• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUP tovulasi SEBELUM PERKAWINAN PADA PRODUKSI SUSU SELAMA SATU PERIODE LAKTASI PADA DOMBA YANG MENERIMA DUA TINGKAT PEMBERIAN PAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUP tovulasi SEBELUM PERKAWINAN PADA PRODUKSI SUSU SELAMA SATU PERIODE LAKTASI PADA DOMBA YANG MENERIMA DUA TINGKAT PEMBERIAN PAKAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SeminarNasional Peternakan dan Veieriner 1997

PENGARUH SUP tOVULASI SEBELUM PERKAWINAN PADA

PRODUKSI SUSU SELAMA SATU PERIODE LAKTASI PADA DOMBA

YANG MENERIMA DUA TINGKAT PEMBERIAN PAKAN

WASMfiN

MANALU

I , MAS YEDI SUMARYADI2, SUDJATM0003danARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS

1Bagian Fisiologidan Farmakologi, FKH, InstitutPertanian Bogor

2 Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi, FakultasPeternakan, UNSOED, Purwokerlo

3Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang

RINGKASAN

Suatu penelitian tentang penggunaan teknik superovulasi untuk meningkatkan sekresi endogen

hormon mamogenik Selama kebuntingan telah dilakukan untuk meningkatkan perturnbuhan clan

perkembangan kelenjar susu Selama kebuntingan dalam upaya peningkatan produksi susu Selama

laktasi telah dilakukan pada domba. Tiga ptduh tiga ekor domba ekor tipis Jawa Barat telah digunakan

dalam percobaan. Empat belas ekor di antaranya disuperovulasi (SO) sebelum perkawinan, clan

sisanya hanya disuntik dengan garam faali (NSO) sebagai kontrol. Masing-masing kelompok

domba dibagi lagi menjadi dua. Satu kelompok mendapatkan pakan dengan kualitas biasa atau PI

(12% protein kasar clan 65% TDN; 16 ekor, 7 ekor SO dan 9 ekor NSO) clan satu kelompok lagi

menerima pakan dengan kualitas baik atau P2 (18% protein kasar dan 75% TDN, 17 ekor, 7 ekor

SO dan 10 ekor NSO). Selama laktasi domba diperah dua kali sehari Selama 84 hari laktasi. Hasil

percobaan menunjukkan bahwa domba yang disuperovulasi mempunyai total produksi susu yang

lebih tinggi 61% (P<0,01) jika dibandingkan dengan domba yang tidak disuperovulasi (39,62 vs 24,57

kg), terlepas dari jenis pakan yang diberikan. Pemberian pakan P2 berhasil meningkatkan produksi

susu sebesar 31% (P<0,05) jika dibandingkan dengan pakan PI (36,25 vs 27,65 kg), terlepas dari

perlakuan superovulasi. Pada domba yang menerima pakan P1, superovulasi meningkatkan produksi

am sebesar 60% (P<0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (36,83 vs 23,07 kg).

Pada domba yang diberkan pakan P2, superovulasi meningkatkan produksi am sebesar 50% (P <

0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (41,22 vs 27,56 kg). Pada domba yang

tidak disuperovulasi, pemberiah pakan P2 meningkatkan produksi susu sebesar 19% jika

dibandingkan dengan pemberian pakan PI (27,56 vs 23,07 kg). Pada domba yang disuperovulasi,

pemberian pakan P2 meningkatkan produksi Sinn sebesar 12% jika dibandingkan dengan pemberian

pakan PI (41,22 vs 36,83 liter). Disimpulkan bahwa perbaikan pertumbuhan dan perkembangan

kelenjar susu Selama kebuntingan melalui superovulasi dapat meningkatkan produksi susu selama

laktasi baik pada domba yang diberi pakan biasa maupun pakan yang diperkaya.

Kata kunci: Superovulasi, produksi susu, laktasi, domba

PENDAHULUAN

Daya reproduksi hewan marnalia sangat ditentukan oleh keberhasilan induk untuk menghasilkan

anak yang sehat clan kuat pada saat penyapihan. Jumlah clan bobot anak yang disapih ditentukan

(2)

Seminar Nasional Peternakon don Veteriner 1997

oleh bobot lahir anak, daya tahan anak selama prasapih dan produksi susu induk selama laktasi

(OBSTet al., 1980; StiTAMAet al., 1988; SUTAMA, 1992,TIESNAMURTI, 1992).

Sejak lahir sampai penyapihan, anak Inamalia masih mengandalkan penyediaan makanan dari induk melalui sekresi kelenjar susu induk. Pertumbuhan dan daya tahan anak selanjutnya dipengaruhi oleh bobot lahir anak dan tingkat produksi susu induk selama laktasi (TIESNAMURTI,

1992). Produksi susu induk selama laktasi dipengaruhi oleh tingkat perkembangan sel-sel epitel kelenjar susu selama periode kebuntingan (ANDERSON, 1975; ANDERSON, 1985; SHEFFIELD dan

ANDERSON, 1985; TUCKER, 1985; TUCKER, 1987) dan ketersediaan zat-zat makanan di kelenjar susu (WILDE danKNIGHT, 1989). Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu terutama diatur oleh hormon-hormon mamogenik yang juga merupakan hormon kebuntingan (estrogen, relaksin, progesteron, dan laktogen plasenta) dengan kecukupan hormon-hormon prolaktin, somatotropin, kortisol dan tiroksin (KNIGHT dan PEAKER, 1982; ANDERSON, 1985 ; TUCKER, 1985; FORSYTH,

1986; Tux danMANALu, 1996).

Dengan demikian, ketersediaan hormon-hormon kebuntingan yang dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta (FiCKETTS dan FLINT, 1980; SHELDRICK et al., 1981) selama periode

kebuntingan sangat berperan dalarn pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu serta produksi susu, yang secara keseluruhan akan menentrrkan keberhasilan induk untuk membesarkan anak sampai penyapihan, yang merupakan tujuan akhir proses reproduksi .

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa konsentrasi progesteron selama siklus berahi meningkat dengan meningkakya jumlah korpus luteum (SUMARYADI dan MANALu, 1995). Induk yang mempunyai korpus luteum yang lebili banyak juga mempunyai konsentrasi progesteron yang lebih tinggi selama kebuntingan (AMSTRONG et al., 1983 ; MANALU el al., 1995). Konsentrasi progesteron melungkat dengan peningkatan jumlah fetus yang dikandung dan dengan bertambalrnya umur kebuntingan (MANALu et al. . 1995; SUMARYADI dan MANALU, 1996 ; MANALU dan

SUMARYADI, 1997).

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu selama kebuntingan sejalan dengan peningkatan konsentrasi progesteron dalarn darah induk

(MANALU dan SUMARYADI, 1997; SUMARYADI dan MANALU, 1997). Induk yang mempunyai hormon progesteron yang lebih tinggi selama kebuntingan mempunyai kelenjar susu yang berkentbang lebih baik pada akhir kebuntingan dan menghasilkan susu yang lebih banyak pada saat laktasi (MANALudan SumARYADI, 1996; SUMARYADIdanMANALU, 1997). Namun peningkatan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu dan produksi susu tersebut tidak Tinier dengan peningkatan jumlah anak yang dikandung. Dengan demikian, walaupun terjadi peningkatan produksi susu, jumlah susu per ekor anak semakin berkurang dengan semakin banyaknya jumlah anak yang disusui. Pengamatan ini jugs menunjukkan bahwa tingkat perkembangan kelenjar susu yang dapat dirangsang oleh tingkat konsentrasi hormon yang tersedia tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan anak yang semakin bertambah .

Dari hasil-hasil penelitian pendahuluan ini muncul pemikiran dan hipotesis bahwa proses pertumbuhan kelenjar susu dan produksi susu dapat diperbaiki dengan meningkatkan konsentrasi hormon-hormon yang mempengaruhi perkembangan kelenjar susu selama periode kebuntingan. Hasil penelitian yang dilaporkan di sini merupakan penggunaan teknik superovulasi (peningkatan junilah folikel 'yang berovulasi dalarn satu siklus berahi) untuk meningkatkan jumlah korpus luteum penghasil hormon-hormon kebuntingan yang selanjutnya akan memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu dalarn upaya meningkatkan produksi susu induk.

(3)

SeminarNasional Peternakan dan Yeteriner 1997

MATERI DAN METODE

Tiga puluh tiga ekor domba ekor tipis Jawa Barat yang telah diadaptasikan dengan kondisi

penelitian selama dua bulan sebelum dikawinkan, telah digunakan dalam penelitian. Sebelum

perkawinan domba percobaan disuntik dua kali dengan prostaglandin dengan interval 1 I hari untuk

menyerentakkan berahi dan menglulangkan korpus luteum yang masih ada dari siklus berahi

sebelumnya. Pada penyuntikan prostaglandin terakhir, 19 ekor disuntik dengan garam fisiologis

sebagai kontrol (disebut sebagai kelompok NSO), clan 14 ekor disuntik dengan 700 IU PMSG

(disebut kelompok SO) untuk merangsang ovulasi super sebelum perkawinan. Masing-masing

kelompok domba dibagi lagi menjadi dua. Satu kelompok mendapatkan pakan dengan kualitas biasa

atau PI (12% protein kasar clan 65% TDN; 16 ekor, 7 ekor SO clan 9 ekor NSO) clan satu kelompok lagi

menerima pakan dengan kualitas baik atau P2 (18% protein kasar clan 75% TDN; 17 ekor, 7 ekor SO

clan 10 ekor NSO) . Pakan tersebut diberikan sejak perkawinan sampai akhir laktasi.

Seminggu setelah kelahiran, anak dipisalilcan dari induk clan susu induk diperah dua kali

sehari dengan bantuan oksitosin, selama 84 hari (12 minggu) laktasi.

Data kemudian diolah dengan ANOVA dengan rancangan acak lengkap untuk menguji efek

superovulasi clan perbaikan pakan pada produksi sllsu

(SNEDECOR

clan

COCHRAN,

1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama periode laktasi kelompok domba yang disuperovulasi mempunyai kurva produksi susu

yang secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang tidak disuperovulasi . Domba

yang disuperovulasi sebelum perkawinan mempunyai total produksi susu yang lebih tinggi 61% (P

< 0,01) jika dibandingkan dengan domba yang tidak disuperovulasi (39,62 vs 24,57 kg), terlepas

dari jenis pakan yang diberikan. Pemberian pakan P2 berhasil meningkatkan produksi susu sebesar

31% (P < 0,05) jika dibandingkan dengan pakan P1 (36,25 vs 27,65 kg), terlepas dari perlakuan

superovulasi. Pada domba yang menerima pakan PI, superovulasi meningkatkan produksi susu

sebesar 60% (P < 0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (36,83 vs 23 .07 kg).

Pada domba yang diberikan pakan P2. superovulasi meningkatkan produksi susu sebesar 50% (P <

0,05) jika dibandingkan dengan yang tidak disuperovulasi (41,22 vs 27,56 kg) (Tabel 1). Pada

domba yang tidak disuperovulasi, pemberian pakan P2 meningkatkan produksi susu sebesar 19%

jika dibandingkan dengan pemberian pakan P1 (27,56 vs 23,07 kg). Pada domba yang disuperovulasi,

pemberian pakan P2 meningkatkan produksi susu sebesar 12% jika dibandingkan dengan pemberian

pakan PI (41,22 vs 36,83 liter) . Walaupun persentase peningkatan produksi susu akibat superovulasi

pada pakan P1 dan P2, atau akibat pakan pada domba yang disuperovulasi clan yang tidak

disuperovulasi berbeda, nanutn pertambalnan absolut adalah sama .

Hasil produksi susu ini menguatkan hipotesis bahwa peningkatan pertumbulian dan

perkembangan kelenjar susu nnelalui peningkatan sekresi hornnon mamogenik akibat superovulasi

terbukti dapat meningkatkan produksi susu secara drastis jauh melebilu peningkatan produksi susu

akibat perbaikan pakan.

Hasil penelitian ini menunjukkan balnwa peningkatan jumlah korpus luteum melalui

superovulasi dapat meningkatkan produksi susu melalui peningkatan sekresi hormon mamogenik

selama kebuntingan, yang selanjutnya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar

susu selama kebuntingan, clan memperbaiki tingkat pertunnbuhan clan perkembangan kelenjar susu

pada awal laktasi.

(4)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1997

Tabel 1. Produksi susu (kg) selama 84 hari laktasi pada domba yang tidak disuperovulasi clan yang disuperovulasi dengan tingkat pemberian pakan protein kasar 12% dan TDN 65%

abSuperskrip yang berbeda pada baris yang lama menunjukkan perbedaan antara superovulasi dan nonsuperowlasi

A,BSuperskrip yang berbeda pada kolom yang sams menunjukkan perbedaan antes kualitas pakan

Hasil yang diperoleh di sini, walaupun sangat minim dalam ukuran pengamatan~ merupakan bukti nyata clan yang pertama sekali menunjukkan bahwa penggunaan teknik superovulasi untuk meningkatkan sekresi hormon mamogenik unnik merangsang pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu yang dikombinasikan dengan perbaikan pakan dapat meningkatkan produksi susu secara drastis. Jika domba dianggap sebagai model, maka teknik ini bisa dikembangkan untuk digunakan pada ternak pedaging yang diharapkan akan meningkatkan produksi susu induk untuk memenuhi kebutuhan anak sampai umur penyapihan. Hasil ini juga bisa dikembangkan pada ternak tipe perah (sapi dan kambing) untuk memacu pertumbuhan kelenjar susu induk pada waktu kebuntingan yang diharapkan akan meningkatkan populasi sel-sel penghasil susu selama laktasi, dengan hasil akhir peningkatan produksi susu. Dengan peningkatan produksi susu sekitar 60%, pada populasi yang lebih besar atau skala usaha yang lebih besar akan sangat bermanfaat untuk mentngkatkan produktivitas keselunihan usaha. Teknik yang ditemukan ini akan mempunyai dampak yang sangat besar dalam industri peternakan penghasil daging, terutama dalam peternakan pedaging nasional yang inasill mengalami hambatan peningkatan populasi akibat rendahnya efisiensi reproduksi induk yang ada.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa teknik superovulasi dapat digunakan sebagai suatu metode alternatif untuk meningkatkan produksi susu pada domba. Pengaruh superovulasi jauh lebih besar dibadingkan dengan pengaruh perbaikan mutu pakan pada produksi susu. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan ukuran ternak yang lebih luas dengan melibatkan berbagai spesies ternak mammalia.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi dan Dewan Riset Nasional melalui RUT III (nomor kontrak 3247/SP-KD/PPIT/IV/95) atas penyediaan dana sehingga penelitian ini bisa terlaksana.

(P1) serta protein kasar 18% dan TDN 75% (P2)

Pakan Perlakuan

Nonsuperovulasi Superovulasi

P1 23,07f 1,69x' 36,83 t 1,85bA

(5)

Seminar NarionalPeternakan dan Veteriner 1997 DAFTAR PUSTAKA

AMsTRONG, D.T ., A.P. PFITZNER, G.M. WARNEs, M.M. RALPHdan R.F. SEAMARK. 1983. Endocrine responses

ofgoats after induction of superovulation with PMSG and FSH. J. Reprod. Fen. 67:395-401 .

ANDERSON, R.R . 1975. Mammary gland growth in sheep. J. Anim. Sci. 41 :118-123 .

ANDERSON, R.R . 1985. Mammary gland. Dalam: Lactation. Larson, B.L. (Editor). Iowa State University

Press, Ames. Halaman 3-38.

FORSYTH, I.A .1986. Variation among species in the endocrine control of mammary growth and function: The

roles of prolactin, growth hormone, and placental lactogen. J. Dairy Sci. 69:886-903.

KNIGHT, C .H .danM. PEAKER. 1982 . Development ofthe mammary gland. J. Reprod. Fen. 65:521-536 . MANALu, W., M.Y . SUMARYADIdan N. KUSUMORINI . 1995. The effects of fetal number on maternal serum

progesterone and estradiol of ewes during pregnancy. Bull. Anim. Sci. Special Edition237241 .

MANALu, W. dan M.Y. SumARYADI. 1996. Peranan sekresi progesteron dalam peningkatan efisiensi

reproduksi pada domba. Jurnal 11mu Pertanian Indonesia 6(2). (In Press).

MANALu,W. danM.Y. SumARYADi. 1997. Maternal serum progesterone concentration during gestation and

mammary gland growth and development at parturition in Javanese thin-tail ewes carrying a single or multiple fetuses. Small Ruminant Research. (In press).

OBST, J.M, T. BoyEs dan T. CHANiAGo. 1980. Reproductive performance of Indonesian sheep and goats.

Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 13:321-324 .

RicKETTs, A.P. dan A.P.F. FLINT. 1980. Onset of synthesis of progesterone by ovine placenta. J. Endocrinol.

86:337-347 .

SIEFFma,D, L.G. dan R.R. ANDERSON . 1985. Relationship between milk production and mammary gland

indices ofguinea pigs. J. Dairy Sci. 68:638-645 .

SHELDRicK, E.L .,A.P. RicKETTsdan A.P.F.FLINT. 1981 . Placental production of 5 -pregnnne-3 ,20 -diol in

goats. J. Endocrinol. 90:151-158.

SNEDEcaR, G.W .danW.C.CocHRAN.1982. StatisticalMethods, Ed. ke-7. Iowa State University Press, Ames,

Iowa. Halaman. 234-235.

SumARYADI,M.Y. dan W. MANALU. 1995 . The effects of corpora luteal number on serum progesterone and

estradiol of ewes during luteal phase of estrous cycle and pregnancy. Bull. Anim. Sci. Special Edition:231-235 .

SUMARYADI, M.Y . dan W. MANALU. 1996 . Pengaruh jumlah fetus terhadap konsentrasi progesteron dan

estradiol dalam serum induk domba selama fast plasentasi periode kebuntingan. Dalam: Presiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 2. Hastiono, S., B. Haryanto, A.P. Sinurat, I.K. Sutama, T.D. Sudjana, Subandryo, P. Ronohardjo, S. Partoutomo, S. Bahri, S. Hardjoutomo, dan Supar (Editor). Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Halaman 441-445 .

SUMARYADI,M.Y. dan W. MANAW. 1997. Pemanfaatan beberapa profil hormon dan metabolit darah induk

domba selama kebuntingan sebagai prediktor untuk menunjang keberhasilan reproduksi: Prediksi jumlah anak, bobot lahir, pertumbuhan kelenjar susu, dan produksi susu. Seminar Nasional Peternakan,

(6)

Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1997

SuTAmA,I.K. 1992.

Reproductive development and performance of small ruminants in Indonesia. Dalam:

New

Technologyfor Small Ruminant Production in Indonesia, P.

Ludgar dan S. Scolz (Editor). Winrock

International Institute for Agricultural Development,

Morritton,

Arkansas. Halaman 7-14.

SuTAMA, I.K .,T.N.EDEY

dan I.C .

FL,ETcHER.1988.

Studies on reproduction ofJavanese Thin-tail ewes. Aust.

J. Agric. Res.39:703-711 .

TIESNAMURTI, B. 1992.

Reducing the preweaning mortality rate of Javanese Thin-tail sheep. Dalam:

New

Technologyfor Small RuminantProduction in Indonesia, P.

Ludgate dan S. Scolz (Editor), Winrock

International Institute for Agricultural Development, Monitton, Arkansas. Halaman .71-80.

TUCKER,

H.A.

1985.

Endocrine and neural control of the tnarnmary gland.

Dalam:Lactation

Larson,

B.L.

(Editor). Iowa State University Press, Ames. halaman

39-79.

TUCKER,

H.A.

1987.

Quantitative estimates of mammary growth during variousphysiological states: A review.

J. Dairy Sci. 70:1958-1966.

Tutu, E. ADELIEN

dan W.

MANALu . 1996.

Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar. ambing tikus selama

periode kebuntingan dikaitkan dengan jumlah fetus yang dikandung dan konsentrasi progesteron dan

estradiol dalam serum induk. Dalam: Prosiding

Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner.

Jilid 2.

Hastiono, S., B. Haryanto, A.P. Sinurat,

I.K.

Sutama, T.D. Sudjana, Subandryo, P. Ronohardjo, S.

Partoutomo, S. Bahri, S. Hardjoutomo, dan Supar (Editor). Pusat Penelitian dan. Pengembangan

Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Halaman

447-452 .

WILDE,

C.J. dan C .H.

KNIGHT . 1989.

Metabolic adaptations in mammary gland during the declining phase of

lactation.

J. Dairy Sci. 72:1679-1692.

TANYA JAWAB

Polmer Situmorang : Apa yang menjadi pertimbangan pengatukan ternak dalam 'perlakuan

penelitian (SO dan NSO) ?. Mengapa penurunan progresteron teilalu cepat pada 50"dimana turun

drastis pads bulan ke-4 kebuntingan .

Wasmen Manalu : Pengacakan ternak dalam SO dan NSO dengan memilih ternak-temak penelitian

pada umur (berdasarkan gigi) dan bobot badan yang hampir seragam. Pengacakan yang dibagi

dalam.SO dan NSO menghasilkan proses/kejadian melahirkan yang tidak seragam dengan tingkat

kejadian melahirkan lebih banyak pada NSO. Kadar progesteron belum menurnn tajam pada bulan

ke-4 bahkan masih tetap tinggi sampai minggu ke-18, akan tetapi dengan kadar lebih rendah bila

dibandingkan hormon-honnon yang lain. Pengalaman susu semakin besar ukuran susu maka

sernakin besar kemampuan kelenjar untuk menghasilkan susu (dalam hal tidak cacat). Bobot badan

kelenjar masih merupakan penentu kiranya produksi juga pada mass akhir laktasi. Induk-induk

dengan kelenjar besarjuga mempunyai produksi lebih tinggi pada mesa laktasi

berikutnya.-A.R Siregar : Pemberian hormon apakah merupakan suatu pemaksaan, sehingga kemungkinan akan

mengganggu kapasitas reproduksi induk.

Wasmen Manalu : Hipotesa pertama bukan untuk meningkatkan jumlah anak, namun diketahui

jumlah anak yang tinggi, produksi induk tidak mencukupi. Tujuannya untuk mengetahui

bagaimana kondisi pengaturan terhadap kelahiran tinggi, dan juga peranan hormon ! misalnya

dengan jumlah anak 3 diberi progesteron kemungkinan dapat meningkatkan bobot fetus

(7)

SemmarNasionalPeumikan clan Vereriner3997

Sugeng : Pada masa prenatal dinyatakan pertumbuhan embrio clan fetus lebih baik. Namun bagaimana

dengan bobot lahir yangtidak nyata padapedakuan SO clan NSO.

Wasmen Manalu : Bobot fetus yang diukur 5-7 minggu, bahkan pada SO anak 3 mempunyai

rataan bobot lebih tinggi anak 2 dari NSO. Namun keterbatasan dana pengukuran hanya dilakukan

sampai fetus berumur 7 - 12 minggu. Hipotesanya ingin mengetahui apakah pertumbuhan fetus

tetap langgeng sampai tahap berikutnya karena keterbatasan kapasitas uterus mungkin

berpengaruh terhadap bobot anak diakhir kebuntingan. Ternyata bobot badan tidak terlalu

bertambah karena kerangka meningkat ukurannya tetapi daging tetap, sehingga bobot badan anak

lahir cenderung normal, tetapi pertumbuhan setelah lahir lebih cepat clan ini diinginkan yaitu

pertumbuhan pasca lahir lebih cepat.

Referensi

Dokumen terkait

Strategi prioritas yang sebaiknya dilakukan oleh pihak Taman margasatwa yaitu membuat dan menambah spot-spot yang lebih unik dan lebih manarik seperti meyediakan spot foto yang

Tingkat kepuasan mahasiswa atas elemen-elemen marketing mix yang dijalankan STIE SN adalah sebagai berikut: Untuk elemen produk tingkat kepuasan rata-rata 73,4ada

Ditambahkan jika kadar radikal bebas pada tubuh itu terlalu tinggi, maka akan dapat merusak berbagai organ dalam tubuh melalui oksidasi dengan membran sel, dan salah satu

maupun literatur kefarm eratur kefarmasian, menganalis asian, menganalisis rencan is rencana kebutuhan a kebutuhan obat, obat, melaksanakan melaksanakan pekerjaan

Hasil pengolahan data terhadap tanggapan responden pada masing-masing variabel dan dimensi yang menyertainya terlihat bahwa hasil pengolahan data pada variabel kecerdasan

Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode COBIT 4.1 yang dilakukan pada divisi administrasi RSIA Hamami menghasilkan nilai maturity pada level 2 yaitu dimana

Kuatnya pengaruh angin muson dapat dilihat dalam bentuk aliran massa air pada lapisan permukaan ke arah tenggara di sepanjang pantai barat daya Sumatera dan ke arah

prestasi akademik mahasiswa (Y). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan angket. Metode dokumentasi digunakan untuk