Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
oleh
IGEUL NURUL MIAGA YUSEU NIM 1111018300043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) terhadap Pemahaman Konsep IPS Siswa (Penelitian Kuasi Eksperimen Kelas III di SDN Bambu Apus II)”, Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan media
KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) terhadap pemahaman konsep IPS Siswa kelas
III SDN Bambu Apus II. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi
eksperimen (eksperimen semu) dengan desain nonequivalent control group.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes
berupa soal pilihan ganda dan instrumen nontes berupa observasi, wawancara,
serta dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh penggunaan media KOKAMI
(Kotak Kartu Misterius) terhadap pemahaman konsep IPS siswa kelas III di SDN
Bambu Apus II. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata posttest antara kedua kelas
yaitu dengan perolehan rata-rata kelas eksperimen 80,75 dan rata-rata kelas
kontrol sebesar 75,88. Uji hipotesis pada data posttest kelas eksperimen dan kelas
kontrol memperoleh nilai sig (2-tailed) adalah 0,037. Ini menunjukkan bahwa
nilai probabilitas lebih kecil daripada taraf signifikansi (0,037 < 0,05). Sehingga
Ho ditolak Ha diterima. Hal tersebut juga didukung wawancara yang dilakukan
setelah proses pembelajaran.
ii
Igeul Nurul Miaga Yuseu (1111018300043), "The Influence of KOKAMI’s
Media (Card of Mysterious Box) Student’s understanding of IPS Concept
(Research for Quasi Experiment Class III in SDN Bambu Apus II)", A paper for
Studies Islamic Elementary School Teacher Education Government, Faculty of
Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
The aims of this research is to recognize the result of student understandng to
determine the effect of media usage KOKAMI (Card of Mysterious Box) to the
student’s understanding of IPS concept class III SDN Bambu Apus II. The
method used is a quasi-experimental methods (quasi-experimental) design with
nonequivalent control group. The sampling technique used in this research is
purposive sampling. The research instrument used was an instrument in the form
of multiple choice tests and instruments nontes form of observations, interviews,
and documentation.
The results showed there are significant KOKAMI media usage (Kotak Kartu
Misterius) to the understanding of the concept of IPS third grade students at SDN
Bambu Apus II. This is evident from the average value posttest between the two
classes, namely the average achieved 80.75 experimental class and control class
average of 75.88. Test hypotheses on the data posttest experimental class and
control class to obtain the value sig (2-tailed) was 0.037. This shows that the
probability is smaller than the significance level (0.037 <0.05). So Ho rejected Ha
accepted. It is also supported by interviews conducted after the learning process.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.,
yang selalu memberikan nikmat sehat, iman, dan Islam. Berkat rahmat dan
karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh
Penggunaan Media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) Terhadap Pemahaman
Konsep IPS Siswa” dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Nabi Muhammad
SAW., juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya yang
senantiasa setia memperjuangkan Islam hingga akhir hayat.
Penyelesaian Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana. Dengan seluruh kekuatan tenaga dan fikirkan, penulis curahkan dengan
penuh semangat dalam belajar untuk mencapai tujuan akhir dalam program
sarjana pendidikan. Penulis sadar bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan
yang terjadi dalam pembuatan skripsi yang dihadapi. Namun dengan kesungguhan
hati dan kerja keras serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka
kesulitan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknya, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan penulis. Oleh karena itu dengan ketulusan hati, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), Bapak Prof. Dr.
Ahmad Thib Raya, MA., yang selalu mengarahkan dan memotivasi serta
menginspirasi seluruh mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK).
2. Wadek III Kemahasiswaan, Bapak Dr. Fauzan, MA., selaku Kaprodi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) sebelumnya yang selama ini
memiliki dedikasi dan semangat juang yang tinggi untuk membawa nama
baik Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) sebagai program studi
yang mampu bersanding dengan program studi yang lain serta memiliki
iv
3. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (Kaprodi PGMI),
Bapak Dr. Khalimi, M.Ag., yang selalu memberikan yang fasilitas terbaik
serta bimbingan tulus kepada seluruh mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah (PGMI).
4. Dosen pembimbing skripsi, Bapak Dr. Muhammad Arif, M.Pd., yang selalu
bersedia meluangkan waktu sibuknya untuk menerima mahasiswa
berkonsultasi dan senantiasa sabar membimbing selama proses penyelesaian
skripsi.
5. Seluruh dosen pengajar di Prodi PGMI beserta jajaranya, terutama para dosen
yang selama ini telah setia berbagi ilmu dan pengalaman kepada mahasiswa
PGMI angkatan 2011.
6. Dosen Pembimbing Akademik, ibu Nafia Fafiqni, M.Pd., yang selalu
memberikan arahan selama ini dan memotivasi mahasiswanya untuk terus
menjadi pribadi yang kokoh dan mampu bersaing dengan dunia luar.
7. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu penulis dalam mencari literatur dan mendukung penulisan skripsi .
8. Kepala sekolah SDN Bambu Apus II, Bapak H. Khaerudin dan para guru
yang telah memberikan izin serta pengalaman mengajar dengan segala
keterbukaan demi terselesaikannya penelitian ini.
9. Keluarga tercinta, Mamah Nani Rukmini dan Bapak H. Yuyus Yulia serta
adik tercintaku Nukeu Shayeeda seltiq Yuseu. Terima kasih atas do’a dan
usaha kalian selama ini yang tidak akan mampu terbalaskan baik dalam
memberikan keyakinan diri dan ketenangan hati serta semangat yang kuat
dalam menghadapi hidup ini. Khusus untuk mamah dan adikku, cinta kalian
adalah yang terbaik.
10. Abang, Madini Abdul Rahman, yang selalu menghadirkan kebahagiaan dan
kenyamanan hati serta memberikan motivasi yang kuat untuk menyelesaikan
skripsi. Semoga setiap harapan dan do’a kita bersama dapat terkabulkan di
v
11. Sahabat-sahabatku tersayang, Ayu Apriyanti, Ainun Jaariyah, Yulia Kurnia
Dewi, Dini Anugrah Safitri, dan semua teman-temanku di PGMI B angkatan
2011 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya. Kalian adalah penyemangat
terbaik yang selalu memotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.
12. Serta semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga setiap
tinta dan lembaran dalam tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan amal
baik bagi penulis. Aamiiinn.
Demikianlah ungkapan rasa terima kasih penulis kepada pihak yang
membantu selama proses penyelesaian skripsi ini, semoga setiap ketulusan dan
dukungan yang diberikan menjadi amal kebaikan dan akan kembali baik sebagai
balasannya. Dan semoga Allah selalu memberikan kasih sayang dan ridho-Nya
untuk kita semua. Aaaamiiinnn.
Jakarta, 27 Agustus 2015
vi
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teori
1. Media Pembelajaran KOKAMI
a. Pengertian Media Pembelajaran ...
b. Ciri-Ciri Media Pembelajaran ...
c. Fungsi Media Pembelajaran ...
d. Pembagian Media Menurut Taksonomi Bretz ...
e. Pengertian KOKAMI ...
f. Kelebihan dan Kekurangan Media Permainan ...
g. Aturan dalam Penggunaan Media KOKAMI...
2. Pemahaman Konsep
a. Pengertian Pemahaman Konsep...
b. Indikator Pemahaman Konsep...
c. Teknik Mengukur Pemahaman Konsep...
vii
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...
B. Populasi dan Sampel Penelitian...
C. Metode Penelitian...
D. Teknik Pengumpulan Data...
E. Instrumen Penelitian...
1. Uji coba Intrumen Tes
a. Uji Validitas ...
b. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal ...
c. Uji Daya Pembeda...
d. Uji Reliabilitas...
2. Uji Coba Instrumen Non Tes...
F. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen dan Kontrol ...
2. Deskripsi Data Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol ...
B. Pengajuan Prasyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ...
47
51
viii
2. Pengujian Hipotesis ...
C. Pembahasan Hasil Penelitian...
a. Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen...
b. Proses Pembelajaran di Kelas Kontrol...
c. Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep IPS Siswa...
D. Keterbatasan Penelitian ...
58
59
62
64
65
66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan...
B. Penutup ...
67
67
ix
Tabel 2.2 Rancangan Penelitian ... 36
Tabel 2.3 Teknik Pengumpulan Data ... 37
Tabel 2.4 Kisi-Kisi Soal Pemahaman Konsep ... 38
Tabel 4.1 Deskripsi Data Pretest Kelas Eksperimen... 47
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Eksperimen... 48
Tabel 4.3 Deskripsi Data Pretest Kelas Kontrol... 49
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Kelas Kontrol... 50
Tabel 4.5 Deskripsi Data Posttest Kelas Eksperimen ... 51
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelas Eksperimen... 52
Tabel 4.7 Deskripsi Data Posttest Kelas Kontrol... 53
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Kelas Kontrol... 54
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Pretest... 56
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Posttest... 57
Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas Pretest ... 58
Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Posttest... 58
x
Gambar 4.2 Grafik Histogram Nilai Pretest Kelas Kontrol... 50
Gambar 4.3 Grafik Histogram Nilai Posttest Kelas Eksperimen... 52
Gambar 4.4 Grafik Histogram Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 54
Gambar 4.5 Diagram batang Nilai Rata-Rata kelas Eksperimen dan
xi
Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 86
Lampiran 3 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa terhadap Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 98
Lampiran 4 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa terhadap Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 106
Lampiran 5 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep IPS (Sebelum Uji Validitas) ... 112
Lampiran 6 Rekap Analisis Butir Soal ... 121
Lampiran 7 Hasil Uji Butir Soal Program AnatesV4 Siswa ... 123
Lampiran 8 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep IPS (Setelah Uji Validitas) ... 136
Lampiran 9 Instrumen Penelitian (Tes) ... 137
Lampiran 10 Hasil Penelitian Pretest dan Posttest ... 142
Lampiran 11 Lembar Wawancara Siswa ... 145
Lampiran 12 Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran Media KOKAMI ... 147
Lampiran 13 Uji Referensi
Lampiran 14 Surat Izin Penelitian
Lampiran 15 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
1 A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses yang berperan penting dalam masa depan
setiap individu. Pendidikan dapat membantu mengembangkan
kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang ada pada dirinya. Tanpa
proses tersebut, pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental akan
sulit berkembang secara maksimal. Hal ini kelak akan berpengaruh besar dalam
diri individu tersebut sehingga mereka akan kesulitan saat berada dalam
masyarakat sekitarnya dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
Dalam Al-quran surat Al-Alaq ayat 4 berbunyi:
“yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam” (Q.S. Al-A’laq:
٤
)Maksud dari ayat tersebut adalah setiap manusia telah dibekali akal pikiran
dan Allah SWT., telah memberikan banyak kemudahan berupa perantara tulis
dan bacaan. Oleh karena itu, setiap individu berupaya semaksimal mungkin untuk
mengembangkan kemampuannya baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Redja Mudyaharjo dalam bukunya menjelaskan bahwa pendidikan dalam arti
maha luas berarti hidup. Pendidikan adalah pengalaman belajar1. Oleh karena itu, pendidikan merupakan kegiatan atau pengalaman belajar dalam proses
pendidikan yang berlangsung baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Pengalaman tersebut nantinya akan memunculkan pola pikir baru untuk
perubahannya dimasa mendatang.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 1989, pasal 1, ayat (1),
dijelaskan mengenai definisi pendidikan yakni: “Pendidikan adalah usaha sadar
1
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau
latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.2
Lebih lanjut, Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram
dalam bentuk pendidikan formal, non-formal, dan informal di sekolah dan luar
sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi
pertimbangan kemampuan-kemampuan individu, agar kemudian hari dapat
memainkan peranan hidup secara tepat3.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang bertanggung jawab dalam
membimbing dan mendidik setiap siswanya, menjadi salah satu tempat untuk
mendapatkan pengalaman belajar. Di Sekolah, anak melakukan proses
pembelajaran agar mampu mengenal hal yang baru dan melakukan hal tersebut
dengan baik, merespon berbagai bentuk perilaku, berbagi dengan sesama, dan
masih banyak hal lainnya yang bisa dilakukan. Ini adalah bentuk pengalaman.
Setiap pembelajaran adalah sesuatu yang akan melekat kuat dalam diri
pembelajarnya. “Pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”4
. Oleh karena itu, pemahaman dalam proses belajar sangat
dibutuhkan agar terjadi perubahan perilaku pada diri siswa kearah yang lebih baik.
Selama ini, siswa hanya dituntut untuk menghafal setiap materi yang
diajarkan tanpa memahami apa yang mereka dapatkan di sekolah. Akibatnya,
siswa belajar hanya mendapatkan pengetahuannya saja tanpa tahu pemahaman
sebenarnya dari materi tersebut. Sebenarnya, dengan memahami, siswa dapat
mengembangkan kembali konsep yang telah dimilikinya untuk menciptakan
gagasan atau ide baru tanpa harus menjerumuskan (mendapatkan kesalahpahaman
konsep). Pemahaman yang memiliki tingkatan lebih tinggi dari pengetahuan yang
hanya sekedar hafalan dapat menjadi tolak ukur bagi siswa maupun guru
2
Redja Mudyahardjo, Op.cit., h. 55
3
--- , Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), cet. Ke-7, h. 11
4
mengenai apapun yang telah dipelajarinya di sekolah sebagai bukti kemampuan
dirinya dalam ranah kognitif.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah khususnya sekolah dasar. “Materi kajian IPS di sekolah
merupakan pengetahuan yang berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial yaitu dari
bahan kajian sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi, psikologi,
dan ekologi”5
. Sebagai mata pelajaran di sekolah, IPS kurang mendapat sambutan
baik dimata anak-anak. Siswa lebih menyukai pelajaran yang bersifat eksakta,
seperti matematika dan IPA. IPS hanya dianggap pelajaran sampingan yang
tidak perlu dipelajari dan bahkan dianggap tidak penting karena tidak digunakan
dalam ujian nasional6. Banyaknya bacaan membuat anak merasa jenuh saat mengawali pembelajaran IPS. Peran guru yang sering menerjemahkan kepada
siswanya bahwa IPS hanya dengan menghafal, mengerjakan latihan soal di LKS
(Lembar Kerja Siswa) dan penggunaan metode ceramah saat menjelaskan materi,
membuat keinginan siswa untuk belajar menjadi menurun dan tidak memiliki
ketertarikan pada pelajaran tersebut.
Guru adalah faktor penentu dalam proses pembelajaran agar pembelajaran
tersebut menjadi sebuah pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan
sehingga melekat kuat dalam diri siswanya. Guru sebagai (agent of change) atau
pelaku perubahan yang profesional adalah guru yang harus memiliki empat
kompetensi yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional7. Salah satu yang akan dibahas di sini adalah kompetensi pedagogik. Menurut Yudhi Munadi, dalam melaksanakan kompetensi
pedagogik, guru dituntut untuk memiliki kemampuan secara metodologis dalam
hal perancangan dan pelaksanaan pembelajaran. Termasuk didalamnya
5
Sapriya, Tuti Istianti, dan Effendi Zulkifli, Pengembangan Pendidikan IPS di SD, (Bandung: UPI PRESS, 2007), cet. Ke-1, h. 4.
6
Rinajayani, “Penggunaan Media Video untuk meningkatkan Pemahaman Konsep Ilmu
Pengetahuan Sosial Pada Siswa Kelas IV A SD Bantul Timur Bantul Tahun Ajaran 2012/2013”,
dalam jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Vol. II No. 7 Juli 2013, h. 2
7
penguasaan dalam penggunaan media pembelajaran8. Guru yang kreatif selalu membuat proses pembelajaran menjadi tidak jenuh sehingga anak terus
termotivasi untuk mau belajar.
Perlu diketahui, dengan memotivasi siswa maka guru melakukan hal yang
sangat bermanfaat bagi siswanya, seperti: (1) membangun kemampuan siswa
dalam mengatasi rasa bosan, (2) membangun kemampuan untuk terus mendorong
diri mereka sehingga dapat mengatasi hal-hal yang menurunkan semangat dan
mengecewakan, serta (3) dapat membantu siswa memahami tanggung jawab baik
terhadap minat belajar maupun terhadap perilaku mereka sendiri9. Dalam memotivasi keinginan anak belajar, biasanya guru menyiapkan sebuah media
pembelajaran agar proses belajar-mengajar tersebut menjadi menyenangkan
bahkan akan melekat kuat sebagai pengalaman belajar bagi si anak.
Belajar IPS atau mata pelajaran lain yang didalamnya berisi banyak tulisan,
nampaknya masih menjadi hal yang menyulitkan bagi peserta didik. Hal yang
terjadi disini adalah siswa hanya mendapatkan pengetahuan dari apa yang
diajarkan guru dan membaca buku yang mereka miliki tanpa memahami apa
isinya. Secara sadar, para guru mengejar pemahaman setiap harinya. Namun
kenyataannya, pemahaman itu sendiri merupakan istilah yang ambigu dan serius.
Dalam buku pengajaran pemahaman melalui desain, pengetahuan dan pemahaman
merupakan hal yang berbeda. Pengetahuan diartikan sebagai fakta yang ada.
Sedangkan makna dari fakta tersebut merupakan pemahaman yang sebenarnya10. Di lapangan, berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan selama bulan
Januari 2015 di SDN Bambu Apus II ternyata masih banyak siswa yang
menuntaskan belajarnya hanya sekedar datang ke sekolah kemudian
mendengarkan guru di depan kelas. Hasil belajar yang didapatkanpun menjadi
kurang memuaskan dengan data KKM sekitar 6,6. Itu dikarenakan siswa
8
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2012), Cet. Ke-4, h. 1
9
Dorothy Rich, Pengajaran dan Bimbingan Kelas 1-3 SD: Pembelajaran yang Berkemauan Keras, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), h. 17
10
mengerjakan tugas dengan sesukahatinya. Proses belajar mengajarpun menjadi
tidak memiliki semangat yang kuat dari para siswa yang seharusnya belajar lebih
giat lagi demi jalan menuju masa depannya.
Selain melakukan pengamatan, peneliti juga melakukan wawancara kepada
guru yang sangat mengerti karakteristik tiap guru di sekolah (Perwakilan Kepala
Sekolah). Dari sumber tersebut, dapat diketahui bahwa kurangnya pembinaan
guru dan kompetensi yang dimiliki membuat sistem pembelajaran di sekolah
hanya sekedar penuntasan tanggung jawab. Cara mengajar yang kurang inovatif
membuat suasana belajar terjadi begitu saja tanpa ada motivasi yang kuat dari
guru kelas.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada beberapa murid secara acak
mengenai kesulitannya dalam belajar IPS. Dari sumber tersebut, dapat diketahui
bahwa kurang menariknya cara penyampaian guru dalam belajar IPS menjadi
salah satu hal yang memungkinkan kejenuhan bagi siswa untuk belajar IPS.
Terlalu banyaknya bacaan dan penugasan guru untuk meringkas juga menjadi
kendala kurang bersemangatnya siswa ketika ditanyai hal tersebut.
Melihat beragam permasalahan tersebut, peneliti berharap dengan metode
permainan melalui penggunaan media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) akan
menjadi solusi penyemangat bagi siswa untuk belajar IPS di kelas. Media
KOKAMI atau kotak kartu misterius merupakan salah satu media yang sedang
berkembang saat ini. Meskipun begitu, media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius)
dapat menjadi satu penasaran baru bagi dunia belajar khususnya anak-anak di
sekolah sehingga terdapat keinginan dan semangat baru bagi anak untuk ikut serta
secara aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan guru.
KOKAMI atau kotak kartu misterius merupakan alat permainan yang
menggunakan media kartu dan kotak berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai
materi pelajaran. Dikatakan misterius, karena setiap siswa tidak tahu isi
pertanyaan yang akan mereka dapatkan dari dalam kotak tersebut sehingga
mereka mampu memahami materi yang sedang mereka pelajari. Oleh karena itu,
dalam kegiatan belajar mengajar dan memotivasi siswa agar tidak mendapatkan
kejenuhan saat proses pembelajaran berlangsung serta dapat berpengaruh dalam
hasil belajar IPS siswa untuk mencapai tujuan dari pembelajaran tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan judul
penelitian sebagai berikut: “Pengaruh Penggunaan Media KOKAMI (Kotak
Kartu Misterius) Terhadap Pemahaman Konsep IPS Siswa”
B. Idenifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Siswa tidak menyukai mata pelajaran IPS karena banyaknya hafalan.
2. Kemampuan pemahaman konsep IPS siswa yang relatif rendah.
3. Sebagian besar guru kurang memanfaatkan media sebagai sumber
belajar.
4. Proses belajar yang hanya mengandalkan LKS.
5. Kurangnya pembinaan terhadap guru dalam proses belajar mengajar yang
lebih kreatif dan inovatif.
C. Pembatasan Masalah
Agar mencapai tujuan yang diharapkan, maka penulis membatasi ruang
lingkup permasalahan pada point kedua, yaitu kemampuan pemahaman konsep
IPS siswa yang relatif rendah.
Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan eksperimen
dengan menguji-cobakan media KOKAMI untuk melihat pengaruhnya terhadap
pemahaman konsep pada mata pelajaran IPS.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
terhadap pemahaman konsep IPS siswa kelas 3 di SDN Bambu Apus II pada
semester II tahun pelajaran 2014/2015?.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan
media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius) terhadap pemahaman konsep IPS siswa
kelas 3 di SDN Bambu Apus II pada semester II tahun pelajaran 2014/2015.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah kegunaan, antara lain:
1. Kegunaan Teoretis
Hasil penelitian ini, secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pikiran berupa ilmu pengetahuan serta masukan dan referensi
bagi dunia pendidikan dan pengajaran. Khususnya mengenai pemahaman
konsep dalam suatu mata pelajaran yang diterapkan dan bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan media yang digunakan terhadap
pemahaman konsep dalam diri siswa.
2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan selanjutnya dapat
memberikan motivasi belajar yang tinggi bagi anak-anak di sekolah. Selain
itu, pengalaman langsung yang peneliti terima membuat semua hal yang baru
menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji lebih dalam dan lebih baik
lagi. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu pihak lain, khususnya
guru dalam menyajikan proses belajar mengajar yang lebih kreatif dan
8
A. Deskripsi Teori
1. Media Pembelajaran KOKAMI a. Pengertian Media Pembelajaran
Belajar bukan hanya sekedar memindahkan ilmu yang guru miliki
kepada siswanya. Dalam proses belajar mengajar, guru bukanlah
satu-satunya sumber belajar. Guru dapat membantu menyiapkan proses
pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan dari pembelajaran
tersebut. Oleh karena itu, disini guru berperan sebagai pembimbing dan
fasilitator dalam proses belajar mengajar tersebut. Dalam menyiapkan
proses belajar, media pembelajaran merupakan hal yang sangat dibutuhkan
untuk membuat proses belajar menjadi aktif dan menyenangkan bagi
siswa. Terlebih lagi, dengan proses belajar tersebut akan menjadi suatu hal
yang bermakna dalam diri siswanya.
Kata media dalam buku karya Yudhi Munadi, berasal dari bahasa
latin, yakni medius yang secara harfiahnya berarti „tengah’, „pengantar’
atau „perantara’. Dalam bahasa Arab, media disebut „wasail’ bentuk
„jama’ dari „wasilah’ yakni sinonim al-wasth yang berarti „tengah’. Kata
„tengah’ itu sendiri berarti di antara dua sisi yang mengantarai kedua sisi
tersebut1.
Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association /
NEA) dalam buku karya Arief S. Sadiman, dkk., menyatakan bahwa
media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual
serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar
dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan diantara
batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat
1
digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi2. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar diperlukan media sebagai pembawa
pesannya.
Sedangkan pembelajaran menurut Degeng adalah upaya untuk
membelajarkan siswa3. Pembelajaran yang dalam bahasa Inggris merupakan padanan dari kata instruction yang berarti pengajaran,
menekankan pada proses belajar. Pembelajaran merupakan usaha-usaha
yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi
proses belajar dalam diri siswanya4. Dari semua uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana atau alat
untuk mengantarkan pesan dari guru sebagai komunikator menuju siswa
yang diajarkan sebagai penerima pesannya.
Hubungan antara media dengan guru sangatlah dibutuhkan dalam
proses belajar. Hubungan tersebut berupa, kompetensi pedagogik yang
dimiliki guru yaitu penguasaan dalam penggunaan media pembelajaran.
Penggunaan media atau alat bantu dalam pendidikan sangat membantu
aktifitas proses pembelajaran, terutama membantu mengaktifkan kelas dan
meningkatkan hasil belajar siswa yang dalam hal ini mengenai
pemahaman konsep yang akan didapatkan siswa.
Dengan pengetahuan dan pemahaman guru mengenai media
pembelajaran, hal ini mampu membantu guru berkreasi dan berinovasi
dalam proses belajarnya di kelas. Selain itu, media juga dapat membantu
guru dalam menyampaikan materi dengan baik.
2
Arief S. Sadiman, dkk., Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010), cet. Ke-14, h. 7
3
Husamah dan Yanur Setyaningrum, Desain Pembelajaran, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2013), cet. ke-1, h. 34
4
b. Ciri-Ciri Media Pembelajaran
Gerlach & Ely dalam buku media pendidikan karya Azhar Arsyad,
mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk yang dapat
dilakukan oleh media, yaitu5:
1) Ciri Fiksatif (Fixative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media dalam merekam,
menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau
objek. Dengan ciri ini, media memungkinkan suatu rekaman kejadian
atau objek yang terjadi pada satu waktu tertentu ditransportasikan tanpa
mengenal waktu.
2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property)
Dengan ciri manipulatif, memungkinkan untuk mentransformasi
suatu kejadian atau objek. Peristiwa yang memerlukan waktu panjang,
akan disajikan dalam waktu singkat kepada siswa dengan teknik
pengambilan gambar time-lapse recording. Dalam ciri manipulasi ini,
diharapkan perhatian yang sungguh-sungguh karena jika terjadi
kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan
bagian bagian yang salah dalam video, maka akan terjadi kesalahan
dalam penafsiran yang akan membingungkan bahkan menyesatkan.
3) Ciri Distributif (Distributive Property)
Ciri distributif dari media, memungkinkan suatu objek atau
kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara bersamaan
kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan
stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. Dengan
ciri distributif ini, media dapat disebarluaskan ke sekolah-sekolah ke
seluruh penjuru tempat yang diinginkan kapan saja.
5
Fungsi utama dari media pembelajaran adalah sebagai sumber belajar.
Dengan demikian, kehadiran media sebagai sumber belajar adalah suatu
keharusan agar proses belajar tersebut dapat memudahkan proses belajar.
c. Fungsi Media Pembelajaran
Secara umum, media dalam dunia pendidikan memiliki
kegunaan-kegunaan sebagai berikut6:
1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas
(tertulis atau hanya lisan).
2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
3) Penggunaan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif
anak didik.
4) Dapat menimbulkan persepsi yang sama terhadap karakteristik dan
lingkungan anak yang berbeda-beda.
Fungsi media dibagi menjadi lima bagian utama, yaitu7: 1) Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar
2) Fungsi semantik
Fungsi semantik dari media yakni kemampuan media dalam
menambah perbendaharaan kata (simbol verbal) yang makna atau
maksudnya benar-benar dipahami oleh anak didik8. Ketika guru menghadirkan lambang/simbol kata verbal terhadap suatu benda dengan
photo, anak akan dengan mudah mengungkapkan semua yang
diketahuinya dengan kata-kata sederhana.
Namun, bila kata tersebut merujuk pada peristiwa, sifat dan
tindakan menggunakan bahasa verbal, masalah akan menjadi rumit.
Berbeda dengan guru yang kreatif yang mampu mendayagunakan
media pembelajaran secara tepat. Hal yang demikian akan mudah
teratasi dengan cerita dongeng, simulasi dan lain-lain.
3) Fungsi manipulatif
6
Arief S. Sadiman, dkk., op. cit., h. 17-18
7
Yudhi Munadi, op.cit., h. 37-48
8
Fungsi media pembelajaran lainnya yakni fungsi manipulatif.
Manipulatif dalam bahasa inggris yaitu manipulate berarti
„menggerakkan’, „memainkan’, dan „menggunakan’. Dalam
menggerakkan fungsi tersebut, media mampu mengatasi batasan ruang
dan waktu, seperti:
a) Menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan
dalam bentuk aslinya misalnya peristiwa gunung meletus.
b) Menjadikan objek atau peristiwa yang panjang menjadi singkat
misalnya proses pembuatan tempe.
c) Menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi
misalnya peristiwa menjelang kemerdekaan9.
Selain yang disebutkan diatas, media juga mampu mengatasi
keterbatasan inderawi manusia. Dengan media, dapat membantu siswa
dalam proses belajar, antara lain:
a) Memahami objek yang sulit diamati karena terlalu kecil seperti
sel dan atom.
b) Memahami objek yang bergerak terlalu cepat atau terlalu
lambat seperti proses metamorphosis.
c) Memahami objek yang membutuhkan kejelasan suara seperti
mendengarkan Al-Qur’an atau musik.
d) Memahami objek yang terlalu kompleks dengan
memanfaatkan diagram, peta, dan lainnya10. 4) Fungsi psikologis
Fungsi psikologis terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
a) Fungsi Atensi (Attention), yakni dapat meningkatkan perhatian
siswa terhadap materi yang sedang diajarkan. Oleh karena itu,
media pembelajaran harus mampu menarik perhatian dan
memfokuskan perhatian siswanya.
9
Yudhi Munadi, op.cit., h. 41
10
b) Fungsi Afektif, yakni menggugah perasaan, emosi, dan tingkat
penolakan atau penerimaan siswa terhadap sesuatu. Media
yang dapat menggugah perasaan misalnya dengan
menampilkan sebuah film atau cerita yang menarik untuk
ditonton.
c) Fungsi kognitif, media pembelajaran ikut andil dalam
perkembangan kognitif/kecerdasan anak. Dengan
menghadirkan sebuah karya wisata misalnya, pengalaman
yang dimiliki siswa akan menghasilkan banyak representasi
dalam bentuk gagasan.
d) Fungsi imajinatif, imajinasi (imagination) berdasarkan kamus
bahasa Inggris berarti daya khayal atau imajinasi11. Fungsi imajinasi bagi media pembelajaran adalah dapat meningkatkan
dan mengembangkan imajinasi bagi diri siswa.
e) Fungsi motivasi, motivasi merupakan dorongan yang diberikan
dari luar dalam hal ini guru, untuk mengaktifkan dan
mengoptimalkan proses belajar mengajar secara sadar. Dengan
memotivasi siswa dan membangkitkan minatnya dalam
belajar, akan timbul keyakinan pada dri siswa untuk
terpenuhinya suatu harapan yang mendorong untuk melakukan
suatu kegiatan belajar.
5) Fungsi sosio-kultural
Media dalam fungsi sosio-kulturalnya adalah mengatasi hambatan
yang terjadi antar peserta komunikasi pembelajaran. Dengan
banyaknya siswa di kelas dengan karakteristik yang berbeda-beda
bukanlah hal yang mudah bagi guru untuk menghadapi mereka semua.
Media pembelajaran merupakan solusi yang tepat yang dapat
memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan persepsi dan
pengalaman kepada para siswa di kelas.
11
d. Pembagian Media Menurut Taksonomi Bretz
Banyak taksonomi dengan berbagai pendekatan dibuat oleh para ahli
media, salah satunya menurut Rudi Bretz. Dalam usahanya, ia mencoba
berbagi media berdasarkan indera yang terlibat sehingga memilih tiga
unsur pokok sebagai dasar dari setiap media, yaitu suara, visual dan
gerak12. Unsur suara adalah unsur yang melibatkan indera pendengaran dan visual adalah unsur yang melibatkan indera penglihatan. Bentuk visual
dibagi Rudi Bretz menjadi; gambar, garis (line graphic) dan simbol verbal
yang dapat ditangkap oleh indera penglihatan. Namun, pada unsur gerak,
tampaknya Bretz tidak mendasarkan “gerak” pada keterlibatan inderawi
tapi kepada alat-alat yang mendukung media bersangkutan.
Pada klasifikasinya tersebut, Bretz juga membedakan antara media
siar (Telecommunication) dengan media rekam (recording), sehingga
terdapat 8 klasifikasi media, yakni: media audiovisual, gerak, audio visual
diam, audio semi gerak, visual gerak, visual diam, semi gerak, audio, dan
media cetak13.
Dilihat dari intensitasnya, indera yang paling banyak membantu
manusia dalam perolehan pengetahuan dan pengalaman adalah indera
pendengaran dan indera penglihatan. Media dalam proses pembelajaran
dapat dikelompokan menjadi 4 kelompok besar, yakni media audio, media
visual, media audiovisual, dan multimedia14. 1) Media audio
Media audio adalah media yang hanya melibatkan indera
pendengaran dan hanya mampu memanipulasi kamampuan suara
semata. Dilihat dari sifat pesan yang diterimanya, media ini menerima
pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal audio seperti bahasa lisan
atau kata-kata, dan pesan non verbal seperti bunyi-bunyian dan
vokalisasi seperti gerutuan, gumam,musik, dan lainnya.
12
Yudhi Munadi, op.cit., h. 52
13
Ibid., h. 52
14
Jenis-jenis media ini adalah program radio dan pogram media
rekam (software), yang disalurkan melalui hardware seperti radio dan
alat-alat perekam seperti phonograph record (disc recording), audio
tape (tape recorder) yang menggunakan pita magnetik (cassette), dan
compact disk.
2) Media visual
Media visual adalah media yang hanya melibatkan indera
penglihatan. Yang termasuk media ini adalah media cetak verbal, media
cetak-grafis, dan media visual non-cetak. Pertama, media visual-verbal,
adalah media visual yang memuat pesan-pesan verbal (pesan linguistik
berbentuk tulisan). Kedua, media visual-nonverbal-grafis adalah media
visual yang memuat pesan nonverbal yakni berupa simbol-simbol
visual atau unsur-unsur grafis, seperti gambar (sketas, lukisan, dan
photo), grafik, diagram, bagan dan peta. Ketiga, media visual
nonverbal-tiga dimensi adalah media visual yang memiliki tiga dimensi,
berupa model, seperti miniatur, mock up, specimen, dan diorama.
Jenis media visual yang pertama dan kedua bisa dibuat dalam
bentuk media cetak seperti buku, majalah, koran, modul, komik, poster,
dan atlas. Bisa juga dibuat diatas papan visual dan dalam bentuk
tayangan.
3) Media audio visual
Media audio visual adalah media yang melibatkan indera
pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses. Pesan visual
yang terdengar dan terlihat, dapat disajikan melalui program seperti
dokumenter, film docudokumenter, film drama, dan lain-lain. Semua
program tersebut dapat disalurkan melalui peralatan seperti film, video,
dan juga televisi dan dapat disambungkan pada alat proyeksi.
4) Multimedia
Multimedia yakni media yang melibatkan berbagai indera dalam
sebuah proses pembelajaran. Termasuk dalam media ini, segala sesuatu
dan internet, bisa juga melalui pengalaman berbuat dan pengalaman
terlibat. Termasuk dalam pengalaman berbuat adalah lingkungan nyata
dan karyawisata, sedangkan termasuk dalam pengalaman terlibat adalah
permainan dan simulasi, bermain peran dan forum teater.
Dalam memilih media yang tepat untuk proses pembelajaran,
prinsip-prinsip pemilihan dan penggunaan media yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut15:
a) Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
b) Pemilihan media harus berdasarkan konsep yang jelas.
c) Pemilihan media harus disesuaikan dengan karakteristik siswa.
d) Pemilihan media harus sesuai dengan gaya belajar siswa serta gaya
dan kemampuan guru.
e) Pemilihan media harus sesuai dengan kondisi lingkungan, fasilitas
dan waktu yang tersedia untuk kebutuhan pembelajaran.
Agar media tersebut benar-benar digunakan untuk membelajarkan
siswa, ada sejumlah prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya16:
a) Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b) Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi
pembelajaran.
c) Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan
kondisi siswa.
d) Media yang akan digunakan harus memerhatikan efektivitas dan
efisien.
e) Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru
dalam mengoperasikannya.
Hal mengenai pemilihan dan penggunaan media perlu ditekankan,
sebab kebanyakan guru melakukan kesalahan. Prinsip penggunan media
15
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), cet. Ke- 6, h. 224
16
yang seharusnya memberikan kemudahan pada akhirnya malah mempersulit
siswa dalam belajar.
e. Pengertian KOKAMI
Hamalik dalam Azhar Arsyad menyatakan bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan
keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan
kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa17. Salah satu media pembelajaran yang dapat membangkitkan keinginan dan rangsangan kegiatan belajar adalah
penggunaan media KOKAMI (Kotak Kartu Misterius). KOKAMI
merupakan bagian dari metode permainan yang menggunakan Kotak dan
Kartu sebagai medianya.
Media KOKAMI merupakan gabungan antara permainan dengan
media. Media permainan KOKAMI ini menjadi salah satu alternatif yang
berfungsi merangsang kegiatan belajar menjadi lebih aktif dan mampu
menarik perhatian siswa dari kejenuhan.
Menerapkan media KOKAMI yang dilakukan Abdul Kadir yang
merupakan guru SLTP Negeri 15 Mataram, Nusa Tenggara Barat,
mengantarkan Abdul Kadir meraih juara II Lomba Kreativitas Guru
Tingkat SLTP tahun 2003 bidang IPSK (Ilmu Pendidikan Sosial dan
Kemanusiaan) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI)18.
Hal yang perlu disiapkan dalam media KOKAMI adalah
amplop-amplop berisi kartu pesan. Kartu pesan tersebut berisi materi pelajaran
yang ingin disampaikan kepada siswa, kemudian diformulasikan kedalam
bentuk perintah, petunjuk, dan pertanyaan. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan bahan yang mudah didapatkan. Untuk pertemuan
selanjutnya menggunakan kardus susu bubuk dan kotak tissue yang tidak
digunakan lagi dengan desain yang dibuat menarik.
17
Azhar Arsyad, op.cit., h. 19
18
f. Kelebihan dan Kekurangan Media Permainan
Media KOKAMI merupakan bagian dari multimedia pengalaman
terlibat karena KOKAMI disajikan dalam bentuk permainan dengan
suasana yang menuntut keaktifan siswanya. Media yang disajikan dalam
bentuk permainan ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:
1) Siswa dapat memperoleh pengetahuan tentang konsep meliputi
kaidah-kaidah asas (prinsip)nya, unsur-unsur pokoknya, prosesnya, hasil dan
dampaknya dengan cara yang menyenangkan.
2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, berimajinasi,
menampilkan gagasan-gagasan baru secara lancar dan orisinal serta
memberikan kesempatan untuk menguasai keterampilan motorik.
3) Siswa dapat belajar untuk bertanggung jawab, tenggang rasa, mandiri,
saling menghargai dan menghormati, dan sebagainya.
4) Siswa dapat berpartisipasi aktif dan dapat mengenal dirinya sebagai
individu dan sebagai anggota kelompok.
5) Suasana permainan menerima siswa sebagaimana adanya, memberikan
kebebasan dan jauh dari sikap otoriter dalam memupuk bakat dan minat
anak untuk berprestasi dan berkreasi secara aktual19.
Selain kelebihan di atas, media yang disajikan dalam bentuk
permainan juga memiliki kelemahan, diantaranya: (a) siswa lebih tertarik
pada permainannya daripada hasil yang ingin dicapai, (b) siswa akan lupa
waktu, dan (c) memerlukan banyak persiapan.
g. Aturan dalam Penggunaan Media KOKAMI
Pembelajaran menggunakan media KOKAMI memiliki beberapa
peraturan sebagai berikut20:
1) Masing-masing kelompok terdiri dari 6-8 siswa. Tiap kelompok
2) Anggota setiap kelompok diwakili seorang ketua yang dipilih oleh
guru bersama-sama siswa.
3) Selama permainan berlangsung, ketua dibantu sepenuhnya oleh
anggota.
4) Ketua kelompok selain bertugas mengambil satu amplop dari
dalam KOKAMI secara acak dan tidak boleh dilihat, juga
membacakan isi amplop dengan keras dan harus diperhatikan oleh
semua anggota.
5) Anggota kelompok bertanggung jawab menyelesaikan kartu
tersebut.
6) Kelompok lain berhak menyelesaikan tugas yang tidak dapat
diselesaikan oleh salah satu kelompok.
7) Pemenang ditentukan dari skor tertinggi dan berhak mendapatkan
bonus berupa kartu (sticker) senyum.
8) Kelompok yang hanya mendapatkan setengah atau kurang dari
setengah jumlah skor pada setiap kartu pesan akan mendapatkan
sanksi. Sanksi yang didapat berupa kartu (sticker) sedih dan
kalimat penyemangat.
Dengan ketersediaan media KOKAMI sebagai media pembelajaran,
diharapkan dapat memberikan pengaruh besar dalam proses belajar-mengajar.
2. Pemahaman Konsep
a. Pengertian Pemahaman Konsep
Manusia hidup dan berkembang di permukaan bumi sebagai makhluk
yang memiliki akal, sehingga melalui akalnya maka manusia beradaptasi
dan mengolah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya21. Belajar adalah suatu kebutuhan. Belajar merupakan proses perubahan perilaku
manusia menuju ke arah yang lebih baik.
21
Proses belajar sesungguhnya bukan hanya kegiatan menghafal semata.
menjelaskan satu materi seluruhnya dengan harapan siswa langsung
menerima semua materi kedalam benaknya.
Lebih lanjut, belajar juga memerlukan kedekatan dengan materi yang
hendak dipelajari, jauh sebelum bisa memahaminya. Bukan sekedar
pengulangan atau hafalan semata. Dengan melakukan kegiatan yang edukatif
dan kreatif di kelas merupakan hal yang dibutuhkan untuk melangsungkan
kedekatan antara materi yang dipelajari dengan siswanya. Setiap cara atau
kegiatan dalam menyajikan konsep belajar akan menentukan pemahaman
siswa.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, mengenai proses belajar yang
bukan hanya bersifat hafalan, pemahaman konsep sangat diperlukan dalam
proses pembelajaran. Yang perlu diketahui, pemahaman konsep itu sendiri
terdiri dari kata “pemahaman” dan “konsep”.
Menurut Sudjiono dalam bukunya Pengantar Evaluasi Pendidikan,
pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami
sesuatu itu diketahui atau diingat22. Perlu ditekankan lagi bahwa pemahaman bukan hanya sekedar hafalan. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berpikir setingkat lebih tinggi dari menghafal atau hanya sekedar
mengingat23. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan
diingat24.
22
Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrasindo Persada, 2013), cet. Ke-13, h. 50
23
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), cet. Ke-4, h. 121
24
Bloom menyatakan pemahaman dalam domain kognitif bahwasanya
pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan
dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau
kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep25. Mengerjakan dengan benar bukanlah bukti pemahaman. Melakukannya dalam cara yang benar dan
merefleksikannya dengan mampu menerangkan kembali merupakan maksud
dari pemahaman.
Dalam kegiatan belajar, pemahaman ditunjukkan melalui: (1)
mengungkapkan gagasan, atau pendapat dengan kata-kata sendiri, (2)
membedakan, membandingkan, menginterpretasi data, mendeskripsikan
dengan kata-kata sendiri, (3) menjelaskan gagasan pokok, dan (4)
menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri26. Dengan demikian, Pemahaman sebagai proses berpikir dan belajar merupakan kemampuan
untuk memahami sesuatu yang diketahui dan diingatnya dengan baik untuk
kemudian diungkapkannya kembali.
Sedangkan konsep berarti gagasan atau ide, pokok-pokok pikiran dalam
pelajaran IPS27. Konsep juga berarti kumpulan dari fakta-fakta yang ada. Secara sederhana, konsep diartikan sebagai penamaan (pemberian label)
untuk sesuatu yang membantu seseorang mengenal, mengerti dan memahami
tentang sesuatu tersebut. Konsep begitu penting bagi manusia karena dapat
membantu mengorganisasikan informasi atau data yang mereka hadapi.
Ciri-ciri dari konsep, antara lain28:
1) Suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep
lainnya.
2) Memiliki nilai-nilai dengan banyak variasi yang ada pada suatu
bagian konsep.
3) Jumlah bagian konsep juga bermacam-macam antara satu konsep
dengan konsep lainnya.
Sapriya, Susilawati, dan Sadjaruddin Nurdin, Konsep Dasar IPS, op.cit., h. 36
28
4) Setiap konsep memiliki bagian konsep yang lebih dominan daripada
yang lainnya.
Dalam pendidikan, belajar mengenai konsep sangat berguna bagi siswa
dan paling tidak memiliki pengaruh tertentu dalam diri siswanya. Adapun
kegunaan konsep, yaitu sebagai berikut:
1) Mengurangi kerumitan lingkungan yang disajikan.
2) Membantu mengidentifikasi objek-objek yang ada disekitar.
3) Membantu mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih
maju
4) Mengarahkan kegiatan instrumental.
5) Memugkinkan pelaksanaan pengajaran dengan menjadikan dasar
untuk meningkatkan proses pengajaran berikutnya.
6) Dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam
kelas yang sama29.
Dengan demikian, bahwasanya pemahaman konsep sangat dibutuhkan
dalam proses pembelajaran. Dengan memahami konsep, siswa akan mampu
membuat gagasan dan ide baru tanpa keluar dari maksud dan tujuan
sesungguhnya serta mengurangi kesalahpahaman.
b. Indikator Pemahaman Konsep
Menurut Bloom dengan buku karyanya yang berjudul Taxonomy of
Educational Objectives, dalam buku Wina Sanjaya, bentuk perilaku sebagai
tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi
atau domain (bidang), yakni domain kognitif, afektif, dan psikomotorik30. Dalam pembahasan disini hanya akan membahas domain kognitif sebagai
alat ukur hasil belajar siswa.
Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan
kemampuan berpikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan
memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6
29
Oemar Hamalik, op.cit., h. 164-165
30
tingkatan, yaitu: pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis
(C4), sintesis (C5) dan evaluasi (C6).
Pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) adalah tingkatan
yang digunakan dalam penelitian ini. Pengetahuan berarti mengingat,
artinya mendapatkan kembali atau pengembalian pengetahuan relevan yang
tersimpan dari memori jangka panjang. Pemahaman berarti memahami,
yakni mendeskripsikan susunan dalam artian pesan pembelajara, mencakup
oral, tulisan, dan komunikasi grafik. Penerapan atau menerapkan,
maksudnya adalah menggunakan prosedur dalam situasi yang diharapi31. Pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3) adalah tingkatan
yang digunakan karena penelitian dilakukan pada tingkat kelas rendah
sehingga dapat dilihat tingkat pemahaman tersebut menurut indikator C1,
C2, dan C3.
c. Teknik Mengukur Pemahaman Konsep
Dalam mengukur pemahaman konsep dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut32:
1) Ringkasan atau pertanyaan kartu indeks
Yakni meminta siswa untuk menuliskan ide besar yang mereka
pahami dalam bentuk pernyataan ringkasan dan yang belum mereka
pahami sepenuhnya dalam bentuk pertanyaan.
2) Sinyal tangan
Hal ini dapat dilakukan untuk mengindikasikan pemahaman
mereka. Jika ibu jari keatas maka mereka memahaminya, ibu jari
kebawah maka belum memahaminya, dan melambaikan tangan berarti
mereka tidak yakin sepenuhnya.
3) Esai satu menit
Setelah pembelajaran selesai, mintalah siswa untuk menuliskan
sebuah esai (satu menit), yang merangkum pemahaman mereka.
31
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012) cet. Ke-1, h. 115
32
4) Kotak atau papan pertanyaan
Siswa dapat meninggalkan pertanyaan yang mereka tidak mengerti.
Teknik ini dapat dilakukan jika siswa tidak mampu mengakui secara
terbuka.
5) Prompt Analogi
Contohnya :
(Konsep yang dituju, prinsip, atau proses) seperti _______
karena ________________________________________________
6) Representasi visual
Yakni meminta siswa untuk membuat representasi visual seperti
membuat web atau peta konsep. Hal ini efektif untuk mengungkapkan
pemahaman hubungan antara berbagai elemen.
7) Pertanyaan oral
Yakni menanyakan langsung.
8) Penyelidikan kelanjutan
Yakni dilakukan dengan menanyakan hal-hal yang bertujuan untuk
memastikan seperti mengapa?, terangkan, atau menanyakan maksud.
9) Pemeriksaan kesalahpahaman
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanyakan kesetujuan atau
ketidaksetujuan dari siswa kemudian menjelaskan responnya.
Teknik ini tidaklah digunakan untuk memberikan nilai. Ini
dimaksudkan untuk memberikan umpan balik pada konsep siswa saat ini
(kesalahpahaman), dan untuk menginformasikan penyesuaian instruksional
yang diperlukan untuk meningkatkan pemahaman mereka.
Dalam memberikan pemahaman untuk memberikan nilai, penilaian
yang dilakukan adalah dengan merujuk pada kemampuan aspek kognitif.
Taksonomi Bloom menyatakan bahwa, kemampuan kognitif adalah
kemampuan berpikir secara hirarkis, terdiri dari pengetahuan (C1),
(C6)33. Ini berarti pemahaman termasuk dalam aspek tersebut dan peneliti menggunakan kategori pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan aplikasi
(C3) untuk memberikan nilai.
Pada tingkat pemahaman (Comprehension), kategori pemahaman
dihubungkan dengan pengetahuan untuk menjelaskan pengetahuan dan atau
informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada tahap ini
peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang
telah didengar dengan kata-kata sendiri34. Bentuk tes kognitif dalam pemahaman ini diantaranya35: (1) tes atau pertanyaan lisan di kelas, (2) pilihan ganda, (3) uraian obyektif, (4) uraian non obyektif atau uraian bebas,
(5) jawaban atau isian singkat, (6) menjodohkan, (7) portofolio, dan (8)
performance.
Tingkatan pemahaman (C2) dalam Taksonomi Bloom yaitu
mengklasifikasikan, menjelaskan, mengiktisarkan, meramalkan dan
membedakan. Ciri-ciri pemahaman sebagai acuan dalam pembuatan soal
yaitu36:
1) Memuat suruhan untuk mencari persamaan, perbedaan, hubungan,
menjelaskan suatu pengertian, menjelaskan suatu bagan dan
memetik buah pikiran dari suatu teks.
2) Mampu menerjemahkan.
3) Mampu menafsirkan, mendeskripsikan secara verbal.
4) Pemahaman ekstrapolasi.
5) Mampu membuat estimasi.
3. Pendidikan IPS (Ilmu Pendidikan Sosial) a. Pengertian Pendidikan IPS
33
Agung Eko Purwana, Pembelajaran IPS MI Paket 12, (Jakarta: Lapis PGMI, 2009), h. 8
34
Agung Eko Purwana, op.cit., h. 9
35
Ibid., h.10
36
Pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) terdiri dari dua kata yaitu
pendidikan dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Nana Supriatna dkk.,
menjelaskan bahwa pendidikan mengandung pengertian suatu perbuatan
yang disengaja untuk menjadikan manusia memiliki kualitas yang lebih
baik. Sedangkan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) merujuk pada kajian yang
memusatkan perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia37. Dengan demikian, pendidikan IPS merupakan suatu perbuatan yang disengaja untuk
menjadi manusia yang lebih baik dalam aktivitas kehidupannya.
Manusia sebagai makhluk sosial merupakan individu yang tidak
mampu hidup sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang
senantiasa hidup dengan manusia lainnya (masyarakat)38. Setiap individu akan banyak belajar dari interaksinya dengan kehidupan di masyarakat.
Oleh karena itu, pendidikan IPS atau Ilmu Pengetahuan Sosial menjadi salah
satu bekal bagi siswa untuk belajar mengenai banyak hal tentang
masyarakat lingkungan dan dirinya.
Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS merupakan istilah dalam bahasa
Inggris yaitu “Social Studies” yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. IPS merupakan subjek materi dalam dunia pendidikan di
Indonesia yang diarahkan bukan hanya kepada pengembangan penguasaan
ilmu-ilmu sosial, tetapi juga sebagai materi yang dapat mengembangkan
kompetensi dan tanggung jawab, baik sebagai individu, sebagai warga
masyarakat maupun sebagai warga dunia39.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah khususnya sekolah dasar. “Materi kajian IPS di
sekolah merupakan pengetahuan yang berasal dari disiplin ilmu-ilmu sosial
yaitu dari bahan kajian sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi,
37
antropologi, psikologi, dan ekologi”40
. Dari pengertian tersebut, tujuan dari
IPS yang diberikan untuk jenjang sekolah adalah untuk memperkenalkan
siswa pada pengetahuan yang berada di lingkup masyarakat secara
sistematis agar siswa nantinya dapat mengambil bagian untuk ikut secara
aktif dalam kehidupan bermasyarakat tersebut.
John Naisbitt dalam buku Megatrends dalam Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar karya Herimanto dan Winarno, menyatakan bahwa globalisasi akan
memunculkan perubahan-perubahan yang akan dialami oleh negara-negara
di dunia41. Dengan semakin pesatnya perubahan tersebut, peran pendidikan IPS sangatlah dibutuhkan demi keberlangsungan peranan manusia di
masyarakat maupun di dunia.
Materi pelajaran IPS yang kurang menarik di dengar dan metode
pembelajaran yang tradisional, membuat siswa membutuhkan berbagai hal
yang dapat menjadikan pembelajaran IPS menjadi lebih bermakna. Untuk
meningkatkan kebermaknaan materi pelajaran IPS, Sapriya dkk.,
menyatakan bahwa buku bukanlah satu-satunya bahan materi IPS, namun
perlu dilengkapi dengan kenyataan, fakta-fakta yang ada di sekitar siswa, di
lingkungan fisik dan budaya masyarakat42. Dengan demikian, pendidikan IPS akan menjadi proses belajar bagi setiap manusia untuk menghadapi
perubahan atau perkembangan yang cepat. Dengan perubahan yang cepat
tersebut, interaksi antarmanusia akan semakin bertambah luas lagi. Semakin
banyaknya interaksi, permasalahan yang muncul di masyarakat akan
semakin banyak pula.
John Jarolimek dalam buku ilmu dan aplikasi pendidikan, menekankan
bahwa program pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial harus mampu
memberikan pengalaman-pengalaman belajar yang berorientasi pada
aktivitas belajar peserta didik. Keterlibatan peserta didik tersebut
dimaksudkan agar mampu memecahkan masalah di dalam lingkungan
belajar yang dibuat sebagaimana realitas yang sesungguhnya43. Kehadiran pendidikan IPS akan dapat membantu setiap individu untuk mampu
menemukan solusi yang sedang mereka hadapi. Selain itu, dapat berbaur
dengan banyak kalangan dengan ilmu pengetahuan sosial yang telah
menjadi bekal dalam melakukan peranannya sebagai anggota masyarakat
yang aktif dan warga negara yang baik.
b. Karakteristik IPS
Karakteristik IPS meliputi banyak hal yang berkaitan dengan sosial
manusia. Pengembangan kehidupan sosial berkaitan dengan pengembangan
kemampuan dan tanggung jawab siswa di masyarakat. Termasuk
didalamnya pengembangan pemahaman dan sikap pisitif siswa terhadap
nilai, norma, dan moral yang berlaku dalam masyarakat44.
Karakteristik dari Pendidikan IPS adalah pada upayanya untuk
mengembangkan kompetensi sebagai warganegara yang baik45. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut46:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa
ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global.
43
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Jilid III, (Jakarta: PT. Imperial Bhakti Utama, 2009), cet. Ke-1, h. 273
44
Nana Supriatna, Ade, dan Sri M., op.cit., h. 12
45
Ibid.
46
Selain tujuan, ruang lingkup IPS yang menjadi karakteristik pendidikan
IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut47: 1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3) Sistem Sosial dan Budaya
4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Pendidikan IPS mempunyai visi dan misi, yaitu mempunyai visi
membentuk dan mengembangkan pribadi menjadi warga negara yang baik
(good citizen). Karakter warganegara yang baik, secara umum yang
digambarkan menurut Barr, R.D. Barth, J.L dan Shermis S.S dalam Sapriya,
dkk., dengan ciri-ciri antara lain48:
1) Memiliki sikap patriotisme (cinta tanah air, bangsa, dan negara)
2) Mempunyai penghargaan dan pengertian terhadap nilai-nilai,
pranata, dan praktek kehidupan kemasyarakatan
3) Memiliki sikap integritas sosial dan tanggung jawab sebagai
warganegara
4) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap nilai-nilai budaya
atau tradisi yang diwariskan oleh bangsanya
5) Mempunyai motivasi untuk turut serta secara aktif dalam
pelaksanaan kehidupan demokrasi
6) Memiliki kesadaran (tanggap) akan masalah sosial
7) Memiliki ide, sikap, dan keterampilan yang diharapkan sebagai
seorang warganegara
8) Mempunyai pengertian dan penghargaan terhadap sistem ekonomi
yang berlaku.
Sedangkan misi pendidikan IPS, yaitu49:
1) Menumbuhkan kesadaran bahwa dirinya merupakan makhluk
ciptaan-Nya
2) Mendidik siswa menjadi warganegara yang baik
47
Ibid.
48
Sapriya, Tuti Istianti, dan Effendi Zulkifli, Op. cit., h. 10
49
3) Menekankan pada kehidupan manusia yang demokratis
4) Meningkatkan partisipasi aktif, efektif, dan kritis sebagai
warganegara
5) Membina siswa tidak hanya pengembangan pengetahuan, tetapi
sikap dan keterampilan agar dapat mengambil bagian secara aktif
dalam kehidupan kelak sebagai anggota masyarakat dan
warganegara yang baik.
Dalam materi Pendidikan IPS di SD, masyarakat merupakan sumber
serta objek kajian yang berpijak pada kenyataan hidup yang riil dengan
mengangkat isu-isu yang sangat berarti, mulai dari kehidupan yang terdekat
dengan siswa sampai ke kehidupan yang luas dengan dirinya. Chappin J.R
dan Messie, R.G. dalam sapriya, dkk., mengemukakan bahwa
pengorganisasian materi IPS dalam kurikulum sekolah menggunakan dua
pola pendekatan, yaitu50:
1) Pendekatan Lingkungan/masyarakat yang semakin meluas
Pendekatan ini dimulai dari lingkungan/masyarakat yang paling
dekat dengan siswa yakni diri sendiri, orang lain, dan keluarga.
Lingkungan tetangga/desa, sekolah, dan lingkungan yang lebih luas
adalah dunia.
2) Pendekatan “Spiral”
Pada model pendekatan ini, Hilda taba mengemukakan bahwa
konsep-konsep dasar dan proses penyelidikan yang pokok dari
ilmu-ilmu sosial seperti konsep keluarga, tetangga, RT/RW, kabupaten,
provinsi, saling ketergantungan, perubahan budaya, dan sebagainya,
diajarkan pada tiap kelas/tiap tahun tetapi dengan kadar yang semakin
mendalam dan meluas, semakin lanjut, atau semakin mempunyai
tingkat abstraksi yang lebih tinggi.
Dengan demikian, Pemahaman konsep IPS merupakan kemampuan
dalam memahami konsep dasar ilmu sosial yang membangun bahan kajian
IPS. Kedudukan konsep dalam IPS merupakan bahan kajian utama untuk
50