• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi

Pengetahuan merupakan hasil dari tau, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007, hal 143).

2.1.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

2. Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan banyak tantangan. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengetahuan yang diperoleh.

3. Umur

Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin bertambah umur seseorang semakin banyak pengetahuan yang di dapat (Mubarak, 2006, hal 114)

4. Sumber informasi

Data yang merupakan kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata apa air, apa alam, apa manusia dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005, hal 3).

(2)

2.1.3 Cara memperoleh pengetahuan

a. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan 1. Cara coba salah (Trial dan Error)

Cara yang paling tradisional, yang pernah digunakan oleh manusia dalam memperoleh pengetahuan adalah cara coba-salah “trial and error”. Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban.

2. Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan itu baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi-generasi berikutnya.

3. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman itu adalah guru yang baik, demikianlah bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan.

4. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia, cara berfikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya.

(3)

b. Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan

Cara moderen dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah (Notoadmodjo, 2005, hal 10)

2.2 Orang Tua

Orang tua adalah komponen yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh, dan membimbing anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantar anak untuk siap dalam kehidupan masyarakat. (www.demandiri.or.id)

2.3 Anak

Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun kecuali berdasarkan UU yang berlaku bagi anak yang ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Konvesi Hak Anak PBB).

2.4 Sirkumsisi

Sirkumsisi adalah membuang prepusium penis sehingga glans penis menjadi terbuka. Tindakan ini murupakan tindakan bedah minor yang paling banyak dikerjakan di seluruh dunia, baik dikerjakan oleh dokter, paramedis, ataupun oleh dukun sunat ( Purnomo, 2003, hal 240).Di Indonesia, sirkumsisi sebagian besar di lakukan oleh agama. Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan disyariatkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Di Indonesia orang-orang Yahudi dan Nasranipun sekarang juga banyak yang menjalaninya karena terbukti memberikan manfaat terhadap banyak masalah kesehatan ( Hana,tahun 2008).

Secara medis tidak ada batasan umur berapa yang boleh di sirkumsisi.Usia sirkumsisi pun dipengaruhi oleh adat istiadat setempat. Di Arab Saudi anak disirkumsisi pada usia 3-7 tahun, di Mesir antara 5 dan 6 tahun, di

(4)

India 5 dan 9 tahun dan di Iran biasanya umur 4 tahun.Di Indonesia, misalnya Suku Jawa lazimnya melakukan sirkumsisi anak pada usia sekitar 15 tahun, sedangkan Suku Sunda pada usia 4 tahun ( Hermana ,tahun 2000, hal 2).

Tabel 2.1. Jumlah Orang yang Sudah Melakukan Sirkumsisi Berdasarkan Data WHO Tahun 2007

Negara Jumlah

(Juta)

Jumlah Orang di Luar Islam Persen (%) Jumlah (Juta) Angola Australia Canada Indonesia Inggris Nigeria Philipina Afrika selatan Amerika 3.44 8.05 11.79 84.98 24.22 28.75 14.87 24.22 115.56 99 98,5 96,9 12 97,3 50 95 95,5 98 3.4 7.5 11.4 10.2 23.6 17.6 27.3 14.6 113,2

Bisa dilihat dari tabel 2.1 Indonesia hanya 10,2 juta (12%) lebih rendah daripada negara lain. Padahal Indonesia merupakan Negara islam terbesar dan sirkumsisi memilki banyak manfaat (WHO,tahun 2007).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sirkumsisi memiliki banyak manfaat untuk kesehatan mulai dari mencegah penyakit mematikan seperti AIDS hingga kanker seviks (WHO,tahun 2007) .

Menurut Richard Bailey (2006, dua penelitian terakhir malah berhenti lebih awal, karena menunjukkan keefektifan yang tinggi tentang khitan dibanding kelompok kontrol yang menolak disirkumsisi) ( Hana,tahun 2008).

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan terutama di bidang kesehatan, metode sirkumsisi pun semakin berkembang. Saat ini telah diciptakan banyak peralatan dan obat-obatan untuk membantu melaksanakan sirkumsisi, sehingga sirkumsisi menjadi proses yang lebih aman dan lebih tidak menyakitkan. Selain itu, banyak pula metode yang mulai dikembangkan dalam pelaksanaan sirkumsisi sehingga proses sirkumsisi menjadi

(5)

lebih mudah dan lebih cepat. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing ( Hana,tahun 2008).

2.5 Manfaat dari sirkumsisi dan faktor penghambat dalam sirkumsisi

Ada banyak manfaat yang menjadi alasan orang tua untuk melakukan tindakan sirkumsisi adalah:

• Membuat penis menjadi lebih bersih • Mengurangi resiko terkena HIV

• Mengurangi resiko terkena karsinoma penis • Mengurangi terjadinya kanker serviks • Pencegah fimosis.

Dan ada juga yang menjadi faktor penghambat yang membuat orang tua untuk tidak melakukan tindakan sirkumsisi adalah:

• Takut terhadap resiko atau komplikasi dalam sirkmsisi • Kepercayaan bahwa prepusium di butuhkan

• Kepercayaan bahwa sirkumsisi mempengaruhi dalam kenikmatan seks (AAP,tahun 2010).

2.6 Indikasi 2.6.1 Agama

Sirkumsisi merupakan tuntunan syariat Islam yang sangat mulia dan disyariatkan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Orang-orang Yahudi dan Nasrani-pun dan sekarang juga banyak yang melakukannya ( Hana,tahun 2008). 2.6.2 Medis

1. Fimosis

Fimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat di tarik ke belakang (proksimal)/membuka.Kadang-kadang lubang pada prepusium hanya sebesar ujung jarum, sehingga sulit untuk keluar ( Purnomo, tahun 2003). Pada 95% bayi, kulub masih melekat pada glans penis sehingga tidak dapat di tarik ke belakang dan hal ini tidak dikatakan fimosis.Pada umur 3 tahun anak yang fimosis sebanyak 10% (Ikatan dokter Anak Indoneisa,tahun 2008) .

(6)

Keadaan yang dapat menimbulkan fimosis adalah: 1) Bawaan (kongenital), paling banyak

2) Peradangan ( Purnomo, tahun 2003). 2. Parafimosis

Parafimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat ditarik ke depan (distal)/menutup.Pada keadaan ini, glan penis atau batang penis dapat terjepit oleh prepusium yang bengkak.Keadaan ini paling sering oleh peradangan.Pada parafimosis sebaiknya kita melakukan reduksi sebelum disirkumsisi ( Bachsinar, tahun 1993).

3. Kondiloma Akuminata

Kondiloma Akuminata adalah papiloma multiple yang tumbuh pada kulit genitalia eksterna.Bentuknya seperti kulit, multiple dan permukaan kasar. Faktor predisposisinya adalah perawatan kebersiahan genitalia yang buruk.Bila lesi meliputi permukaan glands penis atau permukaan dalam (mukosa) prepusium, maka tindakan terpilih adalah sirkumsisi untuk mencegah perluasan dan kekambuhan. Lesi ringan dapat dicoba diobati dengan pedofilin topical ( Bachsinar, tahun 1993).

4. Karsinoma penis

Karsinoma penis Ada dua tipe, yaitu papiliformis (bentuk papil), dan ulseratif (bentuk ulcus) ( Bachsinar, tahun 1993).

2.7 Kontraindikasi

2.7.1 Kontraindikasi mutlak 1. Hipospadi

Kelainan ini merupakan kelainan muara uretra eksterna.pada hipospadi berada di ventral penis mulai dari glans penis sampai perineum.hipospadi terjadi karena kegagalan atau kelambatan penyatuan lipatan uretra digaris tengah. Insiden dari hipospadi 1 per 300 anak.(Ikatan Dokter Anak Indonesia,tahun 2008)

(7)

2. Kelainan Hemostasis

Adalah kelainan yang berhubungan dengan jumlah dan fungsi trombosit, faktor-faktor pembekuan, dan vaskuler. Jika salah satu terdapat kelainan dikhawatirkan akan terjadi perdarahan yang sulit diatasi selama atau setelah sirkumsisi. Kelinan tersebut adalah hemophilia, trombositopenia dan penyakit kelainan hemostasis lainnya ( Herman ,tahun 2000).

2.7.2 Kontraindikasi relatif

a. Infeksi lokal pada penis dan sekitarnya b. Infeksi umum

c. Diabetes mellitus ( Bachsinar, tahun 1993).

2.8 Prinsip dasar dalam melakukan sirkumsisi

Dalam melakukan sirkumsisi harus diingat beberapa prinsip dasar, yaitu 1) asepsis, 2) pengangkatan kulit prepusium secara adekuat, 3) hemostasis yang baik, dan 4) kosmetik.

Sirkumsisi yang dikerjakan pada umur neonatus (<1 bulan) dapat dikerjakan tanpa memakai anastesi, sedangakan anak yang lebih besar harus dengan memakai anestesi umum guna menghindari terjadinya trauma psikologis (Purnomo, tahun 2003).

2.8.1 Persiapan operator

1. Operator memakai pakaian yang bersih, jika mungkin baju kamar bedah 2. Mengenakan topi dan masker

3. Mencuci tangan dengan antiseptik 4. Mengenakan sarung tangan steril

5. Operator datang dari sebelah kiri pasien, sesuai dengan posisi operator pada operasi urologi

2.8.2 Persiapan pasien

1. Rambut di sekitar penis (pubes) dicukur

2. Penis dan sekitarnya dibersihkan dengan air sabun

3. Pada pasien anak-anak, sebelum tindakan, perlu diadakan pendekatan agar tidak cemas dan gelisah

(8)

4. Periksa apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat, penyakit terdahulu dan hal (Bachsinar, tahun 1993).

2.8.3 Alat-alat yang diperlukan dalam sirkumsisi adalah 1. Kain kasa yang steril

2. Cairan disinfekstans, seperti povidon yodium 3. Kain steril untuk mempersempit daerah operasi

4. Tabung suntik beserta jarumnya serta obat anastesi lokal 5. Satu set peralatan bedah minor ( Purnomo, tahun 2003).

2.9 Evaluasi Kelayakan

Untuk menghindari untuk diteliti dengan seksama karena dapat mengakibatkan resiko selama ataupun setelah sirkumsisi.

Hal-hal yang perlu di perhatikan : 1. Hipospadi

Hal-hal yang ditanyakan dan diperhatikan: • Kelainan bentuk penis

• Arah pancaran air kencing

• Apakah penis melengkung bila ereksi?

Pada pemeriksaan fisik dilihat bentuk penis, meatus uretra eksterna, dan adanya korda ( Hermana ,tahun 2000).

2. Kelainan Hemostasis Hal-hal yang perlu ditanyakan :

• Riwayat perdarahan yang lama setelah luka

• Riwayat kulit mudah membiru jika terkena benturan ringan • Riwayat gosok gigi sering berdarah ( Herman,tahun 2000).

2.10 Teknik dalam sirkumsisi

Adapun beberapa cara/teknik dalam melakukan tindakan sirkumsisi yaitu: 1) Metode Klasik, 2) Metode Dorsumsisi, 3) Metode Lonceng, 4) Metode Klamp, 5) Metode Laser, 6) Metode Flashcutter.Dan yang paling sering digunakan dalam

(9)

melakukan tindakan sirkumsisi pada sunatan masal adalah dorsumsisi dan klasik. (dr, Abu Hana,tahun 2008)

Pertama sekali yang di lakukan adalah sebagai berikut: 1) Disinfeksi lapangan operasi dengan povidon yodium 2) Daerah operasi ditutup dengan kain steril

3) Pada anak yang lebih besar atau dewasa ,pembiusan dilakukan dengan memaki anasteri local dengan menyuntikkan obat pada basis penis . obat anastesi disuntikkan dengan cara di bawah kulit dan melingakar basis ilfiltrasi di bawah kulit dan melingkari bawah kulit. Kemudian ditunggu beberapa saat dan dinyakinkan bahwa batang penis sudah terbius.

4) Jika terjadi fimosis, dilakukan dilatasi dulu dengan klem sehinggga prepusium dapat ditarik ke proksimal. Selanjutnya prepusium dibebaskan dari perekatannya dengan glands penis dan dibersihkan dari smegma atau kotoran lain.

5) Pemotongan prepusium ( B Purnomo, tahun 2003). 2.10.1 Teknik dorsumsisi

Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong prepusium pada jam 12, sejajar dengan sumbu panjang penis kearah proksimal, kemudian dilakukan petongan melingkar ke kiri dan ke kanan sepanjang sulkus koronarius glandis.

Cara ini lebih dianjurkan, karena dianggap lebih etis dibanding cara guilotin. Dengan sering berlatih melakukan cara ini, maka akan semakin terampil, sehingga hasil yang didapat juga lebih baik ( Bachsinar, tahun 1993).

Keuntungan dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah: 1) Kelebihan mukosa-kulit bisa diatur.

2) Tidak terdapat insisi mukosa yang berlebihan seperti cara guilotin.

3) Kemungkinan melukai glands penis dan merusak frenulum prepusium lebih kecil.

4) Pendarahan mudah dilatasi, karena insisi dilakukan bertahap Kerugian dengan menggunakan teknik dorsumsisi adalah: 1) Tekniknya lebih rumit dibandingakan cara guilotin 2) Bila tidak terbiasa, insisi tidak rata

(10)

3) Memerlukan waktu relatif lebih lama dibandingkan gulotin ( Bachsinar, tahun 1993)

Cara kerja dalam melakukan teknik dorsumsisi adalah: 1) Prepsium dijepit pada jam 11, 1 dan 6

2) Prepusium diinsisi di antara jam 11 dan 1 ke arah sulkus koronarius glandis, sisakan mukosa-kulit 2-3 mm dari bagian distal sulkus; pasanglah tali kendali 3) Insisi melingkar ke kiri dan ke kanan sejajar sulkus

4) Pada frenulum prepusim insisi dibuat agak runcing(membentuk segitiga) 5) Perdarahan dirawat

6) Buatlah tali kendali pada jam 3 dan 9

7) Lakukan penjahitan frenlum-kulit dengan jahitan berbetuk angka 8.

8) Lakukan penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis ( Purnomo, tahun 2003) Pada dorsumsisi perlu diperhatikan:

1) Ukurlah mukosa-kulit pada pemotongan antara jam 11 dan 1 sebagai patokan pada insisi ke lateral.

2) Pada insisi ke lateral, kulit-mukosa tak boleh terlalu ditarik karena sisa mukosa dapat menjadi terlalu sedikit, yang mempersulit penjahitan

3) Ikatan plain cat-gut pada perwatan perdarahaan dilakukan minimal tiga kali, untuk mencegah terlepasnya benang dari simpul

4) Pada penjahitan keliling, jahitan harus serapat mungkin, tidak boleh terdapat tumpang tindih ( Purnomo, tahun 2003).

(11)

2.10.2 Teknik klasik

Teknik klasik adalah teknik sirkumsisi dengan cara menjepit prepusium secara melintang pada sumbu panjang penis, kemudian memotongnya. Insisi dapat dilakukan di bagian proksimal atau distal dari klem tersebut.

Cara ini lebih cepat dari cara dorsumsisi, tapi membutuhkan kemahiran tersendiri. Bila operator belum terbiasa, hasilnya akan lambat, karena harus menggunting mukosa atau kulit yang berlebihan. Pendarahan yang terjadi dengan cara ini biasanya lebih banyak, karena insisi prepusium dilakukan sekaligus (Bachsinar, tahun 1993).

Keuntungan dalam menggunakan teknik klasik ini adalah: 1) Tekniknya relatif lebih sederhana

2) Hasil insisi lebih rata

3) Waktu pelaksanaan lebih cepat

Kerugian dalam menggunaka teknik klasik ini adalah

1) Pada operator yang tidak terbiasa, mukosa dapat berlebihan, sehingga memerlukan insisi ulang

2) Ukuran mkosa-kulit tidak dapat dipastikan

3) Kemungkinan melukai glans penis dan insisi frenulum yang berlebihan lebih besat di bandingkan teknik dorsumsisi

4) Perdarahan biasanya lebih banyak ( Bachsinar, tahun 1993) Cara kerja dalam melakukan teknik klasik adalah:

1) Prepusium dijepit pada jam 6 dan 12

2) Klem melintang dipasang pada prepusium, secara melintang dari sumbu panjang penis. Arah klem miring dengan melebihkan bagian yang sejajar frenulum

3) Prepusium di bagian proksimal atau distal dari klem melintang diinsisi 4) Perdarahan dirawat

5) Penjahitan mukosa-kulit di sekeliling penis. ( Purnomo, tahun 2003) Pada metode klasik perlu diperhatikan:

1) Jepitan pada prepusium harus mengerah ke mukosa untuk mencegah mukosa yang berlebihan.

(12)

2) Klem melintang dipasang sedemikian rupa sehingga masih terdapat jarak longgar antara bagian proksimal klem dengan glans penis.

3) Klem melintang dalam posisi miring dengan melebihkan bagian sejajar frenulum, untuk mencegah frenulum terpotong secara berlebihan. 4) Ikatalah perdarahan dan jahitan mukosa-kulit ( Purnomo, tahun 2003)

Gambar 2.2. Teknik Klasik ( Purnomo, tahun 2003)

2.10.3 Perawatan terdapat dalam sirkumsisi

Obat-obatan yang terdapat dalam tindakaan sirkumsisi 1. Antibiotik

Pemberian antibiotik hanya bersifat pencegahandan pada keadaan tertentu bersifat penyembuhan. Obat yang digunakan tetrasiklin adalah ampisilin, amoksilin dan sebagainya.

2. Analgetik

Karna sirkumsisi merupakan daerah sensitif, maka pada sirkumsisi penderita akan merasakan nyeri.

Pemberian analgetik diberikan hari pertama dan kedua, terutama pagi hari. Obat yang digunakan adalah antalgin, asam mefenamat, asam asetilsalisilat.

3. Anti inflamasi

Bila ada terjadi radang maka bisa diberikan obat anti inflamasi (serapeptase dan sebagainya). Dikatakan obat ini meningkatkan daya kerja antibiotik

4. Roboransia

Dapat diberikan vitamin seperti vitamin B kompleks ditambah vitamin C dosis tinggi untuk membantuk penyembuhan. (Bachsinar, tahun 1993)

(13)

2.11 Perawatan Pasca Sirkumsisi

Sirkumsisi sekarang umumnya menggunakan benang modern yang tak perlu dilepas karena sifatnya melebur di kulit. Obat dan peralatannya pun kini ada yang bisa membuat luka bekas sunat lebih cepat disembuhkan. Walau demikian, Setelah seseorang disirkumsisi, biasanya akan membutuhkan waktu sekitar satu minggu sampai sepuluh hari agar bekas lukanya kering dan dapat menutup dengan sempurna. Sedangkan untuk dapat melakukan fungsi seksual dengan normal lagi butuh sekitar satu setengah bulan. Ada beberapa perawatan yang harus dilakukan pasca operasi yaitu:

1. Segeralah minum obat Analgesik

segera setelah disirkumsisi sebaiknya minumlah obat analgesik (penghilang nyeri) yang diberikan dokter untuk menghindarkan rasa sakit setelah obat anestesi lokal yang disuntikkan habis diserap tubuh. Umumnya obat anestesi mampu bertahan antara satu jam sampai satu setengah jam setelah disuntikkan. Diharapkan setelah obat bius tersebut habis masa kerjanya maka dapat tergantikan dengan obat Analgesik.

Minumlah obat antibiotik secara teratur (umumnya diberikan untuk 5-10 hari) agar tidak terjadi infeksi yang pada akhirnya akan menghambat penyembuhan luka khitan.

2. Jagalah daerah alat kelamin tetap bersih dan kering

Usahakan celana yang digunakan anak lebih longgar untuk menghindari gesekan. Apabila sudah kencing, bersihkan ujung lubang kencing secukupnya secara perlahan, usahakan jangan mengenai luka sirkumsisi. Biasanya bercak-bercak darah bekas sirkumsisi juga akan menumpuk dan tampak seperti “borok” yang dapat mengganggu kesehatan. Jadi, sering-seringlah membersihkan penis setelah disirkumsisi. Caranya adalah dengan mengoleskan minyak habbatussauda (jinten hitam) dua kali sehari sehabis mandi. Penggunaan iodine atau rivanol untuk membersihkan luka memuaskan hasilnya.

Jika sudah lebih dari 3 hari maka bekas luka sirkumsisi boleh dibersihkan dengan air hangat. Caranya masukkan kassa steril ke dalam air hangat lalu

(14)

peraslah dan bersihkan secara perlahan “bekas darah” tersebut sampai terlepas.

3. Bengkak pada alat kelamin merupakan kejadian normal

Bekas suntikan obat anestesi/bius di pangkal penis (terutama bagian atas) terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya akan diserap sendiri oleh tubuh dan kempes dalam waktu 1-2 minggu. Jika dirasakan mengganggu boleh dibantu dengan cara mengkompresnya selama 5-10 menit dengan kassa yang dicelupkan air hangat, dapat dilakukan 2 kali dalam sehari. Perlakuan ini bisa dilakukan mulai 2 hari setelah sirkumsisi dan usahakan air tersebut tidak mengenai lukanya.

4. Mengatur Makanan

Sebenarnya tidak ada pantangan makanan tertentu yang khusus untuk pasien sirkumsisi. Ikan, telur dan daging bukan suatu “larangan untuk dimakan” karena hal tersebut hanyalah “mitos” yang salah dan banyak berkembang di masyarakat. Sebaliknya kandungan vitamin dan protein yang terkandung dalam makanan tersebut diperlukan tubuh untuk membantu proses penyembuhan luka agar lebih cepat kering.

Ikan, telur dan daging hanyalah pantangan bagi mereka yang memang “alergi” terhadap makanan tersebut. Cirinya adalah setiap kali orang tersebut mengkonsumsi makanan tersebut maka menyebabkan reaksi alergi (gatal, bentol, dan lain-lain) dan hal tersebut sudah berlangsung lama semenjak lahir/kecil dan bukan pada saat proses khitan saja.

Adapun pedas, mie dan minuman bersoda atau softdrink sebaiknya memang dihindari karena dapat mengganggu kesehatan secara umum, misalnya menimbulkan gangguan pencernaan atau radang tenggorokan yang dapat menurunkan kesehatan pasien secara umum. Hal tersebut akan menghambat proses penyembuhan luka sirkumsisi karena konsentrasi kekebalan tubuh jadi terpecah untuk menyembuhkan luka sekaligus mengobati masalah kesehatan yang lain.

(15)

5. Tidak Perlu berlebihan

Biasanya orang yang terlalu khawatir akan penyembuhan luka pasca sirkumsisi menggunakan berbagai obat ataupun salep secara berlebihan. Hal ini justru sangat tidak dianjurkan karena bisa menjadi kotoran yang berdampak pada infeksi bila tidak rajin dibersihkan. Selama 4-5 hari setelah sirkumsisi sebaiknya mandi dengan cara dilap tubuhnya. Setelah waktu itu jika luka khitan sudah kering maka diperbolehkan mandi dengan air seperti biasanya.Gunakanlah sabun secukupnya dan tidak berlebihan agar tidak menyebabkan perih apabila mengenai bekas luka khitan.

Berbagai cara modern yang dilakukan sekarang untuk proses sirkumsisi seperti laser ternyata bisa berakibat pada luka yang tidak menutup sempurna. Sampai sekarang proses sirkumsisi metode konvensional yang klasik cukup baik disamping juga metode klamp.

6. Usahakan tidak bergerak terlalu aktif

Istirahat untuk beberapa hari sangat diperlukan untuk menghindari bengkak (oedem) yang berlebihan. Kalau memang harus berjalan, tidak apa-apa seperlunya. Yang penting jangan melakukan aktifitas yang berlebihan seperti melompat-lompat atau berlari-lari. Hubungan seksual juga sebaiknya ditahan sampai penisnya sembuh total. Jadi, buat orang dewasa yang melakukan sirkumsisi di usia dewasa maka harus puasa dulu selama satu setengah bulan

7. Kontrol dan Melepas Perban

Penggantian perban dapat dilakukan setiap 2-3 hari tergantung perkembangan luka khitan. Jika anda sudah mahir hal tersebut dapat dilakukan sendiri di rumah. Jika merasa kesulitan sebaiknya dibawa ke dokter.

Lakukan kontrol rutin ke dokter yang mengkhitan pada hari ketiga dan pada hari kelima-ketujuh apabila luka sirkumsisi sudah betul-betul kering maka perban bisa dilepaskan secara total. Sebelumnya lakukan pemberian air hangat, baby oil atau minyak kelapa pada perban dengan cara meneteskan secukupnya. Kulit luka dan perban akan melunak, sehingga mudah dilepaskan. Jika diperlukan, pelepasan perban dapat dibantu dengan penggunaan anastesi spray untuk mengurangi nyeri ( Hana,tahun 2008).

Gambar

Tabel 2.1. Jumlah Orang yang Sudah Melakukan Sirkumsisi Berdasarkan  Data WHO Tahun 2007
Gambar 2.1. Dorsumsisi ( Purnomo, tahun 2003)
Gambar 2.2. Teknik Klasik ( Purnomo, tahun 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran di kelas eksperimen (mengunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis pemahaman nilai-nilai sosial) lebih

antara huruf yang satu dengan yang lain terlihatperbedaannya. Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi adalah aktifitas yang sangat penting. Dengan adanya komunikasi

filsafat bisa menjadi sentral atau poros, karena kegiatan berfilsafat selalu berkaitan dengan kegiatan berpikir, dimana kegiatan berpikir sendiri ibarat sebuah roda

Pada hasil penelitian ini dalam tabel 3 dan tabel 4, menunjukkan kualitas hidup pada masing-masing kelompok kontrol dan kelompok eksperimen mengalami peningkatan

Setelah memiliki tempat yang baru, pengajian semakin berkembang, dan pada tanggal 01 januari 2001 berobah status dari TPA menjadi Dayah Darurrahman yang kemudian diobah Nama

Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam menjelaskan perilaku pemilih, (1) Pendekatan Sosiologis (tradisional), melihat bahwa perilaku pemilih dipengaruhi oleh

Lembaga Ombudsman Republik Indonesia adalah Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara

a) Perilaku tertutup (Covert Behavior), perilaku ini merupakan respon yang masih belum dapat dilihat oleh orang lain, dalam arti masih pada bentuk perhatian, persepsi dan sikap