• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Garing (Tor tambra) di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Garing (Tor tambra) di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Efek Aktivitas Masyarakat Terhadap Kelimpahan Ikan Garing

(Tortambra) di Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal

Sumatera Utara

(Effect of the Community Activities for overflowing Garing fish (Tor tambra) In Batang Gadis’s River, Mandailing Natal regency

North Sumetera)

Nisa Hidayati 1), Yunasfi 2), Riri Ezraneti 2) 1)

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (Email: nisahidayati20@gmail.com) 2 )

Staff Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

Abstract

Garing fish is fresh water fish living the river stream.Beside fish living in the river where the water is not pollution. Garing fish so the fish species very speciality in Mandailing Natal region. Fish species Garing fish habitat in Batang Gadis river very influential the fisic and chemical water. Garing Fish is depent of temperature for overflowing of fish. Has been analyzed in March-April 2014 in Batang Gadis river. Sample Identification from four location with three examination. In order to determination sample location is using “Purpossive Random Sampling” and sample analyzed water quality. The result of research in Batang Gadis river have been found one clas from ordo cypriniformes is for about 59 . The Highest population fishes density Garing fish with grade 0,0007 perm², meanwhile the lowest population fish density Garing fish is for about 0,0001 perm². Fish type with the highest presentation is Garing fish for about 50%, meanwhile the lowest is for about 16,6%. The overflowing fish with the highes presentation is Garing fish for about 18,5% and meawhile the lowest is for about 2,0%.

Key word : The overflowing fish, Tor tambra, Batang Gadis

Pendahuluan

Sungai Batang Gadis merupakan muara beberapa anak sungai yaitu sungai Lahantan dan sungai Batang Pungkut yang berasal dari Gunung Kulabu Kabupaten Mandailing Natal. Sungai ini merupakan sungai terpanjang dan terbesar di sepanjang daerah Kotanopan, adapun ciri Sungai Batang Gadis yang menjadi daya tarik adalah airnya yang jernih dan bebatuannya besar tertata rapi.

Kegiatan masyarakat seperti mandi, cuci, kakus (MCK) di sungai Batang Gadis banyak menggunakan bahan-bahan beracun seperti penggunaan detergen, shampoo, bahan pemutih pakaian (kaporit), serta pembuangan sampah baik ukuran kecil maupun besar. Penambangan emas langsung membuang limbahnya ke sungai berupa minyak dan sedimen hasil pengorekan tanah dan menyebabkan kualitas air di sungai Batang Gadis menurun.

(2)

2 Ikan Tor sp. adalah sejenis

ikan sungai air deras yang hidup di Sumatera Utara, siripnya berwarna perak, merupakan ikan yang digunakan dalam upacara adat (Sutisna dkk, 1995. diacu oleh Wahyuningsih, 2004).

Ikan Garing adalah merupakan ikan air tawar kebiasaan hidupnya kebanyakan di Sungai atau berarus deras seperti di sungai Batang Gadis, dan gerakannya sangat gesit dan hidup berkelompok di “lubuk”, bagian terdalam pusaran sebuah sungai. Ikan Garing mempunyai panjang 18,8 cm, berat mencapai 1 kg warna tubuhnya perak kekuningan. Ikan yang terdapat di Sungai Batang Gadis antara lain ikan garing, jurung batu, dan jurung tali. Selain itu ada lagi jenis ikan seperti ikan baung, mas, Aporas dan cencen (Sahlan, 2013).

Semakin maraknya kegiatan penambangan emas ini mengkhawatirkan terhadap kehidupan biota di Sungai Batang Gadis terutama ikan Garing. Pencemaran yang paling menghawatirkan saat ini adalah aktivitas penambangan yang semakin marak di sungai Batang Gadis yang menggunakan mesin dan bahan bakar solar yang langsung di buang ke Sungai (Abdullah, 2013).

Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami proses perubahan fisik, kimia dan biologis yang mengakibatkan kualitas air terganggu. Melalui rantai makanan terjadi metabolisme bahan berbahaya secara biologis dan akhirnya akan mempengaruhi kesehatan manusia dan

terutama organisme dalam air (Hutagulung, 1984).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai sejauh mana pengaruh efek aktivitas masyarakat terhadap kelimpahan ikan Garing di sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek aktivitas masyarakat terhadap Kelimpahan ikan Garing

(Tor tambra) di sungai Batang Gadis

dan untuk mengetahui efek aktivitas masyarakat terhadap perubahan Kualitas Air Sungai Batang Gadis. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2014 di sepanjang Hulu sungai Batang Gadis di desa Simpang Banyak Kecamatan Ulu Pungkut dan berakhir pada Bendungan Batang Gadis Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Sedangkan pengukuran sampel parameter Kualitas Air dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara dan Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan sedangkan identifikasi ikan Garing dilakukan di Laboratorium Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun untuk pengambilan sampel ikan adalah “Purposive

Random Sampling”. Adapun empat

stasiun penelitian dapat dilihat pada deskripsi stasiun berikut :

Stasiun 1

Stasiun ini berada di desa Simpang Banyak julu Kecamatan Ulu

(3)

3 Pungkut Kabupaten Mandailing Natal.

Stasiun ini secara Geografis berada pada 00°30.991'LU 099°47.168' LS. dan merupakan lokasi kontrol.

Stasiun II

Stasiun ini berada di Desa Tamiang Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, secara Geografis stasiun ini berada pada 00°39.026' LU 099°41.546' LS. Pada daerah ini terdapat aktivitas masyarakat seperti mandi,cuci dan kakus (MCK). Stasiun III

Stasiun ini berada di desa Tambang Bustak Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal. Secara Geografis desa ini berada pada 00°39.374' LU 099°43.068' LS. Daerah ini dijumpai berbagai aktivitas masyarakat seperti mandi, cuci, kakus, dan aktivitas penambangan.

Stasiun IV

Stasiun ini berada di Desa Dalan Lidang Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal. Daerah ini merupakan hilir atau bendungan sungai Batang Gadis. Secara Geografis stasiun ini berada pada 00°48.352' LU 099°34.272' LS.

Pengambilan sampel Ikan Garing dilakukan langsung di tempat penelitian dengan menggunakan Jala dengan ukuran 0,2 - 1 Inch, tanggok, dan pancing, penangkapan dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Kemudian ikan yang tertangkap dimasukkan ke dalam toples dan diidentifikasi. Semua ikan yang tertangkap akan diukur panjang dan beratnya. Buku Ididentifikasi ikan yang digunakan berpedoman pada Kottelat (1993).

Sebagai data penunjang dari data di atas maka dilakukan wawancara dengan warga setempat dan Panitia Lubuk Larangan Sungai Batang Gadis dan pengelolaan terhadap DAS Sungai Batang Gadis.

Sedangkan Pengukuran faktor Fisika Kimia perairan Sungai Batang Gadis dilakukan langsung di stasiun yang sudah ditentukan dan dilakukan setiap pengambilan sampel Ikan Garing. Untuk uji kualitas airnya seperti pengukuran BOD5 dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Air dan Lingkungan (Puslit SDAL) Universitas Sumatera Utara dan uji Kekeruhan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.

Analisis Data

Kepadatan Populasi (KP)

Perhitungan kepadatan Populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Barus,2004).

KP=Jumlah Individu suatu Jenis/ Ulangan Luas Area

Kelimpahan Relatif (KR)

Menurut Barus (2004), perhitungan kepadatan Relatif dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

KR= Kepadatan Suatu Jenis ×100%

Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis

Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai KR > 10%.

(4)

4 Frekuensi Kehadiran (FK)

Menurut Barus (2004) Frekuensi Kehadiran dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

FK= Jumlah plot ditempati suatu jenis ×100% Jumlah total plot

Keterangan nilai FK : 0 - 25 % = sangat jarang 25 – 50% = jarang 50 – 75% = sering > 75% = sangat sering Indeks Pencemaran Pij= √(Cij/Lij)²M+(Cij/Lij)²R 2a Keterangan :

Pij = Indeks Pencemaran bagi Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran

Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku Hubungan indeks pencemaran dengan mutu perairan disajikan sebagai berikut:

0 ≤Pij ≤1,0 = memenuhi baku mutu (kondisi baik) 1,0 < Pij ≤ 5 = tercemar ringan 5,0 ≤ 10 = tercemar sedang Pij > 10,0 = tercemar berat Hasil

Identifikasi Ikan Garing (Tor tambra) Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal diperoleh hasil sebanyak 59 Ikan Tor

yaitu jenis ikan Garing. Ikan Garing

(Tor tambra) merupakan ikan air tawar

yang hidupnya pada perairan yang berarus. Ikan Garing (Tor tambra) yang tertangkap di sungai Batang Gadis memiliki ciri-ciri morfologi yang terdiri

dari sisik berwarna hitam keperakan, kuning keperakan dan tubuhnya pipih memanjang, moncong agak meruncing, mulut tebal, serta memiliki tekstur daging tebal. Kepadatan Populasi (KP) Kelimpahan Relatif (KR) Frekuensi Kehadiran (FK) 0,0001 Ind/m² 0,0007 Ind/m² 0,0003 Ind/m² 0,0002 Ind/m² 0 0.0005 0.001

Stasiun 1Stasiun 2Stasiun 3Stasiun 4

Kepadatan Populasi (KP) Ikan Garing (Tor tambra)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 2% 18,5% 3% 2,5% 0 10 20

Stasiun 1Stasiun 2Stasiun 3Stasiun 4

Kelimpahan Relatif (KR) Ikan Garing (Tor tambra)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 9% 73% 47,00% 26% 0% 50% 100% Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

Frekuensi Kehadiran (FK) Ikan Garing (Tor

tambra)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

(5)

5 Faktor Fisik Kimia Sungai

Batang Gadis

Pembahasan

Ikan Garing (Tortambra)

Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan Sungai Batang Gadis Kabupaten Mandailing Natal diperoleh ikan Garing sebanyak 59 ekor merupakan suku Cyprinidae dan ordo Cypriniformes. Jenis ikan

Tor lainnya tidak ditemukan. Dahulunya ada salah satu ikan Tor

yang ditebar oleh pemerintah. Saat ini sulit didapatkan karena masyarakat di Mandailing Natal masih sangat awam dan tidak mengerti dengan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga tidak ada kepedulian terhadap kelestarian ikan Tor jenis lainnya.

Ikan Garing memiliki panjang ± 10,8 – 23,5 cm dan beratnya mencapai 1 kg, sisik berwarna keperakan, dan memiliki tekstur lembut dengan daging yang enak. Apabila suhu air dingin maka ikan Garing akan menghindar dan sangat sulit di temukan. Menurut Cholik dkk, (2005) diacu oleh Pasaribu, (2012) Ikan Tor sp. hanya bisa hidup pada air jernih yang terus mengalir deras dengan suhu relatif

21-24°C. Kebiasaan dari ikan ini berkelompok dan beriring atau sering disebut dengan istilah

schooling.

Jala yang digunakan untuk menangkap ikan Garing biasanya digunakan jala ramot dan jala godang. Jala ramot memiliki diameter tebar 2 m biasanya jala ini digunakan untuk menangkap semua jenis ikan baik yang ukuran kecil maupun berukuran besar, sedangkan jala Godang digunakan untuk menangkap ikan berukuran yang besar dan memiliki diameter tebar 2,5 m, jumlah pemberat pada jala Godang normalnya adalah 900 buah, sedangkan jala Ramot 1200 buah. Jala Godang memiliki ukuran 1 Inch dan Jala Ramot 0,2 Inch.

Menurut Cholik, dkk., (1995) diacu oleh Azhari (2011) menyatakan Kebiasaan makan alami ikan Tor sp. bersifat omnivora diantaranya tumbuhan, buah Ficus

sp., serangga, kepiting, udang, keong-keongan dan lumut-lumutan. Selain itu ikan ini aktif makan pada malam hari.

Ikan Garing juga merupakan ikan yang sangat istimewa dan unik karena merupakan makanan untuk menjamu raja-raja zaman dulu. Ikan Garing setelah 1 tahun akan berubah nama menjadi ikan Mera karena warna sisiknya berubah menjadi kemerahan sehingga orang sering menyebutnya ikan Mera. Ikan Mera ini biasanya mempunyai panjang ± 50 cm dengan berat mencapai 2 kg. Kepadatan Populasi (KP) Ikan Garing (Tor tambra)

Kepadatan populasi (KP) terendah pada stasiun I sebanyak Parameter Fisik-Kimia Satuan Stasiun 1 2 3 4 Rata-rata Suhu °C 18-19 23-25 23-24 25-26 23,5 pH - 5,7-7,6 5,3-7,1 4,7-6,8 4,5-6,7 7,05 DO mg/l 6,3-7,2 6,8-6,9 5,0-5,1 4,9-5,7 6,2 BOD5 mg/l 1,7-2,09 2,5-2,7 3,2-3,6 3,5-3,8 3,07 Kekeruhan NTU 9,3-11,4 12,3-14,1 33,1-48,5 24,8-55,2 32,3 Kedalaman cm 45-50 65-100 50-65 80-200 - Arus m/det 0,09 0,05 0,08 0,03 -

(6)

6 0,0001 ind/m² dan jumlah Ikan

Garing berkisar 240 Individu. Hal ini disebabkan karena pada stasiun ini merupakan daerah kontrol dan kondisi habitat dan lingkungannya yang sangat dingin sehingga sangat sedikit ikan yang ada pada stasiun ini.

Kemudian stasiun II memiliki Kepadatan populasi (KP) tertinggi sebesar 0,0007 ind/m² dengan jumlah Ikan Garing berkisar 1992,29 Individu. Stasiun II merupakan tempat masyarakat melakukan aktivitas sehari-hari seperti MCK (mandi, cuci, kakus). Sepanjang stasiun II ini memiliki banyak sekali Lubuk yakni sungai yang memiliki kedalaman hampir 1-2 m di dekat kawasan Lubuk larangan.

Sebelum daerah lubuk ini, ada masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai kegiatan MCK (mandi, cuci, kakus) setiap harinya membuang makanan sisa ke sungai dan merupakan makan bagi ikan dan penggunaan sabun, deterjen, sangat berpengaruh terhadap kualiatas air.

Menurut Sinta (2009) menyatakan bahwa deterjen adalah salah satu produk komersial yang digunakan untuk menghilangkan kotoran pada pakaian. Dalam detergen terdapat surfaktan yang tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme sehingga menimbulkan busa pada perairan menyebabkan menurunnya tingkat transfer oksigen ke dalam air.

Banyaknya ditemukan aktivitas masyarakat di sepanjang stasiun II tidak terlalu berpengaruh pada ikan Garing karena pada stasiun II memiliki arus yang cepat

dan masih termasuk hulu Sungai Batang Gadis sehingga memungkinkan semua limbah ataupun kotoran yang dibuang ke sungai langsung hanyut.

Pada stasiun III memilki Kepadatan Populasi (KP) sebesar 0,0003 Ind/m² dengan jumlah Ikan Garing berkisar 980 Individu. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas masyarakat terutama MCK (mandi, cuci, kakus) dan penambangan emas yang berlebihan menyebabkan terjadinya pendangkalan badan sungai.

Dahulunya stasiun III ini dikatakan memiliki ikan Garing yang banyak. Setelah penambangan emas yang dilakukan terus menerus memberikan perubahan yang sangat drastis terutama terhadap kualitas air yang menyebabkan kekeruhan.

Meningkatnya aktivitas manusia untuk memanfaatkan potensi yang ada di sungai Batang Gadis ini seperti penambangan emas tanpa izin (PETI), penambangan pasir/batu kerikil menyebabkan terganggunya daur hidup dari organisme yang ada diperairan tersebut. Selain itu, berbagai keluhan masyarakat yang menggunakan stasiun III ini sebagai tempat mandi dan kegiatan mencuci seperti penyakit gatal-gatal. Pengolahan emas tradisional yang terdapat pada stasiun III ini dengan menggunakan bahan merkuri juga sangat meresahkan masyarakat karena limbahnya langsung dibuang ke sungai. Para penambang menggunakan merkuri sebagai pengikat emas (dalam bentuk amalgam) yaitu dengan mencampur bijih emas dengan merkuri untuk

(7)

7 membentuk amalgam dengan media

air.

Sesuai dengan pernyataan Anas (2010) menyatakan hasil dari penambangan ini adalah bijih emas dan limbah berupa merkuri yang mencemari air dan tanah, serta dampaknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan khususnya masyarakat sekitarnya.

Pada stasiun IV memiliki Kepadatan Populasi (KP) sebesar 0,0002 Ind/m² dengan Jumlah Ikan Garing berkisar 648,14 individu. Hal ini dikarenakan karena pada stasiun

IV ini merupakan pertemuan beberapa Sungai dan merupakan Bendungan Sungai Batang Gadis. Pertemuan beberapa anak sungai yang bermuara ke Bendungan Batang Gadis diantaranya ada sungai yang memiliki kesadahan yang tinggi dimana ikan tidak bisa hidup di dalamnya.

Semakin banyaknya kandungan bahan limbah organik mapun non organik terlarut yang bermuara pada bendungan Batang Gadis ini menyebabkan kualitas airnya menurun serta terjadinya pengadukan. Keberadaan Ikan Garing pada stasiun ini sangat sulit didapat karena arusnya yang tinggi sehingga pergerakan airnya lambat.

Stasiun IV ini merupakan muara beberapa sungai di Mandailing Natal dengan substratnya lumpur. Ikan Garing di stasiun ini terbawa hanyut dari anak sungai Batang Gadis yang bermuara ke Bendungan Sungai Batang Gadis. Banyaknya limbah penduduk MCK (mandi, cuci, kakus), pertanian, penambangan emas, dinyatakan kualiatas airnya mulai menurun.

Arus sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan Garing, arus stasiun IV dan pergerakan airnya lebih kuat sehingga ikan Garing yang terdapat pada stasiun IV sedikit. ketahanan hidup ikan Garing sangat dipengaruhi oleh arus dan kedalaman. Semakin dalam dasar Bendungan Sungai Batang Gadis menyebabkan ikan Garing sulit betahan hidup dan ikan Garing justru akan berenang mencari tempat yang memiliki arus deras. Mulya (2004) menyatakan bahwa kedalaman dan kecepatan arus bervariasi menurut panjang dan lebar Sungai. Semakin ke hilir kedalaman air biasanya semakin tinggi dan kecepatan arusnya mempengaruhi kehidupan ikan di perairan tersebut.

Karena tidak adanya instalasi pengolahan lumpur sisa olahan sebelum dibuang ke sungai yang mengandung merkuri sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan Garing. Meningkatnya pembuangan limbah tambang emas illegal yang mengandung merkuri pada hulu Sungai Batang Gadis yang bermuara ke Bendungan Sungai Batang Gadis akan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan ikan di dalamnya terutama ikan Garing.

Kelimpahan Relatif (KR) Ikan Garing (Tor tambra)

Menurut Barus (2004), apabila diperoleh nilai KR >10% maka suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme. Kelimpahan Relatif pada stasiun I sebesar 2%, maka dapat dinyatakan bahwa habitatnya tidak

(8)

8 sesuai pada stasiun I untuk

kehidupan ikan Garing.

Kelimpahan Relatif (KR) pada stasiun II sebesar 18,5%, dan dapat dinyatakan bahwa pada stasiun I ini merupakan tempat habitat yang sesuai untuk kehidupan Ikan Garing. Hal ini disebabkan karena pada stasiun ini banyak terdapat lubuk yang merupakan tempat berkumpulnya ikan. Pada stasiun II ini juga ditemukan aktivitas masyarakat terutama MCK (mandi,cuci,kakus) sehingga banyaknya makanan yang terbuang ke sungai menjadi makanan bagi ikan terutama ikan Garing.

Kelimpahan Relatif (KR) stasiun III sebesar 3% dikatakan sangat sedikit dan merupakan habitat yang masih sesuai untuk Ikan Garing. Hal ini disebabkan karena adanya pendangkalan secara terus menerus sehingga berpengaruh terhadap habitat hidup ikan Garing sekaligus mengurangi jumlah ikan ini sebagai ikan yang diistimewakan dan dikerabatkan di wilayah ini.

Pada stasiun IV diperoleh Kelimpahan Relatif (KR) sebesar 2,5% masih dapat dikatakan habitatnya sesuai meskipun pada stasiun IV ini merupakan daerah Bendungan Sungai Batang Gadis. Dalam hal ini meskipun banyak bahan yang terbuang di dalamnya tetapi masih ada ditemukan ikan Garing yang terbawa hanyut dari anak sungai Batang Gadis yang bermuara ke bendungan Batang Gadis.

Frekuensi Kehadiran (FK) Ikan Garing (Tor tambra)

Frekuensi Kehadiran (FK) pada stasiun I sebesar 9%. Barus (2004) menyatakan bahwa jumlah kehadiran suatu spesies dikatakan sering muncul apabila diperoleh nilai Frekuensi Kehadiran (FK) sebesar 50 - 75%, jika nilai FK 0-25 % dapat dikatakan bahwa Frekensi Kehadiran spesies sangat jarang. Maka frekuensi Kehadiran Ikan Garing pada stasiun I dapat dikatakan sangat jarang.

Hal ini diduga dipengaruhi oleh suhu yang sangat rendah yakni 19 °C dan kedalaman pada stasiun I sangat dangkal. Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air. Menurut Cholik dkk, (2005) diacu dalam Pasaribu (2012) Ikan Garing hanya bisa hidup pada air jernih yang terus mengalir deras dengan suhu relatif 21-24°C.

Frekuensi Kehadiran (FK) pada stasiun II sebesar 73%, menurut Barus (2004) dinyatakan sering. Sehingga pada stasiun II memiiki Kelimpahan ikan Garing tertinggi di Sungai Batang Gadis yakni 1992,29 Individu. Pada stasiun terdapat beberapa aktivitas kebiasaan masyarakat seperti MCK (mandi, cuci, kakus). Banyaknya bahan yang terbuang oleh aktivitas masyarakat menyebabkan nutrien dalam perairan meningkat.

Frekuensi Kehadiran (FK) ikan Garing pada stasiun III sebesar 47% dan menurut Barus (2004) dapat juga dikatakan jarang. Hal ini disebabkan karena pada stasiun III terdapat kegiatan penambangan emas tanpa ijin (PETI) sehingga

(9)

9 sangat meresahkan masyarakat

sekitar.

Frekuensi Kehadiran (FK) pada stasiun IV sebesar 26% dan dapat dinyatakan Frekuensi Kehadiran (FK) nya jarang. Dapat disimpulkan bahwa pada stasiun IV merupakan buangan semua aliran sungai yang menyebabkan Ikan Garing sulit berkembang karena kondisi airnya yang kotor dan cahaya sangat sangat sulit masuk ke dalam perairan.

Lawrence dkk (2000) diacu oleh Siagian (2012) menyatakan bahwa ketersedian nutrien, cahaya, pengadukan,masa tinggal air (water

residence time) dan suhu adalah

faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan komposisi fitoplankton di waduk.

Faktor Fisik-Kimia Perairan Sungai Batang Gadis

Suhu (°C)

Dari hasil pengamatan kualitas air yang diperoleh secara umum masih mendukung kehidupan ikan Garing. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suhu dari masing-masing stasiun diperairan Sungai Batang Gadis berkisar antara 19-25°C dengan suhu rata-rata 24,5°C. Kisaran suhu terendah pada stasiun I sekitar 19°C dan suhu tertinggi berada pada stasiun IV sebesar 25°C karena letak daerah yang rendah dan merupakan pusat atau kabupaten kota Mandailing Natal. Menurut Effendi (2003) kisaran suhu optimal bagi kehidupan organisme di perairan tropis adalah 20°C - 30°C.

pH (Potential Hydrogen)

Nilai pH dari masing-masing stasiun di perairan Sungai Batang Gadis berkisar 6,7-7,6. Tingginya pH pada stasiun I disebabkan daerah ini belum ada aktivitas yang menghasilkan senyawa organik. Rendahnya pH yang terdapat pada stasiun III dan IV disebabkan banyaknya aktivitas penduduk dan kegiatan penambangan emas yang membuang limbah merkuri langsung ke sungai dalam jumlah besar setiap harinya.

Sesuai dengan pernyataan Barus (2004) setiap spesies memiliki toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH ideal bagi kehidupan organisme aquatik termasuk plankton pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5.

Oksigen Terlarut (DO)

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh oksigen terlarut dari setiap stasiun penelitian berkisar 5,1-7,2 mg/l. Tingginya nilai oksigen terlarut pada stasiun I disebabkan daerah ini merupakan daerah yang minim aktivitas masyarakat dan daerah kontrol. Nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun III dan stasiun IV sebesar 4,9- 5 mg/l.

Rendahnya oksigen terlarut pada stasiun III dan IV ini karena tingginya aktivitas masyarakat yang membuang limbahnya langsung ke sungai Batang Gadis. Menurut Foster (1975) diacu oleh Sukardi (1999) menyatakan umumnya nilai DO yang terlarut dalam air bervariasi antara 5-7 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi air cukup baik bagi kehidupan organisme akuatik. Tetapi, apabila

(10)

10 DO berada di bawah 4 mg/l, maka

hal ini merupakan suatu tanda bahwa kondisi air cukup membahayakan bagi biota pengguna oksigen.

BOD5 (Biochemical Oxygen

Demand )

Nilai BOD5 dari masing-masing stasiun di perairan Sungai Batang Gadis berkisar antara 1,7-3,8 mg/l. Nilai BOD5 terendah terdapat pada stasiun I sebesar 2,09 mg/l dan BOD5 tertinggi berada pada stasiun IV sebesaar 3,8 mg/l. Rendahnya nilai BOD5 pada stasiun I ini disebabkan daerah ini merupakan daerah yang bebas dari aktivitas masyarakat atau daerah kontrol sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organik itu rendah.

Tingginya nilai BOD5 pada stasiun IV karena daerah ini merupakan daerah bendungan yang didalamnya banyak kandungan bahan organik beban terlarut dan merupakan muara banyak anak sungai. Effendi (2003) menyatakan BOD5 merupakan gambaran kadar bahan organik yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik dalam air.

Kekeruhan

Kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 11,7 NTU, hal ini karena tidak adanya aktivitas pada daerah ini dan merupakan kontrol. Sedangkan kekeruhan paling tinggi berada pada stasiun III dan stasiun IV. Sesuai dengan pernyataan Wardhana (2001) diacu oleh Taufieq (2009), berkurangnya

luas kawasan hutan serta semakin luasnya bagian permukaan tanah DAS yang terbuka menyebabkan erosi permukaan menjadi semakin besar sehingga angkutan sedimen aliran permukaan bertambah. Tingkat kekeruhan air baku sungai dengan standar maksimal air bersih yaitu 25 NTU.

Kedalaman

Nilai kedalaman masing-masing stasiun penelitian di perairan Sungai Batang Gadis berkisar 45-200 m. Keberadaan ikan Garing pada Sungai Batang Gadis sangat dipengaruhi kedalaman karena semakin dalam suatu daerah di Sungai maka semakin banyak ditemukan ikan Garing, sedangkan pada kedalaman yang dangkal sangat sulit ditemukan.

Kecepatan Arus

Kecepatan arus setiap aliran air sungai berbeda-beda. Hal ini dikarenakan kondisi fisik dan lokasi sungai yang berbeda. Sungai Batang Gadis memiliki kecepatan Arus berkisar antara 0,03 – 0,09 m/det. Kecepatan arus pada sungai Batang Gadis sangat mempengaruhi kehidupan ikan Garing.

Indeks Pencemaran

Berdasarkan hasil perhitungan beban pencemaran di Sungai Batang Gadis yang berasal dari aktivitas MCK (mandi, cuci, kakus) masyarakat dan penambangan memberikan masukan beban pencemaran bahan organik yang paling tinggi. Beban pencemaran bahan organik yang tinggi ditandai

(11)

11 dengan tingginya beban pencemaran

parameter BOD.

Pada stasiun I diperoleh nilai indeks pencemaran sebesar 0,99 dapat dinyatakan bahwa pada stasiun I memenuhi baku mutu dengan kondisi baik dan tidak tercemar. Pada stasiun II diperoleh nilai indeks pencemaran sebesar 1,42 dan tergolong tercemar ringan. Sedangkan pada stasiun III diperoleh indeks pencemarannya sebesar 6,6, tergolong tercemar sedang. Sedangkan pada stasiun IV diperoleh nilai indeks pencemarannya sebesar 7,9 dan tergolong tercemar sedang. Sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 menyatakan bahwa Sungai Batang Gadis masih dapat digunakan untuk bahan baku, budidaya air tawar, peternakan, dan pertanian.

Kondisi yang demikian apabila dibiarkan terus menerus menyebabkan kehidupan ikan Garing yang terdapat di Sungai Batang Gadis akan semakin terganggu dan dapat merusak ekosistem serta kualitas perairan Sungai Batang Gadis. Selanjutnya Pemerintah RI nomor 42 pasal 5 Tahun 2008 tentang pengelolaan sumberdaya air menyatakan kebijakan pengelolaan sumberdaya air mencakup aspek konservasi sumberdaya air yang ditujukan dengan mempertahankan kondisi lingkungan masing-masing.

Kesimpulan

1. Ikan di Sungai Batang Gadis yang tertangkap setiap stasiunnya adalah jenis ikan Garing (Tor tambra). Pengaruh

aktivitas masyarakat terhadap kelimpahan ikan Tor tambra di Sungai Batang Gadis sangat berdampak besar terutama dilihat dari kepadatan Populasi (KP), kelimpahan relatif (KR), dan frekuensi kehadiran (FK) yang mengalami penurunan. 2. Kualitas Air Sungai Batang

Gadis sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 melalui pengukuran parameter fisik kimia perairan menyatakan bahwa Sungai Batang Gadis sudah tercemar yaitu pada stasiun II tercemar ringan sedangkan pada stasiun III dan IV tercemar sedang sedangkan pada stasiun I dinyatakan tidak tercemar. Saran

Kajian lebih lanjut mengenai kualitas air sungai Batang Gadis secara menyeluruh dan upaya rehabilitasi habitat hidup ikan Garing (Tor tambra) untuk meningkatkan produktivitas ikan Garing (Tor tambra) diarea Lubuk Larangan.

Daftar pustaka

Anas. 2010. Analisis Kandungan Merkuri Pada Air Sungai Dan Ikan Akibat Tambang Emas Tradisional Serta Tata Cara Penggunaan Merkuri oleh Penambang

Emas Di Desa

Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.[Skripsi]. FKM- USU. Medan. Abdullah. 2013. “Wawancara

(12)

12 pengelolaan Sumberdaya

Sungai Batang Gadis. Kotanopan.

Azhari, N. G. Kusuma

.

2011. Teknik pembenihan ikan batak (Tor soro) di Instalasi Riset Plasma Nutfah Perikanan Budidaya air tawar Cijeruk Bogor.

Universitas Airlangga.

Surabaya.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi tentang Ekosistem sungai dan danau. Jurusan Biologi USU – FMIPA USU Medan.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oceana IX No. 1. Hal 12-19.

Mulya, M.B. 2004.

Keanekaragaman Ikan di Sungai Deli Provinsi Sumtera Utara serta keterkaitannya dengan Faktor Fisik kimia Perairan. F. MIPA USU. Medan. Satriata, P. 2012. Kepadatan Ikan

Jurung (Tor sp.) serta keterkaitannya dengan kualitas air di sungai Raniate. Kab. Tapanuli

Selatan. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Siagian, M. 2012. Jenis dan Keanekaragaman

Fitoplankton di Waduk PLTA Koto Panjang, Kampar, Riau.

[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru. Riau.

Sahlan, M. 2013. “Komunikasi pribadi”. Asal mula Sungai Batang Gadis dan asal mula terbentuknya Lubuk Larangan. Kotanopan.

Sukadi, Drs. 1999. Pencemaran sungai akibat buangan limbah dan pengaruhnya terhadap BOD dan DO. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung. Bandung.

Taufieq, N. A. S. 2009. Analisis tingkat kekeruhan air DAS Jeneveberantas sebagai sumur air baku PAM Somba UPU. UNM. Makassar.

Wahyuningsih, H. dan Spriharti, D. 2004. Kepadatana populasi ikan Jurung (Tor sp.) di

Sungai Bahorok

Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Fase-fase mitosis pada penelitian yang dilakakukan telah ditemukan fase profase, prometafase, metaphase, anaphase dan telofase pada preparat akar markisa ungu

Kongesti sinusoid dengan keparahan yang semakin meningkat sesuai dengan peningkatan dosis herbisida paraquat diklorida yang diberikan pada setiap tikus pada masing-masing

Kemudian pada ayat 74-75, dijelaskan Allah telah memperintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar mengingatkan orang-orang musyrik kepada kisah nenek moyangnya yang mereka

Usaha rehabilitasi sosial bagi warga binaan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Gelandangan dan pengemis yang bekerjasama dengan instansi terkait dengan

Observasi dilakukan dengan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pembelajaran berlangsung. Pengamatan dilakukan menggunakan lembar observasi yang

Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya nilia ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila mita meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan

Dengan taraf kesalahan 10% yang telah ditetapkan sebelumnya, maka diketahui bahwa nilai p yang besarnya lebih besar dari 0,10 menunjukkan bahwa tidak ada