• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 DAN HUKUM ISLAM JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 DAN HUKUM ISLAM JURNAL"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 DAN

HUKUM ISLAM

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ADE FAJAR REZKI NIM : 130200470

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 DAN

HUKUM ISLAM

JURNAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh

ADE FAJAR REZKI 130200470

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui oleh

Penanggung Jawab

Dr. M. Hamdan, SH. MH. NIP. 195703261986011001

Editor

Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH.,MS NIP : 196104081986011002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAKSI *)

Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,MS **)

Dr. Mohammad Ekaputra, S.H.,M.Hum ***)

Ade Fajar Rezki

Dampak buruk yang dihasilkan oleh tindak pidana korupsi saat ini sangat membahayakan kepentingan bangsa dan negara. Permasalahan korupsi pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari hukum formal dan norma-norma agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Oleh karena itu sangat menarik untuk membahas tentang “Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Dan Hukum Islam”. Di dalam skripsi ini permasalahan yang dibahas adalah Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Islam, Perbandingan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Hukum Islam.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti data sekunder, yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia dan Hukum Islam. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data didapat disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Korupsi dilarang dengan alasan apapun dan dilakukan oleh siapapun yang termasuk ke subjek hukum tindak pidana korupsi menurut undang-undang tersebut. Karena dalam peraturan yang berlaku tindakan korupsi sama saja dengan merugikan keuangan negara dan hal seperti ini tidak dapat ditolerir oleh penegak hukum. Menurut hukum Islam, jarimah korupsi merupakan tindakan tercela dan tidak disukai oleh Allah SWT, Korupsi dalam Islam dapat dianalogikan dalam beberapa jenis yang dalam Al-Qur‟an dan Hadist telah disebutkan dan tidak dibenarkan untuk dilakukan oleh manusia di dunia. Namun sesuai perkembangannya pemakaian hukum islam dalam penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih memerlukan kajian yang lebih dalam.

*)

Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU.

**)

Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU.

***)

(4)

ABSTRACTION *)

Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,MS **)

Dr. Mohammad Ekaputra, S.H.,M.Hum ***)

Ade Fajar Rezki

The devastating impacts of corruption nowadays are very dangerous to the interests of the nation and the state. The problem of corruption is essentially inseparable from the formal law and religious norms that developed in Indonesian society. Therefore it is very interesting to discuss about "Crime Corruption According to Law Number 31 Year 1999 jo Law Number 20 Year 2001 And Islamic Law". In this essay the issues discussed are the Arrangement of Criminal Acts of Corruption According to Law Number 31 Year 1999 jo Law Number 20 Year 2001, Arrangement of Criminal Acts of Corruption According to Islamic Law, Comparison of Crime of Corruption According to Law Number 31 Year 1999 jo Law Number 20 Year 2001 and Islamic Law.

Research method in this essay is normative juridical which is descriptive. Performed by examining secondary data, relating to corruption under the laws of Indonesia and Islamic Law. Data collection tool used in writing this thesis is through document studies and library research methods. Method of data analysis using qualitative method, that is data obtained arranged systematically and analyzed qualitatively to reach clarity of problem discussed.

The results of this study indicate that in the Corruption Act in Indonesia, Corruption is prohibited for any reason and done by anyone who belongs to the subject of criminal law of corruption according to the law. Because in the prevailing regulations the act of corruption is tantamount to harming the state's finances and things like this can not be tolerated by law enforcement. According to Islamic law, the finger of corruption is a disgraceful act and dislikes by Allah SWT, Corruption in Islam can be analogous in some kind which in Al-Qur'an and Hadith have been mentioned and not justified to be done by man in the world. However, according to the development of the use of Islamic law in the handling of corruption in Indonesia still requires a deeper study.

*)

Supervisor I and Lecturer of The Faculty of Law University of North Sumatera **)

Supervisor II and Lecturer of The Faculty of Law University of North Sumatera ***)

(5)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ade Fajar Rezki

NIM : 130200470

Judul Skripsi : TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG NOMOR. 31 TAHUN 1999 jo UNDANG-UNDANG NOMOR. 20 TAHUN 2001 DAN HUKUM ISLAM

Dengan ini menyatakan :

1. Skripsi yang saya tulis ini adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Mei 2017

Ade Fajar Rezki 130200470

(6)

A. Pendahuluan

Dalam UUD 1945, ditegaskan bahwa Negara Republik Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum.1 Segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pemerintah yang berkaitan dengan tujuan hidup masyarakat harus sesuai dengan hukum. Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah Negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif, terutama menyangkut masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana yang dapat dikatakan cukup fenomenal adalah masalah korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan Negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan.

1

Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

(7)

Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur.2

Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, dan sebagainya,yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi di tengah-tengah krisis multidimensional serta ancaman yang nyata yang pasti akan terjadi, yaitu dampak dari kejahatan ini. Maka tindak pidana korupsi dapat dikategorikan sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-sungguh melalui keseimbangan langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan semua potensi yang ada dalam masyarakat khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.3

Tindak Pidana Korupsi dapat dikatakan juga merupakan suatu kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut Hak Asasi, Ideologi Negara, Perekonomian, Keuangan Negara, Moral Bangsa, di samping itu juga merupakan kejahatan yang sulit ditanggulangi. Korupsi di Negeri ini

2

Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), Hal. 2.

(8)

sepertinya sudah memasuki seluruh bidang–bidang kehidupan sosial dan pemerintahan serta sudah sangat mengakar dalam budaya hidup, perilaku, dan cara berpikir.4

Sulitnya penanggulangan Tindak Pidana Korupsi ini terlihat dari banyaknya putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa kasus korupsi atau ringannya sanksi yang harus diterima oleh terdakwa yang tidak sesuai dengan kejahatan yang telah dilakukannya. Kenyataan ini sungguh semakin memperkecil harapan kita untuk bisa memberantas budaya korupsi di Negara berpenduduk mayoritas muslim ini. Ironis jika dihubungkan dengan konsep ajaran Islam yang diyakini mayoritas bangsa Indonesia. Dalam banyak ayat dan hadist memang belum secara eksplisit disebutkan tentang jenis tindak pidana korupsi, namun berbagai istilah yang disebutkan Alquran dan hadist Nabi mengisyaratkan kejahatan korupsi.

Dalam perspektif Hukum Pidana Islam, tindak pidana korupsi merupakan sebuah jarimah atau tindak pidana yang cukup unik, sebab korupsi tidak termasuk dalam tindak pidana qisas dan tidak termasuk pula dalam cakupan tindak pidana hudud. Kedua macam tindak pidana ini secara jelas telah disebutkan dalam berbagai teks keagamaan baik Alquran dan Hadist., bahkan jenis dan sanksinya juga telah dijelaskan oleh sumber utama ajaran agama Islam tersebut. Akan berbeda jika tindak pidana korupsi yang memang tidak secara tegas dinyatakan dalam Alquran dan Hadist. Hal ini bisa terjadi karena praktik-praktik korupsi, atau

4

(9)

beberapa kejahatan yang mirip dengan korupsi belum banyak terjadi pada saat Rasulullah masih hidup.5

Dengan uraian di atas tersebut, merupakan suatu hal yang penting untuk membahas mengenai tindak pidana korupsi sehingga para pihak dapat mengerti secara jelas mengenai aturan terhadap tindak pidana korupsi ini. Oleh karena itu, maka dipilih skripsi dengan judul “Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan Hukum Islam.”

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pokok permasalahan sehubungan dengan judul skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001?

2. Bagaimana pengaturan Tindak Pidana Korupsi menurut Hukum Islam? 3. Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Korupsi menurut

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 joUndang-Undang-Undang-Undang 20 Tahun 2001 dengan Hukum Islam?

5

H. A. Hasyim Muzadi, NU Melawan Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh, (Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, PBNU, 2006), Hal. 26.

(10)

C. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.6 Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif yang disebut juga dengan Penelitian Hukum Doktrinal. Jenis penelitian yang dilakukan dan dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.7

2. Sumber Data

Penelitian Hukum Doktrinal umumnya menerima bahwa data dasar yang diperlukan adalah data yang hanya mengenal data sekunder8 yang terdiri atas (1) bahan hukum primer, (2) bahan hukum sekunder, (3) serta bahan hukum tersier.9

a. Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang mengikat dan bersifat autoritatif yakni mempunyai otoritas. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo

6Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Rieneka Citra, 1999), Hal.

21.

7Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004), Hal. 23.

8

Ibid,.

9

Muslan Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, (Malang: UMM Press, 2009), Hal. 127.

(11)

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang terdiri atas buku-buku teks (textbooks) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer),10 semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen- dokumen resmi, termasuk skripsi, tesis, dan jurnal-jurnal,makalah, majalah dan lain-lain.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.11 Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, pada dasarnya mencakup12 :

1) Bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau rujukan bidang hukum. Contohnya: abstrak perundang-undangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan, ensiklopedia hukum, indeks majalah hukum, kamus hukum dan seterusnya; dan

2) Bahan-bahan hukum primer, sekunder dan penunjang (tersier) di luar bidang hukum (bahan non hukum), misalnya, yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan sebagainya, yang oleh para

10Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia

Publishing, 2005), Hal. 241-242.

11

Ibid.

12

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), Hal. 33.

(12)

peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitiannya.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu melalui penelusuran peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen maupun buku-buku, serta karya ilmiah lainnya yang sesuai dengan objek yang akan diteliti.

4. Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Ketika bahan hukum terkumpul dan dipandang telah cukup lengkap, maka tahap selanjutnya adalah mengelola dan menganalisa bahan hukum. Teknis analisis bahan hukum yang dipakai adalah teknis analisis kualitatif dimaksudkan bahwa analisis tidak bergantung dari jumlah berdasarkan angka-angka, melainkan mengumpulkan data dari bahan hukum yang telah disebutkan sebelumnya, mengkualifikasikan, menghubungkannya dengan masalah yang dibahas, kemudian menarik kesimpulan dari penelitian.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001

Hukum tindak pidana Korupsi di Indonesia Dasar Hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, hal ini sesuai dengan keputusan Tap. MPR Nomor XI/MPR/1998 kemudian

(13)

ditetapkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mulai berlaku sejak tanggal 16 Agustus 1999, dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140.

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak ditemukan rumusan atau definisi apa sebenarnya yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi. Namun demikian, mengingat kedua undang-undang ini adalah undan-undang yang saat ini berlaku (hukum positif) maka tidak salahnya apabila pada bagian ini diuraikan tipologi atau bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi menurut kedua undang-undang ini. Tidak ada definisi baku dari tindak pidana Korupsi. Akan tetapi secara umum, pengertian tindak pidana korupsi adalah suatu perbuatan curang yang merugikan keuangan negara. Atau penyelewengan atau penggelapan uang negara untuk kepentingan pribadi dan orang lain.13

Pengertian korupsi menurut hukum Indonesia, tidak dijelaskan dalam pasal pertama UU Korupsi seperti undang-undang lainnya. Maka dari itu, untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan korupsi, harus diliat dalam rumusan pasal-pasal UU Korupsi, yaitu sekitar 13 pasal-pasal yang mengaturnya serta terdapat tiga puluh jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana Korupsi adalah :

(14)

“Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk pada dasarnya terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Marwan Mas mengklarifikasikan setidaknya 7 (tujuh) bentuk dan 30 jenis perbuatan korupsi (diatur dalam 13 pasal UU Korupsi), mulai dari Pasal 2 sampai Pasal 12B UU Korupsi, kecuali Pasal 4 dan Pasal 12A sebagai berikut :14

1. Kerugian Keuangan / Perekonomian Negara

a. Melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

2. Suap – Menyuap (sogokan atau pelicin)

a. Menyuap pegawai negeri (memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya, pegawai negeri menerima suap, atau pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya).

b. Menyuap hakim. c. Menyuap advokat.

d. Hakim dan advokat menerima suap 3. Penggelapan dalam Jabatan

14

Marwan Mas, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2014)

(15)

a. Pegawai negeri menggelapkan uang negara, atau membiarkan penggelapan.

b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi. c. Pegawai negeri merusak bukti (korupsi).

d. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusak barang bukti. e. Pegawai negeri membantu orang lain merusak barang bukti. 4. Pemerasan

5. Perbuatan Curang

a. Pemborong berbuat curang.

b. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang. c. Rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang.

d. Pengawas Rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang. e. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang.

f. Pegawai negeri menyerobot tanah negara yang merugikan orang lain. 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan.

7. Gratifikasi (pemberian hadiah)

Pemberian sanksi merupakan bentuk pertanggungjawaban yang dibebankan kepada seseorang yang telah terbukti melakukan perbuatan pidana, serta orang tersebut telah memenuhi 3 elemen penting agar seseorang itu dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Pada tindak pidana korupsi sendiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang 20 Tahun 2001, sanksi pidana yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :

(16)

1. Terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi : a. Pidana Mati

Pidana mati dapat diberikan kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu seperti, pada saat terjadi bencana alam, peperangan, kerincuhan, dan lain sebagainya: b. Pidana Penjara

c. Pidana tambahan

2. Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi

Terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi, bahwa hukuman pokok yang relevan bagi korporasi adalah hukuman denda, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 ayat (7) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang secara tegas mengatakan bahwa pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya berupa pidana denda semata, dengan ketentuan bahwa maksimum pidananya ditambah denga 1/3 (sepertiga)-nya 15

(17)

2. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Islam

Secara umum diketahui bahwa segala hal-hal yang dituliskan didalam Al-Qur‟an merupakan pengaturan yang bersifat umum, maka dari itu terkait dasar hukum Tindak Pidana Korupsi menurut Hukum Islam, didalam Al-Qur‟an ada beberapa potongan Ayat Al-Quran yang memberikan pandangan terhadap tindak pidana korupsi, Adapun ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah korupsi antara lain:

1. Surah Ali Imran / 3: 161

“Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat ( dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat , niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkanya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi“ ( Ali Imran/ 3 : 161)

2. Surah An-nissa ayat 29

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu,; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

3. Surah Al-Baqarah/ 2 : 188

“Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui. ( Al-Baqarah/2 : 188)

Selanjutnya dasar hukum tindak pidana korupsi menurut hukum Islam juga dapat dilihat dari beberapa Hadist Rasulullah SAW yang berkaitan dengan Korupsi yaitu :

(18)

Dari „Adiy bin „Amirah Al Kindi Radhiyallahu„anhu berkata : Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :16

“Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”. („Adiy) berkata : Maka ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam , seolah-olah aku melihatnya, lalu dia berkata,”Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan.” Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam bertanya,”Ada apa gerangan?” Dia menjawab,”Aku mendengar engkau berkata demikian dan demikian.” Beliau Shallallahu „alaihi wa sallam pun berkata,”Aku katakan sekarang, (bahwa) barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), maka hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit maupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia (boleh) mengambilnya. Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.

Korupsi merupakan suatu perbuatan yang salah karena manghalalkan sesuatu yang sebenarnya haram dan korupsi juga merupakan suatu wujud dari manusia yang tidak memiliki rasa bersyukur karena telah diberi pekerjaan yang sesuai tetapi malah menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi.Islam membagi istilah korupi menjadi menjadi beberapa kelompok, yaitu suap, pencurian, penipuan, dan pengkhianatan.

Korupsi dalam Islam digolongkan sebagai suatu perbuatan yang

tercela dan sangat merugikan orang lain maupun bangsa Indonesia

serta pelakunya termasuk sebagai orang-orang yang munafik, dzalim,

kafir, dan merupakan dosa yang besar karena mereka telah memakan atau

16https://almanhaj.or.id/2673-mewaspadai-bahaya-korupsi.html. Di akses pada tanggal 16

(19)

mengambil sesuatu yang bukan haknya atau bukan miliknya dan ancaman hukumannya adalah neraka jahanam.

Beberapa jenis tindak pidana (jarimah) dalam fiqh jinayah dari unsur-unsur dan definisi yang mendekati pengertian korupsi di masa sekarang adalah:17

1. Ghulul (Penggelapan) 2. Risywah (Penyuapan)

3. Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain) 4. Khianat

5. Sariqah (Pencurian) 6. Hirabah (Perampokan)

7. Al-Maks (Pungutan Liar), Al-Ikhtilas (Pencopetan), dan Al-Ihtihab (Perampasan)

Hukum Pidana Islam mengenai Tindak Pidana Korupsi terkait sanksi pidana dikenal ada empat sanksi yang dapat diberikan yaitu takzir, sanksi moral, sanksi sosial dan sanksi akhirat. Takzir adalah sebuah sanksi hukum yang diberlakukan kepada seorang pelaku jarimah atau tindak pidana yang melakukan pelanggaran-pelanggaran, baik berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia dan pelanggaran-pelanggaran dimaksud tidak masuk dalam kategori hukum hudud dan kafarat.Oleh karena hukuman takzir tidak ditentukan secara langsung oleh Al-Qur‟an dan Hadist maka jenis hukuman ini menjadi kompetensi hakim atau penguasa setempat.

(20)

Sanksi moral, sanksi sosial dan sanksi akhirat tidak bisa ditemukan dalam berbagai rumusan pasal UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.Hal ini bisa dimengerti karena bahasa hukum berbeda dengan bahasa moral atau akhlak.Bahasa hukum pidana dengan berbagai rumusan pasal-pasalnya lebih pada pelaksanaan teknis menerapkan sanksi-sanksi, baik berupa pidana kurungan, pidana penjara, pidana seumur hidup, pidana denda, maupun pidana mati. Tidak ada satu pun jenis sanksi yang dihubungkan dengan persoalan moral atau akhlak.

3. Perbandingan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001 dan Hukum Islam

A Ditinjau dari segi Sumber Hukum

Undang-Undang yang saat ini berlaku di Indonesia Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah hukum yang sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur kepentingan manusia sendiri dalam masyarakat tertentu.Konsepsi Hukum Perundang-Undangan Indonesia yang lebih mengarah ke Hukum Barat, yang di atur oleh hukum hanyalah hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat.

Berlakunya Asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori sebernarnya merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk mengembangkan hukum pidana Indonesia. Asas ini beranggapan bahwa jika diundangkan peraturan baru dengan tidak mencabut peraturan lama yang mengatur materi yang sama dan keduanya

(21)

saling bertentangan satu sama lain, maka peraturan yang baru itu mengalahkan atau melumpuhkan peraturan yang lama.18

Banyak aturan-aturan KUHP yang dalam situasi khusus tidak relevan lagi diterapkan pada masa sekarang ini.Untuk mengatasi kelemahan KUHP tersebut pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan harapan dapat memberikan suasana kondusif bagi dinamika masyarakat Indonesia pada masa sekarang ini.Ukuran Agama tidak suka disebut oleh pembentuk Undang-Undang di Indonesia, Sebagaimana Agama itu sendiri adalah urusan pribadi dimana Negara tidak mau campur tangan.

Dibandingkan konsep Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan itu, seperti telah berulang disinggung dimuka, adalah hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya. Dan sangatlah jelas hukum islam, merupakan hukum yang bersumber dari Sang Pencipta Alam (Allah SWT), RasulNya (Nabi Muhammad SAW) dan Ijma‟ Ulama yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

B. Ditinjau dari segi Subjek Hukum

Dalam hal terkait dengan subjek hukum tindak pidana korupsi, Subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20

18 Hasnil Basri Siregar, Pengantar Hukum Indonesia, (Medan : Kelompok Studi Hukum

(22)

Tahun 2001 adalah Orang ataupun Korporasi (Badan Hukum) yang secara tegas telah dijelaskan didalam ketentuan Undang-Undang tesebut, Hal ini berbeda dengan tindak pidana korupsi menurut hukum Islam dimana dalam penentuan subjek atau yang dimintai pertanggungjawaban adalah yang melakukan perbuatan korupsi dengan syarat telah Memahami perintah (beban hukum) yang dibebankan kepadanya, Baligh (dewasa), Berakal (sadar dan waras).Di dalam hukum Islam sendiri juga mengatur ada beberapa alasan terkait hilangnya pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana (jarimah), seperti terhadap anak-anak dan orang gila.

C. Ditinjau dari segi Jenis Tindak Pidana

Dari penjelasan tindak pidana korupsi di atas, penulis berpendapat bahwa dalam berbagai rumusan pasal Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 terdapat unsur-unsur jarimah perspektif fiqh jinayah, yaitu unsur ghulul, unsur risywah, unsur khianat, unsur sariqah, dan unsur hirabah. Hal ini sangat penting untuk menentukan Jenis jarimah dan sanksi apa yang harus dijatuhkan kepada tesangka kasus korupsi.

Dalam perbandingan yang dijelaskan di atas terdapat banyak persamaan antara unsur-unsur tindak pidana korupsi menurut undang-undang dan hukum islam, Akan tetapi tetap pada sanksi pidana dalam hukum islam belum bisa dipraktikan di Indonesia mengingat sistem hukum di Indonesia yang masih belum memungkinkan untuk memberlakukan hukum pidana Islam atau Fiqh Jinayah.

(23)

D. Ditinjau dari segi Pidana

Sanksi pidana dalam tindak pidana korupsi di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 meliputi tiga sanksi yaitu sanksi pidana dan hukuman denda, dimana pada sanksi pidana dapat berupa kurungan penjara, hukuman mati dan juga pidana tambahan. Berbeda dengan subjek hukum korporasi dimana pada subjek hukum korporasi dikenai Hukuman denda.

Berbeda dengan hukum Islam, Sanksi yang diterapkan bagi Pelaku tindak pidana korupsi dapat berupa Sanksi Takzir, Sanksi Sosial, Sanksi Moral dan Sanksi Akhirat.Hal ini terlihat jelas bahwa belum banyaknya kejahatan korupsi pada zaman Rasulullah SAW, menyebabkan bahwa dalam Al-Qur‟an maupun Hadist tidak termuat bentuk sanksi yang jelas untuk diterapkan dalam pelaku tindak pidana korupsi.Sanksi menurut hukum Islam untuk pelaku korupsi dapat ditentukan oleh penguasa yang berkuasa dan sesuai dengan syariat Islam.

Dengan tidak adanya sandaran kuat yang menyebut kata syariat Islam dalam preambul atau batang tubuh UUD 1945, perjalanan sejarah hukum termasuk hukum Islam di Indonesia menjadi seperti yang ditemui saat ini, yaitu hukum yang berlaku di Indonesia bersifat majemuk atau pluralis sesuai dengan kondisi masyarakatnya yang heterogen.19 Fakta yang ditemukan di masyarakat sendiri bahwa hukum Islam kadang kala atau sering kali dipandang sebelah mata bahkan diasumsikan negatif dengan julukan terbelakang, ketinggalan zaman, bahkan tidak

19 Muhammad Amin Suma, Menepis Citra Negatif Hukum Pidana Islam, (Jakarta :

(24)

adil, kejam dan lain sebagainya oleh sebagian masyarakat Islam sendiri. Atau dengan kata lain, pengkajian hukum pidana Islam yang bersifat akademis filosofis dan ideologis normatif pada dasarnya akan menepis citra yang tidak sehat tersebut. Bahkan lebih dari itu, sistem hukum Islam termasuk hukum pidana diharapkan mampu memposisikan diri sebagai salah satu sistem hukum yang berdiri sejajar dengan sistem-sistem hukum lainnya.20

Dalam masalah bisa atau tidaknya sistem hukum Islam termasuk sistem hukum pidana Islam dengan sistem-sistem hukum lain di negeri ini, tampaknya bukan sesuatu yang sederhana dan mudah untuk diwujudkan. Hal ini membutuhkan perjuangan keras dan mujahadah secara serius dan berkesinambungan dari berbagai komponen dan lapisan masyarakat.Tentu harus dimulai dari masyrakat khusus dan terbatas, yaitu dari kalangan terpelajar dan akademisi di berbagai lembaga pendidikan dan kampus, baik kampus – kampus umum maupun kampus-kampus agama negeri maupun swasta di seluruh Indonesia.

Berkaitan dengan perlunya kajian secara mendalam agar fiqh jinayah atau hukum pidana Islam bisa di implementasikan di Indonesia, Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa jika kita kaitkan dengan keinginan banyak pihak untuk menerapkan hukum pidana Islam, maka yang terpenting dilakukan adalah perjuangan dalam bidang kajian hukum pidana Islam sehingga berbagai hal yang kurang jelas dari hukum ini dapat tuntas terjawab.

(25)

Hingga saat ini tampaknya belum memungkinkan untuk mengimplementasikan fiqh jinayah di Indonesia sebab masih banyak para sarjana hukum yang belum memahami hukum pidana Islam atau fiqh jinayah secara baik dan sebaliknya masih banyak pula para sarjana syariah yang belum memahami ilmu hukum positif secara baik.21Oleh sebab itu, Implementasi fiqh jinayah dalam upaya pemberantasan tindak pidana Korupsi di Indonesia masih sebatas wacana dan belum bisa diwujudkan untuk saat ini.Lebih-lebih apabila yang dimaksud dengan fiqh jinayah meliputi kajian utama berupa hukum qisas/diat dan hudud dengan berbagai cabang dan macam-macamnya yang meliputi sanksi hukum penganiyaan dan pembunuhan serta tujuh macam hudud yang meliputi sanksi hukum bagi pelaku jarimah zina, qadzaf, syurb khamr, sariqah, hirabah, al-baghy, dan riddah.

Mengenai implementasi hukum pidana Islam (qisas dan hudud) di Indonesia, sampai saat ini konsep-konsep yang terdapat dalam fiqh jinayah belum bisa diberlakukan karena Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bukan berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadist.Adapun fiqh jinayah dalam kategori takzir, tentu bisa diberlakukan di Indonesia sebab fiqh jinayah dalam bidang takzir masuk dala kategori Siyasah wad‟iyyah atau peraturan perundang-undangan yang Islami.

21

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), hal.9

(26)

E. Penutup Kesimpulan

Dari bab-bab terdahulu sebagai intisari dari skripsi ini dapat diambil beberapa kesimpulan pokok, antara lain :

1. Pengaturan tindak pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan Undang-Undang yang mengatur hal – hal yang berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, baik mencakup Pengertian tindak pidana Korupsi, Bentuk-Bentuk Korupsi, Subjek Hukum Korupsi dan Pertanggungjawaban pidana korupsi. Secara Umum Korupsi di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang diartikan adalah Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Korupsi menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dapat dikelompokkan kedalam 7 jenis kelompok pokok yaitu (a) Kerugian keuangan negara, (b) Suap-Menyuap, (c) Penggelapan dalam Jabatan , (d) Pemerasan, (e) Perbuatan curang, (f) Benturan kepentingan dalam pengadaan dan (g) Gratifikasi. Sedangkan menurut Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang menjadi subjek hukum didalamnya adalah (a) korporasi, (b) pegawai negeri, dan (c) setiap orang adalah perseorangan dan korporasi.

(27)

Sanksi hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia dapat berupa Sanksi pidana berupa kurungan, penjara, dan denda, sesuai dengan kejahatan yang dilakukan menurut Undang – Undang Tindak Pidana Korupsi.

2. Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Menurut Hukum Islam

Dalam Fiqh Jinayah kategori yang dikatakan mendekati definisi Korupsi

dapat dibedakan menjadi 7 bentuk yaituGhulul (Penggelapan), Risywah

(Penyuapan), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain), Khianat, Sariqah (Pencurian), Hirabah (Perampokan), Al-Maks (Pungutan Liar), Al-Ikhtilas (Pencopetan), dan Al-Ihtihab (Perampasan). Dalam Hukum Islam, untuk penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana (jarimah) korupsi dapat berupa sanksi takzir yaitu sanksi yang berupa keputusan hakim atau penguasa yang berkuasa, sanksi moral, sanksi sosial dan sanksi akhirat. Allah SWT menjelaskan dalam Al-Qur‟an bahwa Nerakalah tempat untuk mereka yang mengambil hak saudaranya.

3. Perbandingan Pengaturan tindak pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan Hukum Islam

Perbandingan dalam peraturan korupsi di Indonesia dalam Undang-Undang dan Hukum Islam memiliki beberapa perbedaan yang signifikan mengingat pada zaman Rasulullah sangat minim perilaku Korupsi, akan tetapi dalam beberapa jenis tindak pidana korupsi juga memiliki persamaan unsur-unsur tindak pidana korupsi menurut undang-undang di Indonesia dengan hukum Islam. Beberapa perbandingan yang mendasar antara tindak pidana Korupsi

(28)

menurut Undang-Undang dan Hukum Islam adalah terletak pada Dasar Hukum dimana pada Undang-Undang di Indonesia, Korupsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 sedangkan menurut Hukum Islam dasar hukumnya adalah sesuai dengan Al-qur‟an, Hadist, dan Ijtihad. Selain itu perbandingan hukumnya terletak pada Subjek Hukum, dimana menurut Undang-Undang Subjek Hukum tindak pidana korupsi hanya disebutkan beberapa subjek saja, sedangkan menurut hukum Islam adalah seluruh manusia yang melakukan tindak pidana tersebut dengan beberapa pengecualian. Dan terakhir terkait Sanksi pada Undang-Undang sanksi telah secara jelas dituliskan namun pada Hukum Islam untuk sanksi lebih kearah sanksi Takzir, yakni berdasarkan keputusan penguasa atau suatu kepala Pemerintahan.

Saran

1. Dengan dibentuknya atau diperbaharuinya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah terkait Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia yang mengatur masalah Korupsi dapat memberikan perubahan yang jauh lebih baik terhadap ketentuan yang mengatur masalah korupsi yakni penjelasan mengenai unsur-unsur korupsi, sanksi yang lebih tegas sehingga menyebabkan subjek hukum dalam undang-undang menjadi taat terhadap aturan dan ketentuan yang berlaku. Selain itu pembaharuan juga diperlukan karena semakin berkembangnya zaman semakin banyak cara yang dilakukan untuk korupsi yang sangat dimungkinkan belum tercantum dalam Undang-Undang yang berlaku.

(29)

2. Perlunya kajian yang lebih luas dalam pembahasan pengaturan korupsi menurut Hukum Islam sehingga dapat dijadikan suatu kiblat dan literatus dalam pencegahan, pemberantasan, dan penanggulangan tindak pidana Korupsi khususnya pada negara yang mayoritas Islam.

3. Perlunya kerjasama yang solid dan kuat antara penegak hukum yakni pihak Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan dan juga peran aktif masyarakat dalam memperhatikan para subjek hukum, jenis tindak pidana yang terdapat dalam Undang-Undang tindak pidana Korupsi. Sehingga hal ini dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana Korupsi dalam pemerintahan Indonesia. Penjatuhan sanksi yang lebih berat dan penggunaan sanksi tambahan dapat diberlakukan untuk memberikan efek jera terhadap para pelaku kejahatan tindak pidana korupsi.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Abdurrahman, Muslan. 2009. Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum. Malang: UMM Press.

Asikin, Zainal, Amirudin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hamzah, Andi. 1991. Korupsi Di Indonesia Masalah dan Pemecahannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Semarang : Sinar Grafika.

Ibrahim, Jhonny. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing.

Irfan, Nurul. 2011. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah.

Mamudji, Sri, Soerjono Soekanto. 2011. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mas, Marwan. 2014. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Muzadi, H. A. Hasyim. 2006. NU Melawan Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh. Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, PBNU. Santoso, Topo. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta : Gema Insani

Press.

Siregar, Hasnil Basri. 1994. Pengantar Hukum Indonesia. Medan : Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU.

(31)

Suma, Muhammad Amin. 2001. Menepis Citra Negatif Hukum Pidana Islam. Jakarta : Pustaka Firdaus.

B. Perundang – Undangan :

Undang – Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

C. Internet :

Abu Humaid Arif Syarifuddin, https://almanhaj.or.id/2673-mewaspadai-bahaya-korupsi.html.

Referensi

Dokumen terkait

Metode survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,

Untuk perumusan ketiga rekomendasi rute yang baik pada angkutan kota dari hasil network analysis dapat dilihat didapat rute angkutan kota 01 sebaiknya menggunakan

To conclude, the researchers’ reason to conduct this research are based on the importance subject-verb agreement in the succes of writing, the result of the previous research

To complete the diagonal in this same BINGO card using P QQQ , we recognize that the group P number must occur in the same column in which the group S number occured in the 3 rd.

Pada saat pemerintahan Kolonial Belanda, Kawasan Pulo Brayan Bengkel Medan merupakan pusat balai yasa serta stasiun bagi kereta api penumpang, akan tetapi seiring

Pada umumnya sumbu simetrisitas ruang pada rumah tinggal kolonial di Kidul Dalem juga dilihat secara integral tidak simetris. Ketidaksimetrisan ruang secara integral ini

moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi peradaban yang paling utama, (3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter menjadi semakin penting ketika

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi