PPMDI
bektibeza.com
Pemikiran Politik Islam
Munculnya Muawiyah Dalam Pentas Perpolitikan Islam
Dengan terbunuhnya Ali bin Abu Thalib, berakhirlah era Al-Khulafa Al Rasyidin, dan berakhir pula tradisi
musyawarah dalam pengisian jabatan kepala negara;
Muawiyah bin Abu Sufyan, mendapatkan kedudukan
sebagai kepala negara tidak melalui musyawarah, tetapi lewat ketajaman pedang dan tipu muslihat;
Menjelang akhir hayatnya, Muawiyah menunjuk Yazid – anaknya- sebagai calon penggantinya.
Penunjukan Yazid ini merupakan titik awal lahirnya
sistem monarkhi atau kerajaan atas dasar-dasar
keturunan, dan melahirkan dinasti Muawiyah dengan pusatnya di Damascus, Syria.
Muawiyah dituduh
penyebab runtuhnya kekhalifahan ! Ada berbagai faktor yang mendorong Muawiyah merebut kekuasaan dengan cara kekerasan dan memunculkan kerajaan
1. Perkembangan wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas, dgn berbagai komunitas yang berada di luar
Madinah, maka tidak lagi merupakan city state, tetapi telah muncul nation state dgn berbagai kompleksitas persoalannya;
2. Pada masa Muawiyah berkuasa dengan wilayah yang luas, tak terelakkan pengaruh dari Byzantium, Persia dan Cina, semuanya berbentuk kerajaan, sehingga selain
kekhalifahan, alternatif lain bentuk pemerintahan ketika itu adalah kerajaan. Oleh karena itu, muncullah Dinasti Umawi / Muawiyah.
Perkembangan Ketatanegaraan
Pada Masa Dinasti Umawiyah
1. Diadakannya jabatan “Hajib” dengan tugas
mengatur pertemuan dengan raja, baik bagi pejabat tinggi negara maupun bagi rakyat;
2. Pelembagaan “Wazir” (Patih) yang memang sudah dikenal sejak zaman Nabi;
3. Pengembangan struktur ketatanegaraan yang telah dikenal pada masa 4 khalifah melalui pembentukan berbagai kepaniteraan untuk menangani urusan negara, seperti : korespondensi, pajak, angkatan bersenjata, kepolisian dan peradilan;
Lanjutan
4. Pelembagaan dan penyempurnaan sistem peradilan sebagai badan peradilan yang independen; misalnya keharusan hakim dalam menangani perkara :
(a) harus tahu apa yang telah terjadi sebelumnya; (b) harus tidak mempunyai kepentingan pribadi; (c) harus tidak menyimpan rasa dendam;
(d) harus mengikuti jejak para imam;
(e) harus mengikut-sertakan para ahli dan cerdik pandai.
5. Pemahaman terhadap “khalifah” adalah suatu lembaga politik semata, tanpa pretensi bahwa mereka memiliki otoritas keagamaan sebagai wakil Allah di bumi.
Munculnya Dinasti Abbasiyah
1. Runtuhnya dinasti Umawiyah diikuti dengan lahirnya dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad, yang berhasil
menumbangkan kekuasaan Umawiyah atas bantuan tokoh -tokoh dan panglima-panglima perang dari Persia (umumnya kaum Syi’ah, yang sejak awal memusuhi Muawiyah/Umawi); 2. Pada masa dinasti Abbasiyah, berkembang paham bahwa
“khalifah” adalah “muqaddas” yaitu suci dan mutlak;
3. Di bawah dinasti Abbasiyah, dunia Islam mengalami masa keemasan di bidang ilmu pengetahuan, tidak hanya ilmu
agama dan sosial tapi juga ilmu pasti dan ilmu alam; Berbagai karya tulis Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab;
4. Kitab Hadits Shahih Bukhari dan Muslim beserta adanya 4 madzab -Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali- yang hingga sekarang masih bertahan adalah salah satu warisan dari dinasti Abbasiyah;
Perkembangan Pemikiran Politik Islam Pada Zaman Klasik dan Pertengahan
1. Ibnu Abi Rabi’ : hidup pada abad IX M, saat masih jayanya dinasti Abbasiyah;
2. Al Farabi, 257 – 339 H atau 870 - 950 M saat dinasti Abbasiyah digoncang berbagai gejolak dan
pertentangan dan pemberontakan;
3. Al Mawardi, 364 – 450 H atau 975 – 1059 M yang hidup dalam kondisi dunia Islam di bawah dinasti
Perkembangan Pemikiran Politik Islam Pada Zaman Klasik dan Pertengahan
4. Al Ghazali, 450 – 505 H atau 1058 – 1111 M yang hidup dalam kondisi akhir runtuhnya dinasti
Abbasiyah;
5. Ibnu Taimiyah, 661 - 728 H atau 1263 – 1329 M yang lahir 5 tahun setelah jatuhnya dinasti
Abbasiyah ke tangan bangsa Tartar (Mongolia). Ibnu Taimiyah hidup pada masa dunia Islam
mengalami puncak disintegrasi politik, dislokasi sosial, dan dekadensi akhlak serta moral.
6. Ibnu Khaldun, 732 – 808 H atau 1332-1406 M. Dia hidup dalam suasana dunia Islam yang sedang
mengalami instabilitas politik, yakni perebutan dan pertarungan antar dinasti.
Pokok-Pokok Pemikiran Ibnu ‘Arabi
Asal mula negara : manusia tidak mungkin dapat
mencukupi kebutuhan alaminya sendiri tanpa bantuan yang lain, oleh karena nya manusia saling memerlukan satu sama lain;
Pangkal tolak teorinya adalah :
1. Allah SWT telah menciptakan manusia yang
cenderung untuk berkumpul dan bermasyarakat serta membutuhkan bantuan orang lain;
2. Allah SWT menurunkan peraturan berupa Al Qur’an yang antara lain berisi hak dan kewajiban dalam
masyarakat;
3. Allah SWT telah mengangkat penguasa yang bertugas menjaga berlakunya peraturan dalam Al Qur’an
Lanjutan 1 ‘Arabi
Bentuk Pemerintahan :
1.
Monarkhi,
dengan alasan bahwa
pemerintahan dengan banyak “kepala”,
politik negara akan terus kacau dan sukar
membina persatuan.
2. Seyogyanya penguasa atau pemimpin
adalah orang yang termulia di negara itu,
karena orang yang akan memerintah dan
melarang sesuatu harus orang yang dapat
memberi contoh terlebih dahulu.
3. Dasar kekuasaan dan otoritas raja adalah
mandat dari Tuhan, yang telah memberikan
kedudukan istimewa kepada mereka.
Lanjutan 2 : ‘Arabi
Syarat- syarat seorang penguasa :
1. Harus anggota dari keluarga raja, dan
mempunyai hubungan nasab yang dekat
dengan raja sebelumnya;
2. Aspirasi yang luhur;
3. Pandangan yang mantap dan kokoh;
4. Ketahanan dalam menghadapi
kesukaran/tantangan;
5. Kekayaan yang banyak;
6. Didukung oleh pembantu-pembantu yang
setia.
Pokok-Pokok Pemikiran Al Farabi
Asal mula timbulnya negara :
1. Sama dengan Abi Rabi’, dilengkapi dengan
“tujuan bermasyarakat adalah tidak
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, tetapi juga mendatangkan kebahagiaan spiritual di akhirat”;
2. Pembagian masyarakat dalam 3 klasifikasi :
sempurna besar, sempurna sedang, sempurna kecil. Ukuran kesempurnaan tersebut adalah pemenuhan kebutuhan ekonomi, budaya dan spiritual;
3. Selain masyarakat sempurna, ada pula
masyarakat yang tidak sempurna, yaitu : desa, kampung, dan keluarga
Lanjutan : Al Farabi
Konsep Negara yang Utama :
1. Masyarakat sempurna kecil yang berupa negara kota merupakan sistem atau pola politik yang terunggul;
2. Negara yang utama dan sehat adalah seperti manusia yang sehat;
Lanjutan : Al Farabi
Pimpinan Negara
1.
Tidak semua warga negara mampu dan dapat menjadi kepala negara, tetapi hanyalah anggota masyarakat yang paling sempurna;2. Adanya kepala negara perlu ada lebih dulu, baru kemudian rakyatnya diadakan. Jantung manusia terbentuk lebih dahulu baru organ-organ yang lainnya;
3. Dengan teorinya itu Al Farabi bermaksud
mencetak negara yang baru sama sekali, bukan memperbaiki pola yang telah ada.
Ada 12 syarat bagi pemimpin (menurut al Farabi)
1) Lengkap anggota badannya; 2) Baik daya pemahamannya;
3) Pandai mengemukakan pendapat dan mudah dimengerti uraiannya;
4) Tinggi intelektualitasnya;
5) Pecinta pendidikan dan gemar mengajar;
6) Tidak loba, rakus dalam hal makanan, minuman dan wanita; 7) Pecinta kejujuran dan pembenci kebohongan;
8) Berjiwa besar dan berbudi luhur;
9) Tidak memandang penting kekayaan dan kesenangan duniawi yang lain;
10) Pecinta keadilan dan pembenci perbuatan dzalim;
11) Tanggap untuk diajak menegakkan keadilan, dan sebaliknya sulit untuk menyetujui perbuatan keji;
12) Kuat pendirian, penuh keberanian, tinggi antusiaisme, bukan penakut, dan tidak berjiwa lemah atau kerdil.
Lanjutan : Al Farabi
Konsep Negara yang bodoh :
1. Negara yang primitif;
2. Negara maju yang rakyatnya terfokus pada pemenuhan kekayaan dan materi;
3. Negara yang rakyatnya terfokus pada pemenuhan hiburan;
4. Negara yang tujuan hidup rakyatnya untuk dipuji, dihormati, dsb;
5. Negara yang rakyatnya diliputi nafsu menjajah negara lain;
6. Negara yang rakyatnya ingin kebebasan sekehendaknya sehingga menimbulkan anarkhi.
Pokok-Pokok Pemikiran Al Mawardi
(Asal Mula Tumbuhnya Negara) Sama dengan Abi Rabi dan Al Farabi,
Mawardi menyatakan manusia adalah makhluk sosial, teorinya adalah :
1. Manusia tidak akan sanggup memenuhi kebutuhan dirinya sendirian;
2. Manusia senantiasa memerlukan pertolongan Alloh SWT;
3. Manusia adalah makhluk yang paling membutuhkan pihak lain, dibandingkan makhluk lainnya;
4. Manusia adalah makhluk yang lemah, ia tak boleh takabur; 5. Manusia mempunyai akal untuk menuntunnya berperilaku
dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat;
6. Dari berbagai kelemahan tersebut, mendorong manusia untuk bersatu dan saling membantu, dan akhirnya sepakat mendirikan negara.
Pokok-Pokok Pemikiran Al Mawardi
Dari segi politik
negara memerlukan 6 sendi utama :
1. Agama yang dihayati;
2. Penguasa yang berwibawa;
3. Keadilan yang menyeluruh;
4. Keamanan yang merata;
5. Kesuburan tanah yang berkesinambungan;
6. Harapan kelangsungan hidup.
Pokok-Pokok Pemikiran Al Mawardi Teori Kontrak Sosial Al Mawardi :
1. Gagasan Mawardi yang menarik adalah :
konsep Ahl al-’Aqdi wa al-Halli yaitu jabatan
kepala negara itu mengandung hubungan antara
dua pihak peserta kontrak sosial atau perjanjian atas dasar sukarela yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak atas dasar timbal balik;
2. Dengan teori kontrak sosial tersebut, maka kepala negara berhak untuk ditaati dan menuntut
loyalitas penuh dari rakyatnya. Sebaliknya kepala negara wajib memenuhi perlindungan dan
kebutuhan rakyatnya.
3. Teori Al Mawardi ini lahir pada abad XI (M), sedangkan di Barat baru lahir abad XVI (M).
Pokok-Pokok Pemikiran Al Mawardi
Pemikiran-pemikiran Al Mawardi lainnya seperti :
1. Sistem pemerintahan yang sifatnya realistik
dengan cara menawarkan perbaikan-perbaikan terhadap pemerintahan yang ada.
2. Imamah atau kepemimpinan dapat berupa : khalifah, raja, sultan atau kepala negara.
3. Pengisian imam : pertama dengan cara
pemilihan; dan kedua dengan cara penunjukan atau wasiat oleh imam sebelumnya.
4. Pembebasan imam dari jabatannya : Imam dapat digeser dari jabatannya jika ternyata
menyimpang dari keadilan, kehilangan
panca indera atau organ tubuh yang lain, atau kehilangan kebebasan bertindak.
Beberapa Kesimpulan Dasar Pemikiran Politik Islam Zaman Klasik dan Pertengahan
Hanya Al Mawardi satu-satunya (Pemikir Klasik Islam) yang mengadakan idealisasi tentang
perangkat kehidupan bernegara, sedangkan pemikir lainnya memberikan sumbangan pemikiran dengan berpijak pada realitas sistem monarkhi yang ada
(yang mereka terima sebagai sistem yang tidak perlu dipertanyakan lagi keabsahannya);
Teori tentang asal mula timbulnya negara pada
prinsipnya sama, dan tampak sekali pengaruh alam pikiran Yunani Kuno (Hellenisme).
Hanya saja bangunan teori (Al Mawardi)
mengenai timbulnya negara ini dibingkai oleh spirit aqidah Islam.
Beberapa Kesimpulan Dasar Pemikiran Politik Islam Zaman Klasik dan Pertengahan
Ibnu Khaldun, selain mengakui bahwa lebih baik
mempergunakan ajaran hukum agama sebagai dasar kebijakan dan pengaturan, juga mengakui adanya
dasar kebijakan dan pengaturan negara yang tidak didasarkan atas hukum agama, dan dapat pula
mewujudkan ketertiban, keserasian dan jaya;
Ibnu Taimiyah, mendambakan keadilan sedemikian
rupa, sehingga kepala negara yang adil walaupun tidak beragama Islam itu lebih baik daripada kepala negara yang tidak adil meskipun beragama Islam