITERASI ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB SATU PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4 C. Tujuan Penelitian ... 4 D. Penjelasan Istilah ... 4 E. Kajian Pustaka ... 6 F. Metode Penelitian ... 9 G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB DUA LANDASAN TEORI TENTANG PINJAM MEMINJAM ... 13

A. Pengertian Pinjaman Modal ... 13

B. Dasar Hukum Pinjam Meminjam ... 15

C. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam ... 19

D. Transaksi Pinjaman Rentenir Menurut Hukum Islam ... 23

BAB TIGA PRAKTIK PINJAM MEMINJAM MODAL OLEH PEDAGANG DI PASAR PAJAK PAGI KECAMATAN LAWE BULAN ACEH TENGGARA .. 31

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pedagang Melakukan Pinjaman Modal Rentenir ... 33

C. Pengaruh Pinjaman Modal Rentenir Bagi Pedagang ... 38

D. Pengetahuan Pedagang tentang Hukum Pelaksanaan Pinjaman Modal Rentenir ... 41

(14)

xiv

BAB EMPAT PENUTUP ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran ... 49

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 51 LAMPIRAN

(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan ekonomi merupakan salah satu kegiatan yang dibolehkan guna menaikkan taraf hidup masyarakat, khususnya bagi para pedagang. Realisasi kegiatan ekonomi dapat terpenuhi, jika pedagang memiliki modal usaha yang cukup. Modal adalah kekayaan yang didapatkan oleh manusia melalui tenaganya sendiri dan kemudian menggunakannya untuk menghasilkan kekayaan lebih lanjut.1

Untuk menunjang pemenuhan modal tersebut, didirikannya suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai salah satu tempat dilaksanakannya transaksi pinjam-meminjam guna memperlancar sistem perekonomian masyarakat. Dengan kata lain, lembaga keuangan tersebut diharapkan dapat membantu menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus of funds) kepada pihak yang kekurangan dana (lack of funds).2

Menurut ulama mazhab Maliki, pinjaman adalah kegiatan pemberian kepemilikan terhadap manfaat tanpa imbalan. Adapun menurut ulama mazhab Syafi’i dan Hanbali, pinjaman merupakan pemberian izin kepada orang lain untuk mengambil manfaat dari suatu benda yang dimiliki tanpa adanya imbalan.3

Pada dasarnya, hukum pinjam-meminjam adalah sunnah (mandub) bagi orang yang meminjamkan dan mubah bagi orang yang meminjam. Namun terkadang ada situasi-situasi yang bisa mengubah hukumnya menjadi haram,

1

Muhammad Syarif Chaundhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 201.

2

Muchdarsyah Sinungan, Uang dan Bank, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm. 111. 3

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Jilid. 5, (terj: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk), Cet. I, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 573.

(16)

seperti memberikan pinjaman dengan bunga.4 Dalam Islam, hukum memberikan pinjaman dengan bunga adalah haram atau tidak dibolehkan karena pinjaman dengan bunga merupakan riba.5 Sebagaimana Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa salah satu riba yang diharamkan dalam Islam adalah riba dalam bentuk pinjaman. Riba ini dilakukan untuk menangguhkan pembayaran hutang yang telah jatuh tempo, baik hutang tersebut berasal dari harga barang yang belum dibayar maupun yang berasal dari hutang pinjaman.6

Riba adalah tambahan berupa tunai, benda maupun jasa yang mengharuskan pihak peminjam untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh tempo waktu mengembalikan uang pinjaman itu.7 Orang yang melakukan transaksi riba disebut dengan rentenir. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Kamus Lengkap

Bahasa Indonesia, rentenir adalah orang yang mencari nafkah dengan

membungakan uang, tukang riba, pelepas uang, lintah darat.8 Menurut Kamus

Hukum, rentenir adalah orang yang menjadikan perbuatan membungakan uang

sebagai mata pencaharian.9

Namun pada kenyataanya, tidak sedikit masyarakat khususnya para pedagang tetap melakukan transaksi pinjaman modal dengan bunga kepada rentenir yang akhirnya dapat merugikan para pedagang tersebut. Peristiwa ini sebagaimana yang terjadi di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara yang mayoritas pedagang melakukan transaksi pinjaman modal kepada rentenir setempat. Informasi ini didapatkan oleh penulis berdasarkan studi awal di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara dengan

4

Musthafa Dib Al-bugha, Buku Pintar Transaksi Syari’ah: Menjalin Kerja Sama

Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, (Terj: Fakhri Ghafur), Cet.

I (Jakarta Selatan: Hikmah, 2010), hlm. 55. 5

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, ..., hlm. 342. 6

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, ..., hlm. 342. 7

Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, Cet. IV (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 217-218.

8

Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet. II (Jakarta: Eska Media, 2003), hlm. 603.

9

(17)

mewawancarai dua orang pedagang yang melakukan transaksi pinjaman modal rentenir di pasar tersebut. Kedua narasumber tersebut adalah Bu Junye dan Bu Sarita.

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bu Junye diketahui bahwa beliau meminjam uang sebesar Rp. 500.000,- kepada rentenir setempat. Setiap harinya, Bu Junye harus membayar sejumlah Rp. 20.000,- selama 30 hari, sehingga total pembayaran hutang yang dibayar oleh Bu Junye sebesar Rp. 600.000,-. Ini berarti beban bunga rentenir itu sebesar 20%. Hal ini diketahui bahwa Bu Junye tidak lagi mendapatkan tambahan modal sebesar Rp. 500.000,- sesuai pinjaman, melainkan hanya mendapatkan Rp. 450.000,- dengan pengurangan Rp. 50.000,- sebagai biaya administrasi. Oleh karenanya, total bunga yang diperoleh oleh Bu Junye sebesar 22,22%.10

Selanjutnya, wawancara yang dilakukan dengan Bu Sarita. Beliau mengatakan bahwa telah melakukan pinjaman modal rentenir sejumlah Rp. 500.000,- dengan tenggang waktu selama dua bulan. Setiap bulannya Bu Sarita harus membayar Rp. 10.000,- per hari sehingga total hutang yang dibayar mencapai Rp. 600.000,- kepada rentenir. Oleh karenanya, total bunga yang harus dibayar oleh Bu Sarita sebesar Rp. 100.000,-.11

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana pengetahuan pedagang terhadap transaksi pinjaman modal kepada rentenir dan pengaruhnya di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara. Oleh karenanya, penulis melakukan penelitian ini dengan judul

“Persepsi Pedagang Terhadap Praktik Pinjam Meminjam Modal Rentenir (Studi Kasus di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara)”.

10

Wawancara dengan Bu Junye pada Hari Rabu Tanggal 20 Agustus 2019, Pukul 11.00 WIB di Pasar Pajak Pagi Bacang Lade Lawe Bulan Aceh Tenggara.

11 Wawancara dengan Bu Junye pada Hari Rabu Tanggal 20 Agustus 2019, Pukul 11.00 WIB di Pasar Pajak Pagi Bacang Lade Lawe Bulan Aceh Tenggara.

(18)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan pedagang melakukan peminjaman modal kepada rentenir di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara?

2. Bagaimana pengaruh modal rentenir bagi kesejahteraan pedagang di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara?

3. Bagaimana pemahaman pedagang muslim di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara terhadap hukum meminjam modal kepada rentenir?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang diharapkan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor penyebab pedagang melakukan peminjaman modal kepada rentenir di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara.

2. Untuk mengetahui pengaruh modal rentenir bagi para pedagang di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara.

3. Untuk mengetahui pemahaman pedagang muslim tentang hukum meminjam modal kepada rentenir.

D. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari adanya kekeliruan terhadap pemahaman istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi ini, penulis memberikan penjelasan sebagai berikut:

(19)

1. Persepsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah pemahaman, penafsiran dan tanggapan individu, proses untuk mengikat dan mengidentifikasi sesuatu.12 Persepsi dapat juga diartikan sebagai tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan.13

2. Pedagang

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pedagang adalah orang yang mencari nafkah dengan berdagang.14 Pedagang juga merupakan orang yang melakukan perdagangan, memperjualbelikan barang yang tidak diproduksi sendiri untuk memperoleh suatu keuntungan.15

3. Pinjaman

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pinjaman adalah memberi sesuatu untuk dipakai sementara waktu, sesudah sampai waktunya harus dikembalikan.16 Pinjaman merupakan perbuatan pembolehan manfaat barang milik oleh seseorang kepada orang lain pada waktu tertentu tanpa ada imbalan dengan ketentuan barang yang dimanfaatkan dikembalikan kepada pemiliknya dalam keadaan yang utuh tanpa ada imbalan.17 Dalam fikih, pinjam-meminjam disebut dengan al-qardh. Menurut bahasa, al-qardh adalah memotong.18 al-Qardh adalah memberikan suatu harta kepada orang lain untuk dikembalikan tanpa ada tambahan.19 4. Modal

12

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II (Jakarta: Tim Pustaka Phoenix, 2007), hlm. 663.

13

https://id.m.wikipwdia.org/wiki/persepsi, diakses tanggal 25 Desember 2019. 14

Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap ..., hlm. 181.

15 https://id.m.wikipwdia.org/wiki/pedagang, diakses tanggal 25 Desember 2019. 16

Ibid, hlm. 539. 17

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syari’ah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor

Keuangan Syari’ah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 170.

18

Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Cet. X (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 151. 19

Musthafa Dib Al-bugha, Buku Pintar Transaksi Syari’ah: Menjalin Kerja Sama

Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, (Terj: Fakhri Ghafur), Cet.

(20)

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, modal adalah uang pokok, uang yang dipakai sebagai induk untuk berniaga, melepas uang dan sebagainya, harga benda uang, barang dan sebagainya yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan dan sebagainya atau bekal untuk mencapai sesuatu maksud.20

5. Rentenir

Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, rentenir adalah orang yang mencari nafkah dengan membungakan uang, tukang riba, pelepas uang, lintah darat.21 Sedangkan menurut Kamus Hukum, rentenir adalah orang yang menjadikan perbuatan membungakan uang sebagai mata pencaharian.22 Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, rentenir adalah orang yang mempunyai modal dan bersedia untuk dihutangkan terhadap orang yang membutuhkannya dengan syarat harus ada keuntungan yang berupa bunga terhadap modal asal dan dibayar secara cicilan setiap harinya dalam jumlah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.23

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menelaah kembali penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis saat ini agar terhindar dari kesamaan fokus penelitian. Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini yaitu adalah sebagai berikut:

20

Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap ..., hlm. 465. 21

Ibid, hlm. 603. 22

Sudarsono. Kamus Hukum, Cet. IV (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 403. 23

Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, Cet. III (Jakarta: Pustaka Amani, 2006), hlm. 354.

(21)

Penelitian yang dilakukan oleh Heru Nugroho dengan judul “Uang,

Rentenir dan Hutang-Piutang di Jawa”.24 Penelitian ini dilakukan kepada masyarakat Bantul khususnya bagi pedagang dan petani. Adapun hasil penelitiannya adalah rentenir di Bantul bukan sebagai lintah darat, melainkan sebagai agen perkembangan pada masyarakat, karena kredit yang ditawarkan merupakan sumbangan yang berarti dan dapat melancarkan aktivitas perdagangan.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Khudzaifah Dimyati dengan judul “Profil Praktek Pelepas Uang (Rentenir) dalam Masyarakat Transisi

(Studi Kasus Kartasura Kabupaten Sukoharjo)”.25 Penelitian ini berfokus kepada profil rentenir di Kartasura dan bagaimana hukum pelaksanaan rentenir di Kartasura. Adapun rentenir di Kartasura mempunyai dua golongan yaitu, rentenir yang beroperasi secara terang-terangan dan rentenir yang beroperasi secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan hukum rentenir yang terdapat di Kartasura juga tidak dibolehkan.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Ilas Korwadi Siboro dengan judul “Rentenir (Analisis Terhadap Fungsi Pinjaman Berbunga dalam

Masyarakat Rokan Hilir Kecamatan Bagan Sinembah Desa Bagan Batu)”.26

Penelitian ini berfokus tentang faktor penyebab masyarakat melakukan transaski pinjaman kepada rentenir. Berdasarkan hasil penelitian, pinjaman kepada rentenir dilakukan masyarakat karena rentenir di desa mereka mudah, sangat ramah dan pandai bersosialisasi, tidak pernah melakukan kekerasan ketika menagih hutang sehingga masyarakat sangat tertarik untuk meminjam uang

24

Heru Nugroho, Uang, Rentenir dan Hutang-Piutang di Jawa, (Disertasi Universitas Jerman, 1993).

25

Khudzaifah Dimyati, Profil Praktek Pelepas Uang (Rentenir) dalam Masyarakat

Transisi: Studi Kasus Kartasura Kabupaten Sukoharjo, (Tesis Program Studi Ilmu Hukum,

Universitas Diponegoro, Semarang, 1997). 26

Ilas Korwadi Siboro, Rentenir (Analisis Terhadap Fungsi Pinjaman Berbunga dalam

Masyarakat Rokan Hilir Kecamatan Bagan Sinembah Desa Bagan Batu), (Skripsi Program

(22)

kepada rentenir dari pada lembaga yang dibangun oleh pemerintah karena sistemnya yang dianggap lebih rumit.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Susiowati Maimunah dengan judul “Analisis Peran Pinjaman Kredit Rentenir Terhadap Perputaran

Modal Bagi Para Pedagang Pasar (Studi Kasus Pasar Tradisional di Desa Gandrungmangu)”.27 Penelitian ini menjelaskan tentang asal mula pinjaman kredit rentenir oleh para pedagang di Pasar Gandrungmangu disebabkan karena kurangnya uang untuk modal usaha dagangannya, sehingga memicu para pedagang untuk melakukan transaksi pinjaman modal kepada lembaga keuangan informal yaitu rentenir.

Selanjutnya, skripsi yang ditulis oleh Deni Insan Kamil dengan judul “Pengaruh Rentenir Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar Tradisional (Studi di Pasar Legi Bugisan Yogyakarta)”.28

Hasil penelitian menyatakan bahwa Pasar Tradisional Legi Bugisan Yogyakarta adalah sebuah pasar yang menyediakan berbagai kebutuhan dasar kehidupan sehari-hari yang sangat ramai aktivitasnya karena digunakan sebagai tempat mata pencaharian masyarakat. Sebagian pedagang di pasar tersebut memperoleh modal usaha melalui pinjaman modal rentenir. Para pedagang menyatakan bahwa modal rentenir sangat berpengaruh bagi pedagang di Pasar Tradisional Legi Bugisan Yogyakarta karena dapat membantu memecahkan masalah keuangan para pedagang pasar

Selanjutnya, skripsi yang ditulis oleh Muhammad Khairi dengan judul “Dampak Pinjaman Rentenir Terhadap Pendapatan Pedagang Pasar

Tradisional di Pasar Pagi Pulo Brayan Bengkel”.29 Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seluruh pedagang yang melakukan transaksi pinjaman modal

27

Susiowati Maimunah, Rentenir (Analisis Peran Pinjaman Kredit Terhadap

Perputaran Modal Bagi Para Pedagang Pasar (Studi Kasus Pasar Tradisional di Desa Gandrungmangu), (Skripsi IAIN Purwokerto, 2019).

28

Deni Insan Kamil, “Pengaruh Rentenir Terhadap Kesejahteraan Pedagang Pasar

Tradisional (Studi di Pasar Legi Bugisan Yogyakarta)”, (Skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2015).

29

Muhammad Khairi, Dampak Pinjaman Rentenir Terhadap Pendapatan Pedagang

Pasar Tradisional di Pasar Pagi Pulo Brayan Bengkel, (Skripsi Universitas Islam Negeri

(23)

rentenir mengetahui bahwa tindakan mereka tergolong dalam kategori riba. Namun, transaksi ini tetap dilakukan karena dilatarbelakangi proses peminjaman yang mudah, cepat, tidak harus memiliki barang berharga sebagai jaminan di awal dan langsung dapat menerima uang pinjaman. Adapun salah satu dampak pinjaman modal rentenir bagi pendapatan pedagang adalah semakin lama semakin menurun dan sebagian lainnya menyatakan pendapatan mereka seperti biasa.

Selanjutnya, skripsi yang ditulis oleh Mahadi dengan judul “Peranan

Rentenir Dalam Permodalan Pedagang Pasar Sandang Pandang Selat Panjang Menurut Hukum Islam”.30

Adapun hasil penelitian menyatakan bahwa transaksi yang dilakukan oleh sebagian pedagang adalah suatu proses peminjaman uang terhadap orang yang mempunyai modal (rentenir) terhadap orang yang membutuhkan. Pedagang di Pasar Selat Panjang meminjam kepada rentenir karena kekurangan modal. Kemudian persepsi para pedagang meminjam modal kepada rentenir karena keadaan yang darurat.

Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini berfokus kepada persepsi masyarakat terhadap modal rentenir di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah-langkah yang dapat digunakan untuk melakukan sebuah penelitian yang sangat berpengaruh terhadap validitas data guna memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

30

Mahadi, “Peranan Rentenir Dalam Permodalan Pedagang Pasar Sandang Pangan

Selat Panjang Menurut Hukum Islam”, (Skripsi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

(24)

digunakan untuk mendeskripdikan daan menganalisa fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi dan orang secara individual maupun kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mendefinisikan suatu keadaan atau fenomena secara apa adanya.31

2. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan penelitian lapangan (field research) yang bertujuan untuk memperoleh data yang dilaksanakan dengan terjun ke lapangan terkait dengan fokus penelitian. Untuk mengumpulkan data, teknik yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. Wawancara adalah sebuah proses untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden.32 Sedangkan dokumentasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data tertulis mengenai hal hal atau yang berupa percakapan, transkrip, buku-buku, majalah, koran dan agenda yang yang berkaitan dengan objek penelitian.33

3. Sumber data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang digunakan penulis dari hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa pedagang yang melakukan peminjaman modal rentenir dari pemberi pinjaman di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Kabupaten Aceh Tenggara. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan oleh penulis diperoleh dari literatur kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian.

31

Nana Syaodin Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 60.

32

Soejono Trimo, Pengantar Ilmu Dokumentasi, (Bandung: Remaja Karya, 1989), hlm. 7.

33

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cet. XXI (Bandung: Alfabeta CV, 2014), hlm. 240.

(25)

4. Analisis data

Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabbab, duduk perkaranya dan sebagainya).34 Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Analisis deskriptif merupakan teknik analisis data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sesuai dengan fakta sebenarnya kemudian data tersebut akan diolah dan dianalisis untuk memberikan gambaran mengenai masalah yang ada.35

5. Penyajian data

Adapun pedoman penulisan yang digunakan pada skripsi ini adalah panduan penulisan skripsi tahun 2019 Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. Sedangkan untuk terjemahan ayat Al-Qur’an, penulis menggunakan Al-Qur’an dan

Terjemahannya yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik

Indonesia.

G. Sistematika Pembahasaan

Untuk memaparkan pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis akan menguraikan secara ringkas masing-masing bab yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini:

Bab Satu merupakan bab pendahuluan yang akan memaparkan tentang pendahuluan, latar belakang masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab Dua dalam penelitian ini merupakan bab pembahasan yang akan memaparkan tentang landasan teori tentang pinjam meminjam yang meliputi pengertian pinjaman modal, dasar hukum legalisasi memberikan pinjaman,

34

Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap ..., hlm. 55. 35

(26)

rukun dan syarat memberikan pinjaman dan pelaksanaan pinjaman rentenir menurut hukum Islam.

Bab Tiga dalam penelitian ini membahas tentang praktik pinjam meminjam modal oleh pedagang di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe Bulan Aceh Tenggara yang meliputi gambaran umum lokasi penelitian, faktor-faktor penyebab pedagang melakukan peminjaman modal kepada rentenir, pengaruh modal rentenir bagi para pedagang dan pengetahuan pedagang tentang hukum pelaksanaan pinjaman modal rentenir.

Selanjutnya Bab Empat dalam penelitian ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan serta saran yang menjadi inti dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti saat ini.

(27)

13 A. Pengertian Pinjaman Modal

Secara etimologi, pinjaman modal terdiri dari dua kata yaitu, pinjaman dan modal. Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, pinjaman adalah memberi sesuatu untuk dipakai sementara waktu, sesudah sampai waktunya harus dikembalikan.1 Sedangkan menurut istilah, pinjaman merupakan perbuatan pembolehan manfaat barang milik oleh seseorang kepada orang lain pada waktu tertentu tanpa ada imbalan dengan ketentuan barang yang dimanfaatkan dikembalikan kepada pemiliknya dalam keadaan yang utuh tanpa ada imbalan.2

Pengertian pinjam-meminjam juga terdapat dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) yang menjelaskan bahwa pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang saat memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena dipakai dengan syarat bahwa pihak-pihak yang belakangan ini (si peminjam) akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.3 MA. Tihami berpendapat bahwa pinjaman ialah kebolehan mengambil manfaat sesaat terhadap sesuatu yang diizinkan untuk diambil manfaatnya, sedangkan benda yang diambil manfaatnya itu tetap utuh keadaannya atau wujud sesuatu itu memang dapat (secara utuh) dikembalikan.4

1

Tri Kurnia Nurhayati, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cet. II (Jakarta: Eska Media, 2003), hlm. 539.

2

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syari’ah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor

Keuangan Syari’ah, Cet. I (Jakarta:Rajawali Pers, 2016), hlm. 170.

3

Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. II (Jakarta: Pradya Paramita, 1995), hlm. 451.

4

Sohari Sahrani dan Ru’fa Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 140.

(28)

Dalam fikih, pinjam-meminjam disebut dengan al-qardh. Menurut bahasa, al-qardh adalah memotong.5 Diartikan demikian, karena orang yang memberi pinjaman akan memotong sebagian dari hartanya kepada orang yang meminjam.6 Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.7 Sedangkan, menurut istilah fikih, al-qardh adalah memberikan suatu harta kepada orang lain untuk dikembalikan tanpa ada tambahan.8

Menurut Wahbah az-Zuhaily, a-qardh berarti membagi. Sedangkan menurut istilah, al-qardh adalah menyerahkan kepemilikan sesuatu dengan syarat penerima mengembalikan barang yang sepadan.9 Sedangkan menurut Imam Mustofa, al-qard adalah pinjaman uang atau modal yang diberikan seseorang kepada pihak lainnya, di mana pinjaman tersebut digunakan untuk usaha atas menjalankan bisnis tertentu. Pinjaman atau al-qardh tidak berbunga, karena prinsipnya adalah tolong-menolong.10

Sementara modal menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah uang pokok, uang yang dipakai sebagai induk untuk berniaga, melepas uang dan sebagainya, harga benda uang, barang dan sebagainya yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan dan sebagainya atau bekal untuk mencapai sesuatu maksud.11 Modal yang digunakan dalam kegiatan ekonomi terbagi menjadi dua, yaitu modal barang dan modal uang. Modal barang adalah modal material yang berfungsi menambahkan produksi ketika

5

Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Cet. X (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 151. 6

Ahmad Wardi, Fiqh Muamalah, Cet. II (Jakarta: Amzah, 2003), hlm. 273. 7

Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), hlm. 178.

8

Musthafa Dib Al-bugha, Buku Pintar Transaksi Syari’ah: Menjalin Kerja Sama

Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, (Terj: Fakhri Ghafur), Cet.

I (Jakarta Selatan: Hikmah, 2010), hlm. 51. 9

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i, Jilid 2, Terj. Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Cet. I (Jakarta: Almahira, 2010), hlm. 19.

10

Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, Cet. II (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 169.

11

(29)

dipergunakan dalam proses produksi. Sedangkan modal uang adalah sejumlah uang yang dipergunakan dalam pembiayaan proses produksi.12

Dari uraian di atas, penulis mendefinisikan bahwa pinjaman modal adalah kegiatan transaksi memberikan uang atau barang sebagai modal yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain.

B. Dasar Hukum Pinjam Meminjam

Al-qardh (pinjam-meminjam) hukumnya boleh dan dibenarkan syariat.

Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam hal ini. Orang yang membutuhkan boleh menyatakan ingin meminjam.13 Karena pada dasarnya, Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:

َلا َو َى ْدَهْلا َلا َو َما َر َحْلا َرْهَّشلا َلا َو ِالله َرِئاَعَش اوُّلِحُتَلا اوُنَماَء َنٌِذَّلا اَهٌَُّأاٌَ

َلَقْلا

ْمُتْلَل َح اَذِإ َو اًنا َوْض ِر َو ْمِهِّبَّر نِّم ًلْضَف َنوُغَتْبٌَ َما َرَحْلا َتٌَْبْلا َنٌِّمآَءَلآ َو َدِئ

اوُدَت ْعَت نَأ ِما َرَحْلا ِدِجْسَمْلا ِنَع ْمُكوُّدَص نَأ ٍم ْوَق ُناَئَنَش ْمُكَّنَم ِر ْجٌَ َلا َو اوُداَطْصاَف

ْقَّتلا َو ِّرِبْلا ىَلَع اوُن َواَعَت َو

َالله َّنِإ َالله اوُقَّتا َو ِنا َوْدُعْلا َو ِمْثِلإْا ىَلَع اوُن َواَعَتَلا َو ى َو

ِباَقِعْلا ُدٌِدَش

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan Haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) menggganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Rabbnya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah

12

Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, Cet. IV (Jakarta Timur: Pustaka AL-Kautsar, 2015), hlm. 101.

(30)

kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. [Q.S. Al-Maidah (5): 2].14

Jumhur ulama membolehkan adanya transaksi pinjam-meminjam tanpa imbalan dengan syarat pinjaman tersebut dapat dikembalikan dengan utuh.15 Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

ِوْيَلِإَو ُطُصْبَ يَو ُضِبْقَ ي ُاللهَو ًةَيرِثَكاًفاَعْضَأ ُوَل ُوَفِعاَضُيَ ف اًنَسَح اًضْرَ ق َالله ُضِرْقُ ي يِذَّلا اَذ نَّم

َنوُعَجْرُ ت

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. [QS. Al-Baqarah (2): 245].16

نَّم

ٌمٌ ِرَك ٌر ْجَأ ُهَل َو ُهَل ُهَفِعاَضٌَُف اًنَسَح اًض ْرَق َالله ُض ِرْقٌُ يِذَّلا اَذ

Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”. [QS. (Al-Hadid (57): 11]17

َنوُحِلْفُ ت ْمُكَّلَعَل َالله اوُقَّ تاَو ًةَفَعاَضُّم اًفاَعْضَأ َبَِّرلا اوُلُكَْتَ َلا اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّ يَأ َيَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. [QS. Ali- Imran (3): 130]18

14

Kementerian Agama Republik Indonesia, At-Thayyib: Al-Qur’an Transliterasi Per

Kata dan Terjemah Per Kata, (Jawa Barat: Cipta Bagus Segara, 2010), hlm. 106.

15

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syari’ah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor

Keuangan Syari’ah, ..., hlm. 170.

16

Kementerian Agama Republik Indonesia, At-Thayyib: Al-Qur’an Transliterasi Per

Kata..., hlm. 39.

17

Ibid, hlm. 538. 18

(31)

Pada dasarnya hukum pinjam-meminjam adalah sunnah bagi orang yang meminjamkan dan mubah bagi orang yang meminjam.19 Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

َنوُحِلْفُت ْمُكَّلَعَل َرٌْ َخْلا اوُلَعْفا َو ْمُكَّب َر اوُدُبْعا َو اوُدُجْسا َو اوُعَك ْرا اوُنَماَء َنٌِذَّلا اَهٌَُّأاٌَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”. [QS. Al-Hajj (22): 77]20

Bagi orang yang meminjamkan hutang dianjurkan untuk mempermudah pada saat penagihan hutang walaupun telah jatuh tempo. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

َل َناَك ِوِّلِح َدْعَ ب ُهَرَظْنَأ ْنَم :َلاَق َمَّلسَو ِوْيَلَع ٌَّللَّا ىَّلَص َِّبَِّنلا ِنَع ِّيِمَلْسَلألا َةَدْيَرُ ب ْنَع

ِِّّ ُك ِِ ُوُلْ ثِم ُو

ٌةَقَدَص ٍمْوَ ي

Artinya: “Dari Buraidah Al-Aslami, dari Nabi saw bersabda, “Barang siapa yang mempermudah penagihan piutang (memberikan tenggat waktu), maka setiap hari baginya bernilai sedekah. Dan barang siapa yang mempermudah tagihan utang sampai setelah jatuh tempo, maka baginya pahala yang sama, yakni setiap hari baginya adalah bernilai sedekah”. [H.R. Ibnu Majah]21

Menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad yang dikutip oleh Ahmad Wardi dalam bukunya Fiqih Muamalah, pinjaman atau al-qardh baru berlaku dan mengikat apabila barang atau uang telah diterima. Apabila seseorang meminjam sejumlah uang dan ia telah menerimanya maka uang tersebut menjadi miliknya, dan ia wajib mengembalikan dengan sejumlah uang yang

19

Wahbah Zuhaily, Fiqih Imam..., hlm. 19.

20 Kementerian Agama Republik Indonesia, At-Thayyib: Al-Qur’an Transliterasi Per

Kata dan Terjemah..., hlm. 341.

21

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah Jilid II, (Terj. Ahmad Taufiq Abdurrahman), Cet. I, (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), Hlm. 409.

(32)

sama (mitsli), bukan uang yang diterimanya. 22 Menurut Malikiyah, al-qardh hukumnya sama dengan hibah, shadaqah dan ‘ariyah, berlaku dan mengikat dengan telah terjadinya akad (ijab qabul), walaupun muqtaridh belum menerima barangnya.23

Selanjutnya, menurut pendapat yang shahih dari Syafi’iyah dan Hanabilah, kepemilikan dalam qardh berlaku apabila barang telah diterima. Selanjutnya manurut Syafi’iyah, muqtaridh harus mengembalikan barang yang sama. Menurut Hanabilah dalam barang-barang yang ditakar (makilat) dan ditimbang (mauzunat), sesuai dengan kesepakatan fuqaha dikembalikan dengan barang yang sama.24 Sedangkan dalam barang yang bukan makilat dan

mauzunat, ada dua pendapat. Pertama, dikembalikan dengan harganya yang

berlaku pada saat berutang. Kedua, dikembalikan dengan barang yang sama yang sifat-sifatnya mendekati dengan barang yang diutang atau dipinjam.25

Ada situasi-situasi yang bisa mengubah hukumnya yang bergantung pada sebab seseorang meminjam. Oleh karenanya, hukum pinjam-meminjam dapat berubah sebagai berikut:

1. Haram, apabila seseorang memberikan pinjaman padahal dia mengetahui bahwa pinjaman tersebut akan digunakan untuk perbuatan haram, seperti untuk minum khamar, judi, dan perbuatan haram lainnya:

2. Makhruh, apabila yang memberi pinjaman mengetahui bahwa peminjam akan menggunakan hartanya bukan untuk kemashlahatan, tetapi untuk berfoya-foya dan menghambur-hamburkannya.

3. Wajib, apabila ia mengetahui bahwa peminjam membutuhkan harta untuk menafkahi dirinya, keluarga dan kerabatnya sesuai dengan ukuran

22

Ahmad Wardi, Fiqh..., hlm 280. 23 Ibid.

24 Ibid. 25

(33)

yang disyariatkan, sedangkan peminjam itu tidak memiliki cara lain untuk mendapatkan nafkah itu selain dengan meminjam.26

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya hukum pinjam-meminjam adalah sunnah bagi yang memberi pinjaman dan mubah bagi yang meminjam. Akan tetapi dengan beberapa sebab dan alasan maka transaksi pinjam-meminjam dapat dihukumkan menjadi haram, makhruh maupun wajib sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

C. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam

Transaksi pinjam-meminjam terikat dengan rukun dan syarat-syarat tertentu. Menurut Hanafiah, rukun al-qardh adalah ijab dan qabul. Sedangkan menurut jumhur fuqaha, rukun al-qardh adalah aqid (muqridh dan muqtaridh),

ma’qud ‘alaih (uang atau barang), shighat (ijab dan kabul).27

Secara etimologi, rukun artinya pokok dan dasar. Sedangkan menurut istilah, rukun ialah sesuatu yang harus ada dan apabila tidak ada membuat ibadah yang telah kita lakukan menjadi tidak sah.28 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rukun adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan.29 Menurut Tihami dan Sohari Sahrani, rukun adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti membasuh muka untuk wudhu’ dan takbiratul ihram untuk shalat.30

Sedangkan nenurut etimologi, syarat artinya pertanda, indikasi, atau upaya memastikan sesuatu. Sementara menurut istilah, syarat ialah sifat yang keberadaannya sangat menentukan keberadaan hukum syar’i dan ketiadaannya

26 Musthafa Dib Al-bugha, Buku Pintar..., hlm. 55. 27

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Cet. IV, (Jakarta: Amzah, 2017), hlm. 278 28

Ahsin, Kamus Fiqh, Cet. I, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 193.

29 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), 1377.

30

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Cet. IV (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 12.

(34)

membawa ketiadaan hukum. Misalnya wudhu sebagai syarat sahnya mendirikan shakat.31 syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat atau menurut Islam calon pengantin laki-laki harus beragama Islam.32

Adapun rukun memberikan pinjaman (al-qardh) adalah sebagai berikut:33

1. Akad (sighat) al-qardh

Akad adalah segala sesuatu yang dilaksanakan dengan perikatan antar dua pihak atau lebih melalui proses ijab dan kabul yang didasarkan pada ketentuan hukum Islam yang memiliki akibat hukum kepada para pihak dan objek yang diperjanjikan.34 Akad qardh termasuk dalam akad

tabarru’ karena di dalamnya ada unsur menolong dalam kebaikan dan

ketakwaan. Akad utang piutang tidak sempurna kecuali dengan adanya serah terima, karena di dalam akad qardh ada tabarru’. Akad tabarru’ tidak akan sempurna kecuali dengan serah terima (al-qabadh). Akad

qardh dinyatakan sah dengan adanya ijab dan kabul. Contoh sighat ijab

seperti “Aku memberimu pinjaman sebesar lima ratus dirham”. Sedangkan contoh sighat kabul disyaratkan sesuai dengan isi ijab, seperti “Aku meminjam darimu sebesar lima ratus dirham”. Oleh karenanya, jika pemberi pinjaman berkata “Aku mengutangimu seribu dirham”, lalu peminjam hanya menerima lima ratus dirham atau sebaliknya, maka akad tersebut tidak sah.35

31

Ahsin, Kamus Fiqh, Cet. I (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 208. 32

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat..., hlm. 12. 33

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 2, (Terj: Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz), Cet. III (Jakarta: Al-Mahira, 2010), hlm. 20-21.

34

Ridwan Nurdin, Hukum Ekonomi Syari’ah: Substansi dan Pendekatan, Cet. I (Aceh: Sahifah, 2018), hlm.12.

35

(35)

Dalam akad pinjaman tidak dibenarkan memungut riba. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 278 yang berbunyi:

اَهٌَُّأآٌَ

َنٌِنِم ْؤُّم مُتنُك نِإ اَبِّرلا َنِم ًَِقَباَم اوُرَذ َو َالله اوُقَّتا اوُنَماَء َنٌِذَّلا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”. [Q.S. Al-Baqarah (2): 278]36

2. Para pihak yang terlibat al-qardh

Baik muqridh maupun muqtaridh disyaratkan harus orang yang memiliki kecakapan. Oleh karena itu, transaksi al-qardh tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur atau orang gila.37 Sebagaimana pendapat Ahmad Wardi menyatakan bahwa untuk

‘aqid baik muqridh maupun muqtaridh disyaratkan harus orang yang

dibolehkan melakukan tasarruf ataupun memiliki ahliyatul ada’. Oleh karena itu, al-qardh tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih di bawah umur atau orang gila. Syafi’iyah memberikan persyaratan untuk

muqridh antara lain ahliyah atau kecakapan untuk melakukan tabarru’

dan mukhtar yaitu memiliki pilihan. Sedangkan untuk muqtaridh disyaratkaan harus memiliki ahliyah atau kecakapan untuk melakukan muamalat, seperti baligh, berakal dan tidak mahjur ‘alaihi.38

3. Barang yang dipinjamkan

Hutang itu menjadi tanggung jawab muqtaridh (orang yang berutang), artinya orang yang berutang mengembalikan utangnya dengan harga atau nilai yang sama. Menurut jumhur ulama yang terdiri atas Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, yang menjadi objek akad dalam

36

Kementerian Agama Republik Indonesia, At-Thayyib: Al-Qur’an Transliterasi ..., hlm.47.

37

Ahmad Wardi, Fiqh Muamalah..., hlm 280. 38

(36)

al-qardh sama dengan objek akad salam, baik berupa barang-barang

yang ditakar (makilat) dan ditimbang (mauzunat), maupun qimiyat (barang-barang yang tidak ada persamaannya di pasaran), seperti hewan, barang-barang dagangan, dan barang yang dihitung. Dengan perkataan lain, setiap barang yang boleh dijadikan objek jual beli, boleh dijadikan objek al-qardh.

Hanafiah mengemukakan bahwa mauqud ‘alaih hukumnya sah dalam mal mitsli, seperti barang yang ditakar (makilat), barang-barang yang ditimbang (mauzunat), barang-barang-barang-barang yang dihitung (ma’dudat) seperti telur, barang-barang yang bisa diukur dengan meteran (madzru’at). Sedangkan barang-barang yang tidak ada atau sulit mencari persamaannya di pasaran (qimiyat) tidak boleh dijadikan objek qardh, seperti hewan, karena sulit mengembalikan dengan barang yang sama.39 Selain rukun tersebut, terdapat syarat diperbolehkannya pinjam-meminjam atau al-qardh. Dalam al-qardh tidak boleh menyertakan syarat jatuh tempo. Peminjam tidak boleh mengajukan syarat yang dapat menguntungkan dirinya. Karena praktik tersebut merupakan riba, sebab al-qardh diberlakukan atas dasar rasa belas kasih kepada pihak peminjam.40 Apabila peminjam melunasi hutangnya dengan barang yang lebih baik atau lebih banyak dari yang semestinya dia bayar tanpa dipersyaratkan, maka tindakan ini dibolehkan.41

Syarat-syarat yang merusak akad, setiap syarat yang tidak sejalan dengan prinsip akad (al-qardh), yaitu pinjam-meminjam yang justru memberikan keuntungan kepada pemberi pinjaman. Misalnya, seseorang memberikan

39 Ibid, hlm 280. 40

Wahbah Zuhaily, Fiqih..., hlm. 23. 41

(37)

pinjaman dengan syarat peminjam menjual rumahnya kepada pemberi pinjaman, maka syarat tersebut adalah syarat yang rusak dan merusak transaksi.42

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ketika seseorang ingin melakukan transaksi pinjam meminjam, haruslah memenuhi rukun dan syarat-syarat dalam proses transaksi pinjam meminjam. Adapun rukun pinjam meminjam (al-qardh) terdiri dari akad al-qardh, pihak yang terlibat dalam transaksi pinjam meminjam seperti si peminjam dan si pemberi pinjaman serta barang yang akan dipinjamkan yang masing-masing terdapat syaratnya. Dalam akad al-qardh harus memenuhi syarat tolong-menolong. Oleh karenanya, si pemberi pinjaman tidak diperbolehkan untuk memungut riba yang dapat menyulitkan si peminjam untuk membayar hutangnya. Para pihak yang terlibat dalam transaksi pinjam meminjam disyaratkan cakap, baligh dan berakal. Sementara barang yang dipinjamkan disyaratkan merupakan barang yang halal dan diperbolehkan dalam Islam, seperti barang-barang yang ditakar (makilat), barang-barang yang ditimbang (mauzunat), barang-barang yang dihitung (ma’dudat) seperti telur, barang-barang yang bisa diukur dengan meteran (madzru’at).

D. Transaksi Pinjaman Rentenir Menurut Hukum Islam

Pinjam-meminjam (al-qardh) dalam Islam, hukumnya diperbolehkan karena mengandung beberapa hikmah kebaikan di dalamnya. Salah satu hikmah disyariatkannya al-qardh yaitu melaksanakan kehendak Allah SWT agar kaum muslimin saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, menguatkan ikatan ukhuwah (persaudaraan) dengan cara mengulurkan bantuan kepada orang yang membutuhkan dan mengalami kesulitan serta dengan bersegera meringankan beban orang yang tengah dilanda kesulitan karena sering kali orang-orang sangat lamban mengeluarkan harta dalam bentuk hibah dan

42

Musthafa Dib al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syari’ah: Menjalin Kerja Sama

Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya Berdasarkan Panduan Islam, (terj. Fakhri Ghafur),

(38)

sedekah. Oleh sebab itu, pinjam-meminjam menjadi solusi yang tepat untuk mewujudkan sikap saling menolong dan berbuat kebaikan.43

Selain dari pada itu, hikmah disyariatkannya al-qardh (utang piutang) dilihat dari sisi yang menerima utang atau pinjaman (muqtaridh) adalah membantu mereka yang membutuhkan. Ketika seseorang sedang terjepit dalam kesulitan hidup, seperti kebutuhan biaya untuk masuk sekolah anak, membeli perlengkapan sekolahnya, bahkan untuk makannya. Kemudian ada orang yang bersedia memberikan pinjaman uang tanpa dibebani tambahan bunga, maka beban dan kesulitannya untuk sementara waktu dapat teratasi. Dilihat dari sisi pemberi pinjaman (muqridh), al-qardh dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain, menghaluskan perasaannya, sehingga ia pekat terhadap kesulitan yang dialami oleh saudara, teman, atau tetangganya.44

Transaksi al-qardh (pinjam-meminjam) harus berlandaskan pada prinsip kasih sayang dan memberikan pertolongan kepada si peminjam. Oleh sebab itu, apabila pemberi pinjaman mempersyaratkan harus ada tambahan manfaat bagi dirinya, maka akad pinjam-meminjam telah keluar dari prinsip dasarnya dan tidak sah, karena memberikan keuntungan kepada pemberi pinjaman.45 Sebagaimana pendapat Mazhab Hanafi dalam pendapatnya yang kuat (rajih) menyatakan bahwa al-qardh yang mendatangkan keuntungan hukumnya haram, jika keuntungan tersebut disyaratkan sebelumnya. Jika belum disyaratkan sebelumnya dan bukan merupakan tradisi yang biasa berlaku, maka tidak mengapa. 46

Dalam al-qardh tidak boleh menyertakan syarat jatuh tempo. Peminjam tidak boleh mengajukan syarat kepada orang yang memininjami seperti, “kamu harus menjual kuda atau tanahmu kepadaku dengan harga sekian”, karena

43

Ibid, hlm. 53-54. 44

Ahmad Wardi, Fiqh Muamalah, Cet. II (Jakarta: Amzah, 2003), hlm. 277. 45

Musthafa Dib al-Bugha, Buku Pintar Transaksi Syari’ah: Menjalin Kerja Sama

Bisnis dan Menyelesaikan Sengketanya..., hlm. 66.

46

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, (terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk), Cet.I (Jakarta:Gema Insani, 2011), hlm. 380.

(39)

demikian ini merupakan praktik riba, sebab al-qardh diberlakukan atas dasar rasa belas kasihan kepada pihak yang meminjam. Apabila orang yang meminjam melunasi hutangnya dengan barang yang lebih baik atau lebih banyak dari semestinya dia bayar, tanpa dipersyaratkan, maka tindakan ini dibolehkan.47

Di dalam akad al-qard dibolehkan adanya kesepakatan yang dibuat untuk mempertegaskan hak milik, seperti persyaratan adanya barang jaminan, penanggung pinjaman (kafil), saksi, bukti tertulis, ataupun pengakuan di depan hakim. Mengenai batas waktu, jumhur ulama menyatakan syarat itu tidak sah, dan Malikiyah menyatakan sah.48 Menurut ulama selain Malikiyah, waktu pengembalian harta pengganti adalah kapan saja terserah kehendak si yang menerima pinjaman, setelah peminjam menerima pinjamannya. Karena al-qardh merupakan akad yang tidak mengenal batas waktu. Sedangkan menurut Malikiyah, waktu pengembalian itu adalah ketika sampai pada batas waktu pembayaran yang sudah ditentukan di awal. Karena mereka berpendapat bahwa

al-qardh bisa dibatasi dengan waktu.49

Tidak sah syarat yang tidak sesuai dengan akad al-qardh, seperti syarat tambahan dalam pegembalian, pengembalian harta yang bagus sebagai ganti yang cacat atau syarat jual rumahnya. Adapun syarat fasid (rusak) diantaranya adalah syarat tambahan atau hadiah bagi si pemberi pinjaman. Syarat ini dianggap batal namun tidak merusak akad apabila tidak terdapat kepentingan siapapun. Seperti syarat pengembalian barang cacat sebagai ganti yang sempurna atau yang jelek sebagai ganti yang bagus atau syarat memberikan pinjaman kepada orang lain.50

47

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i 2, (terj. Muhammad Afifi & Abdul Hafiz), Cet.I, (Jakarta: Almahira, 2010), hlm. 23.

48

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa ..., hlm. 379. 49

Ibid. 50

(40)

Lain halnya, jika peminjam memberikan barang berupa hadiah kepada pemberi pinjaman tanpa dipersyaratkan dalam akad ketika meminjam, maka hukumnya boleh dan diperbolehkan bagi pemberi pinjaman untuk menerimanya, sebab hukum pinjam-meminjam telah selesai dan hutang-piutang telah lunas.51 Dalam soal pembayaran hutang, Nabi Muhammad SAW telah menganjurkan agar seseorang menyegerakan pembayaran hutangnya, karena menunda pembayaran hutang bagi orang yang mampu, termasuk kedzaliman. Oleh sebab itu, muqridh berhak meminta agar harta yang dipinjamkan dikembalikan dengan segera.52 Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:

َلَع ُتْأَرَ ق :َلاَق َيَْيَ ُنْب َيَْيَ اَنَ ثَّدَح

َُّللَّا َلْوُسَر َّنَأ َةَرْ يَرُى ِبَِأ ْنَع ِجَرْعَلأا ِنَع ِدَنَِّزلا ِبَِأ ْنَع ٍكِلاَم ى

ْعَبْ تَ يْلَ ف ٍءىِلَم ىَلَع ْمُكُدَحَأ َعِبْتُا اَذِإَو ٌمْلُظ ِِّنَغْلا ُِّ ْطَم :َلاَق َمَّلَسَو ِوْيَلَع

Artinya: “Yahya bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: “Aku membacakan hadits kepada Malik yang bersumber dari Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “penundaan pembayaran hutang oleh orang kaya adalah perbuatan zalim. Dan apabila salah seorang dari kalian (wahai pemberi utang) dialihkan kepada orang kaya, maka hendaklah ia menurutinya”. [H.R. Muslim]53

Al Qadhi dan yang lainnya mengatakan bahwa makna Al Mathl (لْطَمْلا) adalah mencegah/menunda pembayaran kewajiban yang wajib ditunaikan. Dengan demikian, penundaan pembayaran utang yang dilakukan oleh orang kaya/mampu adalah sebuah perbuatan zalim dan diharamkan, sedangkan penundaan pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang yang tidak kaya/mampu bukanlah sebuah perbuatan zalim dan tidak diharamkan. Sebagian ulama mengatakan bahwa hadits tersebut mengandung dalil yang memperkuat mazhab Maliki, As-Syafi’i dan meyoritas ulama yang mengatakan bahwa orang

51

Ibid, hlm. 68. 52

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syari’ah: Prinsip dan Implementasinya Pada Sektor

Keuangan Syari’ah, Cet.I, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 236.

53

Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim Jilid 9, (terj. Ahmad Khotib), Cet.I, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), hlm 683.

(41)

yang sedang dalam kesulitan itu tidak boleh dipanjafkan, tidak boleh dibebani pembayaran utang dan tidak boleh ditagih hingga ia mendapatkan kelapangan.54 Transaksi pinjam-meminjam dengan mewajibkan adanya penambahan jumlah atas barang yang dipinjam merupakan transaksi riba. Sebagaimana pendapat para ulama Malikiyah berpendapat bahwa tidaklah sah akad qardh yang mendatangkan keuntungan karena ia adalah riba. Dan haram hukumnya mengambil manfaat dari harta peminjam, seperti menaiki hewan tunggangannya dan makan di rumah orang yang diberi pinjaman karena alasan hutang tersebut dan bukan karena penghormatan atau semisalnya. Begitu juga hadiah dari peminjam adalah diharamkan bagi pemilik harta jika tujuannya untuk penundaan pembayaran hutang dan sebagainya, padahal sebelumnya tidak ada kebiasaan memberikan hadiah pada orang yang memberi hutang yang mana hadiah dimaksudkan untuk itu semua dan bukan karena alasan utang.55 Hukum haram ini berlaku bagi penerima dan pemberi hadiah, sehingga wajib mengembalikannya kembali kalau memang masih ada. Apabila sudah tidak ada, maka wajib baginya mengembalikan harta semisal jika hadiah itu berupa barang

mitsli dan nilai yang sesuai jika barang qimiy.56

Pendapat ini selaras dengan Ulama Syafiiyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa al-qardh yang mendatangkan keuntungan tidak diperbolehkan, seperti mengutangkan seribu dinar dengan syarat orang itu menjual rumahnya kepadanya, atau dengan syarat dikembalikan seribu dinar dengan mutu koin dinar yang lebih baik atau dikembalikan lebih banyak dari itu. Alasannya karena Nabi SAW melarang akad salaf (utang) bersama jual beli.

Salaf adalah al-qardh dalam bahasa rakyat Hijaz. Oleh karena itu, dalam

keadaan ini, akad al-qardh itu tetap sah tapi syarat keuntungannya adalah batal, baik keuntungan itu berupa uang maupun barang, banyak maupun sedikit.57

54

Ibid, hlm. 684. 55

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa ..., hlm. 380. 56

Ibid. 57

(42)

Oleh karenanya debitor tidak boleh mengembalikan kepada kreditor kecuali apa yang telah dihutangnya atau yang serupa dengannya.58 Sesuai dengan kaedah fiqih yang mengatakan:

اَبِر َوُهَف اًعْفَن َّرَج ِضَّرَق ُّلُك “Semua utang yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba”.59

Kaidah tersebut maksudnya berkaitan dengan hutang-piutang yang di dalamnya terdapat tambahan yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman, meskipun disetujui oleh peminjam, maka hal tersebut tergolong ke dalam riba. Hal ini berbeda jika tidak disyaratkan sebelumnya oleh pemberi pinjaman, melainkan hanya keridhaan pihak peminjam karena jasa yang telah diberikan pemberi pinjaman. Maka, hal tersebut tidak tergolong riba. Tidak ada pertentangan diantara para ulama mengenai masalah tersebut.60

Secara etimologi, riba berarti tambahan atau al-ziyadah. Sementara menurut istilah, riba adalah tambahan yang disyaratkan ketika akad oleh pemberi pinjaman kepada peminjam.61 Menurut istilah syara’, riba adalah tambahan sebagai imbalan pemberian tempo dalam utang piutang.62 Dalam istilah hukum Islam, riba berarti tambahan baik berupa tunai, benda maupun jasa yang mengharuskan pihak pinjaman untuk membayar selain jumlah uang yang dipinjamkan kepada pihak yang meminjamkan pada hari jatuh waktu mengembalikan uang pinjaman itu.63

Menurut kalangan Syafi’iyah, riba adalah bentuk transaksi dengan cara menetapkan pengganti tertentu (‘iwadh makhshush) yang tidak diketahui kesamaannya dengan yang ditukar) dalam ukuran syar’i pada saat transaksi atau

58

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 5, (terj, Mujahidin Muhayan), Cet. V, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2013), hlm. 119

59

Enang Hidayat, Kaidah Fikih Muamalah, Cet. I, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2019), hlm. 306. 60 Ibid, hlm. 307. 61 Ibid, hlm. 303. 62

Muhammad Ahmad Ad-Da’ur, Riba & Bunga Bank Haram, Cet. II (Bogor: Al-Azhar Press, 2014), hlm. 59.

63

Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqih Muamalah, Cet. IV (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 217.

Gambar

Tabel 3.1. Informasi Jumlah Pedagang di Pasar Pajak Pagi Kecamatan Lawe    Bulan, Kabupaten Aceh Tenggara

Referensi

Dokumen terkait

ketiga dan meneruskan kepada pihak yang berkepentingan dan melakukan klarifikasi atas pengaduan tersebut. 2) Memantau tindak lanjut pengaduan yang berkaitan dengan

Sedangkan pada pengukuran menurut standar, diperhitungkan faktor lingkungan dari ruangan yang diuji dan juga terdapat material-material lain disekitar yang juga akan

PENGARUH APLIKASI CUKA KAYU TERHADAP HAMA DAN PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DENGAN SISTEM BUDIDAYA ORGANIK.. Pembimbing: Subagiya,

Dengan demikian dalam pengembangan daerah tidak ada alasan lain untuk mengabaikan budaya atau kearifan lokal dan semua ekosistem yang ada di muka bumi, karena

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Nomor: In.15/PJ.SKO/09/2017 tanggal Tiga Puluh bulan Maret tahun Dua Ribu Tujuh Belas, maka dengan ini kami umumkan pemenang

Dari perangkat mana pun yang berada dalam segmen jaringan yang sama seperti data embedded system yang dikelola dapat dikirim ke embedded system tanpa

Karena cerita yang dirancang berupa fabel, maka tokoh-tokoh yang digunakan dalam cerita ini adalah binatang. Penjaringan ide dari tokoh-tokoh ini dengan

Oleh karena itu saya akan melakukan penelitian ilmiah tersebut dengan judul ”Strategi Produksi dan Sumber Daya Manusia Guna Meningkatkan Volume Penjualan Dengan