Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Brawijaya
1668
Optimasi Kebutuhan Gizi untuk Balita Menggunakan Hybrid Algoritma
Genetika dan Simulated Annealing
Fitri Anggarsari1, Wayan Firdaus Mahmudy2, Candra Dewi3
Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Email: 1fitrianggarsari@gmail.com, 2wayanfm@ub.ac.id, 3dewi_candra@ub.ac.id
Abstrak
Keadaan gizi seseorang pada dasarnya dipengaruhi oleh perilaku pola makan sehingga kuantitas dan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi memberikan dampak pada kesehatan. Gizi yang seimbang memiliki peran penting pada pertumbuhan, perkembangan fisik, dan kecerdasan bagi semua kalangan baik itu balita, anak-anak, maupun orang dewasa. Gizi pada balita harus diperhatikan karena pada saat itu terjadi masa pertumbuhan serta perkembangan pada fisik yang tinggi dan rawan terjadi hal yang buruk seperti infeksi yang menyebabkan penyakit kronis, obesitas dan bahkan kematian. Pada penelitian ini mengimplementasikan hybrid algoritma genetika dan simulated annealing untuk mengoptimasi kebutuhan gizi pada komposisi bahan makanan untuk balita. Representasi kromosom yang digunakan ada dua segmen, segmen pertama menggunakan bilangan integer dan segmen kedua menggunakan bilangan real code. Untuk proses reproduksi menggunakan metode extended intermediate crossover dan metode random mutation. Hasil pengujian menghasilkan nilai fitness sebesar 0.10106 dengan parameter ukuran populasi = 100, generasi = 50, kombinasi Cr dan Mr = 0.8 dan 0.3, nilai alpha = 0.8, nilai T0 = 2 dan Tn = 0.2. Hasil dari penelitian ini berupa rekomendasi bahan makanan sesuai kebutuhan gizi yang mendekati kebutuhan gizi balita yang sebenarnya dengan mempertimbangkan berat bahan makanan dan harga yang minimal dalam satu hari.
Kata kunci: hybrid, algoritma genetika, simulated annealing, optimasi, kebutuhan gizi, balita.
Abstract
The nutritional state of a person is basically influenced by dietary behavior so that the quantity and quality of the food and beverages consumed has an impact on a person health. Balanced nutrition plays an important role in the growth, physical development, and intelligence of all people, including toddlers, children, and adults. Nutrition in toddlers should be considered because at that time they growth and develope so rapid and prone to occur bad things such as infections that can cause chronic illness, obesity and even death. In this research, we implement hybrid genetic algorithm and simulated annealing to know optimize nutrition requirement on food composition for toddlers. There are two segments of the chromosomal representation that is used in this research, the first segment uses the integer number and the second segment uses the real code number. We use extended intermediate crossover method and random mutation method for the reproduction process. The test resulted in the highest average fitness value of 0.10106 with the best parameters are population = 100, generations = 50, combination between Cr and Mr = 0.8 and 0.3, value of alpha = 0.8, value of T0 = 2 and value of
Tn = 0.2. The results of this study is recommendations of foodstuffs according to the nutritional needs
that approached the actual needs of the toddlers by considering the weight of food and the minimum price in one day.
Keywords: hybrid, genetic algorithm, simulated annealing, optimization, nutritional needs, toddlers.
1. PENDAHULUAN
Pada dasarnya keadaan gizi seseorang dipengaruhi oleh perilaku pola makan. Dimana hal tersebut dikarenakan adanya kuantitas dan kualitas makanan minuman yang dikonsumsi
sehingga akan memberikan dampak pada tingkat kesehatan seseorang. Maka dari itu, untuk meningkatkan kesehatan seseorang maka harus menjaga kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi agar dapat mengarahkan pada gizi yang seimbang. Gizi yang seimbang
memiliki peran penting khususnya pada pertumbuhan, perkembangan fisik dan kecerdasan seseorang. Kondisi tersebut juga berlaku pada seluruh umur baik pada bayi, anak-anak, dewasa dan lansia (Kemkes, 2014).
Gizi pada bayi atau balita dapat dikatakan suatu yang harus dijaga karena pada saat itu terjadi suatu pertumbuhan serta perkembangan pada fisik yang tinggi dan rawan terjadi hal yang buruk. Balita dengan gizi yang tidak seimbang dikhawatirkan mudah mengalami penyakit infeksi yang dapat berujung pada penyakit kronis dan kematian (Kemkes, 2014). Gizi tidak seimbang bukan hanya membuat pertumbuhan bayi menjadi terhambat dan menurunkan berat badan, akan tetapi juga dapat mengakibatkan obesitas karena mengalami kelebihan gizi.
Pihak orang tua maupun pegawai pelayanan kesehataan masyarakat harus memperhatikan makanan dan mengontrol tumbuh kembang pada balita secara teratur, mulai dari menjaga pola makan dengan cara mengatur komposisi makanan yang berpengaruh pada keadaan gizi balita. Dimana dalam mengatur komposisi makanan yang diberikan oleh balita tentu harus memiliki kandungan gizi yang lengkap dan baik untuk tumbuh kembang balita tersebut, seperti memberikan makanan yang mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati dan lemak. Selain hal itu pemberian ASI Eksklusif perlu diperhatikan terutama pada balita umur 0-6 bulan (Kemkes, 2014). Kondisi tersebut sering dianggap tidak begitu penting bagi sebagaian orang tua dan kurangnya pemahaman mengenai resiko yang ditimbulkan akibat kebutuhan gizi balita yang tidak seimbang. Bahkan menurut data Riskesdas 2007, 2010, 2013 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki balita dengan resiko menderita obesitas pada balita cukup tinggi yakni sebesar 12,2% (Kemkes, 2014).
Dengan kondisi diatas diperlukan sebuah penelitian untuk melakukan optimasi gizi pada komposisi makanan untuk balita. Untuk melakukan penelitian ini dapat menggunakan berbagai metode untuk melakukan optimasi, yakni swarm intelligence dan algoritma genetika. Dengan metode swarm intelligence dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan optimasi dalam mencari solusi (Mansura, Prahasto dan Farikhin, 2014). Sedangkan algoritma genetika adalah algoritma pencarian solusi yang mampu menyelesaikan
suatu masalah yang cukup kompleks (Mahmudy, 2015). Akan tetapi, algoritma genetika memiliki berbagai kelemahan salah satunya adalah sering mengalami konvergensi dini sehingga untuk mengatasinya perlu dikombinasikan dengan metode-metode seperti algoritma particle swarm optimization, simulated annealing, local search, variable neighbourhoods search (VNS) dan metode-metode lainnya (Mahmudy, 2015).
Beberapa penelitian pernah dilakukan dengan menggunakan metode algoritma genetika, seperti yang dilakukan oleh Suprayogi dan Mahmudy (2015) yang menerapkan algoritma genetika untuk menyelesaikan permasalahan pencarian rute terpendek dengan menggunakan vahicle routing problem with time windows (VRPTW). Selanjutnya penerapan algoritma genetika terkait permasalahan gizi juga pernah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi biaya untuk pemenuhan gizi dan nutrisi pada umur lanjut (Suci, Mahmudy, Putri, 2015).
Untuk metode algoritma simulated annealing sudah diimplementasikan pada sebuah kasus untuk melakukan penjadwalan produksi rokok. Pada penelitian tersebut menggunakan sebuah aturan Earliest Due Date
(EDD) sebagai jadwal inisiasi dalam meminimasi nilai Max. Tardiness. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa algoritma
simulaed annealing dapat menghasilkan jadwal yang lebih efisien dari jadwal yang ada sebelumnya digunakan (Azmi, Sugiono, Tantrika, 2015). Selanjutnya penelitian dengan menggunakan algoritma simulated annealing
juga dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan diagnosis kanker. Pada penelitian tersebut algoritma simulated annealing
dikombinasikan dengan fuzzy clustering yang menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa penggunaan algoritma tersebut dapat mencari solusi dan menghasilkan cluster yang lebih baik (Wang, Garibaldi, 2005). Selain itu, penelitian dengan menggunakan algoritma simulated annealing juga pernah dilakukan oleh Mahmudy (2014) yang menerapkan untuk mengoptimasi dengan VRPTW. Dalam penelitian tersebut, simulated annealing
terbukti dapat menemukan sebuah solusi yang baik dalam waktu singkat.
Dari uraian sebelumnya mengenai definisi metode-metode dan penelitan yang telah ada, maka metode yang dirasa cukup baik untuk menyelesaikan permasalahan untuk
mengoptimasi gizi pada komposisi makanan untuk balita adalah dengan menggunakan metode hybrid algoritma genetika dengan
simulated annealing. Dengan melakukan hibridisasi maka dapat menyeimbangkan kemampuan algoritma genetika dalam mengeksplorasi ruang lingkup dan mengeksploitasi daerah lokal pada saat melakukan pencarian solusi, sehingga dapat menghasilkan solusi yang lebih baik (Mahmudy, Marian, & Luong, 2013). Algoritma genetika memiliki beberapa struktur dan operator yang cukup kompleks untuk mendukung permasalahan tersebut, sedangkan
simulated annealing dapat membantu menutupi kekurangan dari algoritma genetika dalam hal mencari sebuah solusi di daerah optimum lokal. Diharapkan dengan menggunakan metode
hybrid algoritma genetika dengan simulated annealing dapat mengetahui kandungan berat makanan yang dianjurkan dan mengandung kandungan gizi yang seimbang, seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
2. KEBUTUHAN GIZI BALITA
Gizi pada balita adalah suatu yang penting untuk selalu diperhatikan. Hal tersebut dikarenakan pada umur dibawah lima tahun banyak mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang paling pesat. Status gizi pada saat itu akan memberikan dampak yang cukup besar bagi tumbuh kembang balita nantinya. Dalam pemenuhan gizi balita dapat dibedakan berdasarkan umur, berat badan dan tinggi badan balita tersebut (Kemkes, 2014). 2.1. Perhitungan Kebutuhan Gizi
Untuk mengetahui kebutuhan gizi balita dapat dengan cara menentukan jumlah kalori yang memerlukan beberapa kategori yakni umur, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan. Untuk nilai toleransi penyusunan atau penetapan kalori balita sebesar ± 10 %.
Dalam menghitung kebutuhan energi balita dapat menggunakan persamaan seperti dibawah ini:
Balita umur 7-12 bulan
TEE = (89 x BB – 100) + 22 Kal (1) Balita umur 13-35 bulan
TEE = (89 x BB – 100) + 20 Kal (2) Balita dengan umur36 bulan keatas dan berjenis kelamin laki-laki
TEE = (88.5 – (61.9 x U) + PA x (26.7 x BB +
903 x TB)) + 20 Kal (3)
Balita dengan umur 36 bulan keatas dan berjenis kelamin perempuan
TEE = (135.3 – (30.8 x U) + PA x (10 x BB +
934 x TB)) + 20 Kal (4)
Keterangan
TEE = Total Energy Expenditure (Kal) BB = Berat badan (Kg)
TB = Tinggi Badan (m)
U = Umur
PA = Koefisien aktivitas fisik
Koefisien aktivitas fisik balita pada umur dibawah 3 tahun dapat dikatakan sangat ringan, sedangkan untuk umur yang lainnya pada masa balita ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tabel Aktifitas Fisik
PA Laki – laki Perempuan
Sangat ringan 1 1
Ringan 1.13 1.16
Aktif 1.26 1.31
Sangat aktif 1.42 1.56
(Sumber : (IOM), 2015 dalam penelitian Hardinsyah dkk, 2012)
Kemudian menghitung kebutuhan asupan karbohidrat, protein, dan lemak pada balita dalam satu hari. Presentase kebutuhan energi dari karbohidrat, protein, dan lemak ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Tabel Presentase Kebutuhan Energi
Umur Energi Karbohidrat (%) Energi Protein (%) Energi Lemak (%) Total 0-5 bln 54.4 9.4 36.2 100 6-11 bln 59.8 11.2 29.0 100 1-3 th 59.3 13.0 27.9 100 4-6 th 59.8 13.1 27.0 100 (Sumber : Hardinsyah dkk, 2012)
Selanjutnya menghitung berat makanan yang dianjurkan untuk balita dapat menggunakan persamaan seperti dibawah ini:
nilai gen (Maks – Min) + Min (5)
Keterangan:
- Nilai gen pada representasi kromosom yang akan digunakan memiliki interval [0..1] -> nilai gen maksimal adalah 1.
- Maks dan Min merupakan nilai proporsi kebutuhan zat gizi balita per data makanan. 2.2. Hybrid Algoritma Genetika dan Simulated Annealing
Dalam melakukan hybrid algoritma genetika dan simulated annealing ini dilakukan untuk melengkapi masing-masing algoritma tersebut. Algoritma genetika memiliki sifat konvergen yang prematur dimana operator genetik yang digunakan tidak dapat menghasilkan keturunan yang lebih baik dari induknya. Sedangkan untuk simulated annealing memiliki kelemahan yang hanya dapat menyimpan satu solusi. Sehingga dari kelemahan tersebut akan mencoba dihilangkan dengan mengkombinasikan kedua algoritma tersebut. Simulated annealing dapat memanfaatan pengendalian penjadwalan pada penurunan temperatur untuk bertahan dalam menghadapi lokal optimum (Sofianti, 2014). Selanjutnya untuk algoritma genetika mampu memilih solusi terbaik dari individu yang baru maupun individu awal atau induk selama individu tersebut memiliki nilai fitness yang tinggi. Berikut adalah proses dari hybrid
algoritma genetika dan simulated annealing: 1. Memasukkan parameter dari algoritma
genetika dan simulated annealing seperti populasi, probabilitas mutasi (Mr),
probabilitas crossover (Cr), generasi,
temperatur awal (T0), alpha (α), dan
temperatur akhir (Tn).
2. Melakukan proses inisialisasi populasi awal secara acak.
3. Melakukan proses reproduksi crossover dan mutasi.
4. Melakukan perhitungan fitness
keseluruhan populasi. 5. Melakukan proses seleksi.
6. Melakukan proses simulated annealing
yang mengambil individu yang lolos seleksi atau memiliki nilai fitness terbaik. 7. Menyelesaikan proses hingga mencapai
iterasi maksimum, jika sudah mecapai iterasi maksimum maka proses selesai dan akan menghasilkan individu terbaik dari proses optimasi.
3. PERANCANGAN ALGORITMA
Proses penyelesaian permasalahan optimasi kebutuhan gizi untuk balita dengan menggunakan hybrid algoritma genetika dan
simulated annealing memiliki langkah-langkah yang ditunjukkan pada Gambar 1
Gambar 1 Flowchart Hybrid Algoritma Genetika dan Simulated Annealing
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung kebutuhan gizi balita. Selanjutnya melakukan membentuk suatu pencarian solusi dalam bentuk rekomendasi bahan makanan menggunakan hybrid algoritma genetika dan simulated annealing. Representasi kromosom dalam bahan makanan tersebut menggunakan dua segmen. Segmen pertama dalam bilangan integer yang menunjukkan indeks atau nomor makanan dan segmen kedua dalam bilangan real code interval [0..1] yang menunjukkan berat makanan atau proporsi yang dianjurkan oleh sistem dalam satu hari yang terdiri 15 tersusun atas makan pagi, siang dan malam. Contoh representasi kromosom untuk makan pagi dapat ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Representasi Kromosom Indeks Proporsi Makan Pagi K 11 0.2 PH 5 0.4 PN 9 0.5 S 1 0.1 PL 0 0.8 Keterangan: K = Karbohidrat PH = Protein Hewani PN = Protein Nabati S = Sayuran PL = Pelengkap
Dari representasi kromosom di atas kemudian dilakukan proses perhitungan berat makanan sesuai dengan persamaan 5, dan harga makanan yang disesuaikan. Selanjutnya melakukan perhitungan penalti yang didapatkan dari perkalian nilai prioritas masing-masing kandungan makanan dengan selisih antara masing-masing kebutuhan yang dianjurkan dengan total kebutuhan yang diperlukan. Sedangkan untuk perhitungan fitness dengan menggunakan dan (6).
Fitness: 1000 (6)
total penalti + total harga
Pada persamaan di atas, nilai konstanta 1000 merupakan kisaran rata-rata total penalti dan kisaran rata-rata total harga makanan (Rianawati & Mahmudy, 2015). Kemudian dibagi dengan jumlah total penalti dan total harga yang didapatkan.
Selanjutnya melakukan inisialisasi populasi awal sebanyak populasi yang telah ditentukan. Contoh dari inisialisasi populasi awal ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Inisialisasi Populasi Awal
Indeks Proporsi P1 P2 P3 P1 P2 P3 Makan Pagi K 11 7 4 0.2 0.5 0.4 PH 5 13 17 0.4 0.9 0.9 PN 9 2 10 0.5 0.3 0.1 S 1 3 8 0.1 0.3 0.2 PL 0 7 14 0.8 0.3 0.1
Dari inisialisasi populasi awal di atas
dilakukan proses reproduksi crossover dan mutasi. Untuk crossover menggunakan metode
extended intermediate crossover dengan memilih dua induk secara acak. Persamaan metode tersebut seperti pada persamaan (7) dan (8) (Mahmudy, 2015).
C1 = P1 + α (P2 – P1) (7) C2 = P2 + α (P1 – P2) (8) Keterangan:
C1 & C2 = offspring dari induk P1 & P2 = induk yang terpilih
α = bilangan random
Jika hanya menghasilkan 1 offspring dan nilai α = 0.5 maka hasil proses crossover dari induk P1 dan P2 pada inisialisasi populasi awal seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil Crossover
Indeks Proporsi Makan Pagi K 9 0.35 PH 9 0.65 PN 6 0.4 S 3 0.2 PL 4 0.45
Sedangkan untuk mutasi menggunakan metode random mutation dengan persamaan (9) (Mahmudy, 2015)
x’i = x’i + r (maxi - minj) (9)
Keterangan:
- (maxi - minj) = domain variabel ij
- x’i, x’n = offspring yang
dihasilkan
- r = range r (random)
Jika misal r = 0,001, maxi = 0,9 minj = 0,02
dan induk yang dipilih adalah P3 maka didapatkan hasil mutasi dari induk P3 seperti pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil Mutasi
Indeks Proporsi Makan Pagi K 4 0.4008 PH 17 0.9008 PN 10 0.1008 S 8 0.2008 PL 14 0.1008
Selanjutnya dari individu yang ada (induk dan offspring) akan diseleksi menggunakan metode elitism berdasarkan nilai fitness yang dihasilkan dari persamaan (6). Individu yang memiliki fitness terbesar akan lolos untuk proses simulated annealing. Proses dari
simulated annealing
1. Melakukan proses perulangan terkait batas temperatur awal (T0), dan temperatur akhir
(Tn).
2. Melakukan proses neigborhood (memodifikasi kromosom) individu dengan nilai fitness terbaik untuk menghasilkan individu baru dan menghitung juga nilai fitnessnya (E. Aycan & T.Ayav, 2009).
3. Melakukan perbandingan, jika selisih nilai
fitness antara individu baru dengan individu lama. Jika ∆E lebih dari atau sama dengan 0 maka individu baru tersebut akan mengganti individu lama (Orkcu, 2013). 4. Jika nilai ∆E kurang dari 0 maka proses
akan dilanjutkan dengan melakukan perbandingan antara probabilitas Boltzman
dengan angka random (Orkcu, 2013).
exp(-(∆E/T)) ≥ δ (10) Keterangan:
∆E = Selisih nilai cost / fitness
T = Temperatur saat ini
δ = bilangan random antara 0-1 Kemudian jika persamaan (10) terpenuhi maka individu baru tersebut akan mengganti individu lama. Jika tidak terpenuhi maka proses akan dilanjutkan dengan melakukan penurunan suhu menggunakan persamaan (11) dan melakukan kembali proses perulangan pada langkah pertama.
T0+n = α x Ts (11) Keterangan:
T0+n = Temperatur untuk iterasi berikutnya
α = Alpha
Ts = Temperatur saat ini
Proses akan berhenti jika temperatur
awal telah mencapai temperatur akhir atau iterasi maksimal.
4. PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Pengujian dan pembahasan pada penelitian ini dilakukan lima kali pengujian berdasarkan berdasarkan ukuran populasi banyaknya generasi, pengujian kombinasi nilai Cr dan Mr,
pengujian nilai alpha, dan pengujian nilai T0
untuk mengetahui parameter terbaik yang digunakan untuk mengoptimasi kebutuhan gizi pada salah satu balita.
4.1. Pengujian Ukuran Populasi
Dengan parameter algoritma yang digunakan seperti Cr = 0.3, Mr = 0.4, generasi =
1, T0 = 0.5, α = 0.7, dan Tn = 0.2. Untuk ukuran
populasi dimulai dari kelipatan 10 sampai 100. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Grafik Rata-rata Nilai Fitness
Berdasarkan Pengujian Ukuran Populasi
Pada Gambar 2
bahwa semakin besar
ukuran
populasi
maka
nilai
fitness
cenderung akan semakin besar. Dari hal
tersebut dapat dikatakan bahwa semakin
besar ukuran populasi
maka semakin besar
nilai
fitness
yang dihasilkan dari banyaknya
variasi individu yang dihasilkan. Seperti
pada pengujian yang dilakukan yang
menghasilkan nilai rata-rata
fitness
terendah
sebesar 0.05658 terjadi pada ukuran
populasi
10. Kemudian nilai rata-rata
fitness
tertinggi sebesar 0.067 terjadi pada
ukuran populasi 100 yang akan digunakan
sebagai parameter jumlah populasi
pada
pengujian selanjutnya. Sedangkan pada
percobaan jumlah populasi
50 dan 60
mengalami penurunan rata-rata nilai
fitness
yang signifikan semula sebesar 0.0663
menjadi 0.06244. Hal tersebut dikarenakan
populasi awal dibangkitkan secara random
sehingga tidak menjamin bahwa nilai
rata-rata
fitness
akan tetap. Selain itu juga
didukung dengan kondisi bahwa rata-rata
nilai
fitness
tidak dapat meningkat secara
signifikan dan hal tersebut memang sudah
hal umum terjadi pada algoritma
heuristic
(Wijayaningrum dan Mahmudy, 2016).
4.2. Pengujian Banyaknya Generasi
Dengan menggunakan parameter algoritma yang digunakan seperti Cr = 0.3, Mr = 0.4,
ukuran populasi = 100, T0 = 0.5, α = 0.7, dan
Tn = 0.2. Untuk jumlah atau banyaknya generasi
dimulai dari kelipatan 10 sampai 100. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik Rata-rata Nilai Fitness
Berdasarkan Pengujian Banyaknya Generasi
Pada Gambar 3
menunjukkan bahwa
rata-rata nilai
fitness
terbesar terjadi pada
generasi
= 50 sebesar 0.07072 yang
selanjutnya akan digunakan pada pengujian
selanjutnya. Sedangkan untuk rata-rata nilai
fitness
terkecil terjadi pada generasi
= 10
yakni sebesar 0.06510. Kemudian untuk
pengujian banyaknya generasi dari
30 ke 40
dan 50 sampai 70 mengalami penurunan
rata-rata nilai
fitness
sedangkan pada
generasi dari 40 ke 50 dan 70 ke 80
mengalami peningkatkan rata-rata nilai
fitness
yang cukup signifikan. Kemudian
pada pengujian dengan banyaknya generasi
80-100 penaikan dan penurunan nilai
rata-rata
fitness
yang stabil. Sehingga hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah
atau banyaknya generasi yang ditingkatkan
tidak membuat perubahan rata-rata nilai
fitness
yang signifigkan. Hal tersebut juga
terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh
Rianawati dan Mahmudi (2015).
4.3. Pengujian Kombinasi Nilai Cr dan Mr Dengan parameter algoritma yang
digunakan seperti ukuran populasi = 100, generasi = 50, T0 = 0.5, α = 0.7, dan Tn = 0.2.
Untuk kombinasi nilai Cr dan Mr dimulai dari
bilangan 0.1 sampai 1. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Grafik Rata-rata Nilai Fitness
Berdasarkan Pengujian Nilai Cr dan Mr Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa rata-rata nilai fitness terbesar terjadi pada kombinasi nilai Cr = 0.8 dan Mr = 0.3 sebesar 0.07132
yang akan digunakan sebagai sebagai parameter Cr dan Mr untuk pengujian selanjutnya.
Sedangkan untuk percobaan pengujian yang lainnya mengalami beberapa penurunan rata-rata nilai fitness yang sering terjadi seperti pada kombinasi nilai Cr = 0.1 dan Mr = 1 dengan nilai
Cr = 0.2 dan Mr = 0.9 serta pada kombinasi nilai
Cr = 0.6 dan Mr = 0.5 dengan nilai Cr = 0.7 dan
Mr = 0.4. Jika dilihat dari rata-rata nilai fitness
yang hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai Cr lebih perpengaruh dibandingkan
dengan nilai Mr. Selain itu, pada jika nilai Cr
dan Mr semakin besar maka akan menghasilkan
individu yang semakin besar pula. Sehingga kemungkinan adanya variasi nilai fitness yang optimal juga semakin besar (Suprayogi dan Mahmudy, 2015).
4.4. Pengujian Nilai Alpha
Dengan parameter algoritma yang digunakan seperti ukuran populasi = 100, generasi = 50, T0 = 0.5, Cr = 0.8, Mr = 0.3 , dan
Tn = 0.2. Untuk nilai alpha dimulai dari
bilangan 0.1 sampai 0.9. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Grafik Rata-rata Nilai Fitness
Berdasarkan Pengujian Nilai Alpha
Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa rata-rata nilai fitness terbesar terjadi pada nilai alpha = 0.8 sebesar 0.0705 yang akan digunakan sebagai parameter nilai alpha untuk pengujian selanjutnya. Sedangkan untuk rata-rata nilai
fitness terkecil terjadi pada nilai alpha = 0.5 sebesar 0.06689. Kemudian untuk pengujian dari nilai alpha 0.1 sampai 0.5 mengalami penurunan rata-rata nilai fitness sedangkan pada nilai alpha 0.7 menuju 0.8 mengalami peningkatkan rata-rata nilai fitness yang cukup signifikan. Sehingga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai alpha akan memperluas ruang pencarian solusi pada proses simulated annealing akan tetapi tidak atau belum tentu memberikan pengaruh terhadap rata-rata nilai fitness yang dihasilkan karena pengaruh dari sifat stochastic pada algoritma itu sendiri (Huda, Basuki & Santoso, 2003).
4.5. Pengujian Nilai T0
Dengan parameter algoritma yang digunakan seperti ukuran populasi = 100, generasi = 50, α = 0.8, Cr = 0.8, Mr = 0.3 , dan
Tn = 0.2. Untuk nilai T0 dimulai dari bilangan
0.25 sampai 2.5. Hasil pengujian dapat ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Rata-rata Nilai Fitness
Berdasarkan Pengujian Nilai T0
Pada Gambar 6 Pada Gambar 6.5
menunjukkan bahwa rata-rata nilai fitness
terbesar terjadi pada nilai T0 = 2 sebesar
0.07075 dan untuk rata-rata nilai fitness terkecil terjadi pada nilai T0 = 1.25 sebesar 0.06839.
Kemudian untuk pengujian dari nilai T0 = 0.75 -
1.25 dan T0 = 2 – 2.5 mengalami penurunan
rata-rata nilai fitness. Akan tetapi pada T0 =
1.25 - 2 mengalami peningkatan rata-rata nilai
fitness. Sehingga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai T0 maka tidak
menjamin akan menghasilkan nilai fitness atau solusi yang lebih baik.
4.6. Analisa Hasil
Dari hasil dan pembahasan pada pengujian yang telah dilakukan didapatkan parameter yang dibutuhkan dan terbaik seperti banyaknya generasi = 50, ukuran populasi = 100, Cr = 0.8,
Mr = 0.3, α = 0.8, T0 = 2, dan Tn = 0.2. Maka
menghasilkan suatu rekomendasi makanan dari sistem, dan kemudian dilakukan perbandingan dengan kebutuhan kandungan gizi yang sebenarnya. Perbandingan tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Perbandingan Kebutuhan Kandungan Gizi
Kandungan Gizi Makanan Kebutuhan Gizi Balita Sebenarnya Kebutuhan Gizi Rekomendasi Sistem Karbohidrat 211.48308875 204.80862 Protein 46.32823525 47.82661 Lemak 42.438078 45.52744
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan kalori yang direkomendasikan sistem belum sesuai atau mendekati dengan kebutuhan kalori balita yang sebenarnya. Selain itu jumlah kalori yang dibutuhkan juga belum sesuai, yang mana kebutuhan kalori balita sebenarnya yaitu sebesar 1414.6026 dengan kebutuhan kalori yang direkomendasikan sistem sebesar
1390.31314
. Akan tetapi, hasil kebutuhan kalori rekomendasi makanan dari sistem masih memasuki batas toleransi dalam penyusunan atau penetapan sebesar± 10 %.
5. KESIMPULAN
Dalam penerapan hybrid algoritma genetika dan simulated annealing ini menggunakan representasi kromosom dua segmen, segmen pertama dengan menggunakan bilangan integer untuk menunjukkan indeks atau nomor
makanan sedangkan segmen kedua dalam bilangan real code yang menunjukkan atau merepresentasikan berat makanan yang dianjurkan. Untuk proses reproduksi yang dilakukan menggunakan metode extended intermediate crossover dan random mutation. Kemudian untuk seleksi menggunakan metode
elitism. Dari hasil seleksi atau generasi terbaik dari algoritma genetika akan diproses pada algoritma simulated annealing.
Pengujian yang dilakukan menghasilkan rata-rata nilai fitness berdasarkan pengujian ukuran populasi terbesar yakni 0.067. Untuk hasil pengujian banyaknya generasi sebesar 0.07072 sedangkan hasil pengujian kombinasi nilai Cr dan Mr sebesar 0.067132. Untuk hasil
pengujian nilai alpha sebesar 0.0705 dan hasil pengujian nilai T0 sebesar 0.07075. Sehingga
dari analisa hasil pengujian yang dilakukan menghasilkan rata-rata nilai fitness sebesar 0.10106.
Hasil dari pengujian yang dilakukan diketahui bahwa kebutuhan kalori balita yang sebenarnya belum sesuai atau belum mendekati
dengan kebutuhan kalori yang
direkomendasikan. Akan tetapi masih berada pada batas toleransi penetapan atau penyusunan kalori. Sehingga implementasi hybrid algoritma genetika dan simulated annealing ini mampu mengoptimasi kebutuhan gizi balita dengan baik.
Selain itu, dari pengujian dan analisa hasil yang telah dilakukan didapatkan beberapa saran yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan pengembangan penelitian selanjutnya, yakni dapat menambah kandungan gizi yang digunakan seperti vitamin, kalsium dan sebagainya untuk lebih memenuhi kebutuhan gizi balita. Selain itu, metode yang digunakan pun juga dapat dikembangkan lebih lanjut seperti dengan menggunakan metode crossover, mutasi dan seleksi yang lainnya, atau dapat mengkombinasikan dengan metode algoritma genetika dengan metode lainnya untuk mengatasi konvergensi dini pada algoritma genetika sehingga dapat menghasilkan solusi yang lebih baik.
Kemudian, untuk data bahan makanan yang digunakan diharapkan dapat dengan mempertimbangkan kelayakan bahan makanan untuk dikonsumsi balita, serta dapat menggunakan rumus perhitungan fitness yang tidak terpengaruh pada besarnya nilai variabel
harga dan memperbanyak variasi data bahan makanan agar dapat menghasilkan kebutuhan kalori balita sebenarnya dengan kebutuhan kalori rekomendasi oleh sistem yang mendekati ataupun sama. Rekomendasi makanan pada penelitian ini juga dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan balita seperti misalnya alergi tidaknya balita dalam mengonsumsi makanan, ataupun penyakit lainnya.
6. DAFTAR PUSTAKA
Aycan, E. & Ayav, T. 2009. Solving the Cource Schedulling Problem Using Simulated Annealing. IEEE International Advance Computing Conference, 462-466. Azmi, MH. Sugiono. Tantrika, CFM. 2015.
Penjadwalan Produksi Rokok Untuk Meminimalkan Maximum Tardiness Menggunakan Algoritma Simulated Annealing (Studi Kasus di PR. Adi Bungsu Malang). Jurusan Teknik Industri, Universitas Brawijaya. Vol 3, no 2.
Hardinsyah. Riyadi, A. Napitupulu, V. 2012.
Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat. Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB.
Huda, M. Basuki, A. & Santoso, TB. 2003.
Penyelesaian Alokasi Kanal Radio Dinamis dengan Menggunakan Metoda Simulated Annealing (SA). IES, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
(IOM) Institute of Medicine. 2015. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids.
A Report of the Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Users of Dietary Reference Intakes, and the Standing Commitee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. National Academics Press, Washington, DC. (Kemkes) Kementrian Kesehatan RI. 2014.
Pedoman Gizi Seimbang.
Mahmudy, WF. 2015. Dasar-Dasar Algoritma Evolusi. Universitas Brawijaya. Malang.
Mahmudy, WF. 2014, Improved Simulated Annealing For Optimization Of Vehicle
Routing Problem With Time Windows (VRPTW). Kursor, Vol. 7, no. 3. Mahmudy, WF. Marian, RM & Luong, LHS.
2013, Hybrid genetic algorithms for multi-period part type selection and machine loading problems in flexible manufacturing system, IEEE International Conference on Computational Intelligence and Cybernetics. Yogyakarta, Indonesia. 3-4 December, pp. 126-130.
Mansura, Prahasto, T & Farikhin. 2014.
Particle Swarm Optimization Untuk Sistem Informasi Penjadwalan Resource Di Perguruan Tinggi. Jurusan Matematika, Fakultas Sains Matematika, Universitas
Diponegoro Semarang. No. 2.
Orkcu, HH. 2013. Subset Selection in Multiple Linear Regression Models : A Hybrid of Genetic and Simulated Annealing Algorithms. Applied Mathematics and computation, 11018-11028.
Rianawati, A & Mahmudy, WF. 2015.
Implementasi Algoritma Genetika Untuk Optimasi Komposisi Makanan Bagi Penderita Diabetes Mellitus, DORO: Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK Universitas Brawijaya. vol. 7, no. 7.
Sofianti, TD. 2004. Penjadwalan Multipurpose Batch Chemical Plant Dengan Metode Optimasi Gabungan : Algoritma Genetika – Simulated Annealing.
Proceedings, Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT2004). Auditorium Universitas Gunadarma, Jakarta. Suci, WW. Mahmudy, WF. Putri, RRM. 2015.
Optimasi Biaya Pemenuhan Gizi Dan Nutrisi Pada Manusia Lanjut Usia Menggunakan Algoritma Genetika,DORO: Repository Jurnal Mahasiswa PTIIK Universitas Brawijaya. vol. 5, no.17.
Suprayogi, DA & Mahmudy, WF. 2015.
Penerapan Algoritma Genetika Traveling Salesman Problem with Time Window: Studi Kasus Rute Antar Jemput Laundry. Jurnal Buana Informatika. Vol. 6, no. 2.
Wang, X. Garibaldi, JM. 2005. Simulated Annealing Fuzzy Clustering in Cancer Diagnosis. The University of Nottingham, Jubilee Campus, Wollaton
Road, United Kingdom.
Wijayaningrum, VN. Mahmudy, WF. 2016.
Optimization of Ship’s Route Scheduling Using Genetic Algorithm.
Indonesian Journal of Electrical Engineering and Computer Science,