• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Mei 2011. Sampel lamun diambil dari Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu. Proses preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku. Analisis proksimat dan abu tidak larut asam dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis serat pangan dilakukan di Laboratorium Biokimia

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Proses ekstraksi (maserasi) dan uji aktivitas antioksidan dilakukan di Laboratorium Uji Biofarmaka Pusat Studi

Biofarmaka LPPM IPB. Uji total fenol dan fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah lamun dari jenis Thalassia hemprichii yang diperoleh dari perairan Pulau Pramuka yang terletak di wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah dietil eter, K2SO4, HgO, H2SO4, H2O2, H3BO3, bromcherosol green, methyl red, NaOH-Na2S2O3, dan HCl. Bahan-bahan untuk uji serat pangan, antara lain akuades, etanol 95%, etanol 78%, aseton, buffer fosfat, enzim thermamyl, HCl 4N, pepsin, NaOH 4N, pankreatin, dan Na2PO4 anhidrat. Jenis pelarut teknis yang digunakan dalam ekstraksi yaitu metanol (pelarut polar), etil asetat (pelarut semipolar), dan n-heksana (pelarut nonpolar). Bahan-bahan untuk uji aktivitas antioksidan adalah ekstrak lamun Thalassia hemprichii, 1,1-diphenil-2-picryhydrazyl (DPPH), metanol, dan butylated hydroxytoluene (BHT) sebagai antioksidan pembanding. Bahan-bahan untuk uji fitokimia adalah asam sulfat, pereaksi dragendorff, meyer, wagner, kloroform, anhidra asetat, magnesium, amil alkohol, HCl 2 N, etanol 70% dan FeCl3. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji total fenol meliputi etanol 96%, akuades, reagen Folin-Ciocalteau (50% v/v), larutan natrium karbonat (5% b/v).

(2)

Alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat, abu tidak larut asam dan serat pangan meliputi timbangan digital, pisau, sudip, cawan perselen, aluminium foil, gegep, desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring Whatman 42 bebas abu dan bebas lemak, kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung soxhlet, penangas air, labu kjeldahl, desikator, labu Erlenmeyer, buret, pipet volumetrik. Alat-alat yang digunakan untuk ekstraksi meliputi pipet tetes, corong kaca, botol vial, labu Erlenmeyer, kertas saring Whatman 42, gelas ukur, gelas piala, magnetic stirrer dan vacuum rotary evaporator. Alat-alat yang digunakan untuk uji total fenol antara lain timbangan digital, spektrofotometer UV-VIS, tabung reaksi dan vortex. Alat-alat yang digunakan untuk uji fitokimia meliputi tabung reaksi, pipet dan plate tetes. Alat-alat yang digunakan untuk uji aktivitas antioksidan meliputi timbangan digital, tabung reaksi, sudip, pipet mikro, mikroplate dan elisa reader.

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap, yaitu (1) pengambilan dan preparasi bahan baku, (2) uji proksimat, abu tidak larut asam, dan serat pangan (3) ekstraksi, (4) uji total fenol, uji fitokimia, dan uji aktivitas antioksidan.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel lamun Thalassia hemprichii di perairan Pulau Pramuka yang terletak di wilayah Taman

Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Lamun yang diambil dari perairan segera dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel dengan menggunakan air tawar untuk menghilangkan garam-garam yang masih menempel pada lamun. Lamun yang digunakan berupa lamun utuh dan tidak dipisahkan antar bagiannya. Sampel segar untuk analisis proksimat dan abu tidak larut asam dimasukkan ke dalam plastik kecil dan sebagian lagi dikeringkan dengan sinar matahari selama tiga hari. Sampel yang sudah kering kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender sehingga diperoleh bentuk serbuk halus kemudian diekstrak.

(3)

Gambar 3 Diagram alir penelitian Evaporasi

Filtrat

Ekstrak kasar metanol

Sampel + metanol Sampel + etil asetat Sampel + n-heksana

Maserasi Penyaringan Pengeringan dengan sinar matahari Analisis: a. Proksimat

b. Abu tidak larut asam c. Serat pangan Ekstraksi Lamun Thalassia hemprichii Sampel kering Ekstrak kasar etil asetat Ekstrak kasar n-heksana Rendemen ekstrak Uji fitokimia Uji total fenol

(4)

3.3.2 Analisis proksimat dan abu tidak larut asam

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, lemak, protein, abu, dan karbohidrat.

(a) Kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) atau dibiarkan hingga beratnya konstan kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai beratnya konstan, selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air :

(b) Kadar lemak (AOAC 2005)

Contoh seberat 1 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua

ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan

dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian dilakukan refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke

dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya

(5)

Perhitungan kadar lemak :

Keterangan : W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat labu lemak kosong (g)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

(c) Kadar protein (AOAC 1980)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml. Sebanyak 0,25 gram Selenium dan 3 ml H2SO4 pekat

serta sampel didestruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) pada suhu 410 oC selama 1 jam sampai larutan jernih. Setelah dingin ditambahkan 50 ml aquades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil

destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator bromcherol green-methyl red berwarna

merah muda (1:2). Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 40 ml dan

berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilat dititrasi dengan HCl 0,10 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga

terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(d) Kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator hingga didapatkan berat yang konstan dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 400 oC selama 1 jam, kemudian dimasukkan dalam desikator hingga didapatkan berat yang konstan dan ditimbang.

(6)

Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(e) Kadar abu tidak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 (BSN 2000) Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan dididihkan selama 5 menit. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida. Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Abu yang telah kering kemudian diabukan kembali dalam tanur dengan menggunakan wadah cawan porselen. Cawan porselen tersebut kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga beratnya tetap (BSN 2000).

Kadar abu tidak larut asam ditentukan dengan rumus:

3.3.3 Analisis serat pangan (dietary fiber) (Asp et al. 1983)

Analisis serat pangan dilakukan mengacu pada metode multi enzim (Asp et al. 1983). Serat pangan terdiri atas serat pangan larut dan serat pangan tak larut. Analisis serat pangan diawali dengan menghaluskan sampel kemudian dihomogenkan dan diliofilisasi. Sampel yang akan digunakan adalah sampel dalam keadaan tanpa lemak dan air. Oleh karena itu, dilakukan ekstraksi lemak dan pengeringan. Sampel tanpa lemak dan air ditimbang sebanyak 1 gram lalu ditambahkan 25 ml buffer phospat dan 0,1 ml enzim thermamil. Selanjutnya sampel dipanaskan pada suhu 80 0C selama 15 menit. Setelah dipanaskan, sampel didinginkan dan dilakukan pengaturan pH menjadi 1,5 dengan menggunakan HCl 4N lalu dilakukan penambahan 1 ml suspensi pepsin dan sampel diinkubasi dalam suhu 37 0C selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan pengaturan pH menjadi 6,8 dengan menggunakan NaOH 4N. Setelah dilakukan pengaturan pH, sampel ditambahkan suspensi pankreatin dan diinkubasi dalam suhu 37 0C selama 2 jam

(7)

kemudian dilakukan pengaturan pH kembali dengan menggunakan HCl 4N hingga diperoleh larutan sampel dengan pH 4,5.

1) Analisis serat pangan tak larut air (IDF)

Analisis serat pangan tak larut air dilakukan dengan menyaring larutan sampel pH 4,5 dengan kertas saring Whatman 40 hingga diperoleh filtrat dan residu. Residu yang diperoleh dibilas dengan akuades dan dicuci dengan 50 ml etanol 78%. Selanjutnya dilakukan pencucian kembali dengan menggunakan aseton lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 0C selama 3 jam. Setelah dioven. sampel didinginkan dan ditimbang kemudian diarangkan dan ditanur dalam suhu 550 0C. Selanjutnya sampel didinginkan dan ditimbang lalu dilakukan perhitungan dengan rumus berikut.

Keterangan : A = Berat sampel

B = Berat kertas saring kosong

C = Berat kertas saring + residu setelah dioven D = Berat cawan porselen kosong

E = Cawan porselen + abu setelah ditanur 2) Analisis serat pangan larut air (SDF)

Analisis serat pangan larut air dilakukan dengan penambahan 400-500 ml etanol 95% pada filtrat yang diperoleh dari analisis serat pangan tak larut. Selanjutnya sampel dipanaskan hingga 60 0C dalam waterbath kemudian didiamkan selama 1 jam. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman 40 hingga diperoleh residu dan filtrat. Residu yang diperoleh kemudian dibilas dengan akuades dan dicuci dengan 50 ml etanol 78% lalu dicuci kembali dengan aseton. Selanjutnya sampel dipanaskan dalam oven dengan suhu 105 0C selama 3 jam. Sampel didinginkan dan ditimbang kemudian diarangkan dan ditanur dalam suhu 550 0C. Sampel yang telah dingin selanjutnya ditimbang dan dilakukan perhitungan dengan rumus berikut.

(8)

Keterangan : A = Berat sampel

F = Berat kertas saring kosong

G = Berat kertas saring + residu setelah dioven H = Berat cawan porselen kosong

I = Cawan porselen + abu setelah ditanur 3) Total serat pangan (TDF)

Total serat pangan dapat diendapkan langsung dengan cara menambahkan 4 volume alkohol 95% ke dalam hasil digesi setelah tahap penentuan pH menjadi 4,5 menggunakan HCl kemudian disaring tahapan pada metode penentuan serat yang larut. Perhitungan total serat pangan ditentukan dengan rumus berikut.

TDF (g/100g) = IDF (g/100g) + SDF (g/100g) 3.3.4 Ekstraksi bahan aktif (Andayani et al. 2008)

Ekstraksi bahan aktif dilakukan dengan menggunakan tiga jenis pelarut yaitu metanol (polar), etil asetat (semipolar), dan n-heksana (nonpolar). Lamun yang sudah dikeringkan dan dihaluskan dengan blender, ditimbang sebanyak 25 g dan ditambahkan pelarut sebanyak 200 ml. Langkah selanjutnya adalah maserasi sampel dalam pelarut selama 48 jam menggunakan orbital shaker pada suhu ruang. Kemudian sampel disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman nomor 42 sehingga diperoleh filtrat. Filtrat ditampung dalam botol. Setelah diperoleh ekstrak hasil penyaringan, pelarut dari setiap ekstrak diuapkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 40 oC. Ekstrak kasar yang diperoleh kemudian dilakukan uji total fenol, uji fitokimia, dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH.

3.3.5 Uji total fenol (Yanthong et al. 2009)

Kandungan total fenol diukur dengan spektrofotometer menggunakan perekasi Follin-Ciocalteu. Ekstrak lamun masing-masing sebanyak 5 mg dilarutkan dengan 2 ml etanol 96% dalam tabung reaksi. Campuran tersebut ditambahkan 5 ml akuades dan 0,5 ml reagen Follin-Ciocalteau (50% v/v), kemudian didiamkan selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan 1 ml larutan natrium karbonat (5% b/v), dihomogenasi dan diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam dalam kondisi tanpa cahaya (gelap). Kandungan total fenol diukur

(9)

dengan spektrofotometer UV-Visible (UV-Vis) pada panjang gelombang 725 nm. Kurva standar fenol dibuat dengan menggunakan standar asam galat (25-200 µg/ml) sebagai pengganti sampel dengan perlakuan yang sama. Standar asam galat yang digunakan menggunakan konsentrasi 0,10,20,30,40,50,60 dan 70 ppm. Kemudian serapan standar tersebut diukur panjang gelombangnya dan dibuat kurva kalibrasi dari hubungan antara konsentrasi asam galat dengan absorban. Kandungan total fenol diinterpretasikan sebagai milligram ekivalen asam galat (GAE= Galic Acid Equivalent) per 1000 g sampel (mg GAE/1000 g sampel). 3.3.6 Uji fitokimia (Harborne 1987)

Uji fitokimia berdasarkan Harborne (1987) meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict,

Biuret dan Ninhidrin. Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar lamun dugong (Thalassia hemprichii) yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi

(a) Alkaloid

Uji alkaloid dilakukan dengan melarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji positif diperoleh bila terbentuk endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml

dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga.

(10)

(b) Terpenoid/ Steroid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

(c) Flavonoid

Sejumlah sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. (d) Saponin (uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

(e) Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Ekstrak yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan.

(f) Tanin

Sejumlah sampel ditambahkan FeCl3 kemudian campuran dihomogenkan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada campuran 3.3.7 Uji aktivitas antioksidan (Aranda et al. 2009)

Uji aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel yang digunakan dalam mereduksi radikal bebas stabil DPPH. Sebanyak 1 mg ekstrak kasar dan BHT sebagai kontrol positif ditimbang lalu ditambahkan etanol dengan perbandingan 1:1000. Selanjutnya 1,3 mg DPPH diencerkan dengan 25 ml etanol. 1 µl etanol diisikan ke dalam microwell plate yang telah disiapkan. Setelah itu, dilakukan pengisian ekstrak dengan beberapa konsentrasi dan penambahan larutan DPPH. Campuran dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Serapan yang dihasilkan diukur dengan elisa reader pada panjang gelombang 517 nm.

(11)

Persentase penghambatan aktivitas radikal bebas diperoleh dari nilai absorbansi sampel. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara konsentrasi sampel dan presentase pengahambatan aktivitas radikal bebas. Nilai konsentrasi penghambatan aktivitas radikal bebas sebanyak 50 % (IC50) dihitung dengan menggunakan persamaan regresi. Nilai IC50 diperoleh dengan memasukkan Y=50 serta nilai A dan B yang telah diketahui. Nilai x sebagai IC50 dapat dihitung dengan persamaan :

y = A + B ln(x) Keterangan : y = persen inhibisi

A = slope B = intercept

x = konsentrasi sampel (mg/l) 3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Perlakuan pada penelitian ini dalah penggunaan jenis pelarut polar yaitu n-heksana, etil asetat, dan metanol. Semua perlakuan dilakukan sebanyak dua kali ulangan. Hipotesis rancangan acak lengkap (RAL) terhadap rendemen ekstrak, total fenol, dan aktivitas antioksidan adalah sebagai berikut:

H0 : jenis pelarut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen, total fenol, dan aktivitas antioksidan (αi = 0)

H1 : jenis pelarut berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen (αi ≠ 0)

Rancangan percobaan yang digunakan untuk menganalisis data rendemen ekstrak hasil, uji kandungan total fenol, dan aktivitas antioksidan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan model sebagai berikut.

Yij = µ + αi + εij Keterangan ;

Yij = hasil pengamatan faktor jenis pelarut taraf ke-i (i=1,2,3) pada ulangan ke-j (j=1,2)

µ = rataan umum

αi = pengaruh faktor jenis pelarut taraf ke-i

εj = pengaruh galat jenis pelarut (i) pada ulangan ke-j

Apabila hasil analisis ragam (ANNOVA) pada rendemen ekstrak, total fenol, dan aktivitas antioksidan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan dengan rumus sebagai berikut:

(12)

Keterangan :

Sy = significant range KTS = kuadran tengah sisa r = ulangan

qa‘ = significant studentized range

Gambar

Gambar 3 Diagram alir penelitian Evaporasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode latihan berstruktur yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (1) guru

tegas melalui lisan maupun tulisan atau dengan beramal sesuai dengan hukum yang disepakati itu. Kesepakatan seperti itu disebut Ijma' yang sebenarnya atau ijma' bayani

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

Dia mengimbau kepada masyarakat Kabu- paten Serang bagi yang sudah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap atau DPT, warga yang belum terdaftar sebagai pemilih, baru beru- sia 17

Suatu perdamaian harus ada timbal balik dalam pengorbanan pada diri pihak-pihak yang berperkara maka tiada perdamaian apabila salah satu pihak dalam suatu

RADIO VISI INTI SWARA FM/H... JEMBER

Dari kenyataan diatas penulis memandang penelitian ini sangat perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan: Pertama, pendidikan karakter di sekolah atau madrasah