• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN BERMAIN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA KELOMPOK B1 DI TK WIDYA SESANA SANGSIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN BERMAIN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJASAMA KELOMPOK B1 DI TK WIDYA SESANA SANGSIT"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN BERMAIN ULAR TANGGA UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN KERJASAMA KELOMPOK B1

DI TK WIDYA SESANA SANGSIT

Komang Cahya Swastrini

1

, Putu Aditya Antara

2

, Luh Ayu Tirtayani

3 1

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

rien_nie33@yahoo.co.id

1

,

putu.aditya.antara@gmail.com

2

,

ayu.tirtayani@undiksha.ac.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan kerjasama melalui kegiatan bermain ular tangga pada anak kelompok B1 semester II tahun 2015/2016 di TK Widya Sesana Sangsit. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari tahap rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah 15 orang anak pada Kelompok B1 Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016. Data penelitian tentang kemampuan kerjasama dikumpulkan dengan nenggunakan metode observasi dengan instrumen berupa lembar observasi. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan kerjasama anak kelompok B1 TK Widya Sesana Sangsit, setelah diterapkan metode bermain menggunakan media ular tangga sebesar 14,84%. Ini terlihat dari peningkatan rata-rata persentase kemampuan kerjasama anak pada siklus I sebesar 67,38% yang berada pada kategori sedang dan siklus II sebesar 82,22% yang berada pada kategori tinggi.

Kata-kata kunci: metode bermain, media ular tangga, kemampuan kerjasama

Abstract

This study aims to determine the increase collaboration skills through play snakes and ladders on children in group B1 in the second semester of the 2015/2016 kindergarten Widya Sangsit Sesana. This research is a classroom action research conducted in two cycles. Each cycle consists of a stage plan of action, action, observation/ evaluation and reflection. Subjects in this study were 15 children in the group B1 Semester II Academic Year 2015/2016. Data collected research on the ability of cooperation with nenggunakan observation method with instruments such as observation sheet. The data were analyzed using descriptive statistical analysis and quantitative statistical analysis methods. The result showed that there was an increase cooperation skills of children in group B1 TK Widya Sesana Sangsit, once implemented method using a media playing snakes and ladders of 14.84%. This is evident from the increase in the average percentage of cooperation skills of children in the first cycle of 67.38% which are in the moderate category and the second cycle of 82.22% which is at the high category.

Keywords : method of playing, media snake ladder, cooperation skills

PENDAHULUAN

Anak adalah generasi penerus yang wajib untuk dibimbing, memberikan

pendidikan yang terbaik, serta

mengupayakan kesejahteraannya sesuai kemampuan yang dimiliki orang tua,

(2)

karena anak adalah masa depan keluarga. Memberikan pendidikan yang baik adalah tanggungjawab orang tua dan pendidik, yang kemudian akan menjadi teladan bagi anak-anaknya

Menurut DEPDIKNAS (2006:1) Pendidikan Taman Kanak-kanak adalah “Tempat bagi anak usia dini untuk mengembangkan pondasi dasar”. Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini

pada jalur pendidikan yang

menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia dini 4-6 tahun (Sujiono, 2011:22). Taman Kanak-kanak dalam hal

ini disingkat TK, sangat penting

dilaksanakan sebagai dasar bagi

pembentukan kepribadian manusia secara utuh, yaitu pembentukan karakter, budi pekerti luhur, cerdas, ceria, terampil, dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa. TK merupakan tahap awal proses pendidikan yang diselenggarakan secara terstruktur. Penyelenggaraan TK dalam

upaya pembentukan sumber daya

manusia, agar kelak mampu menjadi generasi yang handal. Selain itu juga, mampu membangun bangsanya serta memiliki harkat dan martabat yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di era globalisasi.

Setiap pendidik pada pendidikan anak usia dini menyadari bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, anak diajak untuk

bereksplorasi, menemukan,

mengekspresikan perasaannya, anak bisa berkreasi dan memanfaatkan objek-objek

yang dekat dengannya, sehingga

pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Bermain juga merupakan sebuah

kebutuhan, melalui bermain anak

mencoba hal-hal yang baru.

Proses pelaksanakan kegiatan pembelajaran di TK, harus dilakukan

dalam situasi yang menyenangkan

sehingga anak tidak merasa bosan dalam

mengikuti pembelajaran. Pengalaman

yang diperoleh anak dari lingkungan, termasuk stimulasi yang diberikan oleh orang dewasa, akan mempengaruhi kehidupan anak di masa yang akan datang. Karena itu diperlukan upaya yang mampu memfasilitasi anak dalam masa

tumbuh kembangnya berupa kegiatan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan usia, kebutuhan, dan minat anak. Pengalaman anak-anak belajar di TK akan besar pengaruhnya bagi perkembangan usia anak pada jenjang pendidikan selanjutnya, baik ditinjau dari aspek nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional.

Salah satu aspek perkembangan anak yang sedang berkembang saat usia dini yaitu perkembangan sosial. Menurut

Hurlock (Nugraha, 2008:1.18)

perkembangan sosial merupakan

“Perolehan kemampuan berperilaku yang

sesuai dengan tuntutan sosial”.

Perkembangan sosial berhubungan

dengan perilaku anak dalam

menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan lingkungannya. Bagi anak usia dini, kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial mereka semakin berkembang (Mulyasa, 2014:31).

Perkembangan sosial pada anak terdapat beberapa jenis, salah satunya yaitu kemampuan kerjasama. Menurut Zubaedi (2011:49) kerjasama adalah “Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok”. Dimana pada kemampuan ini, anak sudah mulai mengenal beberapa hal seperti merespon, memberi, dan menerima menolak atau setuju dengan ide membina hubungan dengan anak lain, bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat, menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dapat memahami tingkah lakunya sendiri, dan paham setiap perbuatan ada

konsekuensinya (Prayuanti, 2014).

Kegiatan bermain dapat mengembangkan kemampuan kerjasama anak, sebab anak akan berinteraksi dengan teman yang lain. Menurut Catron dan Allen (dalam Sujiono, 2011:63) menyatakan bahwa “Melalui bermain anak dapat belajar kerjasama”.

Pengembangan sosial pada anak

usia dini merupakan bagian dari

kebutuhan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan anak usia dini pada dasarnya merupakan upaya

pemberian stimulasi, bimbingan

pengasuhan, dan pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi-potensi

(3)

dalam diri anak sesuai dengan aspek perkembangan anak.

Guru yang merupakan salah satu

tenaga pendidik yang membantu

mengarahkan anak didiknya ke tingkat yang lebih optimal tentu harus menguasai metode-metode pembelajaran di TK. Sebagai seorang guru, penulis selalu berharap agar proses pembelajaran bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu penulis sudah menerapkan beberapa strategi, diantaranya adalah mengajak anak belajar di luar kelas, menyusun balok, membuat bentuk dari bombik. Hal ini dilakukan berulang-ulang tetapi belum juga menemukan solusi yang tepat. Seorang guru TK harus mampu

menciptakan pembelajaran yang

menyenangkan, menantang peserta didik untuk aktif, sehingga dapat memacu perkembangan fisik serta psikologis anak

yang mampu mengembangkan

kemampuan kerjasama anak.

Anak yang memiliki kemampuan kerjasama yang memadai diyakini akan mampu membangun iklim yang kondusif, sehingga menimbulkan semangat dan motivasi belajar. Untuk itu kerjasama merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap anak guna menjalin hubungan kerjasama yang baik dan harmonis dengan guru dan sesama anak di kelas sehingga tujuan pembelajaran di kelas dapat tercapai.

Pada penelitian skripsi di TK, Adistyasari (2013) menemukan adanya

beberapa anak yang tidak sabar

menunggu giliran ketika melakukan

kegiatan, anak kurang kerjasama ketika bermain dan melakukan kegiatan secara

berkelompok. Nazayanti (2014)

menemukan adanya kemampuan

kerjasama anak di PAUD Terpadu belum berkembang sesuai harapan dan guru belum menseting kegiatan bermain balok

untuk meningkatkan kemampuan

kerjasama anak. Prayuanti (2014)

menemukan adanya kemampuan

kerjasama kurang berkembang karena pendidik jarang menggunakan metode bermain.

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, peneliti melakukan observasi yang dilakukan pada kelompok B1 di TK

Widya Sesana Sangsit, ditemukan bahwa kurangnya kemampuan kerjasama anak, seperti pada kegiatan menyusun balok dan membuat bentuk dengan bombik. Perilaku anak yang belum menunjukkan kerjasama tersebut antara lain: ada anak yang lebih menyukai melakukan kegiatan

sendiri daripada bersama dengan

temannya, tidak sabar menunggu giliran ketika melakukan kegiatan, anak kurang kerjasama ketika bermain dan melakukan kegiatan secara berkelompok.

Berdasarkan hasil penilaian pada semester 1 tahun pelajaran 2015/2016 ditemukan bahwa ada beberapa anak yang belum optimal dalam kemampuan kerjasama. Hal ini dapat dilihat dari jumlah 15 orang anak, terdapat 2 orang anak yang kemampuan kerjasamanya masih

dalam kategori belum berkembang

mendapat bintang (*). Sedangkan 10

orang anak dapat dikategorikan

kemampuan kerjasamanya masih dalam tahap mulai berkembang dan mendapat bintang (**). Hanya ada 3 orang anak

dapat dikategorikan kemampuan

kerjasamanya telah berkembang sesuai harapan mendapat bintang (***). Dari

data-data tersebut dapat dikatakan kemampuan kerjasama anak kelompok B1 di TK Widya Sesana Sangsit masih belum memuaskan sehingga perlu ditingkatkan.

Hambatan yang sering ditemui ataupun dihadapi guru dalam kegiatan pembelajaran adalah sulitnya menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses pembelajaran serta kurangnya media yang dapat menunjang dalam kegiatan pembelajaran. Walaupun kegiatan pembelajaran sudah dijelaskan oleh guru, tetapi banyak anak yang kurang aktif dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran, sehingga

perkembangan anak masih kurang

memuaskan. Metode yang digunakan guru

untuk menstimulasi kemampuan

kerjasama anak seperti metode bernyanyi, proyek, dan eksperimen, tetapi belum menunjukkan hasil yang memadai.

Berdasarkan hasil temuan, maka

perlu mengadakan diskusi dengan

pengelola dan guru-guru di TK Widya Sesana Sangsit guna meningkatkan kemampuan kerjasama anak dengan

(4)

menerapkan metode dan kegiatan yang

tepat. Dalam hal ini kemampuan

kerjasama dapat dilihat saat anak bermain ular tangga.

Penerapan pemanfaatan media ular tangga dilaksanakan dengan metode bermain. Menurut Moeslichatoen R. (1999:33) menyatakan metode bermain adalah “Suatu metode dimana anak akan

memperoleh kesempatan memilih

kegiatan yang disukainya, bereksperimen dengan bermacam alat bahan dan alat, berimajinasi, memecahkan masalah, dan bercakap-cakap secara bebas, berperan dalam kelompok, bekerjasama dalam kelompok, dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan”. Metode bermain diharapkan mampu memberikan hasil optimal dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dalam bermain ular tangga. Menurut

Moeslichatoen R. (1999:33) bahwa

metode bermain merupakan “Sarana yang dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk meningkatkan kemampuan

bekerjasama”. Menurut Prayuanti

(2014:16) metode bermain merupakan

Suatu kegiatan yang meningkatkan

kemampuan yang dimiliki oleh anak”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode bermain merupakan salah satu cara guru untuk dapat membuat anak-anak belajar melalui aktifitas yang khas tanpa paksaan, dimana anak akan melakukan aktivitas tersebut secara berulang-ulang setiap hari untuk mengembangkan kemampuan diri dan mencapai tujuan dari suatu proses pembelajaran.

Pada dasarnya bermain memiliki

tujuan utama yakni memelihara

perkembangan atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang kreatif dan interaktif dengan

lingkungan bermain anak (Sujiono,

2011:145). Manfaat dari metode bermain adalah sebagai berikut. a) Anak belajar menyadari keteraturan, peraturan, dan berlatih menjalankan komitmen yang dibangun dalam permainan tersebut; b) anak belajar menyelesaikan masalah dari kesulitan terendah sampai tertinggi; c) anak berlatih sabar menunggu giliran; d) anak berlatih bersaing dan membentuk

motivasi; e) anak-anak sejak dini belajar menghadapi resiko kekalahan yang

dihadapi dari permainan (Susanto,

2012:4).

Menurut Maisyaroh (2014:18)

permainan ular tangga adalah “kegiatan yang menyenangkan hati, dimainkan oleh sekelompok orang dengan menggunakan papan yang dibagi dalam kotak-kotak kecil dan dibeberapa kotak digambar sejumlah

“tangga” dan “ular” yang

menghubungkannya dengan kotak lain”.

Sedangkan Nurjatmika (2012:103) Ular tangga merupakan “Jenis permainan papan yang didesain khusus bagi anak umur 3 tahun ke atas”. Permainan ular tangga yang didesain khusus untuk anak usia TK biasanya memiliki jumlah karakter tampilan gambar papan yang lebih komplet dibandingkan dengan ular tangga bagi anak usia prasekolah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain ular tangga merupakan jenis permainan papan yang mengasyikkan, dibuat untuk anak usia 3 tahun ke atas yang dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah “tangga” dan “ular”.

Ada beberapa manfaat dari bermain ular tangga bagi anak adalah sebagai berikut. a) Ketika anak bermain, tentunya ia bermain secara bergiliran untuk mendapatkan kesempatan. Hal tersebut dapat memberikan manfaat baginya untuk melatih kesabaran dan bersosialisasi; b) Ketika bermain ular tangga, anak-anak akan selalu belajar kerjasama; c) Mengasah kemampuan kognitif pada anak, yaitu saat menghitung langkah dan titik-titik yang terdapat pada dadu, konsistensi dalam mengikuti aturan main, dan belajar memecahkan masalah juga

merupakan hal yang tidak kalah

pentingnya bagi anak; d) Mengajarkan

sportivitas dalam bentuk mengakui

kemenangan teman bermain. Hal ini penting didapatkan oleh anak; e) Melatih kemampuan motorik. Stimulasi untuk motorik halus juga diperoleh anak saat melempar dadu. Stimulasi untuk motorik kasar diperoleh anak saat menjadi pion (Nurjatmika, 2012:104).

Menurut Yusuf (2004:125); Susanto (2012:43); dan Yusuf (dalam Nurihsan,

(5)

2013:46) menyatakan bahwa kerjasama

(cooperation) adalah “Sikap mau bekerja

sama dengan kelompok”. Sedangkan Zubaedi (2011:49) kerjasama adalah “Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok”. Menurut Mulyasa (2014:73) kerjasama adalah “Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya mampu menjalin hubungan dengan orang lain dalam melaksanakan tindakan dan pekerjaan”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas

maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan kerjasama merupakan sikap yang dapat diajak dalam menyelesaikan sesuatu (kegiatan) secara bersama dalam suatu kelompok dan saling tolong-menolong satu sama lainnya.

Menurut Tedjasaputra (2001:88)

tujuan kerjasama adalah “Untuk

menyesuaikan diri dengan orang-orang atau situasi yang baru dikenalnya,

membina serta mempertahankan

hubungan dengan teman, belajar

mengendalikan diri, mau berbagi, dan mau menunggu giliran”. Menurut Syaodih (2005:44) manfaat kerjasama adalah “anak belajar memberi dan menerima, belajar berteman dan bekerja”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka perlu mencoba mengadakan suatu

penelitian tindakan kelas melalui

penerapan bermain ular tangga untuk meningkatkan kemampuan kerjasama kelompok B1 semester II tahun 2015/2016 di TK Widya Sesana Sangsit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui peningkatan kemampuan

kerjasama melalui kegiatan bermain ular tangga pada anak kelompok B1 semester II tahun 2015/2016 di TK Widya Sesana Sangsit.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran pada anak kelompok B1 di TK Widya Sesana Sangsit. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok B1 TK Widya Sesana Sangsit

yang berjumlah 15 anak, yang terdiri dari 9 anak perempuan dan 6 anak laki-laki.

Penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK). Agung (2011:24) menyatakan bahwa PTK merupakan “Penelitian yang bersifat aplikasi (terapan), terbatas, segera, dan hasilnya untuk

memperbaiki dan menyempurnakan

program pembelajaran yang sedang berjalan”. Sedangkan Wardhani (2008)

menyatakan bahwa PTK adalah

“Penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri,

dengan tujuan untuk memperbaiki

kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat”.

Pengumpulan data dalam

kemampuan kerjasama digunakan metode

observasi terhadap kegiatan yang

dilakukan oleh anak pada proses belajar mengajar berlangsung. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data tersebut berupa lembar observasi. Dalam penelitian ini, metode observasi digunakan

untuk mengumpulkan data tentang

kemampuan kerjasama.

Penelitian ini menggunakan dua metode analisis data, yaitu: metode analisis statistik deskriptif dan metode deskriptif kuantitatif. Pada penerapan metode analisis statistik deskriptif, data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan ke dalam 1) tabel distribusi frekuensi, 2) menghitung angka rata-rata atau mean (M), 3) menghitung modus (Mo), 4) menghitung median (Me), 5) menyajikan ke dalam grafik polygon.

Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tinggi rendah data perkembangan sosial dalam kemampuan kerjasama yang ditentukan dengan menggunakan pedoman konversi Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Tingkat kemampuan kerjasama yang diperoleh anak hasilnya dikonversikan dengan cara, membandingkan angka rata-rata persen dengan kriteria penilaian

acuan patokan (PAP) skala lima.

Pedoman Penilaian Acuan Patokan

(PAP) Skala Lima (Agung, 2014: 118)

dapat dilihat seperti tabel 1 dibawah

ini.

(6)

Tabel 1. Pedoman PAP Skala Lima tentang tingkatan kemampuan kerjasama Persentase Kemampuan Kerjasama Kriteria Kemampuan Kerjasama 90 −100 80 − 89 65 − 79 55 − 64 0 − 54 Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data peningkatan kemampuan kerjasama pada penelitian siklus I disajikan didalam tabel distribusi frekuensi untuk memudahkan menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Setelah data diolah didapatkan M sebesar 10,00, Me sebesar 12,00 dan Modus sebesar 12,13. Ketiga data tersebut disajikan kedalam grafik polygon yang digambarkan sebagai berikut dalam gambar 1.

Gambar 1. Grafik tentang kemampuan kerjasama pada siklus I

Berdasarkan perhitungan dari

grafik Polygon di atas terlihat Mo < Me < M (10,00 < 12,00 < 12,13), sehingga dapat

disimpulkan bahwa sebaran data

kemampuan kerjasama pada siklus I merupakan kurva juling positif. Dalam

menentukan kemampuan kerjasama

dihitung dengan membandingkan M% dengan kriteria PAP skala lima. Nilai M% = 67,38 yang dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada rentang 65-79%

yang berarti bahwa kemampuan

kerjasama anak kelompok B1 di TK Widya Sesana Sangsit pada siklus I pada kriteria sedang.

Data peningkatan kemampuan kerjasama pada penelitian siklus II disajikan didalam tabel distribusi frekuensi untuk memudahkan menghitung mean (M), median (Me), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Setelah data diolah didapatkan M sebesar 12,00, Me sebesar 12,00 dan Modus sebesar 14,13. Ketiga data tersebut disajikan kedalam grafik polygon yang digambarkan sebagai berikut dalam gambar 2.

Gambar

2

.

Grafik tentang kemampuan kerjasama pada siklus II

Berdasarkan perhitungan dari

grafik Polygon di atas terlihat Mo > Me > M (18,00 > 16,00 > 14,80), sehingga dapat

disimpulkan bahwa sebaran data

kemampuan kerjasama pada siklus II merupakan kurva juling negative. Dalam

menentukan kemampuan kerjasama

dihitung dengan membandingkan M% dengan kriteria PAP skala lima. Nilai M% = 82,22 yang dikonversikan kedalam PAP skala lima berada pada rentang 82,22%

yang berarti bahwa kemampuan

kerjasama anak kelompok B1 di TK Widya Sesana Sangsit pada siklus I pada kriteria tinggi.

Adapun kendala-kendala yang

dihadapi peneliti saat penerapan siklus I antara lain: Pada saat membagi kelompok ada anak yang tidak ingin bermain bersama teman yang lain. Jumlah tangga dan ular masih sedikit, sehingga kurang

(7)

optimal dalam peningkatan kemampuan kerjasama. Kurang jelasnya pendidik saat memberikan penjelasan cara bermain ular tangga. Pada saat permainan berlangsung pendidik kurang memberikan motivasi kepada anak dengan cukup mengamati anak memainkan permainan. Adanya pembagian tugas pada anak yang kelompoknya ditentukan oleh pendidik hal ini menyebabkan anak tidak bebas. Waktu bermain terlalu cepat yaitu hanya selama 10 menit, sehingga membuat kegiatan bermain tergesa-gesa.

Adapun

upaya perbaikan untuk

mengatasi kendala-kendala di atas adalah

membagi kelompok sesuai keinginan anak dengan cara menawarkan kepada anak. Membuat permainan ular tangga lebih banyak tangga dan ularnya agar lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan kerjasama anak. Memberikan penjelasan

tentang aturan permainan dengan

berulang-ulang. Memberikan motivasi

dengan menyemangati kepada semua anak pada waktu kegiatan bermain. Mengajak bermain tanpa pembagian tugas dengan membebaskan anak memilih peran yang akan dimainkan. Pada

kegiatan bermain waktu lebih

diperpanjang menjadi 20 menit, agar mencapai hasil yang maksimal dalam meningkatkan kemampuan kerjasama pada anak saat bermain.

Perbaikan yang dilakukan pada proses pembelajaran dan pelaksanaan tindakan pada siklus I, maka pada pelaksanaan siklus II tampak peningkatan kemampuan kerjasama anak dalam bemain ular tangga. Hal ini yang

menunjukkan peningkatan tingkat

penguasaan kriteria sedang pada siklus I meningkat menjadi kriteria tinggi pada siklus II.

Adapun temuan-temuan yang

diperoleh selama pelaksanaan tindakan siklus II adalah perbaikan berupa pola penyampaian materi pada saat awal kegiatan bermain. Hal ini akan membuat anak lebih fokus dan konsentrasi dalam

menjalankan tugas kelompok.

Perpanjangan waktu membuat anak lebih leluasa untuk bermain. Motivasi yang selalu diberikan oleh pendidik menambah semangat anak pada waktu melakukan

permainan. Misal: ketika anak bertugas menjadi pion, guru memberikan motivasi dengan berkata “ayoo kamu pasti bisa memimpin permainan ini”.

Anak menjadi

lebih tertarik, tidak bingung dan tidak

bermain-main lagi dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan,

sehingga setiap pertemuan anak terlihat

lebih

terbiasa

dalam

mengikuti

pembelajaran.

Secara umum proses pembelajaran dengan penerapan bermain ular tangga sudah berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari adanya peningkatan rata-rata persentase (M%) kemampuan kerjasama anak dari siklus I ke siklus II, sehingga penelitian ini cukup sampai di siklus II dan tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif diperoleh rata-rata persentase kemampuan kerjasama anak siklus I sebesar 67,38% yang berarti pada kategori sedang, mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 82,22% yang

menunjukkan kemampuan kerjasama

anak berada pada kategori tinggi. Jadi

terjadi peningkatan belajar sebesar

14,84%. Terjadinya peningkatan

persentase kemampuan kerjasama anak pada saat penerapan bermain ular tangga disebabkan oleh rasa tertarik anak untuk

memenangkan permainan tersebut.

Bermain ular tangga mampu membantu anak untuk melatih kerjasama dan nantinya anak akan mampu dalam berinteraksi dengan temannya.

Persentase kemampuan

kerjasama anak pada siklus I sebesar

67,38% kategori sedang. Hal ini

disebabkan karena anak sedang melalui

proses penyesuaian, dari kegiatan

bermain yang bertujuan meningkatkan kemampuan kerjasama melalui bermain ular tangga. Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan tindakan siklus I dilakukan perbaikan-perbaikan agar pada penelitian siklus II dapat mencapai hasil yang lebih optimal.

Kegiatan pada siklus II

menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Anak lebih antusias mengikuti kegiatan

(8)

dilaksanakan. Hampir seluruh anak mampu menyelesaikan tugas kelompok,

persentase yang didapat dalam

kemampuan menyelesaikan tugas

kelompok mengalami peningkatan

persentase yang berturut-turut dalam setiap pertemuan. Pencapaian pada tiap pertemuan siklus II sesuai dengan

indikator keberhasilan yang telah

ditetapkan yaitu memiliki kategori tinggi. Hal-hal yang dapat mendukung

adanya peningkatan kemampuan

kerjasama melalui bermain ular tangga. Dalam penelitian ini yaitu pendidik

membagi menjadi 2 kelompok,

menjelaskan tentang cara bermain

bermain ular tangga, dan memberikan motivasi berupa semangat kepada anak saat anak bermain.

Penyajian hasil penelitian di atas memberikan gambaran bahwa dengan penerapan bermain ular tangga, ternyata

dapat meningkatkan kemampuan

kerjasama anak kelompok B1 Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 di TK Widya

Sesana Sangsit. Kenyataan ini

menunjukkan bahwa penerapan bermain ular tangga ternyata sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan kerjasama anak, dan oleh karenanya para guru

sangat perlu menerapkan strategi

pembelajaran melalui metode bermain secara intensif dan berkelanjutan guna meningkatkan hasil belajar anak.

Keberhasilan penelitian ini sesuai dengan kajian teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian. Metode

bermain dapat meningkatkan

perkembangan sosial khusunya

kemampuan kerjasama. Hal ini sesuai dengan teori Moeslichatoen (1999:33) bahwa metode bermain merupakan

“Sarana yang dapat memberikan

kesempatan kepada anak untuk

meningkatkan kemampuan bekerjasama”. Metode bermain merupakan salah satu cara guru untuk dapat membuat anak-anak belajar melalui aktifitas yang khas tanpa paksaan, dimana anak akan melakukan aktivitas tersebut secara

berulang-ulang setiap hari untuk

mengembangkan kemampuan diri dan mencapai tujuan dari suatu proses pembelajaran.

Bermain ular tangga juga sangat

menunjang keberhasilan proses

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan teori Sugiwati (2012:3) bahwa manfaat dari bermain ular tangga adalah “Dapat membuat anak-anak meyakini bahwa belajar itu hal yang menyenangkan, tidak

membosankan, dan kemampuan

perkembangan anak dapat berkembang dengan baik”. Bermain ular tangga merupakan jenis permainan papan yang mengasyikkan, dibuat untuk anak usia 3 tahun ke atas yang dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak-kotak digambar sejumlah “tangga” dan “ular”.

Menurut Zubaedi (2011:49)

kerjasama adalah “Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain dalam

kegiatan kelompok”. Kegiatan bermain

dapat mengembangkan kemampuan

kerjasama anak, sebab anak akan berinteraksi dengan teman yang lain. Menurut Catron dan Allen (dalam Sujiono, 2011:63) menyatakan bahwa “Melalui bermain anak dapat belajar kerjasama”.

Secara umum, bermain ular tangga memiliki kelebihan, yaitu: terdapat unsur kompetisi, adanya partisipasi aktif dari

anak untuk belajar, bersifat

menyenangkan dan memiki daya tarik pada tampilannya. Disamping itu, bermain ular tangga akan memberikan kemudahan bagi anak dalam melakukan kerjasama

dengan teman satu kelompoknya.

Meskipun bermain ular tangga ini memiliki banyak kelebihan, namun permainan ini

juga tidak lepas dari kelemahan.

Kelemahannya jika dadu yang digunakan dalam permainan mengalami kerusakan, maka akan menghambat pelaksanaan

pembelajaran dengan menggunakan

permainan ular tangga ini. Kelebihan yang dimiliki oleh permainan ular tangga ini dianggap layak untuk diterapkan dalam

kegiatan pembelajaran di sekolah,

khususnya menjadi salah satu alternatif upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kerjasama.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat dikatakan bahwa dengan penerapan bermain ular tangga

dapat meningkatkan kemampuan

(9)

dianggap berhasil pada siklus II hingga mencapai kriteria tinggi, tetapi karena terbatasnya waktu baik dari pihak peneliti maupun pihak sekolah, maka penelitian ini tidak dilanjutkan ke siklus berikutnya untuk mencapai kriteria sangat tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kegiatan bermain ular tangga dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak sesuai dengan analisis data, terlihat dari siklus I dan siklus II. Aktivitas bermain ular tangga meningkat dari siklus I sampai siklus II. Dari 15 anak, dapat dilihat jumlah

anak yang memiliki kemampuan

kerjasama yang baik.

Pada siklus 1 sebesar 67,38% yang berada pada kategori sedang. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat penerapan siklus I, seperti: pada saat pembagian kelompok, jumlah tangga dan ular masih sedikit, kurang jelasnya pendidik saat memberikan penjelasan, kurangnya motivasi yang diberikan guru, dan waktu bermain terlalu cepat. Pada siklus II sebesar 82,22% berada pada kategori tinggi. Terdapat temuan-temuan yang diperoleh selama pelaksanaan tindakan siklus II, seperti: perbaikan berupa pola penyampaian dalam menjelaskan aturan permainan, perpanjangan waktu, pemberian motivasi.

Kemampuan kerjasama anak setelah mengikuti kegiatan bermain ular tangga

mengalami perubahan yang baik.

Perubahan tersebut terlihat sekali ketika anak berinteraksi dengan teman dalam permainan kelompok. Anak dapat aktif dalam proses kegiatan pembelajaran, serta anak menjadi tertarik dan antusias mengikuti kegiatan permainan.

Berdasarkan simpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai

berikut. Kepada para guru diharapkan

menggunakan metode bermain

menggunakan media ular tangga dengan sistem kelompok, karena melalui kegiatan bermain ular tangga dengan sistem kelompok terbukti dapat meningkatkan kemampuan kerjasama anak. Kepada kepala TK, sebaiknya selalu memotivasi

para guru untuk selalu berinovasi dan lebih kreatif dalam memilih metode dan media pembelajaran yang tepat digunakan

untuk meningkatkan kemampuan

kerjasama anak. Kepada peneliti lain, untuk mengadakan penelitian lebih lanjut sebagai penyempurnaan dari metode bermain dalam meningkatkan kerjasama dengan menggunakan media ular tangga.

DAFTAR PUSTAKA

Adistyasari, Ria. 2013. “Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Kerjasama Anak dalam Bermain Angin Puyuh

(Penelitian Tindakan Kelas

Kelompok B di TK Kemala

Bhayangkari 08 Kecamatan

Gajahmungkur Kota Semarang

Tahun Ajaran 2012/2013)”. Sripsi

(diterbitkan). Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP UNESA.

Agung, A. A. Gede. 2011. Buku Ajar

Metodologi Penelitian Pendidikan.

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

---. 2014. Buku Ajar Metodologi

Penelitian Pendidikan. Malang:

Aditya Media Publishing.

Depdiknas. 2006. Panduan Pengelolaan

Taman Kanak-kanak. Jakarta:

Direktorat Pembinaan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

Dhieni, Nurbiana dkk. 2011. Metode

Pengembangan Bahasa. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Elfindri, dkk. 2012. Pendidikan Karakter Kerangka, Metode, dan Aplikasi

untuk Pendidik dan Profesional.

Jakarta: Baduose Media Jakarta.

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi

Perkembangan. Jakarta: Kencana.

Kamtini dan Husni Wardi Tanjung. 2005. Bermain Melalui Gerak dan Lagu di

Taman Kanak-Kanak. Jakarta:

(10)

Proyek Peningkatan Tenaga Akademik Departemen Pendidikan

Nasional DanKebudayaan.

Koyan, I Wayan. 2012. Statistik

Pendidikan. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha.

Latif, Mukhtar dkk. 2013. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan

Aplikasi. Jakarta: Kencana.

Maisyaroh, Iis. 2014. “Penerapan Metode Permainan Ular Tangga (Snakes Ledder) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS”. Skripsi (diterbitkan). Jurusan

Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN.

Moeslichatoen R. 1999. Metode

Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Rineka Cipta.

Montolalu, B. E. F. dkk. 2008. Bermain

dan Permainan Anak. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Mulyasa. 2014. Manajemen PAUD.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain

Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.

Nazayanti dkk. 2014. “Peningkatan

Kemampuan Bekerjasama melalui Kegiatan Bermain Balok pada Anak Usia 4-5 Tahun di PAUD”. Tersedia pada http://download.portalgaruda.org/arti cle.php?article=196204&val=2338&ti tle=PENINGKATAN%20KEMAMPU AN%20BEKERJASAMA%20MELAL UI%20KEGIATAN%20BERMAIN%2 0BALOK%20PADA%20ANAK%20U SIA%204-5%20TAHUN%20DI%20PAUD

(diakses tanggal 18 April 2016). Nugraha, Ali dan Yeni Rachmawati. 2008.

Metode Pengembangan Sosial

Emosional. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Nurihsan, A. J. dan Mubiar Agustin. 2013. Dinamika Perkembangan Anak &

Remaja: Tinjauan Psikologi,

Pendidikan, dan Bimbingan.

Bandung: PT Refika Aditama.

Nurjatmika, Yusep. 2012. Ragam Aktivitas

Harian untuk TK. Jogjakarta: Diva

Press.

Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir Program Sarjana dan Diploma 3 Universitas Pendidikan Ganesha

(Edisi Revisi). 2014. Singaraja:

Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Universitas Pendidikan Ganesha.

Poedjiadi, Anna dan Suwarma. 2008.

Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Prayuanti, Endah. 2014. “Peningkatan Kemampuan Bekerjasama melalui Metode Bermain pada Kelompok B di TK PKK 54 Pucung Pendowoharjo Sewon Bantul”. Sripsi (diterbitkan). Jurusan Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar, FIP UNY.

Saputri. 2015. “Peningkatan Kemampuan Bekerjasama melalui Media Gambar pada Anak Kelompok A di TK Bener Yogyakarta”. Sripsi (diterbitkan). Jurusan Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar, FIP UNY.

Sugiawati. 2012. “Metode Bermain Ular

Tangga untuk Meningkatkan

Perkembangan Kognitif Kelompok A di TK Ria Baruk Utara VIII/35 Rungkut-Surabaya”. Tersedia pada

http://ejournal.unesa.ac.id/

article/3392/19/article.pdf (diakses

tanggal 18 April 2016).

Sujiono, Y. N. 2011. Konsep Dasar

Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta::

PT Indeks.

Susanto, Ahmad. 2012. Perkembangan

Anak Usia Dini: Pengantar dalam

berbagai Aspeknya. Jakarta:

Kencana.

Syaodih, Ernawulan. 2005. Bimbingan di

Taman Kanak-kanak. Jakarta:

Direktorat Pembinaan Pendidikan

Tenaga Kependidikan dan

Ketenagaan Perguruan Tinggi

(11)

Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain,

Mainan, dan Permainan. Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tegeh, I Made. 2010. Media

Pembelajaran. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha.

Vera, Adelia. 2012. Metode Mengajar

Anak di Luar Kelas. Jogjakarta: Diva

Press.

Wardhani, IGAK dan K.W. 2008.

Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Yus, Anita. 2011. Penilaian

Perkembangan Belajar Anak Taman

Kanak-kanak. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group.

Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Yusuf, Syamsu dan Nani M. Sugandhi.

2012. Perkembangan Peserta Didik: Mata Kuliah Dasar Profesi (MKDP) bagi para Mahasiswa Calon Guru di

Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK). Jakarta:

Rajawali Pers.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan

Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya

dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta:

Gambar

Gambar  1.  Grafik  tentang  kemampuan  kerjasama pada siklus I  Berdasarkan  perhitungan  dari  grafik  Polygon  di  atas  terlihat  Mo  &lt;  Me  &lt;  M (10,00 &lt; 12,00 &lt; 12,13), sehingga dapat

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan gaya hidup (kebiasaan konsumsi garam, kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan olahraga, jumlah istirahat

[r]

Hasil yang didapatkan menunjukan adsorpsi berdasarkan variasi waktu kontak diperoleh pada menit ke 60 dan 90 untuk zeolit alam teraktivasi dan zeolit alam tanpa aktivasi

Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Jember mempunyai peran yang sangat strategis sebagai kunci utama dalam penyebaran informasi kepada masyarakat dan menjadi gerbang untuk

Untuk menganalisa posisi AS dalam implementasi kebijakan luar negerinya di era Pasca Perang Dingin tersebut, penulis menggunakan teori stabilitas hegemoni untuk

Dari hasil rekap absensi karyawan Departement Engineering diketahuiDepartemen Engineering memiliki 93 karyawan dan 11 staff, dalam waktu satu bulan Departemen

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang

Gelombang datang yang mengenai/membentur satu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Tinjauan refleksi gelombang penting di dalam perencanaan bangunan