• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Moral dalam Sastra - HAFIZ NUR BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Moral dalam Sastra - HAFIZ NUR BAB II"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Moral dalam Sastra

Moral dari segi etimologis berasal dari bahasa latin yaitu “Mores” yang

berasal dari suku kata “Mos”. Mores berarti adat istiadat, kelakuan, tabiat, watak,

akhlak yang kemudian artinya berkembang menjadi kebiasaan dalam bertingkah

laku yang baik (Darmadi, 2009:50). Sejalan dengan pendapat Darmadi tentang

moral, Kaelan (2008:93) berpendapat moral merupakan ajaran-ajaran ataupun

patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang

bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.

Jadi, dapat disimpulkan moral adalah suatu aturan baik tulisan maupun lisan yang

menjadikan manusia harus hidup dan bertindak baik.

Karya sastra adalah sebuah struktur tanda yang bermakna. Di samping itu,

karya sastra adalah karya yang ditulis oleh pengarang. Pengarang tidak terlepas

dari sejarah sastra dan latar belakang sosial budayanya. Semuanya itu tercermin

dalam karya sastranya. Akan tetapi, karya sastra juga tidak akan mempunyai

makna tanpa ada pembaca yang memberikan makna kepadanya. Oleh karena itu,

seluruh situasi yang berhubungan dengan karya sastra itu haruslah diperhatikan

dalam konkretisasi atau pemaknaan karya sastra (Pradopo, 2010:108).

Karya sastra merupakan salah satu cerminan nilai-nilai budaya dan tidak

terlepas dari sosial budaya serta kehidupan masyarakat yang digambarkannya.

(2)

terdiri atas kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup

hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa

yang terjadi dalam batin seseorang (Noor, 2011:27). Dapat disimpulkan karya

sastra adalah tulisan hasil imajinasi pengarang yang mengandung makna dan

merupakan cerminan nilai-nilai bermasyarakat dalam memberikan gambaran

suatu kehidupan.

Karya sastra yang baik di samping memiliki nilai estetis yang indah juga

memiliki makna akan suatu pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Dalam

karya sastra jelas dikatakan pesan kepada pembaca untuk berbuat baik. Kata

tersebut secara langsung menyinggung nilai-nilai baik buruk atau etika. Jadi pesan

tersebut dinamakan moral, karena pesan tersebut mengajak pembaca untuk

menjunjung tinggi norma-norma moral. Oleh karena itu, sastra dianggap sebagai

sarana pendidikan moral karena sastra merupakan cerminan dari kehidupan

masyarakat.

Noor (2011:64) berpendapat moral dalam sastra biasanya mencerminkan

pandangan hidup pengarang yang bersangkutan. Pandangannya tentang nilai-nilai

kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Sebuah karya

sastra ditulis oleh pengarang, antara lain untuk menawarkan model kehidupan

yang diidealkannya. Karya sastra mengandung penerapan moral dalam sikap dan

tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangan tentang moral. Melalui cerita,

sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil

(3)

Moral dalam sastra itu sangat berkaitan, bagaimana nilai-nilai yang terdapat

dalam karya sastra dapat dipahami dan dimaknai pembaca setelah membaca karya

sastra. Karya sastra mengandung penerapan moral melalui tindakan yang

dilakukan oleh tokoh. Jadi dapat disimpulkan moral dalam sastra adalah suatu

nilai-nilai, pesan, sikap, tindakan, dan perilaku yang disampaikan pengarang

terhadap pembaca.

B.Pendidikan Karakter

1. Pengertian Nilai Pendidikan Karakter

Nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika

(benar-salah), estetika (bagus-buruk), etika (adil/layak-tidak adil), agama (dosa dan

haram-halal) serta menjadi acuan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan

(Darmadi, 2009:27). Rokeah dalam Djahiri (1985:20) berpendapat bahwa nilai

adalah suatu kepercayaan/keyakinan yang bersumber pada sistem nilai seseorang,

mengenai apa yang patut atau tidak patut dilakukan seseorang atau mengenai apa

yang berharga dan apa yang tidak berharga.

Ahmadi dan Noor Salimi (2008:202) berpendapat nilai adalah suatu

perangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang

memberikan corak khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun

perilaku. Dapat disimpulkan bahwa nilai adalah kepercayaan tentang sesuatu yang

seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan dan dijadikan acuan keyakinan diri

(4)

Menurut UU RI No 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.

Darmadi (2009:3) berpendapat pendidikan merupakan usaha membentuk

kemampuan individu, mengembangkan kemampuan dirinya untuk berkembang

sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu,

maupun sebagai warga negara dan warga masyarakat. Suhartono (2008:43)

berpendapat pendidikan menurut sudut pandang luas adalah segala jenis

pengalaman kehidupan yang mendorong timbulnya minat belajar untuk

mengetahui kemudian bisa mengerjakan sesuatu hal yang telah diketahui itu.

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha membentuk kemampuan

individu agar dapat mengembangkan potensi diri sehingga bermanfaat bagi

kehidupannya.

Hakim dalam Taniredja, dkk, (2010:67) berpendapat karakter adalah

sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang

lain; tabiat; watak. Berkarakter berarti mempunyai kepribadian dan berwatak.

Samani dan Hariyanto (2011:43) berpendapat karakter adalah nilai dasar yang

membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun

pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan

(5)

karakter merupakan sifat-sifat manusia yang membedakan antara satu orang

dengan yang lain sehingga mempunyai kepribadian dan berwatak dalam

kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter menurut Asmani (2011:35) merupakan upaya-upaya

yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik

memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan. Kemudian,

nilai-nilai tersebut dapat terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan

perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat

istiadat.

Aunillah (2011:18) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu

sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang

mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya

kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang

Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga

akan terwujud insan kamil.

Pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan

secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku

manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,

perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata karma,

(6)

disimpulkan upaya secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada

seseorang sehingga akan terbentuk kepribadian yang baik.

2. Macam Nilai Pendidikan Karakter

Hasan, dkk (2010:9-10) mengemukakan macam nilai pendidikan karakter

menjadi 18 yaitu :

a. Religius

Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran

agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup

rukun dengan pemeluk agama lain.

b. Jujur

Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya

sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

c. Toleransi

Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin

Disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada

berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja keras

Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh

dalam mengatasi berbagai hambatan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan

(7)

f. Kreatif

Kreatif adalah berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri

Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis

Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama

hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat,

dan didengar.

j. Semangat Kebangsaan

Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.

k. Cinta Tanah Air

Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang

menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,

(8)

l. Menghargai Prestasi

Menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya

untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

menghormati keberhasilan orang lain.

m. Bersahabat/Komunikatif

Bersahabat/komunikatif adalah tindakan yang memperlihatkan rasa senang

berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta Damai

Cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang

lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

o. Gemar Membaca

Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli Lingkungan

Peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan

upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli Sosial

Peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

r. Tanggung Jawab

Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

(9)

masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha

Esa.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai diri seseorang dan

pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.

Tujuan jangka panjang tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif

konstekstual individu atas implus natural sosial yang diterimanya yang pada

gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses

pembentukan diri secara terus-menerus (Asmani, 2011:42).

Aunillah (2011:97-104) berpendapat lima tujuan dari pendidikan karakter

adalah sebagai berikut :

a. Membentuk manusia yang bermoral

Persoalan moral merupakan masalah serius yang menimpa bangsa ini.

Setiap saat, masyarakat dihadapkan pada kenyataan merebaknya dekadensi moral

yang menimpa kaum remaja, pelajar, masyarakat pada umumnya, bahkan para

pejabat pemerintah. Ciri yang paling terlihat terjadinya dekadensi moral di

tengah-tengah masyarakat antara lain merebaknya aksi-aksi kekerasan, tawuran massa,

pembunuhan, pemerkosaan, perilaku yang menjurus pada pornografi, dan lain

sebagainya.

Dalam dunia pemerintahan, fenomena dekadensi moral juga tidak kalah

jelasnya, misalnya perilaku ketidakjujuran, korupsi, dan tindakan-tindakan

(10)

Ironisnya, maraknya aksi-aksi tidak bermoral tersebut justru banyak dilakukan

kalangan terdidik.

b. Membentuk manusia yang cerdas dan rasional

Seseorang disebut mempunyai kepribadian atau karakter apabila ia mampu

berpikir rasional, mengambil keputusan yang tepat, serta cerdas dalam

memanfaatkan potensi yang dimiliknya. Kecerdasan dalam memanfaatkan potensi

diri dan kemampun bersikap rasional merupakan ciri orang berkepribadian atau

berkarakter. Inilah yang dibutuhkan oleh suatu bangsa saat ini, yakni tatanan

masyarakat yang cerdas dan rasional.

Berbagai tindakan destruktif dan tidak bermoral yang seringkali dilakukan

masyarakat dengan menunjukkan kecenderungan bahwa masyarakat sudah tidak

memperdulikan lagi rasionalitas dan kecerdasan mereka dalam bertindak maupun

mengambil keputusan.

c. Membentuk manusia yang inovatif dan suka bekerja keras

Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang diselenggarakan

untuk menanamkan semangat suka bekerja keras, disiplin, kreatif, dan inovatif

pada diri seseorang, yang diharapkan akan mengakar dan menjadi karakter dan

kepribadiannya. Oleh karena itu, pendidikan karakter bertujuan mencetak generasi

bangsa agar tumbuh menjadi pribadi yang inovatif dan suka bekerja keras.

Saat ini, sikap kurang bekerja keras dan tidak kreatif merupakan masalah

yang menyebabkan bangsa ini tertinggal dari negara-negara lain. Padahal setiap

tahun, lembaga pendidikan sudah meluluskan ribuan peserta didik dengan

(11)

memiliki semangat juang yang besar, serta bersedia bekerja keras sekaligus

inovatif dalam mengelola potensi mereka. Sehingga, mereka dapat menjadi bibit

manusia unggul di masa depan.

d. Membentuk manusia yang optimis dan percaya diri

Sikap optimis dan percaya diri merupakan sikap yang harus ditanamkan

kepada setiap orang sejak dini. Kurangnya sikap optimis dan percaya diri menjadi

faktor yang menjadikan seseorang kehilangan semangat untuk dapat bersaing

menciptakan kemajuan segala bidang.

Pada masa yang akan datang, tentu saja kita akan semakin membutuhkan

sosok-sosok yang optimis dan penuh percaya diri dalam menghadapi berbagai

situasi. Hal itu tidak mungkin terwujud apabila tidak ada upaya untuk

menanamkan kedua sikap tersebut kepada generasi penerus sejak dini.

e. Membentuk manusia yang berjiwa patriot

Salah satu prinsip yang dimiliki oleh konsep pendidikan karakter adalah

terbinanya sikap cinta tanah air. Hal yang paling penting dari sikap ini ialah

kerelaan untuk berjuang, berkorban, serta kesiapan diri dalam memberikan

bantuan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Harus kita akui bahwa sikap

tolong-menolong dan semangat juang untuk saling memberikan bantuan sudah

semakin luntur dari kehidupan masyarakat.

Sikap kepedulian yang semula merupakan hal yang paling kita banggakan

sepertinya sudah tergantikan dengan tumbuh suburnya sikap-sikap individualistis

dan egois. Kepekaan sosial pun sudah berada pada taraf yang memperihatinkan.

(12)

terjadi di lingkungan kita, yang salah satu faktor penyebab kemunculannya adalah

terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain.

Tujuan pendidikan karakter dapat disimpulkan menanamkan nilai-nilai pada

seseorang untuk mengarahkan dan menata manusia dalam proses kehidupannya

yang lebih menghargai kebebasan individu sesuai aturan-aturan yang ada.

C.Materi Pembelajaran Sastra di SMA

Salah satu bentuk aplikasi dari pendidikan karakter dapat dilakukan melalui

pengajaran apresiasi sastra. Karya sastra mengandung eksplorasi mengenai

kebenaran universal. Sastra juga menawarkan berbagai bentuk kisah yang

merangsang pembaca untuk bercermin dan tentu saja setelah itu berbuat sesuatu.

Pengajaran sastra tidak saja membentuk watak dan moral, tetapi juga memiliki

peran bagi pemupukan kecerdasan siswa dalam semua aspek. Melalui apresiasi

sastra misalnya, kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual siswa dapat

diasah. Siswa tidak hanya terlatih untuk membaca saja, tetapi juga mampu

mencari makna dan nilai-nilai yang luhur. Hal ini dikarenakan, dalam setiap karya

sastra mengandung tiga muatan: imajinasi, pengalaman, dan nilai-nilai (Noor,

2011:46).

Pengajaran sastra tidak sekadar mengenalkan sastra kepada siswa tetapi juga

mendekatkan sastra yang mempunyai nilai-nilai penting dan bermanfaat dalam

memahami hidup. Nilai-nilai yang terkandung di dalam karya sastra diresapi oleh

siswa dan secara tidak sadar merekonstruksi sikap dan kepribadian mereka. Karya

(13)

kreativitas imajinasi siswa dalam berpikir kritis melalui rasa penasaran akan jalan

cerita dan metafora-metafora yang terdapat di dalamnya (Noor, 2011:10).

Modal apresiasi sastra yang memadai akan menciptakan output pendidikan

yang lebih arif dan bijak. Pengajaran sastra tidak hanya berperan dalam

penanaman keluhuran budi pekerti, tetapi juga memiliki andil dalam pembentukan

karakter. Karya sastra mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku

para tokoh sesuai dengan pandangan tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan

tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah

dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan (Noor, 2011:13).

Tujuan pengajaran sastra secara umum ditekankan pada kemampuan siswa

untuk mengapresiasi sastra secara memadai. Walaupun bersifat umum, paling

tidak telah memberi arah terhadap tujuan-tujuan yang lebih khusus dan

operasional. Kebermanfaatan pengajaran sastra di sekolah diharapkan siswa

memperoleh pengetahuan dan wawasan yang baik. Pembelajaran yang tepat oleh

guru nantinya akan memberikan sumbangan-sumbangan ilmu kepada siswa.

Mata pelajaran bahasa Indonesia yang di dalamnya terdapat pengajaran

sastra merupakan salah satu mata pelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum

yang membebaskan setiap satuan pendidikan untuk dapat menyusun

perangkat-perangkat pembelajaran. Mulyasa (2007:21) berpendapat KTSP adalah suatu ide

tentang pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat

dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan. Pemberdayaan

(14)

samping menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat

juga merupakan saran peningkatan kualitas, efisiensi, dan pemerataan pendidikan.

Pengajaran sastra di sekolah dapat ditentukan oleh guru yang kreatif dan inovatif

dalam proses pembelajarannya sehingga merangsang siswa senang dan menarik

untuk mempelajarinya.

Dengan fenomena-fenomena yang ada sekarang ketidakberhasilan

pengajaran apresiasi sastra juga disebabkan belum ditetapkannya alokasi waktu,

untuk pengajaran apresiasi sastra Indonesia sebagai mata ajar yang mandiri.

Sampai kini sastra diajarkan sebagai tambahan dalam mangajarkan bahasa

Indonesia. Berdasarkan kenyataan di lapangan tidak semua guru bahasa Indonesia

mampu menyajikan pengajaran apresiasi sastra dengan baik. Guru yang mahir

mengajarkan bahasa Indonesia belum tentu mampu memikat saat mengajar sastra.

Oleh karena itu, guru harus lebih mahir lagi dalam mengajarkan sastra sehingga

ilmu-ilmu yang ada di dalam sebuah karya sastra dapat diterima siswa untuk

selanjutnya diaplikasikan peserta didik dalam dunia nyata (Widjojoko dan Endang

Hidayat, 2006:98).

Sesuai dengan implementasi KTSP, pengajaran sastra diharapkan dapat

mengarahkan siswa dalam mengambil nilai-nilai karakter yang terdapat didalam

sebuah karya sastra. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Widjojoko dan Endang

Hidayat (2006:98) pada hakekatnya pembelajaran apresiasi sastra Indonesia ialah

memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang dikandung karya sastra dan

mengajak siswa menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan.

(15)

akali, nilai afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial, secara sendiri-sendiri atau

gabungan keseluruhan seperti yang tercermin dalam karya sastra. Pada

hakekatnya pengajaran sastra adalah menciptakan situasi siswa membaca dan

merespon karya sastra serta membicarakannya secara bersama dalam kelas.

Pada silabus bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas, materi tentang

nilai-nilai pendidikan karakter ini dapat diajarkan pada kelas XI semester I aspek

membaca sastra, yaitu :

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Memahami berbagai hikayat novel

Indonesia atau novel terjemahan

Menemukan unsur-unsur intrinsik dan

ekstrinsik novel Indonesia atau novel

Referensi

Dokumen terkait

Manusia diciptakan oleh Allah dengan membawa fitrah merdeka, mempunyai hak dan kebebasan yang telah melekat pada dirinya oleh karena itu,

Tugas Pemasaran : mengalisis mangapa pasar tidak menyukai produk tersebut dan Atau Program pemasaran merancang ulang produk,harga lebih rendah atau promosi

Setelah mendapatkan nilai erosi di setiap unit lahan, maka perlu dilakukan perhitungan laju erosi yang dapat ditoleransikan dengan metode TSL pada persamaan 3 dengan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengukusan terhadap kandungan vitamin C yang terdapat di dalam kubis dan mempelajari pola penurunan vitamin C pada kubis

Menurut Sulistyanto (2008) manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi laporan keuangan baik dengan cara memanipulasi data atau informasi keuangan

Ikan merupakan produk utama dari mata pencarian masyarakat nelayan, tetapi pada saat ini terjadi global warming yang melanda bumi akibat dari efek rumah kaca yang menimbulkan

Berdasarkan hasil perhitungan yang menyatakan bahwa pengaruh langsung dari variabel bauran promosi terhadap kepuasan kunjungan lebih besar dibandingkan dengan pengaruh

istilah adalah suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar dalam menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada orang lain agar mereka menerima ajaran Islam tersebut dan