• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Latar Belakang Adanya metode Activity Based Costing. sumber data dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. A. Latar Belakang Adanya metode Activity Based Costing. sumber data dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Latar Belakang Adanya metode Activity Based Costing

Sistem Activity Based Costing timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan infromasi akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber data dalam berbagai aktivitas untuk menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:

1. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective. Cost Effective merupakan salah satu evaluasi ekonomi alternative untuk membandingkan antar biaya dan manfaat (effect), biaya pada nilai mata uang sedangkan effect pada nilai fisik dari program tertentu.

2. Teknologi manufaktur yang maju (Advance manufacturing technology) yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam biaya produksi (product cost) menjadi lebih tinggi dari biaya pokok (primary cost).

3. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan strategi berbasis pasar (market diven strategy). Market diven strategy merupakan suatu pelaksanaan strategi untuk mendapatkan infrmasi tentang potensi pasar sebagai basis informasi bagi pemilihan, perumusan dan penerapan

(2)

11

strategi untuk mendapatkan keunggulan dalam pemasaran. Jadi, dalam keputusan bisnis harus dimulai dengan pemahaman tujuan yang jelas baik itu konsumen maupun pesaing.

B. Akuntansi Biaya (Cost Accounting)

Akuntansi biaya adalah bagian dari akuntansi manajemen dimana merupakan slah satu dari bidang khusus akuntansi yang menekankan pada penentuan dan pengendalian biaya. (Firdaus dan Wasillah 2009 dalam Widayanti, 2013).

Akuntansi biaya (cost accounting) berhubungan dengan penetapan dan pengendalian biaya. Pengumpuan dan analisis data biaya, baik biaya yang telah terjadi mapun yang akan terjadi, digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan program perhitungan biaya dimasa yang akan datang.

Akuntansi biaya menghasilkan informasi biaya untuk memenuhi berbagai macam tujuan. Untuk tujuan penentuan harga pokok produksi, akuntansi biaya menyajikan biaya yang telah terjadi dimasa yang lalu. Untuk tujuan pengendalian biaya, akuntansi biaya menyajikan informasi biaya yang diperkirakan akan terjadi dengan biaya yang sesungguhnya terjadi, kemudian menyajikan analisis terhadap penyimpangannya. Untuk tujuan pengambilan keputusan khusus, akuntansi biaya menyajikan biaya yang relevan dengan keputusan yang akan diambil dan biaya yang relevan dengan pengambilan

(3)

12

keputusan khusus ini selalu berhubungan dengan biaya masa yang akan datang (Widayanti, 2013).

Akuntansi biaya adalah akuntansi yang berkaitan dengan proses terjadinya biaya sehingga dapat memberikan pandangan komperhensif tentang semua kegiatan dalam perusahaan baik penggunaan sumber daya (resources) maupun laba dan sebagainya. (Kuswadi, 2005).

Selain neraca, kita bisa melihat perhitungan laba rugi melalui angka-angka pendapatan dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam akuntansi keuangan (financial accounting), sedangkan dengan akuntansi biaya dan sistem biaya (accounting system) kita dapat melihat lebih jauh tentang perician total biaya dan biaya-biaya aktual tertentu. (Kuswadi, 2005).

Dengan ini akuntasi biaya, manajemen perusahaan akan mengetahui dengan jelas beberapa hal berikut:

1. Besar biaya produksi yang tercakup dalam harga penjualan. 2. Struktur biaya untuk setiap jenis produk yang dihasilkan.

3. Perbandingan biaya dan waktu untuk produk-produk yang dihasilkan. 4. Struktur biaya untuk setiap produk yang dihasilkan.

5. Membuat perkiraan-perkiraan untuk keperluan tender dan sebagainya. Selain itu, dengan akuntansi biaya, perusahaan juga dapat dengan mudah mengetahui dan melaksanakan hal-hal berikut:

(4)

13

2. Membandingkan biaya aktual dengan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Tempat-tempat terjadinya pemborosan, hambatan-hambatan dan sebagainya.

4. Efisiensi, baik yang berkaitan dengan material, buruh mapun hal lain. 5. Menentukan unsure biaya tetap dan biaya variabel.

C. Konsep Biaya dan Klasifikasi Biaya 1. Konsep Biaya

Sebelum membahas tentang proses penentuan biaya, baiknya kita melihat beberapa defenisi mengenai biaya (cost).

Menurut Kuswadi, (2005) “Biaya adalah semua pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga. Barang atau jasa dapat dijual kembali, baik yang berkaitan dengan usaha pokok perusahaan maupun tidak. Dalam perhitungan laba rugi, besarnya biaya ini akan mengurangi laba atau menambah rugi perusahaan”.

Pada dasarnya, perhitungan biaya mempunyai empat tujuan pokok, yaiut menilai persediaan, menghitung laba, dan untuk maksud perencanaan dan pengendalian. (Kuswadi, 2005).

Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan member manfaat saat ini atau dimasa yang akan datang bagi organisasi. Dikatakan

(5)

14

sebagai ekuivalen kas karena sumber non kas dapat ditukar dengan barang atau jasa yang diinginkan. Jadi, kita dapat menganggap biaya sebagai ukuran dollar dari sumber daya yang digunakan untuk mencapai keuntungan tertentu. (Hansen dan Mowen, 2005 dalam Widayanti, 2013).

Biaya (cost) merupakan suatu sumber daya yang akan dikorbankan (sacrifed) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. (horngren, Datar dan Foster 2005 : 34 dalam Anisa, 2014).

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. (Mulyadi, 2005 dalam Ricky, 2016).

Berdasarkan beberapa pengertian biaya di atas, dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi berupa barang dan jasa yang diukur dalam satuan uang dengan tujuan untuk memperoleh suatu manfaat yaitu peningkatan laba dimasa mendatang.

2. Klasifikasi Biaya

Menurut (Mulyadi, 2009:13-16 dalam Widayatni, 2013), penggolongan atau pengklasifikasian biaya dapat dilakukan berdasarkan:

(6)

15 a. Objek Pengeluaran

Biaya dapat digolongkan atas dasar objek yang dibiayai. Contoh penggolongan biaya atas dasar objek pengeluaran pada perusahaan kertas adalah sebagai berikut: biaya merang, biaya jerami, biaya gaji dan upah, biaya soda, biaya depresiasi mesing, biaya asuransi, biaya bunga dan biaya zat warna.

b. Fungsi dalam Perusahaan

Penggolongan biaya ini dihubungkan dengan fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi dan umum. Biaya-biaya tersebut terdiri dari:

1) Biaya Produksi

Biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Contohnya adalah biaya depresiasi mesin dan equipment, biaya bahan baku, biaya gaji karyawan baik yang langsung maupun tidak langsung.

2) Biaya Pemasaran

Biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk. Contohnya dalah biaya iklan, biaya promosi, biaya gaji karyawan bagi kegiatan pemasaran.

(7)

16 3) Biaya administrasi dan umum

Biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan produksi dan pemasaran produk. Contohnya adalah biaya gaji karyawan bagian keuangan, akuntansi, personalia dan bagian hubungan masyarakat, biaya pemeriksaan akuntan serta biaya fotokopi. c. Hubungan biaya dengan produk yang dibiayai

1) Biaya Produksi Langsung

Biaya yang sejak terjadinya sudah mempunyai hubungan sebab akibat dengan kesatuan produk yang dibiayai. Apabila biaya ini tidak terjadi maka tidak akan ada produk yang dihasilkan. Biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja adalah biaya produksi langsung.

2) Biaya Produksi Tidak Langsung

Biaya produksi yang tidak mempunyai hubungan sebab akibat dengan kesatuan produk yang dibiayai. Biaya ini pasti terjadi meskipun tidak ada produk yang dihasilkan. Biaya produksi tidak langsung disebut juga Biaya Overhead Pabrik (BOP). d. Penggolongan Biaya Menurut Perilakunya dalam Hubungannya

dengan Perubahan Volume Aktivitas Biaya-biaya ini terdiri dari:

(8)

17

Biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

2) Biaya Semi Variabel

Biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.

3) Biaya Semifixed

Biaya yang tetap untuk tingkat volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah konstan pada volume produksi tertentu.

4) Biaya Tetap

Biaya yang jumlah totalnya tetap pada kisaran volume kegiatan tertentu.

e. Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya Biaya-biaya ini digolongkan menjadi:

1) Pengeluaran Modal (Captal Expendi Tures)

Biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Contohnya adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap.

(9)

18

2) Pengeluaran Pendapatan (Revenue Expenditures)

Biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Contohnya adalah biaya iklat, biaya telex dan biaya tenaga kerja.

D. Metode Akuntansi Biaya Tradisional

Akuntansi biaya tradisional adalah akuntansi biaya yang dirancang berdasarkan kondisi perusahaan manufaktur dengan teknologi yang bersifat mekanik. Dengan perkembangan pesat pemanfaatan komputer dalam perancangan, pengujian rancangan dan pengendalian proses pengolahan produk, kondisi pabrik modern dipenuhi dengan otomatisasi yang menggunakan komputer sebagai pengendali utama berbagai mesin dan peralatan produksi. Kondisi pabrik modern menjadi sanga berlainan dengan kondisi pabrik yang dirancang pada jaman revolusi industri. Dengan perubahan drastis kondisi pabrik-prabik modern, informasi biaya yang dihasilkan oleh akuntansi biaya tradisional tidak lagi mampu menggambarkan konsum sumber daya dalam proses pembuatan produk. (Anisa, 2014).

Metode akuntansi biaya tradisional yang menggunakan pemandu biaya yang berhubungan dengan volume produksi beranggapan bahwa biaya-biaya akan meningkat secara proposional dengan besarnya volume output. Sistem ini tidak dapat menjelaskan mengapa biaya-biaya produksi semakin meningkat dengan hasil yang semakin beragam. Metode akuntansi biaya

(10)

19

tradisional rentan akan kelemahan yang dapat mengakibatkan untuk pembuatan keputusan terdistorsi. Metode ini cenderung mengandalkan alokasi tingkat unit. Akibatnya produk dibebani oleh sumber daya yang tidak digunakan. (Widayanti, 2013).

Defenisi sistem akuntansi biaya tradisional menurut (William K. Carter dan Milton F. Usri 2006: 496 dalam Widayanti 2013) menyatakan bahwa perhitungan biaya tradisional hanya menelusuri biaya bahan baku langsung dan biaya tradisional hanya menelusuri biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung ke setiap unit output. Sedangkan menurut (Ray H. Garrison dan Eric W. Noreen 2006: 293 dalam Widayanti 2013) bahwa dalam biaya akuntansi tradisional hanya biaya produksi yang dibebankan ke produk, bahkan biaya produksi yang tidak disebabkan oleh produk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa akuntansi biaya tradisional merupakan penentuan cost produk dengan fokus ke biaya produksi.

E. Kelemahan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

Menurut Mulyadi dan Johny (2001:404-405) ada beberapa kelemahan dalam sistem biaya tradisional, yaitu :

1. Hanya menggunakan biaya tenaga kerja langsung sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Hal ini menimbulkan suatu kegagalan dalam menyerap konsumsi overhead yang benar menurut produk dan jasa individual.

(11)

20

2. Hanya dasar alokasi yang berkaitan dengan volume yang digunakan untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik dari pusat biaya kepada produk dan jasa. Maksudnya yaitu membagi biaya overhead ke dalam unit, sehingga biaya-biaya yang timbul tidak dapat tertelusur dan juga tidak dapat menemukan cara untuk mengurangi biaya karena produk dan jasa yang dihasilkan berdasarkan kuantitas.

3. Pusat biaya terlalu besar. Sistem tradisional terutama memfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek, sehingga sistem tradisional ini jika digunakan untuk penetapan harga dan untuk mengidentifikasi produk dan jasa yang menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat diandalkan.

4. Tidak memperdulikan biaya pemasaran. Akuntansi biaya dalam sistem tradisional ini hanya sedikit memperdulikan biaya pemasaran, sehingga manajemen tidak memperoleh informasi biaya yang memungkinkan bagimana manajemen untuk menganalisis profitabilitas saluran distribusi, metode pemasaran, jumlah order, daerah pemasaran dan sebagainya.

Distorsi dari penggunaan sistem akuntansi tradisional dimulai ketika cost driver berdasarkan unit tidak mampu untuk membebankan biaya overhead secara tepat, yaitu proporsi biaya overhead yang tidak berhubungan dengan

(12)

21

unit terhadap total biaya dan tingkat diversitas produk (Supriyono, 1994:227).

Menurut Supriyono (2001:36) ada 2 macam distorsi biaya yaitu:

1. Biaya yang terlalu rendah (under costed) untuk produk yang bervolume kecil.

2. Biaya yang terlalu tinggi (over costed) untuk produk yang bervolume besar.

Sistem akuntansi biaya tradisional tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat antara biaya yang dibebankan dengan sumber daya yang sebenarnya dikonsumsi.

Sistem tradisional tidak hanya secara sistematis mendistorsi biaya produk. Informasi yang terdistorsi juga mengakibatkan tidak tepatnya perencanaan, pengendalian biaya dan pembuatan keputusan yang dilakukan oleh manajemen, sehingga dapat meningkatkan pemborosan dan kerumitan dalam produksi.

F. Pengertian Activity Based Costing System

Activity Based Costing merupakan sistem yang menerapkan konsep-konsep akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok yang lebih akurat. Namun, dari prespektif manajerial, sistem Activity Based Costing tidak hanya menawarkan lebih dari sekedar informasi biaya produk yang akurat akan tetapi juga menyediakan informasi tentang biaya dan kinerja

(13)

22

dari aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke objek biaya selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas merupakan pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut.

Garrison dan Norren (2000: 148) mendefenisikan “activity based costing adalah sistem perhitungan harga pokok produksi yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya bagi manajer untuk pembuatan keputusan strategi dan keputusan lain yang mempengaruhi kapasitas dan biaya tetap.” Dasar pemikiran pendekatan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan aktivitas ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Biaya dari sumber daya dibebankan ke aktivitas berdasarkan aktivitas yang menggunakan atau mengkonsumsi sumber daya (penggerak konsumsi sumber daya) dan biaya dari aktivitas dibebankan ke objek biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya (penggerak konsumsi akitivitas). Activity Based Costing mengakui hubungan sebab akibat atau hubungan langsung antara biaya sumber daya, penggerak biaya, aktivitas, dan objek biaya dalam membebankan biaya pada aktivitas dan

(14)

23

kemudian pada objek biaya. Activity Based Costing membebankan biaya overhead ke objek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya dan aktivitas juga biaya serta jumlah yang dibutuhkan untuk memproduksi output. Dengan menggunakan penggerak biaya konsumsi sumber daya, perusahaan menentukan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas atau pusat aktivitas (tempat penampungan biaya aktivitas) dan menghitung biaya dari suatu unit aktivitas. Kemudian perusahaan membebankan biaya dari suatu aktivitas atau pusat aktivitas ke produk jadi dengan mengalihkan biaya dari setiap aktivitas dengan jumlah aktivitas yang dikonsumsi oleh setiap objek biaya.

Activity Based Costing diimplementasikan dalam sejumlah

perusahaan, dan manajer yang familiar dengan metode Activity Based Costing dapat mengelola biaya-biaya dengan lebih baik. Activity Based Costing menyediakan tidak hanya data biaya yang relatif akurat tapi juga informasi mengenai asal biaya. Biaya-biaya dipertahankan melalui penghapusan aktivitas tidak bernilai tambah, pengembangan proses dan outsourcing. Dengan demikian, manajemen dapat mempertahankan bahkan meningkatkan mutu produk atau jasa dengan tetap berfokus pada pengurangan biaya. Menurut Hansen dan Mowen (2004: 232) manfaat dari Activity Based Costing adalah sebagai berikut:

(15)

24

1. Menyajikan biaya produk lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan pengukuran profitabilitas produk lebih akurat terhadap keputusan stratejik, tentang harga jual, lini produk, pasar, dan pengeluaran modal.

2. Pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh aktivitas, sehingga membantu manajemen meningkatkan nilai produk (product value) dan nilai proses (process value).

3. Memudahkan memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan.

Kelemahan dari sistem activity based costing ini adalah sebagai berikut: 1. Alokasi, beberapa biaya dialokasikan secara sembarangan, karena sulitnya

menemukan aktivitas biaya tersebut. Contoh: pembersihan pabrik dan pengelolaan proses produksi.

2. Mengabaikan biaya-biaya tertentu yang diabaikan dari analisis. Contoh: iklan, riset, pengembangan, dan sebagainya.

3. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Selain memerlukan biaya yang mahal juga memerlukan waktu yang cukup lama.

G. Konsep-Konsep Activity Based Costing System

Activity Based Costing System adalah suatu sistem akuntasi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa. Activity Based Costing menyediakan informasi perihal aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan

(16)

25

aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau kegiatan yang merupakan pemicu biaya (cost driver) yakni, bertindak sebagai faktor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivitas ini menjadi titik perhimpunan biaya. Dalam sistem Activity Based Costing, biaya ditelusuri ke aktivitas dan kemudian ke produk. Sistem Activity Based Costing mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah yang mengkonsumsi sumber daya dan bukannya produk.

Ada dua dimensi sistem Activity Based Costing menurut Hansen dan Mowen (2004: 392), yaitu:

1. Dimensi biaya (cost dimension), menyediakan informasi biaya mengenai sumber daya, aktivitas-aktivitas, produk, dan pelanggan (dari objek biaya lainnya yang mungkin menjadi perhatian perusahaan).

2. Dimensi proses (process dimension), menyediakan informasi mengenai aktivitas apa yang dilakukan, mengapa, dan sebaik apa aktivitas tersebut

dilakukan. Dimensi ini memungkinkan perusahaan melakukan

peningkatan-peningkatan kinerja yang berkesinambungan dengan mengukur hasilnya.

H. Syarat Penerapan Activity Based Costing

Menurut Supriyono (2001: 246), dalam penerapannya penentuan harga pokok dengan menggunakan sistem Activity Based Costing mensyaratkan tiga hal:

(17)

26

1. Perusahaan mempunyai tingkat diversifikasi yang tinggi. Sistem Activity Based Costing menyaratkan bahwa perusahaan memproduksi beberapa macam produk atau lini produk yang diproses dengan menggunakan fasilitas yang sama. Kondisi yang demikian tentunya akan menimbulkan masalah dalam membebankan biaya ke masing-masing produk.

2. Tingkat persaingan industri yang tinggi, yaitu terdapat beberapa perusahaan yang menghasilkan produk yang sama atau sejenis, maka perusahaan akan semakin meningkatkan persaingan untuk memperbesar pasarnya. Semakin besar tingkat persaingan maka semakin penting peran informasi tentang harga pokok dalam mendukung pengambilan keputusan manajemen.

3. Biaya overhead lebih dominan dibandingkan biaya tenaga kerja langsung. Sistem Activity Based Costing akan kehilangan relevansinya bila biaya tenaga kerja langsung lebih dominan dibandingkan dengan biaya overhead, karena penggunaan akuntansi biaya tradisionalpun akan lebih akurat.

Menurut Supriyono (2001: 247), ada dua hal mendasar yang harus dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan metode Activity Based Costing, yaitu: 1. Biaya berdasarkan non unit harus merupakan persentase yang signifikan

dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya overhead yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari keseluruhan overhead pabrik maka jika

(18)

27

digunakan akuntansi biaya tradisionalpun informasi biaya yang dihasilkan masih akurat sehingga penggunaan sistem Activity Based Costing kehilangan relevansinya. Artinya Activity Based Costing akan lebih baik diterapkan pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya dipengaruhi oleh volume produksi saja.

2. Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan berdasarkan non unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini penggunaan sistem Activity Based Costing justru tidak tepat karena sistem Activity Based Costing hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu biaya baik unit maupun non unit (memakai banyak cost driver). Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem akuntansi biaya tradisional atau sistem Activity Based Costing membebankan biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang produksinya homogen (diversifikasi paling rendah) mungkin masih dapat menggunakan sistem tradisional tanpa ada masalah.

I. Cost Driver

Menurut Warindrani (2006:28) pengertian cost driver atau pemicu biaya adalah dasar alokasi yang digunakan dalam Activity Based Costing System yang merupakan faktor-faktor yang menentukan seberapa besar atau seberapa banyak usaha dan beban kerja yang dibutuhkan untuk

(19)

28

melakukansuatu aktivitas. Cost driver digunakan untuk menghitung biaya sumber dari setiap unit aktivitas. Kemudian setiap biaya sumber daya dibebankan ke produkatau jasa dengan mengalihkan biaya setiap aktivitas dengan kuantitas setiap aktivitas yang dikonsumsikan pada periode tertentu. Cost driver adalah kejadian atau aktivitas yang menyebabkan atau berakibat keluarnya biaya. Dalam Activity Based Costing sistem, hal terpenting adalah mengidentifikasikan cost driver.

Cost driver merupakan faktor-faktor yang menyebabkan biaya aktivitas, cost driver faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas satu ke aktivitas lainnya.

Cost driver adalah penyebab terjadi biaya, sedangkan aktivitas adalah merupakan dampak yang ditimbulkannya. Dalam sistem biaya Activity Based Costing digunakan beberapa macam pemicu biaya sedangkan pada sistem biaya tradisional hanya menggunakan satu macam pemacu biaya tertentu. J. Faktor Utama Cost Driver

Paling tidak ada dua faktor utama yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemacu biaya (cost driver) ini yaitu biaya pengukuran dan tingkat korelasi antara cost driver dengan konsumsi biaya overhead sesungguhnya. Hal ini dapat dijelaskan, sebagai berikut:

(20)

29

1. Biaya Pengukuran (Cost of Measurement)

Dalam sistem biaya Activity Based Costing, sejumlah besar pemacu biaya dapat dipilih dan digunakan. Jika memungkinkan, adalah sangat penting untuk memilih pemacu biaya yang menggunakan informasi yang telah tersedia. Informasi yang tidak tersedia pada sistem yang ada sebelumnya berarti harus dihasilkan dan akibatnya akan meningkatkan biaya sistem informasi perusahaan. Kelompok biaya (cost pool) yang homogen dapat menawarkan sejumlah pemacu biaya. Untuk keadaan ini, pemacu biaya yang dapat digunakan pada sistem informasi yang ada sebelumnya hendaknya dipilih. Pemilihan ini akan meminimumkan biaya pengukuran. 2. Tingkat Korelasi (Degree of Corelation) antara Cost Driver dan Konsumsi

Overhead Aktualnya

Struktur informasi yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan cara lain untuk meminimalkan biaya pengumpulan informasi konsumsi pemacu biaya. Terdapat kemungkinan utnuk menggantikan suatu pemacu biaya yang secara langsung mengukur konsumsi suatu aktivitas dengan pemacu biaya yang tidak secara langsung, mengukur konsumsi tersebut.

K. Jenis-jenis Cost Driver

Ada dua jenis cost driver yaitu:

1. Driver Sumber Daya (resources driver)

(21)

30 2. Driver Kuantitas (activity driver)

Merupakan ukuran frekuensi dan intensitas permintaan terhadap suatu aktivitas terhadap objek biaya.

Menurut Supriyono (1994:652), menyatakan bahwa pemicu biaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua jenis utama yaitu:

a. Pemicu biaya yang berkaitan dengan volume produksi.

Pemicu biaya ini dianggap sebagai pemicu sejumlah biaya yang berkaitan dengan volume produksi. Pemicu biaya jenis ini telah mendominasi sistem akuntansi biaya tradisional. Sebagian besar biaya-biaya pemanufakturan dianggap berkaitan erat dengan pemicu biaya-biaya tersebut. Dalam hal variabilitas, biaya-biaya pemanufakturan dianggap dapat diterapkan dengan besarnya jam kerja langsung, biaya tenaga kerja langsung, jam mesin dan biaya bahan baku.

b. Pemicu biaya yang berkaitan dengan pemanufakturan.

Pemicu biaya ini dianggap memicu sejumlah biaya pemanufakturan karena terdapatnya diversitas dan kompleksitas produk. Diversitas dan kompleksitas produk disebabkan oleh karena perusahaan memproduksi berbagai macam produk dengan karateristik yang berbeda-beda baik karena kerumitan rancangan, ukuran volume produksi, ukuran bentuk, maupun karateristik lainnya. Jika perusahaan memproduksi berbagai macam produk dengan batch (ukuran volume dan karateristik tertentu)

(22)

31

yang berbeda-beda,maka akan timbul sejumlah biaya yang terjadi karena pola aktivitas untuk memproduksi setiap jenis produk berbeda-beda. Dalam hal ini focus pengukuran biaya diarahkan pertama-tama bukan kepada produk, tetapi ke unit-unit yang menyebabkan aktivitas terjadi.

L. Perbandingan Akuntansi Tradisional dan Activity Based Costing

Menurut Carter (2009) ada beberapa perbandingan antara Activity Based Costing dan Sistem Perhitungan biaya tradisional.

Sistem perhitungan biaya tradisional ditandai oleh penggunaan yang eksklusif dari ukuran yang berkaitan dengan volume atau ukuran tingkat unit sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output. Sistem Activity

Based Costing mengharuskan penggunaan tempat penampungan overhead

lebih dari satu, tetapi tidak setiap sistem dengan tempat penampungan biaya lebih dari satu merupakan sistem Activity Based Costing.

Perbedaan lain antara sistem tradisional dan sistem Activity Based Costing. Jumlah tempat penampungan biaya overhead dan dasar alokasi cenderung lebih banyak di sistem Activity Based Costing, tetapi hal ini sebagian besar disebabkan karena banyak sistem tradisional menggunakan satu tempat penampungan biaya atau satu dasar alokasi untuk semua tempat penampungan biaya. Perbedaan tersebut tidaklah bersifat universal. Suatu sistem dapat menggunakan banyak tempat penampungan overhead dan dasar

(23)

32

alokasi, tetapi jika semua dasar alokasinya adalah tingkat unit, maka sistem tersebut adalah sistem tradisional dan bukan Activity Based Costing.

Perbedaan umum antara sistem Activity Based Costing dan sistem tradisional adalah homogenitas dari biaya dalam satu tempat penampungan biaya. Activity Based Costing mengharuskan perhitungan tempat penampungan biaya dari suatu aktivitas, maupun identifikasi atas suatu pemicu aktivitas yang signifikan dan mahal. Akibatnya orang lebih berhati-hati dalam membentuk beberapa tempat penampungan biaya dalam sistem Activity Based Costing dibandingkan dengan dalam perhitungan biaya tradisional. Hasil yang biasa ditemukan adalah bahwa semua biaya dalam satu tempat penampungan biaya aktivitas sangat serupa dalam hal hubungan logis antara biaya-biaya tersebut dengan pemicu aktivitas, sementara hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk kebanyakan sistem tradisional.

Perbedaan lain antara sistem Activity Based Costing dan sistem tradisional adalah bahwa semua sistem Activity Based Costing merupakan sistem perhitungan biaya dua tahap, sementara sistem tradisional biasa merupakan sistem perhitungan satu atau dua tahap. Di tahap pertama dalam sistem Activity Based Costing, tempat penampungan biaya aktivitas dibentuk ketika biaya sumber daya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya. Di tahap kedua, biaya aktivitas dialokasikan dari tempat penampungan biaya aktivitas ke produk atau objek biaya final lainnya.

(24)

33

Sebaliknya, sistem biaya tradisional menggunakan dua tahap hanya apabila jika departemen atau pusat biaya lain dibuat. Biaya sumber daya dialokasikan dari pusat biaya di tahap pertama, dan kemudian biaya dialokasikan dari pusat biaya ke produk di tahap kedua. Beberapa sistem tradisional hanya terdiri dari satu tahap karena sistem tersebut tidak menggunakan pusat biaya yang terpisah, tetapi tidak ada sistem Activity Based Costing yang hanya terdiri dari satu tahap.

M. Penelitian Terdahulu

Sebelum dilakukannya penelitian ini, telah ditulis beberapa penelitian mengenai penetapan perhitungan suatu produk menggunakan metode Activity Based Costing. Penelitian-penelitian tersebut akan dikemukanakan sebagai berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Metode Penelitian Kesimpulan 1. Maretandra Inri Putri (2015). Analisis Perhitungan Tarif Rawat Inap Rumah Sakit Metode analisis deskriptif Hasil perhitungan tarif rawat inap

dengan metode

(25)

34 Dengan Metode Activity Based Costing Di Rsud Sunan Kalijaga Demak Costing memberikan hasil yang lebih besar untuk kelas II dan

kelas III serta

memberikan hasil

yang lebih kecil untuk kelas VIP A, kelas VIP B dan Kelas I. 2. Uyun Nailufa, dkk (2015 Penerapan Activity Based Costing System Dalam Menentukan Harga Pokok Jasa Rawat Inap (Studi Pada Rsud Ibnu Sina Kabupaten Gresik Tahun 2013) Metode deskriptif Hasil perhitungan harga pokok jasa rawat inap dengan

metode Activity

Based Costing

memberikan hasil

pembebanan yang

terlalu tinggi untuk kelas VVIP, kelas VIP, kelas I dan kelas II serta memberikan

(26)

35

hasil pembebanan

terlalu rendah untuk kelas III. 3. Ardi Helmy Maulana Moch, dkk (2016). Analisis Activity Based Costing System (ABC System) Sebagai Dasar Menentukan Harga Pokok Kamar Hotel (Studi Kasus Pada Hotel

Selecta Kota Batu Tahun 2014)

Metode deskriptif.

Hasil perhitungan Harg pokok kamar hotel Selecta Kota Batu dengan metode

Activity Based

Costing dan sistem tradisional

menunjukkan bahwa perhitungan harga pokok kamar hotel menyebabkan

terjadinya distorsi, yaitu overstate untuk kamar tipe Family, tipe Deluxe, tipe

Superior, tipe

(27)

36

Cottage, serta

understate untuk

kamar tipe Cottage I dan tipe Cottage VII. 4. Jalib Umar, dkk (2016). Penerapan Metode Activity-Based-Costing System Dalam Penentuan Tarif Jasa Rawat Inap

Pada Rumah Sakit Husada Utama Surabaya. Metode deskriptif komparatif. Hasil perhitungan tarif jasa rawat inap

dengan metode

Activity Based

Costing memberikan hasil yang lebih kecil, kecuali pada kelas I, kelas II dan kelas III. Hal ini dikarenakan karena terjadi subsidi

silang dalam

penentuan tarifnya. Dengan selisih Suite, VVIP, VIP, Kelas I , Kelas II dan Kelas III. Perbedaan yang

(28)

37

terjadi disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing

produk. Sehingga

dalam metode ABC,

telah mampu

mengalokasikan biaya aktiva kesetiap kamar secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas. 5. Siti Farhah (2017). Penerapan Metode ABC Untuk Penentuan Harga Pokok Produksi Pada CV. Rumah Kerudung Jihan Metode deskriptif kualitatif. Hasil perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) pada CV. Rumah Kerudung Jihan dengan menggunakan metode Activity

(29)

38

Based Costing dan

sistem tradisional, dimana dengan menggunakan metode tradisional menghasilkan harga pokok produksi

semua produk lebih besar (overcost) , yakni pada produksi jilbab dewasa dan jilbab anak.

Referensi

Dokumen terkait

Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk untuk mengetahui atribut yang paling sesuai dengan harapan konsumen teh celup merek Sariwangi dan Customer

Tabel 4.10 : Rata-rata Kepercayaan Rekan kerja Berdsarkan Kontrol Monitoring dan Non Monitoring Dengan Tingkat Kepercayaan Diri Karyawan

Rapat-rapat yang diadakan misalnya rapat pimpinan dan Senat seringkali hanya sebuah ritual atau simbolik karena seringkali keputusan dari hasil rapat tersebut

pendapatan daripada sumber aktiviti kredit mikro mengurangkan ketaksamarataan pendapatan di kalangan isi rumah, tetapi keputusan tersebut masih tidak boleh disahkan lagi kerana

Merupakan Use Case untuk melakukan perhitungan penyeleksian terhadap data mentah pendaftar beasiswa menggunakan Naive Bayes Classifier untuk mendapatkan hasil yang

Hasil analisis geomorfologi menunjukkan adanya pola bentang alam yang relatif melingkar dan pola aliran yang semi-radial, stratigrafinya disusun oleh lava andesit kohoren, breksi

Tabel 8.1 Format Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Kampar Sektor Pengembangan Permukiman ....

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan masalah adalah apakah kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran inkuiri berpengaruh