ANALISIS SENSITIVITAS ETIKA WAJIB PAJAK TERHADAP TAX EVASION
Oleh:
Asep Kurniawan dan Daeng M. Nazier (Dosen Tetap STIESA)
ABSTRAK
Penelitian ini melihat pengaruh persepsi setiap individu terhadap perilaku melakukan Tax Evasion yang dilihat dari perspektif Gender, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, dan Status Pernikahan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan responden wajib pajak orang pribadi di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Analisis data yang digunakan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Dimana metode kualitatif melihat apakah persepsi atas perilaku tax evasion memiliki keterkaitan dengan pencapaian target penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Subang. Dan metode kuantitatif melihat perbandingan dari tingkat sensitivitas gender, usia, pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan. Hasil dari penelitian ini melaporkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sensitivitas etika atas Tax
Evasion dengan pencapaian target penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Subang Jawa Barat.
Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akhir-akhir ini sering disebut di kancah Internasional. Baik di bidang politik, pendidikan, kesehatan, hukum, dan perekonomian. Kekuatan perekonomian Indonesia tidak diragukan lagi dengan masuknya Negara Indonesia dalam G20 sebagai salah satu Negara dengan PDB terbesar di dunia. Tak pelak, ketika krisis melanda dunia di tahun 2007-2008 dengan jatuhnya perusahaan Lehman Brother, Indonesia sendiri masih bisa bertahan diatas melambatnya perekenomian dunia. Seiring dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang akan diikuti dengan kebijakan-kebijakan di bidang pajak. Oleh karena itu, pajak merupakan fenomena yang selalu berkembang di masyarakat.
Perdagangan bebas (free trade) membawa konsekuensi pula dalam kebijakan perpajakan. Dalam era globalisasi atau era persaingan bebas inilah cepat atau lambat tidak dapat ditolak dan harus menerima keberadaan globalisasi ekonomi serta yang paling penting yaitu mengambil kesempatan yang dapat timbul akibat adanya perubahan ekonomi internasional. Sebagai salah satu perangkat pendukung yang menunjang agar tercapai keberhasilan ekonomi dalam meraih peluang adalah hukum. Salah satu yang paling diperhatikan adalah hukum pajak (Waluyo, 2011)
Hukum pajak yang sering disebut dengan hukum fiskal, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang
meliputi kewenangan pemerintah untuk memungut pajak. Dengan kata memungut, terlihat adanya kegiatan mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat melalui kas Negara. Oleh karena itu, R Soemitro (Guru Besar Universitas Padjadjaran), menyatakan bahwa pajak ditinjau dari segi ekonomi sebagai peralihan uang dari sektor swasta atau individu ke sektor masyarakat atau pemerintah tanpa imbalan secara langsung dapat ditunjuk (Waluyo, 2011)
Pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan Negara. Kondisi keuangan Negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan Negara berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan Negara. Oleh karena itu, struktur penerimaan Negara sudah bergeser dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Dilihat dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan Negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan dan pajak juga sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat (Waluyo, 2011)
Pajak merupakan salah satu sumber dana negara yang memberikan kontribusi terbesar dalam membangun negara. Dari tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara (Permita; dkk, 2012) Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan
perundang-undangan baru di bidang perpajakan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber pajak lainnya. Kebijakan ini memberikan hasil yang positif dengan meningkatnya realisasi penerimaan pajak penghasilan (PPh) tahun 2012 sebesar Rp. 464,66 triliun atau mencapai 90,46% dari target Rp. 513,65 triliun atau mengalami pertumbuhan 7,79% dibandingkan dengan realisasi tahun 2011 (Direktorat Jenderal Pajak, 2014).
Namun belakangan ini penerimaan dari sektor pajak itu meningkat akan tetapi tidak sesuai yang ditargetkan oleh pemerintah. Sehingga pengeluaran belanja Negara tidak maksimal yang berakibat tidak lancarnya pembangunan Negara sesuai yang direncanakan pemerintah. Hal ini menyebabkan peneliti ingin melihat faktor faktor apa saja yang menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan pajak. Tax Evasion
merupakan bentuk perilaku ilegal yang melibatkan moral (etika) keputusan dimana keuntungan pribadi datang dengan mengorbankan orang lain impersonal atau masyarakat secara keseluruhan (Kaplan dkk, 1997)
Tax Evasion seperti pengertian yang disampaikan Kaplan dimuka memiliki arti bahwa adanya sensitivitas dalam ketaatan membayar pajak. Hal ini bisa jadi dikarenakan oleh wajib pajak mengutamakan kepentingan pribadinya dan mengesampingkan kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal ini juga bisa kita tarik suatu pengembangan jika kita lihat wajib pajak tersebut dari
perspektif gender, usia serta tingkat pendidikan. Dengan melihat dengan sudut pandang etika dari perspektif diatas atas perlakuan tax evasion kita bisa melihat dampak atau akibat yang ditimbulkan dari hal tersebut terkait dengan target penerimaan pajak.
Pengembangan Teori
Pajak
Ada beberapa kutipan yang terkait dengan pengertian pajak (Waluyo, 2011) seperti yang dikemukakan para ahli lainnya sebagai berikut seperti dibawah ini:
1. Pengertian pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam buku De Over Heidsmiddelen Van Indonesia : Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut nrma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. 2. Pengertian pajak menurut Philip E. Taylor dalam
buku The Economics Of Public Finance memberikan batasan pajak seperti diatas hanya menggantikan
Without Reference dengan Little Refernce
3. Pengertian pajak menurut Prof. Edwin R.A. Seligman dalam buku Essay in Taxation yang diterbitkan di Amerika menyatakan bahwa pajak adalah: ”Tax is compulsary contribution from the person, to the government to depray the expenses
incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”.
4. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. MJH. Smeets dalam buku De Economische Betekenis Belastingen
adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
5. Pengertian pajak menurur Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990: 5) menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
6. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintah.
Tax Ratio
Masih rendahnya tax ratio Indonesia dapat menjadi masalah serius karena pemerintah tidak cukup mempunyai dana untuk belanja kegiatan pembangunan pada periode mendatang. Masalah ini diperparah dengan maraknya berbagai kasus korupsi pajak yang justru banyak dilakukan otoritas pajak sendiri sehingga bisa menyebabkan masyarakat enggan membayar pajak. Pemerintah telah mencoba melakukan inovasi kebijakan namun belum didukung studi empiris apakah kebijakan tersebut efektif meningkatkan kepatuhan pajak sukarela. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan yang menunjukkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih bersifat paksaan (enforced tax compliance) karena ancaman denda dan pemeriksaan (Ratmono & Faisal, 2015)
Self Assessment System
Self Assessment System dikenal setelah terjadinya reformasi perpajakan pada tahun 1983 dimana sistem yang dipakai sebelumnya adalah official assessment system. Menurut Ilyas dan Burton (2012) self assessment system berarti kepada wajib pajak diberikan kepercayaan sepenuhnya untuk melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan cara menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar ke Negara. Akan tetapi hal ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan,
dikarenakan setiap individu memiliki sikap ketaatan dalam membayar pajak yang berbeda serta kepentingan pribadi yang tidak bisa mereka hindari.
Prinsip self assessment secara jelas tampak dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan Undang-undang No 16 Tahun 2009 (Undang-undang KUP) pada dasarnya memiliki makna, (Ilyas dan Burton, 2012) yaitu:
1. Agar semua Wajib Pajak bersifak aktif di dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya tanpa perlu menunggu adanya surat ketetapan pajak yang akan dikeluarkan oleh petugas pajak (fiskus),
2. Penghitungan jumlah pajak yang dibayar untuk sementara dianggap sebagai perhitungan menurut ketentuan yang berlaku,
3. Fiskus memiliki kewenangan untuk melakukan penghitungan jumlah pajak yang telah dilaporkan Wajib Pajak sepanjang fiskus memiliki data bahwa Wajib Pajak belum melaksanakan penghitungan dengan benar. Surat ketetapan pajak akan diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan dengan cara-cara yang diatur dalam undang-undang pajak.
Gender
Berdasarkan Coate dan Frey (2000), terdapat dua pendekatan yang biasa digunakan untuk memberikan pendapat mengenai pengaruh gender terhadap perilaku
etis maupun persepsi individu terhadap perilaku tidak etis, yaitu pendekatan struktural dan pendekatan sosialisasi. Pendekatan struktural, menyatakan bahwa perbedaan antara pria dan wanita disebabkan oleh sosialisasi awal terhadap pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan peran lainnya. Sosialisasi awal dipengaruhi oleh reward dan insentif yang diberikan kepada individu di dalam suatu profesi. Karena sifat dan pekerjaan yang sedang dijalani membentuk perilaku melalui sistem reward dan insentif, maka pria dan wanita akan merespon dan mengembangkan nilai etis dan moral secara sama dilingkungan pekerjaan yang sama. Dengan kata lain, pendekatan struktural memprediksi bahwa baik pria maupun wanita di dalam profesi tersebut akan memiliki perilaku etis yang sama.
Tax Planning
Adalah upaya wajib pajak untuk meminimalkan pajak yang terutang melalui skema yang memang jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan sifatnya tidak menimbulkan dispute antara wajib pajak dan otoritas pajak. Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan maupun yang melanggar aturan perpajakan.
Istilah yang digunakan adalah tax avoidance dan tax evasion (Suandy, 2011).
Tax Avoidance
Brown, 2012 mengemukakan bahwa Tax Avoidance adalah “Arrangement of a transaction in order
to obtain a tax advantage, benefit, or reduction in a manner unintended by the tax law”. Skema penghindaran pajak dapat dibedakan menjadi:
1. Acceptable Tax Avoidance/Defensice Tax Planning
2. Unacceptable Tax Avoidance/Aggressive Tax Planning
Diartikan sebagai suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan ketentuan perpajakan suatu Negara.
Tax avoidance adalah suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Sedangkan tax evasion diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan seperti dengan cara tidak melaporkan sebagian penjualan atau memeperbesar biaya dengan cara fiktif (Suandy, 2011).
Tax Evasion (Penggelapan Pajak)
Suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal) seperti dengan cara tidak melaporkan sebagai penjualan atau memperbesar biaya dengan cara yang fiktif. pengertian ini sama seperti yang disampaikan dari literatur lokal bahwa Tax Evasion merupakan usaha aktif wajib pajak dalam hal mengurangi, menghapuskan, manipulasi ilegal terhadap utang pajak atau meloloskan diri untuk tidak membayar pajak sebagaimana yang telah terutang menurut aturan perundang-undangan (Rahayu, 2010)
McGee (2006) menyatakan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh minimnya keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari pajak, korupsi pemerintah, dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas pajak yang telah dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat pendapatan penerimaan pajak Negara dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi terkait dalam membayarkan pajaknya. Nickerson, et al (2009) meneliti dimensi skala etis dalam penggelapan pajak, salah satunya adalah dimensi sistem perpajakan. Peneliti berargumen bahwa pengelolaan uang pajak yang dapat dipertanggungjawabkan, petugas pajak yang kompeten dan tidak korup, dan prosedur perpajakan yang tidak berbelit-belit akan membuat wajib pajak enggan untuk menggelapkan pajak. Akan tetapi, apabila pengelolaan
uang pajak tidak jelas, ditambah lagi petugas pajaknya justru mengorupsi uang pajak, maka para wajib pajak enggan untuk melaporkan kewajibannya dengan jujur, mereka akan cenderung untuk menggelapkan pajak.
Fraud (Kecurangan)
Fraud atau kecurangan merupakan segala sesuatu yang digunakan oleh seseorang untuk memperoleh keuntungan secara tidak adil terhadap orang lain (Romney & Steinbart, 2006). Fraud atau kecurangan bisa juga didefinisikan sebagai tindakan kecurangan meliputi kebohongan, penyembunyian kebenaran, muslihat, dan kelicikan, dan tindakan tersebut sering mencakup pelanggaran kepercayaan (Ridwan, 2014)
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat empat pasal yang mendefinisikan kecurangan dalam dunia keuangan, yaitu:
1. Pasal 362 (Pencurian)
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
2. Pasal 368 (Pemerasan dan Pengancaman)
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 3. Pasal 372 (Penggelapan)
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
4. Pasal 378 (Perbuatan Curang)
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Ethics (Etika)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998) etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:
1. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Akhlak).
2. Etika adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan dan masyarakat.
Etika pada intinya mempelajari perilaku atau tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga yang dianggap baik dan tidak baik. Ukuran untuk menilai baik atau tidak baiknya sesuatu tindakan bila dilihat dari hakikat manusia utuh adalah dilihat manfaat atau kerugiannya bagi orang lain; kemampuan tindakan tersebut dalam meningkatkan keimanan atau kesadaran spiritual seseorang (Ridwan 2014).
Hipotesis Penelitian
Slemrod (2007) menemukan bahwa tindakan penggelapan pajak di Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa lainnya terjadi karena adanya ketidakpatuhan wajib pajak pribadi maupun badan dan rasa kecewa wajib pajak terhadap pelaksanaan sistem perpajakan di negara mereka masing-masing. Mc Gee dan Maranjyan (2006) menemukan hasil bahwa masyarakat Negara Armenia meyakini bahwa tax evasion
adalah berkaitan dengan moral pajak dan dianggap tidak etis. Penelitian tersebut sejalan dengan Cohn, 1998; Smith & Kimball, 1988; Tamary, 1988 dalam Basri,
2014 yang menyatakan bahwa kecurangan pajak tidak etis, karena hal ini didasarkan bahwa semua orang memiliki tanggung jawab kepada pemerintah untuk membayar pajak yang ditetapkan oleh pemerintah.
Disisi lain terdapat hasil yang sedikit berbeda ditemukan oleh Mc Gee dan Noronha (2007) di Cina Selatan dan Macau yaitu masyarakat meyakini bahwa tax evasion adalah tidak etis, namun dapat dianggap etis dalam kondisi tertentu dan terdapat perbedaan persepsi berdasar usia dan pendidikan. Namun, tax evasion
dikenal sebagai pandangan anarkis oleh Block (1989,1998) yang menyatakan bahwa individu tidak berkewajiban dalam membayar pajak karena sebagian besar pemerintah adalah tidak sah tanpa kekuatan moral untuk mengambil apapun dari siapapun.
Usia dan pendidikan dianggap menjadi faktor yang membedakan persepsi atas tax evasion. Hal tersebut dikarenakan dengan bertambahnya usia dan informasi pengetahuan serta pendidikan seharusnya memiliki pemahaman yang berbeda pula atas tax evasion sesuai pola pemikiran dan keyakinan serta budaya masing-masing. Hal inilah yang menjadi menarik minat penulis untuk meneliti dilakukan di Indonesia apakah hasilnya akan sesuai dengan penelitian atau literatur sebelumnya dikarenakan Indonesia merupakan Negara yang majemuk serta diversifikasi dalam budaya masyarakatnya. Sehingga, peneliti mengembangkan penelitian ini dengan hipotesis:
H1: Terdapat perbedaan persepsi atas tax evasion
berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan Status pernikahan.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat adanya pengaruh sensitifitas etika wajib pajak terhadap tax evation.
Populasi dan sample penelitian
Populasi dan Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Subang.
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Adapun jenis data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti mengenai data-data yang berhubungan langsung dengan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Subang melalui wawancara dan kuesioner yang merupakan adaptasi dari penelitian sebelumnya.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari internet dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Subang berupa data tentang pencapaian target penerimaan pajak.
Adapun Sumber data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Informan yaitu orang yang dipandang mengetahui permasalahan yang akan dikaji dan bersedia memberikan informasi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari pihak fiskus dan pihak wajib pajak.
2. Dokumen merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas, tetapi juga berupa gambaran atau benda peninggalan yang berhubungan dengan suatu peristiwa tertentu.
Metode Pengumpulan Data
1. Angket (Kuisionere)
Peneliti menggunakan daftar pertanyaan yang bersumber dari Mc. Gee dan Maranjyan (2006) yang sebelumnya telah digunakan dalam penelitian sebelumnya. Angket diberikan kepada responden untuk menggali data sesuai dengan permasalahan penelitian
2. Wawancara (Interview)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara mendalam dengan pertanyaan yang bersifat terstruktur. Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada wajib pajak dan Account Representative (AR).
Pada tahap ini langkah yang dilakukan adalah pengumpulan data lewat penalaahan kepustakaan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari beberapa referensi. Referensi diperoleh dari data-data tertulis dan tercetak yang relevan seperti buku-buku, jurnal ilmiah, dan instansi terkait yang relevan da nada kaitannya dengan objek penelitian.
Metode Analisis data
1. Data Kualitatif.
Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar.
2. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan. Setelah data diangkakan kemudian dilakukan analisis statistik sederhana berupa statistik deskriptif dengan menggunakan Microsoft Excel (Min, Max, Mean, Modus).
Hasil Penelitian
Wajib pajak khususnya orang pribadi melihat Tax Evasion dari segi Kode Etik
Pembangunan suatu Negara akan berjalan dengan lancar apabila dikelola dengan baik oleh pihak-pihak yang berwenang. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah sebagai pihak berwenang yang diberikan tugas untuk
menghimpun, mengelola, dan mengawasi pajak yang telah disetor oleh wajib pajak.
Sejak terjadinya perubahan dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan tahun 1993 yang merupakan awal mula reformasi sitem perpajakan di Indonesia. Reformasi sitem perpajakan di Indonesia ditandai dengan penerapan self assessment system, yaitu system pemungutan pajak yang meberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung atau memperhitunghkan, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang berdasarkan undang-undang. Berdasarkan kenyataan yang diperoleh dilapangan penerapan self assessment system terkadang disalahgunakan oleh wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya, guna untuk memperkecil pajak yang dibayarkan dengan melanggar ketentuan undang-undang (tax evasion).
Setelah dilakukan penelitian lebih jauh mengenai
tax evasion yang dilihat dari segi kode etik oleh wajib pajak yang berada diwilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Subang yang merupakan salah satu wilayah Kanwil Jabar II, maka didapatkan hasil 39 responden mayoritas mengatakan bahwa tax evasion
tidak etis untuk dilakukan oleh wajib pajak.
Sensitifitas Etika atas perbedaan Gender, Usia, Pendidikan, Pekerjaan, dan Status
Berdasarkan data yang telah didapatkan dari responden yang berupa kuisioner yang telah dijawab
dengan pernyataan setuju, sangat setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju, dan kemudian masing-masing pernyataan dinilai dengan menggunakan angka numerik. Pernyataan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju dinilai dengan angka 1, 2, 3, dan 4. Analisis selanjutnya menggunakan rumus statistik pada Microsoft Excel dimulai dari nilai terendah (min), nilai tertinggi (max), nilai yang sering muncul (modus) dan rata-rata (mean) dari masing-masing nilai yang didapat dari pernyataan yang tercantum dalam kuesioner.
Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitifitas responden terhadap tax evasion. Tingkat sensitivitas responden dapat diketahui dengan selisih rata-rata pada masing-masing kriteria dan golongan.
Tabel 1. menunjukkan hasil analisis statistik deskriptif mengenai data demografi responden yang telah diolah di Microsoft Excel yang berkenaan dengan
gender, usia, pendidikan, pekerjaan,dan status pernikahan.
1. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Gender
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa perbedaan gender berpengaruh terhadap sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan dengan tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada kuesioner tax evasion antara laki-laki dan perempuan dimana nilai mean responden laki laki (3,3450) lebih besar daripada responden perempuan (3,3187). Selain
itu, nilai rata-rata responden laki-laki berada di atas nilai rata-rata total (3,3248). Sementara nilai rata-rata responden perempuan berada di bawah nilai rata-rata total.
2. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Usia
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa perbedaan usia berpengaruh terhadap sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan dengan tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada kuesioner tax evasion antara beberapa kelompok usia adalah sebagai berikut: Pada kelompok usia kurang dari 25 tahun, nilai rata-ratanya (3,3156) di bawah nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia 26-35 tahun, nilai rata-ratanya (3,3210) di bawah nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia 36-45 tahun, nilai rata-ratanya (3,3180) di bawah nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia 46-55 tahun, nilai rata-ratanya (3,3302) di atas nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok usia di atas 55 tahun, nilai ratanya (3,5238) di atas nilai rata-rata total (3,3248). Apabila kita lihat dari data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pertambahan usia seseorang akan meningkatkan tingkat sensitivitas etika atas tax evasion.
3. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa perbedaan tingkat pendidikan tidak berpengaruh
terhadap sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan dengan tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada kuesioner tax evasion antara beberapa kelompok tingkat pendidikan adalah sebagai berikut: Pada kelompok tingkat pendidikan SMU, nilai ratanya (3,3238) di bawah nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok tingkat pendidikan Diploma, nilai rata-ratanya (3,1778) di bawah nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok tingkat pendidikan Sarjana (S1), nilai rata-ratanya (3,3248) atau sama dengan nilai rata-rata total (3,3248). Apabila kita lihat dari data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan belum tentu meningkatkan tingkat sensitivitas etika.
4. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Jenis Pekerjaan
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa perbedaan jenis pekerjaan berpengaruh terhadap sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan dengan tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada kuesioner tax evasion antara beberapa kelompok jenis pekerjaan adalah sebagai berikut: Pada kelompok pegawai negeri sipil (PNS), nilai rata-ratanya (3,3248) atau sama dengan nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok pegawai swasta, nilai rata-ratanya (3,3333) di atas nilai rata-rata total (3,3248). Untuk kelompok wiraswasta (usaha
sendiri), nilai rata-ratanya (3,2925) di bawah nilai rata-rata total (3,3248). Apabila kita lihat dari data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa jenis pekerjaan seseorang akan memengaruhi tingkat sensitivitas etika. Seorang pekerja/ karyawan relative memiliki tingkat sensitivitas etika yang lebih baik dibandingkan dengan pemilik usaha sendiri.
5. Sensitivitas Etika atas Perbedaan Status Pernikahan
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa perbedaan status pernikahan berpengaruh terhadap sensitivitas etika atas tax evasion, hal ini dibuktikan dengan tingkat rata-rata (mean) atas pernyataan pada kuesioner tax evasion antara yang sudah menikah dan yang belum menikah dimana nilai mean responden yang sudah menikah lebih besar daripada responden yang belum menikah. Selain itu, nilai rata-rata responden yang sudah menikah sama dengan nilai rata-rata total. Sementara nilai rata-rata responden yang belum menikah berada di bawah nilai rata-rata total.
Kesimpulan dan saran
Setelah dilakukan penelitian mengenai tax evasion yang dilihat dari segi kode etik oleh wajib pajak orang pribadi yang berada diwilayah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Subang yang merupakan salah satu wilayah kerja Kanwil Jabar II, maka didapatkan hasil
bahwa dari 39 responden mengatakan bahwa tax evasion
etis untuk dilakukan oleh wajib pajak dengan alasan-alasan yang telah diungkapkan sebelumnya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap para wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Subang, gender,
tingkat usia, jenis pekerjaan, dan status pernikahan menunjukkan adanya pengaruh terhadap persepsi atas perilaku tax evasion. Sementara tingkat pendidikan tidak menunjukkan adanya pengaruh.
Adapun saran untuk penelitian berikutnya agar hasil penelitian menjadi lebih baik adalah sebagai berikut ini. a. Pada penelitian selanjutnya dalam penyebaran kuisioner lebih baik untuk ditujukan kepada wajib pajak orang pribadi dengan ragam demografi yang lebih beragam. b. Pada penelitian selanjutnya perlu adanya pertanyaan didalam kuisioner lebih lanjut mengenai status pekerjaan karyawan di perusahaannya. c. Mengingat penelitian ini hanya bersifat analisis sederhana untuk mengetahui gambaran umum dari sampel yang kecil maka penambahan jumlah sampel untuk penelitian selanjutnya harus dilakukan agar informasi yang diperoleh dari hasil penelitian dapat lebih digeneralisasi.
Daftar Pustaka
Allport, G, W. 1950. The Individual and Hits Religioni; Newyork: McMillan
Basri, Mutia, Yesi,. 2014. “Efek Moderasi Religiusitas Dan Gender Terhadap Hubungan Etika Uang (Money Ethics) dan Kecurangan Pajak (Tax Evasion)”. SimpOsium Nasional Akuntansi. Coate, C & Frey, K. 2000. “Some Evidence on The
Ethical Disposition of Accounting Students: Context and Gender Implication”. Teaching Business Ethics. Vol 4 No. 4 pp, 379-404
Departemen Pendidikan Nasional. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton. 2012.
Manajemen Sengketa Dalam Pungutan Pajak: Analisis Yuridis Terhadap Teori dan Kasus.
Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
Glover, R. J. 1997. Relationships in Moral Reasoning and Religion Among Members of Concervative, Moderate, and Liberal Religious Groups. The Journal Of Social Psychology, 137, 247-254 Grasmick, H. G., Kinsey, K., & Cochran, J. K. (1991).
Denomination, Religiosity and Compliance with the Law: A Study of Adults. Journal for the Scientific Study of Religion, 30(1), 99-107.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.2003. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
McDaniel, S. W., & Burnet, J. J. 1990. Consumer Religiosity and Retail Store Evaluative Criteria.
Journal of the Academyof Marketing Science,
18(2), 101-112
Mc Gee, Robert W. 2006. Three View on the Ethics of tax Evasion, Journal Of Business Ethics 2006, pp. 15-35.
Mc Gee, R.W. dan T.B. Maranjyan. 2006. Tax Evasion In Armenia: An Empirical Study. Presented at the Fourth Annual Armenian International Policy Research Group Conference, Washington, DC, January14-15.
Mc Gee, R.W. dan Noronha, C. 2007. The Ethics of Tax Evasion: A Comparative Study of Guangzhou (Southern China) and Macau Opinion. Andreas School of Business Working Paper Series, Barry University, September.
Nickerson, Inge, Pleshko dan Mc Gee. 2009. Presenting The Dimensionality of an Ethics Scales Pertaining to Tax Evasion, Journal Of Legal, Ethical and Regulatory Issues, Volume 12, Number 1.
Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ratmono, D. & Faisal. 2014. Model Kepatuhan Pajak Sukarela: Peran Denda, Keadilan Prosedural, dan
Kepercayaan Terhadap Otoritas Pajak.
Simposium Nasional Akuntansi
Ridwan, Ahmad. 2014. “Sensitivitas Etika Wajib Pajak Atas Tax Evasion”. Simposium Nasional Akuntansi.
Marshall, B. Romney, Paul John Steinbart, 2006.
Accounting Information System, Ninth Edition,
Prentice Hall.
Slemrod, Joel. 2007. Cheating Ourselves: The Economics of Tax Evasion. Journal of Economics Perspectives Volume 21 No.1: 25-48 Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Edisi Lima
Lampiran Tabel Table 1
Deskripsi Demografi Responden
KETERANGAN JUMLAH PROSENTASE
Jenis Kelamin Laki-laki 22 56% Perempuan 17 44% Pendidikan SMU 16 41% Diploma 2 5% Sarjana 21 54% Usia < 25 8 21% 26-35 9 23% 36-45 7 18% 46-55 13 33% > 55 2 5% Status Pernikahan Menikah 33 85% Belum Menikah 6 15% Jenis Pekerjaan PNS 16 41% Pegawai Swasta 13 33% Wiraswasta 10 26% Table 2
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Gender
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS MEAN
TOTAL
Laki-laki 1 4 3.3450 4
3.3248
Table 3
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Usia
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS MEAN
TOTAL < 25 1 4 3.3156 4 3.3248 26-35 1 4 3.3210 4 36-45 1 4 3.3180 4 46-55 1 4 3.3302 4 >55 1 4 3.5238 4 Table 4
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Tingkat Pendidikan
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS MEAN
TOTAL SMU 1 4 3.3238 4 3.3248 Diploma 1 4 3.1778 3 Sarjana 1 4 3.3248 4 Table 5
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Jenis Pekerjaan
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS MEAN
TOTAL PNS 1 4 3.3248 4 3.3248 Pegawai Swasta 1 4 3.3333 4 Wiraswasta 1 4 3.2925 4 Table 6
Sensitivitas Etika Berdasarkan Perbedaan Status Pernikahan
KETERANGAN MIN MAKS MEAN MODUS MEAN
TOTAL
Menikah 1 4 3.3248 4
3.3248