EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH FARMASI DI RSUD SLEMAN PERIODE TAHUN 2006 –2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Fitriana Annisa Stya Ningrum NIM : 06 8114 095
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
DI RSUD SLEMAN PERIODE TAHUN 2006 – 2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Fitriana Annisa Stya Ningrum
NIM : 06 8114 095
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
Skripsi ini Penulis persembahkan untuk :
Allah S.W .T atas berkah, rahmat, kasih, dan hidayah-N ya,
Ayah, ibu, keluarga besar penulis, dan para sahabat: Amel, Erma, Cyndi, serta yang terkasih: Hanung Aprianto, S. iK om.
terima kasih untuk segala “kesan dan pembelajaran manis maupun pahit” yang telah kalian berikan selama penyusunan skripsi ini.
Terima kasih juga untuk semua pihak yang berperan serta dalam mendukung keberhasilan Penulis.
Sesuatu yang kita anggap sulit/ rumit, jika kita M AU berusaha dan Y AK I N maka kita akan B I SA melakukannya,
v
Puji dan syukur Penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah, rahmat, kasih, dan hidayah-Nya sehingga Penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
perkuliahan dan memperoleh gelar sarjana farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulisan skripsi ini dapat terwujud
berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan tenaga
dan waktunya. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2. Pembimbing skripsi, Bapak A. Tri Priantoro, Drs. M.For. Sc. atas waktu dan
bimbingan yang telah diberikan sehingga dapat membantu Penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Kepala BAPPEDA Kabupaten Sleman, Kepala Bidang Pengendalian dan
Evaluasi, Kepala Sub Bidang Litbang Ibu Sri Nurhidayah, S.Si., MT, dan
Direktur RSUD Sleman Bapak dr. Joko Hastaryo, M.Kes yang telah
memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melakukan penelitian di RSUD
Sleman.
4. Pembimbing lapangan, Ibu Dra. H. E. Lestariningsih, Apt. (Kepala Instalasi
Farmasi RSUD Sleman) dan Ibu Yayuk Sri Rohmani, SKM (Kepala Sanitasi
RSUD Sleman) atas kesabaran dan kerendahan hatinya, serta segala kebaikan
vi
5. Pembimbing akademik Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. atas arahan dan
bimbingannya.
6. Untuk keluarga tercinta dan tersayang, Bapak Ibu terima kasih atas doa dan
dukungan yang tak henti-hentinya baik moril maupun materiil, yang selalu
meyakinkan dan membesarkan hati.
7. Untuk para sahabat, Amel, Erma, Cyndi, dan Hanung, terima kasih atas doa,
dukungan, saran, hiburan, semangat, dan bantuan, yang tulus diberikan kepada
Penulis.
8. Semua teman-teman farmasi almamater 2006 baik FKK maupun FST yang
telah lebih dulu menempuh perjalanan karier sebagai farmasis, terima kasih
atas pertemanan selama ini. Sukses untuk kita semua.
Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan kepada Penulis
mendapatkan balasan dan menjadi amal ibadah di mata Allah SWT. Dalam skripsi
ini Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan
yang Penulis miliki. Namun demikian Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan
akademisi.
Yogyakarta, 23 September 2013
vii
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Fitriana Annisa Styaningrum
Nomor mahasiswa : 06 8114 095
Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi di RSUD Sleman Periode Tahun 2006 –
2012 (Evaluation of Pharmaceutical Waste Management in RSUD Sleman on the
Period of the Year 2006 –2012)
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tangal : 25 September 2013
viii
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiatisme dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 23 September 2013
ix
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xvi
ABSTRACT ... xvii
BAB I . PENGANTAR ... 1-8 A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 5
2. Keaslian penelitian ... 6
3. Manfaat penelitian ... 7-8 a. Manfaat teoritis ... 7
b. Manfaat praktis ... 7
1). Manfaat bagi penulis ... 7
2). Manfaat bagi RSUD Sleman ... 8
x
B. Tujuan Penelitian ... 8
1. Tujuan umum ... 8
2. Tujuan khusus ... 8
BAB II . PENELAAHAN PUSTAKA ... 9-34 A. Definisi dan Kategori Limbah Rumah Sakit ... 9
B. Pengelolaan Limbah dalam Upaya Sanitasi Rumah Sakit ... 11
C. Prosedur Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit ... 12
D. Proses Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit ... 13-20 1. Pemisahan dan Pengumpulan ... 13
2. Pemilahan ... 14
3. Pelabelan ... 16
4. Pengangkutan ... 16
5. Penyimpanan Sementara/Penampungan ... 17
6. Pemusnahan dan Pembuangan ... 18
E. Obat-obatan Kadaluwarsa dan Tidak Terpakai ... 21-23 1. Definisi Kadaluwarsa Obat dan Tanggal Kadaluwarsa ... 21
2. Tanda-tanda Obat Kadaluwarsa dan Obat Rusak/Tidak Terpakai... 22
F. Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik Tahun 2011... 23
G. KepMenKes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004... 26
H. Tenaga Kefarmasian dalam Pengelolaan Limbah Farmasi... 29
I. Keterangan Empiris... 32
xi
B. Variabel Penelitian ... 35
C. Definisi Operasional ... 35
D. Tata Cara Penelitian ... 38-42 1. Perizinan ... 38
2. Persiapan Instrumen Penelitian ... 38
3. Ruang Lingkup Penelitian ... 38
4. Lokasi Penelitian ... 39
5. Teknik Pengumpulan Data ... 39
a. Wawancara ... 40
b. Observasi/pengamatan ... 40
c. Dokumentasi ... 40
d. Studi pustaka ... 41
6. Analisis data ... 41
7. Pembahasan kasus ... 41
8. Uji validitas ... 41
E. Keterbatasan Penelitian ... 42
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43-65 A. Profil Limbah Farmasi Berdasarkan Sumber/Produsen ... 43
B. Profil Limbah Farmasi Berdasarkan BSO/Satuan dan Jenis Kemasan .. 47
C. Kesesuaian Pengelolaan Limbah Farmasi dengan Prosedur Rumah Sakit dan Standar Pembanding ... 49-64 1. Kesesuaian dari aspek prosedur dan SDM... 49
xii
D.Peran IFRS dalam Pengelolaan Limbah Farmasi... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66-68 A. Kesimpulan ... 66
B. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
LAMPIRAN ... 72
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategori
limbah (KepMenKes 1204/MenKes/SK/X/2004)... 14
Tabel II. Metode pemusnahan dan pembuangan limbah farmasi
berdasarkan kategori obat... 20
Tabel III. Standar kualifikasi SDM dalam IFRS menurut Depkes RI,
2004... 30
Tabel IV. Standar kompetensi apoteker indonesia dalam pemusnahan
limbah farmasi... 31
Tabel V. Data limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman periode
tahun 2006 –2012 berdasarkan sumber/produsen... 45
Tabel VI. Data limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman periode
tahun 2006 – 2012 berdasarkan BSO/satuan dan jenis
kemasan obat... 47
Tabel VII. Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi dari Aspek SDM di
IFRS... 49
Tabel VIII. Evaluasi Pengelolaan Limbah Farmasi dari Aspek SDM di
ISRS... 52
Tabel IX. Evaluasi kesesuaian prosedur rumah sakit dan praktek
pengelolaan limbah farmasi dengan standar pembanding
CPFB tahun 2011 ... 56
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh struktur organisasi IFRS minimal dengan model
konvensional... 29
Gambar 2. Prosedur pemusnahan sampah medis menurut SPO RSUD
Sleman... 59
Gambar 3. Troli (kereta dorong) untuk mengangkut sampah medis
(termasuk limbah farmasi)... 60
Gambar 4. TPS untuk limbah medis (termasuk limbah farmasi) yang
terdapat di Instalasi Incinerator RSUD Sleman... 60
Gambar 5. Proses penimbangan sisa abu dan sampah medis (termasuk
limbah farmasi) yang akan dibakar oleh petugas pelaksana
sebelum dibakar di incinerator... 61
Gambar 6. Petugas pelaksana memasukkan sejumlah kantong plastik berisi
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Panduan Wawancara / Interview Guide... 72
Lampiran 2. Tabel Hasil Wawancara... 75
Lampiran 3. Tabel Hasil Observasi... 79
Lampiran 4. Tabel Analisis Data Obat-obatan ... 85
Lampiran 5. Struktur Organisasi IFRSUD dan ISRSUD Sleman... 94
Lampiran 6. Mapping Competency Petugas ISRSUD Sleman... 95
Lampiran 7. Tabel Uraian Tugas IFRSUD dan ISRSUD Sleman... 96
xvi
INTISARI
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks berdampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatifnya berupa limbah farmasi. Pengelolaan limbah farmasi perlu diteliti karena pengelolaan yang tidak tepat dapat mengancam kesehatan dan mencemari lingkungan. Sayangnya, belum semua rumah sakit mengelola limbah farmasi sesuai dengan prosedur.
Penelitian non eksperimental dengan rancangan observasional dan bersifat deskriptf evaluatif ini bertujuan memperoleh profil pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman Periode tahun 2006 – 2012. Data yang diambil adalah data jenis limbah dan proses pengelolaan limbah dilengkapi dengan wawancara terhadap Kepala IFRS, Sanitasi, dan sanitarian penanggung jawab limbah.
Hasil penelitian menunjukkan 2012 ada 94.418 item limbah farmasi yang dikelola dari internal (dropping) maupun eksternal. Sediaan padat terbanyak berupa tablet dan kapsul, sediaan semi padat berupa salep dan krim, sedangkan sediaan cair terbanyak berupa larutan (dalam sachet dan ampul). Sumber eksternal terbanyak dari P.R. YAKKUM (86%) pada tahun 2009.
Berdasarkan analisis dan evaluasi data, aspek prosedur dan SDM pengelola limbah farmasi di RSUD Sleman telah sesuai dengan standar pembanding, sedangkan pada aspek proses masih memerlukan beberapa pembenahan. Direkomendasikan supaya petugas IFRS diberikan pelatihan pengelolaan limbah farmasi rumah sakit.
xvii
ABSTRACT
Hospital activities are so complex and have positive and negative impact. One of which is pharmaceutical waste. Pharmaceutical waste management need to be investigated because the improper management can threaten the health and pollute the environtment. Unfortunatelly, not all hospitals managing pharmaceutical waste in accordance with procedures.
Non experimental studies with evaluative descriptive observational design was aimed to obtain the profile of the pharmaceutical waste management in RSUD Sleman on the period of the year 2006 – 2012. The data retrieved is data type of waste and waste management processes, supported by interviews with leader of IFRS, sanitation, and sanitarian in charge of waste.
The results of the analysis drug extermination data in RSUD Sleman on the period of the year 2006 - 2012 showed that there were 94.418 items pharmaceutical waste were administered in RSUD Sleman, both from internal and external. Most of solid dosage form such as tablets and capsules, semi solid dosage forms such as ointments and creams, and most of liquid dosage form of
solutio (in sachets and ampoules). The Most external source of pharmaceuticals waste were derived from P.R YAKUM (86%) on the year 2009.
Based on data analysis and evaluation, from the aspect of procedures and human resource were managing pharmaceutical waste in RSUD Sleman was adequate in accordance with standart comparators, while from the aspect of process still needs some correction. So it is recommended that the staffs in IFRS given training of pharmaceutical waste management in hospital.
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai
misi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, juga sebagai tempat untuk pendidikan dan pelatihan
tenaga kesehatan serta tempat penelitian dan pengembangan kesehatan (Siregar,
2004). Kegiatan-kegiatan rumah sakit yang berupa pelayanan preventif, kuratif,
rehabilitatif, dan promotif sangat kompleks. Kegiatan tersebut tidak saja
menimbulkan dampak positif tetapi juga menimbulkan dampak negatif. Dampak
positif adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak
negatifnya berupa limbah rumah sakit akibat proses kegiatan baik medis maupun
non medis.
Menurut Sarwanto (2003) berdasarkan hasil penelitian WHO bersama
dengan Departemen Kesehatan RI pada tahun 1997 yang ditunjukkan dalam profil
kesehatan Indonesia, produksi limbah padat rumah sakit berupa limbah domestik
sebesar 76,8% dan limbah medis padat sebesar 23,2%. Berdasarkan kriteria
WHO, pengelolaan limbah medis padat yang baik bila persentase limbah medis
tidak lebih dari 15%. Penelitian tersebut dilakukan terhadap rumah sakit-rumah
sakit baik yang ada di dalam maupun di luar kota Jakarta. Dari 88 rumah sakit
yang ada di luar kota Jakarta yang menjadi obyek penelitian, didapatkan hasil
limbah 20,5%, pengangkutan limbah 72,7%, dan menggunakan incinerator untuk
limbah infeksius 62%. Dari sekitar 107 rumah sakit yang berada di Jakarta, baru
10 rumah sakit yang memiliki incinerator, dan itu pun tidak semuanya insinerator
yang benar. Buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah
belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit, sedangkan peraturan proses
pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992
pun sebagian besar tidak dijalankan dengan baik.
Meskipun persentase limbah medis padat (baik yang didapatkan dari
hasil penelitian maupun dari ketentuan WHO) terbilang jauh lebih kecil daripada
limbah padat domestik, akan tetapi dengan persentase yang kecil itu limbah medis
padat memiliki potensi bahaya yang lebih besar. Bila tidak ditangani dan dibuang
secara baik dan benar maka limbah medis padat rumah sakit berpotensi untuk
mencemari lingkungan, kemungkinannya menimbulkan kecelakaan kerja serta
penularan penyakit/infeksi, dan tindakan-tindakan ilegal. Salah satu limbah rumah
sakit yang memerlukan pengelolaan dan strategi pembuangan yang tepat adalah
limbah farmasi.
Kasus yang pernah menghebohkan masyarakat Indonesia terkait dengan
pengelolaan limbah farmasi yang tidak benar adalah terjadinya tindakan
penggantian tahun kadaluwarsa obat pada sediaan yang telah melewati tahun
kadaluwarsa di sebuah gudang obat ilegal yang kemudian obat-obatan tersebut
diedarkan lagi di apotek-apotek dan rumah sakit di seluruh Aceh, seperti yang
Menurut Budiarie (2009) di Jawa Timur juga ada kasus penimbunan dan
pemulungan limbah farmasi berupa obat-obatan kadaluwarsa dari limbah rumah
sakit maupun rumah tangga untuk dipasarkan lagi di masyarakat, seperti yang
dilansir dalam artikel di website Monitor Indonesia. Tentunya bagaimanapun
bentuk kasus mengenai pengelolaan limbah farmasi yang belum tepat, pada
akhirnya sangat merugikan konsumen terutama dari segi kesehatan, karena efek
terapi obat sudah berkurang, dan yang paling membahayakan adalah apabila
obat-obatan tersebut sudah terkontaminasi oleh zat berbahaya/beracun yang dapat
menimbulkan toksisitas bagi yang meminum.
Permasalahan yang kerap dijumpai dalam pengelolaan limbah farmasi
adalah dalam hal kesesuaian proses dengan prosedur. Contohnya adalah tidak
dilakukan pemisahan dan pemilahan limbah farmasi secara benar berdasarkan
kategori-kategori tertentu misalnya bentuk sediaan obat, kemasan obat, maupun
berdasarkan golongan obatnya. Padahal berbeda kategori limbah farmasi bisa
berbeda pula penanganannya, dan sebenarnya di Indonesia sendiri sudah terdapat
cukup banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah dan
bisa digunakan sebagai pedoman dalam mengelola limbah rumah sakit khususnya
limbah farmasi. Namun, tidak semua peraturan yang berlaku tersebut diterapkan
secara baik dan benar.
RSUD Sleman Yogyakarta merupakan sebuah rumah sakit dengan
tipe/kelas B Non-pendidikan sejak bulan Desember tahun 2003 hingga saat ini,
setelah dinyatakan memenuhi persyaratan dalam penilaian Tim Departemen
Agustus 2009 dan Peraturan Bupati Sleman nomor: 48 tahun 2009 dinyatakan
bahwa RSUD Sleman mempunyai tugas membantu Bupati dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Berkaitan dengan tugas tersebut, RSUD Sleman telah memiliki
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang cukup lengkap yaitu fasilitas rawat
inap dan rawat jalan dengan fasilitas pelayanan, pendukung, dan penunjang
seperti pelayanan medis dan terapi, UGD, poliklinik gigi, laboratorium, pelayanan
pendidikan dan penelitian, pelayanan farmasi, hingga pelayanan pengelolaan
limbah.
Sebagai bentuk pelayanan pengelolaan limbah, selain berupaya menjaga
kesehatan lingkungan dan masyarakat di sekitar area rumah sakit dengan
mengelola limbah secara mandiri menggunakan incinerator dan IPAL, RSUD
Sleman juga mengadakan jasa pemusnahan limbah medis bagi instansi kesehatan
lain yang belum memiliki fasilitas pengelolaan limbah dengan membayar
sejumlah biaya sesuai ketentuan Pemda Sleman.
Dari latar belakang tersebut maka Penulis tertarik untuk melakukan
penelitian di RSUD Sleman khususnya di unit kerja Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS) dan Instalasi Sanitasi Rumah Sakit (ISRS) untuk melihat secara
langsung bagaimana pengelolaan limbah farmasi pada periode tahun 2006 – 2012.
Penelitian dilakukan di dua unit kerja karena perbekalan farmasi di RSUD Sleman
dikelola oleh IFRS, sedangkan untuk perbekalan farmasi yang sudah menjadi
limbah (termasuk dari instansi kesehatan lain) dikelola secara langsung oleh ISRS
Periode tahun 2006 –2012 dipilih karena berdasarkan pra-survey,
pengelolaan limbah farmasi dari dalam RSUD Sleman terbilang jarang sekali
dilakukan kecuali pada kejadian luar biasa (KLB), sedangkan di sisi lain hampir
setiap tahun sekali ada satu dua instansi luar yang menggunakan jasa pemusnahan
limbah di RSUD Sleman. Maka dari itu dengan menetapkan periode penelitian
tahun 2006 – 2012 akan memungkinkan diperolehnya data pengelolaan obat yang
layak untuk analisis.
Lebih jauh lagi penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana peran
dan fungsi tenaga kefarmasian dalam pengelolaan limbah farmasi. Mengingat
adanya perubahan paradigma dari drug oriented ke patient oriented, melalui
penelitian ini diharapkan akan terwujud pula sosok-sosok farmasis yang selain
berkompeten dalam menjaga kualitas produk obat dan pelayanan pasien dengan
baik juga memiliki kesadaran tinggi dalam upaya memelihara dan meningkatkan
kesehatan lingkungan.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 –
2012 berdasarkan sumber/produsen limbah?
b. Bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 –
c. Bagaimana kesesuaian pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman dengan
prosedur rumah sakit dan standar pembanding?
d. Bagaimana peran dan fungsi IFRS dalam pengelolaan limbah farmasi di
RSUD Sleman?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan penelaahan pustaka yang sejauh ini telah dilakukan Penulis,
ditemukan bahwa penelitian-penelitian tentang evaluasi pengelolaan limbah
rumah sakit telah banyak dilakukan di Indonesia. Namun, penelitian-penelitian
tersebut biasanya membahas secara umum dan menyeluruh tentang pengelolaan
segala jenis limbah medis yang dikelola ISRS mulai dari aspek kesesuaian proses
dengan prosedur, sumber daya manusia (SDM), hingga analisis pendanaannya.
Di Universitas-universitas di Indonesia, tema penelitian mengenai
pengelolaan limbah rumah sakit telah cukup banyak dibawakan khususnya di
fakultas/jurusan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Contohnya dalam tiga
tahun terakhir adalah Analisis Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan Sistem di
RSUD Dr. Moerwadi Surakarta (Hapsari, 2010) dan judul penelitian lainnya
adalah Kajian Pengelolaan Limbah Padat B3 di Rumah Sakit TNI AL Dr.
Ramelan oleh (Widhiatmoko, 2010).
Dari Fakultas Farmasi USD (Rahmaroswita, 2012) sebenarnya pernah
membawakan tema penelitian tentang pengelolaan limbah, akan tetapi penelitian
tersebut lebih membahas ke pengelolaan limbah padat medis berupa benda tajam,
sendiri belum dibahas. Dari hasil studi pustaka dan wawancara dengan
narasumber, Penulis juga menemukan bahwa penelitian mengenai limbah farmasi
belum pernah dilakukan di RSUD Sleman.
Karena hal itu maka terdapat perbedaan antara penelitian-penelitian
sebelumnya dengan karya Penulis, yaitu: tema penelitian mengenai limbah
farmasi secara khusus belum pernah dibawakan di RSUD Sleman, Fakultas
Farmasi USD, maupun universitas-universitas lain di Indonesia. Selain itu
penelitian ini membahas tentang pengelolaan limbah farmasi mulai dari
sumbernya (unit kerja IFRS), bukan hanya ketika limbah tersebut sudah berada di
ISRS dan siap dimusnahkan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
1) Dapat memberikan informasi mengenai evaluasi pengelolaan limbah
farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 –2012.
2) Dapat menambah pengetahuan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengelolaan limbah farmasi serta menjadi bahan bacaan bagi peneliti
berikutnya di waktu yang akan datang.
b. Manfaat praktis
1) Bagi penulis:
Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam rangka memperluas
wawasan keilmuan dan mengkaji pengelolaan limbah farmasi di RSUD
2) Bagi RSUD Sleman:
Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha peningkatan mutu pelayanan
kesehatan dan pemeliharaan kesehatan lingkungan khususnya dalam hal
pengelolaan limbah farmasi.
3) Bagi masyarakat:
Menambah pengetahuan umum masyarakat mengenai manajemen sanitasi
rumah sakit khususnya dalam hal pengelolaan sampah medis berupa
limbah farmasi.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pengelolaan
limbah farmasi di RSUD Sleman pada periode tahun 2006 –2012.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada
periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan sumber/produsen limbah.
b. Mengetahui bagaimana profil limbah farmasi di RSUD Sleman pada
periode tahun 2006 – 2012 berdasarkan bentuk sediaan/satuan dan jenis
kemasan obat.
c. Mengetahui bagaimana kesesuaian pengelolaan limbah farmasi di RSUD
Sleman dengan prosedur rumah sakit dan standar pembanding.
d. Mengetahui bagaimana peran dan fungsi IFRS dalam pengelolaan limbah
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Definisi dan Kategori Limbah Rumah Sakit
Secara umum limbah rumah sakit dibagi menjadi dua yaitu:
1. Limbah medis, adalah limbah yang dihasilkan rumah sakit dari kegiatan
pelayanan medis, laboratorium, veterinary, kedokteran gigi, ataupun farmasi
pada saat dilakukan pengobatan, perawatan, dan penelitian.
2. Limbah non medis, adalah limbah yang umumnya berasal dari kegiatan
kantor, dapur, cuci, mesin, dan buangan kamar mandi (Fariadi, 2010).
Limbah medis rumah sakit terdiri dari:
1. Limbah infeksius: limbah yang mengandung bahan patogen, contohnya kultur
laboratorium, limbah dari ruang isolasi, kapas, materi atau peralatan yang
tersentuh pasien yang terinfeksi, dan ekskreta.
2. Limbah patologis: jaringan atau potongan tubuh manusia, misal hasil operasi.
3. Limbah benda tajam: contoh jarum, peralatan infus, pisau, potongan kaca.
4. Limbah farmasi: limbah yang mengandung bahan farmasi, contohnya
obat-obatan, vaksin, serum, injeksi yang sudah kadaluwarsa dan tidak terpakai atau
tidak bisa dikembalikan ke distributor/PBF karena berbagai alasan misalnya
rusak, terkontaminasi, nomer batch tidak sesuai spesifikasi, obat-obatan yang
dibuang oleh pasien.
5. Limbah genotoksik: limbah yang mengandung bahan dengan sifat genotoksik
6. Limbah kimia adalah limbah yang mengandung bahan kimia, contohnya
reagen, solven, film untuk rontgen, dan desinfektan
7. Limbah dengan kandungan logam berat tinggi: misalnya baterai, thermometer
yang pecah, alat pengukur tekanan darah.
8. Wadah bertekanan: adalah sediaan semprotan kabut tipis dari sistem
bertekanan, sebagian diantaranya melepaskan gas, busa, atau cairan setengah
padat. Misalnya tabung gas anestesi, peralatan terapi pernafasan, oksigen
dalam bentuk gas atau cair, kaleng aerosol, dan tabung inhaler.
9. Limbah radioaktif: limbah yang mengandung bahan radioaktif, contoh cairan
yang tidak terpakai dari terapi radioaktif atau riset di laboratorium (Anonim,
2009).
Jika ditinjau dari wujudnya, limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat
berupa bahan padat (seperti sisa benda tajam, sisa jaringan tubuh, serta limbah
dari kegiatan kantor dan dapur), bahan cair (seperti cairan infeksius, cairan
jaringan tubuh, cairan buangan farmasi, buangan laboratorium dan dapat juga
berasal dari kegiatan pencucian dapur atau laundry), dan gas (seperti hasil
buangan dari peralatan medis dan pembakaran) (Fariadi, 2010).
Berdasarkan sifat dan potensi bahayanya, limbah medis dapat
dikategorikan menjadi lima jenis:
1. Golongan A, adalah limbah medis padat yang memiliki sifat infeksius paling
besar yang berasal dari aktifitas kegiatan pengobatan yang memungkinkan
penularan penyakit jika mengalami kontak dengan limbah tersebut dengan
tubuh, sisa binatang percobaan, bahan-bahan linen dari kasus penyakit infeksi
(seperti pembalut/pempers dan verban bekas pakai), bekas infus/tranfusi set.
2. Golongan B, adalah limbah padat yang memiliki sifat infeksius karena
mempunyai bentuk tajam yang dapat melukai dan memotong pada kegiatan
terapi dan pengobatan yang memungkinkan penularan penyakit dengan media
penularan bakteri, virus, parasit, dan jamur. Terdiri dari: spuit/suntikan bekas,
jarum bekas, cartridge, pecahan gelas/botol/ampul obat, pisau bekas bedah.
3. Golongan C, adalah limbah padat yang memiliki sifat infeksius karena
digunakan langsung oleh pasien yang memungkinkan penularan penyakit
dengan media penularan bakteri, virus, parasit, dan jamur. Contohnya: periak,
tempat muntah, dan pispot yang terkontaminasi.
4. Golongan D, terdiri dari: limbah padat farmasi seperti obat-obat kadaluwarsa
dan tidak terpakai, sisa kemasan dan kontainer obat, termasuk juga peralatan
yang terkontaminasi bahan farmasi.
5. Golongan E, adalah limbah padat sisa aktifitas pelayanan pasien, contohnya
pelapis bed-pan disposable (Depkes RI, 1992).
B. Pengelolaan Limbah dalam Upaya Sanitasi Rumah Sakit
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya penularan
penyakit dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber penyakit. Sanitasi
merupakan usaha kesehatan yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap
Upaya sanitasi rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks
sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta
berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan sarana prasarana yang
memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI,
2004).
Penerapan sanitasi rumah sakit salah satunya adalah pengelolaan limbah
yang merupakan serangkaian kegiatan pengelolaan limbah mulai dari sumbernya
hingga hasil akhir limbah setelah diolah. Pengelolaan diterapkan mulai dari
sumber daya yang tersedia seperti SDM, fasilitas, metode, dan proses pengelolaan
limbah hingga evaluasi terhadap kegiatan pengelolaan tersebut (Adisasmito,
2007).
C. Prosedur Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit
Langkah-langkah penanganan limbah farmasi yang benar meliputi:
1. Pengambilan keputusan: memutuskan kapan tindakan akan dilaksanakan
karena adanya penimbunan obat-obatan kadaluwarsa dan tidak terpakai.
2. Persetujuan: persetujuan pembuangan obat-obatan harus dimintakan dari pihak
berwenang, seperti Dinas Kesehatan, BPOM, atau bahkan KLH.
3. Perencanaan: perencanaan mengenai pembiayaan, ahli yang diperlukan, SDM,
waktu, tempat, peralatan, material dan cara pembuangan yang dibutuhkan.
4. Penyusunan kelompok kerja: pekerjaan harus dilakukan oleh kelompok yang
terdiri dari ahli farmasi (teknisi farmasi atau petugas gudang farmasi yang
5. Kesehatan dan keselamatan kelompok kerja: Semua pekerja harus
menggunakan alat perlindungan diri/APD yang sesuai berupa pakaian dan
sepatu bot yang dipergunakan setiap saat, serta sarung tangan, masker dan
tutup kepala pada keadaan-keadaan tertentu.
6. Proses pengelolaan limbah farmasi, dengan perhatian khusus pada tahap
pemilahan dan metode pembuangan.
7. Keamanan: obat-obat yang memerlukan pengawasan khusus (narkotik,
psikotropika, zat adiktif) memerlukan tindakan pengamanan yang ketat karena
sering terjadi masalah pemulungan obat (WHO, 1999).
D. Proses Pengelolaan Limbah Farmasi Rumah Sakit 1. Pemisahan dan Pengumpulan
Tahap pemisahan disini merupakan proses dimana suatu limbah farmasi
dipisahkan dari limbah medis lainnya, yang kemudian dikumpulkan sesuai
jenisnya. Pemisahan harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan
limbah. Limbah jangan sampai menumpuk di satu titik pengumpulan. Limbah
harus dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekuensi yang ditetapkan) dan
diangkut ke pusat lokasi penampungan yang ditentukan. Kontainer pengumpul
harus dibersihkan sebelum digunakan lagi. Kantong pengumpul harus diganti
segera dengan kantong baru dari jenis yang sama, dan persediaan kantong
pengumpul yang baru harus siap tersedia di semua lokasi yang menghasilkan
Kriteria wadah (kantong atau kontainer) limbah farmasi harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
Tabel I. Jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategori limbah (KepMenKes 1204/MenKes/SK/X/2004)
2. Pemilahan
Cara utama untuk mencapai metode dan manajemen pengelolaan limbah
yang cost effective adalah dengan melakukan pemilahan materi untuk
meminimalkan kebutuhan akan metode pembuangan yang rumit atau mahal.
Tujuan pemilahan adalah memisahkan limbah ke dalam kategori-kategori tertentu
yang memerlukan metode pembuangan berbeda (WHO, 1999).
Untuk limbah farmasi sendiri, pemilahan meliputi evaluasi awal secara
keseluruhan terhadap stok obat-obatan dan pemisahan obat-obatan tersebut
menjadi kategori. Proses pemilahan limbah farmasi meliputi:
a. Identifikasi item,
c. Jika masih layak digunakan atau direncanakan untuk dikembalikan (retur) ke
distributor/PBF, biarkan kemasan dalam keadaan utuh,
d. Jika sudah tidak layak digunakan, dibuat keputusan metode pembuangan yang
optimal sesuai dengan kategori obat (WHO, 1999).
Kategori pemilahan limbah farmasi antara lain:
a. Obat-obatan kadaluwarsa atau tidak terpakai
Obat-obatan yang tidak boleh dipergunakan dan harus selalu dianggap sebagai
limbah farmasi adalah:
1) Semua obat-obatan kadaluwarsa;
2) Semua sediaan obat yang tidak bersegel, tidak memiliki label yang jelas, dan
tidak berada dalam kemasan aslinya (kadaluwarsa maupun tidak);
3) Semua obat-obatan tidak kadaluwarsa yang rusak rantai dinginnya (cold
chain) yaitu yang seharusnya disimpan di tempat dingin namun tidak (contoh:
insulin, hormon polipeptida, gamma globulin dan vaksin) (WHO, 1999).
b. Obat-obatan yang masih bermanfaat
Jika memungkinkan, obat-obatan yang masih dalam masa berlakunya dan
dianggap bermanfaat dipisahkan dan dipergunakan segera oleh institusi dengan
membuat daftar mengenai barang-barang yang ada, jumlah dan tanggal
kadaluwarsanya (WHO, 1999).
c. Bahan yang dapat didaur ulang
Bahan-bahan yang dapat didaur ulang misalnya kemasan obat dapat
dibuang ke tempat pembuangan sampah ataupun didaur ulang (jika fasilitas
gelas/kaca. Kemasan obat tersebut harus dipisahkan dari obat-obatan sebelum
dilaksanakan proses pemusnahan dan pembuangan obat. (WHO, 1999).
Pemilahan juga bisa dilakukan berdasarkan bentuk sediaan obat. Selain
itu bisa juga dilakukan pemilahan berdasarkan kandungan zat aktifnya, misalnya
yang membutuhkan cara pembuangan khusus, meliputi: narkotik, psikotropika,
obat-obatan antibiotik, obat-obatan anti kanker/sitotoksik, anti septik dan
disinfektan. (WHO, 1999).
3. Pelabelan
Label yang terpasang pada semua kantong atau kontainer limbah layanan
kesehatan harus memuat informasi dasar mengenai jenis/isi limbah dan nama
produsen limbah. Informasi tersebut dapat ditulis langsung pada kantong atau
kontainer atau pada label yang sudah dicetak sebelumnya yang menempel dengan
kuat. Informasi tambahan yang sebaiknya juga tercantum dalam label antara lain:
tanggal pengumpulan dan tujuan akhir limbah. Seandainya muncul masalah yang
berkaitan dengan limbah maka pelabelan secara lengkap dan benar akan
memungkinkan dilakukannya penelusuran terhadap asal limbah. Pelabelan juga
memberitahu staf pelaksana dan masyarakat umum mengenai sifat bahaya dari
limbah tersebut (Pruss, 2005).
4. Pengangkutan
Kantong limbah dapat langsung ditempatkan dalam kendaraan
pengangkut, akan tetapi akan lebih aman jika menempatkannya dalam kontainer
sekunder (misalnya kotak kardus, plastik bertutup, atau kontainer berlapis seng).
yang dipersyaratkan, juga tidak boleh digunakan untuk mengangkut materi
lainnya selain limbah layanan kesehatan. Limbah harus diangkut melalui rute
yang paling cepat dari titik penghasil limbah yang harus direncanakan sebelum
pengangkutan dimulai sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penanganan
lebih lanjut yang tidak diharapkan. Khusus untuk pengiriman limbah ke luar
instansi, sebelum pengangkutan limbah, dokumen pelepasan harus dilengkapi,
semua persiapan harus dilakukan antara pengirim, pengantar, dan penerima
(Pruss, 2005).
5. Penyimpanan Sementara/Penampungan
Lokasi penyimpanan sementara untuk limbah harus dirancang agar
berada di dalam wilayah instansi layanan kesehatan. Limbah harus ditampung di
area, ruangan, atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kuantitas
limbah yang dihasilkan dan frekuensi pengumpulannya. Rekomendasi untuk
fasilitas penampungan limbah layanan kesehatan, antara lain :
a. Area penampungan harus memiliki lantai yang kokoh, impermeabel,
drainasenya baik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
b. Harus ada persediaan air untuk tujuan pembersihan
c. Area harus mudah dijangkau oleh staf yang bertugas menangani limbah
d. Ruangan/area harus dapat dikunci
e. Adanya kemudahan akses oleh kendaraan pengumpul limbah
f. Ventilasi dan pencahayaannya baik
g. Area penampungan jangan sampai mudah dimasuki serangga, burung, atau
h. Lokasi penampungan tidak boleh berada di dekat lokasi penyimpanan
makanan mentah atau lokasi penyiapan makanan.
i. Persediaan perlengkapan kebersihan, pakaian pelindung, dan kantong atau
kontainer limbah harus diletakkan di lokasi yang cukup dekat dengan lokasi
penampungan limbah.
j. Kecuali digunakan ruang yang memiliki pendingin, waktu tampung sementara
untuk limbah hingga pemusnahan tidak melebihi 48 jam di musim hujan dan
24 jam di musim kemarau (untuk iklim hangat) (Pruss, 2005).
6. Pemusnahan dan Pembuangan
Metode penanganan limbah farmasi ada beberapa cara, yaitu:
a. Pengembalian kepada distributor: limbah farmasi dalam jumlah besar harus
dikembalikan kepada distributor/PBF.
b. Penimbunan (penempatan limbah langsung ke lahan penimbunan sampah
tanpa perlakuan atau persiapan sebelumnya), misalnya dengan:
1) Pembuangan terbuka sederhana dan tanpa pengendalian: pembuangan
limbah farmasi tanpa pengelolaan ke pembuangan terbuka tidak
disarankan kecuali bila tidak ada pilihan lain, karena langkah ini tidak
ramah lingkungan dan tidak aman karena bisa menyebabkan
pemulungan limbah untuk tujuan diedarkan kembali.
2) Penimbunan berteknologi tinggi: tempat penimbunan harus memiliki
saluran pengeluaran yang terisolasi dari sumber air dan berada di atas
lapisan air tanah. Limbah farmasi dipadatkan dan ditutupi dengan tanah
c. Imobilisasi limbah dengan enkapsulasi, yaitu: peng-imobilisasian
obat-obatan dengan memadatkannya dalam tong plastik atau besi.
d. Imobilisasi limbah dengan inersiasi: merupakan varian enkapsulasi dengan
pelepasan bahan-bahan pembungkus, kertas, karton dan plastik dari
obat-obatan sebelum obat-obat-obatan tersebut ditanam kemudian ditambahkan
campuran air, semen dan kapur dengan perbandingan 5:15:15 sehingga
terbentuk pasta cair yang homogen yang dapat berubah menjadi massa
padat saat bercampur dengan limbah rumah tangga.
e. Pembuangan melalui saluran pembuangan air: air yang mengalir dengan
deras dapat dipergunakan untuk membilas dan membuang sejumlah kecil
obat-obatan cair atau anti septik cair yang telah diencerkan sebelumnya.
f. Pembakaran dalam wadah terbuka: cara ini hanya untuk limbah farmasi
dengan jumlah yang sangat sedikit karena pembakaran bersuhu rendah
dalam wadah terbuka menghasilkan polutan beracun yang dapat dilepaskan
ke udara.
g. Insinerasi suhu sedang (suhu minimum 850oC): penggunaan fasilitas
incinerator suhu sedang lebih disarankan sebagai langkah sementara,
daripada penggunakan pilihan yang kurang aman seperti pembuangan
langsung ke tempat penampungan akhir.
h. Insinerasi suhu tinggi (lebih tinggi dari 1000oC), contohnya pembakaran
limbah farmasi di industri semen karena memiliki waktu retensi
pembakaran yang lebih lama dan mengeluarkan gas buangan melalui
mencapai suhu 1450oC sementara gas pembakaran mencapai suhu 2000oC.
Pada suhu setinggi ini waktu tinggal gas hanya beberapa detik. Pada
keadaan ini semua komponen organik limbah akan hancur secara efektif.
Beberapa hasil pembakaran yang beracun atau berbahaya terserap oleh
produk kerak semen atau dikeluarkan oleh pertukaran panas.
i. Dekomposisi kimiawi : tidak disarankan bila tidak terdapat ahli kimia.
Berikut ini adalah rangkuman dari metode pemusnahan dan pembuangan
limbah farmasi berdasarkan kategori obat menurut ketentuan WHO (1999):
E. Obat-obatan Kadaluwarsa dan Tidak Terpakai 1. Definisi Kadaluwarsa Obat dan Tanggal Kadaluwarsa
Dalam ilmu farmakoterapi terdapat risiko yang berkaitan dengan
penggunaan obat baik yang diketahui ataupun tidak. Kejadian atau bahaya yang
dihasilkan dari risiko tersebut didefinisikan sebagai ‘drug misadventure’, dalam
hal ini termasuk ’medication error’ yaitu pemakaian obat yang tidak tepat dan
menimbulkan kerugian pada pasien, walaupun pengobatan tersebut berada dalam
pengawasan profesional kesehatan, pasien dan konsumen. Hal ini menjadi
masalah di seluruh dunia yang terjadi sebagai akibat dari kesalahan manusia atau
lemahnya sistem yang ada. Terkait dengan permasalahan ini, penggunaan limbah
farmasi seperti obat-obatan kadaluwarsa atau integritas obat-obatan yang secara
fisik dan kimia telah menurun (’deteriorated drug error’) merupakan salah satu
bentuk dari ’medication error’ (Anonim, 2010).
Kadaluwarsa obat adalah berakhirnya batas aktif dari obat yang
memungkinkan obat menjadi kurang aktif atau bahkan menjadi toksik (beracun).
Kadaluwarsa obat juga diartikan sebagai batas waktu dimana produsen obat
menyatakan bahwa suatu produk dijamin stabil dan mengandung kadar zat sesuai
dengan yang tercantum dalam kemasannya pada penyimpanan sesuai dengan
anjuran. Obat yang sudah kadaluwarsa, kadar/konsenstrasinya sudah berkurang
antara 25-30% dari konsentrasi awalnya (Anonim, 2010).
Tanggal kadaluwarsa mulai banyak muncul pada kemasan obat sejak
tahun 1979, setelah undang-undang yang mengharuskan pabrik obat
seluruh dunia. Tanggal kadaluwarsa adalah tanggal yang dicantumkan pada
masing-masing wadah produk obat (umumnya pada penandaan), yang
menyatakan sampai dengan tanggal tersebut jika produk disimpan dengan benar
(berada dalam kemasannya dan disimpan dalam kondisi normal), maka produk
diharapkan tetap memenuhi spesifikasi standar mutu yang disyaratkan. Umumnya
tanggal kadaluwarsa ditulis dengan angka bulan dan tahun dan ditetapkan dua
hingga tiga tahun sejak obat dikemas (Kimin, 2010).
Tanggal kadaluwarsa bukanlah tanggal yang ditentukan oleh pemerintah
maupun departemen kesehatan dan sebenarnya tanggal ini tidak menunjukkan
berapa lama suatu obat layak untuk dikonsumsi, karena obat dapat rusak sebelum
tanggal kadaluwarsa yang ditetapkan oleh pabrik ataupun masih dapat dikonsumsi
meskipun sudah lewat beberapa tahun setelah lewat tanggal kadaluwarsanya
(Anonim, 2009).
2. Tanda-tanda Obat Kadaluwarsa dan Obat Rusak/Tidak Terpakai
Tanda-tanda kadaluwarsa obat tergantung dari jenis/bentuk sediannya.
a. Padat, berupa sediaan tablet, kapsul, pil dan serbuk.
Umumnya mengalami perubahan berupa perubahan warna, bau, rasa dan
konsistensinya. Tablet dan kapsul mudah menyerap air dari udara sehingga
menjadi meleleh, lengket dan rusak. Kemasan mungkin menjadi
menggelembung. Tablet berubah ukuran ketebalannya dan terdapat
bintik-bintik. Masing-masing tablet dalam kemasan ukurannya tidak sama dan
mengalami keretakan dan warna kapsul memudar. Obat puyer/serbuk dapat
terjadi penggumpalan.
b. Semisolid, berupa sediaan salep, krim, pasta, dan jeli.
Umumnya mengalami perubahan karena dipengaruhi oleh panas. Salep dan
krim berubah konsistensinya dan dapat menjadi terpisah-pisah, bau dan
viskositasnya berubah, melembut, kehilangan komponen airnya, tidak
homogen lagi, penyebaran ukuran dan bentuk partikel tidak merata serta pH
nya berubah.
c. Cair, dapat berupa sediaan sirup, emulsi dan suspensi oral. Umumnya
dipengaruhi oleh panas. Perubahannya dalam hal warna, konsistensi, pH,
kelarutan, dan viskositas, Bentuk sediaan cair menjadi tidak homogen.
Beberapa obat, seperti obat suntik dan tetes mata atau telinga, cepat rusak bila
terkena sinar. Terdapat partikel-partikel kecil yang mengambang pada obat
cair (namun hal ini normal pada suspensi). Bau dan rasa obat berubah menjadi
tajam seperti bleach, acid, gasoline, punguent/getir.
d. Gas, contohnya oksigen. Aerosol mengalami kebocoran, kontaminasi
partikelnya, fungsi tabungnya rusak dan beratnya berkurang. Jika diukur
dosisnya maka terdapat perbedaan dosis (Anonim, 2009).
F. Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) tahun 2011
Ada beberapa hal mengenai pengelolaan limbah farmasi yang diatur
dalam dokumen Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) 2011 atau
1. SPO CPFB 2011 No. A-07 (28 Oktober 2011) tentang Pemeriksaan Tanggal
Kadaluwarsa :
a. Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa secara berkala (1, 2 atau 3
bulan sekali)
b. Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa melalui 2 (dua) cara yaitu :.
1) Melakukan pemeriksaan secara berkala untuk masing-masing obat
(a) Menetapkan petugas yang ditunjuk bertanggungjawab terhadap
pemeriksaan tanggal kadaluwarsa
(b) Melakukan pemeriksaan tanggal kadaluwarsa untuk masing-masing
obat pada satu bagian dari rak
(c) Untuk obat yang mendekati tanggat kadaluwarsa (1 - 3 bulan
sebelumnya) beri perhatian khusus agar didistribusikan sebelum
tanggal kadaluwarsa. Atau mengembalikan (reture) obat kepada
distributor sesuai dengan persyaratan yang disepakati
(d) Menyisihkan obat yang telah kadaluwarsa dan simpan ditempat
tersendiri dengan diberi label/ tulisan OBAT KADALUWARSA
(e) Melakukan prosedur di atas kembali untuk bagian rak yang lain
(f) Mencatat hasil pemeriksaan tanggal kadaluwarsa pada buku tersendiri
2) Melakukan pemeriksaan pada saat pengambilan obat pada tahapan
penyiapan obat
(a) Pada saat mengambil obat untuk pelayanan harus selalu
(b) Sisihkan obat yang telah kadaluwarsa dan simpan ditempat tersendiri
dengan diberi label/tulisan : OBAT KADALUWARSA.
(c) Mencatat hasil pemeriksaan tanggal kadaluwarsa pada buku tersendiri
2. SPO CPFB 2011 No. A-08 (28 Oktober 2011) tentang Pengelolaan sediaan
farmasi dan alkes yang telah kadaluwarsa:
a. Menyediakan tempat khusus untuk menyimpan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang telah kadaluwarsa
b. Tempat khusus penyimpanan komoditi harus terpisah dari ruang peracikan.
c. Memberi label KOMODITI KADALUWARSA DILARANG DUUAL
pada tempat khusus
d. Menunjuk petugas yang bertanggungjawab mengelola komoditi ini.
e. Sebelum memasukkan komoditi yang telah kadaluwarsa pada tempat
khusus terlebih dahulu dicatat dalam buku
f. Melakukan pemusnahan komoditi sesuai tata cara yang berlaku
3. SPO CPFB 2011 No. E-02 (28 Oktober 2011) tentang pemusnahan sediaan
farmasi dan alkes:
a. Melakukan inventarisasi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang akan
dimusnahkan
b. Menyiapkan administrasi (berupa laporan dan Berita Acara Pemusnahan
Sediaan farmasi dan alkes)
c. Menetapkan jadwal, metoda dan tempat pemusnahan.
e. Membuat laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang sekurang-kurangnya memuat :
1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
dimusnahkan
3) Nama Apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
4) Nama saksi dalam pelaksanaan pernusnahan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
f. Membuat laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
ditanda tangani oleh Apoteker dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan
(IAI, 2011).
G. KepMenKes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004
Pengelolaan limbah farmasi rumah sakit juga diatur dalam KepMenKes
RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit yang secara khusus dibahas dalam Bab IV yaitu tentang
Persyaratan dan Tata Laksana Penanganan Limbah Medis Padat.
Ada beberapa persyaratan dan tata laksana yang berkaitan dengan
1. Persyaratan minimisasi limbah farmasi: setiap rumah sakit harus melakukan
reduksi limbah dimulai dari sumber dan melakukan pengelolaan stok bahan
farmasi.
Tata laksana: menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk
menghindari kadaluwarsa, menghabiskan bahan dari setiap kemasan, dan
mengecek tanggal kadaluwarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh distributor.
2. Persyaratan pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
limbah farmasi: pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumbernya,
limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang
tidak dapat dimanfaatkan kembali, dan pewadahan limbah farmasi harus
memenuhi persyaratan dengan penggunaan kontainer/kantong plastik
berwarna coklat.
Tata laksana: dilakukan pemisahan limbah farmasi dari jenis limbah medis
padat lainnya mulai dari sumber limbah, tempat pewadahan limbah farmasi
mengikuti aturan untuk pewadahan limbah medis padat (kantong/kontainer
warna coklat tanpa simbol khusus) dan terbuat dari bahan yang kuat, cukup
ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai permukaan yang halus pada
bagian dalamnya, siap tersedia di setiap sumber penghasil limbah, kantong
plastik diangkat setiap hari atau kurang dari sehari apabila 2/3 bagian telah
terisi, dan kantong plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan
limbah tidak boleh digunakan lagi.
3. Persyaratan pengumpulan, pengemasan, penyimpanan sementara, dan
padat) di lingkungan rumah sakit: pengumpulan limbah dari setiap ruangan
penghasil limbah menggunakan troli khusus limbah medis yang tertutup dan
penyimpanan limbah harus sesuai iklim tropis/hangat.
Tata laksana: bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya
harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam, bagi rumah sakit
yang tidak mempunyai insinerator, limbah medis padatnya harus dimusnahkan
melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai
insinerator, kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup dan harus
aman dari jangkauan manusia maupun binatang, petugas yang menangani
limbah, harus menggunakan APD yang lengkap dan memenuhi syarat.
4. Persyaratan pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah farmasi
(mengikuti ketentuan untuk limbah medis padat): limbah tidak diperbolehkan
dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum
aman bagi kesehatan, dan cara serta teknologi pengolahan atau pemusnahan
limbah disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit.
Tata laksana: limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan
insinerator pirolitik, rotary kiln, sanitary landfill, dibuang ke sarana air limbah
atau inersisasi. Dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan
yang khusus seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi,
sedangkan limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan
memungkinkan dikembalikan, agar dimusnahkan melalui insinerator pada
suhu diatas 1.000°C (DepKes RI, 2004)
H. Tenaga Kefarmasian dalam Pengelolaan Limbah Farmasi
Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan yang terdiri
dari apoteker dan teknisi farmasi. Teknisi farmasi ini terdiri dari Sarjana Farmasi,
Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten
Apoteker. Tenaga Kefarmasian di rumah sakit melaksanakan pekerjaan
kefarmasian di IFRS. Tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan
kewenangan dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian yang didasarkan pada
standar kefarmasian dan prosedur yang berlaku dimana ia bekerja (DepKes RI,
2009).
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit, IFRS harus
menerapkan bagan struktur organisasi minimal yang mengakomodasi
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan
manajemen mutu, seperti pada contoh berikut :
Selan itu dalam meningkatkan mutu pelayanannya suatu organisasi IFRS
harus memiliki dokumen uraian tugas untuk pendelegasian tugas dan wewenang
bagi staf maupun pimpinan. Standar kualifikasi SDM juga perlu diperhatikan. Staf
dan pimpinan IFRS dipimpin oleh Apoteker. Pelayanan farmasi diselenggarakan
dan dikelola oleh Apoteker yang mempunyai pengalaman minimal dua tahun di
bagian farmasi rumah sakit. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai
surat ijin kerja. Pada pelaksanaannya Apoteker dibantu oleh Tenaga Ahli Madya
Farmasi (D III) dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker (DepKes RI,
2004).
Kualifikasi SDM di dalam suatu IFRS dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel III. Standar kualifikasi SDM dalam IFRS menurut DepKes RI, 2004
Berdasarkan fungsi dan peran lintas sektoralnya, selain tergabung dalam
panitia farmasi dan terapi rumah sakit bersama staf medis (dokter dan perawat),
IFRS juga tergabung dalam tim PPI (pencegahan dan pengendali infeks) rumah
dalam hal ini peran IFRS adalah sebagai pengelola stok perbekalan farmasi untuk
meminimalisir limbah farmasi, dan juga berperan dalam administrasi
penghapusan. Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian
terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu
tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan
farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selain itu
dibuat pula suatu pelaporan yang merupakan kumpulan catatan dan pendataan
kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan
yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan (DepKes RI, 2004).
Dari sembilan kompetensi apoteker di Indonesia yang tercantum dalam
dokumen Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, pemusnahan obat-obatan
kadaluwarsa/tidak terpakai merupakan unit kompetensi nomor 7.4 yaitu “mampu
melakukan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai peraturan”.
Tabel IV. Standar kompetensi apoteker Indonesia dalam pemusnahan limbah farmasi
Elemen Kriteria kinerja Unjuk kerja
7.4.1
Memusnahkan sediaan farmasi dan alkes
1. Mampu menetapkan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-undangan dan persyaratan keamanan berkaitan dengan pemusnahan obat
• Mampu menjelaskan ketentuan perundang-undangan dan persyaratan keamanan berkaitan dengan pelaksanaan pemusnahan obat
2. Menetapkan pemenuhan kriteria obat yang harus dimusnahkan (obat rusak, kadaluwarsa, dan sebagainya)
• Mampu menjelaskan kriteria obat harus dimusnahkan (obat rusak, kadaluwarsa, dan sebagainya)
• Mampu melaksanakan pemusnahan sediaan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan, sifat bahan, dan dampak lingkungan
• Mampu membuat dokumentasi pemusnahan sediaan farmasi.
I. Keterangan Empiris
Limbah farmasi merupakan salah satu limbah medis rumah sakit yang
berdasarkan potensi bahayanya termasuk ke dalam golongan D. Limbah farmasi
ini bisa berupa obat-obatan, vaksin, serum, maupun injeksi yang sudah
kadaluwarsa dan tidak terpakai karena berbagai alasan. Pengelolaan limbah
farmasi termasuk dalam salah satu upaya sanitasi rumah sakit, yang melibatkan
lintas program dan sektoral (khususnya IFRS dan ISRS).
Pada penerapannya terdapat serangkaian kegiatan pengelolaan limbah
farmasi mulai dari pengelolaan SDM, fasilitas, metode, dan proses pengelolaan
limbah hingga evaluasi. Untuk itu diperlukan prosedur yang harus dipenuhi antara
lain pengambilan keputusan, persetujuan dari pihak berwenang, perencanaan
segala aspek, penyusunan kelompok kerja, kesehatan dan keselamatan kelompok
kerja, proses pengelolaan limbah, dan keamanan. Proses pengelolaan limbah
farmasi yang baik dan tepat terdiri dari beberapa tahap yaitu pemisahan dan
pengumpulan, pemilahan, pelabelan, pengangkutan, penyimpanan sementara, dan
pemusnahan serta pembuangan.
Pengelolaan limbah farmasi perlu mendapatkan perhatian lebih dari
komite terapi di rumah sakit karena pemberian limbah farmasi seperti obat-obatan
kadaluwarsa dan tidak terpakai, diketahui ataupun tidak merupakan salah satu
bentuk medication error yaitu deteriorated drug error yang dapat menimbulkan
kerugian pada pasien. Dengan demikian komite terapi khususnya IFRS harus
mengetahui tanda-tanda sediaan farmasi yang kadaluwarsa atau rusak dengan
secara berkala atau setiap pengambilan dan juga melihat perubahan visual baik
yang terjadi secara fisik maupun kimia pada sediaan obat tersebut.
Pengelolaan limbah farmasi secara baik dan tepat merupakan bentuk
ketaatan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, antara lain
yang diatur dalam CPFB 2011 dan KepMenKes RI Nomor:
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Lebih jauh lagi, pengelolaan limbah farmasi bisa menggambarkan
bagaimana peran dan fungsi tenaga kefarmasian di instansi layanan kesehatan
tersebut dalam upaya minimisasi limbah famasi dari sumbernya.
Berbagai macam penelitian mengenai pengelolaan limbah medis telah
banyak dilakukan, diantaranya adalah: Studi Evaluasi Sistem Pengumpulan,
Pewadahan, Penyimpanan, dan Pengangkutan Limbah Padat B3 (Studi Kasus PT.
Phapros TBK Semarang) oleh Priyambada (2006). Meskipun penelitian tersebut
dilakukan tidak di rumah sakit melainkan di industri farmasi, akan tetapi konsep
penelitiannya sama dengan penelitian ini yaitu untuk melihat kesesuaian antara
teori (dalam hal ini adalah prosedur rumah sakit dan standar pembanding) dengan
kenyataan di lapangan. Metode yang digunakan juga sama dengan penelitian ini
yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka.
Dalam tiga tahun terakhir ini terdapat penelitian serupa tetapi dilakukan
di rumah sakit, contohnya: Analisis Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan
Sistem di RSUD Dr. Moerwadi Surakarta (Hapsari, 2010) dan Kajian
Pengelolaan Limbah Padat B3 di Rumah Sakit TNI AL Dr. Ramelan oleh
bahan berbahaya dan beracun (B3) padat dan mengevaluasi serta memberikan
rekomendasi terhadap pengelolaan limbah berdasarkan standar pembanding yang
sama dengan penelitian ini yaitu KepMenKes RI Nomor:
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit.
Selain itu terdapat pula penelitian pendukung mengenai incinerator untuk
pembakaran sampah medis yang dilakukan oleh Setyo Purwoto (tahun 2008).
Dalam penelitian tersebut dilakukan eksperimen untuk menguji incinerator
meliputi variasi suhu, lama pembakaran, dan volume sampah yang paling optimal
dalam pembakaran sampah medis rumah sakit, dimana hasilnya adalah kondisi
optimal incinerator dicapai pada suhu 900o, lama pembakaran 2 jam, dan volume
sampah 2/3 bagian dari volume ruang bakar.
Dengan contoh penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki
kesamaan tujuan penelitian, kesamaan metode, dan kesamaan standar
pembanding, penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil dan pembahasan
mengenai pengelolaan limbah farmasi yang optimal, bisa menambah kajian
penelitian untuk pengelolaan limbah farmasi rumah sakit, serta mampu
memberikan rekomendasi terhadap permasalahan-permasalahan yang mungkin
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan
penelitian observasional dan bersifat deskriptif evaluatif. Penelitian ini merupakan
penelitian non eksperimental karena tidak ada perlakuan terhadap subjek uji, dan
merupakan penelitian observasional karena dilakukan dengan cara observasi.
Penelitian ini bersifat deskriptif evaluatif karena penyajian data dan
pembahasannya dilakukan secara deskriptif serta dilakukan pula evaluasi
menggunakan standar pembanding.
B. Variabel Penelitian
1. Jenis limbah farmasi berdasarkan sumber limbah (internal, eksternal) dan
berdasarkan BSO/satuan (padat, semi padat, cair) dan jenis kemasan.
2. SDM yang terlibat dalam pengelolaan limbah farmasi dan prosedur
pengelolaan limbah farmasi
3. Proses pengelolaan limbah farmasi
C. Definisi Operasional
1. Limbah farmasi adalah perbekalan farmasi berupa obat-obatan dan sediaan
steril yang sudah kadaluwarsa dan tidak terpakai karena berbagai alasan
2. Pengelolaan limbah farmasi adalah unsur-unsur yang saling berkaitan dan
saling mempengaruhi dalam pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman,
meliputi apa yang dikelola (profil limbah), siapa yang mengelola (SDM), dan
bagaimana cara mengelolanya (prosedur dan proses).
3. Periode tahun 2006 – 2012 adalah rentang tahun yang digunakan Penulis
untuk membatasi periode penelitian dimana data yang diambil dan dianalisis
merupakan data pengelolaan limbah farmasi tahun 2006 (setelah gempa di
Yogyakarta) hingga penelitian ini selesai dilakukan (Juni 2012).
4. Limbah farmasi internal adalah limbah farmasi yang berasal dari sisa stok
dropping dan dari stok sediaan farmasi di IFRSUD Sleman yang dikelola dan
dimusnahkan di incinerator RSUD Sleman.
5. Limbah farmasi eksternal limbah farmasi yang dikirim dari instansi kesehatan
luar untuk dimusnahkan menggunakan fasilitas jasa pemusnahan limbah di
RSUD Sleman.
6. Limbah farmasi padat adalah limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman
berupa bentuk sediaan obat padat yang terdiri dari tablet, kapsul, kaplet,
suppositoria, dan serbuk.
7. Limbah farmasi semi padat adalah limbah farmasi yang dikelola di RSUD
Sleman yang terdiri dari bentuk sediaan obat semi padat berupa salep dan
krim.
8. Limbah farmasi cair adalah limbah farmasi yang dikelola di RSUD Sleman
berupa bentuk sediaan cair yang terdiri dari larutan (termasuk juga dry syrup
9. Prosedur pengelolaan limbah farmasi adalah prosedur yang berlaku dan
diterapkan di RSUD Sleman mulai dari identifikasi waktu kadaluwarsa hingga
pemusnahan limbah farmasi.
10.SDM adalah petugas-petugas yang terlibat langsung dalam pengelolaan
perbekalan dan limbah farmasi di RSUD Sleman, berasal dari IFRS dan ISRS,
meliputi struktur organisasi, uraian tugas, kualifikasi, pelatihan, dan
pengetahuan mengenai limbah farmasi.
11.Standar pembanding utama adalah standar pembanding yang digunakan
Penulis untuk mengevaluasi pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman,
evaluasi pada tingkat IFRS menggunakan standar pembanding CPFB 2011
sedangkan evaluasi pada tingkat ISRS menggunakan standar pembanding
KepMenKes RI Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004.
12.Standar pembanding pendukung adalah standar pembanding yang digunakan
Penulis untuk mengevaluasi pengelolaan limbah farmasi di RSUD Sleman
yang mendukung ketentuan dalam standar pembanding utama atau
mengemukakan hal-hal yang belum diatur dalam standar pembanding utama,
yaitu: KepMenKes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di rumah sakit, Standar Kompetensi Apoteker Indonesia, Dokumen
Manajemen Sanitasi Rumah sakit, dan Pedoman Cara Pembuangan Secara
Aman Obat-obatan Tak Terpakai Saat dan Pasca Kedaruratan yang diterbitkan
D. Tata Cara Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan mulai dari penyusunan dan pengajuan
proposal, pembuatan izin penelitian, persiapan instrumen, pengumpulan data,
analisis dan penyajian data dengan pendekatan deskriptif, pembahasan hasil
penelitian dengan menggunakan metode deskriptif evaluatif (menggunakan
standar pembanding), pengambilan kesimpulan dan saran, dan terakhir adalah
penyusunan laporan penelitian (skripsi).
1. Perizinan
Perizinan diperlukan sebagai upaya legalisasi agar penelitian dapat
dilakukan. Perizinan dibuktikan dengan surat izin penelitian yang diperoleh dari
pihak Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman, dan izin dari Instalasi
Diklat RSUD Sleman (dengan tembusan kepada IFRS dan ISRS).
2. Persiapan Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terdiri dari alat dan bahan yang digunakan untuk
kepentingan penelitian. Bahan–bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa
hard board, map, kertas, dan alat tulis, sedangkan alat-alat yang digunakan antara
lain interview guide/panduan wawancara, worksheet/lembar kerja berupa tabel
untuk observasi, kamera digital, dan laptop serta printer untuk penyusunan skripsi.
3. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengelolaan sampah medis padat di
serta mengevaluasi pengelolaan limbah farmasi tersebut dengan menggunakan
standar pembanding utama dan pendukung.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlangsung di RSUD Sleman yang beralamatkan di Jalan
Raya Yogyakarta-Magelang atau Jl. Bhayangkara 48, Murangan, Triharjo,
Sleman. Penelitian dilakukan di dua unit kerja yaitu IFRS dan ISRS (termasuk
juga Instalasi Incinerator yang masih termasuk dalam unit kerja ISRS).
5. Teknik Pengumpulan Data
Sumber utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan,
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya (Moleong,
1998). Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu:
a. Data primer
Data primer adalah sumber data utama penelitian yang berasal langsung dari
responden. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara
terhadap Kepala IFRS, Sanitasi, dan petugas penanggungjawab limbah.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data penunjang penelitian yang berasal dari selain
responden, misalnya dari kajian pustaka. Data sekunder dalam penelitian ini
berupa: hasil observasi, dokumentasi/foto, dan berbagai dokumen seperti:
dokumen Berita Acara Pemusnahan Obat dari tahun 2006 hingga 2012,
dokumen SISTEM MANAJEMEN MUTU (SMM) 9001 : 2008 RSUD
Sleman, dokumen Profil Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) RSUD