• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERMASALAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BATIK BANYUMAS DAN BATIK PURBALINGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PERMASALAHAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BATIK BANYUMAS DAN BATIK PURBALINGGA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Jendral Soedirman Abstract

This study aimed to analyze problems Banyumas and Purbalingga batik’s and to formulate strategies to develop its. The data was collected using the interview method. The analysis tools are qualitative analysis and SWOT analysis

Operational, human resources, marketing, financial and business environment are factors that constraint on craftsman Banyumas batik and Purbalingga batik. experiences, social attitudes and the uniqueness of batik is a strength, while the high price, low technology, limited business networks, low productivity, lack of motive and have not had access to raw materials is the weakness of Banyumas batik and Purbalingga batik. Government programs to use batik, tourism development, high attention to government agency, the increasing interest of the community an opportunity for Banyumas batik and Purbalingga batik, while the high intensity of competition, the existence of printed batik and low public interest are a threat to the Banyumas batik and Purbalingga batik.

Keywords: problem analysis, Banyumas batik, batik Purbalingga, SWOT analysis.

PENDAHULUAN

Batik merupakan pakaian khas Indonesia, dan masing-masing daerah memiliki ciri yang berbeda satu sama lain terutama dalam corak dan motif batikannya. Demikian pula batik yang ada di Kabupaten Banyumas dan di Kabupaten Purbalingga juga memiliki motif batik yang khas dan berbeda dari daerah lain. Secara umum karakteristik batik Banyumas relatif sama dengan batik Purbalingga karena letaknya sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh batas administratif pemerintahan saja. Industri batik di kedua kabupaten tersebut melibatkan tenaga kerja dengan jumlah yang cukup banyak, baik tenaga kerja yang langsung terlibat dalam proses produksi maupun tenaga kerja yang terlibat dalam bidang pemasaran. Tenaga kerja pada industri batik yang ada di Kabupaten Banyumas dan di Kabupaten Purbalingga pada umumnya berasal dari daerah sekitar. Dengan demikian pemberdayaan pengusaha kecil industri batik akan dinikmati oleh rakyat kecil dengan jumlah yang cukup besar.

(2)

Keberadaan batik Banyumas maupun batik Purbalingga telah lama, namun perkembangannya tidak seperti yang diharapkan. Kondisi semacam itu menunjukkan bahwa industri batik Banyumas dan batik Purbalingga sekarang ini sedang mengalami permasalahan yang cukup serius. Apabila permasalah-permasalahan yang ada di industri batik Banyumas dan Purbalingga tidak segera di deteksi dan dicarikan jalan keluarnya dikhawatirkan indutri batik Banyumas dan Purbalingga akan mati. Oleh karena itu kajian untuk mengidentifikasi kendala dan strategi pengembangannya merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. METODE PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha batik di Kabupaten Banyumas dan di Kabupaten Purbalingga. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode pengambilan sampel secara purposive merupakan metode pengambilan sampel dimana peneliti memiliki keriteria atau tujuan tertentu terhadap sampel yang akan diteliti (Indriantoro dan Supomo, 1999). Sedangkan alasan peneliti menggunakan metode purposive sampling dalam penelitian ini adalah agar peneliti benar-benar mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari obyek yang tepat.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini digali dari wawancara dengan pengurus dan pengusaha batik. Wawancara mendalam dilakukan dengan tidak terstruktur, artinya peneliti tidak menyiapkan terlebih dahulu daftar pertanyaan yang nantinya ditanyakan secara berurutan. Tipe wawancara ini dipandang peneliti tepat untuk mengeksplorasi persepsi mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pengusaha batik secara umum. Melalui wawancara mendalam ini, peneliti menyaring dan meringkasnya ke dalam beberapa tipe hambatan yang umum dihadapi oleh pengusaha batik.

Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan menggunakan analisis Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats). HASIL DAN PEMBAHASAN

Melalui wawancara mendalam, diperoleh beberapa tipe hambatan yang umum dihadapi pengusaha Batik. Secara spesifik, hambatan-hambatan tersebut dapat dikategorikan ke dalam 4 faktor yang masing-masing memiliki dimensi, yaitu:

1. Faktor Pemasaran:

(3)

Sekarang banyak sekali batik cap yang beredar pasar termasuk di wilayah Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga serta di daerah sekitarnya. Batik cap yang ada memiliki keunggulan harga yang sangat murah dan motif yang sangat beragam. Meskipun secara kualitas batik cap masih kalah dibanding dengan kualitas batik tulis Banyumas maupun Purbalingga, namun keberadaan batik ini mampu menjadi barang substitusi bagi batik dari dua kabupaten tersebut. Pasar golongan menengah ke bawah banyak yang diambil oleh pasar batik cap, hal ini karena batik Banyumas maupun batik Purbalingga merupakan batik tulis yang dalam pengerjaannya memerlukan ketekukan dan waktu yang cukup lama sehingga memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan batik cap.

b. Belum memiliki corak khas

Meskipun secara kualitas batik Banyumas dan batik Purbalingga memiliki kualitas yang bagus, namun belum memiliki corak yang khas seperti batik Solo, batik Jogja maupun batik Pekalongan. Corak batik Purbalingga relatif sama dengan corak batik Banyumas. Corak yang dimiliki batik Purbalingga sama seperti corak yang dimiliki oleh batik Banyumas. Beberapa corak yang dihasilkan oleh pembatik Banyumas dan Purbalingga adalah lumben, pringsedapure, jahe rimpang.

c. Terbatasnya media/biaya promosi

Media promosi yang digunakan oleh pembatik Banyumas dan Batik Purbalingga masih sangat terbatas. Terbatasnya media promosi yang dimiliki menyebabkan batik Banyumas maupun batik Purbalingga belum dikenal banyak oleh masyarakat luas.

Brand image batik Banyumas maupun batik Purbalingga masih

jauh di bawah batik Solo, batik Jogja dan batik Pekalongan. Namun brand image batik Banyumas lebih baik dibandingkan dengan brand image batik Purbalingga. Media promosi yang digunakan oleh pengrajin batik Banyumas dan batik Purbalingga hanya sebatas mengikuti pameran batik dibeberapa tempat jika ada undangan.

d. Terbatasnya jumlah jaringan bisnis

Pengrajin batik Banyumas dan batik Purbalingga belum memiliki jaringan bisnis yang pasti, jaringan binis yang ada

(4)

selama ini hanya melalui beberapa pedagang dan pemerintah daerah dan sifatnya insidintal. Pembeli batik Banyumas dan batik Purbalingga datang ke Banyumas maupun Purbalingga untuk berbelanja batik. Secara umum batik Banyumas lebih memiliki jaringan bisnis dibandingkan dengan batik Purbalingga.

2. Faktor Sumber Daya manusia (SDM): a. Lemahnya manajerial

Pengelolaan batik Banyumas maupun batik Purbalingga tergolong masih sangat sederhana, merupakan suatu home

industry. Pemasaran masih mengandalkan pada pesanan,

permodalan masih sangat terbatas, teknologi yang digunakan masih sangat sederhana, sumberdaya manusia secara kuantitas maupun kualitas juga masih sangat sederhana.

b. Tidak baiknya sistem regenerasi

Pada umumnya pengrajin batik Banyumas maupun batik Purbalingga tergolong usia tua, hal ini menunjukkan tidak baiknya sistem regenerasi. Tidak banyak anak muda yang tertarik untuk menekuni kerajinan batik disebabkan karena kondisi ekonomi pembatik di kedua Kabupaten tersebut belum menggembirakan. Jika pengrajin batik yang selama ini ada tidak melakukan regenerasi dikhawatirkan dalam beberapa tahun ke depan batik Banyumas maupun Purbalingga akan hilang.

c. Terbatasnya tenaga kerja

Tenaga kerja yang terbatas baik dari segi kualitas maupun kuantitas menyebabkan industri batik Purbalingga tidak mampu memenuhi permintaan jika ada permintaan yang cukup banyak. Hal ini menyebabkan batik Purbalingga mengalami kesulitan dalam meningkatkan market share-nya.

d. Rendahnya produktivitas

Produktivitas pengrajin batik Purbalingga juga masih menjadi kendala dalam pengembangan batik. Rendahnya produktivitas disebabkan karena para pengrajin pada umumnya telah berusia tua dan banyak yang menjadikan membatikan sebagai usaha sampingan bukan sebagai usaha utama. Batik tulis Purbalingga menggunakan bahan pewarna alami, sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk menghasilkan satu lembar batik.

(5)

e. Munculnya industri padat karya

Kabupaten Purbalingga dikenal sebagai kabupaten industri, hal ini karena di Kabupaten Purbalingga banyak berdiri pabrik baik pabrik pengolahan kayu, pabrik rambut palsu, bulu mata tiruan dan pabrik keramik. Pada umumnya pabrik-pabrik yang membuka usaha di Kabupaten Purbalingga lebih banyak memperkerjakan tenaga kerja wanita dibandingkan dengan tenaga kerja pria, hal ini ternyata menyebabkan industri batik di Kabupaten Purbalingga mengalami kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja. Tidak berbeda dengan kondisi di sekitar sentra batik Banyumas yang berada di Sokaraja. Dimana Sokaraja terkenal dengan getuk goreng Sokaraja dan soto Sokaraja dan tenaga kerja lebih banyak yang memilih pada sektor tersebut dibandingkan dengan membatik.

3. Faktor Operasional: a. Rendahnya inovasi

Inovasi yang dilakukan indutri batik di Kabupaten Banyumas dan Purbalingga masih sangat rendah baik dilihat dari inovasi teknis maupun dari inovasi administratif. Rendahnya inovasi teknis pada industri batik di Kabupaten Banyumas dan Purbalingga terlihat dari sedikitnya motif yang dihasilkan, sederhananya peralatan yang digunakan untuk membatik, sedangkan rendahnya inovasi administratif terlihat dari sederhanannya peralatan administrasi dan komunikasi yang digunakan.

b. Teknologi yang masih sederhana

Teknologi yang digunakan untuk membatik masih sangat sederhana baik dilihat dari teknologi alat baik alat produksi maupun alat komunikasi dan teknologi cara kerja. Sederhannya teknologi yang digunakan dapat dipahami karena batik Purbalingga merupakan batik tulis yang lebih mengutamakan ketekunan dan ketrampilan pembatik. Beberapa teknologi yang sudah digunakan antara lain menggunakan kompor gas, sebagai pengganti kompor minyak tanah karena minyak tanah sekarang sudah sulit didapatkan dan harganya mahal.

c. Terbatasnya akses bahan baku

Pembatik Purbalingga selama ini belum memiliki akses bahan baku, sehingga untuk memperoleh bahan baku para pembatik Purbalingga harus melalui pembatik Banyumas yang berada di

(6)

Sokaraja atau langsung didatangkan dari Pekalongan. Dengan belum dimilikinya akses bahan baku menyebabkan pengrajin batik Purbalingga sangat tergantung kepada pengrajin batik yang ada di Sokaraja. Pembatik Banyumas dan Purbalingga mendapatkan bahan baku dengan harga yang relatif mahal karena sudah melewati beberapa jalur distribusi.

d. Kenaikan harga bahan baku

Harga bahan baku dari tahun ke tahun mengalami peningkatan baik harga kain, bahan pewarna, malam dan lainnya. Hal ini menyebabkan biaya produksi semakin meningkat. Untuk mengimbangi kenaikan harga bahan baku pengrajin batik Purbalingga tidak dapat dengan cepat menaikan harga jual produksinya hal ini disebabkan karena intensitas persaingan pasar batik sangat tinggi baik sesama batik tulis maupun dengan batik cap yang memiliki harga yang jauh lebih murah. 4. Faktor Keuangan

a. Terbatasnya modal

Usaha batik Banyumas dan Purbalingga pada umumnya merupakan home industriy dengan anggota keluarga atau kerabat sebagai tenaga kerja dengan mengggunakan modal yang sangat terbatas. Terbatasnya permodalan menyebabkan pengrajin batik Banyumas dan Purbalingga tidak mampu meningkatkan kapasitas produksinya untuk meningkatkan pangsa pasarnya.

b. Sulitnya akses kredit

Pengrajin batik Banyumas dan Purbalingga merasa bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mendapatkan akses kredit. Beberapa kendala yang menyebabkan pengrajin batik Banyumas dan Purbalingga merasa sulit untuk mendapatkan akses kredit diantaranya adalah ketidakmampuan dalam menyediakan jaminan, rendahnya persyaratan administrasi yang dimiliki seperti tidak dimiliknya laporan keuangan sesuai dengan ketentuan perbankan, perizinan usaha dan ketentuan administratif lainnya.

5. Faktor Lingkungan Bisnis

a. Kenaikan harga BBM/gas

Kenaikan harga BBM/gas secara langsung maupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap usaha batik Banyumas dan Purbalingga. Pengaruh tidak langsung dari kenaikan harga

(7)

BBM/gas adalah adanya kenaikan harga bahan baku sebagai akibat adanya kenaikan harga biaya transportasi, sedangkan pengaruh langsungnya adalah kenaikan biaya produksi sebagai akibat dari kenaikan harga minyak tanah.

b. Belum ada koperasi batik

Belum adanya koperasi batik di Banyumas dan Purbalingga menyebabkan kesulitan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan teknis. Disamping itu juga menyebabkan kesulitan bagi para pengrajin dalam memamerkan dan memasarkan hasil produksinya. Diharapkan dengan adanya koperasi ini juga dapat memediasi antara pengrajin dan perbankan dalam memperoleh akses kredit. c. Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR)

Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) di Kabupaten Banyumas dan Purbalingga yang didorong oleh adanya industri asing yang berada di wilayah tersebut menyebabkan kenaikan biaya produksi para pengrajin batik. Dengan adanya kenaikan ini berakibat pada kenaikan harga jual batik.

d. Perubahan selera

Perubahan selera pasar akan batik senantiasa berubah hal ini menyebabkan pengrajin batik harus terus senantiasa menyesuaikan dengan selera pasar tersebut. Untuk menyesuaikan dengan selera pasar para pengrajin harus mengumpulkan informasi pasar dan mengumpulkan informasi pesaing. Namun usaha pengumpulan informasi pasar dan informasi pesaing belum banyak dilakukan oleh para pengrajin batik Banyumas dan Purbalingga.

e. Banyaknya produk pengganti

Produk pengganti batik Banyumas dan Batik Purbalingga sangat banyak di pasar baik berupa batik tulis yang dihasilkan dari daerah lain, batik cap maupun batik lurik yang sekarang sudah mulai digemari. Agar dapat bersaing dengan produk pengganti yang jumlahnya relatif banyak maka pengrajin batik Banyumas maupun Purbalingga harus meningkatkan kualitasnya dengan memberiikan kekhasan yang tersendiri (deferensiasi) dibandingkan dengan batik dari daerah lain.

(8)

Tabel 1 Hasil Analis SWOT

IFAS

EFAS

STRENGTHS (S) - Pengalaman dalam membatik - Sikap masyarakat terhadap

usaha batik

- Keunikan batik yang dihasilkan

WEAKNESS (W) - Tingginya harga jual batik

yang dihasilkan - Rendahnya teknologi yang digunakan membatik - Belum dimilikinya jaringan bisnis - Rendahnya produktivitas dalam menghasilkan batik

- Terbatasnya motif khas yang dimiliki

- Rendahnya akses bahan baku.

OPPORTUNITIES (O) - Adanya program pemerintah

yang mewajibkan pemakaian batik

- Baiknya perkembangan pariwisata di kabupaten Banyumas, Purbalingga dan sekitarnya

- Tingginya Perhatian

pemerintah terhadap industri batik

- Meningkatnya minat masyarakat terhadap batik

STRATEGI SO

- Menggunakan pengalaman dalam membatik untuk membuat batik unggulan khas Banyumasan dan Purbalingga - Membuat sarana pemasaran

baru seperti pameran, butik, dll agar masyarakat semakin mengenal keunikan batik - Mencoba menembus pemasaran

di kantor-kantor dinas maupun sekolah

- Meningkatkan keunikan motif untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap batik

STRATEGI WO

- Memanfaatkan subsidi bunga kredit dari

pemerintah daerah untuk kredit investasi dan modal kerja pengusaha batik - Meningkatkan kerja sama

dengan pemerintah daerah membantu

mempromosikan batik dan memperluas jaringan bisnisnya

- Membuat koperasi batik untuk mempermudah mendapatkan bahan baku dan pemasaran

- Mencari akses bahan baku untuk memotong jalur distribusi bahan baku. - Pembinaan terhadap

tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas dan kapasitas produksi.

(9)

Lanjutan tabel 1 THREATS (T) - Tingginya intensitas

persaingan dalam industri batik

- Adanya batik cap dengan harga yang murah

- Rendahnya animo anak muda dalam menekuni batik

STRATEGI ST

- Membuat corak dan motif batik yang sesuai dengan selera generasi muda

- Meningkatkan kualitas batik tulis

- Memperkuat segmentasi pasar batik tulis

- Melakukan pelatihan membatik bagi generasi muda.

STRATEGI WT

- Mengoptimalkan jaringan bisnis yang ada untuk memaksimalkan pemasaran

- Memanfaatkan teknologi yang ada untuk

meningkatkan produktivitas.

- Menentukan harga jual yang bersaing dengan meminimalkan kerugian agar bisa bersaing dengan harga batik cap

- Menjaga keunikan warna alami agar tetap memiliki pasar

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis deskriptif, dapat disimpulkan bahwa faktor operasional, sumber daya manusia, pemasaran, lingkungan bisnis dan keuangan merupakan kendala yang dihadapi pengusaha Batik Banyumas. Faktor operasional merupakan faktor kendala yang memiliki bobot yang paling besar, atau menurut persepsi pengusaha, faktor operasional merupakan hambatan terbesar dalam mengembangkan usaha batik Purbalingga.

2. Berdasarkan analisis SWOT pengalaman, sikap masyarakat dan keunikan batik merupakan kekuatan, sedangkan tingginya harga jual, rendahnya teknologi, terbatasnya jaringan bisnis, rendahnya produktivitas, terbatasnya motif dan belum dimilikinya akses bahan baku merupakan kelemahan batik Banyumas dan batik Purbalingga. Program pemerintah untuk menggunakan batik, perkembangan pariwisata, tingginya perhatian pemerintah, meningkatnya minat masyarakat merupakan peluang bagi batik Banyumas dan batik Purbalingga, sedangkan tingginya intensitas persaingan, adanya batik cap dan rendahnya animo masyarakat merupakan ancaman bagi batik kedua kabupaten tersebut.

Rekomendasi

Untuk meningkatkan kinerja usaha batik Banyumas dan Purbalingga, maka beberapa pihak harus mampu membantu mengurangi kendala

(10)

operasional dengan menyelenggarakan pelatihan teknik membatik sehingga akan mampu menambah inovasi produk, disamping itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengakses bahan baku. Pelatihan manajerial juga perlu dielsenggarakan sehingga para pengusaha mampu menggelola bisnisnya secara modern.

Strategi pengembangan batik di Banyumas dan di Purbalingga adalah dengan menggunakan kekuatan untuk merebut peluang yang ada dengan cara (1). Menggunakan pengalaman dalam membatik untuk membuat batik unggulan khas Purbalingga, (2) Membuat sarana pemasaran baru seperti pameran, butik, agar masyarakat semakin mengenal keunikan batik, (3) Mencoba menembus pemasaran di kantor-kantor dinas maupun sekolah, (4) Meningkatkan keunikan motif untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap batik.

Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menentukan bobot masing-masing kendala yang dihadapi oleh batik di kedua Kabupaten tersebut dengan menggunakan analisis Analytical Hierarchy Process (AHP). Disamping itu juga perlu dilakukan dengan menggunakan analisis dan

Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) agar dapat diperoleh strategi

pengembangan yang tepat untuk kedua daerah tersebut. DAFTAR PUSTAKA

Ardijawati, Minastitiek Dwi, 2000. Strategi Membangun Image Konsumen Melalui Diferensiasi Produk (Studi Kasus Pada Perusahaan Batik Danarhadi Surakarta). Thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Cravens. David, et al., 2002. Strategic Marketing Management Cases. New York: McGraw- Hill Irwin.

David, Fred R., 2002. Manajemen Strategis Konsep, terjemahan, PT Prenhallindo, Jakarta.

Glueck, William F dan Jauch, Lawrence,1989. Manajemen Strategi dan Kebijakan Perusahaan (2nd ed). Erlangga, Jakarta.

Hariadi, 2005. http://jurnal-sdm.blogspot.com/ (diakses 20 April 2010). Hunger, J. D. and Wheelen, T. L., 2001. Strategic Management.1996. Fifth

Editions. Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Agung J. (penterjemah).2001. Manajemen Strategis. Andi.Yogyakarta.

(11)

Kompas Jawa Tengah, 21 April 2008, “Kreasi Corak Batik Purbalingga Kurang Berkembang”

Porter, Michael E., 1990. Strategi Bersaing Teknik Mengatasi Industri dan Persaingan.Alih Bahasa Agus Maulana, Erlangga, Jakarta

---.1994. Competitive Advantage (Keunggulan Bersaing). Edisi Bahasa Indonesia. Binarupa Aksara, Jakarta

Rangkuty, Freddy, 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Cetakan Kedua, Penerbit PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 1997

Saaty, Thomas L., 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik Untuk Mengambil Keputusan Dalam Situasi Yang Komplek, Jakarta Pusat : PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Sitorus, M. T. Felix, 1998. Penelitian Kualitatif Suatu perkenalan. Kelompok Dokumentasi ilmu Sosial untuk Laboratorium Sosiologi, Antropolog dan Kependudukan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Umar, Husain.1999. Riset Strategi Perusahaan.PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

---. 2008. Strategic Management in Action: Konsep, Teori, dan Teknik Menganalisis Manajemen Strategis Strategic Business Unit Berdasarkan Konsep Michael R. Porter, Fred R. David, danWheelen-Hunger. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Vickery et.al., 1997. Vickery, Shawnee K, Droge, Cornelia, Markland, Robert E., 1997. Dimension of Manufacturing Strength in The Furniture Industry.

Gambar

Tabel 1  Hasil Analis SWOT

Referensi

Dokumen terkait

Keluarga pewaris yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan pewaris adalah keturunannya ( furu‟ ), aswalnya ( kakek ke atas), dan semua ashabah pewaris, tanpa

Aplikasi pengolah kata yang dimaksud di sini adalah merupakan suatu program aplikasi yang mempunyai fungsi sebagai alat bantu untuk pembuatan sebuah tulisan atau

Sumber daya kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat meningkatkan derajat

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap fasilitas publik yang tersedia di Kabupaten Karo (sebelum dan sesudah otonomi daerah dilaksanakan)

(2006) melakukan metode yang berbeda yaitu mengamati perkembangan individu yang sama setiap hari (telur yang diperoleh pada hari pertama dipelihara sampai menjadi

Menjelaskan gerak parabola menggunakan gambar vector dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari Gerak lurus Berubah Beaturan Gerak Parabola X / 1 X / 1 menunjukk an

Dengan melihat dampak yang ditimbulkan dari praktik khitan perempuan baik secara fisik maupun psikis, maka peneliti ingin mengetahui sikap yang ditunjukkan oleh

Dengan menggunakan pendekatan systematic review, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bersama dengan Kementerian Kesehatan berupaya mengidenti- fikasi