• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Pemantauan Konflik Aceh 1 Januari 29 Februari 2008 Bank Dunia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Pemantauan Konflik Aceh 1 Januari 29 Februari 2008 Bank Dunia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pemantauan Konflik Aceh

1

Januari – 29 Februari 2008

Bank Dunia

Situasi di Aceh secara keseluruhan tetap aman dan stabil.1 Akan tetapi, meningkatnya kekerasan yang tercatat sejak Desember tahun lalu, termasuk beberapa insiden yang melibatkan atau targetnya KPA, menunjukkan bahwa pemeliharaan perdamaian yang berkelanjutan belum terjamin. Pada tanggal 1 Maret 2008, lima orang dibunuh secara sadis dalam serangan terhadap kantor KPA Atu Lintang di Aceh Tengah.2 Hal ini merupakan kehilangan nyawa terbesar dalam satu insiden yang tercatat sejak MoU Helsinki. Kejadian pembantaian tersebut menyulut kekhawatiran besar akan memicu eskalasi dan dapat memperburuk hubungan diantara masyarakat di daratan tinggi Aceh yang beretnis heterogen. Pemerintah, pihak keamanan dan KPA bahu-membahu untuk menanggulangi dampak yang mungkin terjadi. Hingga kini proses perdamaian terlihat cukup kuat menangkal tantangan paling serius yang pernah dihadapi sejauh ini. Insiden ini terjadi sedikit-banyak dilatarbelakangi oleh meningkatnya ketegangan politik, dengan munculnya kembali isu lama untuk memekarkan Aceh dengan menciptakan dua provinsi baru, ALA dan ABAS. Isu ini menunjukkan bahwa, sejauh poin-poin penting MoU dan UU PA belum sepenuhnya diterapkan, ini akan membuka peluang yang dapat dimanfaatkan oleh elit-elit oportunis dan menyebabkan peningkatan ketegangan. Secara umum, tingkat kekerasan tetap tinggi di bulan Januari dan mencapai puncaknya pada bulan Februari, dengan 30 kasus kekerasan. Selama dua bulan ini, kasus kekerasan telah menyebabkan empat kematian dan 47 luka-luka, belum termasuk kasus Atu Lintang. Pada bulan Februari, konflik yang berkaitan dengan akses terhadap sumber daya dan tuduhan korupsi juga mencapai puncaknya sejak bulan Oktober 2006. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat semakin frustrasi karena tekanan ekonomi. Secara khusus, pertikaian antara pihak-pihak yang bersaing dalam bidang ekonomi untuk memperebutkan pasar, pelanggan atau lapangan kerja cenderung mengarah kepada tindakan kekerasan. Terakhir, keputusan Partai GAM untuk mengganti nama serta simbol gerakan separatis dan pembentukan Komisi Keberlanjutan Perdamaian Aceh (CoSPA), menunjukkan adanya upaya positif untuk menjalin kerjasama yang lebih baik antara GAM dan Jakarta. Meskipun demikian, hal itu juga menggarisbawahi masih adanya sikap saling curiga serta perpecahan di kalangan elit GAM.

Insiden Atu Lintang: proses perdamaian dapat menangkal tantangan paling serius yang pernah dialami sejauh ini

Saat pagi buta pada tanggal 1 Maret, di desa Meurah Pupok, kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah, lima anggota KPA3 tewas dan seorang lagi mengalami luka berat dalam serangan terhadap kantor KPA Sagoe Merah Mege. Hal ini merupakan kehilangan nyawa terbesar dalam satu insiden sejak penandatanganan MoU. Kasus ini kembali menarik perhatian media

1

Sebagai bagian dari program dukungan analisis bagi proses perdamaian, Program Konflik dan Pengembangan di Bank Dunia Jakarta serta didanai oleh Department for International Development (DFID), menggunakan metodologi pemetaan konflik melalui surat kabar untuk merekam dan mengkategorikan semua laporan tentang insiden konflik di Aceh yang diberitakan di dua surat kabar daerah (Serambi and Aceh Kita). Program ini menerbitkan laporan bulanan yang menganalisa data dengan didukung oleh kunjungan lapangan. Laporan pemantauan bulanan dapat diakses di www.conflictanddevelopment.org. Dataset tersedia bagi mereka yang membutuhkan, dengan

menghubungi Blair Palmer di bpalmer@worldbank.org atau Adrian Morel di amorel1@worldbank.org.

Terdapat keterbatasan dalam menggunakan surat kabar untuk memetakan konflik. Lihat Barron dan

Sharpe (2005) yang tersedia secara online www.conflictanddevelopment.org/page.php?id=412.

2

Insiden ini terjadi pada bulan Maret. Oleh karena itu, kami tidak memasukkannya ke dalam catatan kematian dan luka-luka di bulan Januari dan Februari maupun dalam statistik jumlah insiden konflik dan kekerasan.

3

Komite Peralihan Aceh adalah organisasi sipil yang mewakili mantan kombatan sayap militer GAM (TNA).

44092

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

Public Disclosure Authorized

(2)

internasional terhadap Aceh dan memicu kekhawatiran akan berdampak terhadap proses perdamaian.

Pembantaian di Atu Lintang merupakan buntut dari insiden lebih kecil di Takengon sehari sebelumnya (lihat kronologi di Kotak 1). Tiga anggota KPA terluka dalam pertikaian dengan ratusan anggota Ikatan Pekerja Terminal (IPT), sebuah organisasi yang didominasi oleh mantan anggota milisi anti-separatis, pada saat mereka menghadiri pertemuan untuk menyelesaikan perselisihan tentang pengelolaan tenaga kerja di terminal bis Takengon. Tokoh-tokoh yang berafiliasi dengan milisi, diantaranya Misriadi alias Adijan, 4 menghadiri pertemuan yang

kemudian diadakan oleh Bupati untuk mencegah konfrontasi selanjutnya. Pada saat itu, kondisi di Aceh Tengah juga diwarnai pengerahan masa dari kedua belah pihak. Tidak berapa lama setelah massa bubar, kantor KPA Merah Mege di Atu Lintang diserang dan dibakar. Empat mayat gosong ditemukan dalam runtuhan gedung, sekitar 30km di tenggara Takengon. Mayat korban kelima ditemukan dalam sumur di dekat tempat tersebut dan satu korban lagi dapat menyelamatkan diri, namun dalam keadaan luka berat. Para saksi mata dan korban selamat melaporkan bahwa dalam peristiwa biadab itu korban dipaksa keluar dari kantor KPA dan dibantai dengan benda tajam sebelum dilemparkan ke dalam kobaran api.

Diduga kejadian itu berawal dari sebagian massa yang sebelumnya berkumpul di depan kantor Bupati di Takengon, dan kemudianmemutuskan untuk berhenti di Meurah Pupok untuk menyerang kantor KPA dalam perjalanan pulang. Polisi menyangkal adanya kaitan antara perselisihan IPT dengan KPA dengan pembantaian Atu Lintang. Mereka menyatakan penyebab peristiwa pembantaian itu adalah aksi kekerasan spontan oleh masyarakat tanpa afiliasi tertentu. Penjelasan ini tidak berhasil meredakan merebaknya kecurigaan akan keterlibatan eks-milisi.

Insiden ini berpotensi menimbulkan konflik yang lebih serius sehingga berdampak terhadap perdamaian:

Resiko balas dendam dari GAM/KPA terhadap milisi. KPA segera menuduh pembantaian tersebut sebagai provokasi yang disutradarai oleh milisi, serupa dengan serangan terhadap Komisi Keamanan Bersama (Joint Security Committee - JSC) Aceh Tengah pada tanggal 3 Maret 2003. Insiden tersebut, yang terjadi hampir lima tahun sebelum kasus Atu Lintang, berkontribusi terhadap kegagalan Kesepakatan Penghentian Permusuhan (Cessation of Hostilities Agreement - CoHA) dan berujung kepada berlanjutnya konflik.

Resiko munculnya kembali ketegangan etnis. Balas dendam KPA terhadap milisi bisa menyulut ketegangan antar masyarakat di dataran tinggi, dimana isu loyalitas masa konflik terkait erat dengan suku etnis. Suku Aceh merupakan minoritas di daerah yang mayoritas dihuni oleh suku Gayo dan suku Jawa ini. Ketika milisi muncul setelah tahun 2000, sebagian besar anggotanya direkrut dari suku Jawa,

4

Adijan adalah mantan Ketua Pembela Tanah Air (PETA) untuk Bener Meriah.

Box 1: The Atu Lintang incident – chronology

• February 29th, 10am, Takengon, Aceh Tengah. A meeting between the Terminal Workers Union (IPT) and KPA leads to a clash.

• Around 2pm, Takengon. About 200 members of KPA Linge (central highlands) start to gather in Takengon.

• Around 6pm, Takengon. The Bupati of Aceh Tengah calls a meeting between IPT and KPA. During the meeting, a crowd gathers in front of the Bupati’s office, formed of IPT members and villagers brought by trucks from various areas across Aceh Tengah. According to one witness, the vehicles of KPA delegates are vandalized.

• Around 10pm, Takengon. The meeting concludes with an agreement to sort out the dispute peacefully. The pro-IPT crowd disperses on trucks.

• 8pm-3am. 13 trucks packed with KPA members from Bireuen, Aceh Utara and Aceh Timur are reported to be heading for Aceh Tengah. Four are blocked by TNI at the border of Timang Gajah sub-district, Bener Meriah. Whether other trucks reached their destinations remains unclear.

• March 1st, midnight-3am, Meurah Pupok village, Atu Lintang sub-district. A mob attacks and burns the local KPA office to the ground. Five are killed, one seriously injured.

Kotak 1: Kronologi insiden Atu Lintang

• 29 Februari, pukul 10.00 WIB, Takengon, Aceh Tengah. Sebuah pertemuan antara Ikatan Pekerja (IPT) dan KPA berakhir ricuh.

• Sekitar pukul 14:00 WIB, Takengon. Sekitar 200 anggota KPA Wilayah Linge mulai berkumpul di Takengon.

• Sekitar 18:00 WIB, Takengon. Bupati Aceh Tengah mengadakan pertemuan antara IPT dan KPA. Saat pertemuan berlangsung kerumunan orang berkumpul di depan kantor Bupati, berasal dari anggota IPT dan penduduk desa yang diangkut dengan truk dari berbagai daerah di Aceh Tengah. Menurut saksi mata, kendaraan perwakilan KPA dirusak. • Sekitar pukul 22.00 WIB, Takengon. Rapat membuahkan

kesepakatan untuk menyelesaikan perselisihan secara damai. Kelompok pro-IPT bubar dengan menggunakan truk.

• 20.00-03.00 WIB. 13 truk penuh dengan anggota KPA dari Bireuen, Aceh Utara dan Aceh Timur dilaporkan menuju Aceh Tengah. Empat diantaranya dihadang oleh TNI di perbatasan kecamatan Timang Gajah, Bener Meriah. Masih belum jelas apakah truk lainnya berhasil mencapai tujuan mereka. • 1 Maret, 00.00-03.00 WIB, desa Meurah Pupok, kecamatan

Atu Lintang. Sekelompok orang menyerang dan membakar kantor KPA setempat. Lima orang tewas, seorang luka parah.

(3)

sementara itu suku Gayo terdapat baik di milisi maupun GAM. Hampir semua korban pembantaian 1 Maret adalah suku Gayo,5 sementara suku Jawa merupakan suku yang dominan di Atu Lintang. Tindak kekerasan lebih lanjut dapat mengakibatkan meluasnya konfrontasi tidak hanya di pihak kelompok mantan kombatan tetapi juga masyarakat luas. Hal ini juga berpotensi memunculkan kembali perpecahan etnis dan kemungkinan menyebabkan pengungsian penduduk. Setelah insiden itu, tersebar beritah beberapa kelompok masyararakat di pedalaman telah mulai berpindah ke kota Takengon.

Di tengah tingginya resiko tersebut, pemerintah setempat, pihak keamanan dan komando KPA bertindak untuk menanggulangi kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Polisi telah menangkap dan menahan 25 tersangka pada tanggal 13 Maret. Sejauh ini tidak terjadi tindakan balas dendam. Segera setelah insiden tersebut, KPA langsung mengedarkan instruksi kepada pasukannya agar jangan menanggapi provokasi atau melakukan tindakan balas dendam. Malik Mahmud sendiri mengadakan pertemuan dengan 17 Panglima Wilayah di Banda Aceh pada tanggal 4 Maret 2008. Perpindahan penduduk yang terjadi hanya sebatas pada keluarga korban. Meskipun dilaporkan adanya sweeping malam hari yang dilakukan oleh kelompok tidak dikenal dalam beberapa hari setelah kejadian, situasi keamanan di Aceh Tengah kembali berangsur normal.

Motivasi sebenarnya dari para pelaku insiden belum sepenuhnya terungkap. Akan tetapi, terdapat indikasi beberapa faktor kunci:

Isu loyalitas era-konflik. Hanya satu korban yang merupakan eks-kombatan sementara yang lain adalah anggota baru KPA yang direkrut dari desa sekitar. Menurut pernyataan salah seorang warga, beberapa tersangka yang ditahan polisi, sebelumnya telah mencoba mengintimidasi mereka agar tidak bergabung dengan KPA. Sumber yang sama mengenali dengan pasti beberapa tersangka sebagai tokoh milisi setempat.6 Baik laporan penyelidikan polisi maupun Forum Koordinasi dan Komunikasi Damai Aceh (FKK) menghindari pembahasan afiliasi ideologi para tersangka. Akan tetapi, laporan FKK menyiratkan hal ini, yang menyatakan bahwa kantor KPA dianggap sebagai ancaman terhadap komunitas setempat yang “sejak awal konflik sangat memihak NKRI dan sangat anti terhadap GAM/KPA”.

Kesulitan ekonomi. Menurut polisi dan FKK, tersangka dan anggota komunitas menuduh KPA memungut pajak nanggroe dengan paksa dari proyek pembangunan dan kegiatan usaha masyarakat setempat, serta menuduh mereka terlibat dalam pembalakan liar. Sementara di lain pihak melarang penduduk desa memotong kayu untuk kebutuhan mereka sendiri.7

ALA-ABAS. Gubernur Irwandi Yusuf juga menyatakan insiden itu dapat dihubungkan dengan isu ALA–ABAS (lihat seksi tentang ALA-ABAS di bawah). Aceh Tengah adalah salah satu kabupaten terdepan dalam mendukung proyek pemekaran provinsi. Demonstrasi pro ALA digelar di Takengon sepanjang bulan

5

Empat dari korban berasal dari suku Gayo, seorang dari suku Padang dan korban selamat berasal dari suku Jawa.

6

Wawancara dengan tim World Bank, 3 dan 4 Maret. 7

Perlu dicatat bahwa kesimpulan FKK, sebuah badan mediasi konflik yang didominasi oleh perwakilan dari pemerintah pusat, menimpakan kesalahan kepada perilaku KPA. Masih belum jelas apakah tuduhan terhadap KPA yang disebut di atas telah diselidiki dengan semestinya atau hanya berdasarkan pernyataan para pelaku. Insiden ini mempertanyakan isu tentang KPA sendiri, khususnya karena KPA mengakui sebagian besar korban bukanlah eks-kombatan melainkan anggota baru. Pada mulanya KPA dibentuk sebagai sebuah organisasi yang menampung bekas kombatan TNA. Jika di kemudian hari KPA mulai memperluas keanggotaannya kepada kelompok lainnya, hal ini akan mempengaruhi legitimasi dan menjadi alasan bagi pihak-pihak lain yang mengkritik perubahan bentuk KPA menjadi organisasi sosial-politik yang oportunis. KPA juga sering menerima kritik, khususnya di daerah basis GAM sepanjang pesisir timur atas penyalahgunaan pengaruh serta kekuasaan demi mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi, berkampanye untuk Partai GAM dan pembentukan administrasi “pemerintahan bayangan” yang menyaingi kewenangan pemerintah setempat.

(4)

Februari, termasuk demonstrasi besar dua hari sebelum pertikaian IPT dengan KPA. Iklim semacam ini kemungkinan menyulut ketegangan dan berkontribusi terhadap munculnya kembali perpecahan yang berasal dari era konflik, apalagi setelah KPA dengan tegas menyatakan menentang pemekaran.

Faktor-faktor ini tidak sejalan dengan teori provokasi-terencana yang bertujuan untuk mengacaukan perdamaian, melainkan lebih mengarah kepada skenario lain, dimana suasana konfrontasi dan emosi tinggi pada hari kejadian, ditambah dengan menyulutnya ambisi kedaerahan, mengakibatkan mencuatnya ketegangan di tingkat lokal menjadi tak terkendali. Pelajaran utama dari insiden Atu Lintang adalah bahwa proses perdamaian telah terlihat cukup kuat menangkal tantangan paling serius yang dialami sejauh ini. Dalam situasi dan kondisi yang sangat dramatis dan emosional, pemerintah pusat dan provinsi, pihak keamanan serta KPA bekerja sama mengendalikan insiden itu dan memperkecil resiko memburuknya situasi. Meski demikian, beberapa isu utama masih belum terselesaikan. Selama keanggotaan kelompok tetap menjadi faktor penentu untuk mendapatkan akses terhadap kesempatan ekonomi dan kekerasan dianggap sebagai cara yang sah dalam menyelesaikan perselisihan, insiden seperti Atu Lintang kemungkinan besar dapat terulang lagi.

ALA – ABAS: sebuah ujian bagi kohesi sosial Aceh yang juga menegaskan perlunya penerapan MoU dan UU PA secara penuh dan segera.

Bulan Januari dikejutkan dengan pemunculan kembali isu lama tentang pemekaran provinsi Aceh dengan pembentukan dua provinsi baru, Aceh Leuser Antara (ALA) dan Aceh Barat Selatan (ABAS). Pada tanggal 22 Januari, DPR mengajukan hak inisiatif untuk membentuk 21 provinsi baru di seluruh Indonesia diajukan ke DPR. Di antaranya pembentukan ALA, yang meliputi dataran tinggi,8 dan ABAS, yang terdiri dari kabupaten-kabupaten di pesisir Barat. 9 Gubernur

Irwandi Yusuf

menentang keras usulan ini, yang kemudian diikuti oleh sejumlah aktor termasuk anggota parlemen provinsi dan nasional, anggota masyarakat sipil dan tokoh-tokoh GAM/KPA. Lampiran 1 merupakan ringkasan argumentasi dari para pendukung maupun penentang pemekaran wilayah itu, dimana intinya berkisar diantara persoalan sosial

ekonomi dan

konsistensinya dengan MoU Helsinki dan UU

PA. Yang paling

menonjol dari kekhawatiran penentang adalah dampak upaya pemekaran terhadap dapat mengancam proses perdamaian. Gubernur Irwandi Yusuf dan sejumlah tokoh GAM memberikan pernyataan tajam yang menuduh gerakan tersebut sebagai usaha yang disengaja oleh elit setempat dan nasional untuk mengacaukan kondisi Aceh yang masih dalam masa

8

Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil dan Kota Subussalam. 9

Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Nagan Raya dan Aceh Selatan dan Simeulue.

Kotak 2: Kronologi ALA-ABAS

• 4 Desember 2005, Jakarta. Tujuh Bupati dan sebelas pimpinan DPRK mendeklarasikan pembentukan provinsi ALA dan ABAS. Deklarasi ini tidak memiliki dasar hukum.

• 22 Januari 2008, Jakarta. Hak inisiatif membentukan ALA dan ABAS diajukan kepada DPR untuk dibahas.

• 23 Januari 2008, Banda Aceh. Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan sikapnya yang menentang pemekaran wilayah tersebut.

• Februari 2008. Spanduk-spanduk bertuliskan slogan-slogan pro-ALA dan ABAS dipasang di sepanjang jalan di berbagai kota di Aceh Tengah dan pesisir Barat.

• 24 Februari 2008. Gubernur Irwandi Yusuf memerintahkan kepada kepolisian dan Bupati untuk menurunkan spanduk-spanduk itu.

• 21 dan 26 Februari 2008, Takengon, Aceh Tengah. Ratusan kepala desa di Aceh Tengah berdemonstrasi untuk mendukung pemekaran wilayah. Mereka menyatakan berencana pergi ke Jakarta untuk menyampaikan aspirasi kepada Presiden Yudhoyono dan mengancam akan mengembalikan stempel dan lencana jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.

• 27 Februari 2008, Takengon, Aceh Tengah. Ratusan orang menandatangani spanduk pro-ALA saat demonstrasi yang dihadiri oleh Bupati, Wakil Bupati Aceh Tengah dan Ketua DPRK.

(5)

transisi yang rapuh terhadap perdamaian dan pembentukan “pemerintahan sendiri”(lihat pernyataan di Lampiran 1).

Untuk memahami perdebatan yang seutuhnya, kita harus melihat kembali sejarah pemekaran wilayah itu. Isu ALA-ABAS sebenarnya isu lama yang kembali menjadi kontroversial pada saat elit politik lokal mencoba menghidupkannya kembali pada akhir tahun sembilan puluhan. Pada waktu itu, GAM menganggap inisiatif tersebut sebagai strategi Jakarta untuk membendung perluasan gerakan separatis ke luar basisnya di pesisir Timur. Sebagian dari pendukung provinsi ALA kini terdiri dari elit yang sama yang mempromosikan pemekaran wilayah semasa konflik, sebagian besar berafiliasi dengan Golkar,10 beberapa diantaranya memiliki hubungan dengan eks-milisi anti separatis.11 Hal ini menimbulkan kecurigaan Irwandi dan GAM bahwa pemunculan kembali isu pemekaran itu bisa menjadi dasar dari strategi “memecah belah” yang bertujuan untuk menghadang perluasan kendali politik GAM di seluruh wilayah Aceh dan kemungkinan meraih kembali kekalahan di wilayah itu saat pemilu tahun 2006.

Disamping menimbulkan kecurigaan di antara Aceh dan Jakarta, isu tersebut juga berpeluang untuk berdampak pada proses perdamaian sebagai berikut:

Memperburuk perbedaan pendapat terhadap pemahaman dan penerapan MoU dan UU PA. Hal ini berkaitan dengan perbedaan antara MoU dan UU PA pada dua isu: definisi perbatasan Aceh dan sejauh mana pemerintah dan legislatif provinsi harus terlibat dalam keputusan Jakarta mengenai Aceh (lihat Lampiran 1). Pada kedua isu itu, mereka yang menentang pemekaran wilayah menuduhnya sebagai pelanggaran besar-besaran terhadap semangat MoU. Sementara para pendukung ALA-ABAS berpendapat bahwa pemekaran wilayah itu sejalan dengan UU PA. Dengan demikian, perdebatan itu menunjukkan dan memperkuat persepsi yang diakui oleh banyak pihak di Aceh, tidak terbatas kepada GAM/KPA, bahwa UU PA mengkhianati butir-butir MoU, terutama berkenaan dengan konsep “pemerintahan sendiri”. Perdebatan juga mengangkat isu tentang penerapan UU PA itu sendiri. UU PA dengan jelas menyatakan bahwa undang-undang yang dikeluarkan oleh parlemen nasional harus melibatkan konsultasi dengan legislatif provinsi. Akan tetapi, butir ini belum dituangkan ke dalam peraturan presiden (Perpres).

Resiko munculnya kembali ketegangan etnis di Aceh tengah. Perdebatan ini juga telah membuahkan suasana tidak stabil yang beresiko munculnya kembali ketegangan etnis dan perpecahan loyalitas yang berasal dari era konflik, terutama di antara KPA dan eks-milisi di Aceh tengah (lihat insiden Atu Lintang di atas). Resiko ini lebih rendah terjadi di pesisir Barat, dimana perpecahan etnis tidak pernah mengarah kepada tingkat kekerasan seperti Aceh tengah.

Masih panjang jalan bagi ALA dan ABAS untuk menjadi kenyataan. Seandainya pun Komisi II DPR menyetujui usulan ini menjadi RUU, usulan tersebut tetap harus memenangkan mayoritas suara DPR seluruhnya dan mendapat persetujuan presiden. Dewan terpecah dalam isu ini dan kecil kemungkinan Presiden akan setuju menandatangani undang-undang yang akan mempertaruhkan proses perdamaian dimana dia merupakan penggagas utamanya. Juga kecil kemungkinan DPR akan memutuskan untuk tak mengindahkan semangat UU PA dengan menolak berkonsultasi dengan parlemen provinsi, yang hampir dapat dipastikan akan menentang undang-undang tersebut.

10

Dahulu Golkar adalah kendaraan politik Suharto dan tetap bertahan sebagai salah satu partai politik terbesar di Indonesia.

11

Termasuk Tagore Abu Bakar, Bupati Bener Meriah, Syukur Khobat, Ketua DPRK Aceh Tengah dan Armen Desky, mantan Bupati Aceh Tenggara, dan istrinya merupakan salah satu anggota parlemen nasional yang pro-ALA. Mereka semua figur Golkar.

(6)

0 20 40 60 80 100 120 140 160 Jan 05 Feb Ma r Apr May Jun Jul Aug MoU Sep Oct Nov De c Jan 06 Feb Ma r Apr May June July Aug Sep Oct Nov De c Jan 07 Feb Ma r Apr May June July Aug Sep Oct Nov De c Jan 08 Feb

Insiden kekerasan Jumlah total konflik

Sementara itu, usaha-usaha ke arah meredam ketegangan perlu lebih ditekankan dengan memperhatikan kesulitan ekonomi para pendukung ALA-ABAS dan isu-isu yang berkaitan dengan MoU serta UUPA:

• Banyak di antara khalayak umum pendukung pemekaran wilayah terutama di organisasi pro-ABAS, tidak memandangnya sebagai tujuan utama melainkan sebagai cara agar menarik perhatian terhadap kesulitan keadaan sosial ekonomi dan diskriminasi terhadap mereka. Masih ada kesempatan bagi pemerintah provinsi untuk menunjukkan komitmen dalam menangani isu ketidakadilan tersebut.

• Isu ini juga mengarisbawahi mendesaknya pembentukan badan konsultatif yang sah dan diakui untuk memungkinkan Aceh dan Jakarta menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai MoU dan UU PA dan melakukan revisi bilamana diperlukan. Selama poin-poin utama seperti perbatasan Aceh dan definisi “pemerintahan sendiri” tidak dijabarkan ke dalam peraturan dan undang-undang sebagaimana mestinya, konflik serta isu-isu akan terus timbul.

Konflik dan kekerasan makin meningkat

Kekerasan tingkat lokal tetap tinggi di bulan Januari, dengan dilaporkannya 22 insiden, dan mencapai puncaknya di bulan Februari, dengan 30 kasus kekerasan (lihat Figur 1). Bulan Februari juga ditandai oleh peningkatan tajam pada jumlah konflik keseluruhan (dengan atau tanpa kekerasan), dengan dilaporkannya 123 konflik baru.

Beberapa hal dapat disimpulkan dari insiden kekerasan di bulan Januari dan Februari (lihat Tabel 1 untuk ringkasan):

Pembunuhan, penembakan, penculikan dan serangan teror berlanjut. Peristiwa penembakan saat penangkapan Teungku Husaini disusul kematiannya dalam tahanan terkait dengan penyelidikan polisi terhadap pembunuhan Teungku Badruddin (lihat laporan bulan Desember). Dua insiden lainnya, pemboman LSM lokal di Muara Batu pada tanggal 31 Januari serta penculikan imam KPA di Sawang pada tanggal 12 Februari, dikaitkan oleh polisi dengan aksi balas dendam oleh para pengikut Badruddin. Motif dari empat kasus penculikan, dua pembunuhan serta satu penembakan anggota kepolisian masih belum jelas.12 Dibutuhkan penyelidikan terhadap insiden tanpa alasan jelas seperti itu untuk menghalau kecurigaan bahwa ini adalah provokasi oleh pihak-pihak yang berusaha untuk mengganggu kestabilan Aceh. • Bulan Februari ditandai dengan jumlah kasus tindakan main hakim sendiri yang

luar biasa tinggi (12),13 sembilan di antaranya dengan tindak kekerasan. Faktor

12

Angka ini tidak termasuk kasus kriminal. Bank data kami hanya mencatat kasus insiden konflik dengan indikasi memadai tentang terlibatnya faktor lain, atau kasus bermotif tidak jelas tapi tidak memenuhi profil kejahatan murni (contohnya ketika tak ada yang dicuri).

13

Catatan tertinggi kasus main hakim sendiri yang sebelumnya terjadi di bulan Mei 2007, dengan dilaporkannya 13 kasus.

(7)

0 5 10 15 20 25 30 Oct 06

Nov Dec Jan 07

Feb Mar Apr May June July Aug Sep Oct Nov Dec Jan 08

Feb Konflik terkait sumber daya Konflik terkait korupsi

Insiden berkekerasan terkait sumber daya Insiden berkekerasan terkait korupsi

utamanya adalah ketidakpuasan terhadap tingginya tingkat kejahatan dan kurangnya kepercayaan terhadap kemampuan kepolisian dalam menanganinya.

Hanya ada satu catatan kasus kekerasan yang terkait bantuan. Kasus tersebut terjadi pada waktu aksi demonstrasi korban banjir berakhir ricuh di Aceh Tamiang pada tanggal 14 Januari. Tiga orang terluka dalam bentrokan antara para demonstran dan polisi.

76% dari insiden paling serius (melibatkan senjata, pembakaran, penculikan) terjadi di pesisir Timur di Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur dan Langsa. 40% terjadi hanya di Aceh Utara (7 kasus).

Tabel 1: Insiden kekerasan di bulan Januari dan Februari 2008 berdasarkan jenisnya

Jumlah Jenis kekerasan Korban

11

Pembunuhan, penembakan, penculikan, serangan teror

Satu kematian misterius; dua peristiwa pembunuhan; dua penembakan; satu pemboman; lima penculikan

3 tewas 1 terluka

7 Kekerasan terkait persaingan sumber daya, lapangan kerja, pasar 7 terluka

1 Terkait bantuan 3 terluka

12 Aksi main hakim sendiri:

Sepuluh kasus pelaku kejahatan dikeroyok sekelompok orang; dua kasus khalwat 16 terluka

3 Pelecehan yang dilakukan oleh pihak keamanan 4 terluka

12 Masalah pribadi (balas dendam, dll) 1 tewas

9 terluka

6 Lainnya 7 terluka

Terjadi lonjakan dalam jumlah konflik yang terkait dengan akses kepada sumber daya dan dugaan korupsi (lihat Figur 2)

• Di bulan Februari, konflik yang terkait dengan akses terhadap sumber daya mencapai tingkat tertinggi sejak bulan Oktober 2006 (20 kasus). Kebanyakan kasus berhubungan dengan akses terhadap sumber daya alam umum, seperti lahan pertanian, dimana anggota masyarakat bentrok dengan pemerintah setempat atau perusahaan swasta. Satu jenis konflik dominan lainnya melibatkan individu atau organisasi yang bersaing dalam bidang ekonomi untuk menperebutkan pasar, pelanggan dan lapangan kerja. Di bulan Februari, lebih dari 50% kasus jenis tersebut ini (empat di antara tujuh) berujung kepada kekerasan.

• Konflik yang berkaitan dengan dugaan korupsi, yang meningkat sejak bulan September tahun lalu, juga mencapai titik tertinggi, yaitu dengan 27 kasus (lihat Figur 2). Hampir semua insiden ini terdiri dari keluhan dan protes yang dilontarkan oleh organisasi masyarakat atau komunitas kepada media atau petugas yang terkait. Tak satupun diwarnai oleh tindak kekerasan.

Isu Partai GAM diselesaikan dan sebuah badan mediasi baru dibentuk

Pada tanggal 25 Februari, Partai GAM mengumumkan perubahan namanya menjadi Partai Gerakan Aceh Mandiri, menghilangkan kata “Merdeka” dalam nama mantan gerakan separatis. Partai GAM juga tidak lagi menggunakan bendera GAM sebagai simbolnya. Hal ini

(8)

kemungkinan besar dapat menyelesaikan isu berlarut-larut antara partai politik pimpinan Muzzakir Manaf, Ketua KPA,14 dan Jakarta, yang menuding penggunaan nama serta simbol-simbol GAM adalah bukti bahwa GAM/KPA belum melupakan keinginan untuk merdeka (lihat laporan bulan Oktober 2007). Hal ini memungkinkan Partai GAM untuk menjadi salah satu partai politik penting dalam pemilu 2009.

Terobosan ini terjadi setelah pertemuan tingkat tinggi antara tokoh pimpinan Partai GAM dan perwakilan pemerintah pusat, dijembatani oleh Interpeace, di Makassar pada tanggal 9 – 10 Februari. Ada indikasi bahwa ketegangan antar faksi elit GAM (Malik Mahmud dan “GAM lama” pada satu sisi, Irwandi dan para “GAM muda” di sisi lain) ikut berperan dalam upaya Partai GAM untuk mempertahankan penggunaan nama serta simbolnya. Menindaklanjuti pertemuan Makassar, Ibrahim KBS, juru bicara KPA, menyatakan bahwa hasil pembicaraan memungkinkan Partai GAM untuk mengidentifikasi “kelompok (yang) juga mengaku mewakili GAM/KPA dan begitu juga suara dari pemegang kekuasaan di Aceh yang merasionalkan ke pusat bahwa (Partai GAM) telah salah langkah” demi “kepentingan ambisi politik pribadi atau kelompok (mereka)”.15 Tak lama kemudian, Irwandi mengeluarkan sejumlah pernyataan pers bahwa dia menentang peraturan pemerintah pusat nomor 77/2007 yang melarang penggunaan simbol-simbol GAM oleh partai lokal, dengan alasan beliau belum diajak berkonsultasi dan hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap semangat MoU. Pernyataan-pernyataan tersebut mungkin juga dapat dibaca sebagai sebuah upaya untuk meredakan kecurigaan Partai GAM, agar kesepakatan tercapai untuk mengubah nama dan meninggalkan simbol-simbolnya.

Hari-hari setelah pertemuan Makassar juga diwarnai oleh pembentukan badan mediasi konflik baru, Komisi Keberlanjutan Perdamaian Aceh (CoSPA). Mengambil model dari Kesepakatan Penghentian Permusuhan (Commission on Security Arrangements - CoSA) yang dijembatani oleh Aceh Monitoring Mission (AMM). CoSPA bertujuan menjadi sebuah forum yang memungkinkan para aktor proses perdamaian untuk membahas dan menangani isu terkait dengan implementasi MoU dan insiden konflik di lapangan. Didukung oleh Irwandi, CoSPA terdiri dari perwakilan FKK dari pemerintah pusat dan GAM yang diwakili oleh tokoh-tokoh yang dekat dengan Gubernur, seperti Nur Djuli, Bakhtiar Abdullah, Muksalmina, Teuku Hadi, Sofyan Dawood dan Shadia Marhaban. 16 KPA menolak untuk berpartisipasi, meski membantah bahwa penolakan ini merupakan indikasi adanya gejolak dalam tubuh GAM. Mengutip kata-kata Ibrahim KBS, “tidur boleh beda tempat, mimpinya tetap sama”.17

Kesimpulannya, baik penyelesaian isu Partai GAM maupun dibentuknya CoSPA menunjukkan upaya positif untuk menjalin hubungan kerjasama yang lebih baik antara GAM dan Jakarta, walaupun hal itu juga mengungkapkan tetap adanya sikap saling mencurigai dan persaingan dalam elit GAM. Meskipun CoSPA diterima dengan tangan terbuka, efisiensinya kemungkinan akan terbatas akibat penolakan KPA untuk bergabung. Keberadaan jalur-jalur perundingan paralel antara Jakarta dan kelompok-kelompok berbeda yang semuanya mengatasnamakan GAM (pengikut Irwandi dengan CoSPA, dan pengikut Malik Mahmud dengan inisiatif seperti konferensi Makassar), menjadi salah satu rintangan utama bagi penanganan isu-isu lain dari MoU dan UU PA dengan cara yang cepat dan efisien.

14

Malik Mahmud, mantan Perdana Menteri GAM dan Ketua pertama Partai GAM, diganti oleh Muzzakir Manaf pada pertengahan Februari. Malik Mahmud, yang pemegang paspor Singapura, tidak memiliki kewarganegaraan Indonesian. Hal ini menimbulkan permasalahan lain terhadap keabsahan partai.

15

Harian Aceh, 13 Februari 2008. 16

Perlu dicatat bahwa sebagian besar dari tokoh-tokoh tersebut juga merupakan anggota Tim Pemantau MoU Heslinki yang menuntut revisi UU PA.

17

(9)

Lampiran 1 – Perdebatan tentang ALA dan ABAS

Pokok utama argumentasi dan kutipan

Pro Kontra

Argumen sosial-ekonomi

• Masyarakat beretnis heterogen dataran

tinggi Gayo dan pesisir Barat menderita diskriminasi oleh pemerintah provinsi dalam hal alokasi dana, akses terhadap layanan publik dan progam pembangunan.

• Gubernur Irwandi Yusuf memusatkan

perhatiannya kepada bekas basis GAM di pantai Timur, dimana GAM memiliki kendali politik.

• Pemekaran wilayah ini akan membuat ALA dan ABAS mempunyai kendali langsung terhadap dana alokasi umum (DAU) yang lebih tinggi dari pemerintah pusat, sehingga dapat meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan sosial.

• Kemiskinan dan lambatnya laju

pembangunan tidak terbatas pada dataran tinggi Gayo dan pesisir Barat saja, tapi merupakan masalah bersama kabupaten-kabupaten di seluruh Aceh.18

• Jika tujuannya adalah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat, pemekaran

wilayah bukanlah jalan keluarnya.

Pemerintah kabupaten seharusnya lebih terfokus pada pengelolaan dana yang tersedia dengan cara yang lebih efisien dan transparan.

Argumen yang berkaitan dengan MoU dan UU PA Pemekaran wilayah sejalan dengan:

• Definisi geografis perbatasan Aceh menurut UU PA dibatasi oleh Selat Malaka, Samudera Hindia dan Sumatera Utara (Pasal 3).

• Pasal 5 UU PA: pemekaran di Aceh

mengikuti undang-undang Republik Indonesia yang sudah ada.

• Pasal 8 UU PA: rancangan undang-undang oleh legislatif nasional tentang Aceh harus melibatkan konsultasi dengan legislatif provinsi.

Pemekaran wilayah provinsi merupakan

pelanggaran terhadap butir MoU berikut:

• 1.1.4: mengakui perbatasan Aceh per 1 Juli 1956.

Isu ini juga menimbulkan tanda tanya terhadap butir-butir MoU berikut:

• 1.1.2.C dan 1.2.4: keputusan legislatif nasional tentang Aceh harus diambil melalui konsultasi dengan legislatif Aceh, dan sampai dengan tahun 2009 keputusan DPRA juga harus disetujui oleh Gubernur Aceh.

Kutipan

Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh: “Saya akan lawan sekuat tenaga elit politik di Jakarta demi mempertahankan keutuhan dan kedamaian Aceh… Hanya elit-elit kegatalan ingin Aceh ini pemekaran. Aceh adalah Aceh, titik” (Serambi, 01/24/08).

Fauzan Azima, mantan komandan TNA Wilayah Linge: “Kalau Jakarta terus mengobok-obok Aceh, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi perang kembali di Aceh” (Harian Aceh 02/27/08).19

TAF Haikal, Jurubicara Kaukus Pantai Barat Selatan, salah satu organisasi advokasi pemekaran ABAS: “Munculnya wacana pemekaran ini tidak terlepas dari rasa ketidakadilan yang dialami masyarakat… Kalau pemerataan pembangunan dan kesempatan di birokrasi ada, alasan apa lagi untuk berpisah” (Serambi 01/24/08).

Iwan Gayo, Jurubicara KP3ALA: “Irwandi boleh-boleh saja berjuang untuk memekarkan Aceh menjadi satu dari 200-an Negara di dunia. Tapi, harus dipertimbangkan juga perjuangan ALA untuk menjadi salah satu dari 33 provinsi di Negara ini” (Harian Aceh, 01/26/08).

18

Hasil World Bank’s Poverty Assessment menunjukkan bahwa kabupaten termiskin di tahun 2004 (dengan tingkat kemiskinan di atas 30%) adalah Aceh Barat, Aceh Tenggara (di atas 40%), Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, namun juga termasuk Aceh Timur (di atas 40%), Langsa dan Aceh Utara. Tingkat kemiskinan menurun drastis di hampir seluruh kabupaten pada tahun 2006, kecuali di Aceh Tenggara.

19

Dalam pernyataan yang sama, Fauzan Azima juga berkata bahwa elit Jakarta yang menyokong ALA-ABAS menerima dukungan dari Badan Intelejen Nasional (BIN) Indonesia.

Gambar

Figure 1:  Violent LL incidents and total # of LL conflicts, by month
Figur 2: Konflik dan kekerasan terkait akses terhadap sumber daya dan korupsi per bulan

Referensi

Dokumen terkait

a. Materi pembelajaran pada Tata Tulis Karya Ilmiah berupa penyusunan Proposal PKM, Kuis yang berkaitan dengan aspek kebahasaan Indonesia, Resume bimbingan 10 kelompok dan 10

Reksadana menawarkan berbagai komposisi sekuritas tergantung pilihan pemodal, sehubungan dengan hal tersebut maka sebenarnya reksa dana melakukan diversifikasi resiko dengan

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan OSO SUSTAINABILITY FUND yang telah lengkap sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Investasi Kolektif

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Akhir yang berjudul “SISTEM INFORMASI

Tokoh lainnya, yaitu Stair & Reynolds (2010) mengatakan bahwa sistem informasi merupakan suatu perangkat elemen atau komponen yang saling terkait satu sama lain,

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap implementasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2016, dan (2) konsep pengawasan

Topik-topik yang dibahas pada mata kuliah ini berupa (1) Konsep dasar statistik, (2) Statistik Deskriptif, (3) Populasi dan sampel, (4) Variabel dan Skala pengukuran, (5)

Misalnya, guru membuat satu contoh dan noncontoh dari suatu materi, kemudian guru meminta siswa m encari kesam aan d an m em band ingkan ked u anya sehingga sisw a m engenali