• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

26 5.1. Sistem Dinamika Potensi Pendapatan

Hutan dapat dikatakan sebagai alat produksi sekaligus hasil produksi.

Hutan sebagai alat produksi artinya hutan menghasilkan yang boleh dimanfaatkan,

dalam hal ini adalah kayu dan modal produksi. Untuk itu maka terbentuk

dinamika potensi dan dinamika pendapatan yang ditentukan oleh karakteristik

harga potensi hasil hutan. Harga potensi hasil hutan dapat dikategorikan menurut

sortimen kayu, type kayu, asal kayu dan skema penjualan kayu.

5.1.1. Dinamika Potensi Tegakan

Dinamika potensi tegakan adalah perubahan komposisi potensi tegakan

seiring dengan berjalannya waktu. Potensi tegakan berubah akibat dari

pertumbuhan diameter pohon dari tahun ke tahun. Komponen-komponen utama

dalam dinamika potensi tegakan, antara lain 1) Upgrowth (tambah tumbuh/riap)

yaitu pertambahan ukuran tegakan secara nyata setelah satu periode tumbuh

dilewati melalui proses fisiologis, 2) Ingrowth adalah sejumlah pohon/tanaman

yang secara periode mulai mempunyai besaran yang dapat diukur (memiliki

DBH) namun ingrowth tidak ada pada hutan tanaman, 3) Mortalitas yaitu volume

pohon-pohon yang secara periodis mati karena berusia lanjut, kompetisi, serangan

hama penyakit dan bencana, 4) Tebangan adalah campur tangan manusia terhadap

(2)

5.1.2. Dinamika Pendapatan

Pendapatan adalah elemen kunci dalam sebuah laporan keuangan dan

cukup penting bagi para penyaji dan pengguna laporan keuangan. Pendapatan

yang dilaporkan mencerminkan kegiatan operasi perusahaan di masa lalu dan

biasanya digunakan untuk memprediksi kinerja di masa yang akan datang.

Walaupun menetapkan pendapatan merupakan bagian yang sangat penting dalam

pengukuran kinerja perusahaan.

Kuat atau lemahnya nilai uang sangat tergantung pada jumlah uang yang

beredar. Apabila jumlah uang berubah menjadi dua kali lipat, maka nilai uang

akan menurun menjadi setengah dari semula, dan juga sebaliknya, ditambah

dengan memasukan unsur kecepatan peredaran uang, barang dan jasa sebagai

faktor yang mempengaruhi nilai uang. Perhitungan pendapatan dihasilkan dari

volume tegakan dikalikan dengan harga produk, sedangkan harga produk dapat

berubah-rubah karena adanya perubahan nilai uang. Hal ini sangat perlu

diperhitungkan agar terwujudnya kelestarian perusahaan.

Kelestarian hutan tanaman jati bergantung pada sistem pengaturan hasil

yang tepat dengan mempertimbangkan stabilitas hasil kayu, pendapatan penjualan

kayu, kendala luas lahan dan stabilitas kawasan dengan tujuan konservasi. Dalam

pengaturan hasil terdapat suatu kendali aturan berupa jatah tebangan (etat). Etat

sebagai kendali pengaturan hasil akan menentukan kondisi dan bentuk hutan di

masa kini dan yang akan datang. Adanya etat akan dijadikan sebagai control

(3)

over cutting. Secara sistematik peran etat sebagai pengaturan hasil digambarkan sebagai berikut :

Luas Tegakan Luas Tebangan

Volume Tegakan Volume Tebangan

Luas Penanaman Luas Penebangan

Kehilangan Kawasan

Jumlah Penanaman Volume Penebangan

Growth Pendapatan Penebangan Etat Luas Harga Keterangan : : Flow : Stock : Convorter

Gambar 5.1. Sistem Dinamis Pengelolaan Hutan Tanaman Jati

Gambar 5.1. menunjukkan bahwa kesalahan dalam penentuan etat akan

(4)

etat terlalu rendah dan luas tegakan yang cenderung menurun jika nilai etat terlalu

tinggi. Luas tegakan yang menurun, akan menyebabkan penurunan luas tebangan,

sehingga jumlah penanaman akan meningkat. Meningkatnya jumlah penanaman

akan membuat struktur tegakan yang ada menjadi tidak stabil, karena didominasi

oleh kelas umur muda.

5.2. Kerangka Logis Simulasi Pengaturan Hasil dan Estimasi Pendapatan

Hutan harus dipandang sebagai sistem terbuka dalam penentuan etat, yang

berarti perlu dipertimbangkan dinamika tegakan dan dampak-dampak sistemik

yang mungkin terjadi, seperti kerusakan hutan, penurunan stock area, stock hasil

dengan kualitas rendah, struktur tegakan dan harga kayu yang tidak stabil selama

jangka pengelolaan.

Pada penelitian ini, dampak-dampak sistemik tersebut diformulasikan ke

dalam sebuah sistem simulasi, yang diawali dengan menyusun simulasi dinamika

tegakan untuk menentukan volume tebangan dan memprediksi produksi kayu per

kelas produk. Hasil dari simulasi diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui

perilaku dampak sistem dinamika tegakan dan dinamika pendapatan dengan

penetapan etat tertentu. Kecermatan dan keakuratan penentuan etat setidaknya

dipengaruhi oleh dua hal, yaitu cara atau metode yang diterapkan dan ketersediaan

data pengelolaan hutan. Mengacu pada dua hal tersebut, maka penentuan etat

dilakukan dengan menyusun sebuah sistem simulasi dengan alur pikir disajikan

(5)

Start

Pemetaan Kelas Hutan

Perhitungan Luas Tebangan Struktur Kelas Hutan Perhitungan Volume Tebangan Prediksi Produksi per Kelas Produk

Estimasi Pendapatan Penentuan Skenario Terbaik Pendapatan Skenario Masih ada skenario? Harga per Kelas Model Penduga Sortimen Kehilangan Potensi Model Penduga Produksi Kayu Simulasi Gangguan Etat Luas UTM Perumusan Skenario Finish Ya Tidak Keterangan :

: input : proses : output

(6)

5.3. Model Penduga Produksi Kayu Jati

Untuk menentukan model penduga produksi kayu diperlukan informasi

mengenai hubungan antar faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan dinamika tegakan yaitu umur, bonita dan KBD. Persamaan yang

menggambarkan hubungan faktor-faktor tersebut sebagai berikut :

Stock : f(umur, KBD, bonita) Growth : f(umur, KBD, bonita)

Dinamika tegakan jati dapat dilihat dari tabel WvW. Tabel ini digunakan

sebagai alat bantu untuk memproyeksikan potensi tegakan untuk kepentingan

perencanaan pengaturan hasilnya. Model penduga produksi kayu jati disusun

berdasarkan data yang ada di tabel WvW tetapi untuk kepentingan simulasi dan

mempermudah komputasi maka tabel tersebut ditransformasikan dalam model

matematis dengan menggunakan analisi regresi.

Proses transformasi model WvW ke model matematis, data yang

digunakan yaitu umur, bonita dan N/Ha bonita I sampai bonita VI. Transformasi

logaritmik diberlakukan kepada seluruh variabel, yaitu ln (umur), ln (bonita) dan

ln (N/Ha). Taraf signifikan yang digunakan adalah taraf signifikan 5%, artinya

resiko kesalahan (error) dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis

yang benar sebanyak-banyaknya 5% dan resiko benar dalam mengambil

(7)

Tabel 5.1. Keluaran Analisis Regresi menggunakan Microsoft Office Excel SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.990667416 R Square 0.981421928 Adjusted R Square 0.980835252 Standard Error 0.115187563 Observations 99 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 3 66.58707032 22.19569011 1672.851815 4.65318E-82 Residual 95 1.260476595 0.013268175 Total 98 67.84754691

Coefficients Standard Error t Stat P-value

Intercept 1.272216524 0.13460101 9.451760603 2.45471E-15

Ln (umur) 0.710587909 0.016326852 43.52265382 1.50231E-64 Ln (bonita) 0.903345191 0.023367474 38.65822948 6.42045E-60 Ln (N/Ha) -0.026909679 0.01340849 -2.006913507 0.047600773

Dari Tabel 5.1. didapatkan model persamaan, yaitu :

Y = 1.2722e . A0.7106 . S0.9033 . N-0.0269 Dimana :

Y = Volume Standing Stock

A = Umur

S = Bonita

N = N/Ha

Dari hasil perhitungan juga dapat diketahui bahwa R square sebesar

0.9814. R square atau koefisien determinasi (R2) menunjukkan presentasi

(8)

square mendekati 1 maka variabel independen hampir memberikan semua informasi untuk memprediksi variabel dependen (terikat). Nilai R square

merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya kemampuan

menjelaskan perubahan variabel independen terhadap variabel dependen (terikat).

Nilai R square sebesar 0.981421928 menunjukkan bahwa hubungan antara umur,

bonita dan N/Ha dengan Volume Standing Stock kuat. Nilai koefisien pada

variabel independen menunjukkan besarnya pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen. Dari hasil analisis terlihat bahwa bonita

memberikan pengaruh lebih besar terhadap Volume Standing Stock.

Untuk menguji tingkat kelayakan model, perlu adanya analisis varians.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji F, yaitu dengan membandingkan

antara F tabel dengan F hitung yang terdapat pada tabel Analysis of Variance.

Hipotesis yang digunakan :

Ho : tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen, jika significance f lebih besar dari (1-confident level)

Ha : ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen,

jika significance f lebih kecil dari (1-confident level)

Dari hasil tabel ANOVA menunjukkan bahwa nilai significance f (4.65318E-82),

lebih kecil dari (1-confident level). F hitung > F tabel sehingga Ho ditolak dan Ha

(9)

5.4. Model Penduga Sortimen Kayu Jati

Dalam inventarisasi tegakan hutan jati salah satu kendala yang ditemukan

adalah menduga volume pohon berdiri berdasarkan dimensi penentunya yaitu

berupa diameter batang setinggi dada (dbh). Pada penelitian ini, untuk

mendapatkan proporsi sortimen batang kayu jati, penyusun mengadopsi dari data

hasil penelitian Galih Anggara (2013), yang kemudian dilakukan analisis regresi

terhadap data hasil penelitian tersebut. Hasil keluaran analisis regresi untuk

menduga proporsi sortimen kayu dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 5.2. Keluaran Analisis Regresi untuk Menduga Sortimen A3

SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.995123568 R Square 0.990270916 Adjusted R Square 0.989344337 Standard Error 2.514166465 Observations 24 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 2 13511.06 6755.53 1068.7383 7.49472E-22 Residual 21 132.7417 6.321033 Total 23 13643.8

Coefficients Standard Error t Stat P-value

Intercept -164.6446801 8.596356223 -19.152845 8.8966E-15

Kelas Diameter (cm) 7.359891259 0.329252678 22.3533224 4.0105E-16

d^2 -0.052990347 0.003001461 -17.65485 4.4709E-14

Dari Tabel 5.2. didapatkan model persamaan, yaitu :

(10)

Dimana :

Y = Proporsi Sortimen A3

D = Kelas Diameter

Dari hasil perhitungan R square sebesar 0.990270916 dan F hitung > F tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima, sehingga model signifikan untuk menduga proporsi Sortimen A3.

Tabel 5.3. Keluaran Analisis Regresi untuk Menduga Sortimen A2

SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.992517549 R Square 0.985091085 Adjusted R Square 0.984413407 Standard Error 1.850437875 Observations 24 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 1 4977.3943 4977.3943 1453.6272 1.3699E-21 Residual 22 75.330647 3.4241203 Total 23 5052.725

Coefficients Standard Error t Stat P-value

Intercept 59.94049331 1.155288098 51.8835894 1.6769E-24

A3 -0.60399497 0.015841883 -38.126463 1.3699E-21

Dari Tabel 5.3. didapatkan model persamaan, yaitu :

Y = 59.9405 + -0.60399A Dimana :

Y = Proporsi Sortimen A2

(11)

Dari hasil perhitungan R square sebesar 0.985091085 dan F hitung > F tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima, sehingga model signifikan untuk menduga proporsi Sortimen A2.

Tabel 5.4. Keluaran Analisis Regresi untuk Menduga Sortimen A1

SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.999999826 R Square 0.999999653 Adjusted R Square 0.99999962 Standard Error 0.006050488 Observations 24 ANOVA df SS MS F Significance F Regression 2 2214.9613 1107.4806 30252083 1.49471E-68 Residual 21 0.0007688 3.661E-05 Total 23 2214.9621

Coefficients Standard Error t Stat P-value

Intercept 99.96287939 0.041955833 2382.57406 1.58845E-58

A2 -0.99936956 0.000697115 -1433.57869 6.82445E-54

A3 -0.999628914 0.000424228 -2356.34622 2.00414E-58

Dari Tabel 5.4. didapatkan model persamaan, yaitu :

Y = 99.9629 + -0.9994A + -0.9996B Dimana :

Y = Proporsi Sortimen A1

A = Proporsi Sortimen A2

(12)

Dari hasil perhitungan R square sebesar 0.999999653 dan F hitung > F tabel, maka Ho ditolak, Ha diterima, sehingga model signifikan untuk menduga proporsi Sortimen A1.

5.5. Dinamika KBD

Dinamika KBD dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain

tingkat kematian pohon (mortality) alami, illegal logging/cutting, dan kejadian

tidak terduga. Pola dinamika pada umumnya bersifat sangat acak, sehingga

cenderung tak terduga secara pasti. Pada kondisi ketidakpastian ini maka

diterapkan simulasi monte carlo. Monte carlo merupakan simulasi probabilistik

yang mendekati solusi dari masalah dengan melalukan sampling dari proses acak

(Random). Tahapan monte carlo yang dilakukan sebagai berikut :

1. Membuat tabel Look Up

Tabel Look Up dibutuhkan untuk mengorganisir data-data penurunan KBD dan

prediktor sesuai dengan ketersediaan data di Perum Perhutani, variabel

penduga yang ditampilkan adalah :

Tabel 5.5. Karakter Tabel Look Up untuk proses Monte Carlo penduga

perubahan KBD

Tipe variabel Atribut Tipe Data Keterangan

Prediktor Kelas Umur Integral -

Prediktor Bonita Integral Rentang Bonita antara 2-5

Prediktor Kelas KBD Integral -

Index Kode Text Concatenate Kelas Umur, Bonita,

Kelas KBD, yang digunakan untuk acuan proses look up

Variabel Dependent

Rerata Numeric Single - Variabel

Dependent

(13)

2. Proses Look Up

Variabel yang dicari pada proses ini adalah rerata dan standar deviasi

perubahan KBD dari dinamika kelas KBD, bonita dan kelas umur. Hasil

keluaran look up dapat dilihat pada Lampiran 1.

3. Menentukan batas bawah dan batas atas

Batas Atas (BA) dan Batas Bawah (BB) digunakan untuk memprediksi nilai

perubahan KBD yang direpresentasikan oleh nilai random. Nilai random

diperoleh dari batas atas dan batas bawah, dimana :

ΔKBD = Randomisasi (BB KBD, BA KBD) ΔKBD : perubahan KBD

BB KBD : batas bawah KBD

BA KBD : batas atas KBD

Proses monte carlo yang dilakukan didasarkan asumsi sebagai berikut :

a. Sebaran probabilitas adalah normal

b. Nilai probabilitas adalah 95% diperoleh melalui penetapan sebaran normal,

N = (

μ, σ)

Dimana : N = probabilitas kejadian i

μ =

rerata

σ =

standar deviasi

4. Menentukan nilai random

Nilai random dari batas atas dan batas bawah yang diperlukan utnuk

(14)

5.6. Skema Penjualan Kayu

Perum Perhutani dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia

khususnya masyarakat Jawa sebagai perusahaan milik negara yang bergerak

dibidang kehutanan, salah satunya yaitu sebagai penghasil dan penjual kayu yang

sampai saat ini masih tercatat sebagai salah satu perusahaan penjual kayu terbesar

di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya volume kayu yang mampu

dihasilkan dan dijual oleh Perhutani tiap periodenya. Perhutani terus mencari

terobosan baru mengenai skema atau tata cara penjualan kayu yang lebih baik

agar produknya (kayu) dapat lebih diserap oleh masyarakat. Kayu Perhutani

adalah kayu resmi yang dapat dipertanggungjawabkan kelegalan dan kelengkapan

surat-suratnya.

Untuk mempermudahkan masyarakat dalam pembelian kayu di Perhutani,

saat ini Perhutani menawarkan setidaknya 4 cara yang bisa dipilih oleh

masyarakat. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut :

 Penjualan lelang besar

Penjualan dengan cara lelang besar dilakukan di pusat, dapat dilakukan di

Jakarta atau di Bogor tergantung kesepakatan.

 Penjualan lelang kecil

Penjualan dengan cara lelang kecil ini dilakukan di TPK.

 Penjualan dengan perjanjian

Penjualan dengan perjanjian dilakukan secara kontrak dilakukan untuk

volume kayu di atas 200 m3. Untuk melakukan kontrak pembelian, pembeli

(15)

Pemasaran di masing-masing Unit. Unit I di Semarang Jawa Tengah, Unit II

di Surabaya Jawa Timur dan Unit III di Bandung Jawa Barat.

 Penjualan langsung

Penjualan langsung (pembelian secara langsung) dapat dilakukan dengan cara

pembeli menghubungi General Manager (KBM) Sar Kayu yang tersebar di

beberapa daerah di pulau Jawa. Sistem ini diberlakukan pada pembelian

dengan volume kayu kurang dari 200 m3.

Tabel 5.6. Harga Jual Kayu Jati

Skema Penjualan Kayu Harga (Rp/m3)

A3 A2 A1

Lelang besar Rp 4.262.809 Rp 2.597.420 Rp 1.038.236

Lelang kecil - - -

Penjualan dengan perjanjian Rp 6.964.540 Rp 3.054.659 Rp 2.875.795 Penjualan langsung Rp 6.752.904 Rp 2.543.344 Rp 1.387.513 Sumber : Buku Saku Statistik Th 2008-2012 Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah

5.7. Implementasi Simulasi

Implementasi simulasi dilakukan dengan menyusun skenario berdasarkan

variasi daur dan teknik perhitungan etat. Variasi daur mencakup daur 20 tahun, 30

tahun, dan 40 tahun. Masing-masing daur akan menyajikan hasil etat luas yang

berbeda-beda, dimana etat tersebut dijadikan acuan dalam banyaknya tebangan

yang dihasilkan. Etat luas tersebut akan ditunjukkan pada kolom cut (Ha). Hasil

yang bervariasi juga terjadi pada volume tegakan tinggal, volume tebangan,

volume sortimen A3, volume sortimen A2, volume sortimen A1, pendapatan

(16)

A1. Pada perhitungan pendapatan akan disajikan 2 strategi penjualan kayu dengan

membedakan proporsi penjualan menurut skema penjualan kayu, yaitu dengan

skema penjualan lelang besar, lelang kecil, penjualan dengan perjanjian dan

penjualan langsung : 1) dengan proporsi penjualan 25 : 25 : 25 :25 dan 2) dengan

proporsi penjualan 30 : 10 : 40 : 20. Perbedaan proporsi penjualan kayu dapat

mempengaruhi hasil pendapatan, dikarenakan harga dari masing-masing skema

penjualan kayu tersebut berbeda, sehingga dengan banyak menjual produk (kayu)

dengan skema yang harganya tinggi tentu pendapatan akan naik.

5.8. Skenario Daur 20 Tahun 5.8.1. UTM 14 Tahun

Tabel 5.7. Rekapitulasi Stock, Cut, dan Total Pendapatan Kotor Daur 20

tahun dengan UTM 14 tahun

Tahun

Sediaan (Stock) Tebangan (Cut) Total Pendapatan Kotor (Rp) Stock

(Ha)

Stock (m3) Cut (Ha)

Cut (m3) Proporsi Skema Penjualan 25:25:25:25 Proporsi Skena Penjualan 30:10:40:20 0 2.360,7 367.738,52 118,035 39.327,16 164.007.070.075 197.975.986.859 10 2.360,7 412.575,04 118,035 31.731,58 134.562.050.131 162.360.420.701 20 2.360,7 502.241,36 118,035 49.020,07 204.944.066.785 247.375.211.253 30 2.360,7 489.109,54 118,035 20.160,37 84.612.742.919 102.120.287.858 40 2.360,7 471.908,58 118,035 27.539,36 111.732.948.035 134.975.364.291

(17)

Gambar 5.3. Simulasi Luas Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 20

Tahun dengan UTM 14 Tahun

Gambar 5.4. Simulasi Luas Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 20 Tahun

(18)

Gambar 5.5. Simulasi Total Luas Tegakan Tinggal pada Daur 20 Tahun dengan

UTM 14 Tahun

Gambar 5.6. Simulasi Total Luas Tebangan pada Daur 20 Tahun dengan UTM

(19)

Gambar 5.7. Simulasi Volume Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 20

Tahun dengan UTM 14 Tahun

Gambar 5.8. Simulasi Volume Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 20 Tahun

(20)

Gambar 5.9. Simulasi Total Volume Tegakan Tinggal pada Daur 20 Tahun

dengan UTM 14 Tahun

Gambar 5.10. Simulasi Total Volume Tebangan pada Daur 20 Tahun dengan

(21)

Gambar 5.11. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 20 Tahun dengan UTM 14

Tahun dengan Proporsi Penjualan 25:25:25:25

Gambar 5.12. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 20 Tahun dengan UTM 14

(22)

5.8.2. UTM 18 Tahun

Tabel 5.8. Rekapitulasi Stock, Cut, dan Total Pendapatan Kotor Daur 20 tahun

dengan UTM 18 tahun

Tahun

Sediaan (Stock) Tebangan (Cut) Total Pendapatan Kotor (Rp) Stock

(Ha)

Stock (m3) Cut (Ha)

Cut (m3) Proporsi Skema Penjualan 25:25:25:25 Proporsi Skema Penjualan 30:10:40:20 0 2360,7 345.906,54 118,035 37.935,99 158.206.718.863 190.974.233.979 10 2360,7 446.159,29 118,035 45.648,94 193.580.493.171 233.571.131.535 20 2360,7 456.824,30 118,035 29.742,51 124.348.085.465 150.092.824.805 30 2360,7 495.807,02 118,035 38.686,11 162.364.993.169 195.960.552.376 40 2360,7 397.792,14 118,035 23.133,06 93.855.676.350 113.379.306.004

Gambar 5.13. Simulasi Luas Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 20

(23)

Gambar 5.14. Simulasi Luas Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 20 Tahun

dengan UTM 18 Tahun

Gambar 5.15. Simulasi Total Luas Tegakan Tinggal pada Daur 20 Tahun dengan

(24)

Gambar 5.16. Simulasi Total Luas Tebangan pada Daur 20 Tahun dengan UTM

18 Tahun

Gambar 5.17. Simulasi Volume Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 20

(25)

Gambar 5.18. Simulasi Volume Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 20 Tahun

dengan UTM 18 Tahun

Gambar 5.19. Simulasi Total Volume Tegakan Tinggal pada Daur 20 Tahun

(26)

Gambar 5.20. Simulasi Total Volume Tebangan pada Daur 20 Tahun dengan

UTM 18 Tahun

Gambar 5.21. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 20 Tahun dengan UTM 18

(27)

Gambar 5.22. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 20 Tahun dengan UTM 18

Tahun dengan Proporsi Penjualan 30:10:40:20

Luas tegakan tinggal daur 20 tahun dari periode ke-0 sampai periode ke-40

sama yaitu sebesar 2.360,7 Ha. Luasan ini merupakan total luas tiap kelas hutan

berdasarkan data RPKH. Kelas hutan pada periode ke-0 yang telah ditebang,

selanjutnya dilakukan penanaman hingga periode ke-40 untuk membentuk stock

kembali sampai mencapai umur siap tebang. Penebangan dilakukan menurut umur

tebang minimum, kurang dari umur tersebut tidak diperkenankan dan apabila

penebangan melebihi etat maka akan terjadi kerusakan, etat luas digunakan

sebagai pembatas besarnya luas tebangan yang diperkenankan. Pada simulasi

untuk daur 20 tahun dengan umur tebang minimum 14 tahun dan 18 tahun

memiliki etat luas 118,035 Ha/10 tahun.

Pada gambar 5.3 dan 5.13 menunjukkan luas tegakan tinggal setiap kelas

umur dalam semua periode. Grafik menunjukkan bahwa keadaan tegakan hutan di

Bagian Hutan Balo berada pada keadaan kurang normal, hal ini ditunjukkan

(28)

luasannya rendah. Semakin berjalannya periode, maka akan merata setiap kelas

umurnya, karena jumlah luasan penanaman sama dengan jumlah luasan

penebangan.

Gambar 5.4 dan 5.14 menunjukkan luas tebangan untuk daur 20 tahun

dengan UTM 14 tahun dan 18 tahun. Pada grafik pada periode ke-0 diketahui

penebangan dilakukan pada kelas umur 9 dengan luas sebesar 21,80 Ha dan pada

kelas umur 8 dengan luas sebesar 96,24 Ha, hal ini dilakukan untuk memenuhi

etat luas yang diperbolehkan. Gambar 5.5 dan 5.15 menunjukkan total luas

tegakan tinggal setiap periode, total luas tegakan pada masing-masing UTM

sebesar 2.360,7 Ha. Besarnya total luas tebangan tiap periode ditunjukkan pada

gambar 5.6 dan 5.16. Total luas tebangan juga memiliki nilai yang sama dengan

etat luas sehingga jumlah luas tebangan yang diperbolehkan setiap periode sebesar

118,035 Ha/10 tahun.

Volume tegakan tinggal untuk daur 20 tahun dengan UTM 14 tahun dan

18 tahun masing-masing ditunjukkan pada gambar 5.7 dan 5.17. Pada grafik

dapat diketahui volume tegakan tinggal terbesar dengan UTM 14 tahun pada kelas

umur 6 saat periode ke-40 sebesar 168.650 m3 dan dengan UTM 18 tahun pada

kelas umur 5 saat periode ke-30 sebesar 154.088 m3, sedangkan volume tegakan

tinggal terkecil dengan UTM 14 tahun pada kelas umur 1 saat periode ke-40

sebesar 1.635,38 m3 dan dengan UTM 18 tahun pada kelas umur 1 saat periode

ke-20 sebesar 2.966,74 m3. Volume tegakan tinggal relatif stabil dari periode ke-0

(29)

dapat dilihat pada gambar 5.9 dan 5.19 dari grafik diketahui total volume tegakan

tinggal relatif stabil dari periode ke-0 sampai periode ke-40.

Gambar 5.8 dan 5.18 menunjukkan besar volume tebangan pada setiap

kelas umur dalam semua periode. Volume tebangan terbesar pada kelas umur 8

periode ke-0 sebesar 34.874,2 m3 untuk UTM 14 tahun dan 33.657,7 m3 untuk

UTM 18 tahun. Total volume tebangan ditunjukkan pada gambar 5.10 dan 5.20,

dari gambar dapat diketahui dinamika produksi kayu (tebangan) terjadi secara

hampir berkelanjutan selama periode, namun jumlah tebangan tiap periodenya

cenderung menurun, yaitu dari periode ke-0 sampai dengan periode ke-40, hal ini

terjadi mungkin karena pada awal periode, volume tegakan masih banyak, adanya

penurunan kelas hutan dan/atau sebab lain. Total dari volume tebangan dengan

UTM 14 tahun sebesar 167.778,54 m3 dan dengan UTM 18 tahun sebesar

175.146,62 m3.

Pada gambar 5.11 dan 5.21 menunjukkan total hasil pendapatan kotor tiap

periode dengan proporsi penjualan 25:25:25:25 pendapatan terbesar pada periode

ke-20 sebesar Rp 204.944.066.785 untuk UTM 14 tahun dan pada periode ke-10

sebesar Rp 193.580.493.171 untuk UTM 18 tahun, sedangkan pendapatan

terendah berada pada periode ke-30 untuk UTM 14 tahun sebesar Rp

84.612.742.919 dan pada periode ke-40 untuk UTM 18 tahun yaitu sebesar Rp

93.855.676.350 Gambar 5.12 dan 5.22 menunjukkan bahwa pendapatan kotor

dengan proporsi penjualan 30:10:40:20 pendapatan terbesar pada periode ke-20

sebesar Rp 247.375.211.253 untuk UTM 14 tahun dan pada periode ke-10 sebesar

(30)

periode ke-30 untuk UTM 14 tahun sebesar Rp 102.120.287.858 dan pada periode

ke-40 untuk UTM 18 tahun yaitu sebesar Rp 113.379.306.004.

5.9. Skenario Daur 30 Tahun 5.9.1. UTM 24 Tahun

Tabel 5.9. Rekapitulasi Stock, Cut, dan Total Pendapatan Kotor Daur 30 tahun

dengan UTM 24 tahun

Tahun

Sediaan (Stock) Tebangan (Cut) Total Pendapatan Kotor (Rp) Stock

(Ha)

Stock (m3) Cut (Ha)

Cut (m3) Proporsi Skema Penjualan 25:25:25:25 Proporsi Skema Penjualan 30:10:40:20 0 2.360,7 394.757,60 78,69 31.044,55 129.201.647.097 155.970.233.269 10 2.360,7 518.089,07 78,69 38.968,61 165.251.640.512 199.389.990.335 20 2.360,7 589.184,89 78,69 35.617,58 148.910.670.248 179.740.790.199 30 2.360,7 696.945,35 78,69 37.051,48 155.504.500.500 187.680.529.036 40 2.360,7 667.912,39 78,69 32.680,04 132.589.765.002 160.170.765.625

Gambar 5.23. Simulasi Luas Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 30

(31)

Gambar 5.24. Simulasi Luas Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 30 Tahun

dengan UTM 24 Tahun

Gambar 5.25. Simulasi Total Luas Tegakan Tinggal pada Daur 30 Tahun dengan

(32)

Gambar 5.26. Simulasi Total Luas Tebangan pada Daur 30 Tahun dengan UTM

24 Tahun

Gambar 5.27. Simulasi Volume Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 30

(33)

Gambar 5.28. Simulasi Volume Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 30 Tahun

dengan UTM 24 Tahun

Gambar 5.29. Simulasi Total Volume Tegakan Tinggal pada Daur 30 Tahun

(34)

Gambar 5.30. Simulasi Total Volume Tebangan pada Daur 30 Tahun dengan

UTM 24 Tahun

Gambar 5.31. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 30 Tahun dengan UTM 24

(35)

Gambar 5.32. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 30 Tahun dengan UTM 24

Tahun dengan Proporsi Penjualan 30:10:40:20

5.9.2. UTM 28 Tahun

Tabel 5.10. Rekapitulasi Stock, Cut, dan Total Pendapatan Kotor Daur 30 tahun

dengan UTM 28 tahun

Tahun

Sediaan (Stock) Tebangan (Cut) Total Pendapatan Kotor (Rp) Stock

(Ha)

Stock (m3) Cut (Ha)

Cut (m3) Proporsi Skema Penjualan 25:25:25:25 Proporsi Skema Penjualan 30:10:40:20 0 2.360,7 382.135,06 78,69 33.289,37 138.575.659.948 167.285.378.978 10 2.360,7 507.295,28 78,69 36.741,83 155.808.689.625 187.996.276.602 20 2.360,7 570.848,49 78,69 37.086,34 155.051.316.444 187.152.781.547 30 2.360,7 658.504,39 78,69 32.692,48 137.209.853.382 165.600.466.796 40 2.360,7 759.883,23 78,69 33.781,62 137.059.082.924 165.569.780.197

(36)

Gambar 5.33. Simulasi Luas Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 30

Tahun dengan UTM 28 Tahun

Gambar 5.34. Simulasi Luas Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 30 Tahun

(37)

Gambar 5.35. Simulasi Total Luas Tegakan Tinggal pada Daur 30 Tahun dengan

UTM 28 Tahun

Gambar 5.36. Simulasi Total Luas Tebangan pada Daur 30 Tahun dengan UTM

(38)

Gambar 5.37. Simulasi Volume Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 30

Tahun dengan UTM 28 Tahun

Gambar 5.38. Simulasi Volume Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 30 Tahun

(39)

Gambar 5.39. Simulasi Total Volume Tegakan Tinggal pada Daur 30 Tahun

dengan UTM 28 Tahun

Gambar 5.40. Simulasi Total Volume Tebangan pada Daur 30 Tahun dengan

(40)

Gambar 5.41. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 30 Tahun dengan UTM 28

Tahun dengan Proporsi Penjualan 25:25:25:25

Gambar 5.42. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 30 Tahun dengan UTM 28

Tahun dengan Proporsi Penjualan 30:10:40:20

Pada simulasi untuk daur 30 tahun dengan umur tebang minimum 24

tahun dan 28 tahun memiliki etat luas sebesar 78,69 Ha sehingga luas tebangan

yang diperbolehkan untuk ditebang adalah sebesar 78,69 Ha. Apabila tebangan

yang dilakukan melebihi etat maka akan terjadi kerusakan, etat luas digunakan

(41)

Pada gambar 5.23 dan 5.33 menunjukkan luas tegakan tinggal setiap kelas

umur dalam semua periode. Grafik menunjukkan bahwa keadaan tegakan hutan di

Bagian Hutan Balo berada pada keadaan kurang normal, hal ini ditunjukkan

dengan tingginya luasan kelas umur pada KU muda, sedangkan pada KU tua

luasannya rendah. Semakin berjalannya periode, maka akan merata setiap kelas

umurnya, karena jumlah luasan penanaman sama dengan jumlah luasan

penebangan.

Gambar 5.24 dan 5.34 menunjukkan luas tebangan untuk daur 30 tahun

dengan UTM 24 tahun dan 28 tahun. Pada grafik pada periode ke-0 diketahui

penebangan dilakukan pada kelas umur 9 dengan luas sebesar 21,80 Ha dan pada

kelas umur 8 dengan luas sebesar 56,89 Ha, hal ini dilakukan untuk memenuhi

etat luas yang diperbolehkan. Gambar 5.25 dan 5.35 menunjukkan total luas

tegakan tinggal setiap periode, total luas tegakan pada masing-masing UTM

sebesar 2.360,7 Ha. Besarnya total luas tebangan tiap periode ditunjukkan pada

gambar 5.26 dan 5.36. Total luas tebangan juga memiliki nilai yang sama dengan

etat luas sehingga jumlah luas tebangan yang diperbolehkan setiap periode sebesar

78,69 Ha/10 tahun.

Volume tegakan tinggal untuk daur 30 tahun dengan UTM 24 tahun dan

28 tahun masing-masing ditunjukkan pada gambar 5.27 dan 5.37. Pada grafik

dapat diketahui volume tegakan tinggal terbesar dengan UTM 24 tahun pada kelas

umur 9 saat periode ke-40 sebesar 206.463 m3 dan dengan UTM 28 tahun pada

kelas umur 6 saat periode ke-40 sebesar 231.894 m3. Untuk volume tegakan

(42)

untuk UTM 24 tahun dan saat periode ke-30 sebesar 1.347,91 m3 untuk UTM 28

tahun. Untuk perubahan total volume tegakan tinggal tiap periode dapat dilihat

pada gambar 5.29 dan 5.39 dari grafik diketahui total volume tegakan tinggal

dengan UTM 24 tahun dan UTM 28 tahun semakin bertambah dari periode ke-0

sampai periode ke-40.

Gambar 5.28 dan 5.38 menunjukkan besar volume tebangan pada setiap

kelas umur dalam semua periode. Volume tebangan terbesar berada pada kelas

umur 9 pada periode ke-10 sebesar 38.968,6 m3 untuk UTM 24 tahun dan pada

periode ke-20 sebesar 37.086,3 m3 untuk UTM 28 tahun. Total volume tebangan

ditunjukkan pada gambar 5.30 dan 5.40, dari gambar dapat diketahui dinamika

produksi kayu (tebangan) terjadi secara berkelanjutan selama periode, pada UTM

24 tahun total volume tebangan relatif stabil, namun pada UTM 28 tahun saat

periode ke-0 sampai periode ke-20 total volume tebangan naik kemudian turun

pada periode ke-30 lalu naik sampai periode ke-40. Total dari volume tebangan

dengan UTM 24 tahun sebesar 175.362,26 m3 dan dengan UTM 28 tahun sebesar

173.591,65 m3.

Pada gambar 5.31 dan 5.41 menunjukkan total hasil pendapatan kotor tiap

periode dengan proporsi penjualan 25:25:25:25, pendapatan terbesar berada pada

periode ke-10, Rp 165.251.640.512 untuk UTM 24 tahun dan Rp 155.808.689.625

untuk UTM 28 tahun, sedangkan pendapatan terendah berada pada periode ke-0

untuk UTM 24 tahun sebesar Rp 129.201.647.097 dan pada periode ke-40 untuk

UTM 28 tahun sebesar Rp 137.059.082.924. Gambar 5.32 dan 5.42 menunjukkan

(43)

terbesar berada pada periode ke-10, Rp 199.389.990.335 untuk UTM 24 tahun dan

Rp 187.996.276.602 untuk UTM 28 tahun. Pendapatan terendah berada pada

periode ke-0 untuk UTM 24 tahun sebesar Rp 155.970.233.269 dan pada periode

ke-40 untuk UTM 28 tahun yaitu sebesar Rp 165.569.780.197.

5.10. Skenario Daur 40 Tahun 5.10.1. UTM 34 Tahun

Tabel 5.11. Rekapitulasi Stock, Cut, dan Total Pendapatan Kotor Daur 40 tahun

dengan UTM 34 tahun

Tahun

Sediaan (Stock) Tebangan (Cut) Total Pendapatan Kotor (Rp) Stock

(Ha)

Stock (m3) Cut (Ha)

Cut (m3) Proporsi Skema Penjualan 25:25:25:25 Proporsi Skema Penjualan 30:10:40:20 0 2.360,7 376.963,23 59,0175 21.500,35 89.318.939.357 107.829.662.894 10 2.360,7 462.759,50 59,0175 29.226,46 123.938.730.384 149.542.492.751 20 2.360,7 616.590,06 59,0175 24.234,64 101.320.662.231 122.297.857.248 30 2.360,7 632.621,47 59,0175 27.788,61 116.628.375.375 140.760.396.777 40 2.360,7 679.338,03 59,0175 24.234,64 98.324.994.271 118.778.320.576

(44)

Gambar 5.43. Simulasi Luas Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 40

Tahun dengan UTM 34 Tahun

Gambar 5.44. Simulasi Luas Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 40 Tahun

(45)

Gambar 5.45. Simulasi Total Luas Tegakan Tinggal pada Daur 40 Tahun dengan

UTM 34 Tahun

Gambar 5.46. Simulasi Total Luas Tebangan pada Daur 40 Tahun dengan UTM

(46)

Gambar 5.47. Simulasi Volume Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 40

Tahun dengan UTM 34 Tahun

Gambar 5.48. Simulasi Volume Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 40 Tahun

(47)

Gambar 5.49. Simulasi Total Volume Tegakan Tinggal pada Daur 40 Tahun

dengan UTM 34 Tahun

Gambar 5.50. Simulasi Total Volume Tebangan pada Daur 40 Tahun dengan

(48)

Gambar 5.51. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 40 Tahun dengan UTM 34

Tahun dengan Proporsi Penjualan 25:25:25:25

Gambar 5.52. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 40 Tahun dengan UTM 34

(49)

5.10.2. UTM 38 Tahun

Tabel 5.12. Rekapitulasi Stock, Cut, dan Total Pendapatan Kotor Daur 40 tahun

dengan UTM 38 tahun

Tahun

Sediaan (Stock) Tebangan (Cut) Total Pendapatan Kotor (Rp) Stock

(Ha)

Stock (m3) Cut (Ha)

Cut (m3) Proporsi Skema Penjualan 25:25:25:25 Proporsi Skema Penjualan 30:10:40:20 0 2.360,7 373.442,82 59,0175 21.185,02 88.059.641.273 106.307.744.058 10 2.360,7 453.925,24 59,0175 22.267,78 94.429.508.864 113.937.137.334 20 2.360,7 594.182,51 59,0175 25.611,61 107.077.518.039 129.246.599.138 30 2.360,7 530.891,70 59,0175 17.435,99 73.178.588.470 88.320.248.958 40 2.360,7 725.896,70 59,0175 22.857,67 92.738.346.869 112.029.552.361

Gambar 5.53. Simulasi Luas Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 40

(50)

Gambar 5.54. Simulasi Luas Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 40 Tahun

dengan UTM 38 Tahun

Gambar 5.55. Simulasi Total Luas Tegakan Tinggal pada Daur 40 Tahun dengan

(51)

Gambar 5.56. Simulasi Total Luas Tebangan pada Daur 40 Tahun dengan UTM

38 Tahun

Gambar 5.57. Simulasi Volume Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 40

(52)

Gambar 5.58. Simulasi Volume Tebangan tiap Kelas Umur pada Daur 40 Tahun

dengan UTM 38 Tahun

Gambar 5.59. Simulasi Total Volume Tegakan Tinggal pada Daur 40 Tahun

(53)

Gambar 5.60. Simulasi Total Volume Tebangan pada Daur 40 Tahun dengan

UTM 38 Tahun

Gambar 5.61. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 40 Tahun dengan UTM 38

(54)

Gambar 5.62. Simulasi Pendapatan Kotor pada Daur 40 Tahun dengan UTM 38

Tahun dengan Proporsi Penjualan 30:10:40:20

Pada simulasi untuk daur 40 tahun dengan umur tebang minimum 34

tahun dan 38 tahun memiliki etat luas sebesar 59,0175 Ha sehingga luas tebangan

yang diperbolehkan untuk ditebang adalah sebesar 59,0175 Ha. Apabila tebangan

yang dilakukan melebihi etat maka akan terjadi kerusakan, etat luas digunakan

sebagai pembatas besarnya luas tebangan yang diperbolehkan.

Pada gambar 5.43 dan 5.53 menunjukkan luas tegakan tinggal setiap kelas

umur dalam semua periode. Grafik menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan

luas tegakan tinggal seiring dengan bertambahnya umur tegakan, keadaan hutan

tersebut dapat dikatakan normal, mungkin karena daurnya lama dan dengan

adanya pengelolaan tegakan muda yang berhasil sehingga dapat mempertahankan

luas kelas hutan produktif.

Gambar 5.44 dan 5.54 menunjukkan luas tebangan untuk daur 40 tahun

dengan UTM 34 tahun dan 38 tahun. Pada grafik pada periode ke-0 diketahui

(55)

kelas umur 8 dengan luas sebesar 37,22 Ha, hal ini dilakukan untuk memenuhi

etat luas yang diperbolehkan. Gambar 5.45 dan 5.55 menunjukkan total luas

tegakan tinggal setiap periode, total luas tegakan pada masing-masing UTM

sebesar 2.360,7 Ha. Besarnya total luas tebangan tiap periode ditunjukkan pada

gambar 5.46 dan 5.56. Total luas tebangan juga memiliki nilai yang sama dengan

etat luas sehingga jumlah luas tebangan yang diperbolehkan setiap periode sebesar

59,0175 Ha/10 tahun.

Volume tegakan tinggal untuk daur 40 tahun dengan UTM 34 tahun dan

38 tahun masing-masing ditunjukkan pada gambar 5.47 dan 5.57. Pada grafik

dapat diketahui volume tegakan tinggal terbesar saat periode ke-40, pada kelas

umur 9 sebesar 236.456 m3 untuk UTM 34 tahun dan untuk UTM 38 tahun pada

kelas umur 6 sebesar 240.326 m3. Untuk volume tegakan tinggal terendah berada

pada kelas umur 1, saat periode ke-40 sebesar 1.143,36 m3 untuk UTM 34 tahun

dan saat periode ke-20 sebesar 1.827,13 m3 untuk UTM 38 tahun. Untuk

perubahan total volume tegakan tinggal tiap periode dapat dilihat pada gambar

5.49 dan 5.59 dari grafik diketahui total volume tegakan tinggal dengan UTM 34

tahun dan UTM 38 tahun semakin naik dari periode ke-0 hingga periode ke-40.

Gambar 5.48 dan 5.58 menunjukkan besar volume tebangan pada setiap

kelas umur dalam semua periode. Volume tebangan terbesar berada pada kelas

umur 9, saat periode ke-10 sebesar 29.226,5 m3 untuk UTM 34 tahun dan saat

periode ke-20 sebesar 25.611,6 m3 untuk UTM 38 tahun. Total volume tebangan

ditunjukkan pada gambar 5.50 dan 5.60, dari gambar dapat diketahui dinamika

(56)

tebangan tiap periodenya terlihat fluktuatif, namun selisih volumenya tidak terlalu

besar. Total dari volume tebangan dengan UTM 34 tahun sebesar 126.984,70 m3

dan dengan UTM 38 tahun sebesar 109.358,07 m3.

Pada gambar 5.51 dan 5.61 menunjukkan total hasil pendapatan kotor tiap

periode dengan proporsi penjualan 25:25:25:25, pendapatan terbesar yang

didapatkan dengan UTM 34 tahun pada periode ke-10 sebesar Rp

123.938.730.384 dan dengan UTM 38 tahun pada periode ke-20 sebesar Rp

107.077.518.039 sedangkan pendapatan terendah berada pada periode ke-0

sebesar Rp 89.318.939.357 untuk UTM 34 tahun dan pada periode ke-30 sebesar

Rp 73.178.588.470 untuk UTM 38 tahun. Gambar 5.52 dan 5.62 menunjukkan

bahwa pendapatan kotor dengan proporsi penjualan 30:10:40:20, pendapatan

terbesar berada pada periode ke-10 sebesar Rp 149.542.492.751 untuk UTM 34

tahun dan pada periode ke-20 sebesar Rp 129.246.599.138 untuk UTM 38 tahun.

Pendapatan terendah berada pada periode ke-0 sebesar Rp 107.829.662.894 untuk

UTM 34 tahun dan pada periode ke-30 sebesar Rp 88.320.248.958 untuk UTM 38

(57)

5.11. Inferensi Hasil Simulasi

Berdasarkan keluaran skenario dapat disusun hasil informasi sebagai berikut :

Tabel 5.13. Inferensi Hasil Simulasi

Skenario Daur UTM

Rerata Standar Deviasi

Stock Cut Stock Cut

Ha M3 Ha M3 Ha M3 Ha M3 1 20 14 2.360,7 448.714,6 118,035 33.555,71 0,00 56.784,72 0,00 11.083,94 2 18 2.360,7 428.497,9 118,035 35.029,32 0,00 57.898,63 0,00 8.718,78 3 30 24 2.360,7 573.377,9 78,69 35.072,45 0,00 121.878,6 0,00 3.214,863 4 28 2.360,7 575.733,3 78,69 34.718,33 0,00 144.005,3 0,00 2.044,839 5 40 34 2.360,7 553.654,5 59,0175 25.396,94 0,00 127.940,1 0,00 3.093,162 6 38 2.360,7 535.667,8 59,0175 21.871,61 0,00 134.752,2 0,00 2.969,131

Skenario Daur UTM

% Standar Deviasi

Rerata Total Pendapatan Kotor (Rp)

Stock Cut Ha M3 Ha M3 Proporsi Skema 25:25:25:25 Proposi Skema 30:10:40:20 1 20 14 0,00 12,65 0,00 33,03 139.971.775.589 168.961.454.192 2 18 0,00 13,51 0,00 24,89 146.471.193.404 176.795.609.740 3 30 24 0,00 21,26 0,00 9,17 146.291.644.672 176.590.461.693 4 28 0,00 25,01 0,00 5,89 147.470.920.465 174.720.936.824 5 40 34 0,00 23,11 0,00 12,18 105.906.340.323 127.841.746.049 6 38 0,00 25,16 0,00 13,58 91.096.720.703 109.968.256.370

(58)

Tabel 5.13. menunjukkan bahwa variasi daur dan umur tebang minimum

yang digunakan akan memberikan hasil yang berbeda. Untuk mengetahui

produksi yang konstan atau merata diperlukan perhitungan standar deviasi. Persen

standar deviasi yang semakin kecil nilainya akan menjelaskan bahwa produksi

kayu semakin baik. Menurut hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai persen

standar deviasi untuk produksi kayu dan pendapatan kotor terbaik terdapat pada

daur 30 tahun dengan nilai UTM 24 tahun dan 28 tahun. Nilai standar deviasi

yang kecil menunjukkan tingkat kerataan hasil tebangan tidak memiliki perbedaan

Gambar

Tabel  5.7.  Rekapitulasi  Stock,  Cut,  dan  Total  Pendapatan  Kotor  Daur  20  tahun dengan UTM 14 tahun
Gambar 5.3. Simulasi Luas Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 20  Tahun dengan UTM 14 Tahun
Gambar 5.7. Simulasi Volume Tegakan Tinggal tiap Kelas Umur pada Daur 20  Tahun dengan UTM 14 Tahun
Gambar 5.9. Simulasi Total Volume Tegakan Tinggal pada Daur 20 Tahun  dengan UTM 14 Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara operasional dari judul penelitian “Strategi Pemasaran dalam Meningkatkan Penjualan pada UKM yang telah Bersertifikasi Halal di Blitar Menurut Perspektif Ekonomi

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.4 diatas menunjukkan nilai Mann-Whitney U sebesar 2196.500 dan signifikan P-value sebesar 0.118 > 0.05, maka Ho gagal

Pimpinan perusahaan hendaknya meningkatkan program pendidikan dan pelatihan bagi karyawan, sehingga karyawan dapat bekerja lebih maksimal dan terbuka untuk

Berbeda dengan tradisi lisan sebagai sumber resmi sejarah desa lembah, kisah orang-orang tua di desa membongkar pengkultusan tokoh-tokoh tersebut dengan

Keberhasilan swasembada pangan akhir Tahun 1984 juga tidak terlepas dari kebijakan terhadap produksi padheras dan ini merupakan buah dari tata kebijakan yang dilakukan oleh

Semakin meneguhkan bahwa memang misi baru Rumah Ceria ini adalah rencana dan proyek besar TUHAN untuk Yayasan Sungai Kasih di masa yang akan datang.. Sampai Desember 2017 ini,

Persebaran tutupan karang keras kembali naik secara signifikan ke arah tenggara pada zona pemukiman.Terdapat dua stasiun penelitian pada zona pemukiman yaitu Pulau

Bajo Lamanggau di kenal beberapa tradisi yang turun-temurun dilaksakan. Namum berdasarkan informasi yang penulis peroleh di lapangan, budaya atau kebiasaan di atas telah