• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

9

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. BAHAN DAN ALAT

Bahan-bahan yang digunakan adalah tepung sukun yang dihasilkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Petani, tepung tapioka merk Gunung Agung, tepung terigu merk Kunci Biru, CMC, baking soda, air, garam, margarin, gula pasir, snack makaroni pasar yang diproduksi oleh PT. BCR- Tangerang Indonesia, serta bahan-bahan kimia untuk analisis kimia (uji proksimat).

Alat-alat yang digunakan adalah ekstruder ulir tunggal, pengaduk, loyang, timbangan, baskom, Steamer (Gambar 2), pengering Cabinet Dryer (Gambar 3), Deep Fat Fryer serta peralatan yang digunakan dalam analisis fisik (Tekstur Analyzer dan Chromameter), uji pengembangan, uji densitas kamba, analisis kimia (uji proksimat), dan uji organoleptik (uji rating hedonik). Ekstruder yang digunakan adalah ekstruder pencetak model MS9 (Gambar 1), Multifunctional Noodle Modality Machine, dari Guandong Henglian Food Machine Co. Ltd., China ini memiliki spesifikasi yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Spesifikasi ekstruder pencetak model MS9

Gambar 1. Ekstruder pencetak model MS 9

Gambar 2. Steamer Gambar 3. Cabinet Dryer

Model MS9

Production capacity 9 kg/h Rating Input Power 1.5 kW

Power 1.1 kW

Dimension 600x330x430 mm

Net weight 60 kg

Voltage 220 V

(2)

10

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, penelitian pendahuluan, penelitian optimasi formula snack makaroni sukun, dan analisis proksimat produk snack makaroni sukun hasil optimasi.

2.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan terdiri proses pembuatan snack makaroni sukun dan penentuan persentase variebel peubah.

2.1.1 Proses Pembuatan Snack Makaroni Sukun

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan snack makaroni yang berasal dari tepung sukun. Tepung sukun yang digunakan diproduksi oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Petani (BBPPP). Sebelum ditepungkan, buah sukun direndam dalam larutan Natrium metabisulfit untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan setelah pengupasan dan pada saat pengeringan. Proses pembuatan tepung sukun yang dilakukan oleh BBPPP terdiri atas beberapa tahap. Tahap pertama yang dilakukan yaitu pengupasan buah sukun. Semakin tua (sampai tingkat ketuaan optimum) buah semakin putih warna tepungnya. Tahap selanjutnya dilakukan perajangan agar memudahkan proses pengukusan. Sukun yang telah dirajang selanjutnya dikukus selama 10-20 menit. Setelah dikukus sukun yang telah dipotong kecil ini dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan Cabinet Dryer dengan suhu pengeringan 55-60 °C selama 5-6 jam. Tahap akhir yang dilakukan yaitu sukun kering digiling untuk dilakukan penepungan.

Proses pembuatan snack makaroni sukun mengacu pada proses pembuatan snack makaroni kerang dari mokaf (Stephanie, 2010). Pembuatan snack makaroni dilakukan dengan menggunakan teknik pengolahan yaitu teknologi ekstrusi. Proses pembuatan snack makaroni sukun dilakukan atas beberapa tahap; tahap pertama yaitu pencampuran bahan utama berupa tepung sukun, tepung tapioka, dan tepung terigu dengan bahan pendukung lain berupa garam, cmc, baking soda dan margarin. Penambahan persentase tepung akan berbeda tergantung formula yang telah ditetapkan oleh program Design Expert 7.0®. Selanjutnya bahan kering kering dicampur rata dan ditambahkan air hingga dapat dibentuk adonan berupa bulatan. Penambahan air pada adonan tidak dapat ditetapkan karena sangat tergantung pada komposisi tepung setiap formula. Tahap selanjutnya adonan tersebut dikukus selama 15 menit pada air mendidih. Adonan yang telah dikukus, diekstrusi menghasilkan snack basah. Snack basah lalu dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 3 jam sehingga akan menghasilkan snack kering. Snack kering kemudian didiamkan semalaman dengan tujuan agar ketika digoreng snack lebih mengembang. Selanjutnya snack digoreng dengan metode deep fat fryer pada suhu 180oC selama 2 menit menghasilkan snack matang yang disebut makaroni sukun. Gambar 2 menunjukkan diagram alir pembuatan snack makaroni sukun.

(3)

11 Gambar 4. Diagram alir pembuatan snack makaroni sukun

2.1.2 Penentuan Selang Faktor (Peubah)

Tahap ini bertujuan untuk menentukan kisaran minimum dan maksimum dari variabel peubah yang akan digunakan untuk mendesain formula dalam program Design Expert 7.0®. Perlakuan formulasi yang digunakan yaitu persentase jumlah tepung sukun, tepung tapioka dan tepung terigu. Perlakuan ditentukan berdasarkan trial and error pada proses pembuatan snack makaroni mentah dan matang. Taraf formulasi yang digunakan yaitu tepung sukun 100%, kombinasi tepung sukun dengan tepung terigu saja, kombinasi tepung sukun dengan tepung tapioka saja, serta kombinasi dari tepung sukun, tepung tapioka, dan tepung terigu. Snack basah yang dihasilkan dari berbagai perlakuan diamati proses pencetakan / pembentukannya, kekompakannya dan kerapuhannya. Snack kering 1.5 g garam + 1 g cmc +

1.5 g baking soda

Ditambah tepung sukun + tepung terigu + tepung tapioka (sesuai formula)

+ Margarin 5 g

+ air (hingga kalis / dapat dibentuk

bulat)

Dicampur rata

Dikukus selama 15 menit

Diekstrusi

Snack basah

Dikeringkan pada suhu 60-70 oC selama 3 jam

Didiamkan semalaman

Snack kering

Digoreng pada suhu 180oC selama 2 menit

(4)

12 yang dihasilkan diamati pengembangannya, tekstur dan warnanya. Penentuan kadar minimal dan maksimal tepung sukun terutama dilihat dari snack basah yang dihasilkan. Snack yang diharapkan yaitu dapat dibentuk, kompak, dan tidak rapuh. Hal ini dikarenakan jika snack basah yang dihasilkan tidak dapat dibentuk, tidak kompak dan rapuh maka snack kering yang dihasilkan bentuknya tidak beraturan dan penampakannya tidak menarik.

2.2 PENELITIAN OPTIMASI FORMULA SNACK MAKARONI SUKUN

2.2.1 Pembuatan Rancangan Formula dan Respon dengan Program

Design Expert 7.0

®

Penelitian dilanjutkan dengan tahapan pembuatan rancangan formula dan respon dengan menggunakan peranti lunak Design Expert 7.0® tahun 2005. Rancangan metode yang digunakan adalah Mixture design dengan rancangan D-optimal design. Tahap ini diawali dengan penetapan komponen bahan baku yang digunakan sebagai variabel tetap dan variabel berubah. Variabel tetap adalah komponen bahan baku yang diasumsikan tidak akan mempengaruhi respon yang akan didapatkan dari setiap formula. Dalam penelitian ini, komponen bahan baku yang termasuk ke dalam variabel tetap adalah air, garam sebanyak 1.5 g, baking soda 1.5 g, dan cmc 1 g. Sedangkan variabel berubah akan dimasukkan ke dalam pengaturan rancangan formula karena nilainya yang berubah-ubah pada setiap formula.

Variabel berubah adalah komponen bahan baku yang diasumsikan akan memberikan pengaruh terhadap respon yang dihasilkan pada masing-masing formula snack makaroni. Dalam penelitian ini, komponen bahan baku yang termasuk ke dalam variabel berubah adalah tepung sukun, tepung tapioka dan terigu. Penentuan variabel berubah kemudian diikuti dengan penentuan kisaran minimum dan maksimum dari variabel berubah. Berdasarkan trial and error penggunaan tepung sukun ditetapkan berkisar 45-80% (b/b), tepung tapioka 10-45% (b/b) dan terigu 0-15% (b/b) dengan total maksimum ketiganya adalah 100%(b/b). Batas-batas ini akan menjadi input dalam pengaturan rancangan formula oleh program Design Expert 7.0® dengan rancangan D-optimal design untuk mencari rancangan formula dari komponen-komponen yang dicampurkan sehingga dihasilkan output berupa rancangan formula snack makaroni sukun. Setelah dilakukan penentuan komponen formula, dilakukan penentuan variabel respon yang diinginkan. Respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon obyektif berupaderajat pengembangan, tekstur menggunakan alat Tekstur Analyzer, warna (L dan °Hue) dan densitas kamba snack mentah dan matangserta respon subyektif hasil uji rating hedonik berupa warna, bau, tekstur, rasa, dan keseluruhan/overall.

2.2.2 Analisis Fisik dan Organoleptik

Formula snack telah dibuat kemudian diukur responnya dengan melakukan analisis kimia, fisik, dan organoleptik yang terdiri dari (1) derajat pengembangan snack (2) analisis tekstur dengan Tekstur Analyzer (3) Pengukuran densitas kamba, (4) analisis warna dengan Chromameter, dan (5) uji rating hedonik. Hasil pengukuran dan perhitungan dari keseluruhan respon kemudian akan dimasukkan ke dalam program Design Expert 7.0® untuk selanjutnya dianalisis.

(5)

13

Pengukuran Derajat Pengembangan

Ketebalan bagian tengah dan pinggir makaroni kering juga makaroni matang diukur menggunakan Micrometer. Derajat pengembangan tengah dan pinggir diperoleh dari pembagian nilai ketebalan snack matang dengan nilai ketebalan snack kering.

Analisis Tekstur menggunakan Tekstur Analyzer

Prinsip pengukuran dengan Texture Analyzer yaitu dengan memberikan gaya kepada bahan dengan besaran tertentu. Pertamakali harus ditentukan parameter tekstur dan golongan contoh bahan pangan yang akan diukur. Selanjutnya menentukan jenis probe dan setting pengukuran untuk makaroni sukun dan jenis analisis dari menu help program Texture Analyzer, jika tidak ada maka dipilih setting sampel yang paling mendekati makaroni sukun. Setting kondisi pengukuran yang sesuai, misalnya Mode, Option, Pre-test, Test-Speed, Post-test speed, Strain, Trigger type, dan Data acquisition rate. Sebelum dilakukan pengukuran terlebih dahulu lakukan uji coba pada contoh untuk menentukan setting kondisi pengukuran yang sesuai.

Analisis Warna (Hutching 1999)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter Minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a, dan b perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35; b=-3.37). Pengukuran dilakukan dengan lima kali ulangan untuk masing-masing sampel. Sampel diletakkan pada gelas kecil, kemudian tombol start ditekan dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai + a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai + (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung °Hue yang menunjukkan kisaran warna sampel. Nilai °Hue dapat dihitung dengan persamaan : °Hue = tan-1

Densitas Kamba (Khalil 1999)

Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati satu unit volume tertentu tanpa dipadatkan dengan satuan g/ml. Salah satu cara untuk mengukur densitas padat yaitu pada sebuah wadah dengan permukaan rata dimasukkan manik-manik hingga memenuhi seluruh wadah dengan permukaan rata. Sebagian manik-manik dikeluarkan, kemudian beberapa produk (sampel) yang telah ditimbang beratnya (w) dimasukkan ke dalam wadah berisi manik-manik, dan wadah dipenuhi lagi dengan manik-manik. Manik-manik yang harus keluar karena digantikan sampel kemuadian diukur volumenya dengan gelas ukur (v). Densitas kamba produk / sampel adalah berat produk / sampel (w) dibagi dengan volume manik-manik yang keluar (v) dengan satuan gram/ml. Dalam penelitian ini fungsi manik-manik diganti dengan gula pasir. Hal ini

(6)

14 bertujuan agar butir gula yang lebih kecil dibandingkan manik-manik dapat masuk kerongga snack makaroni yang diukur.

Uji Rating Hedonik

Pada uji rating hedonik, panelis diminta untuk menilai atribut sensori tertentu produk (rasa, warna, dan aroma) dan keseluruhan sifat sensori produk berdasarkan tingkat kesukaannya (Adawiyah, Waysima 2009). Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah seluruh formula yang dihasilkan dari tahapan perancangan formula dengan program Design Expert 7.0®. Panelis tidak terlatih yang digunakan adalah sebanyak 70 orang. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5%. Uji dilakukan terhadap 5 atribut sensori sampel, yaitu warna, rasa, aroma, tekstur dan overall. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala kategori 7 poin dengan deskripsi sebagai berikut:

1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak tidak suka; 4 = netral; 5 = agak suka; 6 = suka; 7 = sangat suka.

2.2.3 Analisis Permodelan

Analisis permodelan dilakukan setelah pengukuran respon dari setiap formula snack makaroni sukun. Hal ini dilakukan dengan memasukkan data hasil pengukuran dalam program Design Expert 7.0®. Hasil intput data dari masing-masing respon dari seluruh formula selanjutnya akan dianalisa oleh program Design Expert 7.0®. Pada tahapan analisis respon ini, program Design Expert 7.0® memberikan model polinomial yang sesuai dengan hasil pengukuran setiap respon. Respon-respon yang dianalisis antara lain pengembangan, tekstur menggunakan Texture Analyzer, hasil analisis warna (nilai L dan ˚Hue), skor hasil uji rating hedonik (warna, bau, rasa, tekstur dan keseluruhan/overall), serta densitas snack goreng dan mentah.

2.2.4 Optimasi Formula

Hasil analisis dari setiap respon kemudian digunakan untuk melakukan optimasi formula dengan program Design Expert 7.0®. Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan suatu formula yang menghasilkan respon yang optimal sesuai target optimasi yang diinginkan. Dalam optimasi, akan ditentukan komponen uji yang penting sehingga akan didapatkan formula solusi yang akan dipilih berdasarkan derajat desirability terbesar. Nilai target optimasi yang dapat dicapai dikenal dengan istilah nilai desirability yang ditunjukkan dengan nilai 0 – 1. Semakin tinggi nilai desirability menunjukkan semakin tingginya kesesuaian formula snack makaroni sukun yang didapatkan untuk mencapai formula optimal dengan variabel respon yang dikehendaki.

2.2.5 Verifikasi Dan Perbandingan Snack Makaroni Sukun Formula

Optimum dengan Snack Makaroni Pasar

Formula optimum yang didapatkan hasil analisis program Design Expert 7.0®, selanjutnya dilakukan verifikasi dengan pembuatan formula yang direkomendasikan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperoleh nilai aktual setiap respon dari formula yang direkomendasikan. Analisis yang dilakukan sama dengan pada tahap analisis respon yaitu analisis pengembangan, tekstur menggunakan Texture Analyzer, hasil

(7)

15 analisis warna (nilai L dan ˚Hue), skor hasil uji rating hedonik (warna, bau, rasa, tekstur dan keseluruhan/overall), serta densitas snack goreng dan mentah.

Setelah dilakuakan verifikasi selanjutnya dilakukan pembandingan snack makaroni sukun formula optimum dengan snack makaroni pasar. Pembandingan ini dilakukan pada beberapa parameter yang sama tahap verifikasi. Hal ini dilakuakan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas snack makaroni sukun yang dihasilkan dibandingkan snack makaroni pasar sebagai kontrol.

2.3 ANALISIS PROKSIMAT PRODUK SNACK MAKARONI SUKUN

HASIL OPTIMASI

2.3.1 Kadar Air (SNI 01-2981-1992)

Pengukuran kadar air pada penelitian ini menggunakan metode oven. Cawan aluminium yang akan digunakan untuk mengukur bobot sampel, sudah dioven tersebut kemudian ditimbang dengan neraca analitik dan dicatat nilainya (c). Simpan cawan tersebut dalam desikator sebelum digunakan agar tidak menyerap uap air dari udara yang menyebabkan bobotnya bertambah. Sampel yang akan diukur kadar airnya, sebanyak 1-2 gram, ditimbang dalam cawan aluminium yang sudah disiapkan pada tahap sebelumnya. Bobot sampel yang terbaca pada neraca analitik dicatat dan kemudian disebut bobot basah sampel (a). Sampel beserta cawan tadi dikeringkan dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Bobot yang diperoleh kemudian disebut bobot kering sampel+cawan (b). Data yang diperoleh kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(% ) = − ( − ) 100 (% ) = − ( − )

( − ) 100

2.3.2 Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)

Pengukuran kadar abu pada penelitian ini menggunakan metode oven. Cawan porselin yang akan digunakan untuk mengukur bobot sampel, dikeringkan menggunakan tanur selama 15 menit pada suhu 105 oC. Cawan yang sudah dikeringkan tersebut kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang dengan neraca analitik, catat nilainya (c). Simpan cawan tersebut dalam desikator sebelum digunakan. Sampel yang akan diukur kadar abunya, sebanyak 2-3 gram, ditimbang dalam cawan porselin yang sudah disiapkan pada tahap sebelumnya. Bobot sampel yang terbaca pada neraca analitik dicatat dan kemudian disebut bobot basah sampel (b). Sampel tersebut diabukan pada hot plate terlebih dahulu selama 30-60 menit sampai tidak berasap, kemudian diabukan menggunakan tanur pada suhu 500 oC selama 2 jam. Dinginkan sampel beserta cawan porselin dalam desikator dan timbang bobotnya. Bobot yang diperoleh kemudian disebut bobot kering sampel+cawan (a). Data yang diperoleh kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(% ) = ( − ) 100

(% ) = (% )

(8)

16

2.3.3 Kadar Protein (Harris 2009)

Analisis menggunakan metode Kjeldahl. Sampel yang akan diuji ditimbang sebanyak 1.0-2.5 gram dengan menggunakan neraca analitik dan dicatat bobotnya. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 1 g campuran K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4 pekat. Larutan ini kemudian dididihkan

dalam digestion system hingga larutan menjadi jernih. Labu didinginkan dan ditambahkan sedikit air destilata. Hasil destruksi yang diperoleh kemudian dituang ke dalam alat destilasi. Tambahkan 10 ml NaOH 60% - 5% Na2S2O3 lakukan destilasi

selama 15 menit atau sampai volume larutan dalam wadah penampung mencapai 50 mL. Destilat ditampung dalam wadah penampung yang berisi 5 ml asam borat yang telah dicampur dengan 2 - 4 tetes indikator MB:MM. Larutan yang diperoleh dari proses destilasi kemudian dititrasi dengan HCL 0.02 N. Volume yang diperoleh dicatat untuk digunakan dalam perhitungan kadar protein. Volume HCL yang digunakan untuk titrasi blanko, diperoleh dengan prosedur yang sama namun sampel diganti dengan air destilata. Kadar protein dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

(% ) = ( − ) × × 14.007 × × 100 ℎ ( )

2.3.4 Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Pengukuran kadar lemak menggunakan metode soxhlet. Sampel yang akan diukur kadar lemaknya dihaluskan terlebih dahulu dan ditimbang sebanyak 1-2 gram dengan menggunakan neraca analitik, catat bobotnya (a). Masukkan sampel tersebut ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi kapas dan sumbat dengan kapas. Bahan ini kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC selama 1 jam. Sampel yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam labu soxhlet yang telah diisi dengan ± 30 ml heksan. Hubungkan dengan labu lemak yang telah diketahui bobot awalnya (bo). Lalu lakukan

refluks 5-6 jam. Setelah itu, panaskan labu lemak pada oven 1050C selama 30 menit atau sampai pelarut pada labu lemak menguap semua. Labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (b1). Kadar lemak dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

(% ) = − × 100

2.3.5 Kadar Karbohidrat (metode by difference)

Kadar karbohidrat dihitung sebagai sisa dari kadar air, abu, lemak dan protein. Pada analisis ini diasumsikan bahwa karbohidrat merupakan bobot sampel selain air, abu, lemak dan protein. perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menggunakan persamaan sebagai berikut:

ℎ (%) = 100 − ( +

Gambar

Tabel 5. Spesifikasi ekstruder pencetak model MS9

Referensi

Dokumen terkait

Isi liputan berita mencakup informasi terkait pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi, apa tujuan kolaborasi, apa dampaknya, tindak lanjut yang akan dilakukan dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiperbedaan kadar leptin dan profil lipid pada dewasa obesitas dan non obesitas sertamengetahui hubungan leptin dan profil lipid

Dengan demikian, menurut analisis peneliti, Daikokuten merupakan bentuk dari Kuvera dalam agama Hindu dimana masuk ke dalam Shichifukujin dengan memiliki sifat yang sama yaitu

Kemudian, skor rata-rata pemahaman guru terkait dengan materi tujuan penguatan berada pada kategori baik dan bentuk penguatan berada pada kategori cukup, serta (2) pendapat

TO KARAWANG CIKAMPEK MM 2100 INDUSTRIAL TOWN DELTA SILICON I DELTA SILICON II KOTA LIPPO CIKARANG KOTA JABABEKA KAWASAN E.J.I.P KAWASAN INDUSTRY HYUNDAI KAWASAN INDUSTRY JABABEKA

Beberapa masalah yang ditimbulkan oleh Rumah makan di berbagai kota biasanya hampir sama seperti masalah kemacetan, kebersihan serta keindahan kota. Ini disebabkan