• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi grounded theory tentang motivasi perempuan melakukan aktivitas cybersex - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Studi grounded theory tentang motivasi perempuan melakukan aktivitas cybersex - USD Repository"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG MOTIVASI PEREMPUAN MELAKUKAN AKTIVITAS CYBERSEX

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Lana Dara Florencys

099114015

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

i

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG MOTIVASI PEREMPUAN MELAKUKAN AKTIVITAS CYBERSEX

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Lana Dara Florencys

099114015

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)

iv

“Serahkan segala kegelisahan dan kekhawatiranmu dalam doa

pada Yesus dan Bunda Maria

karena semua indah pada waktuNya” Lana Dara Florencys

“You don’t always need a plan. Sometimes you just need to breathe,

Let go and trust the Lord. And watch what happens”

(6)

v

SKRIPSI INI SAYA PERSEMBAHKAN KEPADA

YESUS BESERTA LASKAR KRISTUS YANG SELALU MENDAMPINGI DAN

MEMBANTU SAYA DALAM PROSES PENELITIAN INI, PAPA DAN ALMH. MAMA

(7)
(8)

vii

STUDI GROUNDED THEORY TENTANG MOTIVASI PEREMPUAN MELAKUKAN AKTIVITAS CYBERSEX

Studi Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Lana Dara Florencys ABSTRAK

Motivasi merupakan komponen penting bagi tingkah laku individu. Melalui motivasi

seseorang dapat mengarahkan dirinya untuk terlibat pada aktivitas yang diinginkan salah satunya

terlibat dalam aktivitas seks online (cybersex). Perempuan merupakan salah satu pihak yang memiliki

keterlibatan dalam aktivitas cybersex. Sayangnya belum terdapat data yang representatif untuk

mengungkap dan memahami alasan/ motif perempuan terlibat dalam aktivitas tersebut. Penelitian ini

hendak mengetahui paradigma motif perempuan melakukan aktivitas cybersex dengan menggali

hal-hal yang mendorong mereka melalui pengalaman cybersex yang dialami. Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan Grounded Theory. Pengambilan data dilakukan melalui

wawancara dengan jumlah 4 responden perempuan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa

terdapat motif personal dan interpersonal yang mendorong perempuan terlibat untuk melakukan

aktivtas cybersex. Motivasi personal yang muncul meliputi adanya keinginan berelasi, hiburan,

keingintahuan pengalaman seks, keingintahuan selera seks pasangan, peran dalam memuaskan

pasangan, kebutuhan afeksi, keinginan berhubungan seks, dan keinginan membantu melepas

tegangan pasangan. Sedangkan motivasi interpersonal meliputi kelebihan media yang digunakan,

adanya konflik batin (tuntutatan, komplain pasangan, pertengkaran), kedekatan afeksi, kondisi sepi

pasangan, serta pemenuhan hasrat dengan emosi. Secara singkat bahwa Personal Motive maupun

Interpersonal Motive yang muncul pada kalangan perempuan mengarah pada interaksi relasional

yaitu interaksi yang sifatnya mental dan emosi

(9)

viii

STUDY OF GROUNDED THEORY ABOUT WOMEN MOTIVATION IN CYBERSEX ACTIVITY

Study of Psychology Students Sanata Dharma University Yogyakarta

Lana Dara Florencys ABSTRACT

Motivation is an important component in individual behavior. By motivation, someone can

appeal themselves to involved in the activities they wants, for example in Online Sexual Activity

(Cybersex). Women are one side who play the role in that activity. Unfortunately, there is no representative data to show and understand the motives behind the choice. This study’s objective is to understand the women motives paradigm for doing cybersex activity with exploring things that push

them with their cybersex experiences. This study has qualitative study with Grounded Theory

approach. Data sampling is done by interview with four females respondents. The result show that

there are personal and interpersonal motives which push the females to involved in cybersex activity.

Personal motives is like relationship desire, just for fun, curiosity in sex experiences, curiosity in partner’s desire, to satisfied, affection needs, desire to having sex and to decrease the tense with partner. While interpersonal motives include the advantage of the media, internal conflicts (partner’s complaints, demands, quarrels), affection adjacency lonely condition, and fulfillment of desires with

emotion. In short term, between personal and interpersonal motive, both are relationship oriented,

which is mental and emotional interactions.

(10)
(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi berkat dan bimbingan kepada saya sehingga bisa menyelesaikan tugas akhir saya ini. Dengan kerendahan hati, saya menyadari bahwa tanpa berkat dan bimbinganNya saya tidak dapat menyelesaikan tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi ini.

Skripsi ini menjadi satu “Masterpiece” pertama yang berhasil saya buat. Kupersembahkan skripsi ini spesial untuk mereka yang sudah begitu berjasa, meninggalkan banyak kenangan dan warna, serta selalu menjadi tempat yang istimewa dalam hidup saya.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada :

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria serta para laskar surgawi

Papaku Karolus Kota dan Almh. Mama Angelina Siti Maryati atas dukungan dan doa yang diberikan pada perjuangan saya selama ini meskipun durasi studi saya tergolong lama. Kesabaran dan dukungan kalianlah yang membuat saya semakin termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi saya ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada kakakku Tyurina Cahya Florencys dan Adikku Tyofani Putri Florencys yang selalu memberikan suka dan duka dalam setiap hariku. Semoga kalian sukses selalu dalam pekerjaan dan studinya.

(12)

xi

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si sebagai Dekan Fakultas Psikologi atas izinnya untuk menyelesaikan skripsi ini

2. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi sebagai dosen pembimbing skripsi saya. Terima kasih atas kerjasama, kesabaran, waktu, dan ilmu saat membimbing saya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Saya bangga sudah dibimbing oleh bapak. Maaf bila ada salah kata atau perbuatan selama saya menjalankan bimbingan bersama bapak 

3. Para dosen penguji ujian skripsi

4. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si selaku dosen pembimbing akademik kelas A yang telah banyak membantu saya selama proses kuliah berlangsung. Terimakasih juga atas nasehat dan dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas bimbingannya selama saya menempuh studi.

6. Segenap karyawan Psikologi Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gik, Mas Muji, dan Mas Doni atas bantuan dan kerjasamanya

7. Kepada para subjek penelitian saya yang bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai. Terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya semoga skripsi ini juga bisa digunakan sebagai salah satu bahan untuk penelitian berikutnya. 8. Teman-teman seperjuangan bimbingan Pak Siswa: Martha, Dita, Mba Tya,

(13)

xii

9. Sahabat-sahabatku Jeje, Ayu, Leza, Mery, Angel, Alvia, Ara, Okvi yang selalu membantu dan mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi ini dan selalu mendukungku ketika diriku mulai merasa kurang mampu menyelesaikannya. Serta teman-teman seperjuanganku Psikologi 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan serta semangat dukungannya.

10. Untuk yanti aka yanto yang menemaniku latihan presentasi menjelang hari H. Terimakasih banyak untuk sarannya

11. Adik-adik asisten tes kognitif 2011: Angga, Adhi, Olga, Meli, Ibeth, Wenni, Clara, Dedew, Prisil. Terimakasih atas perhatian dan kebersamaan kita..aku lulus loh hehehe.. semangat terus ya buat kalian adik-adiiik 

12. Para mitra perpustakaan paingan Mba Gustin, Mba Paulin, Mba Titien, Mba Mengty, Mba Judith, Mba Chandra, Mba Winda, Mba Fani, Mas Eko, Mas Miko, Angel, Rani, Chyntia, Ika, Rea, Ocil, Keket, Mery, Prima, Tika, Hani, Iwan, Nasa, Nisa, Remma, Mas Agung, Fandra, Yoha, Anna, Nia. Terimakasih atas bantuan, dukungan dan kebersamaan kita. Senang sekali bisa menjadi keluarga kecil di perpustakaan paingan serta berdinamika bersama..I love you so much!

13. Para staff perpustakaan paingan Pak Parmo, Pak Sunu, Pak Widi, Pak Bradi, Mas Rahmadi, Pak Narto, Pak Totok, Pak Yanto, Pak Wardi, Bu Astuti, Bu Ety dan Bu Mini. Terimakasih atas kerjasama dan kebersamaan kita.

(14)

xiii

15.Tim KKN serta warga Dusun Gadingan. Terima kasih atas tempat, kerjasama, dukungan dan kebersamaannya.

16.Barisan para mantan. Terimakasih atas warna-warni kenangan bersama kalian. Saya banyak belajar dari semuanya. Sukses selalu untuk kalian! 17. Dan semua pihak yang telah, sedang dan mengisi hari-hari saya maupun

yang menikmati sajian skripsi ini.

Selalu teriring senyum dan doa yang terbaik dari saya untuk kalian semua 

Mohon maaf apabila ada kesalahan. Semoga selalu ada kesempatan untuk berjumpa kembali dengan kalian. Amin

Salam Senyum dan Semangat,

(15)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C.Tujuan Penelitian ... 10

D.Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A.Cybersex ... 12

1. Pengertian Cybersex ... 12

(16)

xv

3. Pengguna Cybersex ... 16

4. Alasan Individu Menggunakan Cybersex ... 17

5. Dampak Penggunaan Cybersex ... 20

6. Pengukuran ... 21

B.Perempuan dalam Budaya Patriarki ... 21

1. Budaya Patriarki ... 21

2. Konsep Umum Seks dan Gender ... 21

C.Motivasi ... 23

1. Pengertian Motivasi ... 23

2. Jenis-jenis Motif ... 24

3. Proses Motivasi ... 26

D.Dinamika Motivasi dengan Penggunaan Cybersex ... 28

E.Pertanyaan Penelitian ... 31

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 32

A.Jenis Penelitian ... 32

B.Batasan Penelitian ... 33

C.Subjek Penelitian ... 33

D.Teknik Pengambilan Data ... 34

E.Prosedur Penelitian ... 36

F. Teknik Analisa Data ... 38

G.Kredibilitas Penelitian ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40

A.Pelaksanaan Penelitian ... 40

B.Deskripsi Subjek ... 42

(17)

xvi

1. Hasil Analisis Data Penelitian ... 43

2. Integrasi Hasil Analisis Data ... 53

D.Pembahasan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B.Kelebihan Penelitian ... 70

C.Keterbatasan Penelitian ... 71

D.Saran ... 71

1. Bagi Subjek dan Perempuan Dikalangan Dewasa ... 71

2. Bagi Orang Tua dan Lembaga Perkawinan ... 72

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 74

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pedoman Wawancara ... 35

Tabel 2. Pelaksanaan Wawancara ... 41

Tabel 3. Data Demografik Responden ... 43

Tabel 4. Ringkasan Dinamika ... 51

Tabel 5. Kategori Personal Motive ... 53

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Secara umum internet telah menjadi sarana komunikasi dan menjalin relasi yang kuat dikalangan kaum muda saat ini (Carvalheira, 2003). Melalui internet pengalaman baru manusia dengan cepat terbuka dan akan dipahami sebagai "ruang transisi” berupa perpanjangan dari pikiran dan kepribadian individu yang mencerminkan selera, sikap dan minat mereka (Suler, 1999). Tidak sebatas memberikan pengaruh pada kegiatan berkomunikasi dan menjalin relasi, internet juga dapat digunakan untuk mengeksplor informasi seksual (Baumgartner, 2012). Daya tarik seseorang dalam mengeksplor informasi seksual di internet dapat dilakukan dengan terlibat dalam beberapa bentuk aktivitas seksual online (Delmonico dalam Cooper, 2001). Sehingga pengaruh internet akan diakui sebagai penyebab “revolusi seksual” berikutnya (Cooper dalam Carvalheira, 2003).

(22)

Cooper & Griffin (2003) mendefinisikan Online Sexual Activity (OSA) sebagai kegiatan di internet yang melibatkan seksualitas seperti membeli produk seksual, melihat pornografi, berbagi erotika dan cybersex. Shaugnessy et al (2011) membagi aktivitas seks online dalam 3 bentuk yaitu non-arousal activities (mis: mencari informasi seksual), solitary-arousal activities (mis: melihat foto/ video porno) dan partnered-arousal activities (mis: cybersex). Peran panca indera dalam ketiga aktivitas tersebut tidak dapat berperan secara menyeluruh. Namun seiring berkembangnya waktu dan teknologi perkembangan fenomena aktivitas yang dilakukan secara partnered-arousal activities (cybersex) semakin diminati.

Dalam penelitian ini cybersex didefinisikan sebagai sub bagian dari aktivitas seks online berupa kegiatan interaktif setidaknya lebih dari satu orang dalam mengkomunikasikan secara realtime melalui internet hal seksualitas baik berbagi aktivitas seks, fantasi maupun keinginan seks dengan atau tanpa stimulasi diri. Penelitian yang dilakukan Shaugnessy (2011) pada siswa heteroseksual menunjukkan bahwa cybersex mengacu pada bentuk interaktif dan realtime. Dikatakan interaktif dan realtime karena melibatkan lebih dari satu orang dan dilakukan pada waktu yang sama melaui chattrooms, instant messaging atau webcam.

(23)

cybersex yang biasa disebut sebagai “Triple A Engine” yaitu Anonymity, Affordability dan Accessibility. Anonimity mengacu pada individu tidak perlu

takut dikenali oleh orang lain ketika menggunakan cybersex. Affordability mengacu pada untuk mengakses situs porno yang disedikan internet tidak perlu mengeluarkan biaya mahal. Sedangkan Accessibility mengacu pada kenyataan bahwa internet menyediakan jutaan situs porno dan ruang mengobrol yang akan memberikan kesempatan untuk melakukan cybersex.

Suler (2004) juga menyebutkan bahwa internet memberikan situasi-situasi yang memunculkan effect disinhibation saat individu mengekspresikan emosi, fantasi serta pikiran-pikirannya khususnya dalam hal seksualitas. Young (dalam Vybíral et al, 2004) mengembangkan model situasi yang memungkinkan individu melakukan cybersex yaitu Anonymity, Convenience dan Escape (ACE model). Artinya bahwa individu tidak perlu takut untuk diketahui orang lain saat melakukan perilaku seks menyimpang karena terdapat kemudahan bagi para pengguna dalam mengkonsumsi materi seksual di internet yang juga dengan mudah membantu pengguna menggunakan internet sebagai tempat pelarian untuk melepaskan tegangan mental.

(24)

komunikasi yang baik dengan pasangan dan peningkatan kualitas dan frekuensi hubungan seks (Grov, 2011). Namun pada beberapa penelitian lain ditemukan bahwa penggunaan cybersex dapat memberikan dampak negatif yaitu kecanduan, pengkhianatan yang akhirnya merusak relasi dengan pasangan dan hubungan seksual yang tidak diinginkan (pelecehan seks online, ajakan seks online, pertemuan tatap muka secara offline) (Doring, 2009). Dunia cyber dapat menjadi penghalang untuk keintiman yang sesungguhnya. Pengguna terkadang terjebak dalam fantasi bahwa interaksi yang mereka lakukan hampir menyerupai hubungan nyata. Hal ini dikarenakan panca indera tidak berperan secara menyeluruh sehingga pada akhirnya dapat merusak hubungan yang sudah terjalin (Delmonico dalam Rimington, 2007).

(25)

menjadi korban pelecehan seks berupa permintaan untuk melucuti pakaian melalui webcam oleh kekasihnya

Bila dilihat pada tahap perkembangannya, dewasa awal merupakan masa dimana individu meraih sesuatu sangat besar (psychology.wordpress.com), terjadinya peralihan sikap egosentris ke sikap empati, menjalin relasi (Feist, 2008) dan masa untuk merumuskan tujuan hidup serta menjalani pilihan mereka (Santrock, 2002). Tugas perkembangan tersebut pada akhirnya akan menentukan keputusan bagaimana seorang individu berperilaku misalnya ada individu yang kurang mampu berinteraksi secara tatap muka ingin menjalin relasi dengan orang lain melalui media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa individu memilih menggunakan media sosial tersebut karena didorong oleh suatu keinginan (motivasi) yang besar yaitu menjalin relasi. Sama halnya ketika individu memilih untuk melakukan aktivitas cybersex. Hal ini terjadi karena didorong oleh suatu keinginan yang besar seperti kebutuhan menjadi diri sendiri, menemukan pasangan seks nyata dan keinginan untuk dicari (Divanova dalam Vybíral, 2004).

(26)

mengekspresikan emosi kedekatan/cinta (Carol et al, 1985; Leigh, 1989; Sparague & Quadagno, 1989 dalam Sprecher, 1993). Pada penelitian seks online juga ditemukan adanya perbedaan motivasi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki cenderung pada relaksasi, kepuasan seksual, gairah seksual (Ross, 2012), melihat erotica, mencari pasangan, mengunjungi situs kontak seks (Cooper, 2003). Sedangkan perempuan cenderung bertemu pasangan seks online secara offline (Daneback, 2007), menggoda, berhubungan dengan pasangan, serta mendapatkan pendidikan dalam hal seksualitas (Cooper, 2003). Sementara itu, penelitian cybersex yang ada belum menunjukkan perbedaan yang representatif antara laki-laki dan perempuan.

(27)

kasus di Indonesia?. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pribadi& Putri (dalam Noni, 2012) ditemukan bahwa 5% perempuan melakukan cybersex dengan pasangan onlinenya dibandingkan laki-laki yang hanya 3%.

Harus disadari bahwa mayoritas sistem budaya di Indonesia berakar pada sistem patriarki. Budaya patriarki adalah budaya dimana kaum laki-laki memiliki pengaruh yang besar atau tinggi kedudukannya dibanding perempuan (www.mediadanperempuan.org). Kedaulatan perempuan terhadap budaya lemah. Konteks budaya disini adalah bagaimana perempuan memilih cara hidup, gaya hidup, tampilan diri, ekisistensi kemanusiaan dan tata cara lainnya dalam keseharian (www.wartafeminis.com). Mengakarnya sistem budaya yang demikian memberikan konsekuensi terhadap perilaku seperti perempuan tidak secara leluasa melakukan hal disektor yang diinginkan misalnya dalam pekerjaan. Seringkali membuat perempuan merasa bersalah bila tidak berperan sesuai norma-norma yang sudah ada (Nurrachman, 2011), bila sistem ini dijalankan oleh laki-laki yang tidak dapat diandalkan, kemunngkinan dapat menyengsarakan atau bertindak semena-mena terhadap keluarga (www.mediadanperempuan.org). Selain itu, konsekuensi dari sistem patriarki juga memberi pengaruh pada perilaku seksual ialah perempuan ditempatkan pada situasi dimana harus bertindak altruis/ berkorban dan dependen sehingga harus menuruti keinginan pasangan, bila tidak menuruti keinginan pasangan dirinya akan mengalami kecemasan (Nurrachman, 2011).

(28)

berperilaku dalam kultur Indonesia yang memandang bahwa seks merupakan hal yang tabu, terlarang maupun perlu dihambat (Hoelzner & Oetomo, 2004). Hal yang sama pun juga dituliskan dalam penelitian yang dilakukan oleh Ayu (dalam www.psychologymania.wordpress.com) bahwa laki-laki dan perempuan memiliki sikap negatif terhadap seks maya. Hal tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan Indonesia yang masih memegang teguh adat dan istiadat budaya Timur, dimana individu harus memperhatikan aturan dan nilai budaya di dalam sikap dan berperilaku. Sehingga dalam kenyataanya, individu cenderung merasa malu atau takut untuk membahas secara terbuka terkait dengan pengalaman seksual yang dimiliki.

(29)

webcam. Hal ini mendorong peneliti untuk mencoba mendalami pengalaman

motivasi perempuan melakukan aktivitas cybersex sehingga tidak hanya sekedar mengetahui gejala-gejala apa saja yang membentuknya, melainkan adanya aksi, interaksi dan proses sosial di dalamnya yang mampu menjelaskan apa saja yang menyebabkan gejala tersebut muncul sehingga individu memilih untuk melakukan aktivitas tersebut. Dengan demikian, penggunaan pendekatan Grounded Theory dirasakan tepat dengan tujuan penelitian ini.

(30)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan maka timbul pertanyaan apa motivasi perempuan melakukan aktivitas cybersex?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengetahui motivasi perempuan melakukan aktivitas cybersex.

D. Manfaat penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk mengerti dan memahami secara mendalam alasan perempuan melakukan aktivitas cybersex sehingga dapat memberikan wacana baru di bidang Psikologi Sosial dan studi motivasi perilaku seks.

(31)
(32)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Cybersex

1. Pengertian Cybersex

Cybersex didefinisikan sebagai sub kategori dari Online Sexual Activity (OSA) dan terjadi ketika individu menggunakan internet untuk

terlibat dalam ekspresi seksual atau kegiatan memuaskan seksual yang mungkin mencakup: melihat gambar, terlibat dalam obrolan seksual, pertukaran email seksual, di mana kedua belah pihak masturbasi sambil bertukar obrolan seksual secara online (Daneback, 2005)

Scheneider & Weiss (dalam Vybíral et al 2004) menganggap segala bentuk ekspresi seksual melalui komputer atau internet adalah cybersex. Noonan (dalam Vybíral et al 2004) memahami cybersex

sebagai pesan erotis atau fantasi seksual yang ditukar melalui internet. Mastrubasi adalah bentuk bagian dari cybersex

(33)

Cooper et al (dalam Rimington, 2007) mendiskripsikan cybersex sebagai penggunaan internet untuk terlibat dalam kegiatan seksual memuaskan. Definisi lain, diberikan pada tahun 2004, cybersex dijelaskan sebagai terlibat dalam stimulasi diri seksual saat online dengan orang lain, interaksi ini bisa bertukar melalui email, chatroom, instant messaging, atau webcam. Akhirnya pada tahun 2005 cybersex dijelaskan sebagai dua atau lebih orang yang terlibat dalam pembicaraan seks saat online untuk tujuan kenikmatan seksual dan mungkin atau mungkin tidak termasuk masturbasi oleh satu atau lebih pengguna.

Shaugnessy (2011) mendefinisikan cybersex sebagai komunikasi seksual yang dilakukan secara interaktif dan realtime via synchronous Internet modes.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa cybersex adalah sub bagian dari aktivitas seks online berupa kegiatan interaktif setidaknya lebih dari satu orang dalam mengkomunikasikan secara realtime melalui internet hal seksualitas baik berbagi aktivitas seks, fantasi maupun keinginan seks dengan atau tanpa stimulasi diri.

2. Situasi yang Memungkinkan Individu Melakukan Cybersex

(34)

a. Accessibility

mengacu pada kenyataan bahwa internet menyediakan jutaan situs porno dan dan ruang mengobrol yang akan memberikan kesempatan untuk melakukan cybersex

b. Affordability

mengacu pada untuk mengakses situs porno dan melakukan obrolan melalui chatt dan tidak perlu mengeluarkan biaya mahal

c. Anonymity

mengacu pada individu tidak perlu takut dikenali oleh orang lain. Individu dapat menjaga identitasnya dari orang lain. Young (dalam Rimington, 2007) mengembangkan ACE model (Anonymity, Convenience dan Escape) untuk menjelaskan bagaimana internet telah menciptakan sebuah iklim budaya permisif yang mendorong individu menggunakan cybersex. ACE model mengacu pada individu tidak perlu takut untuk diketahui orang lain saat melakukan perilaku seks menyimpang karena terdapat kemudahan bagi para pengguna dalam mengkonsumsi materi seksual dan juga dengan mudah membantu pengguna menggunakan internet sebagai tempat pelarian untuk melepaskan tegangan mental.

(35)

a. Anonimitas disosiatif.

Ketika orang lain yang ditemui secara online tidak dapat dengan mudah mengetahui diri anda sebenarnya. Individu dapat menjaga identitasnya dari orang lain.

b. Invisibility

Dalam lingkungan online, orang lain tidak dapat melihat diri anda. Ketika seseorang sedang online mungkin atau bahkan orang lain tidak tahu bahwa anda sedang menyusuri internet. Dalam komunikasi teks seperti email, chatting, blog, dan IM, orang lain mungkin tahu banyak tentang siapa Anda. Namun, mereka masih tidak dapat melihat atau mendengar Anda dan Anda tidak dapat melihat atau mendengar mereka.

c. Ascynchronicity

Dalam komunikasi ascynchronous (email atau newsgroup), orang tidak berinteraksi secara realtime. Orang lain memerlukan menit, jam, hari bahkan bulan untuk menjawabnya. Bahkan beberapa orang mungkin mengalami komunikasi asynchronous sebagai tempat “melarikan diri” setelah mengirimkan pesan yang bersifat pribadi, emosional karena merasa aman dan dapat ditinggal.

d. Introyeksi solipsistic.

(36)

pasangan onlinenya. Seseorang mensubvocalize ketika mereka membaca, sehingga memproyeksikan suara mereka ke dalam teks orang lain. Percakapan ini bisa dialami tanpa disadari ketika berbicara dengan dirinya sendiri, yang mendorong rasa tidak malu karena berbicara dengan diri sendiri dirasa lebih aman daripada berbicara dengan orang lain

e. Imajinasi disosiatif

Seseorang bersama orang lain secara online hidup dalam dimensi permainan fantasi, terpisah dari tuntutan dan tanggung jawab dunia nyata. Ketika seseorang selesai menggunakan internet dan kembali ke rutinitas sehari-hari orang tersebut dapat melepaskan identitas permainan fantasi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata.

f. Minimization of status and authority

Saat online status seseorang dalam dunia tatap muka mungkin tidak diketahui orang lain dan mungkin tidak memiliki dampak sebanyak di dunia tatap muka. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan dirinya sendiri tanpa memandang status, kekayaan, ras, atau gender

3. Pengguna Cybersex

(37)

a. Recreational users, yang mengakses materi seksual online karena rasa ingin tahu atau untuk tujuan hiburan

b. At risk users, orang-orang menggunakan internet dalam jumlah waktu sedang untuk kegiatan seksual, dan jika pola penggunaan mereka secara terus-menerus, penggunaannya bisa menjadi kompulsif

c. Sexually compulsive users, yang memiliki kecenderungan patologis ekspresi seksual, menggunakan internet sebagai tempat untuk kegiatan seksual mereka.

4. Alasan Indvidu Menggunakan Cybersex

Divanova (dalam Vybíral, 2004) menyebutkan bahwa perilaku cybersex terjadi karena dimotivasi oleh berbagai kebutuhan yang dimiliki individu yiatu:

a. Keinginan kepuasan seksual.

Pengguna dapat memiliki pasangan sementara atau yang memenuhi kebutuhan pengguna dan kegiatan cybersex dipandang sebagai pelarian ketidakpuasan.

b. Keinginan akan pengetahuan.

(38)

terdapat dalam internet mendorong orang dewasa untuk mengenal dan mengeksplorasi praktek seksual.

c. Keinginan menjadi diri sendiri.

Kemampuan untuk berbicara bebas tentang apa pun, terbuka dan tanpa menggunakan topeng biasanya diperlukan individu dalam kehidupan nyata dan merupakan daya tarik terbesar. Hal tersebut dapat dilakukan melalui internet karena adanya situasi Anonymous sehingga respon takut ditolak dan mendapatkan hukuman jelas kurang.

d. Keinginan untuk beristirahat,

Dalam mempertahankan fisik dan kesejahteraan mental, penting untuk melakukan istirahat dari tugas sehari-hari dan tekanan dari atasan. Bagi banyak orang, Internet, dan khususnya chattroom, menjadi tempat dimana mereka dapat bersantai. Banyak

orang melihat cybersex sebagai hal relaksasi atau menyenangkan. e. Keinginan untuk dicari.

(39)

f. Mencoba menemukan pasangan untuk seks nyata

Hubungan ditetapkan lebih mudah di chattroom daripada di dunia nyata. Online disinhibition secara signifikan mempermudah kegiatan berkencan bagi orang yang pemalu dan tertutup, bahkan menjadi cara yang lebih nyaman dan efektif untuk memulai hubungan baru. Jika individu, apalagi, mencari orang dengan minat seksual sama, Anonimitas Internet menyediakan lingkungan perantara yang ideal.

g. Semangat yang berasal dari anonimitas,

Seorang individu dapat berpartisipasi dalam kegiatan cybersex tanpa harus mengungkapkan identitasnya. Mayoritas pengguna pun mengaku menghargai kenyataan bahwa pasangan cybersex mereka tidak diketahui.

h. Semangat yang berasal dari interaksi

Fakta bahwa pengguna lebih memilih cybersex karena “mudah”. Perbedaan yang paling penting terletak pada interaksi yang disediakan oleh cybersex, yang tidak dapat diberikan oleh majalah.

(40)

memiliki kemampuan untuk memisahkan dirinya dengan orang lain dalam fantasi apapun yang dipilih tanpa adanya resiko seperti infeksi secara seksual. Sedangkan berdasarkan penelitian Carlvaheira (2003) ditemukan bahwa penggunaan cybersex di chattroom dapat memberikan kesempatan untuk bertemu dengan pasangan, memilih orang-orang yang memiliki kesamaan dalam kepentingan seksual serta mampu mengatasi keterampilan sosial yang terbatas individu dalam hubungan tatap muka.

5. Dampak Penggunaan Cybersex

Rimington (2007) menyebutkan dampak positif dari penggunaan cybersex yaitu :

a. tidak menempatkan pengguna pada risiko infeksi seksual menular dan

b. mudah untuk terjadinya perselingkuhan

Dampak positif lain juga dipaparkan oleh Grov (2011) yaitu: a. meningkatkan keintiman dengan pasangan,

b. membantu komunikasi yang baik dengan pasangan c. peningkatan kualitas dan frekuensi hubumgan seks

(41)

a. kecanduan,

b. pengkhianatan yang akhirnya merusak relasi dengan pasangan

c. hubungan seksual yang tidak diinginkan (pelecehan seks online, ajakan seks online, pertemuan tatap muka secara offline).

6. Pengukuran

Metode serta alat ukur yang digunakan pada penelitian sebelumnya yang terkait dengan aktivitas seks online maupun cybersex adalah kuantitatif dan kualitatif berupa kuisioner Internet Sex Screening Test (ISST), angket, skala, wawancara dan survey online.

B. Perempuan dalam Budaya Patriarki 1. Budaya Patriarki

Budaya patriarki adalah budaya dimana kaum laki-laki memiliki pengaruh yang besar atau tinggi kedudukannya dibanding perempuan

(www.mediadanperempuan.org).

2. Konsep umum Seks dan Gender

(42)

biologis antara laki-laki dan perempuan sedangkan gender adalah “…it means to be male or female. Menurut Saptari & Holzner (dalam Nurrachman, 2011) gender adalah keadaan dimana individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan memperoleh pencirian sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan feminitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem simbol masyarakat yang bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa seks mengacu pada perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis sedangkan gender mengacu pada konsep sosial budaya yang dapat mempengaruhi adanya perbedaan psikologis dan perilaku seseorang.

(43)

C. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai dorongan yang timbul oleh adanya kebutuhan baik intrinsik maupun ekstrinsik untuk mencapai tujuan tertentu yang mana tujuan tersebut sebagai cerminan minat individu dalam perilaku yang berkaitan dengan apa yang dilakukannya (Hamzah, 2008). Motif merupakan alasan atau sebab seseorang melakukan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, 1995). Winkel (dalam Hamzah, 2008) mendefinisikan motif sebagai daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu.

Di samping itu, motif yang merupakan suatu alasan atau dorongan yang membuat individu melakukan sesuatu, memiliki 2 hal pokok di dalamnya. Dua hal itu ialah dorongan atau kebutuhan dan tujuan (Handoko, 1992).

(44)

2. Jenis-jenis Motif a. Personal Motive

Achievement motive

McClelland (1985) mendefinisikan motif berprestasi sebagai standard of excellence yaitu kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara optimal. Individu yang menunjukkan motivasi berpretasi adalah mereka yang task oriented dan siap menerima tugas-tugas yang menantang dan

kerap kali mengevaluasi tugas-tugasnya dengan beberapa cara misalnya membandingkan dengan hasil kerja orang lain atau dengan standard tertentu.

Hedonism Motive

Hobbes (dalam Herbert, 1981) menyatakan bahwa segala tindakan didorong oleh hasrat untuk mendapat kesenangan dan menghindari rasa sakit.

Exploration Motive

Kondisi dimana seseorang ingin memperoleh pengalaman baru dan situasi baru dalam mendapatkan informasi melalui media dan sarana yang digunakan untuk memperkaya pengalamannya.

Relatedness Motive

(45)

tersebut individu mengharapkan memperoleh pemahaman atau pengertian dari orang lain disekitarnya begitupun sebaliknya orang lain pun dapat menikmati hal-hal yang sama. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam hidupnya seperti keluarga, teman, pacar atau rekan kerja.

b. Interpersonal Motive Affiliative Motive

Atkinson, Heyns & Veroff (dalam McClelland, 1985) motivasi berafiliasi sebagai motif yang mendorong pembentukan dan pertahanan hubungan yang positif dan berafeksi dengan orang lain, dengan keinginan untuk disukai dan untuk diterima. Artinya bahwa individu dengan afiliasi yang tinggi mempunyai dorongan untuk menjalin hubungan dengan orang lain karena ada keinginan untuk disukai/ diterima.

(46)

manfaat atau kerugian bagi diri individu tersebut. Bila individu memiliki keinginan besar untuk mendapat manfaat dari orang lain maka individu tersebut akan memiliki dorongan untuk mencari teman. Sebaliknya, bila individu memiliki prasangka yang besar bahwa orang lain akan memberikan dampak kerugian bagi dirinya maka individu tersebut akan menghindar.

3. Proses Motivasi

Hamzah (2008) mengemukakan sebuah model umum tentang proses motivasi yang ditampilkan dalam gambar berikut:

Gambar 1. Sebuah model umum tentang proses motivasi dasar Model tersebut merupakan sebuah kerangka kerja untuk memahami sifat dinamik dari proses motivasi. Terlihat dalam gambar bahwa komponen-komponen dasar motivasi adalah:

a. Kebutuhan, keinginan atau ekspektasi b. Perilaku

c. Tujuan d. Umpan balik

Needs, desires,

or expectation Behavior

(47)

Proses motivasi bermula pada sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan/ tidak seimbang sehingga menyebabkan munculnya perilaku yang diarahkan ke arah pemenuhan sebuah dorongan tertentu atau tujuan yang dianggap akan mengembalikan kondisi keseimbangan. Disamping itu, individu akan berupaya mencapai dorongan yang relevan atas tujuan yang diinginkan sampai keseimbangan dikembalikan. Sewaktu dorongan atau tujuan dicapai maka umpan balik internal menimbulkan menyusutnya ketidakseimbangan atau motivasi.

Perempuan memiliki kebutuhan dalam diri, sebagai contoh kebutuhan untuk mencari teman/pasangan. Kebutuhan yang dimiliki perempuan ini menimmbulkan suatu dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dorongan untuk memenuhi kebutuhan mencari teman/ pasangan dapat tercermin dari perilakunya seperti melakukan aktivitas cybersex. Perilaku perempuan dalam melakukan aktivitas cybersex diarahkan pada pemenuhan tujuan tertentu, misalnya

(48)

D. Dinamika Motivasi dengan Penggunaan Cybersex

Salah satu hal yang berkontribusi seseorang berperilaku adalah motivasi. Pada dasarnya motivasi adalah dorongan yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku individu untuk memenuhi tujuan tertentu. Timbulnya motivasi individu merupakan gabungan dari kebutuhan, dorongan, tujuan dan umpan balik (feedback). Hal ini sejalan dengan pendapat Winkel (dalam Hamzah, 2008) mendefinisikan motif sebagai daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu demi mencapai tujuan tertentu.

Motivasi yang mempengaruhi tingkah laku telah menjadi komponen penting dari beberapa teori mengenai tingkah laku (cth : teori tingkah laku pemecahan masalah (Jessor & Jessor, 1977 dalam Megan, 2010) teori tingkah laku yang terencana (Ajzen & Fishbein, 2000 dalam Megan, 2010)) serta motivasi terhadap tingkah laku seksual (Lefkowitz & Gillen, 2005 dalam Megan, 2010).

(49)

dalam Sprecher, 1993). Hal ini sejalan dengan penelitian lainnya bahwa wanita, dibandingkan pria, lebih memungkinkan untuk menunjukkan cinta dan bukan karena kesenangan sebagai alasan keterlibatan hubungan seksual (Leigh, 1989; Nelson, 1978 dalam Browning & Hatfield, 2000).

Pada penelitian aktivitas seks online juga ditemukan adanya perbedaan motivasi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki cenderung pada relaksasi, kepuasan seksual, gairah seksual (Ross, 2012), melihat erotica, mencari pasangan, mengunjungi situs kontak seks (Cooper, 2003). Sedangkan perempuan cenderung bertemu pasangan seks online secara offline (Daneback, 2007), menggoda, berhubungan dengan pasangan, serta mendapatkan pendidikan dalam hal seksualitas (Cooper, 2003).

Sementara itu berbeda dengan penelitian sebelumnya terkait dengan aktivitas cybersex bahwa motivasi seseorang menggunakan cybersex karena ingin bertemu pasangan, memilih orang dengan kepentingan seks yang sama untuk berkencan, memainkan fantasi, adanya peran anonimitas untuk membantu individu yang memiliki keterbatasan tatap muka (Carvalheira, 2003), kemudahan mengakses, keterjagaan privasi, bebas mengekspresikan fantasi (Noni, 2012), hiburan, kepuasan rasa ingin tahu, serta meningkatkan hubungan (Goodsen dalam Byers, 2011).

(50)

membedakan motivasi individu maka akan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana motivasi tersebut mempengaruhi tingkah laku. Dalam hubungannya dengan cybersex, motivasi sebenarnya berpengaruh terhadap apa yang mempengaruhi individu untuk melakukan kegiatan tersebut. Banyak hal yang berpengaruh terhadap motivasi seseorang dan yang paling berpengaruh adalah tujuan dari masing-masing individu.

Sebagai contoh banyak hal yang mendorong ketertarikan seseorang dalam berperilaku melakukan aktivitas cybersex itu sendiri. Salah satunya adalah untuk hiburan/ kesenangan. Ketika motivasi tersebut terpenuhi dia akan bersedia untuk bergabung atau melanjutkan aktivitas tersebut. Kepuasan individu ketika melakukan cybersex mungkin bermacam-macam dan tidak sama dengan yang lainnya tergantung pada motif yang mendorong orang tersebut melakukan suatu hal.

(51)

penelitian yang dilakukan Pribadi& Putri (dalam Noni, 2012) ditemukan bahwa 5% perempuan melakukan cybersex dengan pasangan onlinenya dibandingkan laki-laki yang hanya 3%.

Berdasarkan saran peneliti Doring (2009) terkait dengan keterbatasan dari penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan lebih sering terjadi di wilayah Barat dan hampir tidak ada penelitian yang menyelidiki kasus khususnya perempuan. Hal ini mendorong peneliti untuk mencoba mendalami pengalaman motivasi perempuan melakukan aktivitas cybersex sehingga tidak hanya sekedar mengetahui gejala-gejala apa saja yang membentuknya melainkan adanya aksi, interaksi dan proses sosial di dalamnya yang mampu menjelaskan bagaimana gejala-gejala tersebut dapat muncul sehingga perempuan memilih untuk melakukan aktivitas cybersex tersebut. Untuk memahami secara mendalam alasan perempuan

melakukan aktivitas cybersex maka peneliti akan mencoba menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Grounded Theory yaitu sistematik analisis data dan pengembangan teori secara induktif dari fenomena yang sedang diteliti.

E. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah :

(52)

32

BAB III

METODELOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan Grounded Theory. Grounded Theory merupakan sistematik analisis data dan pengembangan teori yang diperoleh secara induktif dari penelitian tentang fenomena yang dijelaskan. Tujuan dari metode tersebut ialah mengidentifikasi proses sosial yang menghasilkan fenomena yang sedang diteliti. Dengan kata lain, kasus yang mempunyai hasil yang sama, diteliti untuk melihat kondisi mana yang dimiliki pada umumnya, dengan demikian akan memperlihatkan penyebab yang potensial. Kasus yang sama pada berbagai variabel namun memberikan hasil yang berbeda juga dibandingkan untuk melihat dimana letak penyebab utamanya (Strauss & Corbin, 2009).

(53)

B. Batasan Penelitian

Batasan penelitian dalam penelitian kualitatif berguna untuk memberi batasan sampai sejauh mana suatu permasalahan diteliti. Dalam penelitian ini akan dibahas motif yang mendorong perempuan dalam melakukan aktivitas cybersex. Motivasi sendiri merupakan dorongan dari dalam individu yang mendorongnya untuk bertindak. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi sampai pada pembuatan kategori. Pembatasan yang dibuat dikarenakan keterbatasan sumber daya peneliti dalam pelaksanaan menggunakan pendekatan Grounded Theory. Namun diharapkan dari hasil melalui penelitian kualitatif yang diperoleh mampu menjadi tahap awal dalam mengembangkan teori terkait motivasi perempuan melakukan aktivitas cybersex.

.

C. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Non- probability Sampling berupa Sampling Purposive yaitu teknik pengumpulan sample dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Misalnya, penelitian ini ingin melihat alasan perempuan menggunakan cybersex, maka sample sumber data yang digunakan adalah orang-orang

(54)

- Dewasa awal, yaitu masa dimana individu merumuskan tujuan hidup dan menjalani pilihan mereka (Santrock, 2002).

- Perempuan

- Pernah melakukan cybersex - Belum menikah

Penetapan karakteristik dikhususkan pada perempuan karena dengan pertimbangan bahwa perempuan lebih mudah mengekspresikan perasaan (Santrock, 2002). Selain itu, harapan dari penelitian ini hasil yang diperoleh paling tidak hampir sama dan dapat mewakili sample perempuan pada umumnya dan menunjukkan alasan yang berpotensi pada umumnya dikalangan perempuan.

D. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara. Hasil wawancara berupa data tekstual dalam bentuk transkrip wawancara, serta disertai dengan catatan lapangan dan observasi, Wawancara merupakan teknik pengambilan data yang sifatnya terbuka dengan menanyakan sejumlah pertanyaan kepada responden (Parker, 2008). Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan responden secara mendalam sesuai dengan tujuan penelitian.

(55)

responden. Namun, proses pengambilan data itu sendiri pertanyaannya dapat menjadi fleksibel menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat pengambilan data berlangsung.

Penggunaan cybersex 1. Dengan siapa Anda melakukan aktivitas 3. Berapa lama biasanya

kegiatan tersebut

3 Output kegiatan Perolehan dari aktivitas cybersex

(56)

E. Prosedur penelitian

Penelitian ini mengikuti prosedural standar yang diperlukan dalam penelitian kualitatif. Prosedur tersebut berupa tahapan awal penyusunan rancangan penelitian hingga analisis dan kesimpulan penelitian. Tahapan ini dijelaskan oleh Moleong (2007) sebagai berikut :

1. Tahap Pra Lapangan

Pada tahap ini, dilakukan perancangan penelitian. Adapun persiapan-persiapan yang harus dilakukan sebelum turun ke lapangan untuk mengambil data seperti peneliti harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan konteks penelitian yaitu kebudayaan, bahasa, situasi sosial serta etika penelitian. Selain itu, hal-hal yang berkaitan dengan perizinan harus diselesaikan pada tahap ini.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Di tahap ini, peneliti mulai turun ke lapangan untuk mengambil data sebanyak-banyaknya dan tidak melenceng dari rancangan awal penelitian. Rancangan awal penelitian mungkin akan mengalami perubahan tergantung situasi lingkungan yang juga dapat berubah-ubah. Pendekatan dengan responden juga dilakukan pada tahap ini untuk mencegah terjadinya bias data.

3. Tahap Analisis Data

(57)

atau masih diperlukan pengumpulan data lanjutan. Sedangkan analisis yang dilakukan di luar lokasi penelitian merupakan analisis utama untuk membahas semua data yang telah diperoleh. Analisis tersebut menggunakan pendekatan analisis data berdasarkan tujuan dan rumusan masalah penelitian.

Dalam penelitian ini langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan data yaitu:

- Membuat pedoman pertanyaan

- Mencari responden penelitian. Dalam penelitian ini responden yang digunakan sebanyak 4 orang. Hal ini dikarenakan sulitnya menemukan responden yang mau terbuka untuk menceritakan pengalaman seks khususnya dalam topik penggunaan cybersex - Saat peneliti mendapatkan responden maka peneliti akan

menjelaskan inti dan tujuan penelitian, bentuk, sifat dan hak responden dalam penelitian

- Bila telah mendapat kesepakatan untuk berpartisipasi, maka peneliti akan menawarkan pada responden jadwal dilakukannya wawancara.

- Wawancara dilakukan kurang lebih 30 menit dengan asumsi responden dapat secara mendalam menceritakan pengalaman cybersex.

(58)

- Prosedur ini dilakukan terus hingga wawancara selesai dilakukan

F. Teknik analisa data

Adapun teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. Tahapan analisis tersebut dapat dijelasakan sebagai berikut (Strauss & Corbin, 2009):

1. Coding

Proses pemeriksaan data kualitatif mentah dalam bentuk kata, frase, kalimat atau paragraf dan menentukan kode atau label.

2. Open coding

Kata dan frase kode atau label yang ditemukan pada transkrip atau teks 3. Axial coding (Membuat Pengkategorian Lebih Tinggi)

Membuat tema atau kategori dengan mengelompokan kode atau label yang diberikan pada kata dan frase

4. Selective coding

(59)

G. Kredibilitas penelitian

(60)

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui alasan atau motif perempuan melakukan aktivitas cybersex. Penelitian ini berlangsung kurang lebih 4 bulan. Metode pengambilan data yang digunakan ialah wawancara dengan jumlah responden sebanyak 4 orang perempuan dari universitas yang berbeda. Hal ini dikarenakan sulitnya menemukan responden yang mau secara terbuka menceritakan pengalaman cybersex. Namun dari penelitian ini diharapakan dari hasil yang diperoleh dari ke-4 responden dapat mewakili perempuan pada umumnya dengan kesamaan motivasi yang dimiliki.

Sebelum pelaksanaan wawancara dilakukan, peneliti melakukan beberapa persiapan seperi menyiapkan pedoman pertanyaan beserta digital recorder. Setelah persiapan dirasa cukup, peneliti terlebih dahulu

(61)

Tabel 2.

Pelaksanaan Wawancara

Setelah pelaksanaan wawancara selesai dilakukan, peneliti mulai mengkoding hasil wawancara. Mengkoding adalah proses pemeriksaan data kualitatif mentah dalam bentuk kata, frase, kalimat atau paragraf dan menentukan kode atau label. Selanjutnya adalah melakukan open coding yaitu menentukan kata dan frase kode atau label yang ditemukan pada teks. Lalu melanjutkan dengan axial coding yaitu membuat tema atau kategori dengan mengelompokan kode atau label yang diberikan pada kata dan frase. Tahap terakhir yang dilakukan yaitu selective coding yaitu membuat kode-kodenya bersama kategori-kategori untuk menciptakan teori yang terpenting atau penjelasan yang dapat diterapkan pada semua catatan dan juga akan menjelaskan data yang bertentangan.

Saat menjalani tahap-tahap tersebut, peneliti juga tidak terlepas dari kesulitan yang dihadapi. Pada tahap mencoding kesulitan yang

(62)

dirasakan peneliti adalah memeriksa data mentah (hasil wawancara) yang didapat ke dalam nomer-nomer barisan dengan jumlah yang banyak kemudian memparafrasekan setiap kalimat yang memiliki arti/ makna. Saat melakukan coding tidak semua kalimat/ paragraf dapat diberi makna dan perlunya ketelitian saat memilah bagian yang memiliki makna sesuai tujuan penelitian. Pada tahap open coding atau biasa disebut dengan menentukan kata atau label pada tiap parafrase yang dibuat juga dirasa peneliti memiliki kesulitan yaitu adanya kecenderungan subektifitas dalam menetapkan tema. Padahal dalam penelitian harus memgang prinsip objektivitas sehingga peneliti harus jeli dalam menetapkan label karena ketidakjelian dalam menentukan label/ tema pada akhirnya akan mempersulit membuat kategori yang lebih abstrak pada tahap axial coding. Saat memasuki tahap axial coding peneliti juga merasa kesulitan ketika peneliti mencoba memberikan nama kategori yang lebih abstrak dan tepat. Selanjutnya, pada tahap selective coding peneliti mengalami kesulitan saat mengumpulkan dan memilih kategori-kategori axial coding untuk menciptakan teori/ penjelasan.

B. Deskripsi subjek

1. Data Demografik Responden

(63)

perempuan yang secara terbuka mau menceritakan pengalamannya terkait dengan fokus penelitian yaitu pengalaman cybersex. Rentang usia responden berkisar 21-23 tahun, belum menikah dan memiliki pengalaman cybersex.

Tabel 3

Data Demografik Responden

C. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Data Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari masing-masing responden ditemukan bahwa rentang usia berkisar 21-23 tahun dan memiliki pengalaman cybersex. Berikut ini akan ditampilkan data dari masing-masing responden untuk melihat dinamika psikologis.

Responden I

Pada awalnya P diperkenalkan pada seorang laki-laki oleh sahabatnya melalui BBM. Namun diawal perkenalan sebelum berpacaran, P merasa shock dan marah karena pasangan meminta P untuk mengirimkan foto bugil melalui BBM dengan alasan sebagai

Uraian R I R II R III R IV

Usia 22 tahun 22 tahun 21 tahun 23 tahun Status Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Jenis

Kelamin

Perempuan Perempuan Perempuan Perempuan Memiliki

pengalaman cybersex

(64)

bukti rasa sayang. Dari kejadian tersebut terjadilah pertengkaran antara P dengan pasangan.

Kenyamanan membuat P luluh dan memutuskan berpacaran dengan laki-laki tersebut. Meskipun selama menjalani proses pacaran P belum pernah secara langsung bertatap muka dengan pasangan dan hubungan yang dijalani terpisah secara jarak (Long Distance Relationship). Diawal hubungannya, P mensyaratkan kepada pasangan

untuk tidak meminta mengirimkan foto bugil melainkan perlu adanya proses pengenalan satu sama lain terlebih dahulu. Seiring berjalannya waktu dengan rasa nyaman yang dirasakan, P mulai mengirimkan foto kepada pasangan secara bertahap, mulai dari foto semi bugil (masih menggunakan pakaian dalam) hingga bugil.

Emosi/ perasaan yang muncul saat P mengirimkan foto yaitu malu, aneh, seperti orang gila dan bingung bagaimana mengirimkan foto karena pengalaman tersebut merupakan pengalaman pertama yang dialaminya. Permintaan pasangan pun semakin meningkat yaitu meminta P untuk mengirimkan video. Namun P menolak karena keterbatasan alat yang digunakan.

(65)

menunjukkan video bugil setiap malam melalui webcam. Namun hal tersebut tidak berhasil dilakukan karena terkendala oleh signal sehingga memutuskan untuk berhenti menggunakannya.

Ketidakmampuan mengirimkan video melalui skype karena terkendala signal membuat P dan pasangan kembali berdebat. Untuk menghindari perdebatan dengan pasangan yang selalu marah bila keinginannya tidak terpenuhi, maka P menyarankan untuk melakukan Phone Sex (PS). Namun dalam penggunaannya P merasa kebingungan

karena tidak tahu bagaimana memulainya. Pada akhirnya bisa dilakukan karena bantuan pasangan yang menuntunnya dalam sebuah alur cerita. Saat aktivitas berlangsung P merasa bingung dan aneh karena harus mengikuti imajinasi pasangan sedangkan P merasa dirinya merupakan individu yang kurang mampu berimajinasi.

(66)

Selain itu, dibalik perilaku pasangan yang kurang umum, P menilai bahwa pasangannya merupakan sosok individu yang manja, menyenangkan dan mandiri. Hal lain tersebut juga yang membuat P mau melakukan PS dengan harapan adanya obrolan santai/ sharring pengalaman seusai PS. PS merupakan media yang aman dibanding media lainnya karena masih ada kontrol/ batasan dari pengguna. Ketika P berhasil melakukan PS bersama pasangan yang dirasakan adalah lega, senang, safe karena bisa memuaskan pasangan dan terhindar dari pertengkaran.

Responden II

Pengalaman cybersex G dengan pasangan berawal dari texting berupa kata-kata menggoda. Media yang biasanya digunakan G ialah Whatsapp (WA), SMS dan telepon. Aktifitas berlangsug di kos, malam hari dan sekitar kurang lebih 2-3 jam.

(67)

dirasakan G terhadap pasangan ialah G bisa menjadi diri sendiri dan melakukan sesuatu sesuka hatinya.

Perasaan yang muncul saat G melakukan cybersex bersama pasangan adalah asik, menyenangkan karena dalam konteks bercanda. Suatu ketika pasangan melakukan Phone Sex (PS) dengan G. Saat kejadian tersebut, pasangan mengalami mastrubasi sedangkan G tidak merasa terangsang karena menurutnya obrolan yang dilakukan melalui telepon merupakan obrolan santai.

Pengalaman cybersex yang dialami G tidak hanya bersama pasangan tetapi juga dengan teman (AD). Bermula dari AD yang mengajak G untuk texting tentang hal-hal seks. Kegiatan tersebut secara terbuka dilakukan keduanya karena sudah saling mengenal sejak SMA. G berasumsi bahwa AD sedang merasa kesepian sehingga meminta G untuk melakukan cybersexmelalui media seperti Yahoo Messenger (YM) dan Facebook (FB). Suatu hari AD merasa “pengen”

(68)

tersebut tetap direspon karena sebatas hiburan dan ingin mengetahui pengetahuan AD tentang seks sedangkan aktivitas yang dilakukan bersama pasangan karena adanya keinginan untuk disayang.

Responden III

Perkenalan L dengan pasangan melalui facebook berawal dari keisengan, penasaran, harapan ingin menjadi lebih baik dan ingin menggoda. Pada akhirnya L memutuskan untuk memilih pasangannya sebagai kekasih. Beberapa bulan menjalani proses pacaran, L merasa penasaran apakah pasangannya memiliki hasrat. Untuk mengetahuinya, L selalu memancing obrolan seks yang sifatnya menggoda melalui sms atau facebook. Rasa risih tapi penasaran pun dirasakan L saat menggoda pasangannya.

(69)

memiliki sisi ingin dimanja oleh L sehingga pasangan ingin selalu diperhatikan L

Suatu ketika L pernah meminta pasangannya untuk mencari tahu informasi melalui internet terkait dengan bagaimana cara memuaskan pasangan. Namun semakin hari L merasa bosan karena dirinya merasa sudah mengetahui semua hal tentang seks dan menginginkan adanya hubungan seks.

Alasan L melakukan obrolan seks melalui sms yaitu ingin mengetahui respon pasangan bila digoda. Ketika L mengetahui respon pasangan tergoda, L akan merasa puas karena bisa menggoda pasangannya dan bisa meningkatkan hasrat pribadinya sendiri (nafsu). Selain melakukan obrolan seks melalui sms, L juga pernah melakukan foto syur bersama pasangan. Hal tersebut dilakukannya karena ingin memamerkan tubuh dan merasa senang bila dilihat pasangan. Foto syur dilakukan untuk konsumsi pribadi saat ingin memenuhi keinginan pasangan.

Responden IV

(70)

Omegle merupakan sebuah situs yang didalamnya terdapat ruang chatt dan video. Semua orang bisa dengan gampang masuk ke dalamnya dan memilih dengan siapa saja yang hendak berbagi pengalaman. Di sisi lain, sifatnya yang realtime dan interaktif, memudahkan seseorang menunjukkan video maupun bertukar komentar saat menggunakannya. Terdapat 2 versi Omegle yaitu versi dalam dan luar negeri. Dalam penggunaan situs tersebut, T lebih tertarik menggunakan Omegle versi luar negeri. Baginya, menggunakan versi tersebut bisa menambah pengalaman seperti menambah teman/kenalan dan mempelajari bahasa inggris. Sebagian besar Omegle digunakan sebagai media untuk berkenalan dan membahas seks. Orang-orang yang terlibat didalamnya pun berasal dari kalangan dewasa awal dan dewasa tengah tak terkecuali perempuan. Hal tersebut pernah dialami T ketika menemukan kenalan perempuan dan dirinya mengutarakan kepada T bahwa dirinya kecanduan terhadap perilaku seksual yang dilakukan dan dirasa memuaskan saat menggunakannya.

(71)

senang dan ketagihan saat chatt untuk berkenalan karena baginya dengan berkenalan dengan orang asing dirinya bisa mempelajari bahasa inggris. Namun ketika membahas seks T merasa penasaran/ ingin tahu apa yang membuat orang asing menyukai seks, bagimana mereka melakukannya dan reaksi wajah yang ditunjukkan.

Suatu ketika T pernah ditunjukkan video oleh kenalan beserta pasangannya yang sedang berhubungan seks dan diminta untuk berkomentar. Saat itu T merasa senang dan terangsang layaknya menonton video bokep. Namun karena kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan hanya sebatas hiburan, membuat T memilih untuk tidak melanjutkannya karena menurutnya isi dari aktivitas tersebut selalu berujung pada seks yang terkadang membuat dirinya merasa bosan. Tabel 4

Texting, foto Texting, foto Texting, video

(72)
(73)

2. Integrasi Hasil Analisis Data Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini, dinamika yang terjadi pada responden terbagi menjadi dua yaitu adanya Personal Motive dan Interpersonal Motive. Personal Motive yaitu adanya sebab

dari dalam diri yang mendorong individu tersebut melakukan aktivitas cybersex. Sedangkan Interpersonal Motive adalah adanya sebab yang

berasal dari luar saat berinteraksi dengan orang lain sehingga menyebabkan responden mau melakukan aktivitas cybersex.

Tabel 5.

Kategori Personal Motive

Responden I Responden II Responden III Responden IV Peran dalam

(74)

“..Aku minta e..gimana kalo kita berproses dulu jangan

langsung diawal dah minta kayak gitu, gitu kan? Maksudnya bikin kita saling kenal dululah. (P Responden I baris 54-57)

“..kalo sama Arthur kan memang dia istilahnya kalo

pasangan itu gimana ya dul ada pingin untuk disayang di apa namanya disayang-sayang gitu gitu..” (G Responden II baris 809-811)

“..Kan lebih ke interaksinya kita chatting itu loh kita

ngobrolnya itu ya itu sih sebenarnya yang aku cari maksudnya seneng gitu loh ngobrol-ngobrol sama orang luar tuh daripada sama orang Indonesia tuh, bedalah

pokoe.ha’a tapi kalo aku intensnya nyari temen

chattingnya, kalau yang “itunya” hanya selingan ketika nanti aku bosen chatting tuh loh..” (T Responden IV baris 228-232; 256-257)

Selain itu, keinginan seseorang melakukan cybersex juga dikarenakan untuk kesenangan/ hiburan. Dalam hal ini hiburan yang dimaksud adalah sebagai tempat mempelajari bahasa inggris dan mencari kegiatan lain. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas tersebut dilakukan sebagai wadah untuk mengimplementasikan hal-hal yang menyenangkan

(75)

karna kan memang konteksnya becanda..” (G Responden II baris 108-109; 153-159)

“..Omegle itu ada 2 versi yaitu versi yang ada di Indonesia

sama versi yang di luar negeri. Nah saya lebih tertarik yang versi luar negeri soalnya soalnya saya menggunakan versi luar negeri itu e.. saya ingin mendapatkan pengalaman yaitu pengalaman mendapatkan teman yang dari luar gitu loh selain itu kan saya bisa dapat belajar bahasa inggris juga dari mereka nah seperti itu nah sedangkan omegle yang dari Indonesia itu dia lebih langsung ke perilaku seksualnya terus chattingan-chattingan ngedate-ngedate gitu langsung menonjolkan perilaku seksualnya dan itu kurang menarik gitu loh kalo yang di luar negeri itu kan sensasinya kan lebih beda gitu. Bedanya apa ya? Ya pokoknya lebih menarik aja maksudnya maksudnya saya tidak menguasai bahasa inggris kemudian saya bisa kenalan chatting-chatting gitu bahasa inggris terus kemudian ditanya-tanya tentang, ditanya-tanya “mengapa kamu masuk ke group ini eh masuk ke omegle ini padahal kamu orang Indonesia?” pasti ditanyain selalu kayak gitu kan kenalan gitu ya just for fun. Soalnya dulu nggak ada kegiatan lain paling buka buka laptop itu kalo isinya nggak kita nyari tugas nyari fb, twitter terus ya cari lain lah apa kegiatannya paling gitu..” (T Responden IV baris 15-32; 197-200)

Ingin mengetahui seseorang menyukai seks, cara melakukan, melihat reaksi wajah, ataupun pemahaman pasangan tentang seks juga dapat mendorong perempuan melakukan cybersex. Hal ini dimaksud agar responden dapat mengetahui

pengalaman seks pasangannya

(76)

dia mau pacar ato apa yang pasti aku nyaman sama dia dan dia lagi deket sama aku dan dia menurut aku dia bisa memberikan informasi yang lebih gitu loh dul karena dia kan pernah married kan dulu, uda pernah menikah pengalamannya mesti lebih banyak dari aku kan kayak gitu..” (G Responden II baris 141-148)

“..aku sebenarnya kalau gitu tuh hanya cuma pengen

pengen cari tahu aja kenapa sih mereka melakukan itu

terus ngopo kok de’e hobi banget ya? emang sih pengen

ngliat gimana cara mereka melakukan itu. cuma pengen mengetahui gimana sih cara kamu melakukan hal-hal kayak gitu tuh terus pengen ngliat reaksi mukanya ketika melakukan hal-hal kayak gitu tuh seperti apa..” (T Responden IV baris 80-83; 100-102)

Selain itu, adanya keingintahuan selera seks pasangan juga dapat terlihat pada responden III (L). Keingintahuan selera seks yang dimaksud adalah ketika L menggoda pasangan dengan obrolan seks dan dirinya dapat mengetahui hasrat pasangan.

“..Pengen tau respon dia pengen tau respon dia kalo diganggu eh digoda itu gimana aku tuh. Yang pertama sebelum aku sebelum aku klimaks sebelum aku klimaks dalam hasratku tuh pertama-tama tuh terpuaskan karna terpuaskan dalam hal ini bukan fisiologis tapi terpuaskan karna aku mikirnya asik aku bisa jadi cewek penggoda, cewek penggoda hasrat cowok kayak gitu loh aku tuh bisa naklukin hasrat cowok ternyata kayak gini coba kalo aku tuh mungkin kalo cuma cowok kalo cuma disentil dikit aja juga bakal klepek-klepek kayak gitu kalo ngomong aja uda uda tegang pasti cuma disentil itunya doank dah aaaah tuh kayak gitu..” (L Responden III baris 302-313)

(77)

berupa rasa tanggung jawab saat pasangan ingin menyalurkan keinginannya.

“..Intinya cuma satu lama-kelamaan tuh karena nggak mau dia marah itu aja ya karena kalo misalkan aku bukan pacarnya sih ya uda tapi kalo posisi aku pacarnya aku merasa punya tanggung jawab gitu loh. Ketika dia pengen

ya aku membantu dia untuk menyalurkan itu gitu loh..” (P Responden I baris 537-541)

Adanya prinsip bahwa seks merupakan kebutuhan fisiologis yang tidak terpisahkan dari kebutuhan manusia sehingga individu akan mencari seks melalui apapun media yang akan digunakan. Hal inilah yang terpancar dari responden II (G) sehingga dirinya mau melakukan obrolan seks dengan pasangan.

“..Menurutku seks itu kebutuhan dasar manusia loh dul sama kaya kita makan nggak bisa dipisahin nggak bisa kayak gitu kebutuhan apalagi namanya seks entah apapun

medianya pasti nyarinya seks..” (G Responden II baris 655-657)

Selain itu, adanya kebutuhan afeksi mendorong seseorang mau melakukan/ menuruti pasangan untuk melakukan cybersex atau obrolan seks. Hal tersebut dilakukan karena adanya harapan dari individu untuk mendapatkan suatu hal yang nyaman saat melakukan obrolan seks dengan pasangan.

Gambar

Tabel 2. Pelaksanaan Wawancara ..........................................................................
Gambar 1. Model Umum Proses Motivasi Dasar ...................................................
Gambar 1. Sebuah model umum tentang proses motivasi dasar
Tabel 1 Pedoman wawancara
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan untuk reliabilitas komposit dari model penelitian skenario campuran keenam, didapatkan bahwa semua variabel yang digunakan telah

Pada foto torak didapatkan opasitas pada paru kanan dan kesan membaik setelah pemasangan WSD begitupun pada USG Abdomen didapatkan kondisi yang membaik

Maka dari itu, sistem pendukung keputusan untuk menentukan profit margin ini menggunakan metode fuzzy logic yang dapat membantu admin untuk menghindari

sistem menampilkan data fasilitas: - penambahan data fasilitas - perubahan data fasilitas - penghapusan data fasilitas 38 Penam bahan fasilita s Source (Sumb er)

Sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut, Kota Bandung mengadakan suatu program yang disebut dengan program Rebo Nyunda. Program ini merupakan program

Bertambahnya beban pencemaran Sungai Tuntang akibat buangan air limbah industri kecil tahu – tempe permukiman di dekat badan air untuk bisa berperilaku hidup bersih

PNI dipilih sebagai objek kajian karena secara nasional PNI menduduki peringkat pertama hasil Pemilu dengan jumlah suara 8.434.653 Selain itu, PNI ju- ga memperoleh suara

Dan juga Pak Suhel itu adalah sebagai TU tata usaha di sekolah ini, bukan sebagai tenaga perpustakaan yang spesial, jadi tenaga-tenaga ini merupakan tenaga sambilan, sampingan.”128