• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu

95

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN IPA

TERPADU UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA

PADA POKOK BAHASAN TEKANAN DARAH MANUSIA KELAS VIII

SMP NEGERI 1 BABAT KABUPATEN LAMONGAN

Rika Nur Fadhilah

Program Studi Pendidikan Sains, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail: Richy_3p1@yahoo.co.id

Nadi Suprapto

Dosen Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail: nadi_unesa@yahoo.co.id

Hasan Subekti

Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya e-mail: hasan_sains@yahoo.co.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar dan motivasi siswa setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII SMP Negeri 1 Babat. Penelitian ini merupakan penelitian Pre-Experimental yang hanya menggunakan satu kelas perlakuan yaitu kelas VIII B. Pada pengujian kenormalan sampel diperoleh Lo = 0,1583 dan L tabel = 0,1591., maka sampel dikatakan telah berasal dari siswa yang berdistribusi normal. Setelah dilakukan penerapan metode pembelajaran bermain peran, dilakukan posttest baik pada motivasi dan hasil belajar siswa. Pengujian signifikansi mean dari perbedaan pretest dan posttest hasil belajar siswa diperoleh t hitung sebesar 20,40 dan t tabel adalah 1,70, hasil ini menyatakan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan secara signifikan. Sedangkan pada pengujian signifikansi mean dari perbedaan

pretest dan posttest motivasi belajar siswa diperoleh (t hitung = 9,48) > (t tabel = 1,70) dengan taraf

signifikansi α = 0,05 maka dikatakan motivasi belajar siswa meningkat secara signifikan pula. Hal ini menyatakan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa.

Kata Kunci: Metode bermain peran, Pembelajaran IPA Terpadu.

Abstract

The aims of this research are to describe the students’ learning achievement and motivation after the role-playing method to the integrated science learning chapter human blood pressure in the eight grade class of 1st Junior High School State of Babat is applied. This research used pre-experimental research design and

was applied to one treatment class, that is VIII B. From the normality test, this result optained was Lo=0,1583 with the value from L-table = 0,1591. Thus, the sample was normally distributed. After the role-playing method was applied in the lesson, both of learning motivation and achievement posttest were given to the student. The mean significance test from the difference of learning achievement’s pretest and posttest resulted the computed-t = 20,40 and the t-table = 1,70. This result states that the learning achievement result was significantly increased. The significance test from the difference of learning motivation pretest and posttest resulted (computed-t = 9,48) > (t-table=1,70) with significance level α = 0,05. Thus, the student learning motivation was also significantly increased. From these result it can be concluded that the application of role-playing method in the integrated science learning could significanly increase the student’s learning achievement and motivation.

Keywords : Role-playing method, The integrated science learning.

PENDAHULUAN

Berdasarkan teori konstruktivisme siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut (Nur, 2008: 2). Perubahan

paradigma dalam proses pembelajaran di sekolah yang tadinya teacher centered menjadi pembelajaran student

centered diharapkan dapat mendorong siswa untuk

terlibat aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilakunya sendiri.

Hasil penyebaran angket pra penelitian kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Babat sebanyak 28 angket, 89%

(2)

Jurnal Pendidikan Sains

e-Pensa

. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103

siswa menyatakan pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Babat ini masih sering menggunakan metode ceramah dan berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Babat masih disampaikan secara terpisah walaupun antara Fisika dan Biologi telah diajar oleh satu guru IPA yang sama. Hal ini mengakibatkan waktu untuk menyampaikan materi-materi IPA sangat terbatas. Maka dari itu pembelajaran IPA secara terpadu hendaknya segera diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut. Sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA terpadu dalam Mitarlis dan Sri Mulyaningsih (2009: 9) diantaranya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, serta beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus. Sehingga pembelajaran IPA memberikan kelebihan menghemat waktu; peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep Fisika, Kimia, dan Biologi; memperbaiki dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik; dan meningkatkan taraf kecakapan berfikir peserta didik.

Berdasarkan hasil angket, disimpulkan materi IPA SMP kelas VIII yang paling sulit bagi siswa kelas IX SMP Negeri 1 Babat adalah materi sistem peredaran darah. Guru menuturkan biasa mengajarkan materi ini dengan metode ceramah dan diskusi informasi. Siswa kelas VIII semester 1 tahun ajaran 2011 rata-rata nilai evaluasi pada materi tersebut adalah 75 dengan beberapa siswa yang mendapat nilai kurang dari Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Siswa yang tidak tuntas pada materi tersebut disebabkan sulitnya peserta didik dalam memahami skema sirkulasi yang hanya disajikan dengan ceramah.

Materi sistem peredaran darah, sesuai Permendiknas No.22 tahun 2006 berasal dari Kompetensi Dasar (KD) 1.6 kelas VIII semester gasal, yaitu: mendeskripsikan sistem peredaran darah pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Konsep sirkulasi darah berkaitan dengan materi tekanan pada KD 5.5 kelas VIII semester genap, yaitu: menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan gas serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua konsep bisa dipadukan secara terpadu dengan tipe keterpaduan connected. Connected menyatakan keterhubungan dua hingga lebih dari dua keterpaduan yang berasal dari satu bidang ilmu (Hadisubroto, 2000 dalam Trianto, 2009: 45). Sistem peredaran darah berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada zat cair. Konsep ini berasal dari satu disiplin ilmu, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Materi pokok Sistem peredaran darah akan ditunjang oleh sub pokok bahasan tekanan pada zat cair sehingga menjadi satu kesatuan dalam IPA terpadu yaitu pokok bahasan tekanan darah manusia.

Konsep ini dapat diajarkan dengan melibatkan secara langsung peserta didik ke dalam pembelajaran. Peserta

didik akan lebih mudah menyimpan memori jangka pendek ke memori jangka panjang dengan pemrosesan belajar yang menarik (Nur, 2005: 22). Di antara banyaknya metode pembelajaran yang dipandang cocok dalam melatihkan kepercayaan diri siswa di depan kelas sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dan melibatkan siswa secara langsung agar siswa aktif dalam pembelajaran adalah strategi belajar mengajar dengan metode bermain peran (role playing). Menurut Hamalik (2001: 199) Bermain peranan atau teknik sosiodrama adalah suatu jenis teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar insan. Jadi, motivasi akan tumbuh seiring dengan interaksi antar sesama dan keaktifan siswa.

Pada pokok bahasan tekanan darah manusia terdapat pokok bahasan yang wajib dikuasai salah satunya yaitu skema sirkulasi darah, bagaimana darah beredar di dalam tubuh manusia dan organ/komponen apa sajakah yang berperan di sana. Skema tersebut jika hanya disampaikan dengan ceramah maupun penampilan animasi maka siswa hanya cenderung mengingat 20-30% dari informasi yang diterimanya dan siswa akan cenderung pasif. Seperti yang dipaparkan guru IPA SMP Negeri 1 Babat bahwa skema ini yang membuat beberapa siswa belum tuntas. Menurut kerucut pengalaman Edgar Dalle, melakukan simulasi secara dramatis, siswa cenderung aktif dan mengingat hampir 90% dari informasi yang diterimanya. Skema tersebut sangat mungkin jika dikemas dan disampaikan kepada siswa dengan metode pembelajaran bermain peran. Siswa akan berperan menjadi darah, jantung, maupun pembuluh darah dan memerankan sebagaimana kewajiban dan tugas masing-masing pada sirkulasi darah. Sehingga skema sirkulasi darah tampak lebih nyata dan mudah diingat serta dipahami siswa.

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: bagaimana hasil belajar siswa serta motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII SMP Negeri 1 Babat?. Adapun tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil belajar siswa serta motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII SMP Negeri 1 Babat.

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung (Uno, 2011: 23). Keberhasilah seseorang dalam memotivasi diri diindikatorkan dengan adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan

(3)

Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu

97

dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik.

Motivasi siswa dapat diatur sedemikian dengan menggunakan strategi yang melibatkan siswa secara langsung. Memberikan penghargaan maupun membuat siswa yakin atas pentingnya belajar akan dapat menumbuhkan motivasi yang berarti bagi siswa. Pengukuran motivasi belajar siswa ini dapat dilakukan dengan menggunakan angket motivasi yang diadaptasi dari model Attention, Relevance, Convidence, and

Satisfaction (ARCS) oleh Jhon Keller (Keller, 1988).

John Dewey yang terkenal dengan kelas demokrasi menyatakan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan nyata (Ibrahim, dkk.2000: 12). Peserta didik akan berkelompok dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas belajarnya. Sehingga mereka menemukan kebermaknaan dalam belajar di kelas, menemukan penyelesaian atas pertanyaan dalam pembelajaran, baik pertanyaan individu maupun pertanyaan kelompok. Peserta didik juga akan belajar demokrasi melalui interaksi yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung.

Prada poses belajar mengajar pasti terjadi interaksi antarsesama. Peserta didik dengan pendidik maupun antar-peserta didik. Hubungan dalam kelompok sangat penting dalam memotivasi peserta didik. Peserta didik yang dihargai peserta didik yang lain akan lebih merasa percaya diri dan menjadi lebih termotivasi dalam belajarnya. Anggota dalam kelompok hendaknya saling menghargai dan tidak mencurigai. Tercatat pada Ibrahim, dkk. (2000: 14) Shlomo Sharan dan teman-temannya mengikhtisarkan tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh Gordon Alport untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu: kontak langsung antar etnis, sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai kelompok dalam suatu seting tertentu, dan dimana seting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar-etnis. Kerja dalam kelompok akan tercipta kondisi yang nyaman serta saling membantu antar-anggota kelompok jika mereka bisa menjalin kontak langsung dengan anggota kelompok kerja yang lain. Menyelesaikan tugas secara bersama-sama dan menjalankan diskusi serta menghasilkan kata mufakat dari kelompok.

Pembelajaran yang berpusat kepada siswa misalnya saja penerapan bermain peran ini, guru berperan sebagai narator serta pengawas permainan peran agar tetap berada pada jalan yang benar. Siswa melakukan sendiri untuk

mendapatkan konsep yang akan tertancap pada memori jangka panjang mereka.

Trianto (2010: 141) mendefinisikan bermain peran atau role playing adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diartikan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Sedangkan menurut Djamarah (2000: 199), metode bermain peran ialah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan oleh anak didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup maupun benda mati. Dengan kegiatan memerankan ini akan membuat anak didik lebih meresapi perolehannya.

Model pembelajaran yang relevan untuk metode pembelajaran bermain peran yaitu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah terminologi umum bagi strategi pembelajaran yang dapat untuk membantu mengembangkan siswa dalam kelompok untuk berkerjasama dan berinteraksi satu sama lain. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya (Nur, Muhamad, 2000: 1).

Pembelajaran kooperatif merupakan pondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi siswa.

Dengan memiliki dorongan atau motivasi yang positif seorang siswa akan menunjukan minatnya.

Pada dasarnya suatu metode pembelajaran terdapat kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri. Pada Djamarah (2000: 200) kelebihan metode bermain peran diantaranya: (1) Anak didik terlatih berinisiatif serta kreatif, (2) Kerja sama antar-pemain dapat ditumbuhkan dan dibina sebaik-baiknya; dan (3) Bahasa lisan anak didik dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain. Sedangkan kekurangan metode bermain peran ini adalah: (1) Sebagian besar anak didik yang tidak ikut bermain drama menjadi kurang kreatif, (2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan maupun waktu pelaksanaan pertunjukan; dan (3) Kelas lain sering terganggu oleh suara para pemain dan penonton yang terkadang bertepuk tangan dan berperilaku lainnya.

  METODE

Rancangan penelitian yang dipakai adalah pre-test and

post-test group design.

Pola :

(Arikunto, 2010:124) Keterangan :

O1 = hasil pretest (hasil belajar dan motivasi belajar

siswa)

(4)

Jurnal Pendidikan Sains

e-Pensa

. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103

X = penerapan metode pembelajaran bermain peran pada pembelajaran IPA terpadu

O2 = hasil posttest (hasil belajar dan motivasi belajar

siswa)

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Babat-Lamongan. Sampelnya adalah siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Babat-Lamongan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan ada 3 cara, diantaranya: (1) metode observasi untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa pada aspek afektif dan data pengamatan pengelolaan pembelajaran melalui pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung; (2) metode tes yang digunakan untuk menentukan homogenitas siswa dan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa; dan (3) metode angket digunakan untuk mendapatkan data tentang motivasi belajar siswa ter`hadap metode pembelajaran bermain peran dan tentang pembelajaran IPA Terpadu yang telah berlangsung. Sedangkan instrumen yang digunakan, diantaranya: lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran, lembar penilaian afektif siswa, tes hasil belajar, serta angket motivasi siswa.

Setelah dilakukan pretest, akan dilakukan uji normalitas untuk melihat sampel yang digunakan telah berdistribusi normal (Sudjana, 2005: 466). Jika berdistribusi normal akan dilanjutkan uji-t untuk melihat signifikasi perbedaan antara pretest dan posttest hasil belajar siswa.

Rumusan untuk menganalisisnya adalah sebagai berikut: t = M

∑ X N N

dengan keterangan :

Md = mean dari perbedaan pre-test dan post-test (posttest - pretest)

Xd = deviasi masing-masing subyek (d-Md) ∑x2d = jumlah kuadrat deviasi

N = subyek pada sampel d.b. = ditentukan dengan N-1

(Arikunto, 2010: 125)

Untuk teknik analisis data motivasi belajar siswa, peneliti menggunakan angket ARCS Jhon Keller yaitu

attention, relevance, confidence, dan satisfaction yang

memiliki rentang skor satu sampai lima. Pada angket terdapat kriteria positif dan negatif. Setelah skor didapatkan kemudian dihitung rata-rata gabungan kriteria positif dan negatif tiap pernyataan, kemudian menentukan kategorinya dengan ketentuan persentase skor rata-rata. Hasil pretest dan posttest motivasi belajar siswa juga kemudian diuji dengan uji-t untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara keduanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran bermain peran pada penelitian ini menggunakan sintaks pada model pembelajaran kooperatif. Hasil rata-rata penilaian keterlaksanaan pembelajaran disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Rata-Rata Keterlaksanaan Pembelajaran

pada Pertemuan 1

No. Aspek yang diamati rata skor Rata- Kriteria 1. Fase-1. Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa 3,66 SB

2. Fase-2. Menyajikan informasi 3,63 SB 3. Fase-3. Mengorganisasikan

siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar. 3,50 SB

4. Fase-4. Membimbing

kelompok bekerja dan belajar. 3,33 B

5. Fase-5. Evaluasi. 3,67 SB 6. Fase-6. Memberikan penghargaan 3,50 SB 7. Pengelolaan Waktu KBM 2,00 C 8. KBM cenderung berpusat pada siswa 3,50 SB 9. KBM cenderung berpusat pada guru 2,00 C 10. Siswa antusias 3,50 SB 11. Guru antusias 3,50 SB

Tabel 2. Hasil Rata-Rata Keterlaksanaan Pembelajaran

pada Pertemuan 2

No. Aspek yang diamati rata skor Rata- Kriteria 1. Fase-1. Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa 3,58 SB

2. Fase-2. Menyajikan informasi 3,67 SB

3. Fase-3. Mengorganisasikan siswa ke dalam

kelompok-kelompok belajar. 3,00 B

4. Fase-4. Membimbing

kelompok bekerja dan belajar. 3,33 B

5. Fase-5. Evaluasi. 3,50 SB 6. Fase-6. Memberikan penghargaan 3,50 SB 7. Pengelolaan Waktu KBM 2,00 C 8. KBM cenderung berpusat pada siswa 3,00 B 9. KBM cenderung berpusat pada guru 2,00 C 10. Siswa antusias 3,00 B 11. Guru antusias 4,00 SB

Dari Tabel 1., seluruh fase pembelajaran pada pertemuan 1 telah terlaksana. Keterlaksanaan ini meliputi sangat baik, baik, dan cukup. Sedangkan pada pertemuan kedua pada Tabel 2., juga hampir sama pada pertemuan pertama. Rata-rata skor yang didapatkan yaitu 3-4.

Pada kedua tabel, cara menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa terlaksana sangat baik. Fase kedua adalah menyajikan informasi juga terlaksana sangat baik.

(5)

P t d d y p M a p d m d k b p k k b i F 3 f r p j p 2 d k b w p m p m p d g d d p d Pada pertemua tentang mater dipadukan d dijelaskan pad yang nantinya peran. Sejalan de Mulyaningsih akan member peserta didik, k didik akan m melalui penga dengan konsep sesuai dengan Fase ketiga kelompok-kelo berkumpul de pemain peran kelompok ter keempat yaitu belajar, rata-ra ini terjadi perm Fase evaluasi t 3,67 pada pert fase ini terja refleksi kegiat pembelajaran juga terlaksana Pada kedu pada pembelaj 2,00 dan terl dengan waktu kurang pas d Sesuai Djama bermain peran waktu, baik w pertunjukan. menyiapkan permainan. D metode bermai pelajaran mela didik. Ketika s guru harus me dapat lebih me KBM dala siswa dengan dalam pembela sama antusias. Dari beber peran pada pem secara efektif. dapat meningk siswa. Hasil a Penerapan an kedua, gur ri tekanan yan engan mater da pertemuan p akan menjadi engan pernyata (2009: 11) b rikan pengala karena dalam p memahami kon alaman langsu p-konsep lain kebutuhan pes a adalah mengo ompok belajar engan kelompo maupun pen rlaksana deng u membimbin ata telah terlak

mainan peran terlaksana sang temuan 1 dan 3 adi menyimpu

tan pembelajar ini yaitu pemb a sangat baik. ua tabel tertuli jaran ini hany laksana cukup yang dibutuhk dan sedikit ad arah (2000: 20 n memiliki ke waktu persiapan Dibutuhkan permainan d Djamarah (200 in peran ialah alui pengemba siswa memban emberikan beb engerti maksud am pembelajar baik dan cuku ajaran ini terja rapa pemaparan mbelajaran IPA Melalui pembe katkan hasil b analisis serta p n Metode Pemb ru mengingatk ng telah mere ri peredaran pertama sebag bahan latihan aan dalam M bahwa pembel aman yang b pembelajaran t nsep-konsep y ung dan meng yang sudah d serta didik. organisasikan s r meliputi mem ok, membagi ngamat pada m gan baik pul

ng kelompok ksana dengan b

serta diskusi d gat baik dengan 3,50 pada pert ulkan hasil pr

ran. Fase yang bagian pengha is pengelolaan ya memperoleh p. Waktu yan kan dalam keny

danya perpanj 00) pada pene ekurangan ban n maupun wak waktu lebih dan dalam 00: 199) juga suatu cara pen angan dan pen ngun pemaham berapa jeda wa d permainan pe ran ini telah up terpusat pa adi guru maupu

n yang ada, m A terpadu ini t elajaran ini diu belajar dan m embahasan da

belajaran Berm

kan pada siswa eka dapat dan darah yang gai materi awa

dalam bermain itarlis dan Sr ajaran terpadu bermakna bag terpadu peserta yang dipelajar ghubungkannya dipahami yang siswa ke dalam mberi instruks tugas sebaga masing-masing la. Pada fase bekerja dan baik. Pada fase dan presentasi n skor rata-rata temuan 2, pada resentasi serta g terakhir pada argaan, fase in n waktu KBM h skor rata-rata ng disediakan yataannya tetap jangan waktu erapan metode nyak memakan ktu pelaksanaan lama dalam melaksanakan a menjelaskan nguasaan bahan nghayatan anak mannya sendiri aktu agar siswa eran tersebut.

terpusat pada ada guru. Tapi

un siswa sama-metode bermain elah terlaksana usahakan untuk motivasi belajar ari hasil belajar

main Peran dala

99

a n g l n ri u i a ri a g m i ai g e n e i. a a a a ni M a n p u. e n n m n n n k i, a a i, -n a k r r dan moti sebagai b 1. Hasil Belaj a. Hasil Se pemb meng Sedan dinya Ketun 1. Be norma siswa analis Sa tabel data sedan Maka denga digun Se maka perbe siswa Da sedan dan p daripa perbe siswa am Pembelajara ivasi belajar berikut. Penelitian d ar Siswa Belajar Kogni ebelum dan elajaran, dilak ikuti pretest ngkan dari 31 atakan 28 sisw

ntasan saat pos

Diagram 1. K

S erdasarkan has alitas untuk a telah berdist

sis pada uji nor

Tabel L 0 ampel dikataka lebih besar da di atas tert ngkan L tabel a, dapat disimp an taraf signi nakan telah berd

etelah diketah dilanjutkan daan antara p a. Hasil analisis T t tab 1,7 ari data di a ngkan ttabel dida osttest dikatak ada ttabel. Be daan antara p a dikatakan sign 90,32 % an IPA Terpad siswa akan d dan Pembaha itif setelah dite kukan tes hasil dinyatakan 1 1 siswa yang a tuntas dan 3 sttest digamba Ketuntasan Pos Siswa Kelas VI sil pretest kem mengetahui k tribusi normal rmalitas disajik l 3. Hasil Uji N L tabel L .1591 0.1 an berdistribus ari Lo (Sudjan tulis L hitun didapatkan ni pulkan bahwa ifikansi α = distribusi norm hui sampel be uji-t untuk pretest dan po

s pada uji-t disa

Tabel 4. Hasil bel t hitun 70 20,4 atas tertulis th apatkan nilai s kan signifikan j erdasarkan da pretest dan po nifikan. 9,68 % du dibahas secara asan Terkait rapkannya m belajar. Siswa 100% tidak t g mengikuti p 3 siswa tidak t arkan pada Dia

ttest Hasil Bela

III B

mudian dilakuk kemampuan sa

l atau tidak. kan pada Tabel Normalitas Lo 1583 si normal apab na, 2005: 466) ng sebesar 0 ilai sebesar 0, pada peneliti 0,05 sampel mal. erdistribusi no melihat signi osttest hasil b ajikan pada Ta Uji-t ng 40 hitung sebesar sebesar 1,70. P ika thitung lebih

ata di atas, osttest hasil b Tidak  Tuntas Tuntas rinci Hasil metode a yang tuntas. pretest tuntas. agram ajar kan uji ampel Hasil l 3. bila L . Dari 0,1583 ,1591. an ini yang ormal, ifikasi belajar abel 4. 20,40 Pretest h besar maka belajar

(6)

Jurnal Pendidikan Sains

e-Pensa

. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103

Hasil rata-rata pretest dan posttest pada kelas VIII B dapat ditulis secara singkat pada Grafik 1.

Grafik 1. Nilai Rata-Rata Pretest dan Posttest

Hasil Belajar Siswa Kelas VIII B

Dari data pada Grafik 1., nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa sebelum diberikan perlakuan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu adalah sebesar 26,90. Sedangkan setelah diberikan perlakuan, hasil belajar kognitif siswa meningkat menjadi 79,39.

Metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini merupakan pembelajaran yang telah berpusat kepada siswa (Student centered). Berdasarkan teori konstruktivisme, guru dalam proses pembelajaran adalah bertindak sebagai fasilitator (Nur, dkk.2008: 2). Pada pembelajaran bermain peran ini, guru berperan sebagai narator serta pengawas permainan peran agar tetap berada pada jalan yang benar. Siswa melakukan sendiri untuk mendapatkan konsep yang akan tertancap pada memori jangka panjang mereka.

Berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale (dalam Trianto, 2010: 126), kita akan cenderung mengingat lebih banyak informasi ketika kita mengalami hal tersebut secara langsung. Pada metode pembelajaran bermain peran, siswa akan terlibat secara langsung dalam pembelajaran. Sebagian siswa akan menjadi pemain peran dan sebagian siswa yang lain akan menjadi pengamat. Dari pembagian tugas tersebut, maka seluruh siswa akan sama-sama aktif. Mereka memiliki kesempatan yang sama dalam membangun ingatan jangka panjang mereka saat memperoleh informasi. Selain itu pada fase-4 model pembelajaran kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, terjadi diskusi kelompok serta presentasi. Dengan keterlibatan siswa dalam diskusi serta presentasi, siswa akan cenderung mengingat informasi yang diterimanya hampir 70%.

Dari beberapa pemaparan yang diberikan di atas, penerapan pembelajaran bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini terbukti membantu dalam meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada aspek kognitif. Meningkatkan keaktifan siswa sehingga cenderung mengingat informasi lebih kuat.

b. Hasil Belajar Afektif

Pada penelitian ini peneliti juga melakukan penilaian hasil belajar siswa pada aspek afektif. Hasil analisis ketuntasan nilai afektif siswa selama dua pertemuan diterapkan metode bermain peran pada pembelajaran IPA disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Ketuntasan Belajar Siswa pada Aspek

Afektif

Pertemuan 1 2

Ketuntasan Tuntas Tidak

Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Jumlah Siswa 21 10 28 4 Persentase 67,74% 32,26% 87,50% 12,50%

Pada pertemuan 1, siswa yang tuntas sebesar 67,74% dan yang tidak tuntas sebesar 32,26%. Sedangkan pada pertemuan 2 siswa yang tuntas sebesar 87,50% dan yang tidak tuntas sebesar 12,50%. Data ini menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan belajar siswa pada aspek afektif setelah dibiasakan selama dua pertemuan diterapkan metode bermain peran.

Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa secara klassikal selama dua pertemuan adalah sebagai berikut.

Tabel 6. Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Afektif Siswa

Kelas VIII B

Kelas Nilai rata-rata hasil belajar siswa Pertemuan 1 Pertemuan 2 VIII

B 75,32 77,03

Dari nilai pada tabel di atas, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada aspek afektif dari pertemuan pertama yang awalnya 75,32 meningkat menjadi 77,03.

Penilaian afektif siswa ini meliputi tanggung jawab, percaya diri, inisiatif, saling menghargai, dan peduli sosial. Perubahan tiap komponen afektif siswa selama dua pertemuan digambarkan dalam Grafik 2.

Grafik 2. Peningkatan Tiap Komponen Afektif Siswa

John Dewey yang terkenal dengan kelas demokrasi menyatakan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan

0 20 40 60 80 pretest postest 26.9 79.39 N ila i

(7)

Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu

101

laboratorium untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan nyata (Ibrahim, dkk.2000: 12). Siswa pada pembelajaran kali ini telah bekerja dalam kelompok. Siswa saling bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas di kelas. Siswa akan sering berinteraksi dengan teman maupun guru, baik saat diberikan penjelasan oleh guru maupun saat bekerja bersama teman, diskusi, dan presentasi.

Setelah diterapkannya metode bermain peran selama 2 pertemuan, dihasilkan kemampuan afektif yang meningkat adalah rasa tanggung jawab dan percaya diri. Sedangkan untuk inisiatif, saling menghargai, dan peduli sosial mengalami penurunan.

Pembelajaran kooperatif adalah terminologi umum bagi strategi pembelajaran yang dapat untuk membantu mengembangkan siswa dalam kelompok untuk berkerjasama dan berinteraksi satu sama lain. Sejalan dengan itu menurut Nur, Muhamad (2011: 1) bahwa dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya. Metode bermain peran ini menggunakan sintaks pada model pembelajaran kooperatif. Maka dari itu, dengan diterapkannya metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini hendaknya sikap saling menghargai dan kepedulian sosial kian meningkat. Sedangkan selama 2 pertemuan pada pembelajaran tersebut kian menurun. Hal ini disebabkan adanya faktor luar yaitu kondisi waktu belajar. Pada pertemuan kedua, waktu pembelajaran adalah pada jam terakhir dimana siswa sudah terlalu jenuh dan intensitas bergerak mulai berkurang. Sehingga perhatian siswa kepada kelompok lain mulai berkurang. Padahal faktor luar seperti ini sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.

Tanggung jawab serta kepercayaan diri siswa kian meningkat dari kedua pertemuan. Metode pembelajaran bermain peran ini menuntut siswa menerima pembagian peran, baik menjadi pemain peran maupun pengamat permainan. Dengan pembagian tugas tersebut siswa dituntut bertanggung jawab atas tugas yang diemban untuk keberhasilan secara pribadi dan kelompoknya.

Dari beberapa pemaparan yang dijelaskan di atas, penerapan pembelajaran bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek afektif. Komponen pada aspek afektif yang meningkat terutama rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri siswa.

2. Hasil Penelitian Terkait Motivasi Belajar Siswa

Motivasi belajar siswa ini juga diambil saat sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan motivasi belajar siswa setelah perlakuan. Hasil analisis motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada diagram berikut.

 

 

 

 

 

 

Diagram 3. Motivasi Belajar Siswa Saat Pretest

 

 

 

 

 

 

 

Diagram 4. Motivasi Belajar Siswa Saat Posttest

Dari Diagram 3. di atas, motivasi belajar awal dari 31 siswa adalah 35,48% cukup dan 64,52% siswa memiliki motivasi belajar awal kuat. Kemudian untuk motivasi setelah perlakuan penerapan pembelajaran pada Diagram 4., motivasi belajar dari 31 siswa adalah 74,19% kuat dan 25,81% siswa memiliki motivasi belajar sangat kuat.

Peningkatan motivasi belajar siswa yang terjadi dikarenakan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu. Menurut Mitarlis, dkk (2009: 9) pembelajaran IPA Terpadu bertujuan meningkatkan efisisensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, serta mencapai beberapa kompetensi dasar sekaligus. Dengan diterapkannya metode bermain peran dalam pembelajaran IPA yang dikemas secara terpadu maka akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini dikemas dengan memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa yaitu memperagakan sirkulasi darah yang ada di dalam tubuh manusia. Dengan mengemas pembelajaran menjadi permainan tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan teman-temannya yang lain. Setelah permainan juga diadakan diskusi serta presentasi untuk memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai, sehingga siswa lebih tertantang untuk secepatnya menyelesaikan tugas yang diperolehnya. Sesuai dalam Hamzah B. Uno (2011: 34) teknik-teknik yang digunakan tersebut merupakan beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam pembelajaran. sangat lemah, 0.00% lemah, 0.00% cukup, 35.48% kuat, 64.52% sangat kuat, 0.00%

sangat lemah lemah cukup kuat sangat kuat

sangat lemah, 0.00% lemah, 0.00% cukup, 0.00% kuat, 74.19% sangat kuat, 25.81%

(8)

Jurnal Pendidikan Sains

e-Pensa

. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103

Hasil mean dari pretest dan posttest motivasi belajar siswa dianalisis menggunakan uji-t untuk mengetahui adanya signifikansi antara motivasi sebelum dan sesudah perlakuan pembelajaran. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut.

Tabel 7. Hasil Uji Signifikansi Pretest dan Posttest

Motivasi Belajar Siswa t tabel t hitung

1,70 9,48

Dari data di atas tertulis thitung sebesar 9,48

sedangkan ttabel yang dilihat pada tabel pada uji t

dengan n sebanyak 30 didapatkan nilai sebesar 1,70.

Pretest dan posttest dikatakan signifikan jika thitung

lebih besar daripada ttabel. Berdasarkan data di atas,

maka perbedaan nilai antara pretest dan posttest motivasi belajar siswa dikatakan signifikan.

Perubahan pada setiap komponen motivasi belajar siswa sebelum dan setelah pembelajaran dapat dilihat pada Grafik 3.

Grafik 3. Peningkatan Motivasi Belajar SiswaTiap

Komponen

Dari Grafik 3., dapat dilihat bahwa setiap komponen motivasi belajar siswa mengalami peningkatan. Komponen attention yang awalnya memiliki rata-rata 61,45% menjadi 72,78%. Komponen relevance yang awalnya 63,39% menjadi 75,11%. Sedangkan untuk komponen convidence yang awalnya 60,54% menjadi 74,01%. Komponen keempat adalah komponen satisfaction mengalami peningkatan dari 68,89% menjadi 83,00%.

Menurut Keller mengenai motivasi model ARCS, perhatian siswa dapat diperoleh dengan partisipasi aktif. Melalui metode pembelajaran bermain peran ini seluruh siswa turut aktif dan terlibat dalam pembelajaran, yaitu beberapa siswa menjadi pemain peran yang bertugas menjalankan peran sesuai naskah dan siswa yang lain menjadi pengamat yang bertugas mengamati permainan peran yang berlangsung sambil melengkapi catatan terbimbing seputar permainan. Dari pembagian tugas tersebut tidak ada alasan untuk siswa tidak memperhatikan pembelajaran. Selain dengan partisipasi aktif, metode lain untuk meraih perhatian pebelajar adalah dengan variabilitas. Pada pembelajaran kali ini untuk memperkuat penjelasan

materi digunakan tahap dalam belajar, diantaranya: ceramah singkat, pemodelan dengan bermain peran, diskusi kelompok, serta persentasi. Maka, seperti yang ada pada Grafik 3. komponen attention yang awalnya memiliki rata-rata 61,45% menjadi 72,78%.

Untuk mendapatkan motivasi siswa pada komponen relevance pada pembelajaran ini dikemas secara terpadu dengan materi yang telah didapatkan siswa sebelumnya, sehingga siswa mendapatkan pokok bahasan yang berkaitan dengan apa yang diketahuinya. Dengan begitu siswa akan lebih merasa cocok dengan apa yang dipelajarinya dan mendapatkan kebermaknaan dalam mempelajari pelajaran. Seperti yang ada pada Grafik 3. komponen

relevance yang awalnya memiliki rata-rata 63,39%

menjadi 75,11%.

Keyakinan siswa untuk meningkatkan motivasi pada proses pembelajaran kali ini didukung dengan mengemas pembelajaran menjadi menarik dan mudah bagi siswa, dengan menggunakan metode bermain peran, konsep yang sulit dimengerti akan menjadi mudah dimengerti oleh siswa. Sehingga siswa terdorong untuk yakin dapat mencapai hasil yang maksimal dari proses belajar. Pada pembelajaran ini berhasil meningkatkan keyakinan (convidence) siswa yaitu yang awalnya 60,54% menjadi 74,01%.

Komponen yang terakhir dalam motivasi belajar siswa adalah satisfaction (kepuasan). Pembelajaran kali ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada komponen satisfaction, peningkatan yang terjadi yaitu dari 68,89% menjadi 83,00%. Siswa merasa senang dengan diberikan pembelajaran yang dikemas rapi. Kepuasan siswa dapat muncul ketika siswa dihargai orang lain. Pada pembelajaran ini semua siswa memiliki tugas masing-masing tetapi pada akhirnya akan melakukan diskusi dan presentasi. Dalam diskusi dan presentasi ini siswa akan menampakkan serta menyumbangkan hasil kerjanya untuk kepentingan bersama. Dari cara ini siswa akan merasa dibutuhkan dan berharga dalam kelompoknya.

Dari pemaparan di atas, penerapan metode pembelajaran yang menarik dalam pembelajaran IPA terpadu seperti bermain peran sangat membantu dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Mulai dari attention, relevance, confidence, dan satisfaction.

Ucapan Terima Kasih

1. Nadi Suprapto, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi utama yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Hasan Subekti, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi pendamping yang dengan sabar

(9)

Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu

103

memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Wahono Widodo, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains UNESA.

4. Drs. Wasis, M.Si. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Siti Nurul Hidayati, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Penguji II yang dengan sabar memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Laily Rosdiana, S.Pd., M.Pd. dan Ulfi Faizah, S.Pd,

M.Pd. selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. 7. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi

Pendidikan Sains FMIPA UNESA.

8. Prof. Dr. Suyono, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNESA. 9. Drs. H. Muhammad Shodiq, M.Pd. selaku kepala

SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan.

10. Ninik Sri Utami, S.Pd., M.Pd. dan Nur Zaimah, S.Pd. selaku guru pamong IPA SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan yang banyak membantu penulis selama penelitian.

11. Siswa-siswi kelas VIII-B SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan.

12. Teman-teman Program Studi Pendidikan Sains angkatan 2009, terima kasih atas sumbangan pemikiran sampai skripsi ini selesai.

13. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan adhik-adhik yang dengan ikhlas mendukung dan memberi motivasi dengan tiada rasa bosan dan keluh setiap waktu.

PENUTUP Simpulan

Setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran, disimpulkan bahwa hasil belajar dan motivasi siswa pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII di SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan mengalami peningkatan. Perbedaan hasil belajar siswa antara pretest dan posttest signifikan yang ditunjukkan dari hasil uji-t yang menunjukkan (thitung = 20,40) > (ttabel = 1,70). Sedangkan

perbedaan motivasi belajar siswa antara pretest dan

posttest signifikan yang ditunjukkan dari hasil uji-t yang

menunjukkan (thitung = 9,48) > (ttabel = 1,70). Saran

1. Perlu diadakan penelitian lanjutan yang serupa agar didapatkan perbaikan dalam pelaksanaan penerapan metode bermain peran di lapangan.

2. Penerapan metode bermain peran ini memiliki kekurangan dalam hal pengelolaan waktu, maka saran untuk penelitian selanjutnya agar dipertimbangkan lagi kebutuhan waktunya dan dirancang sebaik-baiknya pengelolaan waktu yang dibutuhkan saat kegiatan belajar mengajar.

3. Pada penelitian ini waktu banyak dibutuhkan khususnya saat persiapan permainan peran. Untuk mengurangi kendala itu, peneliti bisa menyiapkan sebagian media yang digunakan dalam kondisi sudah

terpasang. 

4. Saat bermain peran, terjadi kendala beberapa siswa tidak bekerja sesuai tugasnya. Maka dari itu, sebaiknya peraturan peran siswa dipertegas dan diperjelas sehingga tidak ada yang mengabaikan tugas masing-masing. 5. Penerapan metode pembelajaran bermain peran ini

hendaknya tidak diterapkan pada saat jam terakhir karena kondisi itu akan memberikan efek yang kurang baik pada pembelajaran ini. 

6. Agar tidak terjadi bias terhadap jalannya pembelajaran, sebaiknya peneliti mengetahui jadwal serta aktivitas yang terjadi pada sekolah mitra. 

DAFTAR PUSTAKA

Artikel ini adalah ringkasan dari skripsi dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam

Pembelajaran IPA Terpadu untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tekanan Darah Manusia Kelas VIII SMP Negeri 1 Babat Kabupaten Lamongan”. Referensi yang dipakai pada

artikel ini, yaitu:

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik

dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran

Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi

Aksara.

Ibrahim, Muslimin., Fida Rachmadiarti., Mohamad Nur., dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.

Keller, John M., dan Suzuki, K. 1988. John Keller’s

ARCS Model of Motivational Design. diakses dari

http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/learning/id/arc s_model.html pada 10 September 2012.

Mitarlis dan Sri Mulyaningsih. 2009. Pembelajaran IPA

Terpadu. Surabaya: Unesa University Press.

Nur, Muhamad. 2005. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Unesa University Press.

Nur, Muhamad dan Prima Retno Wikandari. 2008.

Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa

University Press.

Nur, Muhamad. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) SMP Berdasarkan Permen No.22 Tahun 2006. 

Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran

Tematik. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.

Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi dan

Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Gambar

Tabel 1. Hasil Rata-Rata Keterlaksanaan Pembelajaran  pada Pertemuan 1
Grafik 1. Nilai Rata-Rata Pretest dan Posttest  Hasil Belajar Siswa Kelas VIII B
Diagram 3. Motivasi Belajar Siswa Saat Pretest
Tabel 7. Hasil Uji Signifikansi Pretest dan Posttest  Motivasi Belajar Siswa

Referensi

Dokumen terkait

H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan kompetensi terhadap kinerja karyawan administrasi perkantoran RS. RK Charitas Palembang. H2 : Terdapat hubungan yang kuat antara

Program ini dirancang dengan menggunakan ADDIE models dan pembangunannya menggunakan microsoft office excell 2007 yang mudah diperoleh karena ada pada setiap

Oleh sebab itu dirasa sangatlah perlu bagi para penentu kebijakan juga para guru agama serta orang-orang yang punya kewajiban tentang hal ini untuk menyampaikan dan

Buku ini membahas hukum lingkungan dalam masalah dan persepsi yang baru tentang cara bagaimana sistem hukum harus mampu menjawab secara efektif persoalan yang timbul dari benturan

[r]

Hadih maja ini adalah pondasi kuat bagi masyarakat Aceh dalam mempertahankan nilai-nilai religius dan nilai-nilai sosial, sehingga keberadaan hukum adat

[r]

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa perlakuan berbagai konsentrasi EM-4 berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (cm) pada umur 4,5, dan 6 MST, jumlah