• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

4. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak Geografis

Lokasi penelitian, khususnya ekosistem mangrove masuk dalam wilayah pengelolaan Resort Polisi Hutan (RPH) Tegal-Tangkil, BKPH Ciasem-Pamanukan. Secara administrasi terletak di Kecamatan Blanakan. Luas wilayah Kecamatan Blanakan adalah 7,839.37 ha (Profil Kecamatan Blanakan 2011). Luas ekosistem mangrove di RPH Tegal-Tangkil secara keseluruhan adalah 2,858.74 ha sedangkan luas wilayah di 3 desa kajian adalah 1,513.59 ha (KPH Purwakarta 2010). Lokasi penelitian ini difokuskan pada 3 desa yaitu Desa Jayamukti, Blanakan, dan Langensari. Luas wilayah per kelurahan/desa disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas wilayah studi di RPH Tegal-Tangkil

Desa Luas wilayah (ha) Petak** Desa* Perhutani**

Jayamukti 1,547.90 735.25 2;3;4;5 Blanakan 980.46 576.34 6;7 Langensari 786.90 202.00 8

Jumlah 3,315.26 1,513.59

Sumber: *Anonimous (2011) **KPH Purwakarta (2010)

Pada umumnya topografi di lokasi penelitian adalah berupa dataran, pantai dengan ketinggian 0 – 10 m dpl. Adapun batas wilayah penelitian ini adalah: Utara : Laut Jawa

Selatan: Kec. Ciasem

Timur : Desa Muara Ciasem Barat : Desa Rawameneng

Berdasarkan peta tinjau tanah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat-Banten (skala 1:200,000) di dalam laporan Kelas Perusahaan Mangrove (KPH Purwakarta 2010), jenis batuan dan tanah yang terdapat di lokasi penelitian adalah jenis tanah alluvial hidromorf, alluvial dengan warna tanah kelabu, kelabu tua dan coklat. Batuan tersebut berasal dari bahan endapan liat dan pasir dengan fisiografi daratan.

(2)

bakau-bakau (R. mucronata) dan api-api (A. officinalis). Jenis-jenis tersebut ditanam dengan jarak 2 m x 2 m dan 5 m x 5 m, sehingga kerapatannya adalah 400 – 2,500 pohon/ha. Dalam perkembangannya telah terjadi penebangan atau mati, sehingga kerapatannya sudah menurun. Bahkan ada kawasan yang sudah tidak ada mangrove sama sekali (Gambar 6).

(a) (b)

Gambar 6 Kondisi umum mangrove di minawana lokasi penelitian; (a) mangrove dibiarkan, (b) mangrove di tebang untuk memperluas areal tambak(sumber: Dokumentasi pribadi 2012)

Dari 56 petak contoh yang diamati, pohon mangrove yang ditemukan umumnya adalah jenis A. officinalis. Keliling rata-rata pohon A. officinalis berkisar antara 13 - 60 cm dan R. mucronata berkisar antara 13 - 30 cm. Masing-masing tinggi kedua jenis pohon berkisar antara 2 - 6 m. Di samping itu juga terdapat tanaman baru hasil rehabilitasi di tambak-tambak yang sudah tidak bermangrove. Untuk vegetasi mangrove di pinggir pantai pada umumnya didominasi oleh jenis anakan dari mangrove jenis A. officinalis dengan keliling berkisar antara 4 – 12 cm dengan tinggi 1 - 2 m dan kerapatan mencapai 5 ind/m2 (Gambar 7) .

(3)

(a) (b)

Gambar 7 Kondisi umum mangrove di dekat laut (sempadan pantai); (a)

mangrove dibiarkan (ketebalan 10 – 20 m), (b) sempadan pantai jadi tambak(sumber: Dokumentasi pribadi 2012)

4.2.2. Pembagian Blok

Berdasarkan pembagian Blok KP Mangrove di RPH Tegal-Tangkil yang masuk di dalam BKPH Pamanukan terbagi dalam 3 blok, yaitu 1) Blok Perlindungan sebesar 17.31 % (2,752.40 ha), 2) Blok Pemanfaatan73.48 % (11,681.93 ha), dan 3) Blok Lainnya sebesar 9.20 % (460.08 ha). Blok perlindungan merupakan zona yang difokuskan utuk kegiatan perlindungan dan konservasi. Blok perlindungan yang ideal memiliki lebar 200 m dari bibir pantai dan 50 m dari tepi sungai. Akan tetapi saat ini mengalami penurunan akibat konversi menjadi lahan tambak.

Pada Blok Pemanfaatan merupakan kawasan pemanfaatan empang parit (minawana) dengan pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dan pemanfaatan jasa lingkungan berupa wisata. Pada Blok ini masyarakat diberikan kesempatan untuk menggarap empang. Untuk zona pemanfaatan jasa lingkungan terdapat Wanawisata dan Penangkaran Buaya Blanakan. Luas areal penangkaran tersebut adalah 6 ha. Pada Blok lainnya diperuntukan tempat saluran pipa oleh PT Pertamina.

4.2.3. Tambak Milik

Tambak milik saat ini pada umumnya adalah tambak murni. Luas tambak milik di 3 desa kajian mencapai 591.25 ha. Batas antara tambak milik dengan tambak Perum (minawana) adalah Kali Malang I. Kali tersebut membentang dari timur (S. Ciasem) sampai barat (S. Cilamaya). Sementara itu, antara tambak milik

(4)

Gambar 8 Salah satu contoh kondisi tambak milik di lokasi penelitian (Sumber: Dokumentasi pribadi 2012)

4.2.4. Tambak Tumpangsari/Minawana

Tambak tumpang sari dilaksanakan dengan pola empang parit, yaitu tambak yang dibuat berupa parit yang mengelilingi hutan bakau dalam satu petak. Pada awalnya luas parit maksimum 20% dari luas anak petak. Akan tetapi semakin lama luas parit semakin meningkat karena pembukaan lahan mangrove untuk tambak. Luas anak petak berkisar antara 0.5 – 3 ha sehingga masing-masing penggarap tambak memiliki luas garapan yang berbeda. Pada awalnya luas garapan yang boleh digarap oleh petani tambak adalah maksimum 2 Ha, dengan tujuan pemerataan empang garapan. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu banyak penggarap tambak memiliki garapan lebih dari 2 ha. Bahkan ada yang mencapai 10 – 15 ha terutama yang memiliki modal. Kondisi minawana pada saat ini dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 5

Pada setiap petak tambak (minawana) terdapat 1 saluran yang menuju laut yang dinamakan kalen. Setiap kalen memiliki nama sesuai dengan pemilik tambak didaerah tambak milik. Panjang kalen di Desa Jayamukti mencapai 3.5 km sedangkan kalen di Desa Blanakan-Langensari mencapai 2.5 km. Lebar kalen di Desa Jayamukti dan Blanakan berkisar antara 2.5 – 3 m dengan tinggi 1,5 m,

(5)

sedangkan lebar kalen di Desa Langensari mencapai 4.83 –5.67 m dengan kedalaman 1.5 m. Secara umum kondisi saluran/kalen di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 5

Gambar 9 Kondisi minawana saat ini (a) sistem minawana di Penangkaran buaya (konsep lama) (b) penutupan sekitar 75%; (c) Penutupan mangrove 50%; (d) penutupan mangrove hanya 30% (Sumber: Dokumentasi pribadi 2012)

Tabel 5 Kondisi saluran/kalen di lokasi penelitian

Desa

Kalen/Saluran

Luas Tambak Jumlah Panjang Lebar Atas Lebar Dasar Tinggi

Jayamukti 22 3.5 3.98 2.40 1,38 735.25

Blanakan 6 2.5 4.00 2.50 1,50 576.34

Langensari 5 2.0 5.67 4.83 1,50 202.00

Sumber: Hasil pengamatan (2012) dan KUD Karya Bukti Sejati (2012)

Selain itu terdapat saluran besar yang melintang dari arah timur sampai barat yang dinamakan Kali Malang. Kawasan minawana di Desa Jayamukti terdapat 3 Kali Malang yang melintang dari Sungai Blanakan (timur) sampai Sungai Gangga (barat) sepanjang 5 km. Adapun di Desa Blanakan dan Langensari hanya terdapat 1 Kali Malang yang melintang dari desa Muara (S. Ciasem) di

(a) (b)

(6)

Gambar 10 Kondisi Kali Malang (kanan) dan kalen/saluran (kiri) (sumber: dokumentasi pribadi 2012)

Setiap penggarap tambak diikat dengan suatu perjanjian kerjasama perum perhutani unit III yang berisikan hak dan kewajiban penggarap tambak. Hak penggarap tambak adalah hak pengelolaan tambak dan hasil tambaknya. Adapun kewajiban penggarap tambak adalah diharuskan membayar:

1. Ganti rugi penggunaan kawasan ekosistem mangrove, yaitu sebesar Rp 75,000.00/ha/thn untuk lahan hutan kelas I, Rp 45,000.00/ha/thn untuk lahan hutan kelas II dan Rp 30,000.00/ha/thn untuk lahan kelas III

2. Iuran desa dan LMDH sebesar Rp 25,000.00/ha/th 3. Menanam, memelihara, dan menjaga keamanan hutan 4. Ijin usaha tambak sebesar Rp 5,000.00/ha/thn

5. Administrasi sebesar Rp 7,500.00/ha/thn

6. Dana pelestarian lingkungan sebesar Rp 30,000.00/ha/thn untuk lahan kelas I dan II, serta Rp 25,000.00/ha/thn untuk lahan kelas III

(7)

4.3. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat 4.3.1. Kependudukan

Penduduk di Kecamatan Blanakan yang terdistribusi di 9 desa pemukiman pada tahun 2011 berjumlah 64,431 jiwa (21,463 KK) yang terdiri dari 32,227 laki-laki dan 32,214 perempuan. Adapun jumlah penduduk yang masuk ke dalam wilayah penelitian di 3 desa pengamatan terdiri dari 11,015 laki-laki dan 10,689 perempuan dengan total jumlah penduduk 21.680 jiwa (33.65% dari jumlah penduduk Kecamatan Blanakan). Untuk lebih jelas jumlah penduduk di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

Desa Jumlah KK Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-Laki Perempuan Total

Blanakan 3,447 5,879 5,584 11,463 Jayamukti 2,103 3,484 3,417 6,901 Langensari 1,120 1,652 1,688 3,340 Jumlah 6,670 11,015 10,689 21,704 Kecamatan Blanakan 21,463 32,227 32,214 64,431 Sumber: Anonimous (2011)

Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik bekerja dan cara berpikir. Umur penduduk di lokasi penelitian pada umumnya didominasi oleh kelompok umur 22-59 tahun (57.24%). Kelompok umur 22-59 ini merupakan kelompok umur produktif. Secara lebih lengkap distribusi kelompok umur di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Klasifikasi umur penduduk Kecamatan Blanakan

Desa Kelompok umur (tahun)

0-15 16-21 22-59 >60 Blanakan 2,878 974 5,071 2,017 Jayamukti 1,812 649 3,536 904 Langensari 882 309 1,585 564 Jumlah 5,572 1,932 10.192 3,485 Kecamatan Blanakan 12,147 6,837 37,136 6,404 Sumber: Anonimous (2011) 4.3.2. Pendidikan Penduduk

Tingkat pendidikan formal penduduk Kecamatan Blanakan tergolong masih rendah, ada sekitar 2,719 jiwa kepala keluarga yang tidak tamat Sekolah

(8)

Blanakan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Klasifikasi tingkat pendidikan formal penduduk di lokasi penelitian

Desa Tidak Tamat SD Tamat SD/SLTP Tamat SLTA Tamat AK/PT Blanakan 1,583 2,286 385 142 Jayamukti 708 1023 181 56 Langensari 428 618 124 18 Jumlah 2,719 3,927 690 216 Kecamatan Blanakan 7,951 11,583 2,091 459 Sumber: Anonimous (2011)

Sarana pendidikan di lokasi penelitian terdiri dari: TK sebanyak 16 unit, SD sederajat sebanyak 27, SLTP sederajat sebanyak 3 unit, dan 3 unit SLTA sederajat (Tabel 9). Di Kecamatan Blanakan tidak terdapat perguruan tinggi, jadi penduduk yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi umumnya harus ke daerah lain, seperti Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung hingga ke Yogyakarta.

Tabel 9 Fasilitas pendidikan Kecamatan Blanakan

Desa Fasilitas Pendidikan

TK SD/MI SLTP/MTs SLTA/MA Blanakan 2 9 2 3 Jayamukti 8 3 Langensari 1 2 1 Jumlah 11 14 2 3 Kecamatan Blanakan 16 27 3 3

Sumber: Anonimous (2011) dan Pengamatan (2012)

4.3.3. Mata Pencaharian Penduduk

Masyarakat yang bekerja di bidang pertanian (termasuk perikanan dan peternakan) baik pemilik lahan maupun buruh di lokasi penelitian mencapai

(9)

29.61%. Kawasan minawana di RPH Tegal-Tangkil, bagi masyarakat Desa Jayamukti, Blanakan, dan Langensari adalah merupakan sumber kehidupan masyarakat sekitar. Masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada kawasan minawana berprofesi sebagai penggarap tambak/empang, buruh, penangkap kepiting, penangkap wideng, penangkap udang, penangkap belut, penangkap ular, penangkap burung, penangkap biawak dan pencari kayu dari luar Kecamatan Blanakan. Kelompok penangkap ini nantinya disebut dengan kelompok penangkap ikan dan biota lainnya. Keberadaan mangrove bagi penggarap tambak memberikan nilai tambah dengan adanya udang harian yang dapat dipanen setiap hari. Secara rinci mata pencaharian masyarakat di lokasi penelitian disajikan pada

Tabel 10.

Tabel 10 Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Penelitian

Jenis Mata Pencaharian Desa (Jiwa) Persentase Blanakan Jayamukti Langensari

Petani sawah dan tambak 1,535 384 128 9.43

Buruh tani sawah dan tambak 2,050 1,091 763 17.99

Buruh migran (TKI/TKW) - 42 97 0.64

Nelayan 340 26 5 1.71

Peternak 10 73 22 0.48

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 30 12 18 0.28

Pensiunan PNS/TNI/POLRI 9 5 - 0.06

Pedagang keliling 47 97 42 0.86

Petugas kesehatan (perawat, dokter, bidan,

mantri, dll) 6 12 4 0.10

Seniman lokal - 5 - 0.02

Montir (bengkel) 9 6 4 0.09

Karyawan perusahaan swasta - 375 42 1.92

Pembantu Rumah tangga 34 34 124 0.88

Pengrajin 3 12 - 0.07

Pengusaha kecil dan menengah 10 5 - 0.07

Tidak bekerja 2,878 1,669 882 25.01

Lainnya 4,502 3,053 1,209 40.38

Jumlah 11,463 6,901 3,340 100.00

Sumber: Anonimous (2011)

Masyarakat yang tidak memiliki sawah ataupun empang, sebagian bekerja sebagai buruh di empang/tambak ketika sawah tidak dalam masa tanam dan panen. Buruh tersebut terdiri dari buruh harian (keduk teplok) dan buruh panen (khusus panen musiman ikan/udang). Masyarakat yang menjadi buruh, biasanya

(10)

merupakan pekerjaan yang paling banyak dilakukan karena harganya tinggi. Penangkapan kepiting dilakuan pada siang hari dan malam hari. Penangkapan kepiting pada siang hari menggunakan alat pancing dan bubu, sedangkan pada malam hari menggunakan bantuan cahaya senter dan atau aki.

Selain menangkap ikan dan kepiting, ada juga yang mencari ular, wideng, dan burung. Penangkapan belut biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum terik matahari. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat penangkap kepiting, wideng, dan belut, diperoleh informasi bahwa semakin banyak mangrove di kawasan minawana, peluang untuk mendapatkan hasil tangkapan menjadi lebih besar. Hasil tangkapan akan lebih banyak pada kawasan minawana dengan penutupan yang tinggi.

Kondisi sumberdaya ekosistem mangrove dalam sistem minawana saat ini cukup memprihatinkan. Luasan mangrove semakin rendah akibat penebangan oleh penggarap tambak atau orang luar. Penebangan mangrove pada kawasan sekitar pantai yang merupakan bagian dari sempadan (green belt), semakin merusak system ekologi mangrove. Walaupun demikian, secara ekologi dan ekonomi masih memberikan manfaat langsung yang nyata bagi masyarakat sekitar.

Gambar

Gambar 7 Kondisi umum mangrove di dekat laut (sempadan pantai); (a) mangrove dibiarkan (ketebalan 10 – 20 m), (b) sempadan pantai jadi tambak (sumber: Dokumentasi pribadi 2012)
Gambar 8 Salah satu contoh kondisi tambak milik di lokasi penelitian (Sumber: Dokumentasi pribadi 2012)
Gambar 9 Kondisi minawana saat ini (a) sistem minawana di Penangkaran buaya (konsep lama) (b) penutupan sekitar 75%; (c) Penutupan mangrove 50%; (d) penutupan mangrove hanya 30% (Sumber:
Tabel 10 Mata Pencaharian Penduduk di Lokasi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Model terbaik adalah hasil pemodelan dari metode RKU yang ditambahkan peubah boneka pada data presipitasi GCM dengan time lag berdasarkan bentuk model yang lebih

Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh “Helen Evelina (2010) di rumah sakit bersalin Wina Medan” bahwa ada hubungan yang signifikan antara

di rusunawa sampai semester akhir yang se-kos, yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan do’a kepada penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.. Terima kasih

Dari analisis korelasi dapat disimpulkan bahwa plasma nutfah kedelai yang hasil biji tertinggi dengan mempunyai karakter morfologi jumlah polong isi dan cabang banyak

Tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu saat pada sapi perah di Indonesia juga dapat terjadi resistensi cacing terhadap antelmintik yang diberikan, mengingat pola pemberian obat

mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum, tidak memiliki izin penyelenggaraan Angkutan orang dalam Trayek, izin penyelenggaraan Angkutan orang tidak dalam Trayek atau

Berdasarkan uraian di atas, maka tahapan penelitian sebagai berikut: (1) pengumpulan data sekunder berupa : koordinat stasiun curah hujan, data curah hujan, dan kalender tanam

Penelitian losion pengusir nyamuk menggunakan bahan aktif minyak atsiri berbagai tanaman pengusir nyamuk seperti selasih, sereh wangi, lavender dan jeruk dengan