PENGARUH PENAMBAHAN
POLYSORBATE
80 DAN
SORBITAN
MONOLAURATE
SEBAGAI
EMULSIFYING AGENT
DALAM
LOTION
REPELAN MINYAK
PEPPERMINT
(Mentha piperita) TERHADAP SIFAT
FISIS DAN STABILITAS SEDIAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Anasthasia Mardila Puspita
NIM : 088114038
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PENGARUH PENAMBAHANPOLYSORBATE80 DANSORBITAN MONOLAURATESEBAGAIEMULSIFYING AGENTDALAMLOTION REPELAN MINYAKPEPPERMINT(Mentha piperita) TERHADAP SIFAT
FISIS DAN STABILITAS SEDIAAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Anasthasia Mardila Puspita NIM : 088114038
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
Halaman Persembahan
“Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Mat 6:34)
Bila doa Anda menjadi kering dan rutin, teruskan saja. Tanah yang kering kerontang menyambut datangnya hujan…..
Bila Anda merasa sedih atau menyesal, menangislah. Airmata adalah doa dari hati…..
Berdoa adalah bernafas. Lakukanlah dalam-dalam dan Anda akan dipenuhi dengan kehidupan…..
Doa dasar dari segala sesuatu yang akan kita perbuat. DIA hanya sejauh doa
.
Non mea sed tua voluntas.
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
vii
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria berkat kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Polysorbate 80 dan Sorbitan monolaurate sebagai Emulsifying Agent dalam Lotion Repelan Minyak Peppermint(Mentha piperita) terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Sediaan” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta yang turut memberikan saran dan masukan untuk penulis selama tahap penelitian.
viii
4. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. dan Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen penguji atas segala masukan dan bimbingannya.
5. dr. Tri Baskoro Tunggul Satoto, MD, M.Sc., PhD selaku supervisor selama melakukan penelitian di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
6. Romo Sunu, Pak Aris Dwiatmaka, Pak Enade, Suster Kris atas segala bantuan dalam pengolahan data. Sangat bermanfaat.
7. Segenap dosen yang telah berkenan membagikan ilmu kepada penulis selama belajar di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
8. Alfonsus Rosario Heppy Dwiyoga atas kamu dan semua waktu, kesabaran, bantuan serta dukunganmu.
9. Sahabat-sahabat NIM atas-bawah dengan semangat tiada henti: Theresia Wijayanti, E. L. Sari Tambunan, Winarti H. Wibowo; kelompok praktikum A2 yang dilengkapi oleh Prasilya dan Regina Clarissa.
10. Teman seperjuangan skripsi: Sin Lie Fransisca Martina Octaviani, Yessi Lusiana Dewi, Elisabeth Dea Gretha Zagoto untuk kesabaran, kebersamaan dan suka dukanya.
11. Kakak-kakak angkatan atas semua bantuan, dukungan, dan masukan: Mbak Ririn, Mbak Dinar, Cik Ayu, Cik Eka, Koh Robby, dkk.
ix
13. Seluruh staf dan Kepala Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atas bantuan dan kerjasamanya.
14. Teman seperjuangan di laboratorium formulasi: Dessy, Ellen, Dewi, Asti, Dian, dkk; Pius, Agnes, dkk; Intan, Arum, Silvia, Eddie, dan teman-teman yang lain.
15. Teman-teman FST A 2008 dan seluruh angkatan 2008 atas dukungan dan suka duka yang diberikan, khususnya Rika, Elya, Widi, Adi, dan Cure. Semoga pengalaman yang telah kita lalui bersama bisa menjadi bekal untuk perjuangan hidup kita kelak.
16. Seluruh pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis, sehingga sangat diharapkan adanya masukan dan saran yang membangun untuk penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berguna bagi dunia ilmu pengetahuan.
xi
E. Gliserin……….. 14
F. Asam Stearat……….. 14
G. Triethanolamine……….15
H. Cetyl alcohol……….. 16
I. Hydrophile-Lipophile-Balance(HLB)System……….. 16
J. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi……… 17
1. Daya Sebar………... 17
2. Viskositas……….17
3. Stabilitas Emulsi……….. 18
K. Pembentukan dan Analisis Droplet………21
L. NyamukAedes aegypti……….. 23
M. Metode Desain Faktorial………24
N. Landasan Teori………...26
O. Hipotesis……… 27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………... 28
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 28
B. Variabel dalam Penelitian……….. 28
3. Pengamatan FisisLotion……….. 35
4. Penentuan Tipe EmulsiLotion……….35
5. Pengujian Daya Sebar……….. 35
6. Pengujian Viskositas dan Pergeseran Viskositas……….35
7. Uji Stabilitas……….36
xii
H. Analisis Hasil………. 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 39
A. PembuatanLotion……….. 39
B. Pengamatan FisisLotion……… 47
C. Penentuan Tipe EmulsiLotion………...48
1. Ujimiscibilitydalam air……….. 48
2. Ujimiscibilitydalam minyak………... 49
3. Ujistaining……….. 49
D. Sifat Fisis dan Stabilitas SediaanLotionRepelan MinyakPeppermint…… 51
1. Sifat FisisLotion……….. 51
a. Daya Sebar………. 57
b. Viskositas………...62
2. Stabilitas SediaanLotionRepelan MinyakPeppermint……….. 66
a. Pergeseran Viskositas……… 67
b. Perubahan Ukuran Droplet……… 68
c. Pemisahan Emulsi………..71
E. Uji Waktu PenolakanLotionMinyakPeppermint……….72
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 77
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Klasifikasi surfaktan berdasarkan nilai HLB……… 17 Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial: dua faktor dan dua level…... 25 Tabel III. Rancangan formula desain faktorialpolysorbate80 dansorbitan
monolaurate... 33 Tabel IV. Jumlah bahan-bahan yang digunakan……… 34 Tabel V. Nilai HLB tiap-tiap formula……… 42 Tabel VI. Level rendah dan level tinggipolysorbate80 dansorbitan
monolaurate……… 42
Tabel VII. Hasil pengujian sifat fisis dan stabilitaslotion………. 53 Tabel VIII. Hasil uji Anova multivariat respon daya sebar dan viskositas…… 56 Tabel IX. Hasil perhitungan nilai efek faktor………. 56 Tabel X. Hasil uji beda respon pergeseran viskositas dan perubahan ukuran droplet………. 67 Tabel XI. Hasil pengujian indekscreaming... 72 Tabel XII. Hasil pengujian efek repelensi basis dan basis ditambah
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Strukurpolysorbate80 dan rumus kimianya……….. 9
Gambar 2. Struktur molekulsorbitan monolaurate……….. 10
Gambar 3. Struktur kimia senyawa terpenoid dalamMentha piperita…………. 11
Gambar 4. Skema stereokimia surfaktan……….. 12
Gambar 4A. Bentukemulsifier………. 12
Gambar 4B. EmulsiOil-in-Water………. 12
Gambar 4C. EmulsiWater-in-Oil………. 12
Gambar 4D. Emulsi denganemulsifierganda……….. 12
Gambar 5. Struktur molekul gliserin………. 14
Gambar 6. Struktur molekul asam stearat………. 14
Gambar 7. Struktur molekultriethanolamine………... 15
Gambar 8. Struktur molekulcetyl alcohol... 16
Gambar 9. Fenomena ketidakstabilan emulsi………... 20
Gambar 10. NyamukAedes aegypti……….. 23
Gambar 11. Tipe emulsiW/OdanO/W……… 35
Gambar 12. Reaksi penyabunan dari trietanolamin dengan asam stearat………. 43
Gambar 13. Mekanisme kerjapolysorbate80 dansorbitan monolauratepada sistem emulsi M/A……… 45
Gambar 14. Mekanismeco-surfactantsecara skematis……… 47
Gambar 15. Pengamatan sifat fisislotionyang dihasilkan………... 48
Gambar 16. Hasil ujimiscibility lotiondalam air………. 49
Gambar 17. Hasil pengujianmiscibility lotiondalam minyak……….. 49
Gambar 18. Hasil pengujian tipe emulsi dengan penambahanmethylene blue… 50 Gambar 19. Hasil pengujian tipe emulsi menggunakan mikroskop………. 51
Gambar 20. Grafik hubungan efekpolysorbate80 terhadap respon daya sebar.. 60
Gambar 21. Grafik hubungan efeksorbitan monolaurateterhadap respon daya sebar………... 61
xv
Gambar 23. Grafik hubungan efekpolysorbate80 terhadap respon viskositas… 64 Gambar 24. Grafik hubungan efeksorbitan monolaurateterhadap respon
viskositas………... 64
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I.Certificate of Analysis Peppermint Oil………. 85 Lampiran II. Perhitungan penambahan minyakpeppermintdalam 1 formula
lotion……….
86
Lampiran III. PerhitunganrHLB……….. 87 Lampiran IV. Penentuan faktor dominan yang berpengaruh pada respon daya sebar dan viskositas serta signifikansi uji beda………. 88 Lampiran V. Hasil uji sifat fisis dan stabilitas sediaanlotionrepelan minyak
peppermint………. 89
Lampiran VI. Perhitungan nilai efek faktor……….. 92 Lampiran VII. Tabel frekuensi ukuran droplet………. 93 Lampiran VIII. Hasil analisis stabilitas dengan program R serial 2.9.0………... 95 Lampiran IX. Hasil Analisis desain faktorial dengan R program…... 99
xvii
INTISARI
Sifat fisis dan stabilitas emulsi dalamlotiondipengaruhi olehemulsifying agent yaitu polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efekpolysorbate80,sorbitan monolaurateatau interaksi antara keduanya yang paling dominan mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas sediaan lotionrepelan minyakpeppermintyang dihasilkan
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental-faktorial dengan variabel eksperimen ganda (desain faktorial, dua faktor dan dua level) yang meliputi polysorbate 80 (level rendah 4 gram dan level tinggi 6 gram) dan sorbitan monolaurate(level rendah 5 gram dan level tinggi 8 gram). Respon sifat fisis dalam penelitian berupa daya sebar dan viskositas, sementara respon stabilitas berupa pergeseran viskositas, perubahan ukuran median droplet, dan pemisahan fase (indeks creaming) yang teramati selama satu bulan penyimpanan. Data respon yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji ANOVA pada softwareprogram R. Taraf kepercayaan yang digunakan adalah 95% untuk melihat signifikansi (p<0,05) dari masing-masing faktor maupun interaksinya dalam memberikan respon.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa faktor Polysorbate 80 secara dominan berpengaruh menurunkan respon daya sebar. Interaksi antarapolysorbate 80 dengansorbitan monolauratesecara dominan berpengaruh menurunkan respon viskositas. Sediaan lotion repelan minyak peppermint stabil secara fisis dari sisi makroskopik maupun mikroskopik selama satu bulan penyimpanan.
xviii
ABSTRACT
The physical properties and stability of emulsion in lotion form design that is influenced by emulsifying agents, polysorbate 80 and sorbitan monolaurate. The aim of this study is to determine the effect of polysorbate 80, sorbitan monolaurate or interaction between these factors, that the most dominant influence physical properties and stability of the preparation of peppermint oil repellant lotion produced.
This study is a experimental-factorial design with multiple experimental variables (factorial design, two factors and two levels) that include polysorbate 80 (4 grams for low-level and 6 grams for high-level) and sorbitan monolaurate (5 grams for low-level and 8 grams for high-level). The responses for physical properties from this study are spreadability and viscocity, meanwhile responses for physical stability are displacement of viscocity, changing of median droplet size, and creaming index. The data were analyzed statistically with ANOVA multivariate test using R program. Convidence interval used at 95% to see the significance level (p value<0.05)from each these factors and their interactions in response.
The results from this study showed that polysorbate 80 is the dominant factor in decrease of spreadability response and the interaction between polysorbate 80 and sorbitan monolaurate dominantly affect the viscocity response that decrease this response.
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Minyak atsiri dikenal juga dengan nama minyak terbang atau minyak eteris, essential oil atauvolatile oil. Salah satu bentuk penggunaan minyak atsiri adalah sebagai pestisida nabati, yaitu pengusir (repellent) nyamuk (Kardinan, 2005). Repelan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah invasi serangga pada tanaman, hewan maupun manusia dengan menolak atau melapisinya (Borror and Delong, 1954). Menurut penelitian Kumar, Wahab, and Warikoo (2011), minyak atsiri berupa peppermint oilyang berasal dari distilasi daunmint(Mentha piperita), memiliki daya repelan terhadap nyamukAedes aegyptibetina dewasa.
Berdasarkan permasalahan di atas, mendorong dilakukan penelitian untuk membuat suatu sediaan lotion repelan dari bahan alam, yaitu minyak peppermint, dengan suatu sistem emulsi lotionyang stabil. Dipilih suatu sediaan lotionkarena terkait dengan stabilitas minyak peppermintyang mudah menguap. Melalui sediaanlotion, diharapkan dapat meningkatkan stabilitasnya.
kemudahannya untuk menguap dicegah oleh terikatnya minyak peppermint pada fase minyak serta melalui mekanisme penahanan droplet tersebut dalam sistem emulsi yang cenderung menjadi lebih viskos karena adanya interaksi pada bahan-bahan penyusun lotion dibandingkan dengan minyak peppermint murni. Efek repelan akan muncul setelah pengaplikasian pada kulit karena ikatan minyak peppermint dengan fase minyak lemah. Di samping itu, terdapat pula shearynag diberikan berupa pengolesan sehingga akan memutuskan ikatan antara minyak peppermintdari sediaanlotion.
menyebabkanpolysorbate80 lebih bersifat hidrofilik (water-soluble) (Weindholz, 1976). Sementara itu, sorbitan monolaurate lebih bersifat lipofilik (oil-soluble) karena memiliki rantai hidrokarbon yang lebih panjang (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009). Kombinasi dua surfaktan nonionik, water-soluble dan oil-soluble digunakan untuk membentuk lapisan antarmuka antara fase terdispers dan medium pendispers (Jones, 2008). Adanya lapisan antarmuka akan menurunkan tegangan permukaan antar fase minyak dan fase air (Kim, 2004). Penggunaan kombinasi emulsifying agent juga diharapkan dapat meningkatkan stabilitas sistem emulsilotiondaripada penggunaanemulsifying agenttunggal (Kim, 2004). Oleh sebab itu, penambahan kombinasi polysorbate 80 dengan sorbitan monolaurate dalam penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui profil kestabilan fisis lotion repelan minyak peppermint secara makroskopik maupun mikroskopik.
Lotion yang diformulasikan diharapkan memiliki tipe emulsi minyak-dalam-air (M/A), sebab dilihat dari sisi kelarutannya, minyak peppermint larut dalam alkohol dan minyak serta tidak larut dalam air (USP, 1995). Emulsifying agentyang digunakan pada penelitian bertujuan untuk membentuk droplet minyak dalam air untuk mengurangi kemungkinan menguapnya kandungan minyak peppermint sehingga diharapkan dapat mempertahankan stabilitasnya dalam lotion. Disamping itu, pada penelitian ini juga ingin diketahui sejauh manalotion repelan minyak peppermint memberikan waktu penolakan terhadap nyamuk Aedes aegyptibetina.
penambahan kedua faktor emulsifying agent berupa polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate, sehingga dapat diketahui efek masing-masing faktor maupun interaksi dari kedua faktor secara simultan dalam menentukan sifat fisis lotion adalah dengan metode desain faktorial (Armstrong and James, 1996). Melalui desain faktorial dengan dua level dan dua faktor akan diperoleh informasi tentang signifikansi efek yang dominan dari perbedaan perlakuan, yaitu jumlah polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate pada level rendah dan tinggi. Signifikansi efek polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate terhadap sifat fisis lotion repelan minyakpeppermint dilihat dari hasil ANOVA multivariat dengan taraf kepercayaan 95%.
1. Permasalahan
a. Manakah faktor yang secara signifikan dominan daripolysorbate80,sorbitan monolaurate atau interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis lotion repelan minyak peppermint?
b. Apakahlotionrepelan minyakpeppermintstabil secara fisis setelah satu bulan penyimpanan?
c. Berapa lama waktu penolakan terhadap nyamuk Aedes aegypti betina dari sediaan lotion minyak peppermint dengan kombinasi polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate?
2. Keaslian Penelitian
dilakukan adalah:Insect Repellents – Past, Present and Futureyang menjabarkan mekanisme penolakan repelan pada nyamuk Aedes aegypti betina dengan mengacaukan reseptorlactic-acid-sensitive olfactory receptor neuron(ORN) pada antenanya (Paterson and Coats, 2001), Determination of The Required HLB Values of Some Essential Oils (Orafidiya and Oladimeji, 2002) yang meneliti tentang nilai HLB minyak peppermint, A Review on Peppermint Oil (Alankar, 2009) yang menyatakan konsentrasi minyak peppermint dalam suatu sediaan semisoliddan senyawa yang terkandung di dalam minyakpeppermint,Bioefficacy of Mentha piperita essential oil against dengue fever mosquito Aedes aegypti L (Kumaret al., 2011) yang meneliti tentang adanya sifat repelan yang berasal dari minyak peppermint beserta daya proteksinya pada tangan manusia, dan Evaluation of herbal essential oil as repellents against Aedes aegypti (L.) and Anopheles dirus Peyton & Harrion(Sritabutra, Soonwera, Waltanachanobon, and Poungjai, 2011) yang meneliti tentang beberapa minyak atsiri yang diformulasikan dengan minyak kedelai dapat berfungsi sebagai repelan pada nyamukAedes aegyptidanAnopheles diruspada tangan manusia.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis: Menambah pengetahuan tentang formulasi bentuk sediaan lotionrepelan dari bahan alam yang berupa minyakpeppermint.
b. Manfaat metodologis: Mengetahui penggunaan komposisi emulsifying agent berupapolysorbate80 dansorbitan monolaurate.
c. Manfaat praktis: Mengetahui stabilitas sediaan lotion repelan minyak peppermintsetelah satu bulan penyimpanan.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membuat formula repelan dengan zat aktif yang berasal dari bahan alam berupa minyakpeppermint(Mentha piperita) dalam bentuk sediaanlotionyang stabil.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor yang secara signifikan dominan mempengaruhi sifat fisis sediaan lotion, dari polysorbate 80, sorbitan monolaurate atau interaksi keduanya sebagaiemulsifying agent.
b. Untuk mengetahui stabilitas fisislotionminyakpeppermintsetelah satu bulan penyimpanan.
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Emulsi
Suatu sediaan yang mengandung dua cairan atau lebih yang tidak saling campur, biasa dibuat dalam bentuk emulsi. Cairan tersebut mempunyai komponen yang bersifat polar maupun non polar. Apabila fase terdispers bersifat non polar (minyak) terdispersi dalam medium polar (air), maka tipe emulsi adalah minyak-dalam-air (M/A). Emulsi M/A dapat bercampur dengan air, mudah dicuci dengan air, mengabsorbsi air, tidak occlusive, dan tidak berminyak. Sebaliknya, emulsi dengan tipe air-dalam-minyak (A/M) memiliki sifat larut dalam air, tidak mudah dicuci, tidak mengabsorbsi air, occlusive, dan dapat memberikan efek berminyak (Allen, 2002).
Emulsi tidak secara spontan terbentuk. Pembentukan emulsi memerlukan penambahan energi, misalnya: gaya mekanik, vibrasi ultrasonik atau pemberian panas untuk membentuk droplet. Saat dua cairan yang tidak saling campur dicampurkan, droplet bundar akan terbentuk seperti cairan yang akan mempertahankan area permukaan sekecil mungkin. Hal ini menimbulkan adanya tegangan permukaan antara kedua cairan tersebut (Allen, 1999).
rantai hidrokarbon non polar (Allen, 2002; Friberg, et al., 2006). Penambahan emulsifying agent menyebabkan menurunnya tegangan permukaan sehingga kedua cairan dapat bercampur karena molekul emulsifying agent membentuk lapisan di antara kedua cairan, bagian polar dalam cairan polar dan bagian nonpolar pada bagian nonpolar. Emulsifying agent akan mengurangi kecenderungan droplet bersatu membentuk droplet yang lebih besar, yang dapat menyebabkan kedua cairan memisah (Allen, 1999; Anief 2003; Friberg, et al., 2006). Campuran dua macam surfaktan biasanya lebih stabil daripada penggunaan surfaktan tunggal (Kim, 2004).
Apabila dilihat dari muatannya, surfaktan diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik, dan surfaktan amfoterik. Surfaktan nonionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan dan penggunaan kombinasi surfaktan nonionik menghasilkaninterfacial filmyang stabil di antara permukaan droplet fase terdispers karena interaksinya pada bagian antarmuka (Jones, 2008). Polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate merupakan surfaktan nonionik, dengan deskripsi berikut:
1. Polysorbate80
sifat lipofil adalah adanya rantai karbon panjang dari asam lemaknya (Weindholz, 1976).
Gambar 1. Strukturpolysorbate80 dan rumus kimianya (Anonim, 1992)
Larut dalam etanol dan air serta tidak larut dalam mineral oil maupun vegetable oil, pH 6.0-8.0 pada 5% b/v larutan berair, titik lebur 5⁰-6⁰C, viskositas 300-500 mm2/s (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2006), dan memiliki nilai HLB 15,0 (Allen,2002).
Dalam penggunaannya sebagai emulsifying agent yang dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik pada lotion dengan tipe emulsi M/A, konsentrasi yang digunakan biasanya sebesar 1-10%. Polysorbate 80 disebut juga dengan Tween 80 (Rowe,et al., 2006).
2. Sorbitan Monolaurate
Sorbitan monolaurate berwujud cairan kental berwarna kuning dengan bau dan rasa yang khas HLB 8.6,pour point16-20⁰C, bilangan asam ≤7.Sorbitan monolauratedisebut juga Span 20 (Rowe,et al., 2006).
Gambar 2. Struktur molekulsorbitan monolaurate(Anonim, 2010)
B. Mentha piperita
Gambar 3. Struktur kimia senyawa terpenoid dalamMentha piperita(Robinson, 1995; Sastrohamidjojo, 2004: Alankar, 2009)
Pada pencampuran dingin, minyak berubah buram dan kental dan akan memisahkan kristalmenthol(Sayre, 1917).
Peppermint oil, baik murni maupun kombinasi dengan minyak kedelai, memiliki kemampuan proteksi terhadap nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles dirus(Sritabutra,et al., 2011).
Menurut Orafidiya and Oladimeji (2002), rHLB minyak peppermint adalah sebesar 12,3.
C. Proses Emulsifikasi
pada bagian kepalanya.Emulsifier2 mempunyai afinitas yang lebih kuat terhadap minyak daripada air (HLB 5-12). Emulsifier 3 akan cepat membentuk emulsi minyak dalam air (HLB 1-5).
Gambar 4B merupakan susunan emulsifier pada emulsi minyak dalam air. Gambar 4C merupakan susunan emulsifier pada emulsi air dalam minyak. Gambar 4D menunjukkan konsep penggunaanemulsifierganda dengan nilai HLB yang lebih tinggi untuk menstabilkan emulsi (Leyden and Rawlings, 2002).
Bagian terluar dari droplet sferis bersifat hidrofilik. Bagian hidrofilik dari emulsifier primer dan sekunder tersusun satu sama lain pada antarmuka minyak-air. Sementara itu, bagian lipofilik emulsifier akan masuk ke dalam droplet (Leyden and Rawlings, 2002).
Gambar 4. Skema stereokimia surfaktan (Leyden and Rawlings, 2002) Gambar 4A. Bentukemulsifier. Gambar 4B. EmulsiOil-in-Water Gambar 4C. EmulsiWater-in-Oil. Gambar 4D. Emulsi denganemulsifierganda
D. Virgin Coconut Oil(VCO)
beraroma khas kelapa (Anonim, 2007). VCO teramasuk dalam kategorivegetable oil.rHLBvegetable oiladalah sebesar 6 (Philip, 2004).
VCO mempunyai sifat sebagai antioksidan yang setara dengan vitamin E (Herrera, 2005). Kandungan asam lemak jenuh pada minyak kelapa adalah sebesar ±90% yang berupa asam lemak jenuh rantai sedang atau MCFA (Medium Chain Fatty Acid) dan kandungan asam lemak jenuh rantai panjang hanya sekitar 8%. Kandungan terbesar adalah asam laurat (50%) dan asam kapriat (7%). Keduanya merupakan jenis asam lemak jenuh rantai sedang yang bersifat antimikroba (antibakteri dan antijamur) yang dapat membunuh berbagai jenis mikroorganisme yang membran selnya mengandung asam lemak (Timoti, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2006). Dengan demikian, minyak kelapa dapat berfungsi sebagai pengawet yang dapat menjaga stabilitas fisislotion.
E. Gliserin
Gambar 5. Struktur molekul gliserin (Rowe,et al., 2006)
Gliserin (United State Pharmacope) atau Gliserol (British Pharmacopeia) memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09. Gliserin berwarna jernih, tidak berbau, kental, higroskopis; memiliki rasa enam kali lebih manis dari sukrosa. Dapat digunakan untuk pengawet, kosolven, emolien, humektan, plasticizier, pelarut, pemanis maupun tonicity agent; larut dalam metanol dan air; akan terdekomposisi pada pemanasan, titik leleh 17,8⁰C
(Rowe,et. al., 2006).
Gliserin merupakan humektan yang paling umum digunakan saat ini. Gliserin sebagai bahan penentu dalam produksi sabun atau asam lemak lain yang berasal dari minyak nabati maupun hewani. Saat terdehidrasi dan kehilangan aromanya, berwujud transparan dan tidak berbau (Mitsui, 1994).
F. Asam Stearat
Gambar 6. Struktur molekul asam stearat (Rowe,et al., 2006)
Asam stearat berwujud keras, sedikit berkilap, berupa padatan kristal atau
praktis tidak larut air. Dalam formulasi untuk penggunaan topikal, asam stearat berfungsi sebagai emulsifying agent dan solubilizing agent. Untuk pembuatan krim, biasanya penetralan menggunakan basa atau triethanolamine(Rowe,et al., 2006) melalui peristiwa penyabunan (saponifikasi). Asam stearat memiliki rHLB 15 untuk tipe emulsi M/A (Allen, 2002).
G. Triethanolamine
Gambar 7. Struktur molekultriethanolamine(Rowe, R. C., et al., 2006)
Triethanolamine berwarna jernih, tidak berwarna sampai kuning pucat, berupa cairan kental, sedikit berbau amonia. Titik leleh 20-21⁰C, sangat
higroskopis (Rowe,et al., 2006).
H. Cetyl Alcohol
Gambar 8. Struktur molekulcetyl alcohol(Rowe, R. C., et al., 2006)
Pemerian cetyl alcohol berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih (Dirjen POM RI, 1995).
Pada lotion, cream, dan ointment, cetyl alcohol digunakan sebagai emollient (pelembut), water-absorbtive, dan emulsifying. Cetyl alcohol dapat meningkatkan stabilitas, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi. Titik leleh adalah 45-52⁰C (Rowe,et al., 2006).
I. Hydrophile-Lipophile-Balance (HLB) System
Penggunaan sistem HLB umumnya untuk menggambarkan karakteristik emulsifying agentdengan skala 0-20, sehingga dapat menyederhanakan pemilihan dan pencampuran emulsifier. Emulsifying agent dengan HLB rendah (<6) cenderung stabil pada emulsi A/M, sedangkan untuk emulsifying agent dengan HLB tinggi (≥ 8) cenderung lebih stabil pada emulsi M/A (Block, 1996).
Tabel I. Klasifikasi surfaktan berdasarkan nilai HLB
J. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi
1. Daya Sebar
Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara droplet dengan site of action (tempat aksi). Hal ini menggambarkan kelicinan tiap tetes droplet. Pengukuran daya sebar sediaan semisolid melalui pemberianshearing stressyang diseragamkan. Kecepatan penyebaran tergantung dari viskositas formula, kecepatan penguapan pelarut, kecepatan peningkatan viskositas sebagai hasil dari penguapan, dan shearing stress yang diberikan (Garg, Anggarwal, Garg, and Singla, 2002).
2. Viskositas
3. Stabilitas Emulsi
Emulsi stabil memiliki droplet fase dispers yang tetap pada sifat asalnya dan terdistribusi merata dalam fase kontinyu. Beberapa macam ketidakstabilan emulsi dapat terjadi.
a. Creaming. Creaming adalah memisahnya emulsi menjadi dua bagian dengan satu bagian memiliki fase dispers lebih banyak daripada bagian yang lain. Dispersi seragam dapat dihasilkan kembali melalui penggojogan (Aulton, 2002). Pada emulsi M/A, creaming adalah pergerakan droplet minyak karena pengaruh gaya grafitasi atau pada saat disentrifugasi dan membentuk suatu lapisan yang terkonsentrasi pada bagian atas sediaan (Binks, 1998). Peningkatan creamingsangat memungkinkan terjadinya koalesen dari droplet. Menurut hukum Stokes, kecepatan pembentukancreamingdapat dikurangi dengan:
1) Memperkecil ukuran droplet: emulgator tidak hanya menstabilkan emulsi tetapi sebenarnya juga berfungsi sebagai fasilitator untuk menghasilkan produk dengan ukuran droplet yang baik.
2) Meningkatkan viskositas fase kontinyu: penyimpanan produk pada suhu rendah dapat meningkatkan viskositas fase kontinyu dan mengurangi energi kinetik sistem.
3) Mengurangi perbedaan kerapatan antara dua fase creaming dengan menyamakan densitas keduanya.
b. Flokulasi. Flokulasi terjadi dikarenakan droplet terdispersi mengumpul dalam emulsi. Satu unit droplet mempunyai kekhasan tersendiri. Saat mengumpul, secara fisik droplet tampak sebagai satu unit. Hal ini akan meningkatkan terjadinya creaming. Flokulasi merupakan awal terjadinya creaming(Aulton, 2002).
c. Koalesen. Koalesen adalah menyatunya droplet-droplet menjadi ukuran droplet yang lebih besar sehingga menyebabkan pemisahan fase dispers yang membentuk lapisan. Perubahan ini besifat irreversible. Koalesen droplet minyak pada tipe emulsi M/A ditahan oleh emulsifier yang secara mekanis terabsorbsi kuat di sekitar tiap droplet. Dua droplet berdekatan akan menyebabkan permukaan keduanya menjadi rata. Perubahan bentuk bulat menjadi bentuk lain akan meningkatkan luas permukaan serta peningkatan energi bebas permukaan total (Aulton, 2002).
d. Inversi. Inversi adalah proses emulsi berubah dari satu tipe ke tipe lainnya, misal dari M/A ke A/M. Rentang paling stabil untuk konsentrasi fase dispers adalah 30-60%. Bila fase dispers mendekati atau melebihi batas maksimum teoritis 74% dari volume total, inversi fase dapat terjadi. Penambahan bahan yang dapat merubah kelarutan emulsifying agent, kemungkinan dapat menyebabkan inversi. Peristiwa ini bersifatirreversible(Aulton, 1991).
karena adanya droplet kecil yang menempel pada droplet besar tersebut (Binks, 1998).
Fenomena-fenomena ketidakstabilan emulsi tersebut, ditunjukkan pada gambar 9:
Gambar 9. Fenomena ketidakstabilan emulsi (Eccleston, 2007)
Untuk mengetahui kestabilan emulsi selama periode waktu tertentu, uji stabilitas emulsi menjadi penting. Uji-uji tersebut adalah:
a. Perubahan viskositas: adanya variasi ukuran atau perubahan ukuran droplet, dapat dideteksi dengan adanya perubahan viskositas secara nyata.
c. Uji makroskopik: dapat diketahui dengan uji derajatcreamingatau koalesen yang terjadi selama waktu tertentu. Uji ini dilakukan dengan menghitung ratio (perbandingan) emulsi yang mengalami pemisahan dengan volume total emulsi. Pengujian melalui pengamatan pemisahan lotion yang terjadi selama periode waktu tertentu dalam satu tabung berskala (Aulton, 2002).
K. Pembentukan dan Analisis Droplet
Pembentukan droplet emulsi diawali saat 2 fase yang tidak bercampur, dicampurkan atau diaduk secara mekanik dengan adanya bahan tambahan lain, kedua fase mengarah ke ukuran droplet yang bervariasi. Distribusi ukuran partikel dipengaruhi oleh gaya yang diberikan selama pencampuran dan jumlah droplet tiap fase tergantung dari jumlah volume relatif. Akibatnya, luas permukaan meningkat dan terjadi peningkatan tegangan permukaan antara kedua fase serta tingginya energi bebas permukaan antara keduanya. Saat ini, secara termodinamik sistem tidak stabil. Untuk mengurangi tegangan tersebut, droplet dengan energi tinggi mengambil bentuk sferis, dimana bentuk ini memiliki luas permukaan minimum dan kemudian pecahnya droplet akan menyatu (Eccleston, 2007).
Pengetahuan, pengendalian dan kisaran ukuran partikel penting dalam farmasi. Ukuran berpengaruh pada luas permukaan, yang dapat dihubungkan dengan sifat fisika, kimia, dan farmakologi obat. Ukuran partikel dapat mempengaruhi pelepasannya dari bentuk sediaan oral, parenteral, rektal, dan topikal. Ukuran droplet diperoleh melalui data diameter dan distribusi ukuran droplet. Bentuk droplet dapat memberi gambaran luas permukaan spesifik dan tekstur droplet (Martin, Swarbrick, and Cammarata, 1993). Stabilitas emulsi akan meningkat apabila ukuran droplet semakin kecil sehingga sistem emulsi cenderung stabil (Lieberman,et al., 1996; Block, 1996).
L. NyamukAedes aegypti
Gambar 10. NyamukAedes Aegypti(Raikhel, 2011)
Salah satu daya tarik sensor nyamuk untuk datang dan menggigit pada kulit berasal dari zat kimia, yaitu asam laktat dan karbondioksida (CO2) yang dieksresikan oleh manusia (Fradin, 1998; Freudenrich, 2008). Selain itu, sensor visual dan sensor panas juga berperan sebagai daya tarik nyamuk. Sensor visual, misalnya pakaian yang kontras dengan latar belakangnya akan lebih mudah dikenali sensor nyamuk. Adanya sensor panas akan memudahkan nyamuk menemukan mamalia berdarah panas termasuk manusia (Freudenrich, 2008).
Perlindungan manusia terhadap gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan repelan. Repelan akan menyamarkan bau kelembaban tubuh yang berasal dari eksresi asam laktat dengan melapisi kulit sehingga nyamuk tidak akan hinggap pada kulit (Borror and Delong, 1954; Remington, 1980).
yang sedang sakit dan terdapat virus dalam darahnya atau viremia (Widoyono, 2005).
M. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial digunakan untuk mengukur efek dari beberapa faktor secara bersamaan dan interaksi antara faktor-faktor tersebut. Faktor merupakan variabel bebas yang ditentukan peneliti. Level dari faktor merupakan nilai yang ditentukan untuk masing-masing faktor. Efek adalah perubahan respon karena variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi adalah rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon adalah sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon terukur harus dikuantitatifkan (Bolton, 1990).
Desain faktorial dua level berarti terdapat dua faktor (misalnya A dan B); masing-masing faktor diuji pada dua level berbeda (level rendah dan level tinggi). Melalui desain faktorial, faktor dominan yang berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon dapat didesain. Pertanyaan yang muncul dari desain faktorial dengan dua faktor adalah:
1. Apakah faktor A mempunyai pengaruh signifikan terhadap respon? 2. Apakah faktor B mempunyai pengaruh signifikan terhadap respon?
3. Apakah interaksi faktor A dan B mempunyai pengaruh signifikan terhadap respon? (Bolton, 1990).
X1, X2 = level bagian A dan B b0 = rata-rata semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan Desain faktorial dua level dan dua faktor memerlukan empat percobaan (2n= 4, dengan 2 merupakan level dan n merupakan jumlah faktor), yaitu formula 1 untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV.
Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial: dua faktor dan dua level Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
Formula 1 = faktor A level rendah, faktor B level rendah Formula a = faktor A level tinggi, faktor B level rendah Fomula b = faktor A level rendah, faktor b level tinggi Formula ab = faktor A level tinggi, faktor b level tinggi
Dengan substitusi secara matematis dari persamaan di atas, dapat dihitung besar efek masing-masing faktor maupun efek interaksi, menggunakan rumus:
a. Efek A = ( ) ( ) ……….(2)
b. Efek B = ( ) ( ) ……….(3)
c. Efek interaksi A dan B=( ) (( ) )………....(4)
Beberapa keuntungan desain faktorial adalah: memiliki efisiensi maksimum untuk memperkirakan efek dominan dalam penentuan respon; memungkinkan untuk dilakukan identifikasi efek masing-masing faktor maupun efek interaksi antar faktor; ekonomis, karena dapat mengurangi jumlah penelitian bila dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1990), dan dapat mengevaluasi efek dari dua faktor atau lebih sekaligus pada waktu eksperimen yang bersamaan (De Muth, 1999).
N. Landasan Teori
Polysorbate80 dan sorbitan monolaurateadalahemulsifying agentyang digunakan untuk mencampurkan fase air dengan fase minyak yang tidak saling campur dalam formula lotion. Kombinasi emulsifying agent juga dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas sistem emulsi dalam lotion daripada penggunaan emulsifying agent tunggal. Adanya penambahanemulsifying agentyang berperan sebagai surfaktan akan mempengaruhi sifat fisis dan stabilitas lotion minyak peppermint yang dibuat, sehingga pada formula yang dibuat perlu dilihat profil kestabilan fisisnya agar sediaan tetap dapat memberikan efek farmakologis sesuai yang diharapkan. Selain itu, penelitian ini kemudian juga dimaksudkan untuk mengetahui berapa lama waktu penolakan yang dihasilkan dari formulasi minyak peppermintdalam bentuk sediaanlotionterhadap nyamukAedes aegyptibetina.
O. Hipotesis
1. Faktor polysorbate 80, sorbitan monolaurate atau interaksi kedua faktor memiliki efek yang secara signifikan dominan terhadap sifat fisis sediaan lotionrepelan minyakpeppermint.
2. Lotion repelan minyak peppermint stabil secara fisis setelah satu bulan penyimpanan.
28 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental dengan
rancangan faktorial menggunakansoftwareprogram R.
B. Variabel dalam Penelitian
1. Variabel bebas:variasi jumlahpolysorbate80 dansorbitan monolaurate.
2. Variabel tergantung: sifat fisis dan stabilitas lotion yang meliputi respon
daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas, stabilitas makroskopik (indeks
creaming) dan mikroskopik (perubahan ukuran droplet) setelah 48 jam
pembuatan dan penyimpanan satu bulan serta adanya waktu penolakan dari
lotionterhadap nyamukAedes aegyptibetina.
3. Variabel pengacau terkendali: minyak peppermint, jenis dan jumlah bahan
selain polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate yang digunakan pada setiap
formula (VCO, asam stearat, gliserin, TEA,cetyl alcohol, aquadest), alat-alat
yang digunakan selama percobaan, suhu, kecepatan hand mixer, lama
pencampuran, kondisi percobaan, jenis kelamin dan umur nyamuk Aedes
aegypti.
C. Definisi Operasional
1. Lotion dalam penelitian ini adalah lotion repelan minyak peppermint dengan
formula hasil orientasi peneliti.
2. Repelan merupakan bahan yang digunakan untuk mencegah invasi serangga
pada tanaman, hewan maupun manusia dengan menolak atau melapisinya.
3. Emulsifying agent yaitu senyawa yang dapat menurunkan tegangan
permukaan antara fase air dan fase minyak dengan menempatkan diri diantara
kedua fase tersebut sehingga kedua fase dapat bercampur. Dalam penelitian ini
berupapolysorbate 80dansorbitan monolaurate.
4. Sifat fisis adalah parameter yang menunjukkan kualitas dari fisislotion, dalam
penelitian ini berupa daya sebar dan viskositaslotion.
5. Stabilitas fisislotion adalah parameter untuk menunjukkan tingkat kestabilan
lotion dari sisi sifat fisis, berupa pergeseran viskositas, perubahan ukuran
droplet, dan indekscreaming.
6. Daya sebar adalah diameter penyebaran lotion menggunaan alat uji berupa
horizontal double plate setelah pemberian beban 125 gram selama 1 menit di
atas 1 gramlotion.
7. Viskositas adalah tahanan lotion untuk mengalir yang diukur menggunakan
Viscotester Rion seri VT-04. Semakin besar viskositas, maka lotionsemakin
kental dan kemudahan mengalirnya rendah.
8. Pergeseran viskositas adalah selisih viskositas lotion setelah penyimpanan
selama dengan viskositas setelah pembuatanlotion.
9. Indeks creaming merupakan salah satu parameter tingkat kestabilan lotion
selama penyimpanan secara makroskopik dengan pengamatan pemisahan fase
selama penyimpanan dalam tabung berskala.
Uji pemisahan fase = x 100%...(6)
10.Medianmerupakan nilai tengah yang digunakan dalam respon ukuran droplet.
11. Potensi ketidakstabilan fisislotionadalah pergeseran viskositas dan perubahan
ukuran droplet pada pengamatan 48 jam setelah pembuatan dan satu bulan
penyimpanan berdasarkan signifikansi antara kedua waktu pengukuran
tersebut.
12. Respon penelitian ini berupa sifat fisis lotion, yaitu daya sebar dan viskositas
secara kuantitatif.
13. Waktu penolakan adalah besarnya efek repelensi terhadap nyamuk setelah
pengolesan lotionrepelan minyak peppermint dengan melihat waktu pertama
kali nyamukAedes aegyptimenempel pada tangan naracoba.
14. Faktor dalam penelitian berupa polysorbate 80 sebagai faktor pertama atau
faktor A dansorbitan monolauratesebagai faktor kedua atau faktor B.
15. Efek merupakan pengaruh perubahan faktor terhadap respon karena variasi
level, dapat ditentukan dengan rumus desain faktorial. Nilai efek ditentukan
melalui rumus perhitungan nilai efek menurut Bolton (1990).
16. Signifikansi merupakan parameter untuk membandingkan melalui uji beda
dua atau lebih variabel dilihat dari nilai probabilitas (p). Variabel-varibel yang
D. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak peppermint
(Mentha piperita) dengan Certificate of Analyisis (COA)dari Brataco Chemika,
Virgin Coconut Oil atau VCO, polysorbate 80 (kualitas farmasetis), sorbitan
monolaurate (kualitas farmasetis), asam stearat (kualitas farmasetis), gliserin
(kualitas farmasetis),triethanolamine (kualitas farmasetis),cetyl alcohol(kualitas
farmasetis),aquadest, dan nyamukAedes aegyptibetina.
E. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glasswares (PYREX®
-GERMANY Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat-SemiPadat USD),
cawan porselin, hand mixer (Miyako® tipe HM-620 Laboratorium Formulasi
Teknologi Sediaan Padat-Semisolid USD), waterbath
(GERHARDT®-GERMANY Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Padat-Semisolid USD),
termometer, neraca analitik, neraca Ohauss, hot plate, horizontal double plate,
jam, mikroskop (Motic-BOECO B3 Professional SeriesDMB3-23 NTSC dengan
software Motic Image Plus 2.0 Laboratorium Farmakologi-Toksikologi USD),
mikroskop (Olympus opticalModel CH30RF200 dengansoftware Optilab Viewer
Miconos versi 1.3.2 Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia USD), software R
OpenOffice.org (www.molmod.org),software program R serial 2.9.0, viscotester
F. Alur Penelitian
G. Tata Cara Penelitian
1. Formula
R/Virgin Coconut Oil 6 gram
Polysorbate 80 (4 dan 6) gram
Sorbitan monolaurate (5 dan 8) gram
Asam stearat 3.5 gram
Desain formula dengan rancangan desain faktorial.
Pencampuran formula lotion dengan variasipolysorbate80 (4 dan 6 gram) dansorbitan monolaurate(5 dan 8 gram) menggunakanhand mixer
kecepatan skala 1.
1. Uji Tipe Emulsi M/A
2. Uji Sifat Fisis: daya sebar, viskositas,medianukuran droplet, dan indeks creaming48 jam setelah pembuatan
3. Uji Stabilitas: pergeseran viskositas, perubahanmedianukuran droplet, dan indekscreamingsetelah penyimpanan 1 bulan
4. Uji Waktu PenolakanLotion
Gliserin 14 gram
Trietanolamin (TEA) 0.12 gram
Minyakpeppermint 2 ml
Aquadest 30 ml
Formulasi lotion dilakukan berdasarkan nilai HLB pada rentang tipe
emulsi M/A (8-18). HLB campuran dari kombinasi polysorbate 80 dengan
sorbitan monolaurate pada keempat formula berkisar pada 10.73-12.09 dengan
nilai rHLB teoritis sebesar 10.00. Penentuan level tinggi dan level rendah faktor
ditetapkan berdasarkan hasil orientasi. Berikut adalah rancangan percobaan desain
faktorial polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate yang digunakan dalam
penelitian:
Tabel III. Rancangan formula desain faktorialpolysorbate80 dansorbitan monolaurate
Formula Polysorbate80 Sorbitan
Formula 1 =Polysorbate80 level rendah,Sorbitan monolauratelevel rendah Formula a =Polysorbate80 level tinggi,Sorbitan monolauratelevel rendah Formula b =Polysorbate80 level rendah,Sorbitan monolauratelevel tinggi Formula ab =Polysorbate80 level tinggi,Sorbitan monolauratelevel tinggi
Keempat formula dibuat replikasi sebanyak tiga kali. Masing-masing
jumlah bahan yang digunakan untuk membuat satu formula sediaanlotionrepelan
Tabel IV. Jumlah bahan yang digunakan
Formula 1 a b ab
VCO (gram) 6 6 6 6
Polysorbate80 (gram) 4 6 4 6
Sorbitan monolaurate(gram) 5 5 8 8
Asam stearat (gram) 3.5 3.5 3.5 3.5
Gliserin (gram) 14 14 14 14
TEA (gram) 0.12 0.12 0.12 0.12
Cetyl alcohol(gram) 0.5 0.5 0.5 0.5
Minyakpeppermint(ml) 2 2 2 2
Aquadest(ml) 30 30 30 30
2. Pembuatanlotion
Masing-masing bahan kecuali minyak peppermint dipanaskan di atas
waterbath hingga suhu ≥ 60°C. Asam stearat dicampurkan dengan TEA,
kemudian ditambahkan cetyl alcohol yang diikuti penambahan sorbitan
monolaurate (1). Suhu campuran (1) dipertahankan ≥ 60°C. Dicampurkan pula
VCO dengan polysorbate 80 (2) dan suhu campuran (2) dibuat tetap ≥ 60°C.
Campuran (1) dan (2) dicampur hingga suhu ± 70°C, kemudian dihomogenkan
menggunakan hand mixer selama 4 menit menggunakan skala 1. Campuran ini
sebagai fase minyak. Gliserin dan 1/3 bagian aquadest dicampur menjadi
campuran (3) sampai suhu campuran mencapai ± 70°C. Campuran ini sebagai fase
air. Selanjutnya, fase air ditambahkan pada menit ke-4 tersebut. Sisa 2/3 bagian
aquadest ditambahkan pada menit ke-7, lalu pencampuran dilanjutkan hingga
total waktu pencampuran adalah 9 menit. Minyak peppermint ditambahkan pada
30 detik akhir waktu pencampuran. Selama proses pencampuran, kecepatan
berputar hand mixer dan suhu pencampuran selama total waktu pencampuran
3. Pengamatan fisislotion
Dilakukan pengamatan beberapa parameter fisis seperti warna, dan
penampilan fisis sediaanlotion.
4. Penentuan tipe emulsilotion(Aulton, 2002)
a. Ujimiscibilitydalam minyak atau air. Emulsi hanya dapat tercampur pada
cairan yang mempunyai fase kontinyu sama. Tipe emulsi M/A dapat bercampur
dengan air, sedangkan tipe emulsi A/M dapat bercampur dengan minyak.
b. Uji staining. Pengujian dilakukan menggunakan pewarna yang larut air
maupun minyak. Pada salah satu fase yang memiliki kelarutan mirip dengan
pewarna yang digunakan, akan terlarut atau terwarnai.
Gambar 11. Tipe emulsiW/OdanO/W(Nielloud and Mestres, 2000) 5. Pengujian Daya Sebar
Uji daya sebarlotiondilakukan 1 kali, yaitu 48 jam setelah pembuatan. 1
gramlotion, diletakkan di atas horizontal double plate. Di atas lotion diletakkan
denganhorizontal double plateyang lain dan pemberat 125 gram, lalu didiamkan
selama 1 menit, dan dicatat diameter penyebarannya (Garget al., 2002).
6. Pengujian Viskositas dan Pergeseran Viskositas
Lotiondimasukkan dalam suatu wadah yang tersedia dan dipasang pada
portable viscotester. Viskositaslotionditunjukkan oleh jarum penunjuk viskositas
replikasinya. Uji ini dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu 48 jam setelah pembuatan
dan 1 bulan setelah penyimpanan dalam suhu ruangan.
7. Uji Stabilitas
a. Makroskopik: lotion dimasukkan ke dalam tabung berskala. Pemisahan
fase yang terjadi diamati pada hari ke-0, 1, 3, 5, 7, 14, 21, 28, dan 30. Uji persen
pemisahan dilakukan dengan menghitung perbandingan volume emulsi yang
memisah dibandingkan dengan volume total emulsi (Aulton, 2002).
b. Uji Stabilitas Mikroskopik: dilakukan pengamatan ukuran partikel
sebanyak 500 buah (Martin, et al., 1993) dimulai dari formula 1, kemudian a, b,
dan ab beserta ketiga replikasinya. Pengukuran dilakukan 48 jam setelah
pembuatan dan penyimpanan selama 1 bulan.
8. Uji Waktu PenolakanLotion
Uji waktu penolakan lotion dilakukan menurut Fradin and Day (2002).
Pada pengujian ini, dilakukan juga uji kontrol negatif basis masing-masing
formula lotion dan uji kontrol positif dari minyak peppermint. Respon waktu
penolakan repelan yang terukur berupa waktu pertama kali nyamuk
hinggap/menempel pada area aplikasilotion.
a. Uji Kontrol Negatif. Uji kontrol negatif dilakukan melalui penentuan
waktu menempelnya nyamuk pertama pada kontrol negatif yang digunakan, yaitu
dengan mengoleskan sebanyak 0.5 gram dan basis formula lotion secara merata
pada tangan naracoba. Tangan naracoba yang telah dioleskan basis lotion
dimasukkan ke dalam sangkar berukuran 20 x 20 x 20 cm yang berisi 25 ekor
sebelumnya dan hanya diberi larutan glukosa sebagai sumber makanannya. Waktu
penolakan dihitung dari jangka waktu intervensi sampai dengan menempelnya
nyamuk yang pertama terjadi.
b. Uji Kontrol Positif. Uji kontrol positif dilakukan dengan mengoleskan 2
ml minyak peppermint pada tangan naracoba secara merata. Tangan naracoba
yang telah dioleskan minyakpeppermintdimasukkan dalam sangkar berukuran 20
x 20 x 20 cm, berisi 25 ekor nyamuk Aedes aegypti berumur 5-7 hari yang telah
dipuasakan 24 jam sebelumnya dan hanya diberikan larutan glukosa sebagai
sumber makanannya. Waktu penolakan dihitung dari jangka waktu intervensi
sampai dengan penempelan nyamuk yang pertama terjadi.
c. Pengujian Waktu Penolakan Lotion Repelan Minyak Peppermint. Uji
waktu penolakan lotion repelan minyak peppermint dilakukan dengan
memasukkan tangan naracoba yang telah dioleskan lotion repelan minyak
peppermint sebanyak 0.5 gram ke dalam sangkar berukuran 20 x 20 x 20 cm
berisi 25 ekor nyamuk Aedes aegypti betina berumur 5-7 hari yang telah
dipuasakan 24 jam sebelumnya dan hanya diberi makan berupa larutan glukosa,
kemudian dilihat respon waktu menempelnya nyamuk yang pertama. Waktu
penolakan dihitung dari jangka waktu intervensi sampai dengan menempelnya
nyamuk yang pertama terjadi. Lotionrepelan yang dioleskan terdiri dari keempat
H. Analisis Hasil
Data yang dihasilkan berupa data respon daya sebar, viskositas,
pergeseran viskositas, pemisahan fase (indeks creaming) dan perubahan ukuran
droplet yang dinyatakan melalui median. Data respon daya sebar dan viskositas
yang diperoleh, dianalisis dengan metode desain faktorial menggunakan software
R OpenOffice.org (www.molmod.org) dari program R untuk melihat signifikansi
efek penambahan polysorbate 80, sorbitan monolaurate, dan interaksi kedua
faktor tersebut sebagai emulsifying agent terhadap sifat fisis lotion. Signifikansi
dinyatakan melalui nilai p, apabila p<0.05 menunjukkan bahwa polysorbate 80,
sorbitan monolaurate maupun interaksi keduanya memberikan efek yang
signifikan terhadap respon. Data stabilitas sediaan lotion melalui respon
pergeseran viskositas dan perubahan ukuran mediandroplet dianalisis melalui uji
beda secara statistik menggunakan software program R serial 2.9.0. Sigifikansi
dinyatakan melalui nilai p kurang dari 0.05 yang menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan dari kedua data yang diperbandingkan. Nilai p diperoleh dari hasil
analisis secara parametrik melalui Paired T-test, untuk data yang berdistribusi
normal (p>0.05) dan non parametrik Paired-samples Wilcoxon Test untuk data
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PembuatanLotion
Berdasarkan penelitian Kumar, et al (2011), minyak peppermint murni
hasil distilasi daun Mentha piperita mampu memberikan daya repelen terhadap
nyamuk Aedes aegypti. Namun demikian, untuk meningkatkan stabilitas terkait
dengan sifat minyak peppermint yang tergolong minyak atsiri yang mudah
menguap, penggunaan minyak peppermintsebagai repelan diformulasikan dalam
suatu bentuk sediaan lotion. Pada penelitian ini, minyak peppermint yang dibeli
dari Brataco Chemica disertai dengan Certificate of Analysis hasil analisis oleh
Anhui Province Yifan Spice Co. Ltd memberikan hasil bahwa minyakpeppermint
telah memenuhi persyaratan menurut standar dari British Pharmacopeia
(BP)/USP 29 sehingga dapat digunakan. Formulasi minyak peppermintdilakukan
melalui pembuatan suatu sistem emulsi minyak-dalam-air (M/A) pada lotion.
Pemilihan tipe emulsi M/A didasarkan pada sifat minyak peppermint yang larut
dalam etanol maupun minyak dan tidak larut air (USP, 1995) sehingga minyak
peppermint akan lebih larut pada fase minyak sebagai fase terdispers daripada
pada fase air sebagai medium pendispers dan dapat mencegah terjadinya
penguapan. Dengan tidak menguapnya minyak peppermint, maka konsentrasi
minyak dalam sediaan akan tetap terjaga sehingga menjamin efek repelensi yang
terkaitacceptabilityketika diaplikasikan pada kulit, yaitu dapat bercampur dengan
air sehingga mudah dicuci dengan air dan tidak berminyak.
Lotion ini dibuat berdasarkan formula hasil orientasi yang dilakukan
peneliti. Penggunaan bahan-bahan dalam formula dan proses pencampuran bahan
tersebut disesuaikan dengan bahan maupun alat yang tersedia di tempat penelitian.
Ada 2 fase berbeda yang tidak saling campur pada formula lotionrepelan minyak
peppermint, yaitu fase air dan fase minyak. Fase air terdiri dari aquadest dan
gliserin, sedangkan yang termasuk fase minyak adalahVirgin Coconut Oil(VCO),
asam stearat, cetyl alcohol, dan minyak peppermint. Adanya emulsifying agent
akan menurunkan tegangan permukaan sistem emulsi sehingga kedua fase dapat
bercampur. Untuk menyatukan kedua fase, digunakan kombinasi emulsifying
agent berupa polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate. Penggunaan kombinasi
emulsifying agent akan menghasilkan sistem emulsi yang lebih stabil daripada
penggunaanemulsifying agenttunggal (Kim, 2004).
Pertimbangan penggunaan kedua emulsifying agent adalah berdasarkan
nilai HLB campuran. Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB) merupakan nilai
yang menggambarkan perbandingan kelarutan zat dalam air dengan kelarutan zat
dalam minyak (Voigt, 1994). Polysorbate 80 memiliki HLB 15 (Rowe, et al.,
2006), sedangkan sorbitan monolaurate sebesar 8,6 (Rowe, et al., 2006). Selain
itu, pertimbangan lain penggunaan kombinasi ini karena menurut rekomendasi
Atlas-ICI (cit., Sinko, 2006), Tween (polysorbate) yang bersifat hidrofilik,
dikombinasi dengan Span (sorbitan) yang bersifat lipofilik sehingga dengan
sistem emulsi yang stabil karena mampu mencampurkan fase air (hidrofil) dengan
fase minyak (lipofil). Lalu dibuat suatu variasi perbandingan antara keduanya
sehingga menghasilkan emulsi M/A atau A/M yang diinginkan, dalam penelitian
ini berupa emulsi M/A. Dengan menggunakan polysorbate 80 dan sorbitan
monolaurate, HLB campuran yang terbentuk diharapkan dapat menghasilkan
kesetimbanganlotiondengan tipe emulsi M/A. Selain itu,polysorbate80 maupun
sorbitan monolaurate tergolong surfaktan nonionik yang kurang sensitif pada
perubahan pH dan elektrolit (Kim, 2004).
Penggunaan level rendah dan level tinggi polysorbate 80 dan sorbitan
monolaurate dalam formula ditentukan berdasarkan pendekatan nilai HLB
formula denganrHLB, yaitu 10,00 serta pertimbangan dari sisi sediaan fisislotion
hasil orientasi. Nilai HLB keempat formula berada pada rentang 10.73-12.09.
Nilai HLB teoritis masing-masing formula tidak ada yang sama persis dengan
nilai rHLB formula, namun batas yang digunakan dibuat lebar agar dapat terlihat
apakah polysorbate 80 dan sorbitan monolaurate memiliki efek yang signifikan
pada emulsi M/A yang terbentuk.Nilai HLB keempat formula yang berada pada
rentang 10.73-12.09 ini masuk pada rentang nilai HLB 8-18 dalam sistem yang
menunjukkan fungsi surfaktan sebagai emulsifying agent dan akan membentuk
sistem emulsi tipe M/A (Aulton, 1991). Nilai HLB pada tiap-tiap formula
Tabel V. Nilai HLB tiap-tiap Formula
Variasi level rendah dan level tinggi kedua emulsifying agent akan
memberikan efek terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan, dilihat dari nilai
signifikansi efek yang dihasilkan. Level rendah dan level tinggi polysorbate 80
dan sorbitan monolaurate yang digunakan dalam formula lotionrepelan minyak
peppermintditunjukkan pada tabel VI berikut:
Tabel VI. Level rendah dan level tinggipolysorbate80 dansorbitan monolaurate Emulsifying agent Polysorbate80 Sorbitan monolaurate
Level rendah 4 gram 5 gram
Level tinggi 6 gram 8 gram
Metode pembuatan sediaan lotion pada penelitian ini dilakukan dengan
cara menambahkan fase air ke dalam fase minyak sedikit demi sedikit selama
pencampuran disertai dengan pemanasan. Adanya pemanasan dapat meningkatkan
energi kinetik sistem sehingga kemampuan kontak antarmolekul juga meningkat
dan pencampuran menjadi lebih mudah. Pemanasan pada masing-masing bahan,
baik pada komponen penyusun fase air maupun fase minyak dilakukan pada suhu
≥ 60⁰C. Hal ini dikarenakan adanya bahan yang berupa padatan yaitu asam stearat
dan cetyl alcohol. Block (1996) menyatakan bahwa pemanasan yang diperlukan
asam stearat adalah ≥ 54⁰C (Rowe, et al., 2006), sedangkan titik leleh cetyl
alcohol adalah 49⁰C (Rowe, et al., 2006), sehingga digunakan suhu diatas 60⁰C
sebagai suhu pencampuran karena pada suhu ini semua bahan padatan sudah
meleleh. Sementara itu, suhu pemanasan yang digunakan untuk mencampurkan
fase air dan fase minyak adalah 70⁰C di atas waterbath dipilih karena menurut
Kim (2004), proses penyabunan antara trietanolamin dengan asam sterat yang
menghasilkan sabun stearat terjadi pada suhu ±65⁰C. Sabun stearat berupa
trietanolamin-stearat yang terbentuk juga berfungsi sebagai emulgator yang
menstabilkan emulsi melalui pembentukan monolayer yang stabil. Reaksi
penyabunan yang terjadi ditunjukkan pada gambar 12 berikut ini:
N
Gambar 12. Reaksi penyabunan dari trietanolamin dengan asam stearat
Minyak peppermint ditambahkan pada 30 detik akhir waktu
pencampuran. Hal ini disebabkan karena sifat minyak peppermint yang mudah
menguap. Menurut Billany (2002), penambahan bahan yang mudah menguap
dilakukan setelah sistem emulsi terbentuk.
VCO digunakan sebagai fase minyak dalam sistem emulsi M/A ini
dari pembentukan campuran homogen berwarna putih ketika dicampur dengan
sedikit air (Patil, 2009). Sifat ini akan mempermudah proses pencampuran atau
pendispersian fase minyak dengan fase air. Sementara itu, gliserin dalam formula
digunakan sebagai humektan. Gliserin yang memiliki 3 gugus –OH akan
membentuk ikatan hidrogen yang lemah dengan molekul air yang berasal dari uap
air lingkungan sehingga dapat mempertahankan kelembaban pada kulit setelah
aplikasi (Schramm, 2005).
Stabilisasi dalam sistem emulsi lotion repelan dipengaruhi oleh 3
mekanisme, yaitu adanya pembentukan lapisan monomolekuler dari dari
kombinasi emulsifying agent yang digunakan (polysorbate 80 dan sorbitan
monolaurate), penyabunan oleh trietanolamin-stearat dan adanya co-surfactat
yang berasal daricetyl alcohol.
Emulsifying agent utama yang digunakan dalam formulasilotionrepelan
minyak peppermint berupa kombinasi surfaktan nonionik, yaitu polysorbate 80
dan sorbitan monolaurate. Mekanisme polysorbate 80 dengan sorbitan
monolaurate adalah menurunkan tegangan permukaan antara fase minyak dan
fase air melalui pembentukan lapisan tipis film pada antarmuka fase sehingga
membentuk droplet minyak dalam air dan kedua fase dapat menyatu.
Pada emulsi minyak dalam air, kombinasi ini akan membentuk lapisan
monomolekuler pada antarmuka minyak-air yang akan mencegah koalesensi pada
droplet dengan mekanisme sebagai berikut: bagian ekor hidrokarbon molekul
sorbitan monolaurateberada dalam fase minyak dan bagian kepala dalam fase air.
secara rapat atau dekat dalam fase minyak. Saat polysorbate 80 ditambahkan,
bagian rantai hidrokarbonpolysorbate80 berada pada fase minyak juga, sehingga
terletak bersama-sama dengan rantai hidrokarbon sorbitan monolaurate. Adanya
kedua rantai hidrokarbon ini membentuk interaksi Van der Waals. Sementara itu,
bagian cincin sorbitan dan sisa rantai polioksietilen pada polysorbate 80 akan
masuk fase air. Adanya halangan sterik dari rantai polioksietilen dan cincin
sorbitan akan menghasilkan gaya tolak menolak antardroplet (Sinko, 2006). Selain
itu, terdapat juga interaksi pada bagian hidrofilik polysorbate 80 dan sorbitan
monolaurate membentuk ikatan hidrogen. Secara skematis, mekanisme stabilisasi
tersebut tampak pada gambar 13 di bawah ini: