• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian - PROFIL REPRODUKSI IKAN DI SUNGAI LOGAWA WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2017 - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian - PROFIL REPRODUKSI IKAN DI SUNGAI LOGAWA WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2017 - repository perpustakaan"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas yang ada pada posisi 7020’48 Lintang Selatan dan 1090

10’58 Bujur Timur dan 7029’16 Lintang Selatan dan 109013’14 Bujur

Timur. Sungai Logawa merupakan salah satu sungai di wilayah Kabupaten Banyumas yang bermuara di Sungai Serayu. Gambar lokasi peelitian selengkapnya disajikan pada gambar 3.1.a dan gambar 3.1.b

(2)

(A)

(3)

(C)

Gambar 3.1.b. Sungai Logawa lokasi 1 Karanglewas (A), Sungai Logawa lokasi 2 Bendung Kediri (B), dan Sungai Logawa lokasi 3 Patikraja (C). Sumber : Peta Administrasi Kabupaten Banyumas (BAPPEDA)

(4)

berpasir dan memiliki kondisi perairan yang lebih tenang. Pada lokasi tiga muaranya sudah mendekati Sungai Serayu sehingga di wilayah ini Sungai Logawa yang akan bermuara sudah terlihat lebih lebar dibandingkan pada sungai yang berada di lokasi satu dan dua.

3.1.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan selama enam bulan yaitu (Desember 2015 – Mei 2016). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak enam kali dengan interval watu satu bulan, dengan mempertimbangkan waktu siang hari (pukul 07.00 – 10.00) dan malam hari (pukul 19.00 – 22.00).

3.2.Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

(5)

Tabel 3.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian sisi pada masing-masing sisi diberi penguat memakai bambu. Masing-masing sisi memiliki panjang 75 cm dan dengan mata seser berukuran satu mm2.

(ppm) Mengukur Oksigen terlarut

(6)

3.3.Metode Pengambilan Sampel

3.3.1. Prosedur Pengukuran Kualitas Fisika Perairan Sungai

a. Suhu (temperatur)

Pengukuran suhu perairan dilakukan menggunakan alat yang sama untuk mengukur Dissolved oxygen yaitu DO meter merk Lutron-5510. DO meter dicelupkan kedalam air sungai selama kurang lebih lima menit hingga angka pada DO meter menunjukan angka yang konstan kemudian mencatat angka yang terlihat pada DO meter.

b. Kecepatan Arus

Pengukuran kecepatan arus sungai menggunakan metode terapung, yaitu dengan cara mengapungkan atau menghanyutkan pelepah pisang pada badan sungai hingga menempuh jarak 10 meter kemudian mengukur waktu yang dibutuhkan pelepah untuk menempuh jarak tersebut.

Rumus kecepatan arus :

v =

m/s

keterangan : v = kecepatan arus (meter/sekon)

s = jarak tempuh pelepah pisang (meter) t = waktu tempuh pelepah pisang (sekon)

c. Kecerahan

(7)

badan sungai sampai cakram tidak terlihat dan ukur jaraknya, kemudian angkat sampai batas tepat terlihat dan diukur jaraknya. K= cm

Keterangan: K= kecerahan

X= jarak saat cakram sechi masih terlihat oleh mata (cm) Y= jarak saat cakram sechi tepat tidak terlihat oleh mata (cm)

3.3.2. Prosedur Pengukuran Kualitas Kimia Perairan Sungai

a. pH (Derajat Keasaman)

Pengkuran pH air dilakukan dengan cara mencelupkam kertas ph merk Merck KgaA kedalam air sungai beberapa menit. Selanjutnya mencocokkan dengan indikator warna pH standar serta mencatat hasilnya.

b. DO (Dissolved oxygen)

Pengukuran DO atau oksigen dilakukan menggunakan DO meter merek Lutron seri 5510 ppm. Dengan cara memasukkan sensor DO meter ke dalam perairan sungai. Angka skala yang konstan pada DO meter menunjukan nilai kadar oksigen terlarut perairan.

3.3.3. Prosedur Pengukuran Kualitas Biologi Perairan Sungai

(8)

liter menggunakan plankton-net no. 25 dan no. 21 selanjutnya air yang tertampung dalam botol flakon dipindahkan ke dalam plastik dan ditambah alkohol 70 %.

Secara ringkas untuk mengetahui kualitas perairan Sungai Logawa maka diukur beberapa parameter yaitu parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter yang akan diukur selengkapnya disajikan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Faktor Fisika, Kimia dan Biologi yang dianalisis.

Parameter Satuan Alat

Fisika

DO meter merk Lutron-5510 Pelepah daun pisang

Sechi disk

DO meter merk Lutron-5510 Ph : merck kGaA

Mikroskop

3.4.Metode Pengumpulan Data

(9)

Pengambilan sampel ikan dan pengukuran kualitas air berupa parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan disetiap lokasi penelitian. Dalam penelitian ini ditetapkan tiga lokasi berbeda, yaitu lokasi I Sungai Logawa yang berada di Karanglewas, lokasi II Sungai Logawa yang berada di Bendung Kediri dan lokasi III Sungai Logawa yang berada di Patikraja. Masing-masing lokasi penelitian ditetapkan ke dalam 3 titik sampling yaitu : (1) titik sampling tepi kanan sungai, (2) titik sampling tengah sungai dan (3) titik sampling tepi kiri sungai.

Pengambilan sampel ikan dilakukan menggunakan jala dengan ukuran mata jala 0,5 cm dan jaring dengan ukuran mata jaring 1 cm dan serta seser bentuk segitiga sama sisi dengan mata seser berukuran 1mm². Sampling ikan dilakukan dengan menebarkan jala sebanyak 10 kali lemparan dan 10 kali serok untuk seser pada setiap titik sampling. Sampel ikan yang tertangkap dengan jala adalah ikan-ikan yang bersifat pelagik (permukaan perairan) dan

(10)

3.5. Identifikasi ikan

Sampel ikan yang didapat dari tiap lokasi dikelompokkan berdasarkann cirri morfologi ikan, meliputi: perbedaan bentuk tubuh, kepala, sungut, sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, sirip ekor, dan sisik. Setiap kelompok ikan diidentifikasi menggunakan buku Taksonomi dan kunci identifikasi ikan serta buku Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan S ulawesi (Kottelat dkk., 1993).

3.6. Analisis Data

Untuk mengetahui profil reproduksi ikan yang meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG) dan fekunditas dilakukan analisis dengan melakukan beberapa aspek penting yaitu:

3.6.1. Perhitungan Rasio Kelamin

Ikan yang didapat dari hasil sampling diamati dan dihitung jumlah ikan jantan serta betinanya. Ikan betina digunakan untuk perhitungan fekunditas jika sudah ada telur didalam gonad.

Perhitungan rasio kelamin dilakukan dengan menggunakan rumus Lagler (Effendie, 1979) :

Rasio kelamin =

(11)

3.6.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Menurut Effendie (1979) cara untuk menentukan tingkat kematangan gonad yaitu dengan cara membandingkan gonad sampel dengan standar tingkat kematangan gonad modifikasi dari Cassie, sebagaimana disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Acuan tingkat kematangan gonad (Effendie, 1979).

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Betina Jantan

I Belum berkembang

Ovari seperti benang, memanjang sampai ke bagian depan rongga tubuh. Warna jernih, permukaan licin.

Belum berkembang

Testes seperti benang, lebih pendek dari pada ovari dan terlihat ujungnya di rongga tubuh. Warna jernih.

II Perkembangan awal

Ukuran ovari lebih besar dari pada tingkat I. Pewarnaan lebih gelap kekuningan. Telur belum terlihat jelas.

Perkembangan awal

Ovari berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya.

Sedang berkembang

Permukaan testes licin. Warna makin putih, testes makin besar. Dalam keadaan diawetkan mudah putus

IV Matang

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak nampak, mengisi ½ -

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat anus.

Pasca pemijahan

Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat

anus masih berisi

(12)

3.6.3. Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Menurut Effendie (1979) Indeks kematangan gonad dapat dihitung berdasarkan rumus:

IKG =

x 100%

Keterangan : IKG = indeks kematangan gonad Bg = berat gonad

Bt = berat tubuh

3.6.4. Perhitungan Fekunditas

Perhitungan fekunditas ikan menggunakan metode volumetri menurut Effendie (1979) sebagai berikut :

X . x = G . g

Keterangan : X = jumlah telur dalam gonad yang dicari x = jumlah telur dari sampel gonad G = berat seluruh gonad

(13)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kualitas Perairan Sungai

Hasil analisis mengenai kualitas perairan Sungai Logawa yang meliputi faktor fisika (suhu, kecepatan arus, intensitas cahaya), faktor kimia (pH, Dissolved oxygen) dan faktor biologi (jenis-jenis plankton) disajikan berturut-turut sebagai berikut :

4.1.1 Parameter Fisika Perairan

Kualitas fisika perairan yang dianalisis adalah suhu (temperatur) perairan, kecepatan arus dan intensitas cahaya (kecerahan).

a. Suhu (temperatur) perairan

Hasil analisis suhu selama penelitian disajikan pada gambar 4.1 .

(14)

(B)

Gambar 4.1 (A) Rata-rata suhu (°C) berdasarkan waktu pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017). (B) Rata-rata suhu (°C) berdasarkan lokasi pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017).

Berdasarkan hasil penelitian Fadlilah (2017) tentang Profil Reproduksi Ikan di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas, suhu yang diperoleh berdasarkan waktu pengambilan sampel berkisar antara 24,8- 29,2°C dengan suhu tertinggi siang hari terjadi pada bulan Januari (28,4°C) dan suhu terendah terjadi pada bulan Desember (24,8°C). Suhu tertinggi malam hari terjadi pada bulan Mei (29,2°C) dan suhu terendah terjadi pada bulan Desember (26,03°C). Sedangkan analisis suhu berdasarkan lokasi penelitian berkisar antara 25,3- 28,4°C. Berdasarkan hasil dapat dikatakan bahwa suhu yang terukur mempunyai kisaran dan rata-rata yang hampir sama disebabkan karena kondisi lingkungan dari masing-masing lokasi penelitian yang hampir sama seperti intensitas cahaya yang diterima dan tumbuhan yang ada disekitar 22

(15)

lingkungan sungai. Menurut Astuti (2011) pengaruh substrat dasar perairan yang mampu menyerap dan menyimpan panas cahaya matahari saat siang hari serta mengeluarkannya pada malam hari sehingga kisaran suhu saat siang dan malam hari hampir sama atau terkadang lebih tinggi disaat malam hari.

Menurut Subardja (1989) suhu yang aman untuk kehidupan ikan adalah berkisar antara 25°C sampai 32°C dengan beda siang dan malam tidak lebih dari 5°C. Kordi (2010) menambahkan bahwa suhu yang sesuai akan berpengaruh terhadap pemijahan, pembenihan, aktifitas pertumbuhan dan perkembangan ikan.

(16)

sehingga sinar matahari langsung mengenai permukaan sungai. Hasil analisis berdasarkan lokasi pengambilan sampel suhu terendah terjadi pada Lokasi I (24,63°C), hal ini diduga karena pada daerah pinggiran sungai Lokasi I banyak ditumbuhi pepohonan sehingga dapat menghalangi cahaya matahari jatuh ke permukaan sungai secara langsung. Berdasarkan analisis suhu yang diperoleh selama penelitian (Desember 2016 - Mei 2017) pada setiap waktu dan lokasi, siang maupun malam hari maka dapat dikatakan bahwa kondisi perairan di Sungai Logawa masih baik bagi berlangsungnya kehidupan ikan.

b. Kecepatan Arus

Hasil analisis kecepatan arus selama penelitian berdasarkan waktu dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada gambar 4.2 .

(17)

(B)

Gambar 4.2 (A) Rata-rata kecepatan arus (m/s) berdasarkan waktu pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017). (B) Rata-rata kecepatan arus (m/s) berdasarkan lokasi pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017).

Menurut penelitian Fadlilah (2017) tentang Profil Reproduksi Ikan di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas, didapatkan hasil analisis pengukuran kecepatan arus berdasarkan waktu pengambilan sampel pada perairan Sungai Logawa berkisar antara 0,44 - 0,82 m/s dengan kecepatan arus terendah terjadi pada bulan Maret (0,44 m/s) dan kecepatan arus tertinggi pada bulan Desember (0,82 m/s). Kecepatan arus berdasarkan lokasi penelitian berkisar antara 0,38 - 0.92 m/s dengan kecepatan arus terendah terjadi pada Lokasi III (0,38 m/s) dan kecepatan arus tertinggi terjadi pada Lokasi II (0,92 m/s).

Menurut Setijanto dan Sulistyo (2008) kisaran nilai kecepatan arus yang sesuai untuk kehidupan ikan dikelompokkan menjadi 3 yaitu kecepatan arus antara 0,1 m/s sampai 0,25 m/s termasuk sungai dengan kecepatan arus lambat, kecepatan arus 0

(18)

antara 0,25 m/s sampai 0,50 m/s termasuk sungai dengan kecepatan arus sedang, kecepatan arus antara 0,5 m/s sampai 1,0 m/s termasuk sungai dengan kecepatan arus cepat. Djuhanda (1981) menambahkan bahwa kebanyakan ikan menyukai kondisi perairan yang memiliki laju arus yang sedang untuk tempat hidupnya.

Hasil analisis berdasarkan waktu pengambilan sampel selama penelitian didapatkan arus yang cepat terjadi pada bulan Maret (1,17 m/s) dan kecepatan arus yang rendah pada bulan Mei (0,46 m/s). Kecepatan arus yang cepat diduga dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi pada saat pengambilan sampel dan kecepatan arus rendah diduga karena pada saat pengambilan sampel pada bulan Mei sudah memasuki musim kemarau dan tidak turun hujan. Hasil analisis berdasarkan lokasi pengambilan sampel selama penelitian didapatkan arus yang cepat terjadi di Lokasi I (0,85 m/s) dan kecepatan arus terendah terjadi pada Lokasi III (0,39 m/s). Kecepatan arus yang cepat diduga karena pada Lokasi I merupakan daerah hulu yang mempunyai karakter dasar sungai berbatu dan berarus deras sedangkan kecepatan arus rendah terjadi pada Lokasi III yang merupakan daerah hilir dengan karakter sungai berlumpur dan berpasir serta tempat bermuaranya sudah dekat dengan Sungai Serayu.

(19)

diketahui bahwa perairan sungai memiliki kecepatan arus sedang hingga arus cepat yang dapat mempengaruhi pergerakan ikan secara aktif untuk memperoleh nutrisi sehingga perairan dikatakan masih baik untuk kelangsungan hidup ikan.

c. Intensitas Cahaya (Kecerahan)

Hasil analisis kecerahan selama penelitian berdasarkan waktu dan lokasi pengambilan sampel disajikan pada gambar 4.3.

(A)

(B)

Gambar 4.3 (A) Rata-rata kecerahan (cm) berdasarkan waktu pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017). (B) Rata-rata kecerahan (cm) berdasarkan lokasi pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017).

Desember Januari Februari Maret April Mei 50,67 54,56 51,67

(20)

Berdasarkan penelitian Fadlilah (2017) tentang Profil Reproduksi Ikan di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas, pada lokasi yang sama didapatkan nilai intensitas cahaya pada Lokasi I berkisar antara 30,2 cm sampai 39,5 cm, pada lokasi II berkisar antara 31,4 cm sampai 34,0 cm, pada lokasi III berkisar antara 34,0 cm sampai 42,47 cm. Berdasarkan data tersebut maka nilai kecerahan tertinggi terjadi pada Lokasi III. Data penelitian tersebut menunjukkan hasil analisis intensitas cahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan data penelitian kali ini. Hal ini diduga terjadi karena pada saat pengambilan sampel terjadi hujan.

Akrimi dan Subroto (2002) menyatakan bahwa perairan sungai yang memiliki nilai kecerahan air berkisar 40 - 85 cm sehingga masih termasuk dalam kriteria nilai kecerahan yang kurang dari 100 cm, hal ini menunjukkan nilai tingkat kecerahan yang rendah. Yustina (2001) menambahkan bahwa kecerahan air yang cukup baik untuk kehidupan organisme air termasuk ikan dan plankton adalah sebesar 40 cm.

(21)

diduga karena pada saat pengambilan sampel sedang turun hujan sehingga substrat yang ada di sungai terbawa arus dan menyebabkan kecerahan air berkurang. Hasil analisis kecerahan berdasarkan lokasi pengambilan sampel kecerahan tertinggi terjadi pada Lokasi I (50,09 m/s) dan kecerahan terendah terjadi pada lokasi II. Kecerahan yang tinggi pada Lokasi I diduga karena pada lokasi tersebut merupakan daerah hulu yang memiliki karakter dasar sungai yang berbatu sedangkan kecerahan yang rendah pada Lokasi II diduga karena pada lokasi tersebut merupakan daerah hilir yang memiliki karakter dasar sungai berpasir dan berlumpur.

Berdasarkan hasil analisis kecerahan perairan Sungai Logawa dapat dikatakan termasuk dalam sungai dengan kecerahan yang masih layak bagi berlangsungnya kehidupan ikan.

4.1.2. Parameter Kimia Perairan

Parameter kimia perairan yang dianalisis meliputi pH dan

Dissolved Oxygen (oksigen terlarut).

a. pH

(22)

(A)

(B)

Gambar 4.4 (A) Rata-rata pH berdasarkan waktu pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017). (B) Rata-rata pH berdasarkan lokasi pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017).

Berdasarkan penelitian Fadlilah (2017) tentang profil reproduksi ikan di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas didapatkan hasil pengukuran pH selama penelitian pada lokasi yang sama diketahui bahwa pada lokasi I nilai rata-rata berkisar

Desember Januari Februari Maret April Mei 6,72 6,77 6,94 6,55 6,77 6,72 6,61 6,77 6,72 6,76 6,73 6,77

Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

6,65 6,72 6,8 6,74 6,77 6,72

pH

Siang

(23)

Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa perairan bersifat netral dan baik bagi kehidupan organisme perairan.

Anwar (2008) menyatakan bahwa organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya berkisar 7. Asdak (2007) menambahkan bahwa angka pH yang dianggap sesuai untuk kehidupan ikan berkisar antara 6,5 – 8,4.

Hasil analisis pH berdasarkan waktu pengambilan sampel diperoleh pH tertinggi terjadi pada bulan Januari (6,94) hal ini diduga karena curah hujan yang tinggi pada saat pengambilan sampel sehingga bahan organic dan anorganik yang bersifat asam terbawa oleh arus sungai. Hasil analisis pH berdasarkan lokasi pengambilan sampel diperoleh pH tertinggi pada Lokasi II (6,74) dan pH terendah terjadi pada Lokasi I (6,65). pH tertinggi pada Lokasi II diduga karena pada lokasi tersebut merupakan daerah pertengahan sungai sehingga banyak terdapat limbah rumah tangga yang berasal dari penduduk yang bermukim di pinggiran sungai dan pH terendah pada Lokasi I diduga karena daerah tersebut merupakan daerah hulu sehingga belum banyak bahan-bahan organik maupun anorganik yang mempengaruhi tingginya pH.

(24)

Logawa memiliki nilai pH yang hampir netral, sehingga termasuk perairan yangbaik bagi kehidupan ikan.

b. Dissolved Oxygen (Oksigen Terlarut)

Hasil analisis Dissolved oxygen (oksigen terlarut) berdasarkan waktu dan lokasi pengambilan sampel selama penelitian disajikan pada gambar 4.5

(A)

(B)

Gambar 4.5 (A) Rata-rata DO (ppm) berdasarkan waktu pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017). (B) Rata – rata DO (ppm) berdasarkan lokasi pengambilan sampel selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017).

Desember Januari Februari Maret April Mei 8,65

(25)

Fadlilah (2017) dalam penelitiannya tentang Profil Reproduksi Ikan di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas, pada lokasi yang sama yaitu perairan Sungai Logawa memperoleh kisaran nilai kandungan oksigen terlarut yaitu pada lokasi I berkisar antara 6,1 ppm sampai 7,0 ppm, pada lokasi II berkisar antara 5,8 ppm sampai 6,8 ppm, pada lokasi III berkisar antara 4,1 ppm sampai 4,3 ppm. Berdasarkan hasil tersebut maka ketiga lokasi penelitian masih layak untuk kehidupan ikan.

Konsentrasi minimum oksigen terlarut yang masih dapat diterima sebagian besar spesies ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 sampai 7 ppm. Hanya beberapa ikan tertentu yang dapat hidup pada kandungan oksigen terlarut rendah mencapai 2 ppm (Kordi, 2010). Kandungan oksigen yang optimal bagi kehidupan ikan harus dipertahankan diatas 5 ppm apabila kurang dari 5 ppm maka dalam jangka waktu lama ikan akan menghentikan makan dan pertumbuhannya (Brotowidjoyo et al.,1995).

(26)

pada malam hari. Hasil analisis oksigen terlarut berdasarkan lokasi pengambilan sampel diperoleh oksigen terlarut tertinggi terjadi pada Lokasi I siang hari (6,74 ppm) dan kandungan oksigen terlarut rendah terjadi pada Lokasi I malam hari (3,88 ppm). Tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut pada suatu lokasi diduga disebabkan karena adanya limbah yang berasal dari pembuangan sampah organik maupun anorganik rumah tangga. Hal ini sesuai pernyataan Subardja et al., (1989) yang menyatakan bahwa kandungan oksigen dapat berkurang pada dasar sungai yang kaya akan timbunan bahan organik atau pada air yang tercemar oleh sisa bahan organik. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat dikatakan bahwa perairan Sungai Logawa masih baik bagi ikan untuk melakukan aktivitas kehidupannya.

4.1.3. Kualitas Biologi Perairan

(27)

Hasil analisis yang diperoleh terhadap parameter biologi perairan selama penelitian yaitu dapat mengidentifikasi 20 spesies plankton yang termasuk kedalam 19 family dan 15 ordo. Jumlah tersebut terdiri dari 12 Fitolankton dan 8 Zooplankton. Fitoplankton sebanyak 12 spesies, yang termasuk kedalam 11 family dan 7 ordo. Fitoplankton yang ditemukan yaitu Melosira sp, Chlorella sp,

Protococcus sp, Euglena sp, Oedogonium sp, Cocconeix sp, Synedra

sp, Gyrosigma sp, Surirella sp, Rhizosolenia sp, Spyrogira sp dan

Zygnema sp. Zooplankton yang ditemukan sebanyak 8 spesies yang termasuk kedalam 8 family dan 8 ordo. Zooplankton yang ditemukan yaitu Machotrix sp, Arcella sp, Daphnia sp, Holophrya sp,

Charcesium sp, Paramecium sp, Amphileptus sp dan Cyridopsis

sp.Data lengkap hasil identifikasi variasi spesies plankton selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2016) ditampilkan pada tabel 4.1 Tabel 4.1. Hasil identifikasi variasi spesies plankton selama

penelitian (desember 2016 – Mei 2017)

Fitoplankton

Ordo Family Spesies

Centrales Nitzchiaceae Melosira sp

Chlorocaccales Oocystaceae Chlorella sp Ctenocladales Ctenocladaceae Protococcus sp

Euglenida Euglenidae Euglena sp

Oedogoniales Oedonlaceae Oedogonium sp Pennales Achnanthaceae Cocconeix sp

Diatomaceae Synedra sp Naviculaceae Gyrosigma sp Surrirellaceae Surirella sp Rhizosoleniaceae Rhizosolenia sp Zygnematales Zygnemataceae Spyrogira sp

(28)

Zooplankton

Ordo Family Spesies

Anopoda Machrothricdae Machotrix sp Arcellinida Arcellinidae Arcella sp

Cladocera Daphariidae Daphnia sp

Hymnostimatida Holotrichidae Holophrya sp Oligohimenoparea Peritricida Charcesium sp

Peniculida Paramiciidae Paramecium sp

Pleurozmatida Amphileptidae Amphileptus sp Podocopida Cyprididae Cyridopsis sp

Hasil analisis menunjukkan bahwa perolehan fitoplankton lebih melimpah dibandingkan dengan zooplankton, hal ini sesuai dengan pernyataan Oktavia Nike et al., (2015) bahwa keanekaragaman fitoplankton yang lebih tinggi menunjukkan bahwa ekosistem perairan di lokasi penelitian masih relatif stabil, dimana jumlah jenis fitoplankton selaku produsen utama lebih tinggi daripada zooplankton selaku konsumen utama fitoplankton secara langsung. Perolehan plankton selama penelitian berjumlah 20 spesies, hal tersebut menunjukkan bahwa Sungai Logawa masih baik bagi kelangsungan hidup ikan. Barus (2004) menambahkan bahwa kepadatan zooplankton disuatu perairan yang mengalir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan fitoplankon. Oleh karena itu umumnya zooplankton banyak ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus rendah serta kekeruhan yang sedikit.

4.2. Jenis-jenis Ikan Sungai

(29)

enam ordo dan 15 famili. Ikan yang banyak ditemukan berasal dari ordo

Cypriniformes yang diwakili oleh enam spesies yaitu Osteochilus vitatus,

Barbonymus balleroides, Hampala macrolepidota, Rasbora lateristriata,

Barbodes binotatus dan Nemacheilus pfeifferae. Jumlah tangkapan ikan terbanyak adalah spesies Melem (Osteochilus vitatus) yaitu sebanyak 71 ekor. Berdasarkan penelitian Fadlilah (2017) tentang reproduksi ikan di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas didapatkan hasil identifikasi ikan yang diperoleh selama penelitian berjumlah 292 ekor yang terdiri dari 20 spesies dari tujuh ordo dan 13 famili dengan hasil tangkapan ikan terbanyak adalah ikan spesies Osteochilus vitatus sebanyak 64 ekor.

Hasil tangkapan ikan selama penelitian lebih banyak dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fadlilah (2017). Ikan yang lebih banyak ditemukan di Sungai Logawa yaitu spesies Osteochilus vitatus sebanyak 71 ekor. Menurut Djuhanda (1981), ikan dari ordo

(30)

Tabel 4.2. Data hasil identifikasi jenis dan jumlah ikan yang tertangkap di Sungai Logawa Wilayah Kabupaten Banyumas tahun 2017 selama penelitian (Desember 2016-Mei 2017)

Ordo Famili Spesies Nama Lokal

Cacah Individu

(ekor)

Cypriniformes Cyprinidae Osteochilus vitatus Melem 71

Barbonymus balleroides Brek 51 Hampala macrolepidota Palung 5 Rasbora lateristriata Lunjar

Andong

23

Barbodes binotatus Benter 55

Nemacheilidae Nemacheilus pfeifferae Uceng 1

Beloniformes Zenarchopteridae Dermogenys pusilla Julung-julung 32

Perciformes Cichilidae Oreochromis niloticus Mujaer 8

Amphilophus labiatus Red Devil 30

Anabantidae Anabas testudineus Betik 2

Siluriformes Bagridae Hemibagrus nemurus Baceman 8

Clariidae Clarias batracus Lele lokal 1

Sisoridae Acroch

Ordonichthysrugosus

Kekel 2

Loricariidae Pterygoplichthys

pardalis

Sapu-sapu 28

Perciformes Eleotridae Oxyeleotris marmorata Betutu 1

Gobiidae Glossogobius

circumpectus

Boso 3

Channidae Channa striata Bogo 11

Osphronemidae Osphronemus goramy Gurameh 32

Synbranchiformes Mastacembelidae Macrognatus aculeatus Sili 3

Cyprinidontiformes Aplocheilidae Aplocheilus panchax Sisi melik 16

6 Ordo 15 Famili 20 spesies 20 383

4.3. Profil Reproduksi Ikan

(31)

kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG) dan fekunditas disajikan berturut-turut sebagai berikut :

4.3.1. Perbandingan Rasio Kelamin Ikan

Hasil analisis yang diperoleh selama penelitian yang dilakukan sebanyak enam kali ulangan ditiga lokasi menunjukkan bahwa dari 20 jenis ikan, dengan jumlah total 383 ekor yaitu ikan betina yang tertangkap sebanyak 199 ekor dan ikan jantan yang tertangkap sebanyak 184 ekor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 10 jenis ikan yang dapat dihitung rasio kelaminnya dari 20 jenis ikan yang telah tertangkap selama penelitian. Jumlah rata-rata rasio kelamin yang didapatkan selama penelitian berkisar antara 33,32% - 66,6%. Jumlah rata-rata rasio kelamin pada ikan Lunjar Adong (Rasbora lateristriata)

senilai 33,82%, pada ikan Benter (Barbodes binotatus) senilai 66,18%, pada ikan Melem (Osteochilus vitatus) senilai 60,37%, pada ikan Sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) senilai 66,66%, pada ikan Brek (Barbonymus amatus) senilai 42,85%, pada ikan Bogo (Channa striata) senilai 50%, pada ikan Julung-julung (Dermogenys pusilla)

(32)

Tabel 4.3. Tabel hasil analisis perbandingan rasio kelamin ikan yang diperoleh selama penelitian (Desember 2016 - Mei 2017)

No Spesies Pengambilan

(33)

Lanjutan tabel 4.3.

No Spesies Pengambilan

(34)

Lanjutan tabel 4.3.

No Spesies Pengambilan

(35)

Berdasarkan penelitian Fadlilah (2017) selama peneltiannya diperoleh hasil yaitu jumlah ikan betina yang tertangkap sebanyak 205 ekor dan ikan jantan sebanyak 87 ekor sehingga lebih banyak ikan betina yang tertangkap dari pada ikan jantan. Pada bulan Mei 2016 perbandingan rasio kelamin ikan melem (Osteochilus vittatus) tidak seimbang yaitu sebesar 15,78% dengan jumlah betina 19 ekor dan jantan 3 ekor. Pada bulan Januari 2016 perbandingan rasio kelamin ikan Sapu-sapu (Pterigoplichthys pardalis) sebesar 27,77% dengan jumlah betina 18 ekor dan jantan 5 ekor.

Banyaknya jumlah ikan betina yang tertangkap selama penelitian (Desember 2016 – Mei 2017) diduga disebabkan karena pergerakan ikan betina yang lebih pasif. Sebagaimana dijelaskan oleh Jannah (2001), dalam perairan ikan betina cenderung kurang aktif.

Kelestarian populasi ikan dapat dipertahankan jika perbandingan ikan jantan dan betina seimbang atau sebaliknya ikan betina lebih banyak (Sulistiono et al., 2001). Hasil analisis terhadap rasio kelamin ikan di Sungai Logawa menunjukkan cukup seimbang dengan ditemukannya jumlah ikan betina yang lebih banyak dari pada ikan jantan.

4.3.2. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

(36)

Desember 2016 - Mei 2017 dan memiliki tingkat kematangan gonad (TKG) III, IV dan V. Penentuan didasarkan pada klasifikasi menurut Cassie (Effendie, 1979). Hasil analisis diketahui bahwa rata-rata TKG pada ikan Sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) yaitu tingkat III, pada ikan melem (Osteochilus vitatus) tingkat III dan IV, pada ikan Lunjar andong (Rasbora lateristriata) tingkat III dan IV, pada ikan Benter (Barbodes binotatus) tingkat III dan IV, pada ikan Brek (Barbonymus balleroides) tingkat III dan IV, pada ikan Betik (Anabas testudineus) tingkat IV, pada ikan betutu (Oxyeleotris marmorata)

tingkat III dan pada ikan Bogo (Channa striata) tingkat IV.

(37)
(38)

Lanjutan tabel 4.4.

(39)

pada ikan betina ditandai dengan telur berwarna kuning secara morfologi sudah mulai kelihatan butirnya dan pada TKG IV telur berwarna kuning sudah dapat dipisah-pisahkan dan mengisi sebagian besar rongga perut ikan.

Hasil analisis ukuran ikan matang gonad tidak sama pada setiap spesies, demikian pula pada ikan yang sama spesiesnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1997) bahwa ikan yang sama spesiesnya tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat, maka terdapat perbedaan ukuran dan umur ikan pertama kali matang gonad untuk pertama kalinya.

4.3.3. Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Hasil analisis indeks kematangan gonad selama penelitian dari bulan Desember 2016 - Mei 2017 berkisar antara 1,91% sampai dengan 23,52%. Pada spesies ikan memiliki IKG yang berbeda-beda yaitu ikan Sapu-sapu (Pterygoplichthys pardalis) berkisar antara 1,91% sampai 3,58%, IKG pada ikan melem (Osteochilus vitatus)

(40)
(41)

Lanjutan tabel 4.5.

(42)

Ikan yang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun, didapatkan komposisi tingkat kematangan gonad yang terdiri dari berbagai tingkat dengan prosentase yang tidak sama IKG akan turun atau bernilai kecil pada saat ikan telah matang gonad dan ikan yang memiliki IKG dibawah 20% yaitu ikan yang dapat memijah lebih dari sau kali setiap tahunnya (Effendie, 1979).

Hasil analisis diketahui bahwa dari 23 spesies ikan yang diperoleh selama penelitian sebagian besar mempunyai IKG dibawah 20% hal tersebut dapat menunjukkan bahwa dalam satu tahun ikan tersebut dapat memijah lebih dari satu kali. Namun ada beberapa ikan yang memiliki IKG lebih dari 20% yaitu ikan melem sebanyak 5 ekor, ikan lunjar andong sebanyak 1 ekor dan ikan benter sebanyak 1 ekor.

4.3.4. Perhitungan Fekunditas Ikan

(43)

662 butir dengan rata-rata 280 butir, fekunditas telur pada ikan Brek (Barbonymus balleroides) berkisar antara 325 - 7675 butir dengan rata-rata 3521 butir, rata-rata fekunditas telur pada ikan Betik (Anabas testudineus) 529 butir, rata-rata fekunditas telur pada ikan betutu (Oxyeleotris marmorata) 20094 butir, rata-rata fekunditas telur pada ikan Bogo (Channa striata) berkisar 2861 butir.

Berdasarkan penelitian Fadlilah (2017) tentang Profil Reproduksi Ikan di Sungai Logawa Wilayah Kabuaten Banyumas yang dilakukan dari bulan Desember 2015-Mei 2016 didapatkan hasil bahwa terdapat 2 jenis ikan yang dapat dihitung fekundiasnya, yaitu pada ikan Melem (Osteochilus vittatus) berkisar antara 21,6 sampai 330 butir dan pada ikan Brek (Barbonymus baleroides) berkisar antara 7,5 sampai 720 butir.

(44)

Tabel 4.6. Tabel hasil analisis fekunditas ikan yang diperoleh selama penelitian (Desember 2016 - Mei 2017)

(45)

Lanjutan tabel 4.6.

Gambar

Gambar 3.1. a. Lokasi penelitian keseluruhan
Gambar 3.1.b. Sungai Logawa lokasi 1 Karanglewas (A), Sungai Logawa lokasi 2
Tabel 3.1 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
tabel 3.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan keragaman fungsi tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan jenis-jenis anggrek di Distrik Oksibil, Kabupaten

RADIO VISI INTI SWARA FM/H... JEMBER

Dari kenyataan diatas penulis memandang penelitian ini sangat perlu dilakukan dengan beberapa pertimbangan: Pertama, pendidikan karakter di sekolah atau madrasah

Padahal dalam Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen kedua disebutkan "setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak

Prototipe alat pengaduk dodol menghasilkan mutu dodol yang baik, dengan nilai 12.26 dari hasil uji organoleptik, pada putaran pengadukan 20 rpm dan kapasitas 4 kg, serta

Meningkatnya konsentrasi ambien menyebabkan meningkatnya dampak pencemaran pada kesehatan manusia dan nilai ekonomi dari gangguan kesehatan tersebut (Gambar 4 dan Gambar 5).. Gambar

Penetasan adalah perubahan intracapsular (tempat yang terbatas) ke fase kehidupan (tempat luas), hal.. ini penting dalam perubahan- perubahan morfologi hewan. Penetasan

Masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah cara memberikan warna kepada semua simpul-simpul yang ada, sedemikian rupa sehingga 2 simpul yang berdampingan