• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah menjadi elemen penting dalam arus globalisasi yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi telah menjadi elemen penting dalam arus globalisasi yang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi informasi telah menjadi elemen penting dalam arus globalisasi yang masif dalam perubahan sosial, bahkan menjadi sebuah tuntutan bagi masyarakat untuk dapat mengakses informasi secepat mungkin sebagai pendongkrak kehidupan sehari-hari. Jaringan internet merupakan salah satu akses dimana informasi bergerak begitu cepat dan tanpa batas. Melalui internet seseorang dapat mengakses informasi tanpa batas ruang dan waktu.

Sejarah kehadiran internet di tengah masyarakat telah menorehkan berbagai prestasi dalam perubahan sosial. Telah banyak tercatat bentuk-bentuk penyalahgunaan internet di tengah masyarakat dengan alasan ekonomi, pertemanan, pengembangan diri/ pendidikan namun justru berujung pada tindakan yang menyimpang atau bahkan kriminalitas. Selain itu fenomena-fenomena baru atau tren seakan sangat cepat berubah di masyarakat karena cepatnya arus informasi dan masyarakat yang latah dalam menanggapi hal baru. Dalam penyelenggaraan negara jaringan informasi melalui internet memiliki peran tersendiri. Masyarakat mau tidak mau telah dituntut untuk tanggap teknologi terutama internet untuk mencapai cyber society.

Internet sebagai teknologi, berada di tengah-tengah antara manusia/ masyarakat dan lingkungannya. Teknologi internet telah menjelma sebagai tools yang mampu

(2)

mempengaruhi nilai sosial secara natural melalui kehidupan sehari-hari. Proses perubahan ini tentu bisa saja terjadi dengan cepat atau lambat serta terjadi secara masif atau laten. Dinamika sosial ini tentu sangat bergantung pada kesiapan masyarakat dan lingkungan setempat dalam menanggapi teknologi informasi ini.

Pada dasarnya internet merupakan teknologi yang secara kasat mata telah memunculkan ruang privat baru bagi setiap individu karena mengharuskan penggunanya untuk masuk dalam dunia virtual. Terlepas dari fungsi utama yang diambil dari namanya internet yang berarti International Networking, pengguna internet membutuhkan perangkat untuk melakukan komunikasi dengan pengguna lainnya. Teknologi modern terutama internet hadir sebagai suatu hal yang bebas nilai yang berarti dampak dibalik penggunaannya tergantung pada aktor yang menjalankannya.

Kampung Taman Kelurahan Patehan RT 36 RW 09 Yogyakarta, selanjutnya disebut “Kampung Cyber”, merupakan contoh riil yang mampu menjelaskan dinamika masyarakat dalam menanggapi internet secara kolektif. Berawal dari sebuah ide sederhana yakni menghadirkan sarana komunikasi antar warga. Pengurus RT 36 mengalami banyak kendala karena latar belakang warga yang mayoritas masih menengah ke bawah jika ditinjau segi ekonomi. Hal ini kemudian dikemas menjadi sebuah visi dan misi dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Kasus ini menjadi menarik terutama di kalangan media saat pertama kali dicanangkan sebagai Kampung Cyber, sebuah inovasi pemberdayaan berbasis teknologi informasi. Bermodalkan swadaya warga, awalnya 5 KK, akses internet

(3)

3  terhubung dari rumah ke rumah melalui jaringan LAN (Local Area Network) atau dengan kata lain menggunakan kabel. Sampai saat ini setiap rumah warga telah terhubung dengan jaringan internet. Pada mulanya pengurus memperkenalkan Kampung cyber di dunia maya melalui blog www.rt36taman.multiply.com. Saat ini akses informasi utama kampung bisa didapat melalui www.rt36kampoengcyber.com.

Perkembangan pesat Kampung cyber terlihat jelas dari pengakuan masyarakat umum baik di dari dalam dan luar kota melalui banyaknya study tour dan beberapa penghargaan tingkat daerah mau tingkat nasional. Salah satunya penghargaan untuk Pemkot Yogyakarta yang dianugerahi Information and Communication Technology (ICT) Pura Utama dari Kementrian Komunikasi dan Informasi.

Beberapa penelitian yang pernah mengangkat Kampung cyber sebagai obyek penelitian, menurut Kepala RT 36, bapak Heri Sutanto, hasil penelitian yang telah dilakukan dirasa belum dapat memberikan masukan atau catatan untuk warga meski warga juga sangat memberi apresiasi dengan adanya telaah akademis mengenai Kampung Cyber. Hal ini dikarenakan kebanyakan penelitian yang sudah ada bersifat deskriptif menceritakan Kampung Cyber.

Kampung Cyber memberikan peluang yang besar untuk penelitian lebih lanjut. Berangkat dari Visi dan Misi warga; “Secara mandiri membangun masyarakat sadar informasi dan teknologi yang diharapkan mampu meningkatkan kemajuan di bidang sosial, pendidikan,ekonomi, seni dan budaya di wilayah RT 36 Taman”. Visi ini muncul dari kegelisahan di tengah perkembangan teknologi yang semakin modern

(4)

namun masyarakat setempat belum dapat menggunakan teknlogi informasi. Dalam narasi ini Kampung Cyber telah memposisikan diri sebagai kompor utama dalam pengembangan masyarakat yang didalamnya termasuk strategi dalam pengembangan sumber daya manusia.

Melihat kondisi Kampung Cyber sekarang ini yang notabene telah berjalan kurang lebih 6 tahun, seharusnya warga telah mampu membentuk cyber culture. Banyak faktor yang telah dikondisikan untuk mencapai tingkatan tersebut. Hal inilah yang menarik peneliti untuk menelusuri lebih jauh pola jaringan sosial mereka setelah adanya program pemberdayaan berbasis internet. Berjalan atau tidaknya program yang dicanangkan di Kampung Cyber mau tidak mau harus dilihat dari tingkat kemandirian masyarakat dalam membentuk dan membangun jaringan baru sekaligus menjaga kearifan lokal yang telah berkembang di masyarakat sebelumnya.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

International Networking mengandung unsur pembentukan jaringan yang tidak

dibatasi adanya ruang dalam sebuah komunikasi. Hal ini membuktikan bahwa hubungan antar personal dan antar kelompok masyarakat Kampung cyber merupakan salah satu kunci untuk mencapai keberhasilan program pemberdayaan berbasis Internet. Secara internal hubungan antar masyarakat menjadi landasan dasar dalam program pemberdaayaan mereka, sedangkan hubungan eksternal merupakan salah satu elemen yang menjadi tolok ukur keberhasilan mereka dalam membentuk jaringan yang baru.

(5)

5  Pemberdayaan berbasis internet di Kampung cyber secara infrastruktur dan sistem telah berjalan dengan baik dan mampu membentuk identitas sebagai cyber society. Tolok ukur keberhasilan masyarakat dalam membangun kultur baru ini terlihat dari jaringan eksternal yang mereka bentuk dari internet sekaligus jaringan internal mereka sehari-hari di kampung.

Rumusan pertanyaan yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini adalah;

1. Bagaimana pola jaringan sosial masyarakat yang terbentuk di Kampung cyber?

2. Bagaimana konsekuensi sosial adanya jaringan sosial/network yang dihadapi masyarakat Kampung cyber, baik secara internal maupun eksternal?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui secara kualitatif pola jaringan sosial yang terbentuk di Kampung cyber, RT 36 Kampung Taman.

2. Mengetahui perkembangan atau dampak positif dan negatif dari jaringan sosial yang dibentuk secara mandiri oleh masyarakat Kampung cyber.

Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan baru bagi pengurus/ masyarakat Kampung Cyber dalam memberdayakan masyarakat berbasis teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet.

(6)

2. Sebagai syarat tugas akhir studi program Sarjana Jurusan Sosiologi UGM.

1.4. Kajian Pustaka

1.4.1 Kampung Cyber dan Simbolisasi Identitas

Kampung Cyber dan Simbolisasi Identitas (Purbawisesa, 2011), sebagai sebuah

simbol masyarakat di tengah fenomena perkembangan internet yang sangat pesat. Dalam penelitian ini Purbawisesa menggarisbawahi bahwa proses pemberdayaan masyarakat mampu dikondisikan dengan membentuk sebuah identitas baru. Ia menguraikan elemen-elemen yang digunakan masyarakat sehingga mereka pantas disebut sebagai masyarakat cyber. Selain itu data mengenai proses terbentuknya Kampung cyber juga cukup lengkap tahap demi tahap. Hal tersebut memudahkan pembaca untuk melakukan identifikasi dengan cepat.

Hasil dalam penelitian yang dilakukan tahun 2011 ini menunjukkan masyarakat Kampung Cyber dapat membuktikan bahwa masyarakat mampu merespon dengan baik adanya agen perubahan melalui pengurus kampung. Selain itu kearifan lokal mampu menyesuaikan dengan perkembangan modern. Hal ini merupakan capaian vital karena apabila melihat latar belakang masyarakat setempat yang mayoritas memiliki tingkat pendidikan rendah.

Secara garis besar penelitian tersebut menjelaskan masyarakat sedang membentuk cyber culture yang berdampingan dengan kearifan lokal. Penelitian

(7)

7  ini mendapatkan data dari awal terbentuknya Kampung cyber sampai pada rencana-rencana ke depan yang ingin dikembangkan pada masyarakat. Penelitian ini terkonsentrasi pada masalah yang cukup luas yakni kampung itu sendiri. Hasil penelitian ini sangat baik melihat tujuan penelitiannya memang ingin menjelaskan ide dasar terbentuknya cyber culture secara fisik.

Penelitian yang dilakukan oleh Purbawisesa bisa dikembangkan lebih jauh dengan menyentuh program yang dilakukan oleh masyarakat Kampung cyber. Alasannya adalah identitas masyarakat yang memiliki cyber culture sebenarnya belum selesai pada tataran pembentukan identitas mereka yang sebagai pengguna internet, namun terletak pada bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat mampu bersinergi dengan internet dalam mencapai visi dari RT 36. Salah satunya terlihat dari terbentuknya jaringan sosial mereka di masyarakat luas. Selain itu juga dalam melakukan komunikasi untuk melakukan kerjasama dan mengatasi masalah yang terjadi di tengah mereka. Saat ini pemberdayaan berbasis internet masih terus dilakukan secara mandiri sekaligus terus mengembangkan jaringan baru dengan pihak-pihak terkait.

Penelitian “Jaringan Sosial Masyarakat Berbasis Internet: Studi di Kampung Cyber” mencoba untuk menjelaskan secara deskriptif analitis mengenai jaringan sosial masyarakat yang terbentuk dari pemberdayaan Kampung Cyber. Masalah ini menjadi perlu diteliti karena tolok ukur jalannya pemberdayaan berbasis internet adalah terbentuknya jaringan baik eksternal mau internal. Jaringan eksternal mengindikasikan kemandirian masyarakat dalam menggunakan internet sedangkan jaringan internal menjadi tanda bentuk identitas masyarakat

(8)

yang mereka kembangkan. Jika dalam penelitian Purbawisesa mencoba menjelaskan identitas Kampung Cyber di mata masyarakat luas, penelitian ini mencoba melihat bagaimana identitas tersebut digunakan untuk menjalin interaksi yang berujung pada kerja sama antar warga yang saling menguntungkan.

1.4.2 Pola Interaksi Masyarakat Kampung cyber

Dalam penelitian Pola Interaksi Masyarakat Kampung cyber (Yenny, 2012), ditemukan terdapat dua jenis pola interaksi masyarakat yakni secara intern dan ekstern. Interaksi internal masyarakat dilakukan secara online dan offline, yang menarik disini adalah adanya perubahan cara komunikasi yang biasanya harus dilakukan dengan tatap muka langsung diganti dengan sosial media Facebook. Hal ini berguna untuk menangani masalah-masalah Kampoeng agar lebih cepat mendapatkan jalan keluar dan langsung bisa ditangani di lapangan. Sedangkan interaksi eksternal lebih mengarah pada jaringan bisnis online yang dimiliki masyarakat. Dalam pola eksternal Kampung cyber berperan dalam memberikan wadah dan sarana melalui blog atau website, serta pendampingan masyarakat dalam melakukan transaksi online.

Penelitian Yenny memberikan gambaran bahwa modal sosial terutama yang menunjukkan kekerabatan warga memberikan peran sangat kuat dalam alur pemberdayaan masyarakat. Kampung Cyber dibangun oleh masyarakat dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat. Bentuk interaksi yang dikembangkan oleh

(9)

9  masyarakat tidak bisa terlepas dari nilai-nilai kebersamaan yang dapat dilihat secara kasat mata melalui kegiatan mereka dan program mereka. Contohnya

cakrukan, nonton bareng, upacara 17-an dan acara-acara seremonial lainnya.

Penelitian “Jaringan sosial berbasis Internet: Studi di Kampung Cyber” merupakan pengembangan dari penelitian Yenny. Peneliti merasa penting untuk memberikan gambaran pola jaringan yang dibentuk oleh masyarakat untuk mencapai tujuan pemberdayaan mereka. Perbedaan penelitian ini terletak pada bentuk komunikasi yang dilakukan oleh warga yang ditekankan pada adanya aspek ekonomi dan kesejahteraan warga. Peneliti mencoba melihat kerja sama antar warga baik internal maupun eksternal.

1.4.3 Konsep Jaringan Sosial

Dalam teorisasi jaringan sosial perhatian dipusatkan pada cara individu atau kelompok dalam bertingkah laku. Menurut Wellman, teori jaringan cenderung melihat pola-pola ikatan yang ada antar dan antara aktor untuk dapat disebut menjadi sebuah kelompok.(Ritzer, 2004) Bentuk ikatan yang dimaksud tentunya berdasarkan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya. Bentuk jaringan sosial ini kemudian memberikan pengaruh terhadap aspek yang lainnya, termasuk pada aspek ekonomi.

Jaringan sosial merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari modal sosial, bahkan jaringan menjadi satu embrio sebelum terjadinya norma dan trust. Lewat

(10)

bukunya Robert Lawang (2005) menjelaskan modal sosial memiliki penekanan pada adanya struktur dalam masyarakat . Pendapatnya terbagi dalam 4 hal yakni;

a. Jaringan

Sifat dari jaringan menurut Lawang haruslah diihat dari fungsi yaitu secara ekonomi dan kesejahteraan sosial. Terdapat tiga bentuk jaringan sosial, yakni:

‐ Jaringan antar personal

‐ Jaringan antar individu dan institusi ‐ Jaringan antar institusi

b. Kepercayaan (trust)

Pada dasarnya kepercayaan berkaitan dengan hubungan, harapan dan tindakan/ interaksi sosial. Kepercayaan harus ada karena adanya hubungan yang berbasis pada pengetahuan, saling mengenal, saling berkepentingan untuk mencapai tujuan masing-masing/ bersama. Untuk mendapatkan trust sendiri maka harus ada pengalaman, penghargaan, asimilasi dan akulturasi yang akan menghasilkan hubungan yang altruistik, simbolik unilateral serta interpersonal.

c. Norma

Menurut Fukuyama (1999 dalam Lawang, 2005: 70) norma muncul dari adanya pertukaran yang saling menguntungkan. Pertukaran sendiri terjadi oleh adanya jaringan dan kepercayaan. Norma bersifat resiprokal yang berarti menyangkut kedua belah pihak untuk dapat menjamin hasil dari struktur yang terbentuk dari jaringan.

(11)

11  d. Tindakan Sosial

Tindakan sosial merupakan hasil dari keputusan pribadi untuk melakukan sesuatu. Menurut Webber tindakan sosial diambil berdasarkan makna dan nilai yang ada pada diri seseorang. Dengan demikian tindakan sosial akan terikat pada norma, nilai dan kondisi situasional untuk mencapai tujuan tertentu. Peran modal sosial bergantung pada ada tidaknya yang bertindak. Jaringan sosial (network) secara definitif memberi tekanan pada kerjanya bukan pada simpul yang terjadi pada jaring-jaring antar individu/ masyarakat. Artinya jaringan merujuk adanya kerjasama yang saling menguntungkan atau saling mempengaruhi antara pihak satu dengan yang lain.

Jaringan sosial merujuk pada hubungan yang menekankan adanya unsur kerja, yang melalui hubungan sosial menjadi kerja sama. Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena rasa saling tahu, saling menginformasikan, saling mengingatkan dan saling membantu dalam melaksanakan dan mengatasi sesuatu (Gede, 2009). Pada dasarnya konsep jaringan sosial mengarahkan hubungan antara orang atau kelompok agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Jaringan Antar Personal

Lebih jauh tentang jaringan, Lawang(2005: 61) melalui bukunya menjelaskan ada beberapa bentuk jaringan yang mungkin terbentuk didalam masyarakat. Merujuk pada aktornya cukup menjelaskan bahwa jaringan selalu terjadi antar personal. Dilihat dari jumlah orang yang terlibat, bentuk jaringan antar personal dapat diklasifikasikan menjadi;

(12)

i. Jaringan duaan tunggal; artinya jaringan hanya terbentuk dari dua orang saja atau dengan kata lain jaringan ini adalah bentuk kerjasama antar personal yang cenderung bersama sebelumnya.

Gambar 1.1

Bentuk jaringan antar personal duaan tunggal

A B A

B (Sumber : diadopsi dari Lawang, 2005)

ii. Jaringan duaan ganda; artinya jaringan seorang personal atau seorang aktor yang mencoba untuk melakukan kerjasama dengan aktor lainnya tetapi tanpa melibatkan satu sama lain untuk saling bersinggungan.

Gambar 1.2

Bentuk jaringan duaan ganda

B A C

D

(Sumber : diadopsi dari Lawang, 2005)

iii. Jaringan duaan ganda berlapis

Pola jaringan ini seperti multi-levelmarketing yang mencerminkan inti utama dalam usaha seseorang adalah jaringan.

(13)

13  Gambar 1.3

Bentuk jaringan duaan ganda berlapis

A

B1 B C D D1

B2 D2

B3 C1 C2 C3 D3

(diadopsi dari Lawang, 2005)

iv. Pada dasarnya jaringan dengan melibatkan antar personal sangat mungkin terjadi berapa aktor yang terlibat dan membentuk pola yang berbeda satu sama lain. Penting dicatat dalam pola antar personal adalah adanya keinginan bentuk kerjasama yang didasari pada prinsip produktivitas, efisien dan efektif.

Jaringan Antara Individu dengan Institusi

Struktur dalam masyarakat sangat memungkinkan terlihat adanya sebagian aktor saja yang akan terlihat. Bahkan satu personal sebagai bagian dari satu institusi mampu menjadi keterwakilan semua anggotanya. Fenomena ini dapat dianalogikan dalam institusi agama dimana orang tidak bisa terlepas dari kehidupan beragama. Kecenderungannya semakin tinggi aktivitas keagamaan maka semakin mudah terbentuknya jaringan. Hal ini terbangun karena adanya

(14)

trust yang terbentuk dari keaktifan personal, konsekuensinya jaringan yang terbentuk sangat mungkin terjadi tidak seimbang karena hanya beberapa personal dalam satu institusi saja yang dapat membentuk jaringan sosial ini. Dalam rangka pemberdayaan jaringan ini sangat mungkin terbentuk oleh aktor-aktor yang banyak berkecimpung dalam proses yang melibatkan banyak orang.

Jaringan Antar Institusi

Jaringan antar institusi merupakan jaringan yang mempertemukan antar aktor institusi untuk tujuan anggotanya. Jaringan ini membutuhkan forum yang memungkinkan adanya dialog, bertukar pikiran untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat secara umum. Tujuan utama dari jaringan ini sangat fungsional yang berarti membutuhkan ikatan yang dibentuk dari bounding sosial yang didukung dengan bridging sosial (Warren, 1999 dalam Lawang, 2005:68) Konsep jaringan sosial ini didukung dengan adanya tipe model modal sosial yang dikembangkan oleh Woolcoock (adaptasi dari Dewi, 2011) menjadi tiga tahapan yang saling berkaitan;

1. Social Bounding; berupa nilai, kultur, persepsi dan tradisi yaitu modal sosial

dengan karakteristik yang kuat dengan sistem kemasyarakatan yang didalamnya masih terdapat kekerabatan yang cukup kuat seperti rasa simpati, berkewajiban dan rasa resiprositas serta timbal balik kebudayaan yang mengikat.

Unsur demografi yang homogen menjadi salah satu karakteritik dalam tipe ini. Hubungan sosial ini memiliki tingat kohesivitas yang sangat erat sehingga

(15)

15  terasa eksklusif dan dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan kerjasama.

2. Social Bridging; berupa institusi maupun mekanisme yang merupakan ikatan

sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Hubungan sosial ini berpotensi menimbulkan jaringan yang lebih variasi dan saling menguatkan satu sama lain.

3. Social Linking; berupa hubungan jaringan sosial dengan adanya hubungan

diantara beberapa level dari kekuatan sosial mau status sosial yang ada di dalam masyarakat. Misalnya adanya struktur sosial dalam politik atau tingkat ekonomi masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang dipakai menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus (case study). Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip yang mendasari adanya gejala yang ada dalam kehidupan sosial.Sedangkan studi kasus merupakan pendekatan penelitian terhadap satu kasus yang dilakukan secara intensif dan mendalam dalam lingkungan sosial tertentu. Alasan menggunakan studi kasus adalah karena inti permasalahan yang diteliti cukup terpusat, latar belakang terjadinya kasus, lokasi atau setting sosial penelitian dan sumber data/ informan yang terkait

(16)

Pendekatan studi kasus yang dipakai dalam penelitian ini ditujukan untuk mengamati secara mendalam dinamika Kampung cyber sebagai subyek yang unik. RT 36 RT 09 Kampung Taman memiliki identitas unik sebagai kawasan yang mendeklarasikan diri sebagai komunitas internet “Cyber Community” di mana sebagian besar warga memyai sambungan internet yang digunakan sebagai sarana komunikasi sosial dan kepentingan-kepentingan warga setempat. Dalam penelitian ini, dinamika yang terjadi di Kampung cyber dapat memberi gambaran bagaimana internet mampu memberi pengaruh bagi kehidupan sosial masyarakat melalui pola jaringan yang terbentuk antar masyarakat.

1.5.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah kawasan RT 36 Kampung Taman, Kelurahan Patehan, Kraton, Yogyakarta. Kampung yang mengidentitaskan diri sebagai “Kampung Cyber”. Lokasi penelitian ini dipilih karena Kampung Cyber telah didesain menjadi tempat berkembangnya ”cyber culture” yang terkontrol agar masyarakat mampu melek teknologi terutama internet. Pemilihan lokasi mengutamakan efektivitas dan efisiensi waktu dalam menjawab rumusan masalah yang telah dibuat.

(17)

17  1.5.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari data yang langsung diambil melalui kegiatan lapangan penelitian seperti wawancara mendalam (indepth

interview) dan observasi lapangan.

a. Wawancara mendalam ( Indepth Interview )

Metode wawancara mendalam digunakan untuk wawancara langsung ke domain subjek studi kasus penelitian ini, yakni pengurus kampung, tokoh masyarakat dan pemuda. Wawancara dilakukan dengan menggunakan prinsip triangulasi, dimana data yang diperoleh dari informan di crosscheck kepada informan lain untuk memperoleh data yang valid.

Wawancara difokuskan pada warga yang tidak menjadi pengurus kampung dan memiliki usaha sendiri terutama yang menggunakan internet dalam menjalankan usahanya. Peneliti mengambil 5 informan utama yang memiliki usaha yang berdiri sebelum atau saat Kampung Cyber dilaksanakan. Selain itu, wawancara juga dilakukan kepada pengurus RT 36 Kampung Taman untuk mendapatkan data jaringan sosial institusi.

b. Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistemik fenomena-fenomena yang diteliti. Digunakan sebagai langkah awal dan pendalaman untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian sebagai

(18)

penguat data primer. Tahap observasi dilakukan sejak pertama penelitian ini dimulai pada Agustus 2014 untuk memperbarui data mengenai perkembangan warga.

Observasi terus dilakukan sampai tahap laporan penelitian selesai. Hal ini untuk memberikan gambaran dinamika jaringan sosial warga yang cepat berubah. Selain itu peneliti juga mengikuti beberapa kegiatan bersama seperti rapat pengurus dan kegiatan warga yang dilakukan di Kampung Cyber

c. Dokumentasi lapangan

Keadaan dan setting dari lokasi wisata ini didokumentasikan agar didapatkan data sekunder sebagai penguat data primer. Dokumentasi dilakukan pada saat observasi dan proses pengumpulan data dengan cara mendokumentasikan kejadian atau gambar yang dapat digunakan sebagai instrumen atau suplemen untuk memperkuat analisis data informan.

Observasi dan dokumentasi lapangan dilakukan secara bersamaan selama penelitian dilakukan (September-November 2014). Tahap penelitian ini juga mendukung peneliti untuk lebih mengenal informan di lapangan.

Data berupa catatan lapangan yang sudah diolah dan beberapa foto dokumentasi yang dipilih untuk memberikan gambaran kondisi Kampung Cyber.

(19)

19  d. Studi Pustaka

Hasil dari data primer juga diperkuat dengan data-data yang bersifat literatur seperti jurnal, buku, e-book. Data pustaka yang didapat dari Kampung cyber antara lain data penduduk, kliping dan foto-foto media massa. Sedangkan data pustaka utama yang digunakan oleh peneliti adalah buku “Kapital Sosial dalam perpektif Sosiologik” karya Robert Lawang.

1.5.2 Teknik Analisis Data

Proses analisis data dilakukan dengan mengolah hasil wawancara sesuai dengan konsep jaringan sosial antar individu, individu dengan institusi serta institusi dengan institusi. Pengklasifikasian diutamakan pada proses kerjasama antar aktor yang bersifat produktif dan melibatkan internet. Konsep social bounding,

social bridging dan social linking akan digunakan sebagai alat untuk

menganalisis pola jaringan sosial untuk melihat konsekuensi sosial yang terjadi di Kampung Taman.

Referensi

Dokumen terkait

Petugas Pemadam Kebakaran sering menerima anjuran atau masukan dari masyarakat di wilayah Bandung Timur, ada beberapa keluhan yang di sampaikan oleh masyarakat tetapi tidak

Sarana yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kepada wisatawan antara lain seperti fasilitas umum (toilet), restaurant, ruang informasi, sarana transportasi di dalam

• Residue Catalytic Cracker Complex Unit (RCC Complex), Unit RCC Complex terdiri dari beberapa unit operasi di kilang RU-VI Balongan yang berfungsi mengolah

Dari definisi diatas, maka dijelaskan bahwa pengembangan merupakan suatu yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan untuk peningkatan diri karyawan baik dari

yang dimiliki kedua metode, metode yang dapat mendeteksi berkas sinyal wicara merupakan berkas asli, stego ataupun noise lebih baik yaitu metode MFCC berdasarkan nilai akurasi

Dengan keadaan yang demikian masyarakat membutuhkan penanganan dan juga tindakan yang dapat menghilangkan (penyembuhan) sakit atau penyakit, dengan memahami gejala dan

Akan tetapi dalam hal penerapan tidak akan terbebas dari permasalahan seperti para pemakai tidak mengerti cara mengoperasikan sistem sehingga kinerja sistem

Berdasarkan permasalahan inilah yang menarik minat peneliti untuk menguji dan menganalisis implementasi SIKOMPAK (Sistem Komputerisasi Perusahaan Air Minum