• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) Terhadap Pemahaman Konsep IPS Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) Terhadap Pemahaman Konsep IPS Siswa"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

IGEUL NURUL MIAGA YUSEU NIM 1111018300043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) terhadap Pemahaman Konsep IPS Siswa (Penelitian Kuasi Eksperimen Kelas III di SDN Bambu Apus II)”, Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan media

KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) terhadap pemahaman konsep IPS Siswa kelas

III SDN Bambu Apus II. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi

eksperimen (eksperimen semu) dengan desain nonequivalent control group.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes

berupa soal pilihan ganda dan instrumen nontes berupa observasi, wawancara,

serta dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh penggunaan media KOKAMI

(Kotak Kartu Misterius) terhadap pemahaman konsep IPS siswa kelas III di SDN

Bambu Apus II. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata posttest antara kedua kelas

yaitu dengan perolehan rata-rata kelas eksperimen 80,75 dan rata-rata kelas

kontrol sebesar 75,88. Uji hipotesis pada data posttest kelas eksperimen dan kelas

kontrol memperoleh nilai sig (2-tailed) adalah 0,037. Ini menunjukkan bahwa

nilai probabilitas lebih kecil daripada taraf signifikansi (0,037 < 0,05). Sehingga

Ho ditolak Ha diterima. Hal tersebut juga didukung wawancara yang dilakukan

setelah proses pembelajaran.

(6)

ii

Igeul Nurul Miaga Yuseu (1111018300043), "The Influence of KOKAMI’s

Media (Card of Mysterious Box) Student’s understanding of IPS Concept

(Research for Quasi Experiment Class III in SDN Bambu Apus II)", A paper for

Studies Islamic Elementary School Teacher Education Government, Faculty of

Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The aims of this research is to recognize the result of student understandng to

determine the effect of media usage KOKAMI (Card of Mysterious Box) to the

student’s understanding of IPS concept class III SDN Bambu Apus II. The

method used is a quasi-experimental methods (quasi-experimental) design with

nonequivalent control group. The sampling technique used in this research is

purposive sampling. The research instrument used was an instrument in the form

of multiple choice tests and instruments nontes form of observations, interviews,

and documentation.

The results showed there are significant KOKAMI media usage (Kotak Kartu

Misterius) to the understanding of the concept of IPS third grade students at SDN

Bambu Apus II. This is evident from the average value posttest between the two

classes, namely the average achieved 80.75 experimental class and control class

average of 75.88. Test hypotheses on the data posttest experimental class and

control class to obtain the value sig (2-tailed) was 0.037. This shows that the

probability is smaller than the significance level (0.037 <0.05). So Ho rejected Ha

accepted. It is also supported by interviews conducted after the learning process.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.,

yang selalu memberikan nikmat sehat, iman, dan Islam. Berkat rahmat dan

karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh

Penggunaan Media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) Terhadap Pemahaman

Konsep IPS Siswa” dengan sebaik-baiknya.

Sholawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad

SAW., juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya yang

senantiasa setia memperjuangkan Islam hingga akhir hayat.

Penyelesaian Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana. Dengan seluruh kekuatan tenaga dan fikirkan, penulis curahkan dengan

penuh semangat dalam belajar untuk mencapai tujuan akhir dalam program

sarjana pendidikan. Penulis sadar bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan

yang terjadi dalam pembuatan skripsi yang dihadapi. Namun dengan kesungguhan

hati dan kerja keras serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka

kesulitan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan penulis. Oleh karena itu dengan ketulusan hati, penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Bapak Prof. Dr.

Ahmad Thib Raya, MA., yang selalu mengarahkan dan memotivasi serta

menginspirasi seluruh mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(FITK).

2. Wadek III Kemahasiswaan, Bapak Dr. Fauzan, MA., selaku Kaprodi

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) sebelumnya yang selama ini

memiliki dedikasi dan semangat juang yang tinggi untuk membawa nama

baik Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) sebagai program studi

yang mampu bersanding dengan program studi yang lain serta memiliki

(8)

iv

3. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (Kaprodi PGMI),

Bapak Dr. Khalimi, M.Ag., yang selalu memberikan yang fasilitas terbaik

serta bimbingan tulus kepada seluruh mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah (PGMI).

4. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Dr. Muhammad Arif, M.Pd., yang selalu

bersedia meluangkan waktu sibuknya untuk menerima mahasiswa

berkonsultasi dan senantiasa sabar membimbing selama proses penyelesaian

skripsi.

5. Seluruh dosen pengajar di Prodi PGMI beserta jajaranya, terutama para dosen

yang selama ini telah setia berbagi ilmu dan pengalaman kepada mahasiswa

PGMI angkatan 2011.

6. Dosen Pembimbing Akademik, ibu Nafia Fafiqni, M.Pd., yang selalu

memberikan arahan selama ini dan memotivasi mahasiswanya untuk terus

menjadi pribadi yang kokoh dan mampu bersaing dengan dunia luar.

7. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu penulis dalam mencari literatur dan mendukung penulisan skripsi .

8. Kepala sekolah SDN Bambu Apus II, Bapak H. Khaerudin dan para guru

yang telah memberikan izin serta pengalaman mengajar dengan segala

keterbukaan demi terselesaikannya penelitian ini.

9. Keluarga tercinta, Mamah Nani Rukmini dan Bapak H. Yuyus Yulia serta

adik tercintaku Nukeu Shayeeda seltiq Yuseu. Terima kasih atas do’a dan

usaha kalian selama ini yang tidak akan mampu terbalaskan baik dalam

memberikan keyakinan diri dan ketenangan hati serta semangat yang kuat

dalam menghadapi hidup ini. Khusus untuk mamah dan adikku, cinta kalian

adalah yang terbaik.

10. Abang, Madini Abdul Rahman, yang selalu menghadirkan kebahagiaan dan

kenyamanan hati serta memberikan motivasi yang kuat untuk menyelesaikan

skripsi. Semoga setiap harapan dan do’a kita bersama dapat terkabulkan di

(9)

v

11. Sahabat-sahabatku tersayang, Ayu Apriyanti, Ainun Jaariyah, Yulia Kurnia

Dewi, Dini Anugrah Safitri, dan semua teman-temanku di PGMI B angkatan

2011 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya. Kalian adalah penyemangat

terbaik yang selalu memotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.

12. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga setiap

tinta dan lembaran dalam tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan amal

baik bagi penulis. Aamiiinn.

Demikianlah ungkapan rasa terima kasih penulis kepada pihak yang

membantu selama proses penyelesaian skripsi ini, semoga setiap ketulusan dan

dukungan yang diberikan menjadi amal kebaikan dan akan kembali baik sebagai

balasannya. Dan semoga Allah selalu memberikan kasih sayang dan ridho-Nya

untuk kita semua. Aaaamiiinnn.

Jakarta, 27 Agustus 2015

(10)

vi

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Media Pembelajaran KOKAMI

a. Pengertian Media Pembelajaran ...

b. Ciri-Ciri Media Pembelajaran ...

c. Fungsi Media Pembelajaran ...

d. Pembagian Media Menurut Taksonomi Bretz ...

e. Pengertian KOKAMI ...

f. Kelebihan dan Kekurangan Media Permainan ...

g. Aturan dalam Penggunaan Media KOKAMI...

2. Pemahaman Konsep

a. Pengertian Pemahaman Konsep...

b. Indikator Pemahaman Konsep...

c. Teknik Mengukur Pemahaman Konsep...

(11)

vii

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...

B. Populasi dan Sampel Penelitian...

C. Metode Penelitian...

D. Teknik Pengumpulan Data...

E. Instrumen Penelitian...

1. Uji coba Intrumen Tes

a. Uji Validitas ...

b. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal ...

c. Uji Daya Pembeda...

d. Uji Reliabilitas...

2. Uji Coba Instrumen Non Tes...

F. Teknik Analisis Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ...

2. Deskripsi Data Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol ...

B. Pengajuan Prasyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ...

47

51

(12)

viii

2. Pengujian Hipotesis ...

C. Pembahasan Hasil Penelitian...

a. Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen...

b. Proses Pembelajaran di Kelas Kontrol...

c. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep IPS Siswa...

D. Keterbatasan Penelitian ...

58

59

62

64

65

66

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...

B. Penutup ...

67

67

(13)

ix

Tabel 2.2 Rancangan Penelitian ... 36

Tabel 2.3 Teknik Pengumpulan Data ... 37

Tabel 2.4 Kisi-Kisi Soal Pemahaman Konsep ... 38

Tabel 4.1 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen... 47

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Eksperimen... 48

Tabel 4.3 Deskripsi Data Pretest Kelas Kontrol... 49

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Kontrol... 50

Tabel 4.5 Deskripsi Data Posttest Kelas Eksperimen ... 51

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelas Eksperimen... 52

Tabel 4.7 Deskripsi Data Posttest Kelas Kontrol... 53

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelas Kontrol... 54

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Pretest... 56

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Posttest... 57

Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Pretest ... 58

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Posttest... 58

(14)

x

Gambar 4.2 Grafik Histogram Nilai Pretest Kelas Kontrol... 50

Gambar 4.3 Grafik Histogram Nilai Posttest Kelas Eksperimen... 52

Gambar 4.4 Grafik Histogram Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 54

Gambar 4.5 Diagram batang Nilai Rata-Rata kelas Eksperimen dan

(15)

xi

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 86

Lampiran 3 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa terhadap Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 98

Lampiran 4 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa terhadap Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 106

Lampiran 5 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep IPS (Sebelum Uji Validitas) ... 112

Lampiran 6 Rekap Analisis Butir Soal ... 121

Lampiran 7 Hasil Uji Butir Soal Program AnatesV4 Siswa ... 123

Lampiran 8 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep IPS (Setelah Uji Validitas) ... 136

Lampiran 9 Instrumen Penelitian (Tes) ... 137

Lampiran 10 Hasil Penelitian Pretest dan Posttest ... 142

Lampiran 11 Lembar Wawancara Siswa ... 145

Lampiran 12 Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Media KOKAMI ... 147

Lampiran 13 Uji Referensi

Lampiran 14 Surat Izin Penelitian

Lampiran 15 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

(16)

1 A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu proses yang berperan penting dalam masa depan

setiap individu. Pendidikan dapat membantu mengembangkan

kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang ada pada dirinya. Tanpa

proses tersebut, pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental akan

sulit berkembang secara maksimal. Hal ini kelak akan berpengaruh besar dalam

diri individu tersebut sehingga mereka akan kesulitan saat berada dalam

masyarakat sekitarnya dan bersosialisasi dengan lingkungannya.

Dalam Al-quran surat Al-Alaq ayat 4 berbunyi:

“yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam” (Q.S. Al-A’laq:

٤

)

Maksud dari ayat tersebut adalah setiap manusia telah dibekali akal pikiran

dan Allah SWT., telah memberikan banyak kemudahan berupa perantara tulis

dan bacaan. Oleh karena itu, setiap individu berupaya semaksimal mungkin untuk

mengembangkan kemampuannya baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Redja Mudyaharjo dalam bukunya menjelaskan bahwa pendidikan dalam arti

maha luas berarti hidup. Pendidikan adalah pengalaman belajar1. Oleh karena itu, pendidikan merupakan kegiatan atau pengalaman belajar dalam proses

pendidikan yang berlangsung baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Pengalaman tersebut nantinya akan memunculkan pola pikir baru untuk

perubahannya dimasa mendatang.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 1989, pasal 1, ayat (1),

dijelaskan mengenai definisi pendidikan yakni: “Pendidikan adalah usaha sadar

1

(17)

untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau

latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.2

Lebih lanjut, Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram

dalam bentuk pendidikan formal, non-formal, dan informal di sekolah dan luar

sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi

pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar kemudian hari dapat

memainkan peranan hidup secara tepat3.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam

membimbing dan mendidik setiap siswanya, menjadi salah satu tempat untuk

mendapatkan pengalaman belajar. Di Sekolah, anak melakukan proses

pembelajaran agar mampu mengenal hal yang baru dan melakukan hal tersebut

dengan baik, merespon berbagai bentuk perilaku, berbagi dengan sesama, dan

masih banyak hal lainnya yang bisa dilakukan. Ini adalah bentuk pengalaman.

Setiap pembelajaran adalah sesuatu yang akan melekat kuat dalam diri

pembelajarnya. “Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu

untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”4

. Oleh karena itu, pemahaman dalam proses belajar sangat

dibutuhkan agar terjadi perubahan perilaku pada diri siswa kearah yang lebih baik.

Selama ini, siswa hanya dituntut untuk menghafal setiap materi yang

diajarkan tanpa memahami apa yang mereka dapatkan di sekolah. Akibatnya,

siswa belajar hanya mendapatkan pengetahuannya saja tanpa tahu pemahaman

sebenarnya dari materi tersebut. Sebenarnya, dengan memahami, siswa dapat

mengembangkan kembali konsep yang telah dimilikinya untuk menciptakan

gagasan atau ide baru tanpa harus menjerumuskan (mendapatkan kesalahpahaman

konsep). Pemahaman yang memiliki tingkatan lebih tinggi dari pengetahuan yang

hanya sekedar hafalan dapat menjadi tolak ukur bagi siswa maupun guru

2

Redja Mudyahardjo, Op.cit., h. 55

3

--- , Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), cet. Ke-7, h. 11

4

(18)

mengenai apapun yang telah dipelajarinya di sekolah sebagai bukti kemampuan

dirinya dalam ranah kognitif.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang

diajarkan di sekolah khususnya sekolah dasar. “Materi kajian IPS di sekolah

merupakan pengetahuan yang berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial yaitu dari

bahan kajian sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi, psikologi,

dan ekologi”5

. Sebagai mata pelajaran di sekolah, IPS kurang mendapat sambutan

baik dimata anak-anak. Siswa lebih menyukai pelajaran yang bersifat eksakta,

seperti matematika dan IPA. IPS hanya dianggap pelajaran sampingan yang

tidak perlu dipelajari dan bahkan dianggap tidak penting karena tidak digunakan

dalam ujian nasional6. Banyaknya bacaan membuat anak merasa jenuh saat mengawali pembelajaran IPS. Peran guru yang sering menerjemahkan kepada

siswanya bahwa IPS hanya dengan menghafal, mengerjakan latihan soal di LKS

(Lembar Kerja Siswa) dan penggunaan metode ceramah saat menjelaskan materi,

membuat keinginan siswa untuk belajar menjadi menurun dan tidak memiliki

ketertarikan pada pelajaran tersebut.

Guru adalah faktor penentu dalam proses pembelajaran agar pembelajaran

tersebut menjadi sebuah pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan

sehingga melekat kuat dalam diri siswanya. Guru sebagai (agent of change) atau

pelaku perubahan yang profesional adalah guru yang harus memiliki empat

kompetensi yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

sosial, dan kompetensi profesional7. Salah satu yang akan dibahas di sini adalah kompetensi pedagogik. Menurut Yudhi Munadi, dalam melaksanakan kompetensi

pedagogik, guru dituntut untuk memiliki kemampuan secara metodologis dalam

hal perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Termasuk didalamnya

5

Sapriya, Tuti Istianti, dan Effendi Zulkifli, Pengembangan Pendidikan IPS di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), cet. Ke-1, h. 4.

6

Rinajayani, “Penggunaan Media Video untuk meningkatkan Pemahaman Konsep Ilmu

Pengetahuan Sosial Pada Siswa Kelas IV A SD Bantul Timur Bantul Tahun Ajaran 2012/2013”,

dalam jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. II No. 7 Juli 2013, h. 2

7

(19)

penguasaan dalam penggunaan media pembelajaran8. Guru yang kreatif selalu membuat proses pembelajaran menjadi tidak jenuh sehingga anak terus

termotivasi untuk mau belajar.

Perlu diketahui, dengan memotivasi siswa maka guru melakukan hal yang

sangat bermanfaat bagi siswanya, seperti: (1) membangun kemampuan siswa

dalam mengatasi rasa bosan, (2) membangun kemampuan untuk terus mendorong

diri mereka sehingga dapat mengatasi hal-hal yang menurunkan semangat dan

mengecewakan, serta (3) dapat membantu siswa memahami tanggung jawab baik

terhadap minat belajar maupun terhadap perilaku mereka sendiri9. Dalam memotivasi keinginan anak belajar, biasanya guru menyiapkan sebuah media

pembelajaran agar proses belajar-mengajar tersebut menjadi menyenangkan

bahkan akan melekat kuat sebagai pengalaman belajar bagi si anak.

Belajar IPS atau mata pelajaran lain yang didalamnya berisi banyak tulisan,

nampaknya masih menjadi hal yang menyulitkan bagi peserta didik. Hal yang

terjadi disini adalah siswa hanya mendapatkan pengetahuan dari apa yang

diajarkan guru dan membaca buku yang mereka miliki tanpa memahami apa

isinya. Secara sadar, para guru mengejar pemahaman setiap harinya. Namun

kenyataannya, pemahaman itu sendiri merupakan istilah yang ambigu dan serius.

Dalam buku pengajaran pemahaman melalui desain, pengetahuan dan pemahaman

merupakan hal yang berbeda. Pengetahuan diartikan sebagai fakta yang ada.

Sedangkan makna dari fakta tersebut merupakan pemahaman yang sebenarnya10. Di lapangan, berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan selama bulan

Januari 2015 di SDN Bambu Apus II ternyata masih banyak siswa yang

menuntaskan belajarnya hanya sekedar datang ke sekolah kemudian

mendengarkan guru di depan kelas. Hasil belajar yang didapatkanpun menjadi

kurang memuaskan dengan data KKM sekitar 6,6. Itu dikarenakan siswa

8

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012), Cet. Ke-4, h. 1

9

Dorothy Rich, Pengajaran dan Bimbingan Kelas 1-3 SD: Pembelajaran yang Berkemauan Keras, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), h. 17

10

(20)

mengerjakan tugas dengan sesukahatinya. Proses belajar mengajarpun menjadi

tidak memiliki semangat yang kuat dari para siswa yang seharusnya belajar lebih

giat lagi demi jalan menuju masa depannya.

Selain melakukan pengamatan, peneliti juga melakukan wawancara kepada

guru yang sangat mengerti karakteristik tiap guru di sekolah (Perwakilan Kepala

Sekolah). Dari sumber tersebut, dapat diketahui bahwa kurangnya pembinaan

guru dan kompetensi yang dimiliki membuat sistem pembelajaran di sekolah

hanya sekedar penuntasan tanggung jawab. Cara mengajar yang kurang inovatif

membuat suasana belajar terjadi begitu saja tanpa ada motivasi yang kuat dari

guru kelas.

Peneliti juga melakukan wawancara kepada beberapa murid secara acak

mengenai kesulitannya dalam belajar IPS. Dari sumber tersebut, dapat diketahui

bahwa kurang menariknya cara penyampaian guru dalam belajar IPS menjadi

salah satu hal yang memungkinkan kejenuhan bagi siswa untuk belajar IPS.

Terlalu banyaknya bacaan dan penugasan guru untuk meringkas juga menjadi

kendala kurang bersemangatnya siswa ketika ditanyai hal tersebut.

Melihat beragam permasalahan tersebut, peneliti berharap dengan metode

permainan melalui penggunaan media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) akan

menjadi solusi penyemangat bagi siswa untuk belajar IPS di kelas. Media

KOKAMI atau kotak kartu misterius merupakan salah satu media yang sedang

berkembang saat ini. Meskipun begitu, media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius)

dapat menjadi satu penasaran baru bagi dunia belajar khususnya anak-anak di

sekolah sehingga terdapat keinginan dan semangat baru bagi anak untuk ikut serta

secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan guru.

KOKAMI atau kotak kartu misterius merupakan alat permainan yang

menggunakan media kartu dan kotak berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai

materi pelajaran. Dikatakan misterius, karena setiap siswa tidak tahu isi

pertanyaan yang akan mereka dapatkan dari dalam kotak tersebut sehingga

mereka mampu memahami materi yang sedang mereka pelajari. Oleh karena itu,

(21)

dalam kegiatan belajar mengajar dan memotivasi siswa agar tidak mendapatkan

kejenuhan saat proses pembelajaran berlangsung serta dapat berpengaruh dalam

hasil belajar IPS siswa untuk mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan judul

penelitian sebagai berikut: “Pengaruh Penggunaan Media KOKAMI (Kotak

Kartu Misterius) Terhadap Pemahaman Konsep IPS Siswa”

B. Idenifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan beberapa masalah sebagai

berikut:

1. Siswa tidak menyukai mata pelajaran IPS karena banyaknya hafalan.

2. Kemampuan pemahaman konsep IPS siswa yang relatif rendah.

3. Sebagian besar guru kurang memanfaatkan media sebagai sumber

belajar.

4. Proses belajar yang hanya mengandalkan LKS.

5. Kurangnya pembinaan terhadap guru dalam proses belajar mengajar yang

lebih kreatif dan inovatif.

C. Pembatasan Masalah

Agar mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi ruang

lingkup permasalahan pada point kedua, yaitu kemampuan pemahaman konsep

IPS siswa yang relatif rendah.

Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan eksperimen

dengan menguji-cobakan media KOKAMI untuk melihat pengaruhnya terhadap

pemahaman konsep pada mata pelajaran IPS.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(22)

terhadap pemahaman konsep IPS siswa kelas 3 di SDN Bambu Apus II pada

semester II tahun pelajaran 2014/2015?.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan

media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) terhadap pemahaman konsep IPS siswa

kelas 3 di SDN Bambu Apus II pada semester II tahun pelajaran 2014/2015.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah kegunaan, antara lain:

1. Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini, secara teoritis diharapkan dapat memberikan

sumbangan pikiran berupa ilmu pengetahuan serta masukan dan referensi

bagi dunia pendidikan dan pengajaran. Khususnya mengenai pemahaman

konsep dalam suatu mata pelajaran yang diterapkan dan bertujuan untuk

mengetahui pengaruh penggunaan media yang digunakan terhadap

pemahaman konsep dalam diri siswa.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan selanjutnya dapat

memberikan motivasi belajar yang tinggi bagi anak-anak di sekolah. Selain

itu, pengalaman langsung yang peneliti terima membuat semua hal yang baru

menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji lebih dalam dan lebih baik

lagi. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pihak lain, khususnya

guru dalam menyajikan proses belajar mengajar yang lebih kreatif dan

(23)

8

A. Deskripsi Teori

1. Media Pembelajaran KOKAMI a. Pengertian Media Pembelajaran

Belajar bukan hanya sekedar memindahkan ilmu yang guru miliki

kepada siswanya. Dalam proses belajar mengajar, guru bukanlah

satu-satunya sumber belajar. Guru dapat membantu menyiapkan proses

pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan dari pembelajaran

tersebut. Oleh karena itu, disini guru berperan sebagai pembimbing dan

fasilitator dalam proses belajar mengajar tersebut. Dalam menyiapkan

proses belajar, media pembelajaran merupakan hal yang sangat dibutuhkan

untuk membuat proses belajar menjadi aktif dan menyenangkan bagi

siswa. Terlebih lagi, dengan proses belajar tersebut akan menjadi suatu hal

yang bermakna dalam diri siswanya.

Kata media dalam buku karya Yudhi Munadi, berasal dari bahasa

latin, yakni medius yang secara harfiahnya berarti „tengah’, „pengantar’

atau „perantara’. Dalam bahasa Arab, media disebut „wasail’ bentuk

jama’ dari „wasilah’ yakni sinonim al-wasth yang berarti „tengah’. Kata

„tengah’ itu sendiri berarti di antara dua sisi yang mengantarai kedua sisi

tersebut1.

Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association /

NEA) dalam buku karya Arief S. Sadiman, dkk., menyatakan bahwa

media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual

serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar

dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan diantara

batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat

1

(24)

digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga

dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian

siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi2. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar diperlukan media sebagai pembawa

pesannya.

Sedangkan pembelajaran menurut Degeng adalah upaya untuk

membelajarkan siswa3. Pembelajaran yang dalam bahasa Inggris merupakan padanan dari kata instruction yang berarti pengajaran,

menekankan pada proses belajar. Pembelajaran merupakan usaha-usaha

yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi

proses belajar dalam diri siswanya4. Dari semua uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana atau alat

untuk mengantarkan pesan dari guru sebagai komunikator menuju siswa

yang diajarkan sebagai penerima pesannya.

Hubungan antara media dengan guru sangatlah dibutuhkan dalam

proses belajar. Hubungan tersebut berupa, kompetensi pedagogik yang

dimiliki guru yaitu penguasaan dalam penggunaan media pembelajaran.

Penggunaan media atau alat bantu dalam pendidikan sangat membantu

aktifitas proses pembelajaran, terutama membantu mengaktifkan kelas dan

meningkatkan hasil belajar siswa yang dalam hal ini mengenai

pemahaman konsep yang akan didapatkan siswa.

Dengan pengetahuan dan pemahaman guru mengenai media

pembelajaran, hal ini mampu membantu guru berkreasi dan berinovasi

dalam proses belajarnya di kelas. Selain itu, media juga dapat membantu

guru dalam menyampaikan materi dengan baik.

2

Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), cet. Ke-14, h. 7

3

Husamah dan Yanur Setyaningrum, Desain Pembelajaran, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2013), cet. ke-1, h. 34

4

(25)

b. Ciri-Ciri Media Pembelajaran

Gerlach & Ely dalam buku media pendidikan karya Azhar Arsyad,

mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk yang dapat

dilakukan oleh media, yaitu5:

1) Ciri Fiksatif (Fixative Property)

Ciri ini menggambarkan kemampuan media dalam merekam,

menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau

objek. Dengan ciri ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian

atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa

mengenal waktu.

2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property)

Dengan ciri manipulatif, memungkinkan untuk mentransformasi

suatu kejadian atau objek. Peristiwa yang memerlukan waktu panjang,

akan disajikan dalam waktu singkat kepada siswa dengan teknik

pengambilan gambar time-lapse recording. Dalam ciri manipulasi ini,

diharapkan perhatian yang sungguh-sungguh karena jika terjadi

kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan

bagian bagian yang salah dalam video, maka akan terjadi kesalahan

dalam penafsiran yang akan membingungkan bahkan menyesatkan.

3) Ciri Distributif (Distributive Property)

Ciri distributif dari media, memungkinkan suatu objek atau

kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan

kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan

stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dengan

ciri distributif ini, media dapat disebarluaskan ke sekolah-sekolah ke

seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.

5

(26)

Fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai sumber belajar.

Dengan demikian, kehadiran media sebagai sumber belajar adalah suatu

keharusan agar proses belajar tersebut dapat memudahkan proses belajar.

c. Fungsi Media Pembelajaran

Secara umum, media dalam dunia pendidikan memiliki

kegunaan-kegunaan sebagai berikut6:

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas

(tertulis atau hanya lisan).

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.

3) Penggunaan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif

anak didik.

4) Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap karakteristik dan

lingkungan anak yang berbeda-beda.

Fungsi media dibagi menjadi lima bagian utama, yaitu7: 1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar

2) Fungsi semantik

Fungsi semantik dari media yakni kemampuan media dalam

menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau

maksudnya benar-benar dipahami oleh anak didik8. Ketika guru menghadirkan lambang/simbol kata verbal terhadap suatu benda dengan

photo, anak akan dengan mudah mengungkapkan semua yang

diketahuinya dengan kata-kata sederhana.

Namun, bila kata tersebut merujuk pada peristiwa, sifat dan

tindakan menggunakan bahasa verbal, masalah akan menjadi rumit.

Berbeda dengan guru yang kreatif yang mampu mendayagunakan

media pembelajaran secara tepat. Hal yang demikian akan mudah

teratasi dengan cerita dongeng, simulasi dan lain-lain.

3) Fungsi manipulatif

6

Arief S. Sadiman, dkk., op. cit., h. 17-18

7

Yudhi Munadi, op.cit., h. 37-48

8

(27)

Fungsi media pembelajaran lainnya yakni fungsi manipulatif.

Manipulatif dalam bahasa inggris yaitu manipulate berarti

„menggerakkan’, „memainkan’, dan „menggunakan’. Dalam

menggerakkan fungsi tersebut, media mampu mengatasi batasan ruang

dan waktu, seperti:

a) Menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan

dalam bentuk aslinya misalnya peristiwa gunung meletus.

b) Menjadikan objek atau peristiwa yang panjang menjadi singkat

misalnya proses pembuatan tempe.

c) Menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi

misalnya peristiwa menjelang kemerdekaan9.

Selain yang disebutkan diatas, media juga mampu mengatasi

keterbatasan inderawi manusia. Dengan media, dapat membantu siswa

dalam proses belajar, antara lain:

a) Memahami objek yang sulit diamati karena terlalu kecil seperti

sel dan atom.

b) Memahami objek yang bergerak terlalu cepat atau terlalu

lambat seperti proses metamorphosis.

c) Memahami objek yang membutuhkan kejelasan suara seperti

mendengarkan Al-Qur’an atau musik.

d) Memahami objek yang terlalu kompleks dengan

memanfaatkan diagram, peta, dan lainnya10. 4) Fungsi psikologis

Fungsi psikologis terbagi menjadi lima bagian, yaitu:

a) Fungsi Atensi (Attention), yakni dapat meningkatkan perhatian

siswa terhadap materi yang sedang diajarkan. Oleh karena itu,

media pembelajaran harus mampu menarik perhatian dan

memfokuskan perhatian siswanya.

9

Yudhi Munadi, op.cit., h. 41

10

(28)

b) Fungsi Afektif, yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkat

penolakan atau penerimaan siswa terhadap sesuatu. Media

yang dapat menggugah perasaan misalnya dengan

menampilkan sebuah film atau cerita yang menarik untuk

ditonton.

c) Fungsi kognitif, media pembelajaran ikut andil dalam

perkembangan kognitif/kecerdasan anak. Dengan

menghadirkan sebuah karya wisata misalnya, pengalaman

yang dimiliki siswa akan menghasilkan banyak representasi

dalam bentuk gagasan.

d) Fungsi imajinatif, imajinasi (imagination) berdasarkan kamus

bahasa Inggris berarti daya khayal atau imajinasi11. Fungsi imajinasi bagi media pembelajaran adalah dapat meningkatkan

dan mengembangkan imajinasi bagi diri siswa.

e) Fungsi motivasi, motivasi merupakan dorongan yang diberikan

dari luar dalam hal ini guru, untuk mengaktifkan dan

mengoptimalkan proses belajar mengajar secara sadar. Dengan

memotivasi siswa dan membangkitkan minatnya dalam

belajar, akan timbul keyakinan pada dri siswa untuk

terpenuhinya suatu harapan yang mendorong untuk melakukan

suatu kegiatan belajar.

5) Fungsi sosio-kultural

Media dalam fungsi sosio-kulturalnya adalah mengatasi hambatan

yang terjadi antar peserta komunikasi pembelajaran. Dengan

banyaknya siswa di kelas dengan karakteristik yang berbeda-beda

bukanlah hal yang mudah bagi guru untuk menghadapi mereka semua.

Media pembelajaran merupakan solusi yang tepat yang dapat

memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan persepsi dan

pengalaman kepada para siswa di kelas.

11

(29)

d. Pembagian Media Menurut Taksonomi Bretz

Banyak taksonomi dengan berbagai pendekatan dibuat oleh para ahli

media, salah satunya menurut Rudi Bretz. Dalam usahanya, ia mencoba

berbagi media berdasarkan indera yang terlibat sehingga memilih tiga

unsur pokok sebagai dasar dari setiap media, yaitu suara, visual dan

gerak12. Unsur suara adalah unsur yang melibatkan indera pendengaran dan visual adalah unsur yang melibatkan indera penglihatan. Bentuk visual

dibagi Rudi Bretz menjadi; gambar, garis (line graphic) dan simbol verbal

yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan. Namun, pada unsur gerak,

tampaknya Bretz tidak mendasarkan “gerak” pada keterlibatan inderawi

tapi kepada alat-alat yang mendukung media bersangkutan.

Pada klasifikasinya tersebut, Bretz juga membedakan antara media

siar (Telecommunication) dengan media rekam (recording), sehingga

terdapat 8 klasifikasi media, yakni: media audiovisual, gerak, audio visual

diam, audio semi gerak, visual gerak, visual diam, semi gerak, audio, dan

media cetak13.

Dilihat dari intensitasnya, indera yang paling banyak membantu

manusia dalam perolehan pengetahuan dan pengalaman adalah indera

pendengaran dan indera penglihatan. Media dalam proses pembelajaran

dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok besar, yakni media audio, media

visual, media audiovisual, dan multimedia14. 1) Media audio

Media audio adalah media yang hanya melibatkan indera

pendengaran dan hanya mampu memanipulasi kamampuan suara

semata. Dilihat dari sifat pesan yang diterimanya, media ini menerima

pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal audio seperti bahasa lisan

atau kata-kata, dan pesan non verbal seperti bunyi-bunyian dan

vokalisasi seperti gerutuan, gumam,musik, dan lainnya.

12

Yudhi Munadi, op.cit., h. 52

13

Ibid., h. 52

14

(30)

Jenis-jenis media ini adalah program radio dan pogram media

rekam (software), yang disalurkan melalui hardware seperti radio dan

alat-alat perekam seperti phonograph record (disc recording), audio

tape (tape recorder) yang menggunakan pita magnetik (cassette), dan

compact disk.

2) Media visual

Media visual adalah media yang hanya melibatkan indera

penglihatan. Yang termasuk media ini adalah media cetak verbal, media

cetak-grafis, dan media visual non-cetak. Pertama, media visual-verbal,

adalah media visual yang memuat pesan-pesan verbal (pesan linguistik

berbentuk tulisan). Kedua, media visual-nonverbal-grafis adalah media

visual yang memuat pesan nonverbal yakni berupa simbol-simbol

visual atau unsur-unsur grafis, seperti gambar (sketas, lukisan, dan

photo), grafik, diagram, bagan dan peta. Ketiga, media visual

nonverbal-tiga dimensi adalah media visual yang memiliki tiga dimensi,

berupa model, seperti miniatur, mock up, specimen, dan diorama.

Jenis media visual yang pertama dan kedua bisa dibuat dalam

bentuk media cetak seperti buku, majalah, koran, modul, komik, poster,

dan atlas. Bisa juga dibuat diatas papan visual dan dalam bentuk

tayangan.

3) Media audio visual

Media audio visual adalah media yang melibatkan indera

pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses. Pesan visual

yang terdengar dan terlihat, dapat disajikan melalui program seperti

dokumenter, film docudokumenter, film drama, dan lain-lain. Semua

program tersebut dapat disalurkan melalui peralatan seperti film, video,

dan juga televisi dan dapat disambungkan pada alat proyeksi.

4) Multimedia

Multimedia yakni media yang melibatkan berbagai indera dalam

sebuah proses pembelajaran. Termasuk dalam media ini, segala sesuatu

(31)

dan internet, bisa juga melalui pengalaman berbuat dan pengalaman

terlibat. Termasuk dalam pengalaman berbuat adalah lingkungan nyata

dan karyawisata, sedangkan termasuk dalam pengalaman terlibat adalah

permainan dan simulasi, bermain peran dan forum teater.

Dalam memilih media yang tepat untuk proses pembelajaran,

prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaan media yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut15:

a) Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

b) Pemilihan media harus berdasarkan konsep yang jelas.

c) Pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik siswa.

d) Pemilihan media harus sesuai dengan gaya belajar siswa serta gaya

dan kemampuan guru.

e) Pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas

dan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran.

Agar media tersebut benar-benar digunakan untuk membelajarkan

siswa, ada sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya16:

a) Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b) Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi

pembelajaran.

c) Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan

kondisi siswa.

d) Media yang akan digunakan harus memerhatikan efektivitas dan

efisien.

e) Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru

dalam mengoperasikannya.

Hal mengenai pemilihan dan penggunaan media perlu ditekankan,

sebab kebanyakan guru melakukan kesalahan. Prinsip penggunan media

15

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), cet. Ke- 6, h. 224

16

(32)

yang seharusnya memberikan kemudahan pada akhirnya malah mempersulit

siswa dalam belajar.

e. Pengertian KOKAMI

Hamalik dalam Azhar Arsyad menyatakan bahwa pemakaian media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan

keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan

kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis

terhadap siswa17. Salah satu media pembelajaran yang dapat membangkitkan keinginan dan rangsangan kegiatan belajar adalah

penggunaan media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius). KOKAMI

merupakan bagian dari metode permainan yang menggunakan Kotak dan

Kartu sebagai medianya.

Media KOKAMI merupakan gabungan antara permainan dengan

media. Media permainan KOKAMI ini menjadi salah satu alternatif yang

berfungsi merangsang kegiatan belajar menjadi lebih aktif dan mampu

menarik perhatian siswa dari kejenuhan.

Menerapkan media KOKAMI yang dilakukan Abdul Kadir yang

merupakan guru SLTP Negeri 15 Mataram, Nusa Tenggara Barat,

mengantarkan Abdul Kadir meraih juara II Lomba Kreativitas Guru

Tingkat SLTP tahun 2003 bidang IPSK (Ilmu Pendidikan Sosial dan

Kemanusiaan) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI)18.

Hal yang perlu disiapkan dalam media KOKAMI adalah

amplop-amplop berisi kartu pesan. Kartu pesan tersebut berisi materi pelajaran

yang ingin disampaikan kepada siswa, kemudian diformulasikan kedalam

bentuk perintah, petunjuk, dan pertanyaan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan bahan yang mudah didapatkan. Untuk pertemuan

selanjutnya menggunakan kardus susu bubuk dan kotak tissue yang tidak

digunakan lagi dengan desain yang dibuat menarik.

17

Azhar Arsyad, op.cit., h. 19

18

(33)

f. Kelebihan dan Kekurangan Media Permainan

Media KOKAMI merupakan bagian dari multimedia pengalaman

terlibat karena KOKAMI disajikan dalam bentuk permainan dengan

suasana yang menuntut keaktifan siswanya. Media yang disajikan dalam

bentuk permainan ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:

1) Siswa dapat memperoleh pengetahuan tentang konsep meliputi

kaidah-kaidah asas (prinsip)nya, unsur-unsur pokoknya, prosesnya, hasil dan

dampaknya dengan cara yang menyenangkan.

2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, berimajinasi,

menampilkan gagasan-gagasan baru secara lancar dan orisinal serta

memberikan kesempatan untuk menguasai keterampilan motorik.

3) Siswa dapat belajar untuk bertanggung jawab, tenggang rasa, mandiri,

saling menghargai dan menghormati, dan sebagainya.

4) Siswa dapat berpartisipasi aktif dan dapat mengenal dirinya sebagai

individu dan sebagai anggota kelompok.

5) Suasana permainan menerima siswa sebagaimana adanya, memberikan

kebebasan dan jauh dari sikap otoriter dalam memupuk bakat dan minat

anak untuk berprestasi dan berkreasi secara aktual19.

Selain kelebihan di atas, media yang disajikan dalam bentuk

permainan juga memiliki kelemahan, diantaranya: (a) siswa lebih tertarik

pada permainannya daripada hasil yang ingin dicapai, (b) siswa akan lupa

waktu, dan (c) memerlukan banyak persiapan.

g. Aturan dalam Penggunaan Media KOKAMI

Pembelajaran menggunakan media KOKAMI memiliki beberapa

peraturan sebagai berikut20:

1) Masing-masing kelompok terdiri dari 6-8 siswa. Tiap kelompok

(34)

2) Anggota setiap kelompok diwakili seorang ketua yang dipilih oleh

guru bersama-sama siswa.

3) Selama permainan berlangsung, ketua dibantu sepenuhnya oleh

anggota.

4) Ketua kelompok selain bertugas mengambil satu amplop dari

dalam KOKAMI secara acak dan tidak boleh dilihat, juga

membacakan isi amplop dengan keras dan harus diperhatikan oleh

semua anggota.

5) Anggota kelompok bertanggung jawab menyelesaikan kartu

tersebut.

6) Kelompok lain berhak menyelesaikan tugas yang tidak dapat

diselesaikan oleh salah satu kelompok.

7) Pemenang ditentukan dari skor tertinggi dan berhak mendapatkan

bonus berupa kartu (sticker) senyum.

8) Kelompok yang hanya mendapatkan setengah atau kurang dari

setengah jumlah skor pada setiap kartu pesan akan mendapatkan

sanksi. Sanksi yang didapat berupa kartu (sticker) sedih dan

kalimat penyemangat.

Dengan ketersediaan media KOKAMI sebagai media pembelajaran,

diharapkan dapat memberikan pengaruh besar dalam proses belajar-mengajar.

2. Pemahaman Konsep

a. Pengertian Pemahaman Konsep

Manusia hidup dan berkembang di permukaan bumi sebagai makhluk

yang memiliki akal, sehingga melalui akalnya maka manusia beradaptasi

dan mengolah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya21. Belajar adalah suatu kebutuhan. Belajar merupakan proses perubahan perilaku

manusia menuju ke arah yang lebih baik.

21

(35)

Proses belajar sesungguhnya bukan hanya kegiatan menghafal semata.

menjelaskan satu materi seluruhnya dengan harapan siswa langsung

menerima semua materi kedalam benaknya.

Lebih lanjut, belajar juga memerlukan kedekatan dengan materi yang

hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Bukan sekedar

pengulangan atau hafalan semata. Dengan melakukan kegiatan yang edukatif

dan kreatif di kelas merupakan hal yang dibutuhkan untuk melangsungkan

kedekatan antara materi yang dipelajari dengan siswanya. Setiap cara atau

kegiatan dalam menyajikan konsep belajar akan menentukan pemahaman

siswa.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, mengenai proses belajar yang

bukan hanya bersifat hafalan, pemahaman konsep sangat diperlukan dalam

proses pembelajaran. Yang perlu diketahui, pemahaman konsep itu sendiri

terdiri dari kata “pemahaman” dan “konsep”.

Menurut Sudjiono dalam bukunya Pengantar Evaluasi Pendidikan,

pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami

sesuatu itu diketahui atau diingat22. Perlu ditekankan lagi bahwa pemahaman bukan hanya sekedar hafalan. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan

berpikir setingkat lebih tinggi dari menghafal atau hanya sekedar

mengingat23. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan

diingat24.

22

Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrasindo Persada, 2013), cet. Ke-13, h. 50

23

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), cet. Ke-4, h. 121

24

(36)

Bloom menyatakan pemahaman dalam domain kognitif bahwasanya

pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan

dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau

kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep25. Mengerjakan dengan benar bukanlah bukti pemahaman. Melakukannya dalam cara yang benar dan

merefleksikannya dengan mampu menerangkan kembali merupakan maksud

dari pemahaman.

Dalam kegiatan belajar, pemahaman ditunjukkan melalui: (1)

mengungkapkan gagasan, atau pendapat dengan kata-kata sendiri, (2)

membedakan, membandingkan, menginterpretasi data, mendeskripsikan

dengan kata-kata sendiri, (3) menjelaskan gagasan pokok, dan (4)

menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri26. Dengan demikian, Pemahaman sebagai proses berpikir dan belajar merupakan kemampuan

untuk memahami sesuatu yang diketahui dan diingatnya dengan baik untuk

kemudian diungkapkannya kembali.

Sedangkan konsep berarti gagasan atau ide, pokok-pokok pikiran dalam

pelajaran IPS27. Konsep juga berarti kumpulan dari fakta-fakta yang ada. Secara sederhana, konsep diartikan sebagai penamaan (pemberian label)

untuk sesuatu yang membantu seseorang mengenal, mengerti dan memahami

tentang sesuatu tersebut. Konsep begitu penting bagi manusia karena dapat

membantu mengorganisasikan informasi atau data yang mereka hadapi.

Ciri-ciri dari konsep, antara lain28:

1) Suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep

lainnya.

2) Memiliki nilai-nilai dengan banyak variasi yang ada pada suatu

bagian konsep.

3) Jumlah bagian konsep juga bermacam-macam antara satu konsep

dengan konsep lainnya.

Sapriya, Susilawati, dan Sadjaruddin Nurdin, Konsep Dasar IPS, op.cit., h. 36

28

(37)

4) Setiap konsep memiliki bagian konsep yang lebih dominan daripada

yang lainnya.

Dalam pendidikan, belajar mengenai konsep sangat berguna bagi siswa

dan paling tidak memiliki pengaruh tertentu dalam diri siswanya. Adapun

kegunaan konsep, yaitu sebagai berikut:

1) Mengurangi kerumitan lingkungan yang disajikan.

2) Membantu mengidentifikasi objek-objek yang ada disekitar.

3) Membantu mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih

maju

4) Mengarahkan kegiatan instrumental.

5) Memugkinkan pelaksanaan pengajaran dengan menjadikan dasar

untuk meningkatkan proses pengajaran berikutnya.

6) Dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam

kelas yang sama29.

Dengan demikian, bahwasanya pemahaman konsep sangat dibutuhkan

dalam proses pembelajaran. Dengan memahami konsep, siswa akan mampu

membuat gagasan dan ide baru tanpa keluar dari maksud dan tujuan

sesungguhnya serta mengurangi kesalahpahaman.

b. Indikator Pemahaman Konsep

Menurut Bloom dengan buku karyanya yang berjudul Taxonomy of

Educational Objectives, dalam buku Wina Sanjaya, bentuk perilaku sebagai

tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi

atau domain (bidang), yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotorik30. Dalam pembahasan disini hanya akan membahas domain kognitif sebagai

alat ukur hasil belajar siswa.

Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan

kemampuan berpikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan

memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6

29

Oemar Hamalik, op.cit., h. 164-165

30

(38)

tingkatan, yaitu: pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis

(C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6).

Pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) adalah tingkatan

yang digunakan dalam penelitian ini. Pengetahuan berarti mengingat,

artinya mendapatkan kembali atau pengembalian pengetahuan relevan yang

tersimpan dari memori jangka panjang. Pemahaman berarti memahami,

yakni mendeskripsikan susunan dalam artian pesan pembelajara, mencakup

oral, tulisan, dan komunikasi grafik. Penerapan atau menerapkan,

maksudnya adalah menggunakan prosedur dalam situasi yang diharapi31. Pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) adalah tingkatan

yang digunakan karena penelitian dilakukan pada tingkat kelas rendah

sehingga dapat dilihat tingkat pemahaman tersebut menurut indikator C1,

C2, dan C3.

c. Teknik Mengukur Pemahaman Konsep

Dalam mengukur pemahaman konsep dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut32:

1) Ringkasan atau pertanyaan kartu indeks

Yakni meminta siswa untuk menuliskan ide besar yang mereka

pahami dalam bentuk pernyataan ringkasan dan yang belum mereka

pahami sepenuhnya dalam bentuk pertanyaan.

2) Sinyal tangan

Hal ini dapat dilakukan untuk mengindikasikan pemahaman

mereka. Jika ibu jari keatas maka mereka memahaminya, ibu jari

kebawah maka belum memahaminya, dan melambaikan tangan berarti

mereka tidak yakin sepenuhnya.

3) Esai satu menit

Setelah pembelajaran selesai, mintalah siswa untuk menuliskan

sebuah esai (satu menit), yang merangkum pemahaman mereka.

31

Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) cet. Ke-1, h. 115

32

(39)

4) Kotak atau papan pertanyaan

Siswa dapat meninggalkan pertanyaan yang mereka tidak mengerti.

Teknik ini dapat dilakukan jika siswa tidak mampu mengakui secara

terbuka.

5) Prompt Analogi

Contohnya :

(Konsep yang dituju, prinsip, atau proses) seperti _______

karena ________________________________________________

6) Representasi visual

Yakni meminta siswa untuk membuat representasi visual seperti

membuat web atau peta konsep. Hal ini efektif untuk mengungkapkan

pemahaman hubungan antara berbagai elemen.

7) Pertanyaan oral

Yakni menanyakan langsung.

8) Penyelidikan kelanjutan

Yakni dilakukan dengan menanyakan hal-hal yang bertujuan untuk

memastikan seperti mengapa?, terangkan, atau menanyakan maksud.

9) Pemeriksaan kesalahpahaman

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanyakan kesetujuan atau

ketidaksetujuan dari siswa kemudian menjelaskan responnya.

Teknik ini tidaklah digunakan untuk memberikan nilai. Ini

dimaksudkan untuk memberikan umpan balik pada konsep siswa saat ini

(kesalahpahaman), dan untuk menginformasikan penyesuaian instruksional

yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman mereka.

Dalam memberikan pemahaman untuk memberikan nilai, penilaian

yang dilakukan adalah dengan merujuk pada kemampuan aspek kognitif.

Taksonomi Bloom menyatakan bahwa, kemampuan kognitif adalah

kemampuan berpikir secara hirarkis, terdiri dari pengetahuan (C1),

(40)

(C6)33. Ini berarti pemahaman termasuk dalam aspek tersebut dan peneliti menggunakan kategori pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi

(C3) untuk memberikan nilai.

Pada tingkat pemahaman (Comprehension), kategori pemahaman

dihubungkan dengan pengetahuan untuk menjelaskan pengetahuan dan atau

informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini

peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang

telah didengar dengan kata-kata sendiri34. Bentuk tes kognitif dalam pemahaman ini diantaranya35: (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas,

(5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portofolio, dan (8)

performance.

Tingkatan pemahaman (C2) dalam Taksonomi Bloom yaitu

mengklasifikasikan, menjelaskan, mengiktisarkan, meramalkan dan

membedakan. Ciri-ciri pemahaman sebagai acuan dalam pembuatan soal

yaitu36:

1) Memuat suruhan untuk mencari persamaan, perbedaan, hubungan,

menjelaskan suatu pengertian, menjelaskan suatu bagan dan

memetik buah pikiran dari suatu teks.

2) Mampu menerjemahkan.

3) Mampu menafsirkan, mendeskripsikan secara verbal.

4) Pemahaman ekstrapolasi.

5) Mampu membuat estimasi.

3. Pendidikan IPS (Ilmu Pendidikan Sosial) a. Pengertian Pendidikan IPS

33

Agung Eko Purwana, Pembelajaran IPS MI Paket 12, (Jakarta: Lapis PGMI, 2009), h. 8

34

Agung Eko Purwana, op.cit., h. 9

35

Ibid., h.10

36

(41)

Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) terdiri dari dua kata yaitu

pendidikan dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Nana Supriatna dkk.,

menjelaskan bahwa pendidikan mengandung pengertian suatu perbuatan

yang disengaja untuk menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih

baik. Sedangkan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merujuk pada kajian yang

memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia37. Dengan demikian, pendidikan IPS merupakan suatu perbuatan yang disengaja untuk

menjadi manusia yang lebih baik dalam aktivitas kehidupannya.

Manusia sebagai makhluk sosial merupakan individu yang tidak

mampu hidup sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang

senantiasa hidup dengan manusia lainnya (masyarakat)38. Setiap individu akan banyak belajar dari interaksinya dengan kehidupan di masyarakat.

Oleh karena itu, pendidikan IPS atau Ilmu Pengetahuan Sosial menjadi salah

satu bekal bagi siswa untuk belajar mengenai banyak hal tentang

masyarakat lingkungan dan dirinya.

Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS merupakan istilah dalam bahasa

Inggris yaitu “Social Studies” yang diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia. IPS merupakan subjek materi dalam dunia pendidikan di

Indonesia yang diarahkan bukan hanya kepada pengembangan penguasaan

ilmu-ilmu sosial, tetapi juga sebagai materi yang dapat mengembangkan

kompetensi dan tanggung jawab, baik sebagai individu, sebagai warga

masyarakat maupun sebagai warga dunia39.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran

yang diajarkan di sekolah khususnya sekolah dasar. “Materi kajian IPS di

sekolah merupakan pengetahuan yang berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial

yaitu dari bahan kajian sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi,

37

(42)

antropologi, psikologi, dan ekologi”40

. Dari pengertian tersebut, tujuan dari

IPS yang diberikan untuk jenjang sekolah adalah untuk memperkenalkan

siswa pada pengetahuan yang berada di lingkup masyarakat secara

sistematis agar siswa nantinya dapat mengambil bagian untuk ikut secara

aktif dalam kehidupan bermasyarakat tersebut.

John Naisbitt dalam buku Megatrends dalam Ilmu Sosial dan Budaya

Dasar karya Herimanto dan Winarno, menyatakan bahwa globalisasi akan

memunculkan perubahan-perubahan yang akan dialami oleh negara-negara

di dunia41. Dengan semakin pesatnya perubahan tersebut, peran pendidikan IPS sangatlah dibutuhkan demi keberlangsungan peranan manusia di

masyarakat maupun di dunia.

Materi pelajaran IPS yang kurang menarik di dengar dan metode

pembelajaran yang tradisional, membuat siswa membutuhkan berbagai hal

yang dapat menjadikan pembelajaran IPS menjadi lebih bermakna. Untuk

meningkatkan kebermaknaan materi pelajaran IPS, Sapriya dkk.,

menyatakan bahwa buku bukanlah satu-satunya bahan materi IPS, namun

perlu dilengkapi dengan kenyataan, fakta-fakta yang ada di sekitar siswa, di

lingkungan fisik dan budaya masyarakat42. Dengan demikian, pendidikan IPS akan menjadi proses belajar bagi setiap manusia untuk menghadapi

perubahan atau perkembangan yang cepat. Dengan perubahan yang cepat

tersebut, interaksi antarmanusia akan semakin bertambah luas lagi. Semakin

banyaknya interaksi, permasalahan yang muncul di masyarakat akan

semakin banyak pula.

John Jarolimek dalam buku ilmu dan aplikasi pendidikan, menekankan

bahwa program pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus mampu

memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang berorientasi pada

aktivitas belajar peserta didik. Keterlibatan peserta didik tersebut

dimaksudkan agar mampu memecahkan masalah di dalam lingkungan

(43)

belajar yang dibuat sebagaimana realitas yang sesungguhnya43. Kehadiran pendidikan IPS akan dapat membantu setiap individu untuk mampu

menemukan solusi yang sedang mereka hadapi. Selain itu, dapat berbaur

dengan banyak kalangan dengan ilmu pengetahuan sosial yang telah

menjadi bekal dalam melakukan peranannya sebagai anggota masyarakat

yang aktif dan warga negara yang baik.

b. Karakteristik IPS

Karakteristik IPS meliputi banyak hal yang berkaitan dengan sosial

manusia. Pengembangan kehidupan sosial berkaitan dengan pengembangan

kemampuan dan tanggung jawab siswa di masyarakat. Termasuk

didalamnya pengembangan pemahaman dan sikap pisitif siswa terhadap

nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat44.

Karakteristik dari Pendidikan IPS adalah pada upayanya untuk

mengembangkan kompetensi sebagai warganegara yang baik45. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai

berikut46:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya.

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa

ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam

kehidupan sosial.

3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan

berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,

nasional, dan global.

43

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jilid III, (Jakarta: PT. Imperial Bhakti Utama, 2009), cet. Ke-1, h. 273

44

Nana Supriatna, Ade, dan Sri M., op.cit., h. 12

45

Ibid.

46

(44)

Selain tujuan, ruang lingkup IPS yang menjadi karakteristik pendidikan

IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut47: 1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan

2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan

3) Sistem Sosial dan Budaya

4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.

Pendidikan IPS mempunyai visi dan misi, yaitu mempunyai visi

membentuk dan mengembangkan pribadi menjadi warga negara yang baik

(good citizen). Karakter warganegara yang baik, secara umum yang

digambarkan menurut Barr, R.D. Barth, J.L dan Shermis S.S dalam Sapriya,

dkk., dengan ciri-ciri antara lain48:

1) Memiliki sikap patriotisme (cinta tanah air, bangsa, dan negara)

2) Mempunyai penghargaan dan pengertian terhadap nilai-nilai,

pranata, dan praktek kehidupan kemasyarakatan

3) Memiliki sikap integritas sosial dan tanggung jawab sebagai

warganegara

4) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya

atau tradisi yang diwariskan oleh bangsanya

5) Mempunyai motivasi untuk turut serta secara aktif dalam

pelaksanaan kehidupan demokrasi

6) Memiliki kesadaran (tanggap) akan masalah sosial

7) Memiliki ide, sikap, dan keterampilan yang diharapkan sebagai

seorang warganegara

8) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap sistem ekonomi

yang berlaku.

Sedangkan misi pendidikan IPS, yaitu49:

1) Menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya merupakan makhluk

ciptaan-Nya

2) Mendidik siswa menjadi warganegara yang baik

47

Ibid.

48

Sapriya, Tuti Istianti, dan Effendi Zulkifli, Op. cit., h. 10

49

(45)

3) Menekankan pada kehidupan manusia yang demokratis

4) Meningkatkan partisipasi aktif, efektif, dan kritis sebagai

warganegara

5) Membina siswa tidak hanya pengembangan pengetahuan, tetapi

sikap dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif

dalam kehidupan kelak sebagai anggota masyarakat dan

warganegara yang baik.

Dalam materi Pendidikan IPS di SD, masyarakat merupakan sumber

serta objek kajian yang berpijak pada kenyataan hidup yang riil dengan

mengangkat isu-isu yang sangat berarti, mulai dari kehidupan yang terdekat

dengan siswa sampai ke kehidupan yang luas dengan dirinya. Chappin J.R

dan Messie, R.G. dalam sapriya, dkk., mengemukakan bahwa

pengorganisasian materi IPS dalam kurikulum sekolah menggunakan dua

pola pendekatan, yaitu50:

1) Pendekatan Lingkungan/masyarakat yang semakin meluas

Pendekatan ini dimulai dari lingkungan/masyarakat yang paling

dekat dengan siswa yakni diri sendiri, orang lain, dan keluarga.

Lingkungan tetangga/desa, sekolah, dan lingkungan yang lebih luas

adalah dunia.

2) Pendekatan “Spiral”

Pada model pendekatan ini, Hilda taba mengemukakan bahwa

konsep-konsep dasar dan proses penyelidikan yang pokok dari

ilmu-ilmu sosial seperti konsep keluarga, tetangga, RT/RW, kabupaten,

provinsi, saling ketergantungan, perubahan budaya, dan sebagainya,

diajarkan pada tiap kelas/tiap tahun tetapi dengan kadar yang semakin

mendalam dan meluas, semakin lanjut, atau semakin mempunyai

tingkat abstraksi yang lebih tinggi.

Dengan demikian, Pemahaman konsep IPS merupakan kemampuan

dalam memahami konsep dasar ilmu sosial yang membangun bahan kajian

IPS. Kedudukan konsep dalam IPS merupakan bahan kajian utama untuk

50

Gambar

Gambar 4.1 Grafik Histogram Nilai Pretest Kelas Eksperimen ............... 48
Tabel 2.1 Kegiatan dan Waktu Penelitian
Tabel 2.3 Rancangan Penelitian
  Tabel 2.4 Teknik Pengumpulan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kartika dan Sugiarti (2015) diperoleh simpulan ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan kecerdasan emosional remaja

Kamil &amp; Prayitno (2017) melaporkan tingginya prevalensi ekto- parasit pada ikan nila yang dibudidayakan di kolam masyarakat desa Janti dan PBIAT yaitu sebesar 65-69%,

Proses pembentukan citra dimulai dari penerimaan secara fisik (panca indra) masuk ke saringan perhatian (attention filter) dan dari situ meng- hasilkan pesan yang dapat

Metode: Pada 40 Mahasiswa FK-UKM Baridung yang berumur 19 - 27 tahun dilakukan pengukuran kebugaran dengan eara tes ergometer sepeda Astrand dan tes bangku Harvard.. Pada tes

Puji syukur dan terima kasih Penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNya, Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul

PROFIL KOND ISI FISIK ATLET SQUASH KABUPATEN BEKASI PAD A PORD A 2014.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR

Karena tidak hanya mengarahkan kami tentang bagaimana keadaan siswa yang sedang mengikuti pelajaran Penjasorkes, ibu Sumarni juga mengarahkan kepada kami tentang

Digester biogas berbahan baku eceng gondok terbuat dari drum plastik berukuran 200 liter agar tahan terhadap kondisi asam dan tidak mengalami kobocoran untuk