• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BONEKA TRADISIONAL ANAK ANAK DIJEPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BONEKA TRADISIONAL ANAK ANAK DIJEPANG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP BONEKA TRADISIONAL ANAK – ANAK DIJEPANG

2.1. Sejarah Boneka Tradisional Anak – anak DiJepang

Boneka bisa dikatakan salah satu mainan yang paling tua karena pada zaman Yunani, Romawi, ataupun Mesir Kuno saja boneka sudah ada. Keberadaan boneka di Jepang dimulai pada zaman Prasejarah. Namun boneka-boneka yang digunakan untuk bayi dan anak-anak dimulai pada zaman Heian.

Adapun sejarah boneka tradisional anak-anak di Jepang adalah sebagai berikut :

1. Zaman Prasejarah

Zaman prasejarah jepang dibagi atas 2 zaman yaitu:

1. Zaman Jomon

Zaman primitif di Jepang tidak jelas diketahui berjalan berapa lama. Tetapi dihipotesakan bahwa zaman Jomon adalah zaman primitif awal dimana masyarakat menggunakan peralatan yang terbuat dari tanah liat. Salah satunya adalah boneka. Boneka pertama kali ditemukan pada zaman Jomon yang disebut Shakoki Dogu. Boneka tersebut berbentuk badan atau manusia.

Boneka tanah liat ini melukiskan laki-laki, wanita, hewan atau kombinasi dari manusia. Fungsi boneka ini belum diketahui pasti namun dari penemuan sisa-sisa peninggalannya yang ditemukan di pemakaman raja-raja dan bangsawan dapat disimpulkan bahwa boneka ini digunakan dalam upacara keagamaan.

(2)

2. Zaman Yayoi

Pada zaman ini tidak ada diproduksi jenis baru dari boneka yang ditemukan pada zaman Jomon. Namun pada periode Kofun, kira-kira abad 4 hingga 6 sering ditemui berupa kuburan besar yang disebut Kofun. Kofun adalah kuburan tua yang sangat besar yang hingga kini dapat ditemui diberbagai daerah. Dalam kuburan tersebut banyak ditemukan peninggalan-peninggalan purbakala seperti patung atau boneka yang terbuat dari tanah liat berupa bentuk manusia, binatang, rumah, kapal, dan lain-lain yang disebut dengan Haniwa.

Haniwa pada umumnya tegak berdiri dan mirip dengan Teracotta yang

ditemukan di Cina. Ada pendapat yang menyatakan bahwa haniwa menggantikan praktek lama tentang pengorbanan manusia ketika pemimpin dimakamkan. Beberapa ahli berpendapat adanya kesinambungan dalam pembuatan boneka berbentuk badan atau Shakoki Dogu pada kebuadayaan Jomon dengan pembuatan haniwa pada kebudayaan Kofun.

2. Zaman Sejarah 1. Zaman Nara

Shakoki Dogu dan haniwa menjadi pelopor terhadap perkembangan

boneka selanjutnya. Meskipun tidak ada boneka berbentuk badan muncul dari zaman Asuka yaitu zaman pengenalan Buddha dengan perkembangan arsitektur, namun demikian agama Buddha tersebut menyediakan penambahan tema yang baru dalam pembuatan boneka di masa datang.

(3)

Penggalian dari daerah Nara ditemukan boneka kayu yang diperkirakan dipakai untuk sandiwara boneka. Selama akhir zaman Nara, boneka Ayatsuri atau boneka yang dimainkan oleh 2 atau 3 wayang ( sandiwara boneka ) yang digunakan oleh wayang yang berpindah-pindah tempat sebagai pertunjukkan boneka.

Pertunjukan ini diperkirakan sebagai pelopor sandiwara Bunraku. Selama zaman ini terdapat kepercayaan kuno terhadap boneka atau patung yang memiliki jiwa atau roh dan mempunyai beberapa kekuatan magis.

3. Zaman Heian

Zaman Heian merupakan zaman pertama kita melihat dokumentasi atau catatan tentang boneka. Ini dapat diketahui kebenarannya melalui karya yang luar biasa dari Lady Murasaki yaitu The Tale Of Genji. Dalam karyanya tersebut, selain menulis tentang kehidupan masyarakat Jepang pada zaman Heian, ia juga menulis tentang peranan boneka dalam kehidupan masyarakat Jepang khususnya boneka yang dibuat untuk bayi dan anak-anak.

Pada zaman ini juga pertama kali kita mengetahui bahwa boneka- boneka tersebut diproduksi untuk menemani anak-anak. Dalam novel ini juga diceritakan bagaimana para wanita pada zaman Heian membuat boneka perlindungan bagi anak-anak atau cucu-cucu mereka. Salah satu boneka perlindungan tersebut adalah Hitogata. Hitogata merupakan boneka berbentuk manusia yang terbuat dari kertas. Pada zaman ini, bentuk

Hitogata sangat sederhana dan terbuat dari bahan-bahan sederhana juga

(4)

Di jaman Heian, pada hari 3 bln 3 bersamaan dengan musim buah momo, para keluarga pergi bersama untuk menikmati suasana pedesaan dan pepohonan yang sedang bersemi, kemudian menghanyutkan Hitogata ke aliran sungai.

Menurut Yanagita Kunio, kebiasaan menhanyutkan boneka kertas sebagai pengganti bentuk manusia pada bulan purnama ketiga merupakan pengaruh kebiasaan ritual China yang dilakukan di tepi sungai dengan maksud untuk menghilangkan penyakit, menjauhkan malapetaka, dan menyucikan “ kotoran “ di badan ( Yanagita, 1970 : 450 ).

Selain itu, kebudayaan laen yang diimpor dari kebudayaan China adalah festival iris. Festival ini terjadi pada hari ke 5 bulan ke 5 pada tahun lunar dan disebut Tango no Sekku. Festival ini ditujukan untuk anak laki-laki. Tepat pada hari ke 5 bulan 5, para orang tua membuat air rendaman bunga iris dan anak laki-laki masuk kedalam air rendaman bunga iris tersebut. Kemudian bunga ini diikatkan ke kepala anak-anak. Berendam di bunga iris dan diikatkan ke kepala dimaksudkan untuk membersihkan diri dari roh jahat karena bunga iris memiliki bau yang menyengat sehinggga dipercaya dapat mengusir roh jahat. Selama periode Heian festival ini hanya dihubungkan dengan bunga iris.

Pada abad ke-6, agama Budha masuk ke Jepang. Selain agama Proto Shinto Jepang, agama Budha juga mempengaruhi dalam pembuatan tema boneka-boneka tradisional Jepang. Bentuk Hitogata yang sederhana mengalami perkembangan sehingga muncul jenis boneka baru yaitu boneka

(5)

yang sama dengan bentuk Hitogata. Selama zaman Heian boneka Hina dibuat dalam bentuk berdiri ( Tachibana ) dan biasanya merupakan pasangan boneka laki-laki dan perempuan.

Boneka Hina ini juga digunakan sebagai perlengkapan bermain anak-anak perempuan di kalangan istana dan keluarga bangsawan. Permainan yang melibatkan boneka hina ini disebut Hina Asobi ( permainan Hina ) yaitu permainan yang meniru kehidupan dewasa dan berumah tangga. Menurut perkiraan, boneka Hina dimainkan bersama rumah boneka yang berbentuk istana. Pada prinsipnya Hina Asobi adalah permainan dan bukan suatu ritual.

Setelah melalui pergantian waktu yang sangat panjang, tiruan bentuk manusia ini tidak lagi terbuat dari kertas, melainkan dari bahan lainnya seperti kayu, kain, dan lain-lain, sehingga tidak dihanyutkan, tetapi dibawa pulang untuk diletakkan di atas rak dekat altar ( Bauer, 1977 : 72 ).

Pada zaman ini muncul jenis baru yang juga merupakan perkembangan dari Hitogata yang disebut dengan Amagatsu. Di masa Heian, Amagatsu hanya digunakan oleh kalangan bangsawan.

Pada saat yang bersamaan dengan kemunculan Amagatsu, ada jenis baru yang dibuat dengan tujuan yang sama yaitu Hoko ( Hearn 1913 : 17 ). Amagatsu dan Hoko yang berupa Katashiro dengan meniru bentuk anak dan merupakan jenis Onademono. Kedua jenis ini dipajang disisi Hina dalam perayaaan Hina Asobi.

(6)

4. Zaman Kamakura

Selama zaman Kamakura boneka sebagian boneka-boneka yang ada pada zaman Heian terbuat dari logam dan hanya digunakan oleh kalangan bangsawan saja. Boneka versi berdiri juga masih digunakan sampai zaman ini.

5. Zaman Muromachi

Selama Zaman Muromachi, boneka Hina yang pada mulanya dalam posisi berdiri berubah menjadi posisi duduk ( Suwari Bina ) dan disebut Muromachi Bina karena ditemukan pada zaman Muromachi. Gambaran mengenai Muromachi Bina diungkapkan oleh Yamato Keibutsu dalam esai sejarah Kosho Zuihitsu zaman Edo sebagai berikut :

Morumachi Bina terdiri dari sepasang boneka laki-laki dan perempuan dalam posisi duduk. Tinggi Hina lelaki 3 sun 5 bun ( kira-kira 15 cm ), berpakaian berupa Sutra putih dengan keliman dipanjangkan sampai ke bagian belakang, lalu pada bagian punggung terdapat sulaman lambang keluarga. Hina lelaki ini tidak mengenakan mahkota.

Hina perempuan memiliki tinggi 3 sun 3 bun ( kira-kira 10 cm ), mengenakan hakama merah, jubah atasnya juga terbuat dari sutra merah dengan lubang lengan yang panjang, lengan jubahnya dilipat sampai bagian belakang. Rambutnya berwarna hitam dan dibuat dengan kertas emas ( Saito, 1975 : 27 ).

Menurut Saito, bentuk Muromachi Bina merupakan bentuk pertama boneka Hina yang merupakan kombinasi antara Hina yang terbuat dari kertas dengan Amagatsu-Hoko.

(7)

6. Zaman Edo

Sejak abad ke 19, Hina Asobi mulai dikaitkan dengan perayaan musim Sekku. Sama halnya dengan perayaan musim lainnya yang disebut matsuri, sebutan Hina Asobi juga berubah menjadi Hinamatsuri dan perayaannya meluas di kalangan rakyat. Kemudian kalender Lunisolar digantikan dengan kalender Gregorian. Oleh karena itu, Hinamatsuri yang pada awalnya dirayakan pada hari ke 3 bulan 3 ( sekitar bulan april menurut kalender Gregorian ) berubah menjadi tangggal 3 Maret.

Pada zaman Edo, boneka Hina versi duduk yang ada pada zaman Muromachi dan Azuchi Momoya berubah kembali ke zaman Heian yang dalam posisi berdiri. Namun ketika jumlah pengrajin boneka semakin bertambah pada masa Edo lebih disukai Hina dengan bentuk duduk yang disebut Suwari Bina. Salah satu jenis Suwari Bina yang muncul di zaman Edo adalah Isho Bina : Hina berkostum zaman Heian, yang wajah dan hidungnya dilukis menonjol mirip seperti wajah Amagatsu ( Gribbin, 1984 : 25 ).

Pemunculan kembali wajah Amagatsu yang telah ada sejak zaman Heian, mengindikasikan kondisi kejiwaan masyarakat Edo yang ingin kembali ke kebudayaan istana kuno. Kalangan bangsawan dan samurai dari zaman Edo menghargai boneka Hina sebagai modal penting untuk anak perempuan yang ingin menikah, sekaligus sebagai pembawa keberuntungan dan sebagai lambang status dan kemakmuran, orang tua berlomba-lomba membelikan boneka terbaik dan termahal bagi putrinya.

(8)

Sejalan dengan perkembangan zaman, boneka menjadi semakin rumit dan mewah. Pada zaman Genroku, orang mengenal Genroku bina ( boneka pada zaman Genroku ) yang dipakaikan kimnono dua belas lapis ( Junihitoe ). Pada zaman Kyoho, orang mengenal boneka ukuran besar yang disebut Kyoho Bina ( boneka zaman Kyoho ). Perkembangan lainnya adalah pemakaian tirai lipat ( byobu ) berwarna emas sebagai latar belakang Genroku Bina dan Kyoho Bina sewaktu dipajang.

Keshogunan Tokugawa pada zaman Kyoho berusaha membatasi kemewahan dikalangan rakyat.boneka berukuran besar dan mewah ikut menjadi sasaran pelarangan barang mewah oleh keshogunan. Sebagai usaha menghindari peraturan keshogunan, rakyat membuat boneka berukuran mini yang disebut Keshi Bina ( boneka berukuran biji poppy ) dan hanya berukuran di bawah 10 cm. namun Keshi Bina dibuat dengan sangat mendetil, dan kembali berakhir sebagai boneka mewah.

Orang di zaman edo terus mempertahankan cara memajang boneka seperti tradisi yang diwariskan turun-temurun sejak zaman Heian. Mulai sekitar akhir zaman Edo hingga awal Meiji, boneka Hinamatsuri yang pada mulanya hanya terdiri sepasang kaisar dan permaisuri berkembang menjadi satu set boneka lengkap berikut boneka puteri, istana, pemusik, serta miniatur istana, perabot rumah tangga, dan dapur. Sejak itu pula, boneka dipajang di atas Danzakari ( tangga unutk memajang ) dan orang diseluruh Jepang mulai merayakan Hinamatsuri secara besar-besaran. Memasuki zaman Edo, Amagatsu dan Hoko juga berkembang. Pada awalnya

(9)

Amagatsu dan Hoko hanya digunakan oleh bangsawan, di zaman Edo masyarakat biasa sudah dapat menggunakannya.

Perkembangan boneka lainnya adalah boneka untuk anak laki-laki. Pada zaman Heian, festival iris yang dikhususkan untuk anak laki-laki mulai dihubungkan dengan boneka samurai karena zaman Edo merupakan zaman yang dikuasai oleh para ksatria.

Pada tangggal 5 Mei di zaman Edo, bangsa China dan bangsa Jepang merayakan hari kemajuan dan perdamaian negara. Oleh karena itu, para ksatria berkumpul di benteng untuk merayakannya. Di hari itu keluarga ksatria akan memajang boneka-boneka ksatriadi rumah dengan pengharapan agar anak-anak mereka kelak menjadi kuat seperti para ksatria. Selain itu, festival iris yang terjadi pada hari ke 5 bulan 5 mengalami perubahan menjadi kodomo no hi dan dilaksanakan setiap tanggal 5 Mei.

7. Perkembangan-Perkembangan Modern

Setelah Jepang keluar dari masa isolasi ( penutupan diri dari negeri luar / asing ) membuat bangsa Jepang mendapatkan pencerahan dalam berbagai segi kehidupan. Setelah restorasi Meiji (1868 ), lambaut laun orang Jepang beralih ke gaya pakaian barat. Hal ini juga mempengaruhi dalam pembuatan boneka tradisional Jepang. Boneka-boneka tersebut tidak lagi hanya dibuat dengan bahan tradisional melainkan dengan bahan-bahan modern seperti plastic, tesktil, dan lain-lain.

(10)

2.2. Jenis – jenis Boneka Tradisional Anak – anak

Jepang merupakan negeri Ningyo Okoku karena banyaknya jumlah boneka di Jepang. Hampir semua wilayah Jepang memproduksi boneka Jepang. Boneka- boneka tersebut ada banyak jumlah dan jenisnya. Adapun jenis boneka Jepang adalah sebagai berikut :

Berdasarkan bahan yang digunakan, boneka dapat dikategorikan menjadi 2 bagian yaitu :

2.2.1. Boneka Tradisional

Boneka tradisional adalah boneka yang dibuat dengan tangan atau alat-lat maupun bahan tradisional. Menurut Yanagi dalam Kodansha International ( 2004 : 26 ) bahan-bahan yang dikategorikan kedalam bahan tradisional adalah :

1. Tanah Liat

Penggunaan tanah liat sudah dimulai pada zaman Prasejarah Jepang. Menurut masyarakat Jepang, tanah liat merupakan tempat persemayaman dewa tanah dan merupakan tempat persemayaman dewa tanah dan roh-roh leluhur sehingga dipercaya memiiliki nilai magis. Oleh karena itu, boneka-boneka yangterbuat dari tanah liat ini sering digunakan pada upacara-upacara keagamaan.

2. Jerami

Jerami juga dianggap sebagai tempat persemayaman dewa. Dewa yang bersemayam di jerami adalah dewa pertanian. Oleh karena itu, boneka-boneka yang terbuat dari jerami ini sering digunakan dalam upacara yang berhubungan dengan pesta panen.

(11)

3. Kertas

Kertas merupakan alat yang dipakai dalam upacara ritual purifikasi umat beragama Shinto sebagai pelengkap untuk sembayang kepada Tuhan. Penganut agama Buddha dan Shinto mengganggap kertas sebagai sesuatu yang istimewa, terutama untuk pertemuan-pertemuan penting dari upacara –upacara keagamaan dan kebudayaan.

Warna putih pada kertas berarti putih, suci, bersih dan mulia. Pada awalnya kertas hanya digunakan dalam bentuk lipatan,namun seiring dengan masuknya teknik pembuatan kertas dari China membuat seni kertas berkembang di Jepang. Orang Jepang memperhalus seni pembuatan kertas dan membuatnya menjadi bagian penting dari budaya dan gaya hidup, bahkan lebih daripada orang China dimana kertas pertama kali ditemukan.

Penggunaan kertas dalam kehidupan masyarakat Jepang telah dilakukan dari generasi ke generasi, yang menjadikan kertas buntuk keagaaamaan saja tetapi mencerminkan jiwa dan semangat pembuatnya dan mempunyai hubungan erat dengan pembuat kertas dan pengguna kertas sehingga menjadi pelengkap dalam kebudayaan Jepang

Berdasarkan penggunanya, boneka dapat dikategorikan menjadi 2 bagian yaitu :

1. boneka yang digunakan untuk bayi dan anak-anak

Banyaknya jenis boneka dinegara Jepang masing-masing memiliki makna khusus maupun yang hanya sebagai suatu karya seni. Salah satu jenis boneka

(12)

yang sangat istimewa adalah boneka yang khusus digunakan untuk bayi dan anak-anak. Boneka-boneka tersebut tidak hanya digunakan untuk mainan anak-anak tetapi juga menjadi malaikat pelindung bagi anak. Selain itu, boneka anak juga berperan dalam kehidupan social masyarakat Jepang khususnya anak-anak Jepang.

2. Boneka Yang Digunakan Untuk Orang Dewasa

Boneka-boneka yang digunakan untuk orang dewasa biasanya digunakan untuk keperluan bisnis dan untuk mendapatkan kebahagian dalam hidupnya. Boneka-boneka tersebut selain digunakan sebagai jimat keberuntungan juga digunakan sebagai hadiah, souvenir, dan lain-lain.

2.2.3. Daerah – daerah Penghasil Boneka Tradisional Anak – anak

Jepang adalah sebuah Negara kepulauan yang pulaunya berjumlah kira-kira 4000 pulau besar dan kecil yang terdiri dari rangkaian pulau-pulau yang membentang sepanjang 3000 kilometer dari utara ke selatan. Daerah-daerah pegunungan yang meliputi lebih dari 70 % dari daratan Jepang, sehingga kota-kota utama berpusat di tanah datar yang luasnya tidak sampai 30 % dari daratan Jepang.

Jepang terdiri dari 47 prefektur. Berdasarkan keadaan geografis dan sejarahnya 47 prefektur ini dapat dikelompokkan menjadi sembilan kawasan yaitu : Hokkaido, Tohoku, Kanto, Chubu, Kinki, Shikoku, Kyushu, dan Okinawa.

Dari sembilan kawasan ini, hanya enam kawasan saja yang memproduksi boneka. Setiap kawasan memiliki cirri khas tersendiri tetapi dibentuk dari

(13)

mitifyang sama dan dipengaruhi kepercayaan asli Jepang yaitu Proto Shinto dan legenda budha yang masuk ke Jepang dari China.

Adapun Daerah-daerah penghasil boneka tradisional jepang adalah :

1. Tohoku

Tohoku adalah daerah paling utara dari Honshu dan terdiri dari Akita, Aomori, Fukushima, Iwate, Miyagi dan pulau Yamagata. Itu adalah daerah pedesaaan yang utama, dengan pertanian, perikanan, dan hutan yang menjadi pekerjaan yang utama, dan meliputi beberapa orang-orang miskin dan daerah terbelakang di Jepang. Iklim yang dingin menjadi pengaruh utama dari cerita boneka tradisional. Musim dingin yang panjang dengan salju yang tebal membatasi pertanian terhadap satu hasil panen, sebuah kondisi yang baik terhadap perindustrian rakyat sepaerti pembuatan boneka. Salju juga merupakan bahan dalam pembentukan boneka yang berkaitan dengan rasa suram sehingga menonjolkan kebutuhan warna yang terang bahkan terlalu menyolok.

Kayu yang keras, berjaringan halus, kayu alam yang putih juga menjadi bahan utama dalam pembentukan jenis boneka. Sebagai contohnya, boneka Kokeshi yang di daerah ini dikenal dengan baik. Peternakan kuda juga berkembang dengan pesat di daerah ini, yang dapat dilihat dari banyak boneka kuda dan hobi berkuda ditemukan di daerah ini. Kuda Nambu di pulau Aomori yang sangat khusus dikenal sebagai keberanian dan warna.

Meskipun, iklim yang dingin menjadi faktor utama dalam cerita boneka tradisional di Tohoku, sebuah pandangan melalui lapisan di bagian ini akan ditunjukkan oleh banyak tema-tema boneka yang umum terhadap kebudayaan bangsa yang luas.

(14)

2. Kyushu

Daerah paling selatan jepang mempunyai 4 pulau yamg terutama yaitu Kyushu dan dibentuk dari kepulauan Fukuoka, Saga, Nagasaki, Oita, Kumamoto,Miyazaki dan Kagoshima. Bagian selatan pulau ini adalah daerah subtropis dan cenderung miskin. Pertanian, perikanan, dan hutan yang menjadi sumber pendapatan. Pulau Kyushu juga merupakan pulau yang paling terpencil dan dibatasi oleh daerah jepang yang terlarang.

Dibagian utara pulau ini lebih berkembang. Kyushu dikenal sebagai penghasil industri keramik, yang menghasilkan karya-karya sastra yang terkenal seperti arita, Karatsu, Hirasa, Dan Satsuma dan dari daerah pusatnya telah mendistribusikan banyak boneka keramik ke boneka tradisional. Seperti Kokeshi di daerah Tohoku dan satu jenis boneka tertentu yaitu boneka kayu yang berputar-putar yang menjadi umum atau lebih banyak jumlahnya di daerah ini.

Pengaruh China dan Korea yang kuat telah dirasakan dalam boneka tradisional Kyushu karena lokasi pulau itu dihormati di daerah daratan. Contoh dari boneka ini dapat di lihat dalam miniatur perlombaan kapal.

3. Kinki

Di pusat bagian barat Honshu, Kinki di bentuk dari kepulauan Shiga, Kyoto, Fukui, Osaka, Nara, Wakayama, dan kepulauan Mie. Meskipun letak geografis Kinki kecil, tetapi merupakan jantung penduduk jepang lebih dari 1000 tahun dan pengaruhnya hilang setelah Edo mendirikan Tokugawa.

Daerah ini mendapat pengaruh yang kuat dari daerah pusatnya yaitu Nara, Kyoto, Dan Osaka. Daerah pusat tersebut membuat penyaringan terhadap boneka

(15)

yang bergaya tinggi sehingga mempengaruhi daerah yang sedikit menghasilkannya.

Daerah Nara, yang menjadi ibukota Jepang di abad ke-18, melengkapi boneka tradisional yang paling tua. Pengaruh yang paling tradisional, bagaimanapun telah menjadi satu yang dikembangkan di Kyoto, pusat kebudayaan Jepang di abad millenium yang di mulai di abad ke-19.Boneka Kyoto yang berpengalaman dalam hal-hal yang duniawi diilustrasikan dengan baik. Ada beberapa yang dibuat khusus untuk apresiasi artistik.

Sebagai daerah yang terkenal akan tempat suci dan kegiatan keagamaan membuat daerah ini sebagai sebuah sumber kekayaan untuk tema-tema boneka. Sebagai contoh boneka local yang murni yaitu boneka yang terbuat dari kayu semak-semak daun teh yang ada di sekitar pusat pertumbuhan teh uji ( perkebunan daun teh uji ).

4. Kanto

Daerah Kanto meliputi kepulauan Ibaraki, Iochigi, Gumma, Saitama, Chiba dan Kanagawa sebagai kota metropolis di Tokyo. Tokyo telah menyediakan pengaruh yang dominan tentang cerita boneka dari daerah ini sejak abad ke-17, ketika Edo, menemukan Tokyo menjadi ibukota Jepang dan berkembang dengan cepat menjadi pusat ekonomi bangsa dan pusat kebudayaan dengan baik. Posisi yang penting ini juga memberi arti bahwa Tokyo menghasilkan beberapa tingkatan yang dominan dalam kebudayaan bangsa sebagai keutuhan dalam cerita boneka.

Pengaruh fashion tokyo dipantulkan dalam model rambut dan pakaian jadi dengan label “ elder sister “ dalam perfilmannya didalam pakaian kabuki dan

(16)

fotonya ditemukan dalam boneka yang lain, dan dalam kehidupan bisnis dalam “ beckoning cat “.

Banyak kuil dan tempat suci didirkan untuk dipersiapkan bagi orang yang beragama ( untuk tempat beribadah ) dan untuk kebutuhan sosial masyarakat penduduk bangsa Edo yang berkembang dengan pesat. Hal ini menghasilkan perkembangan akan bentuk-bentuk boneka melalui festival-festival keagamaan dan sebagai daya tariknya.

Iklim daerah ini beriklim dingin tapi tidak berkabut dan daerah pedesaan Kanto mempersiapkan banyak tanaman yang tidak seperti biasanya, seperti numput rawa yang dipelihara untuk menghasilkan boneka yang murni dari daerah setempat yang beriklim lembab. Jenis boneka ini menjadi ciri khas daerah tersebut.

5. Chubu

Daerah terluas di honshu adalah Chubu yang terbentuk dari bagian bawah laut Cabe di Jepang bagian utara ke pantai yang sejuk sepanjang samudra Pasifik dan terletak di antara daerah Kanto dan Kinki. Chubu terdiri dari Niigata, Toyama, dan kepulauan Ishikawa di bagian utara yang mempunyai ciri khas dalam pertanian dan salju yang tebal di musim dingin.

Di Nagano, Yamanashi, dan kepulauan Gifu di daerah pusat yang mempunyai ciri khas produksi sutra dan sebuah iklim dan daerah yang khas di negara pegunungan dan Shizuoka dan kepulauan Aichi sepanjang samudra Pasific yang menghasilkan atau mempunyai ciri khas dengan ekonomi perdagangan dan sebuah iklim yang sama dengan California. Oleh karena keadaaan inilah maka wajar bahwa boneka tradisional Chubu menjadi yang paling utama.

(17)

Di malam yang dingin yang mencekam di sebagai daerah utara mencerminkan boneka Imamachi. Sementara daya tariknya menunjukkan tentang pemintal sutra sebagai mata pencaharian mereka. Di bagian selatan, dimana udaranya sangat hangat dan musim yang kering dan cocok untuk bermain layang-layang. Bermacam-macam layang-layang telah dikembangkan. Lagipula banyak boneka local yang khas telah dibuat di daerah ini. Hal yang paling dekat di bagian barat dari daerah ini ke daerah kyoto telah menghasilkan hal-hal duniawi.

6. Shikoku

Daerah yang terakhir adalah daerah yang memiliki jumlah penduduk yang padat, penuh dengan kebudayaan atau adat-istiadat yang sopan dan sebagian aliran dari sejarah Jepang. Di Shikoku, daerah luar dipengaruhi dengan menyalurkan melalui pelabuhan-pelabuhan utama, seperti Takamatsu, dimana terdapat banyak perbedaaan boneka yang ditemukan di bagian utara. Sementara daerah yang terpencil di bagian selatan, sebagian telah menghasilkan dalam hal-hal yang sukar atau lebih kedaerahan ( boneka yang tradisional ).

Pengalaman dalam hal-hal duniawi melawan kerusuhan juga bagian khususnya “ sunny ( hangat ) dan shady ( rindang ) “ bagian dari chugoku. Keseluruhan dari daerah ini dicatat berdasarkan bonekanya yang terdiri dari tema tentang hewan, baik yang kehidupan nyata maupun imaginasi.

Daerah ini secara geografis terbagi atas 2 bagian yaitu Chugoku dan Shikoku. Shikoku merupakan pulau yang paling kecil di jepang dan dipisahkan dari Chugoku oleh laut inland dan terdiri dari Kagawa, Chime, Tokushima dan kepulauan Kochi.

(18)

Pulau itu sendiri dipisahkan oleh barisan pegunungan dengan daerah di bagian utara seperti chugoku baik dalam kebudayaannya, ekonomi, dan aspek-aspek fisiknya dan bagian selatan lebih terisolasi dan daerahnya lebih alami. Chugoku juga dibagi atau terdiri dari kepulauan yang terpencil dan desa Shimane dan Tottori sepanjang laut jepang ( sebagian dari daerah honshu dikenal dengan “ shady side “ atau daerah yang teduh/ rindang, diimbangi oleh pulau Hyogo, Okayama, Hiroshima dan Yamaguchi ( daerah itu terdiri dari laut inland yang dikenal sebagai daerah “ sunny side “ atau daerah yang hangat ).

Referensi

Dokumen terkait

Ayam pedaging merupakan salah satu alternatif yang dipilih dalam upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani karena ayam broiler memiliki pertumbuhan dan pertambahan berat badan

Penerapan strategi Go To Your Post akan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa karena dalam penilaiannya bukan hanya dari pemecahan masalah

KESATU : Mengubah Lampiran I dan Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Nomor 64/KEP-DJPDSPKP/2020 tentang Indikator

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan TOPSIS didapatkan bahwa ruas jalan yang perlu dilakukan perbaikan terlebih dahulu adalah ruas jalan 24 dengan jenis

Hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi bahwa pemerintah perlu lagi meningkatkan pengawasan terhadap proses rolling pejabat yang , sebab berdasarkan pada

Nilai wajar sering dikaitkan harga keluar sekarang, misalnya pada SFAS 157 tentang Fair Value Measurement menjelaskan bahwa nilai wajar adalah harga yang akan

Hasil penelitian menunjukan faktor SDM keterlambatan pembuatan resume medis oleh DPJP dan tidak adanya monitoring dan pengawasan berhubungan dengan tingkat

Media penyimpanan data pasien menggunakan media kertas sehingga mengakibatkan pencarian data dilakukan dengan cara menelusuri arsip-arsip yang dapat menyita waktu