• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN MEDIA SMART CARD PADA KEGIATAN PENYULUHAN PENCEGAHAN PENYAKIT ISPA UNTUK SISWA SD NEGERI DI TEGALREJO, KOTA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN MEDIA SMART CARD PADA KEGIATAN PENYULUHAN PENCEGAHAN PENYAKIT ISPA UNTUK SISWA SD NEGERI DI TEGALREJO, KOTA YOGYAKARTA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

tian larva sebesar 100 %, 86 %, 37 %, 23 %, 12 %, dan 6 %.

Namun demikian, secara statistik, perbedaan rerata persentase kematian larva Aedes sp hasil dari penggunaan dua jenis aplikasi larvasida temephos 1 % di atas, mulai dari dua minggu perta-ma hingga ke-enam, tidak menunjukkan kebermaknaan (nilai p = 0,298).

SARAN

Masyarakat Dusun Banyumeneng disarankan untuk menggunakan larvasi-da temephos 1 % yang diaplikasikan de-ngan sistem membran, karena mempu-nyai daya bunuh terhadap larva Aedes sp yang lebih tinggi dibandingkan de-ngan aplikasi sistem tabur.

Masyarakat juga dihimbau untuk melaksanakan program 3M secara ter-atur serta tidak bergantung pada larvasi-da temephos 1 % untuk kegiatan pem-berantasan DBD.

Bagi mereka yang tertarik untuk me-lanjutkan penelitian ini, disarankan untuk meneliti daya bunuh larvasida temephos

1 % dengan aplikasi sistem mebran hingga mencapai kematian larva Aedes sp 0 %.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan R. I., 2009.

Sistem Kesehatan Nasional, Depkes RI, Jakarta.

2. Hastuti, O., 2008. Demam Berdarah Dengue, Kanisisus, Yogyakarta. 3. Nadesul, H., 2007. Cara Mudah

Me-ngalahkan Demam Berdarah, Buku Kompas, Jakarta.

4. Kementerian Kesehatan R. I., 2014.

Waspada DBD di Musim Pancaro-ba, (http://www.depkes.go.id/article/ view/15010200002/waspada-dbd-di-musim-pancaroba.html, diunduh 19 Februari 2015).

5. Gafur, A., Mahrina, & Hardiansyah. 2006. Kerentanan larva Aedes ae-gypti dari Banjarmasin Utara terha-dap temefos, Bioscientiae, 3(2):

hal.73-82, (http://www.gafura.net/ga-fura/publikasi.htm, diunduh 21 Fe-bruari 2015).

6. Said, P. S., 2010. Efektivitas Peng-gunaan Temephos 1 % dan Pyripro-xyfen 0,5 % terhadap Kematian Lar-va Aedes aegypti di Kelurahan Pri-nggokusuman Yogyakarta 2010, Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan, Jurusan Kesehatan Lingkungan Pol-tekkes Kemenkes, Yogyakarta.

7. Saputri, I. A., 2014. Uji Efektivitas Larvasida Temephos 1 % Menggu-nakan Pipa Pemantau Jentik (Pe-mantika) di Daerah Endemis DBD, Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Jurusan Kesehatan Lingkungan Pol-tekkes Kemenkes, Yogyakarta. 8. Zubaidah, T., & Darmiah. 2013.

Per-bandingan efektivitas model abatisa-si di laboratorium kesehatan lingku-ngan Poltekkes Kemenkes Banjar-masin 2011. Jurnal Epidemiologi dn Penyakit Bersumber Binatang, 4: hal.138-143, (http://scholar.google. com/citations?user=MWZPftgAAAAJ &hl=en, diunduh 25 Januari 2015). 9. Yulidar, & Hadifah, Z.,. 2014.

Keru-sakan larva Aedes aegypti (Linn.)

setelah terpapar temefos pada fase larva instar 3 (L3), Jurnal Epidemio-logi dan Penyakit Bersumber Bina-tang, 5: hal. 23-28, (http://download. portalgaruda.org/article.php?article =282190&val=4903&title=Kerusakan %20larva%20Aedes%20aegypti%20 (Linn.)%20setelah%20terpapar%20t emefos%20pada%20fase%20larva %20instar%203%20(L3), diunduh 24 Juni 2015).

10. Thavara, U., Apiwat, T., Ruthairat, S., Morteza, Z., Mir, S.M. 2005. Sequential release and residual ac-tivity of temephos applied as sanda granules to waterstorage jars for the control of Aedes aegypti arvae (dip-tera : Culicidae), Journal of Vector Ecology, 30 (1), (http://www.sove. org/Journal/Entries/2005/6/1_Volum e30,_Number_1_files/9Thavara%20 et%20al.pdf, diunduh 25 Juni 2015).

PENGGUNAAN MEDIA “SMART CARD”

PADA KEGIATAN PENYULUHAN PENCEGAHAN PENYAKIT ISPA

UNTUK SISWA SD NEGERI DI TEGALREJO, KOTA YOGYAKARTA

Scarvia Nuzula*, Siti Hani Istiqomah**, Achmad Husein**

* JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jl. Tatabumi 3, Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY 55293 email: nuzulavia@gmail.com

** JKL Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Abstract

Knowledge about environmental based diseases prevention, such as acute respiratory infection (ARI), should be given to high-risk groups, e.g. elementary school children. Counseling can achieve its maximum results if the media used is suitable with the target audience. For elemen-tary school students, one of the appropriate media is those that will facilitate them in receiving the health messages given. One of those media is pictorial card named "smart card". The re-search is a quasi experiment with non-randomized control group pre-test post-test design. The study subjects consisted of 41 grade 4 and 5 students of Pingit Elementary School as the ex-periment group, and 41 grade 4 and 5 students of Karangrejo elemnetary school as the control group. Results of the statistical analysis using independent t-test at 95 % significance level, obtained a p-value of 0,015. It indicates that the difference in knowledge improvement between those two groups are significant. To conclude, the use of "smart card" in counseling activity in-fluences students’ knowledge about ARI prevention, because the media supports the delivery of of the counseling messages to be received properly by the students.

Keywords : smart card, counselling, acute respiratory infection, elementary school student Intisari

Pengetahuan tentang pencegahan penyakit menular berbasis lingkungan seperti ISPA, perlu diberikan kepada kelompok-kelompok yang berisiko, salah satunya yaitu anak usia sekolah da-sar. Penyuluhan dapat mencapai hasil maksimal jika media yang digunakan sesuai dengan sa-saran yang dituju. Untuk siswa SD, salah satu media yang tepat adalah yang mempermudah mereka untuk menerima pesan kesehatan yang diberikan. Salah satunya adalah kartu bergam-bar yang diberi nama “smart card”. Penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan non-randomized control group pre-test post-test design. Subyek penelitian terdiri dari 41 siswa kelas 4 dan 5 SDN Pingit sebagai kelompok eksperimen dan 41 siswa kelas 4 dan 5 SD Karangrejo sebagai kelompok kontrol. Hasil analisis statistik menggunakan uji t-test bebas pada derajat kepercayaan 95 %, menghasilkan nilai p se-besar 0,015 yang menunjukan bahwa perbedaan peningkatan pengetahuan yang teramati antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, adalah signifikan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan “smart card” pada kegiatan penyuluhan mempengaruhi peningkatan pengetahuan pencegahan penya-kit ISPA pada siswa SD, karena media tersebut membantu penyampaian materi penyuluhan menjadi dapat diterima dengan baik oleh para siswa.

Kata Kunci : smart card, penyuluhan, infeksi saluran pernafasan akut, siswa SD

PENDAHULUAN

Permasalahan kesehatan masyara-kat yang dialami oleh mayoritas pendu-duk saat ini adalah penyakit yang ber-kaitan dengan lingkungan, seperti infek-si saluran pernafasan akut (ISPA), diare, kecacingan, dan demam berdarah de-ngue (DBD).

ISPA cenderung menjadi pandemi dan epidemi di berbagai negara di dunia. Beberapa ISPA juga dapat

menyebab-kan KLB dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi 1). Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia pa-da tahun 2010, kasus-kasus infeksi sa-luran napas bagian atas akut memiliki jumlah terbanyak, yaitu 29.356 orang 2).

ISPA diklasifikasikan menjadi pneu-monia dan bukan pneupneu-monia dengan etiologi sebagian besar bakteri penye-bab adalah Streptococcus. WHO menya-takan pola penyebaran ISPA yang uta-ma adalah melalui droplet yang keluar

(2)

dari hidung atau mulut penderita saat mereka batuk atau bersin 1).

ISPA banyak menyerang anak-anak balita dan usia sekolah dasar yang ber-usia kurang dari 15 tahun, karena pada kelompok usia tersebut mereka belum memiliki sistem kekebalan tubuh seperti yang dimiliki orang dewasa. Selain itu, anak-anak pada usia ini sering melaku-kan aktivitas di luar ruangan sehingga sering terpapar dengan debu yang dapat menyebabkan penyakit ISPA 3).

Penyuluhan merupakan upaya pro-motif dan preventif yang dapat memper-tahankan derajat kesehatan masyarakat dan mecegah timbulnya penyakit. Pe-nyuluhan diperlukan sebagai upaya un-tuk meningkatkan pengetahuan dan ke-sadaran di samping sikap dan perbuat-an/tindakan.

Dalam kaitan dengan hal itu, maka pemilihan media penyuluhan harus di-sesuaikan dengan sasaran penyuluhan agar dapat mencapai hasil yang maksi-mal. Berdasarkan sifatnya, media penyu-luhan terdiri dari tiga jenis yaitu media

visual, media audio, dan media audio-visual 4).

Salah satu media penyuluhan yang bisa digunakan untuk obyek sasaran sis-wa sekolah dasar adalah kartu bergam-bar yang diberi nama “smart card”. Me-dia kartu bergambar tersebut mengan-dung konten tentang pencegahan dari penyakit ISPA yang disampaikan oleh WHO yang tercantum dalam pencegah-an dpencegah-an pengendalipencegah-an infeksi 1).

Pemilihan media ini didasarkan pa-da teori Jean Piaget yang mengemuka-kan bahwa usia perkembangan kognitif anak sekolah dasar, merupakan tahap operasional konkret dengan aktivitas mental yang difokuskan pada obyek-obyek atau peristiwa yang bersifat nyata atau konkret 5).

Pengetahuan sendiri merupakan ha-sil penginderaan maupun haha-sil tahu se-seorang terhadap suatu obyek melalui indera yang dimilikinya (indera penglihat-an, pendengarpenglihat-an, penciumpenglihat-an, perasa, dan peraba). Pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek atau materi mem-punyai tingkatan-tingkatan, yang secara

garis besar dibagi menjadi enam yaitu: tahu (know), paham (comprehension), a-plikasi (application), analisis (analysis),

sintesis (synthesis) dan evaluasi (evalu-ation) 6).

METODA

Penelitian yang dilaksanakan bersi-fat eksperimen semu atau quasi experi-ment dengan desain pre-test post-test with control group. Penelitian dilaksana-kan pada tanggal 4, 6, 8, dan 9 Mei 2015, dan berlokasi di dua sekolah, yak-ni SD Negeri Pingit sebagai kelompok eksperimen dan SD Negeri Karangrejo sebagai kelompok kontrol. Penentuan pemilihan ke dua SD yang berada di Ke-camatan Tegalrejo Kota Yogyakarta ter-sebut dilakukan secara non randomized

atau tidak dilakukan randomisasi.

Subyek penelitian adalah siswa ke-las IV dan V tahun ajaran 2014/2015 dari kedua SD tersebut, dengan besar popu-lasi untuk masing-masing SD adalah 60 siswa. Sampel yang digunakan sebagai responden adalah 41 siswa SD Negeri Pingit dan 41 siswa SD Negeri Karang-rejo yang dipilih dengan teknik purposive sampling7).

Langkah-langkah penelitian meliputi tahap persiapan, tahap pembuatan me-dia “smart card” dan tahap pelaksana-an. Tahap persiapan terdiri dari: 1) me-ngurus izin untuk survei pendahuluan, 2) membuat instrumen penelitian berupa lembar soal tes, 3) meminta data yang dibutuhkan dari Puskesmas Tegalrejo, 4) mengnalisis data dari Puskesmas Tegal-rejo, 5) melaksanakan survei pendahu-luan dan wawancara di sekolah, 6) me-minta data yang dibutuhkan dari pihak sekolah, 7) menganalisis data hasil wa-wancara pada survei pendahuluan, dan 8) menentukan jadwal penelitian.

Tahap pembuatan media terdiri dari: 1) membuat konsep penggunaan media

“smart card” sebagai media penyuluh-an, 2) mencari materi penyuluhan ten-tang pencegahan penyakit ISPA, 3) mencari desain gambar atau peristiwa yang terkait dengan materi pencegahan penyakit ISPA, 5) memvisualisasikan

(3)

dari hidung atau mulut penderita saat mereka batuk atau bersin 1).

ISPA banyak menyerang anak-anak balita dan usia sekolah dasar yang ber-usia kurang dari 15 tahun, karena pada kelompok usia tersebut mereka belum memiliki sistem kekebalan tubuh seperti yang dimiliki orang dewasa. Selain itu, anak-anak pada usia ini sering melaku-kan aktivitas di luar ruangan sehingga sering terpapar dengan debu yang dapat menyebabkan penyakit ISPA 3).

Penyuluhan merupakan upaya pro-motif dan preventif yang dapat memper-tahankan derajat kesehatan masyarakat dan mecegah timbulnya penyakit. Pe-nyuluhan diperlukan sebagai upaya un-tuk meningkatkan pengetahuan dan ke-sadaran di samping sikap dan perbuat-an/tindakan.

Dalam kaitan dengan hal itu, maka pemilihan media penyuluhan harus di-sesuaikan dengan sasaran penyuluhan agar dapat mencapai hasil yang maksi-mal. Berdasarkan sifatnya, media penyu-luhan terdiri dari tiga jenis yaitu media

visual, media audio, dan media audio-visual 4).

Salah satu media penyuluhan yang bisa digunakan untuk obyek sasaran sis-wa sekolah dasar adalah kartu bergam-bar yang diberi nama “smart card”. Me-dia kartu bergambar tersebut mengan-dung konten tentang pencegahan dari penyakit ISPA yang disampaikan oleh WHO yang tercantum dalam pencegah-an dpencegah-an pengendalipencegah-an infeksi 1).

Pemilihan media ini didasarkan pa-da teori Jean Piaget yang mengemuka-kan bahwa usia perkembangan kognitif anak sekolah dasar, merupakan tahap operasional konkret dengan aktivitas mental yang difokuskan pada obyek-obyek atau peristiwa yang bersifat nyata atau konkret 5).

Pengetahuan sendiri merupakan ha-sil penginderaan maupun haha-sil tahu se-seorang terhadap suatu obyek melalui indera yang dimilikinya (indera penglihat-an, pendengarpenglihat-an, penciumpenglihat-an, perasa, dan peraba). Pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek atau materi mem-punyai tingkatan-tingkatan, yang secara

garis besar dibagi menjadi enam yaitu: tahu (know), paham (comprehension), a-plikasi (application), analisis (analysis),

sintesis (synthesis) dan evaluasi (evalu-ation) 6).

METODA

Penelitian yang dilaksanakan bersi-fat eksperimen semu atau quasi experi-ment dengan desain pre-test post-test with control group. Penelitian dilaksana-kan pada tanggal 4, 6, 8, dan 9 Mei 2015, dan berlokasi di dua sekolah, yak-ni SD Negeri Pingit sebagai kelompok eksperimen dan SD Negeri Karangrejo sebagai kelompok kontrol. Penentuan pemilihan ke dua SD yang berada di Ke-camatan Tegalrejo Kota Yogyakarta ter-sebut dilakukan secara non randomized

atau tidak dilakukan randomisasi.

Subyek penelitian adalah siswa ke-las IV dan V tahun ajaran 2014/2015 dari kedua SD tersebut, dengan besar popu-lasi untuk masing-masing SD adalah 60 siswa. Sampel yang digunakan sebagai responden adalah 41 siswa SD Negeri Pingit dan 41 siswa SD Negeri Karang-rejo yang dipilih dengan teknik purposive sampling7).

Langkah-langkah penelitian meliputi tahap persiapan, tahap pembuatan me-dia “smart card” dan tahap pelaksana-an. Tahap persiapan terdiri dari: 1) me-ngurus izin untuk survei pendahuluan, 2) membuat instrumen penelitian berupa lembar soal tes, 3) meminta data yang dibutuhkan dari Puskesmas Tegalrejo, 4) mengnalisis data dari Puskesmas Tegal-rejo, 5) melaksanakan survei pendahu-luan dan wawancara di sekolah, 6) me-minta data yang dibutuhkan dari pihak sekolah, 7) menganalisis data hasil wa-wancara pada survei pendahuluan, dan 8) menentukan jadwal penelitian.

Tahap pembuatan media terdiri dari: 1) membuat konsep penggunaan media

“smart card” sebagai media penyuluh-an, 2) mencari materi penyuluhan ten-tang pencegahan penyakit ISPA, 3) mencari desain gambar atau peristiwa yang terkait dengan materi pencegahan penyakit ISPA, 5) memvisualisasikan

sketsa melalui proses grafis yang lalu dicetak, 6) mengujicobakan kartu media pada anak-anak usia sekolah dasar yang memiliki karakteristik umur dan ke-las yang sama dengan obyek penelitian. Adapun mengenai tahap pelaksana-an, yang dilakukan adalah: 1) membagi-kan soal pre-test kepada siswa SD Ne-geri Pingit yang terpilih menjadi respon-den, 2) melakukan penyampaian materi tentang pencegahan penyakit ISPA me-lalui penyuluhan disertai penggunaan media “smart card”, 3) membagikan soal

post- test kepada siswa responden yang sama dari ke dua SD Negeri di atas.

Sementara itu, untuk kelompok kon-trol, prosedur penelitian pada tahap pe-laksanaan sama dengan di atas dan juga mendapat penyuluhan pencegahan ISPA yang sama. Namun demikian, pe-nyuluhan tersebut tanpa disertai dengan penggunaan media “smart card”. Data penelitian selanjutnya dianalisis dengan t-test bebas pada derajat kepercayaan 95 %.

HASIL

Karakteristik Responden

Di kelompok eksperimen, jumlah siswa laki-laki dan perempuan, masing-masing sebanyak 12 dan 29 orang. Se-mentara itu, di kelompok kontrol, jumlah untuk masing-masing kedua jenis kela-min tersebut adalah 14 dan 27 orang. Tidak terlihat ada perbedaan proporsi je-nis kelamin responden penelitian yang bermakna di antara kedua kelompok nelitian tersebut. Jumlah responden pe-rempuan di kedua kelompok lebih ba-nyak dibandingkan laki-laki.

Di kelompok eksperimen, rata-rata umur siswa adalah 10,87 tahun dengan standar deviasi 0,727 tahun. Adapun di kelompok kontrol, rata-rata umur siswa adalah 11,24 tahun dengan standar de-viasi 0,994 tahun. Hasil uji dengan t-tes bebas menyimpulkan bahwa nilai mean untuk kedua kelompok tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (nilai p = 0,72).

Adapun mengenai asal kelas dari responden, di kedua kelompok

peneliti-an diketahui dari 41 orpeneliti-ang responden di dalam masing-masing kelompok, siswa yang duduk di kelas V lebih banyak dari-pada yang duduk di kelas IV.

Berdasarkan penjelasan di atas, da-pat disimpulkan bahwa responden di ke-lompok eksperimen dan keke-lompok kon-trol, ditinjau dari karakteristik jenis kela-min, umur dan asal kelas, tidak menun-jukkan perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ketiga variabel tersebut bukan merupakan vari-abel pengganggu dalam penelitian ini.

Tabel 1.

Hasil pengukuran pengetahuan responden tentang pencegahan penyakit ISPA

Pengukuran SDN Pingit (n=41) Karangrejo SDN

(n=41) Nilai p Pre-test 5,44 5,17 Post-test 10,98 9,63 Selisih 5,54 4,46 0,015 Grafik 1.

Rerata perubahan nilai pengetahuan siswa tentang pencegahan penyakit ISPA

5.44

10.98

5.17

9.63

pre-testSD Pingit SD K.Rejopost-test

Tabel 1 memperlihatkan bahwa di SDN Pingit sebagai kelompok eksperi-men yang diberikan penyuluhan disertai dengan penggunaan media “smart card”, rerata skor pengetahuan dari 41 orang responden pada pengukuran pre-test

dan post-test, masing-masing adalah se-besar 5,44 dan 10,98; atau meningkat secara rata-rata sebesar 5,54.

Sementara itu, di SDN Karangrejo sebagai kelompok kontrol yang hanya

(4)

di-berikan penyuluhan tentang pencegahan ISPA saja, rata-rata skor pengetahuan dari 41 orang responden pada pengukur-an pre-test dan post-test, masing-masing adalah sebesar 5,17 dan 9,67; atau me-ningkat secara rata-rata sebesar 4,46.

Perbedaan peningkatan skor penge-tahuan antara dua kelompok penelitian tersebut secara deskriptif lebih jelas ter-lihat pada Grafik 1.

Untuk menguji apakah perbedaan peningkatan pengetahuan tersebut me-mang bermakna secara statistik, hasil uji dengan t-test bebas menghasilkan p va-lue sebesar 0,015, yang dapat diinter-pretasikan bahwa penggunaan media

“smart card” dalam kegiatan penyuluh-an pencegahpenyuluh-an ISPA mempenyuluh-ang berpe-ngaruh bagi peningkatan pengetahuan siswa SD tentang pencegahan penyakit tersebut.

PEMBAHASAN

Berdasarkan umur, anak-anak yang menjadi responden di penelitian ini rata-ratanya adalah 10,87 tahun pada kelom-pok eksperimen dan 11,24 tahun pada kelompok kontrol. Pada keadaan normal, semakin bertambah umur akan semakin bertambah pula pengalaman baru yang diperoleh dari lingkungan dan semakin berkembang pula kemampuan kognitif anak 8).

Pada penelitian ini, menurut data di atas, perbedaan umur siswa responden di antara dua kelompok penelitian tidak terpaut jauh. Dapat dikatakan bahwa seluruh responden berada pada tahap perkembangan yang sama sehingga ju-ga berada pada tahap perkembanju-gan kognitif yang hampir sama pula.

Menurut Piaget, anak-anak yang berada pada kisaran umur 7-12 tahun sedang berada pada tahap perkembang-an berpikir logis, yaitu perkembang-anak mampu untuk memahami operasi sejumlah kon-sep dan memecahkan masalah yang di-hadapi 5).

Pemecahan masalah di atas, dapat tergambar melalui pemberian soal pre-test dan post-test serta dari aktifitas menjawab pertanyaan yang diberikan

oleh sesama siswa dan fasilitator pada saat penyuluhan berlangsung. Pada pe-nyuluhan yang disertai penggunaan me-dia “smart card”, dimasukkan unsur mainan dalam kegiatan menjawab per-tanyaan-pertanyaan tersebut yang dila-kukan secara berkelompok

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa responden baik di kelompok eks-perimen dan kelompok kontrol semakin bertambah tingkat pengetahuannya se-telah menerima penyuluhan. Hal terse-but memperlihatkan bahwa tingkat pe-ngetahuan seseorang dapat diperoleh melalui indera-indera yang dimilikinya 6).

Dengan penggunaan media “smart card”, anak-anak dapat terlibat secara lebih aktif dalam penyuluhan sehingga mereka akan memperoleh lebih banyak kesempatan untuk lebih dapat berperan aktif terhadap bahan atau materi yang diajarkan 9).

Berdasarkan pengamatan yang dila-kukan pada saat pelaksanaan penyuluh-an, antusiasme siswa saat terlibat per-mainan dengan media “smart card” dan saat melakukan tanya jawab antar ke-lompok terlihat sangat tinggi, sehingga muncul interaksi yang menyenangkan.

Sebagian besar siswa yang berhasil menjawab pertanyaan secara berkelom-pok juga menyatakan senang karena da-pat memperoleh kartu poin yang akan di-hitung pada akhir penyuluhan. Perasaan senang yang dirasakan anak-anak dapat menjadi sumber motivasi bagi mereka untuk belajar 10).

Kegiatan terakhir yang dilakukan adalah perhitungan kartu poin. Kelom-pok yang mengumpulkan kartu poin ter-banyak dari kompetisi berkelompok, di-beri hadiah. Kegiatan tersebut dilanjut-kan dengan evaluasi, yaitu membahas satu persatu konten atau isi yang ada pada kartu dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada hal yang dengan terkait materi yang di-rasa belum jelas.

Hasil penelitian sebelumnya, yaitu tentang penggunaan media permainan kartu kuartet untuk meningkatkan kecer-dasan moral pada anak usia sekolah pertengahan, menyimpulkan bahwa ada

(5)

berikan penyuluhan tentang pencegahan ISPA saja, rata-rata skor pengetahuan dari 41 orang responden pada pengukur-an pre-test dan post-test, masing-masing adalah sebesar 5,17 dan 9,67; atau me-ningkat secara rata-rata sebesar 4,46.

Perbedaan peningkatan skor penge-tahuan antara dua kelompok penelitian tersebut secara deskriptif lebih jelas ter-lihat pada Grafik 1.

Untuk menguji apakah perbedaan peningkatan pengetahuan tersebut me-mang bermakna secara statistik, hasil uji dengan t-test bebas menghasilkan p va-lue sebesar 0,015, yang dapat diinter-pretasikan bahwa penggunaan media

“smart card” dalam kegiatan penyuluh-an pencegahpenyuluh-an ISPA mempenyuluh-ang berpe-ngaruh bagi peningkatan pengetahuan siswa SD tentang pencegahan penyakit tersebut.

PEMBAHASAN

Berdasarkan umur, anak-anak yang menjadi responden di penelitian ini rata-ratanya adalah 10,87 tahun pada kelom-pok eksperimen dan 11,24 tahun pada kelompok kontrol. Pada keadaan normal, semakin bertambah umur akan semakin bertambah pula pengalaman baru yang diperoleh dari lingkungan dan semakin berkembang pula kemampuan kognitif anak 8).

Pada penelitian ini, menurut data di atas, perbedaan umur siswa responden di antara dua kelompok penelitian tidak terpaut jauh. Dapat dikatakan bahwa seluruh responden berada pada tahap perkembangan yang sama sehingga ju-ga berada pada tahap perkembanju-gan kognitif yang hampir sama pula.

Menurut Piaget, anak-anak yang berada pada kisaran umur 7-12 tahun sedang berada pada tahap perkembang-an berpikir logis, yaitu perkembang-anak mampu untuk memahami operasi sejumlah kon-sep dan memecahkan masalah yang di-hadapi 5).

Pemecahan masalah di atas, dapat tergambar melalui pemberian soal pre-test dan post-test serta dari aktifitas menjawab pertanyaan yang diberikan

oleh sesama siswa dan fasilitator pada saat penyuluhan berlangsung. Pada pe-nyuluhan yang disertai penggunaan me-dia “smart card”, dimasukkan unsur mainan dalam kegiatan menjawab per-tanyaan-pertanyaan tersebut yang dila-kukan secara berkelompok

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa responden baik di kelompok eks-perimen dan kelompok kontrol semakin bertambah tingkat pengetahuannya se-telah menerima penyuluhan. Hal terse-but memperlihatkan bahwa tingkat pe-ngetahuan seseorang dapat diperoleh melalui indera-indera yang dimilikinya 6).

Dengan penggunaan media “smart card”, anak-anak dapat terlibat secara lebih aktif dalam penyuluhan sehingga mereka akan memperoleh lebih banyak kesempatan untuk lebih dapat berperan aktif terhadap bahan atau materi yang diajarkan 9).

Berdasarkan pengamatan yang dila-kukan pada saat pelaksanaan penyuluh-an, antusiasme siswa saat terlibat per-mainan dengan media “smart card” dan saat melakukan tanya jawab antar ke-lompok terlihat sangat tinggi, sehingga muncul interaksi yang menyenangkan.

Sebagian besar siswa yang berhasil menjawab pertanyaan secara berkelom-pok juga menyatakan senang karena da-pat memperoleh kartu poin yang akan di-hitung pada akhir penyuluhan. Perasaan senang yang dirasakan anak-anak dapat menjadi sumber motivasi bagi mereka untuk belajar 10).

Kegiatan terakhir yang dilakukan adalah perhitungan kartu poin. Kelom-pok yang mengumpulkan kartu poin ter-banyak dari kompetisi berkelompok, di-beri hadiah. Kegiatan tersebut dilanjut-kan dengan evaluasi, yaitu membahas satu persatu konten atau isi yang ada pada kartu dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada hal yang dengan terkait materi yang di-rasa belum jelas.

Hasil penelitian sebelumnya, yaitu tentang penggunaan media permainan kartu kuartet untuk meningkatkan kecer-dasan moral pada anak usia sekolah pertengahan, menyimpulkan bahwa ada

perbedaan tingkat pencapaian kecerdas-an moral kecerdas-anak usia sekolah (9-11 tahun) antara yang mendapatkan permainan kartu kuartet tersebut (kelompok ekspe-rimen) dengan yang tidak mendapatkan-nya (kelompok kontrol) 11).

Hal ini menunjukan bahwa penggu-naan media seperti kartu kuartet yang berupa kartu bergambar (card game) da-pat digunakan untuk membantu me-nyampaikan materi yang diajarkan de-ngan menambahkan unsur permainan dan kompetisi. Hal tersebut juga diper-kuat dengan hasil analisis uji anacova

terhadap masing-masing data dari ke-lompok eksperimen dan kontrol yang dilakukan oleh penelitian tersebut 11).

Hal ini sesuai pula dengan pene-litian yang dilakukan oleh Hamida dkk 12) yang menyimpulkan bahwa kelemahan penyuluhan tanpa penggunaan media yang dapat menarik minat belajar res-ponden adalah interaksi yang cenderung bersifat centered atau berpusat pada ru. Dengan model interaksi tersebut, gu-ru menjadi kurang dapat mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai dan seberapa banyak telah menangkap ma-teri yang dimaksudkan oleh guru.

“Smart card” juga yang mempunyai ukuran yang relatif kecil sehingga lebih praktis untuk dibawa-bawa dan tidak membutuhkan tempat yang luas pada saat proses permainan berlangsung.

Hal-hal di atas menunjukan bahwa penggunaan media “smart card” dapat membantu dalam penyampaian materi penyuluhan agar dapat lebih mudah di-terima, sehingga anak-anak sasaran penyuluhan dapat memperoleh pengeta-huan yang disampaikan secara baik dan maksimal.

KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa penggu-naan media “smart card” pada kegiatan penyuluhan tentang pencegahan ISPA bagi siswa SD Negeri di Tegalrejo mem-pengaruhi peningkatan pengetahuan mereka tentang pencegahan penyakit tersebut .

Peningkatan pengetahuan siswa SD Negeri Pingit yang disuluh dengan diser-tai penggunaan “smart card”, secara ber-makna lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan pengetahuan yang juga ter-jadi pada siswa SD Negeri Karangrejo, sebagai kelompok pembanding yang di-suluh tanpa menggunakan media terse-but.

SARAN

Untuk menarik minat sasaran pe-nyuluhan, terutama kelompok anak-anak usia sekolah dasar, media “smart card”

disarankan dapat digunakan pada kegi-atan-kegiatan pemberian informasi kese-hatan .

Pihak sekolah disarankan untuk se-cara rutin mengadakan kerja bakti mem-bersihkan kelas dari debu dengan meli-batkan siswa secara langsung agar me-reka lebih dapat mempraktikkan informa-si tentang pencegahan ISPA yang telah diberikan.

Bagi peneliti lain yang tertarik da-lam melakukan pengembangan peneliti-an dengpeneliti-an topik ypeneliti-ang serupa, disarpeneliti-an- disaran-kan untuk melibatdisaran-kan ahli desain grafis agar dapat menilai kesesuaian gambar pada media “smart card” yang dibuat. Disarankan pula untuk meneliti variasi ukuran, warna dan bentuk dari “smart card” agar dapat ditemukan format yang paling disukai untuk anak-anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO., 2008, Pencegahan dan Pe-ngendalian Infeksi, ( www.who.int/c-sr/resources/publications/Ampande micbahasa, diunduh 24 Januari 2015

2. Kementerian Kesehatan R.I., 2010.

Profil Kesehatan Indonesia, Kemen-kes R.I.Jakarta.

3. Parenting Indonesia., 2014. Kenali Penyakit ISPA Usia Sekolah, (http:// Parenting.co.id.htm, diunduh 9 Ja-nuari 2015).

4. Maulana, D. J. H., 2009. Promosi Kesehatan,: Penerbit Buku Kedok-teran, Jakarta.

(6)

5. Santrock, J. W., 2002. Life Spam Development, Perkembangan Masa Hidup, terjemahan, Erlangga, Jakar-ta.

6. Notoatmodjo, S., 2007. Promosi Ke-sehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.

7. Sukari, 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktik-nya, Bumi Aksara, Jakarta.

8. Ahmadi, A., 1991. Psikologi Per-kembangan, Rineka Cipta, Sema-rang.

9. Resse, C., & Wells, T., 2007. Tea-ching Academic Discussion Skills with a Card Game, terjemahan, Simulations & Gaming.

10. Prensky, M., 2001. Digital Game- Based Learning, terjemahan, Mc-GrawHill, New York.

11. Supratiwi, M., 2014. Efektifitas Per-mainan Edukatif Kartu Kuartet untuk Meningkatkan Kecerdasan Moral pada Anak Usia Pertengahan, The-sis, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, (http:// etd.ugm.ac.id/index.php?mod=opac =&sub=Opac&act=view&typ=html&s elf=1&op=opac, diunduh 5 Februari 2015).

12. Hamida, dkk., 2012. Penyuluhan gi-zi dengan media komik untuk me-ningkatkan pengetahuan tentang keamanan makanan jajanan, Jurnal Kesehatan Mayarakat (http://journa-al.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/ article/viewFile/2261/2698. 8: hal 67-73.

Gambar

Tabel  1  memperlihatkan  bahwa  di  SDN  Pingit  sebagai  kelompok   eksperi-men  yang  diberikan  penyuluhan  disertai  dengan penggunaan media “smart card”,  rerata  skor  pengetahuan  dari  41  orang  responden  pada  pengukuran  pre-test dan post-test

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini mengambil judul “PEREKRUTAN DAN PENAMPUNGAN PEREMPUAN DESA UNTUK DIPERDAGANGKAN SEBAGAI TENAGA KERJA INDONESIA: SEBELUM DAN SETELAH BERLAKUNYA UU NOMOR 21

Sedangkan untuk Indonesia, Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) memberikan hasil bahwa hampir 90% perusahaan di Indonesia yang mengalami proses akuisisi mengalami

Adapun data (hasil) yang diperoleh melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pengawasan yang dilakukan dalam kegiatan supervisi menerapkan tiga model

ABSTRAK Pengembangan Usaha Keramba Jaring Apung Pada Petani Kelurahan Parit Mayor, Kota Pontianak, Kalimantan Barat Aria Gusdi Universitas Terbuka Aria_vanquish@yahoo.com Kata

SP2D,upload data kas harian, dan grafik keuangan. Didalam tambah topik survei terdapat textfield untuk menunjukkan nama file yang akan di upload. Dan disebelahnya terdapat

Ini menunjukkan perpecahan dalam kalangan mereka akibat pengaruh aliran Salafiyyah di tahap yang rendah dengan peratusan tidak bersetuju adalah sebanyak 32.3% mengatasi yang

Kun Luther kieltää Jumalan tuntemisen substanssin kategoriassa, hän tarkoituksenaan ei ole kieltää sitä mitä hän muualla puhuu Jumalasta ja uskosta juuri substanssina.. Mutta

(9) di bawah nama jabatan yang telah dituliskan (= jumlah Beban Kerja jabatan sesuai dengan produk) diisi dengan hasil kali antara Volume Kerja dalam formulir A