• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTER TOKOH DALAM CERITA PROSA RAKYAT ETNIK BENGKULU UNTUK MATERI PEMBELAJARAN SASTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KARAKTER TOKOH DALAM CERITA PROSA RAKYAT ETNIK BENGKULU UNTUK MATERI PEMBELAJARAN SASTRA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021 117 ANALISIS KARAKTER TOKOH DALAM CERITA PROSA RAKYAT ETNIK

BENGKULU UNTUK MATERI PEMBELAJARAN SASTRA 1Fitra Youpika; 2Fina Hiasa

12Penidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Bengkulu

Korespondensi: fitrayoupika@unib.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan folklor lisan cerita prosa rakyat yang terancam punah melalui pembelajaran sastra sebagai upaya pemertahanan local wisdom etnik Bengkulu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis isi. Informan yang dipilih adalah baik laki-laki perempuan yang menguasai atau memahami folklor (cerita rakyat) dan juga memahami budaya setempat. Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah observasi, wawancara, rekaman, dan atau mencatat dari sejumlah informan secara sengaja maupun tidak dengan mengikuti prinsip-prinsip baku dalam pengumpulan folklor. Lokasi penelitian adalah di wilayah Provinsi Bengkulu. Teknik keabsahan data adalah dengan mengonsultasikan data (validasi data) kepada pihak ahli (masyarakat). Teknik analis data yaitu mengklasifikasi, mentranskripsi dan penyuntingan, mentransliterasi, dan menyimpulkan. Berdasarkan nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam cerita rakyat etnik Bengkulu dapat disimpulkan bahwa dari 9 cerita yang terdiri dari 6 dongeng dan 3 legenda, semuanya relevan untuk materi pembelajaran sastra di SMP. Adapun nilai pendidikan karakter yang ditemukan yaitu: pemberani, cerdik, ikhlas, kerja sama, sabar, suka berbagi, patuh, dan kerja keras, pantang menyerah, menepati janji, rajin beribadah, tidak usil, dan sederhana.

Kata Kunci: Karakter, Cerita rakyat, Pembelajaran Abstract

This research was aimed to collect and disseminate oral folklore, folk prose stories that are threatened with extinction, through literary learning as an effort to preserve Bengkulu ethnic local wisdom. The research method used in this study was content analysis method. The selected informants were men and women who master or understand folklore and also understand local culture. Data collection techniques used were observation, interviews, recording, and / or taking notes (intentionally or unintentionally) of the information from a number of informants by following standard principles in folklore collection. The research location was in Bengkulu Province area. Data validity technique used was expert validation by consulting the data (data validation) to the experts (the local people). Data analysis techniques were classifying, transcribing and editing, transliterating, and concluding. Based on the character education values found in Bengkulu ethnic folklore, it can be concluded that of the 9 stories consisting of 6 fairy tales and 3 legends, all of them are relevant for literature learning material in Junior High School. The values of character education were found brave, smart, sincere, cooperative, patient, love to share, obedient, and hardworking, never giving up, keeping promises, being diligent in worshiping, not being nosy, and modest.

Keywords: Character, Folklore, Learning

JURNAL ILMIAH KORPUS Vol. 5 No. 1, 2021 ISSN (online): 2614-6614 Available online at https://ejournal.unib.ac.id/index.php/korpus/index

(2)

Fitra Youpika; Fina Hiasa

118 Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021

PENDAHULUAN

Secara umum, sastra dikelompkkan menjadi dua jenis yaitu sastra lisan dan sastra tulis. Sastra lisan adalah sastra yang diajarkan dengan cara dituturkan atau diucapkan dan sastra tulis merupakan sastra yang disampaiakan atau diwariskan melalui tulisan (ditulis). Untuk penyebutan cerita rakyat juga sering disebut dengan istilah cerita prosa rakyat.

Jorgensen (2007:75) memaknai cerita rakyat dengan istilah cerita tradisional. Cerita tradisional bukan merupakan suatu penggalan dan sifatnya tidak statis. Cerita tradisional tanggap dan diceritakan secara bergantian. Variasi dan perubahan yang ada dalam cerita tradisional merupakan proses yang dinamis dalam kehidupan. Kemudian, menurut Barone (2011:60), cerita rakyat adalah bagian dari sastra tradisional. Ceritanya tidak panjang dan alur cerita biasanya dengan karakter yang baik atau jahat. Tokoh cerita biasanya berupa binatang yang memiliki kesamaan karakter dengan manusia. Tetapi, ia tidak bisa disamakan dengan manusia.

Masyarakat etnik Bengkulu memiliki tradisi folklor lisan yang berupa cerita prosa rakyat. Berbagai jenis cerita prosa rakyat itu memiliki kedudukan dan makna yang sangat penting bagi etnik yang bersangkutan. Fang (2011:2) mengemukakan ada empat jenis cerita rakyat. Keempat jenis tersebut, yaitu cerita asal usul, cerita binatang, cerita jenaka, dan cerita pelipur lara. Cerita asal usul adalah cerita yang dianggap benar oleh penceritanya dan merupakan cerita yang tertua. Cerita binatang adalah cerita yang tokohnya berupa binatang yang bertingkah laku dan bersifat layaknya manusia, misalnya mereka dapat berbicara, berpikir, dan memiliki akal seperti manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Piirainen (2011:125) yang mengatakan “Animal tales are traditional folk stories in which animals act like human beings”. Sementara itu, cerita jenaka adalah cerita yang jenaka. Jenaka dalam hal ini diartikan lucu, kocak, menggelikan, dan dapat membangkitkan tawa. Kemudian, cerita pelipur lara adalah cerita yang diceritakan untuk melipur hati yang lara (berduka) atau cerita sebagai sarana hiburan.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa folklor lisan yang berupa cerita prosa rakyat dari berbagai etnik tersebut beberapa di antaranya terancam punah. Artinya, cerita yang dimaksud tidak lagi, atau sudah sangat jarang dituturkan atau diperdengarkan dalam situasi apapun. Masyarakat yang bisa berceritapun sudah sangat sulit ditemukan. Kalau pun ada, umumnya sudah berusia lanjut. Anak-anak muda zaman sekarang ini sudah tidak tertarik dengan tradisi folklor lisan yang berupa cerita prosa rakyat tersebut (Youpika, 2016). Dengan kata lain, tidak terjadi regenerasi secara baik. Dengan demikian, sangat sedikit anak-anak yang mengenal dan memahami cerita rakyat yang mereka miliki. Apabila hal ini dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan lama kelamaan berbagai cerita rakyat itu akan punah.

Berdasarkan hal di atas penting dilakukan inventarisasi folklor lisan yang berupa cerita prosa rakyat yang terancam punah untuk materi pembelajaran sastra sebagai upaya pemertahanan local wisdom etnik Bengkulu agar kita dapat menyelamatkan khasanah budaya yang berharga dan bernilai. Inventarisasi berarti merekam, mengumpulkan, dan membukukan cerita-cerita itu, sehingga bisa dicetak dan diperluas untuk dibaca oleh khalayak yang lebih luas. Dengan demikian, akan terjadi regenerasi nilai dengan baik. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan inventarisasi agar local wisdom milik etnik yang ada di Bengkulu ini tetap bertahan.

(3)

Analisis Karakter Tokoh Dalam Cerita Prosa Rakyat Etnik Bengkulu…

Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021 119

Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengumpulkan, mentransliterasikan folklor lisan yang berupa cerita prosa rakyat dari bahasa Daerah ke bahasa Indonesia, dan membuat buku kumpulan folklor lisan yang berupa cerita prosa rakyat etnik Bengkulu yang terancam punah. Kemudian, tujuan akhirnya adalah menyebarluaskan folklor lisan cerita prosa rakyat yang terancam punah untuk materi pembelajaran sastra sebagai upaya pemertahanan local wisdom etnik Bengkulu kepada masyarakat agar keberadanan local wisdom tersebut tetap bertahan di tengah-tengah kemajuan zaman.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian analisis konten, yaitu suatu penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat diteliti ulang dengan data yang sahih dan memperhatikan konteks penggunaannya (Krippendorff, 2004:18). Tujuannya adalah untuk menggali isi atau makna pesan yang terkandung dalam karya sastra, yang dalam penelitian ini berupa carita rakyat.

Data dalam penelitian ini adalah cerita rakyat masyarakat etnik Bengkulu dari hasil rekaman, yang kemudian dibuat dalam bentuk tulisan. Sementara itu, objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah nilai-nilai karakter yang terkandung dalam cerita dan relevansinya sebagai materi pembelajaran sastra. Cerita rakyat tersebut dikumpulkan melalui wawancara, perekaman, dan atau pencatatan dari sejumlah informan secara sengaja maupun tidak dengan mengikuti prinsip-prinsip baku dalam pengumpulan folklor. Perekaman dilakukan dengan alat bantu voice recorder disertai catatan-catatan pelengkap pada buku catatan.

Kegiatan Inventarisasi Folklor Lisan Cerita Prosa Rakyat yang Terancam Punah untuk Materi Pembelajaran Sastra sebagai Upaya Pemertahanan Local Wisdom Etnik Bengkulu ini berlokasi di wilayah Provinsi Bengkulu.

Informan penelitian ini adalah orang yang dapat memberikan informasi secara lengkap dan akurat berkaitan dengan data penelitian. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah anggota masyarakat asli etnik Bengkulu yang tidak hanya mengerti tentang cerita rakyat saja, tetapi juga memahami hal-hal yang terkait dengan kebudayaan daerah setempat. Ada tujuh narasumber dalam penelitian ini. Ketujuh orang tersebut, yaitu Nursida (72 tahun), Yunah (69 tahun), Satidah (76), Surya Hidayati (62), Amadin (49), Aswandi (58), dan Nusirwan (66).

Teknik analisis data dalam penelitian ini (Barried, 1985; Robson, 1988; Reynold dan Wilson, 1992) meliputi:

1. Mengklasifikasi

2. Mentranskripsi dan penyuntingan 3. Mentransliterasi dan Analisis 4. Menyimpulkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Folklor prosa rakyat cerita yang banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah cerita yang berupa legenda dan dongeng. Cerita rakyat masyarakat etnik Bengkulu ini, sejak dahulu sampai sekarang diceritakan atau disampaikan oleh masyarakatnya secara lisan atau dari mulut ke mulut. Oleh karena diwariskan atau disampaikan secara lisan dari mulut ke mulut, sedikit banyak terjadi perbedaan dari segi penyampaian cerita. Hal ini disebabkan

(4)

Fitra Youpika; Fina Hiasa

120 Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021

oleh kemampuan seserorang dalam mengingat berbeda-beda. Kenyataan ini juga diungkapkan oleh Rukmini (2009). Dalam penelitiannya, ia mengatakan “cerita rakyat ini biasanya disebarluaskan secara lisan dan hanya didasarkan pada kemampuan mengingat para penuturnya”. Cerita rakyat masyarakat etnik Bengkulu tidak diketahui pengarangnya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah, yaitu bahasa Pasemah, Serawai, dan Rejang. Bahasa daerah yang digunakan tersebut sama seperti bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari, artinya tidak dengan bahasa khusus. Cerita ini biasanya diceritakan oleh orang yang tua kepada yang lebih muda, seperti Nenek kepada Cucunya atau Ibu/Bapak kepada anaknya.

Pengumpulan data hasil penelitian yang berupa cerita rakyat ini dilakukan dengan cara wawancara dan merekam. Wawancara dan merekan dilakukan secara langsung di lapangan, yaitu mewawancarai dan merekam langsung informan yang merupakan masyarakat asli etnik Serawai, Rejang, dan Pasemah yang ada Bengkulu. Wawancara yang dilakukan tersebut adalah wawancara yang bersifat bebas, bukan wawancara mendalam. Dilihat dari jumlah cerita yang ditemukan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada 9 cerita, yaitu: (1) Asal-usul Daerah Pasemah Air Keruh, (2) Asal-usul Sekujang Kepahiang (3) Bukit Puyang Ripin Desa Serangai (4) Sang Kancil, Siput, dan Lengkukup (5) Si Miskin (6) Sang Beruk Besan dengan Kura-kura (7) Pak Andir (8) Sang Kancil dan Sang Harimau, dan (9) Puyang Belang.

Nilai Pendidikan Karakter yang Terkandung dalam Cerita

Nilai pendidikan karakter yang ditemukan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan tiga kategori. Tiga kategori tersebut, pertama nilai pendidikan karakter terkait dengan diri sendiri. Kedua, nilai pendidikan karakter terkait dengan orang lain/makhluk lain. Kemudian, yang ketiga adalah nilai pendidikan karakter terkait dengan Ketuhanan. Nilai pendidikan karakter tersebut seperti yang ada dalam tabel berikut.

No . Pend. Nilai Karakter Judul Cerita SKSL S M SBBSK PA SKSH PB AUDPAK AUSK BPRDS 1 Pemberan i X X 2 Cerdik X X X X 3 Ikhlas menerima kekalahan X 4 Kerja sama X 5 Sabar X X 6 Suka berbagi X 7 Patuh X 8 Kerja keras X

(5)

Analisis Karakter Tokoh Dalam Cerita Prosa Rakyat Etnik Bengkulu…

Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021 121

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari 9 cerita rakyat masyarakat etnik Bengkulu yang ditemukan dalam penelitian ini, semua cerita relevan sebagai materi pembelajaran sastra di SMP

Pembahasan

Karakter Tokoh Cerita

Cerita rakyat masyarakat Bengkulu memiliki bermacam macam karakter tokoh. Karakter tersebut bisa berupa karakter baik atau karakter buruk. Hal ini juga ditemukan oleh Nurgiyantoro (2011) dalam penelitiannya yang mengemukakan bahwa secara umum cerita wayang terdiri dari dua kelompok karakter tokoh, yaitu karakter baik dan jahat.

Karakter baik atau karakter yang positif merupakan karakter yang seharusnya dijadikan pedoman dan karakter buruk atau negatif wajib ditinggalkan. Namun, bukan berarti karakter negatif tidak penting diketahui. Karakter negatif perlu diketahui sebab untuk tau yang baik kita harus tau juga yang buruknya. Berikut adalah karakter tokoh yang ada dalam cerita rakyat masyarakat etnik Bengkulu.

Karakter Tokoh dalam Cerita “Sang Kancil, Siput, dan Lengkukup”

Dalam cerita ini terdapat tiga tokoh, yaitu Kancil, Siput, dan Lengkukup. Diceritakan Sang Kancil memiliki karakter yang sombong dan angkuh. Kancil sombong terhadap kelebihannya yang memiliki kekuatan lari yang sangat cepat. Kesombongan Sang Kancil itu terlihat ketika ia menantang Siput dan Lengkukup untuk lomba lari. Ia beranggapan bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan kecepatannya dalam hal berlari. Kesombongan dan keangkuhan Sang Kancil tersebut sangat jelas seperti yang ada dalam kutipan cerita berikut.

Suatu hari ada seekor kancil yang sombong dan meremehkan siput yang berada di sungai (SKSL/A.10/1/Kt.K).

Memperhatikan siput yang berjalan sangat lambat, dengan sombong Sang Kancil berkata dalam hatinya, “Alangkah gemeriak (sangat pelan) Si Siput berjalan, masa kalau saya kalah lomba lari sama Si Siput ini”. Setelah itu, Sang Kancil pun menantang Si Siput untuk lomba lari (SKSL/A.11/1/Kt.K).

Dilihat dari kutipan cerita di atas sangat jelas kesombongan dan keangkuhan tokoh Sang Kancil. Namun, di balik kesombongan dan keangkuhan Sang Kancil tersebut, ia memiliki ambisi yang kuat. Selain itu, Sang Kancil juga memiliki karakter yang mau menerima kekalahan. Ia mengakui kekalahannya. Karakter tersebut yang ada pada Sang Kancil tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

9 Pantang menyerah X 10 Menepati janji X 11 Rajin Beribadah X 12 Tidak Usil X 13 Sederhana X X

(6)

Fitra Youpika; Fina Hiasa

122 Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021

Sang Kancil begitu ambisi dengan berlari sangat cepat menuju mata air untuk memenangkan perlombaan (SKSL/A.14/2/Kt.K).

“Yak (aduh) siput berlari cepat sekali, siput kok kamu sudah sampai dahuluan, padahal tadi saya sudah berlari sangat cepat” kata Sang Kancil. “Terus siapa yang menang kalau begitu?” tanya Si Siput kepada Sang Kancil. Sang Kancil pun menjawab, “Ya sudah, saya mengaku kalah, saya kalah” (SKSL/A.15/2/Kt.K).

Tokoh lain yang terdapat dalam cerita Bengkulu adalah Si Siput. Si Siput memiliki karakter yang berani. Keberanian yang dimiliki oleh Siput terlihat ketika ia menerima tantangan Sang Kancil yang mengajak untuk lomba lari. Si Siput berani lomba lari dengan Sang Kancil yang terkenal sangat cepat berlari karena ia tahu kesombongan dan keangkuhan yang dimiliki Sang Kancil. Hal itu dapat dilihat pada kutipan cerita berikut.

Setelah itu, Sang Kancil pun menantang Si Siput untuk lomba lari. “Woi Siput, ayo kita lomba lari, kalau berani” tantang Sang Kancil kepada Si Siput. “Adak ayoh” jawab Si Siput menerima tantangan Sang Kancil. Akhirnya mereka pun sepakat untuk lomba lari. (SKSL/A.12/1/Kt.S).

Selain memiliki karakter yang pemberani, Siput juga memiliki karakter yang cerdik dan bisa bekerja sama dengan teman-temannya. Kecerdikan yang dimiliki oleh Si Siput terlihat ketika ia timbul ide bagaimana caranya bisa mengalahkan Sang Kancil yang sombong dan angkuh itu. Setelah ia menerima tantangan Sang Kancil, Si Siput meminta tolong dengan teman-temannya, sehingga ia bisa mengalahkan Sang Kancil dengan cara lain. Hal itu tergambar dari kutipan berikut.

Tidak kalah akal Si Siput memanggil teman-temannya yang ada di hulu untuk rapat. Si Siput minta tolong kepada teman-temannya dan memerintahkan, “Nanti kalau ada Sang Kancil memanggil kalian harus jawab” perintah Si Siput kepada teman-temannya. Teman-teman Si Siput yang berada di hulu pun menuruti perintah Si Siput yang pertama tadi. Mereka berbaris dari muara sungai sampai ke mata air (SKSL/A.13/1-2/Kt.S).

Tokoh lain yang terdapat dalam cerita rakyat ini adalah Lengkukup. Lengkukup merupakan sejenis binatang yang bisa menghindari ancaman dari musuh dengan cara membulatkan badannya ketika disentuh, sehingga ia kelihatan bukan seperti makhluk hidup. Tokoh Lengkukup dalam cerita ini memiliki karakter yang cerdik. Kecerdikan Lengkukup tersebut dapat dilihat ketika ia mengajukan suatu syarat kepada Sang Kancil yang menantangnya ketika lomba lari, seperti dalam kutipan cerita berikut.

“Syaratnya ada dua, pertama lomba larinya di tanah yang tebing (curam). Kedua, pas mau lari sentuh tubuhku, bagaimana?” kata Lengkukup (SKSL/A.16/3/Kt.L).

Dulihat dari kutipan di atas Si Lengkukup meminta lomba larinya dilakukan di tanah yang tebing (curam) dan meminta badannya disentuh ketika sudah mau dimulai lomba larinya. Lengkukup tahu kalau ia lari dengan kakinya pasti ia akan kalah, namun kalau dengan cara membulatkan badannya ia akan lebih cepat dari kancil. Dengan demikian, Lengkukup bisa mengalahkan Sang Kancil.

(7)

Analisis Karakter Tokoh Dalam Cerita Prosa Rakyat Etnik Bengkulu…

Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021 123

Cerita rakyat Suku Pasemah yang berjudul “Si Miskin” ini terdiri atas dua tokoh. Kedua tokoh cerita tersebut yaitu Si Ibu dan Si Anak. Diceritakan, Si Ibu memiliki karakter yang kerja keras. Karakter kerja keras yang dimiliki oleh Si Ibu itu terlihat saat ia selalu berusaha dan bekerja untuk mencarikan anaknya makan. Si Ibu setiap hari bekerja di ladang demi memenuhi permintaan Si Anak yang kelaparan. Kerja keras itu dimulai dari membuka lahan untuk menanam padi sampai padi yang ditanam menjadi nasi yang siap dimakan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan cerita di bawah ini.

Awal cerita, suatu hari si anak merasa lapar dan meminta makan kepada ibunya. Namun, setiap Si Anak meminta makan kepada ibunya, makanan itu tak kunjung ada. Kemudian, suatu saat ibunya pamit kepada anaknya untuk pergi nebas (membuka ladang) (SM/A.17/4/Kt.I).

Si Ibu menjawab “nah Nak makanlah, udang besak-besak bepalau-palau” (ini Nak, silakan makan, ada udang besar-besar dan Ikan Palau) (SM/A.20/7/Kt.I).

Kutipan cerita di atas menunjukkan betapa kerasnya usaha Si Ibu untuk mencarikan anaknya makan. Usaha itu dimulai dari nebas (membuka lahan) untuk menanam padi sampai padi tersebut dimasak menjadi nasi yang siap disajikan. Di balik usaha dan kerja keras Si Ibu tersebut, terdapat karakter anak yang patuh dan selalu sabar dalam menungggu ibunya memberikan makanan. Karakter sabar atau kesabaran Si Anak itu tergambar ketika ia setiap hari selalu menunggu dengan sabar ibunya yang berusaha dan bekerja menggarap ladang. Setiap hari Si Anak selalu meminta dan menanyakan makanan, namun setiap hari juga makanan itu belum juga ada karena harus menunggu sampai panen. Kesabaran Si Anak terlihat dalam kutipan cerita berikut.

Setelah seharian Si Anak menunggu ibunya, Si Ibu pun akhirnya pulang dari nebas. Kemudian, Si Anak berkata kepada Si Ibu “ting tak ting, aduh Nduk ndak makan, peghut lah genting lakah putus ndak makan” (ting tak ting, aduh Ibu mau makan, perut sudah genting hampir putus mau makan). Si Ibu kemudian menjawab “kudai nak Mak nebang kudai” (tunggu ya nak, Ibu menebang pohon di ladang dulu) (SM/A.18/4-5/Kt.A). Melihat nasi dan lauk sudah masak, Si Anak yang badannnya sudah sangat lemas karena kelaparan itu berkata lagi untuk yang terakhir kalinya “ting tak ting, aduh Nduk ndak makan, peghut lah genting lakah putus ndak makan” (ting tak ting, aduh Ibu mau makan, perut sudah genting hampir putus mau makan). Si Ibu menjawab “nah Nak makanlah, udang besak-besak bepalau-palau” (ini Nak, silakan makan, ada udang besar-besar dan Ikan Palau). Belum sempat menyuap satu suap nasipun,,, ting... Si Anak meninggal (SM/A.19/7/Kt.A).

Berdasarkan kutipan di atas, sangat jelas menjelaskan karakter Si Anak yang patuh dan selalu sabar menunggu. Bahkan kesabaran itu bertahan sampai ia menghembuskan napas terakhir yang tak sanggup lagi menahan lapar. Si anak meninggal karena kelaparan yang setiap hari selalu menungu makanan yang tak kunjung ada. Si Anak setiap hari menunggu padi yang ditanam sanpai padi itu menjadi nasi yang siap untuk dimakan. Namun, ketika padi itu sudah dipanen, sudah dimasak, dan siap disajikan, Si Anak sudah tak sanggup lagi menahan laparnya. Akhirnya, Si Anak pun meninggal dunia ketika sudah siap untuk menyantap makanan yang sudah dihidangkan oleh ibunya.

(8)

Fitra Youpika; Fina Hiasa

124 Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021

Karakter Tokoh dalam Cerita “Sang Beruk Besan dengan Kura-kura”

Sesuai dengan judulnya, Beruk dan Kura-kura adalah tokoh yang ada dalam cerita rakyat Suku Pasemah Bengkulu Padang Guci Ini. Tokoh Sang Beruk memiliki karakter yang tidak sabar, rakus, dan tidak tahu terima kasih. Ketidaksabaran Sang Beruk tercermin saat ia mulai menanam pisang. Ia menanam pisang yang sudah besar yang sudah memiliki bakal buah. Ia menganggap dengan menanam pisang yang sudah besar ia tidak lama lagi akan memanennya. Pisang yang ia tanam tersebut dipanjatnya setiap hari. Sang Beruk sudah tak sabar untuk memanen pisang yang ia tanam. Namun, hal itu bukan membuat panen bertambah cepat, melainkan pisang yang ia tanam itu mati akibat dipanjat setiap hari. Karakter Sang Beruk tersebut tergambar seperti yang ada pada kutipan ceritanya berikut.

Pisang yang ditanam oleh Sang Beruk dipanjatnya setiap hari. Ia tidak sabar lagi ingin memetik pisang yang ia tanam. (SBBSK/A.21/8/Kt.B).

Selain memiliki karakter yang tidak sabar, Sang Beruk juga memiliki karakter yang rakus dan tidak tahu terima kasih. karakter itu terlihat ketika ia memanjat pisang milik Sang Kura. Sang Beruk tidak mau membagi bisang itu kepada pemiliknya yaitu Sang Kura. Sang Beruk memakan pisang sendiri di atas pohon yang ia panjat itu, hingga perutnya merasa kenyang. Setelah perutnya kenyang, baru ia memberikan sisanya kepada Sang Kura yang merupakan pemilik pisang itu. Sifat rakus Sang Beruk tersebut seperti yang ada dalam kutipan cerita berikut.

Mendengar tawaran dan ajakan Sang Kura, Sang Beruk pun langsung memanjat pisang milik Sang Kura yang sudah matang itu. Namun, apa yang terjadi? Sang Beruk dengan kerakusannya memakan buah pisang yang matang tersebut sendiri di atas pohon pisang, tanpa menghiraukan si pemiliknya, Sang Kura yang menunggu di bawah. (SBBSK/A.23/9/Kt.B).

Berbeda dengan Sang Beruk, Sang Kura memiliki karakter yang baik dan mau berbagi. Karakter tersebut seperti yang tergambar dalam kutipan cerita berikut.

“Anu besan, pisang punya besan sudah matang” kata Sang Beruk kepada Sang Kura. “Panjatlah besan kalau begitu, saya tidak bisa memanjat, nanti buahnya kita makan bersama” ungkap Sang Kura kepada Sang Beruk (SBBSK/A.22/9/Kt.Kk).

Sang Kura memiliki karakter yang baik, dia mau berbagi dengan besannya yaitu Sang Beruk. Sang Kura menyuruh Sang Beruk untuk memanjat dan memanen pisangnya yang sudah matang. Setelah pisang itu dipanen buahnya akan ia makan bersama. Namun, kebaikan Sang Kura itu dibalas dengan kejahatan oleh Sang Beruk. Bahkan, Sang Kura hanya meminta pisang yang kecil-kecil, bukan pisang yang besar-besar padahal ia adalah pemiliknya. Seharusnya yang meminta itu adalah Sang Beruk karena ia hanyalah memanjat, bukan pemilik pisang itu, tetapi ini malah sebaliknya. Berikut kutipan ceritanya.

Setelah lama menunggu dan melihat Sang Beruk makan pisang sendirian di atas, Sang Kura meninta kepada besannya Sang Beruk. “Yak besan, minta besan, tuntut-tuntunnye (buah yang ada di ujung tandan) jadilah besan” kata Sang Kura (SBBSK/A.24/9/Kt.Kk).

(9)

Analisis Karakter Tokoh Dalam Cerita Prosa Rakyat Etnik Bengkulu…

Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021 125

Karakter Tokoh dalam Cerita “Pak Andir”

Tokoh yang ada dalam cerita rakyat ini adalah Pak Andir dan Nduk Andir. Istilah “Nduk” dalam bahasa Suku Pasemah artinya ibu. Pak Andir dan Nduk Andir dalam cerita ini merupakan sepasang suami isteri yang tinggal di suatu pondok. Pak Andir memiliki karaker yang malas dan bekerja keras jika ada imbalan. Dalam kisahnya, diceritakan Pak Andir ditipu oleh isterinya sendiri karena sifatnya yang pemalas. Hal demikian dilakukan Nduk Andir agar Pak Andir sadar dan tidak lagi malas. Pak Andir tidak mau mengerjakan kerja yang ada dalam keluarganya. Ia mau bekerja jika disuruh mengerjakan kerja milik orang lain, karena ia tahu jika ia mengerjakan pekerjaan rumah tangganya ia tidak akan mendapat upah. Sementara, jika ia mengerjakan pekerjaan orang lain ia akan mendapatkan upah dari kerjanya itu. Oleh karena itulah ia diberi julukan Sang Pemalas. Julukan Pak Andir tersebut masih menjadi analogi bagi masyarakat Suku Pasemah, khususnya di Padang Guci. Setiap orang yang malas dijuluki sebagai Pak Andir. Julukan itu karena sifatnya yang malas. Sifat malas Pak Andir tersebut terlihat seperti dalam kutipan cerita berikut.

Ada sepasang suami istri yaitu Pak Andir dan Nduk Andir. Pak Andir terkenal dengan sifatnya yang sangat malas. Setiap hari kerjanya hanya makan dan tidur. Pak Andir tidak mau bekarja kalau tidak diberi upah, sehingga ia tak mau jika diajak bekerja oleh istrinya Nduk Andir (PA/A.25/11/Kt.Pa).

Seperti yang sudah disebutkan di atas, tokoh dalam cerita ini adalah Pak Andir dan Nduk Andir. Berbeda dengan Pak Andir, Nduk Andir memiliki karakter yang cerdik. Kecerdikan Nduk Andir tersebut tergambar ketika ia menipu Pak Andir. Namun, penipuan yang dilakukan oleh Nduk Andir itu bukanlan perbuatan yang jahat, melainkan penipuan yang bertujuan demi kebaikan, yaitu untuk membuat Pak Andir tidak lagi malas. Hal demikian seperti yang ada pada kutipan cerita berikut.

Mendengar jawaban Pak Andir tersebut, Nduk Andir tak kehilangan akal untuk menyuruh suaminya membuat lesung yang ia suruh. Ia punya ide bagaimana caranya supaya Pak Andir mau membuatkan lesung. Ide itu adalah dengan cara ditipu, karena kalau tidak dengan cara demikian Pak Andir samapai kapanpun tidak akan mau membuat lesung untuk keluarganya (PA/A.26/11/Kt.Na).

Karakter Tokoh dalam Cerita “Sang Kancil dan Sang Harimau”

Sesuai dengan judulnya, tokoh cerita ini ada dua, yaitu Kancil dan Harimau. Sang Harimau dalam cerita ini memiliki karakter yang ganas, pemaksa, dan ceroboh. Sifat ganas Sang Harimau tersebut seperti yang dijelaskan pada kutipan berikut.

Dengan tubuhnya yang sangat besar, kuat, dan ganas itu, semua binatang tunduk dan takut kepadanya. Apapun yang mintanya harus dituruti dan tidak ada yang berani membantah meskipun dia salah. Namun, di balik keganasannnya itu, dia sangat ceroboh (SKSH/A.27/14/Kt.H).

Sementara itu, karakter ceroboh Harimau terlihat pada kutipan ceritanya berikut. Sang Harimau pun langsung memakan sekumpulan semut merah yang disangkanya tape Sang Raja tersebut. Apalah daya, Sang Harimau kesakitan digigit oleh semut-semut itu (SKSH/A.28/15/Kt.H).

(10)

Fitra Youpika; Fina Hiasa

126 Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021

Tanpa menghiraukan larangan Sang Kancil, Sang Harimau langsung memukul sarang tawon yang besar itu. Tawon-tawon yang ada di dalam sarangnya itu pun keluar dan langsung menggigiti Sang Harimau (SKSH/A.31/16/Kt.H).

Berdasarkan kutipan cerita di atas, menunjukkan bahwa Sang Harimau memiliki karakter atau sifat yang ganas, pemaksa tanpa mempedulikan teman sekelilingnya, ceroboh, dan tidak mau dilarang. Karakter Sang Harimau ini berbeda dengan karakter yang dimiliki oleh Sang Kancil. Sang Kancil memiliki tubuh yang kecil dan berkarakter cerdik. Kecerdikan Kancil itu terlihat ketika ia ingin dibunuh oleh Sang Harimau seperti kutipan berikut.

Tidak lama kemudian, Harimau menemukan Sang Kancil. Namun, Sang Kancil tak kehilangan akal, sebelum bertemu dengan harimau ia telah menggigit kunyit, sehingga giginya kuning semua (SKSH/A.29/15/Kt.K).

Melihat gigi Sang Kancil yang ia cari tadi berbeda, Sang Harimau tidak jadi mebunuh dan memakan Sang Kancil. Sang Kancil pun merasa aman. Ia berhasil mengelabui Sang Harimau yang ganas itu (SKSH/A.30/15/Kt.K).

Berdasarkan kutipan di atas, sangat jelas karakter Sang Kancil yang cerdik. Oleh karena kecerdikannya itu, ia selamat dari ancaman Sang Harimau yang ingin memangsanya.

Karakter Tokoh dalam Cerita “Puyang Belang”

Terdapat karakter tokoh cerita yang gigih dan pantang menyerah. Hal ini tergambar pada kutipan berikut.

“Kalu kau memang serius dengan aku, aku minta kau ambik durian di pohon itu dan kupas di pucuk pohon itu aku ndak isinyo”. Ndengar perkataan gadis ini tadi, pemuda itu menyanggupi syarat yang dikasi sang gadis (PB. 13).

Selain terdapat karakter gigi atau pantang menyerah, dalam cerita ini juga terdapat karakter menepati janji. Karaktet tersebut dapat dilihat padakutipan berikut.

Akhirnyo, gadis menepati janji dan ikut kek pemuda itu. Sebelum nyo ngikut pemuda itu, sang gadis ngambik selendang besurek maknyo dan dicabik-cabik selamo perjalanan dengan alasan biar mudah dicari kek orang tuonyo. Dalam perjalanan sang gadis yang ikut kek pemuda tu sambil nyabik-nyabikkan selendang besurek maknyo (PB. 13).

Karakter Tokoh dalam Cerita “Asal-usul Daerah Pasemah Air Keruh”

Cerita ini mengisahkan ikan Baung dengan ikan Plus. Kedua tokoh dalam cerita ini tidak bisa disatukan atau hidup ditempat yang sama. Oleh karena itu mereka pergi tan menempati wilayah masing-masing. Baung tinggal di wilayah Air Keruh, sedangkan Plus hidup tenang di walayahnya muara bagian selatan. Hal ini derlihat pada kutipan berikut.

Ndik baung tadi balik ke aiek keghoh, ndik plus tadi balik ke selatan. Sampai kini pacak di kinak i tito , saking ka neman die belage tu, kayu e sampe kini masih rebah dulu-dulu

(11)

Analisis Karakter Tokoh Dalam Cerita Prosa Rakyat Etnik Bengkulu…

Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021 127

nian, yang kayu jeme selatan rebah ke selatan, kayu aiek keghoh rebah ke aiek keghoh (AUDPAK. 16-17).

Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa terdapat karakter tokoh yang tidak usil dengan orang lain, sehingga hidup di wilayah masing-masing yang menjadi wilayahnya.

Karakter Tokoh dalam Cerita “Asal-usul Sekujang Kepahiang”

Cerita ini mengandung nilai karakter tokoh yang sederhana. Karakter tersebut terlihat pada kutipan berikut.

Dem tu asal usol o sekujang ni iluak ini, zaman dulu jemo serawai di Talang Kaghit ngen Duson Jaua (padang capo camatan sukorajo), tabo itu idup sesedang bae. Kehbun tu dinamoi ngen Petalangan Tunggal Kait ngan Duson Jaua men kini masia ado, kalu kni Petalangan tu bekembang jadi Dusonnyo la besak, bada duson o tu di kecamatan Sukorajo Bengkulu

Selatan (AUSK.19).

Karakter Tokoh dalam Cerita “Bukit Puyang Ripin Desa Serangai”

Dalam cerita ini peneliti menemukan nilai karakter tokoh yang hidup sederhana dan rajin beribadah. Hal ini dapat tergambar pada pkutipan berikut.

Kerjonyo nelayan karno kan siko dedek pantai. Biasonyo lah subuh ko nuo brangkek nangkap ikan. Banyak dikit ikan yang nyo dapat ko, nyo tetap syukuri. Puyang Ripin ko otrangno baik, dak do besak segek. Nyo kalau lah adzan tu, nyo berjalan ke masjid untuk sembahyang (BPRDS.21).

Relevansi Cerita sebagai Materi Pembelajaran Sastra

Berdasarkan analisis karakter tokoh dan nilai pendidikan karakter menunjukkan, bahwa dalam cerita rakyat masyarakat etnik Bengkulu banyak mengandung nilai pendidikan karakter. Cerita tersebut memuat nilai-nilai nasehat yang dapat dijadikan sebagai materi ajar, sehingga memiliki relevansi sebagai materi pembelajaran sastra. Hal ini disebabkan oleh adanya kesesuaian antara cerita yang ada dengan kriteria materi pembelajaran sastra khususnya SMP. Kenyataan tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian relevan yang dikaukan oleh Widiyono (2013). Dalam penelitian tersebut hansilnya menyatakan relevan apabila disampaikan dalam pendidikan formal dan nonformal dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan moral maupun karakter. Adapun nilai pendidikan karakter cerita rakyat masyarakat Suku Pasemah Bengkulu dan kriterianya sebagai materi pembelaran sastra dapat dilihat pada tabel berikut.

No. Judul Cerita Kriteria nilai materi ajar sastra yang

baik Relevan

Estetis Humanis Etis Religius

1. SKSL ✓ ✓ ✓ - ✓ 2. SM ✓ ✓ ✓ - ✓ 3. SBBSK ✓ ✓ ✓ - ✓ 4. PA ✓ ✓ - - ✓ 5. SKSH ✓ ✓ - - ✓ 6. PB ✓ ✓ - - ✓

(12)

Fitra Youpika; Fina Hiasa

128 Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021

7 AUDPAK ✓ ✓ - - ✓

8 AUSK ✓ ✓ ✓

9 BPRDS ✓ ✓ ✓

. PENUTUP

Cerita rakyat masyarakat Bengkulu yang ditemukan dari penelitian ini ada dua jenis, yaitu dongeng dan legenda. Adapun jumlah cerita yang ditemukan sebanyak 9 cerita yang meliputi 6 dongeng dan 3 legenda. Cerita-cerita yang ditemukan antara lain cerita yang berjudul: (1) Asal-usul Daerah Pasemah Air Keruh, (2) Asal-usul Sekujang Kepahiang (3) Bukit Puyang Ripin Desa Serangai (4) Sang Kancil, Siput, dan Lengkukup (5) Si Miskin (6) Sang Beruk Besan dengan Kura-kura (7) Pak Andir (8) Sang Kancil dan Sang Harimau, dan (9) Puyang Belang.

Berdasarkan teori dalam memilih karya sastra untuk materi pembelajaran, semua cerita yang ditemukan relevan untuk materi pembelajaran sastra di sekolah menengah (SMP). Nilai-nilai yang terkandung dalam cerita yaitu: pemberani, cerdik, ikhlas, kerja sama, sabar, suka berbagi, patuh, dan kerja keras, pantang menyerah, menepati janji, rajin beribadah, tidak usil, dan sederhana.

Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya khasanah pengetahuan sastra lisan. Kemudian, dapat menjadi materi ajar dalam pembelajaran sastra di lembaga-lembaga pendidikan terutama di sekolah. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya daerah etnik Bengkulu.

DAFTAR RUJUKAN

Barone, D. M. 2011. Children’s Literature in the Classroom Engaging Lifelong Reader,s. New York: The Guilford Press.

Barried, Siti Baroroh. 1985. Pengantar Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembanga Bahasa Depdiknas.

Danandjaja, James. 1994. Folklor Indonesia. Jakarta: Grafiti Press.

Fang, L. Y. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Jorgensen, L.I. 2007. Folk narrative and the history of culture: Reflections of different eras in the texts and perceptions of the old folk ballads of denmark exemplified through ballads about the medieval king valdemar ii and his queens dagmar and bengerd. [Versi Elektronik]. Journal of Folklore, (37), 59-80.

Krippendorff, K. 2004. Content analysis: An introduction to its methodology (2nd ed). London: Sage Publications.

Nurgiyantoro, B. 2011. Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan Karakter, I (I), 18-34. doi: 10.21831/jpk.v1i1.1314

(13)

Analisis Karakter Tokoh Dalam Cerita Prosa Rakyat Etnik Bengkulu…

Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. 5(1), 2021 129

Piirainen, E. 2011. Folk Narratives and Legends as Sources of Widespread Idioms: Toward A Lexicon of Common Figurative Units. [Versi Elektronik]. Journal of Folklore, (48, 117-142):125.

Robson, R.O. 1988. Principles of Indonesian Philology. Tha Hague: Martinus Nijhoff. Rukmini, D. 2009. Cerita Rakyat Kabupaten Sragen (Suatu Kajian Struktural dan Nilai

Edukatif). Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Youpika, F., & Darmiyati, Z. 2016. Nilai Pendidikan Karakter Cerita Rakyat Suku

Pasemah Bengkulu dan Relevansinya sebagai Materi Pembelajaran Sastra. Jurnal Pendidikan Karakter, VII (I), 48-58. doi: 10.21831/jpk.v0i1.10731.

Referensi

Dokumen terkait

Tesis ini berjudul “ Struktur, Fungsi, dan Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kabupaten Bangka serta Pemanfaatannya untuk Menyusun Bahan Ajar Apresiasi Sastra di

Penelitian terhadap cerita rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang berjudul “Blunyah Gedhe” ini dapat memberikan referensi dan pandangan bagi dunia sastra

Sebagaimana yang diungkapkan Ninik Suprihatin, S.Pd., guru SD Negeri Wilangan 1, Nganjuk, bahwa untuk pembelajaran sastra cerita rakyat Air Terjun Sedudo (Ki Ageng

Hasil akhir dari penelitian ini adalah pemaparan tokoh dan latar Cerita Rakyat Malin Kundang dalam VCD (berupa transkrip cerita rakyat dan analisis data cerita rakyat),

Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) struktur cerita yang terdapat pada ketiga cerita rakyat di Kabupaten Kebumen meliputi (a) tema, (b) tokoh dan

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan tinjauan sosiologi sastra, nilai religi, serta relevansi cerita rakyat Kyai Karsoredjo Dukuh Pandanan

Sebagaimana yang diungkapkan Ninik Suprihatin, S.Pd., guru SD Negeri Wilangan 1, Nganjuk, bahwa untuk pembelajaran sastra cerita rakyat Air Terjun Sedudo (Ki Ageng

Data diperoleh dari angket kebutuhan siswa dan guru terhadap bahan ajar sastra berbasis cerita rakyat Banyumas, wawancara, dan data hasil validasi produk.. Data