• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE LATIHAN SIRKUIT DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP KECEPATAN LARI SPRINT 100 METER PADA SISWA PUTRA SMA NEGERI 11 PALEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH METODE LATIHAN SIRKUIT DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP KECEPATAN LARI SPRINT 100 METER PADA SISWA PUTRA SMA NEGERI 11 PALEMBANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE LATIHAN SIRKUIT DAN METODE

KONVENSIONAL TERHADAP KECEPATAN LARI SPRINT 100 METER

PADA SISWA PUTRA SMA NEGERI 11 PALEMBANG

1)

Selvi Melianty

1)

Universitas Bina Darma Jl. Ahmad Yani, Plaju, Palembang Email : selvi.melianty@binadarma.ac.id1)

Abstract

This study aimed to examine the effect of circuit training method and conventional method toward the speed of 100 meter sprint of male students of SMAN 11 Palembang. The sampling technique in this research is purposive sampling technique with the total number of 42 students as the sample. The instrument used was a 100 meter sprint test. The result showed that: (1) circuit training method can significantly improve the speed of 100 meter sprint of male students of SMAN 11 Palembang. (2) the conventional method can significantly increase the speed of 100 meter sprint of male students of SMAN 11 Palembang, and (3) circuit training method gives more significant effect on the speed of 100 meter sprint of male students of SMA 11 Palembang rather than the conventional method.

Keywords: Circuit training method, Conventional training method, The speed of 100 meters sprint..

1. Pendahuluan

Peran olahraga saat ini sangat penting sekali untuk menunjang kehidupan manusia agar tetap sehat dan memiliki kesegaran jasmani yang prima sehingga dapat melaksanakan tugas sehari-hari dengan baik. Melalui olahraga akan dapat ditingkatkan kesegaran jasmani dan rohani serta pembentukan kepribadian dan prestasi yang baik. Kosasih [1] mengemukakan bahwa olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rohaniah pada setiap manusia.

Kegiatan olahraga diberikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, kegiatan olahraga sekolah dimasukkan dalam kurikulum sekolah sebagai sarana penunjang pertumbuhan dan peningkatan kesegaran jasmani siswa.Kegiatan olahraga yang menjadi agenda tahunan untuk tingkat pelajar salah satunya adalah Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN).

Kegiatan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) merupakan kegiatan pertandingan yang sudah dikenal dan merupakan salah satu kegiatan yang sering dilaksanakan oleh sekolah. Kegiatan ini merupakan wahana bagi siswa untuk mengimplementasikan hasil

kegiatan pembelajaran dalam rangka meningkatkan kesehatan jasmani dan daya kreativitas.

Provinsi Sumatera Selatan khususnya kota Palembang, adalah kota yang turut serta melakukan pembinaan dalam olahraga, untuk meningkatkan prestasi. Pembinaan dilakukan agar memperoleh prestasi yang maksimal dalam kejuaraan-kejuaraan olahraga yang diikuti.

Dari berbagai cabang olahraga yang dipertandingkan, salah satunya adalah cabang olahraga atletik. Olahraga atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua dilakukan oleh manusia sejak zaman purba sampai sekarang ini, bahkan dapat dikatakan sejak adanya manusia dimuka bumi ini. Olahraga atletik yang meliputi jalan, lari, lompat, dan lempar boleh dikatakan cabang olahraga yang paling tua, sama tuanya dengan manusia pertama di dunia.

Menurut Wiarto [2] Lari, lompat dan lempar adalah suatu bentuk gerakan yang tidak ternilai artinya bagi hidup manusia. Gerakan itu semuanya ada dalam olahraga atletik. Bahkan gerakan-gerakan tersebut menjadi dasar dan intisari dari semua cabang olahraga. Dari pengamatan peneliti, SMA Negeri 11 Palembang termasuk salah satu sekolah yang memperhatikan aktivitas olahraga diantaranya adalah lari. Untuk mendapatkan bibit-bibit unggul dalam nomor lari di sekolah maka para siswa harus diberikan pengetahuan dan latihan lari, baik secara teori maupun praktik, dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Selain itu, hal ini juga dilakukan dengan cara mengadakan ekstrakurikuler atletik nomor lari jarak pendek khususnya lari sprint 100 meter , dengan alasan dapat mencetak siswa berprestasi dan memberikan sumbangan prestasi dalam bidang olahraga di ajang olimpiade olahraga siswa nasional (O2SN). Namun pada kenyataannya berdasarkan data yang diperoleh pada O2SN SMA 2014 di Sumatera Selatan khususnya cabang olahraga atletik untuk lari sprint 100 meter, siswa SMA Negeri 11 Palembang tidak memberikan prestasi yang mengharumkan ditingkat kecamatan dan tingkat provinsi. Pengalaman di O2SN ini SMA Negeri 11 belum menyumbang medali apapun bahkan diluar sepuluh besar.

(2)

Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu. Faktor dari dalam individu seperti kondisi kualitas fisik siswa atau atlet dan kurangnya minat untuk latihan, sedangkan faktor dari luar individu seperti sarana dan prasarana, kualitas dan pengetahuan pelatih, program dan metode latihan. Sarana dan prasarana yang ada disekolah tidak lengkap, sehingga pelaksanaan pembelajaran dan latihan kurang maksimal. Program dan metode latihan yang diberikan pelatih kurang tepat sehingga siswa atau atlet cepat mengalami kelelahan, latihan yang membosankan karena kurangnya variasi latihan serta peran pelatih yang tidak optimal dalam mengatur waktu latihan, sehingga mengakibatkan hasil perlombaan lari sprint 100 meter kurang memuaskan. Dalam perlombaan lari untuk dapat mencapai hasil yang maksimal, selain teknik, taktik, dan mental yang harus diperhatikan adalah kualitas kondisi fisik. Kondisi fisik berpengaruh terhadap pelaksanaan teknik, penerapan taktik maupun kematangan mental. Harsono [3] mengatakan, “Kondisi atlet memegang peranan yang sangat penting dalam program latihannya. Program latihan kondisi fisik harus direncanakan secara baik dan sistematis dan ditujukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan kemampuan fungsional dari sistem tubuh hingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik”. Kondisi fisik atau kemampuan fisik merupakan salah satu komponen dasar untuk meraih prestasi olahraga. Komponen kondisi fisik dalam olahraga antara lain seperti kekuatan, kecepatan, daya tahan, kelenturan, daya otot, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan dan reaksi. Namun, komponen kondisi fisik yang paling penting bagi sprinter adalah kecepatan. Untuk meningkatkan komponen kondisi fisik yang baik maka diperlukan latihan, karena semakin baik kondisi atau kemampuan fisik seseorang maka semakin besar peluangnya untuk berprestasi. Begitu sebaliknya, semakin rendah tingkat kondisi fisik semakin sulit untuk meraih prestasi.

Ada banyak bentuk-bentuk metode latihan untuk meningkatkan kecepatan lari diantaranya metode latihan sirkuit, metode latihan interval, metode latihan beban dan lain-lain. Namun selama ini, metode yang diterapkan adalah metode konvensional.

Berdasarkan pengamatan peneliti dalam pembelajaran atletik khususnya pada nomor lari sprint 100 meter, guru selalu memberikan materi hanya lari sprint antara 50 meter sampai 100 meter, latihan shuttle run 5 meter dan latihan knee tuck jump.

Untuk meningkatkan prestasi yang optimal peneliti mencoba menggunakan metode latihan sirkuit dimana metode latihan sirkuit menggunakan pos-pos yang menjadikan aktivitas berolahraga menjadi menyenang-kan karena memiliki variasi bentuk latihan, sehingga latihan yang diberikan harus diorganisasikan sedemikian rupa, karena untuk melatih pelari sprint tidak hanya melakukan lari sprint saja namun latihan kekuatan, kecepatan reaksi dan daya tahan kecepatan juga perlu

dilakukan. Metode latihan sirkuit dan metode konven-sional memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dengan program latihan yang tepat diharapkan kedua metode tersebut dapat meningkatkan kecepatan lari sprint 100 meter. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui perbedaan diantara kedua metode ini yang efektif dan efisien dalam meningkatkan kecepatan lari sprint 100 meter.

Berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh di atas inilah yang menjadi pertimbangan, sehingga peneliti mencoba untuk meneliti perbedaan pengaruh latihan fisik, yakni latihan yang dilakukan dengan metode latihan sirkuit dan metode konvensional terhadap kecepatan lari sprint 100 meter pada siswa putra SMA Negeri 11 Palembang.

Lari merupakan salah satu nomor yang diperlombakan dalam cabang olahraga atletik yang paling popular. Menurut Djumidar & Widya [4] lari adalah frekuensi langkah yang dipercepat sehingga pada waktu berlari ada kecenderungan badan melayang. Artinya, pada waktu lari kedua kaki tidak menyentuh tanah sekurang-kurangnya satu kaki tetap menyentuh tanah.

Menurut Wiarto [2] secara teknik gerakan lari dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu lari dengan gerakan pelan-pelan atau sering disebut dengan jogging, dan lari cepat atau sprint. Disebut sprint atau lari cepat karena jarak yang ditempuh sangat dekat sehingga dalam lari sprint yang lebih diutamakan adalah kecepatan maksimal dari start sampai finish.

Menurut Carr [5] Sprint sebagai salah satu kategori cabang lomba mencakup semua jarak hingga 400 meter, dimana 400 meter diklasifikasikan sebagai sprint panjang. Perlombaan melebihi 400 meter biasanya termasuk dalam kategori jarak menengah, walaupun atlet elit dapat berlari cepat melebihi jarak tersebut.

Komponen utama yang dibutuhkan dalam lari sprint adalah kecepatan. Menurut Sidik [6] kecepatan dalam lari sprint dan gawang adalah hasil kecepatan gerak dari kontraksi otot secara cepat dan kuat (powerful) melalui gerakan yang halus (smooth) dan efisien (efficient). Menurut Sajoto [7] “Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinam-bungan dalam bentuk sama dalam waktu sesingkat-singkatnya”. Dimana, makin panjang langkah dan frekuensi langkah tiap detiknya mendapatkan hasil yang maksimal. Selain latihan kecepatan, semua komponen kondisi fisik harus diberikan kepada atlet. Komponen kondisi fisik meliputi kondisi fisik umum dan kondisi fisik khusus.

Komponen kondisi fisik umum menurut Sajoto [7] yakni, “kekuatan, daya tahan, daya otot, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan dan reaksi”. Sedangkan untuk komponen kondisi fisik khusus merupakan komponen kondisi fisik yang sesuai dengan tuntutan dari cabang olahraga tertentu, karena setiap cabang olahraga membutuhkan kondisi fisik

(3)

tersendiri. Dalam hal ini, komponen kondisi fisik untuk cabang olahraga atletik yakni lari jarak pendek (sprint). Unsur-unsur dominan dalam cabang olahraga atletik khususnya lari cepat (sprint) menurut Bompa dalam Departemen Pendidikan Nasional (2002:25) yakni, “Waktu reaksi (kemampuan untuk mengulangi reaksi secara terus menerus), sifat dapat merangsang yang berkaitan dengan saraf otot, koordinasi dan kapasitas relaksasi otot yang baik, kemampuan untuk mengatasi tekanan, rasio tinggi/togok dan panjang tungkai”. Untuk memperoleh komponen kondisi yang baik sehingga atlet mampu melakukan lari cepat, maka perlu diadakan latihan yang sistematis dan berkesinambungan.

Sebelum melakukan proses latihan, seorang pelatih menentukan atau memilih metode yang akan digunakan supaya tujuan latihan yang telah disusun dapat tercapai. Menurut Majid [8] metode adalah “cara yang digunakan untuk mengimplika-sikan rencana yang sudah disusun dalam program latihan agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”.Pemilihan metode perlu disesuaikan dengan tujuan latihan dan karakteristik materi yang akan dibahas.

Seperti yang dikemukakan Bompa [9] “latihan dilakukan secara teratur, seksama, sistematis, berulang dan adanya penambahan beban latihan yang bertahap”. Latihan dilakukan berulang-ulang dengan gerakan-gerakan yang dipersulit yang berguna untuk memperbaiki kondisi fisik. Dalam hal ini latihan merupakan implementasi dari materi atau bentuk-bentuk latihan yang telah direncanakan sebelumnya, latihan dilakukan dengan berulang-ulang untuk memperbaiki kemampuan fisik dan mental.

Prinsip-prinsiplatihan merupa-kan ketentuan mendasar dalam proses pembinaan dalam latihan yang harus dipatuhi terutama oleh pelatih dan atlet. Adapun prinsip-prinsip latihan adalah sebagai berikut: 1) Prinsip Beban Lebih. Prinsip beban lebih merupakan salah satu prinsip latihan yang penting dalam peningkatan prestasi olahraga. Menurut Syafruddin [10] “Prinsip ini lebih menekankan kepada peningkatan beban latihan yang diberikan kepada atlet berdasarkan kemampuan atlet pada saat latihan”, 2) Prinsip Beban Bertambah (Progresif). Otot yang terbiasa menerima beban, kekuatannya akan bertambah. Penambahan beban dilakukan bila otot yang sedang dilatih belum merasakan letih pada suatu set dengan repetisi yang ditentukan [7]. Bila atlet berlatih beberapa kali, maka beban yang diberikan akan terasa ringan.oleh karena itu dirasa perlu untuk melakukan penambahan beban, 3) Prinsip Spesialisasi. Menurut Harsono [3] “Spesialisasi berarti mencurahkan segala kemampuan, baik fisik maupun psikis pada suatu cabang olahraga tertentu”. Latihan harus memiliki ciri dan bentuk yang khas sesuai dengan bentuk olahraganya, 4) Prinsip Individualisasi. Prinsip ini memiliki dasar bahwa setiap orang memiliki perbedaan dalam kemampuan, potensi dan karakteristik. Harsono [3] mengemukakan prinsip individualisasi sebagai berikut:Seluruh konsep latihan harus disusun

sesuai dengan kekhasan setiap individu agar tujuan latihan dapat sejauh mungkin tercapai. Faktor-faktor seperti umur, jenis, bentuk tubuh, kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya berlatih, tingkat kesegaran jasmaninya, ciri-ciri psikologisnya, semua harus ikut dipertimbangkan dalam mendesain latihan bagi atlet, dan 5) Prinsip Superkompensasi. Prinsip superkompensasi sering disebut juga dengan fase pemulihan atau istirahat.Prinsip ini sangat penting untuk meningkatkan prestasi. Menurut Röthig dalam Syafruddin [10] menyatakan “Superkompensasi merupakan fase pemulihan sumber energi yang dipergunakan setelah suatu pembebanan yang melewati kemampuan awal dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan prestasi”.

Tujuan utama pelatihan olahraga prestasi adalah untuk meningkatkan keterampilan atau prestasi semaksimal mungkin.Untuk mencapai tujuan itu ada empat aspek latihan yang perlu dilatih, yaitu latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik dan mental [3]. Adapun penjelasan mengenai keempat aspek tersebut, yaitu: 1) Latihan Fisik. Latihan fisik adalah latihan yang bertujuan untuk meningkat-kan kondisi fisik yaitu faktor yang amat penting bagi setiap atlet. Tanpa kondisi fisik yang baik atlet tidak akan mengikuti latihan [3], 2) Latihan Teknik. Latihan teknik bertujuan untuk mempermahir penguasaan kete-rampilan gerak dalam suatu cabang olahraga, misalnya teknik lari, menendang, menangkap, melempar, menggiring bola, melompat, mensmes dan lain sebagainya, 3) Latihan Taktik. Latihan taktik bertujuan untuk mengembangkan dan menumbuhkan daya tafsir pada atlet atau siswa saat melakukan kegiatan olahraga yang bersangkutan, dan 4) Latihan Mental. Latihan mental adalah yang lebih banyak menekankan pada perkembangan kedewasaan (maturitas) serta emosional siswa, seperti semangat berlatih, sikap pantang menyerah, keseimbangan emosi terutama bila berada dalam posisi stress, konsentrasi, percaya diri serta sifat-sifat positif lainnya

Latihan sirkuit merupakan salah satu metode latihan fisik yang pelaksanaannya berdasarkan pos atau stasiun yang telah disusun sebelumnya. Menurut Sajoto [7] ”Latihan sirkuit adalah suatu program latihan terdiri dari beberapa stasiun dan setiap stasiun seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan”. Satu sirkuit latihan dikatakan selesai bila seorang atlet telah menyelesaikan latihan di semua stasiun sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan.

Menurut Harsono [3] dalam melaksanakan setiap bentuk latihan tersebut pelatih dapat menentukan variasi-variasi sebagai berikut: a) harus dilakukan sekian repetisi, b) harus melakukan sebanyak mungkin repetisi dalam waktu minimalnya 15 detik, c) demikian pula boleh ditetapkan apakah setelah setiap bentuk latihan masa ada istirahat (misalnya 15 detik) atau tidak.

Adapun tahap-tahap dalam melaksanakan metode latihan sirkuit menurut Harsono [3] cara pelaksanaan sirkuit adalah sebagai berikut: 1) Setelah lapangan dan alat-alat

(4)

yang akan dipergunakan untuk latihan sirkuit disiapkan, setiap siswa atau atlet diberikan penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan di setiap pos dilakukan, 2) Selesai memberikan penjelasan mengenai bagaimana setiap bentuk latihan itu harus dilakukan, kemudian setiap siswa atau atlet disuruh mencoba melakukan setiap bentuk latihan tersebut di setiap pos, agar dengan demikian mereka lebih mengenal setiap bentuk latihan, sehingga kesalahan dalam melaksanakannya nanti dapat dihindari, dan 3) Selesai dengan percobaan tersebut, setiap siswa atau atlet kemudian mulai dengan melakukan latihan tersebut dan berusaha sebaik-baiknya. Ada beberapa kelebihan berlatih circuit training menurut Harsono [3] yaitu: 1). Meningkatkan berbagai komponen kondisi fisik secara serempak dalam waktu yang relatif singkat. 2). Setiap atlet dapat berlatih menurut kemajuannya masing-masing. 3). Setiap atlet dapat mengobservasi dan menilai kemampuannya sendiri. 4). Latihan mudah diawasi. 5). Hemat waktu, karena dalam waktu yang relatif singkat dapat menampung banyak orang berlatih sekaligus.

Namun latihan sirkuit juga memiliki kelemahan, dimana kelemahan latihan sirkuit menurut Harsono [3]: Sesuai dengan sifatnya dan pelaksanaan latihan, beban latihan dalam circuit training tidak bisa dibuat seberat latihan sebagaimana diberikan dalam latihan kondisi fisik secara khusus. Oleh karena itu, setiap unsur fisik tidak akan bisa berkembang sama optimalnya dengan perkembangan melalui latihan kondisi fisik khusus kecuali stamina.

Metode konvensional adalah metode lazim, sudah biasa dilakukan oleh guru atau pelatih selama ini. Menurut Philip R. Wallace dalam Feby [11] metode konvensional adalah ”Proses latihan yang dilakukan sebagaimana umumnya pelatih mengajarkan materi kepada siswa”. Menurut pendapat Yamin [12] yaitu metode konvensional merupakan cara lama (tradisional) bahwa pembelajaran telah dipersiapkan menjadi kegiatan meniru, yaitu suatu proses yang melibatkan siswa untuk mengulangi atau meniru apa yang dicontohkan guru. Bentuk metode ini adalah dengan memberikan pengajaran kepada siswa secara klasikal, artinya guru menyampaikan materi sekaligus kepada siswa, sehingga terkesan metode ini sebagai metode ceramah.

Metode konvensional terlihat pada proses siswa menerima informasi secara pasif, siswa belajar secara individual, pembelajaran tidak memperhatikan pengelaman siswa dan hasil latihan diukur hanya dengan tes. Metode yang digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode ceramah, tanya jawab dan pemberian bentuk-bentuk latihan.

Adapun kelebihan dari metode konvensional menurut Feby [11] adalah sebagai berikut: 1) Tidak banyak menggunakan alat latihan, 2) Waktu latihan relatif lama, 3) Latihan mudah diawasi oleh pelatih, dan 4) Berpusat pada pelatih.

Kekurangan dari metode konvensional ini adalah sebagai berikut: 1) Bila selalu digunakan dan terlalu lama akan membosankan, 2) Mudah membuat siswa menjadi jenuh karena tidak ada variasi latihan, 3) Terfokus satu bentuk latihan dalam satu kali pertemuan, dan 4) Tidak bisa meningkatkan satu atau dua keterampilan dasar dalam satu pertemuan latihan.

2. Metodologi Penelitian 2.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (Quasi Exsperimen) dengan jumlah sampel 42 siswa putra. Dalam penelitian ini penarikan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. 2.2 Rancangan Penelitian

Dengan rancangan penelitian menggunakan Two Group Pretest-Postest Design [13].

Tabel 1. Trancangan Penelitan Pre-Test

(Test Awal) Kelompok

Latihan Perlakuan (Latihan) Post-Test (Test Akhir) T1 Ordinary Matched Pairing Metode Latihan Sirkuit T2 Metode Konvensional

Tes awal dilakukan untuk memperoleh data awal yang diperlakukan dalam penelitian ini. Dari data awal tersebut diketahui kemampuan awal sampel. Sesuai dengan maksud serta tujuan penelitian ini, maka dalam hal ini sampel mendapat perlakuan berupa Kecepatan Lari Sprint 100 Meter. Data yang telah terkumpul dari hasil pre-test, post-test di analisis dengan menggunakan statistik uji normalitas dan uji-t.

Selanjutnya besar thitung yang dicari dibandingkan dengan nilai ttabel. Suatu perbedaan dinyatakan berarti atau signifikan apabila nilai thitung yang diperoleh dari perhitungan sama atau lebih besar dari nilai ttabel. Untuk hipotesis ketiga menggunakan uji t tes untuk sampel dengan varian yang homogen.

3. Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis data test awal (pre test) kelompok metode latihan sirkuit dengan jumlah sampel 21 orang diperoleh skor terbaik 14,12, skor terendah 20,23, dengan rata-rata (mean) 17,42, dan simpangan baku (SD) 1,54. Selanjutnya dari analisis test akhir (post test) setelah 16 kali perlakuan didapat skor terbaik 12,13 skor terendah 18,56 dengan rata-rata 15,55 dan simpangan baku (SD) 2,01.

(5)

Analisis data test awal (pre test) kelompok metode konvensional dengan jumlah sampel 21 orang diperoleh skor terbaik 14,25, skor terendah 21,16, dengan rata-rata (mean) 17,43, dan simpangan baku (SD) 1,64. Selanjutnya dari analisis test akhir (post test) setelah 16 kali perlakuan didapat skor terbaik 13,98, skor terendah 19,872 dengan rata-rata 19,74 dan simpangan baku (SD) 1,48.

Hipotesis penelitian ini diuji dengan menggunakan analisis Uji t. Sebelum dilakukan analisis uji t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas yaitu untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data post test dianalisis dengan statistik uji liliefors, dengan taraf signifikansi yang digunakan sebagai dasar menolak ataupun menerima keputusan normal atau tidaknya suatu distribusi data adalah 0,05.

Dari hasil pengolahan data uji normalitas dengan uji liliefors diperoleh angka normalitas data seperti pada tabel berikut :

Tabel 2. Rangkuman Uji Normalitas Data

Data Lobservasi Ltabel Ket

Metode Latihan

Sirkuit (Pre Test) 0.0607 0.1815 Normal Metode Latihan

Konvensional (Pre Test)

0.0754 0.1815 Normal Metode Latihan

Sirkuit (Post Test) 0.0880 0.1815 Normal Metode Latihan

Konvensional (Post Test)

0.0947 0.1815 Normal

Setelah uji persyaratan analisis dilakukan dan ternyata semua data setiap variabel penelitian memenuhi persyaratan untuk dilakukan pengujian statistik lebih lanjut, maka dilaksanakan pengujian hipotesis.

Uji statistik yang digunakan adalah t-test yaitu melihat pengaruh dalam satu kelompok yang sama pada taraf signifikan 0,05.

1) Hasil pengujian hipotesis pertama untuk kecepatan lari sprint 100 meter kelompok metode latihan sirkuit, dengan jumlah sampel 21 diperoleh thitung (10,71) ﹥ttabel (1,73). Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian dapat diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode latihan sirkuit memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecepatan lari sprint 100 meter siswa putra SMA N 11 Palembang.

2) Hasil pengujian hipetesis kedua untuk kecepatan lari sprint 100 meter kelompok metode konvensional, dengan jumlah sampel 21 orang diperoleh thitung (6,22) ﹥ttabel (1,73). Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian dapat diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode konvensionaldapat memberikan pengaruh terhadap kecepatan lari sprint 100 meter siswa putra SMA N 11 Palembang.

3) Hasil pengujian hipotesis kelompok Metode Sirkuit dan Metode Konvensional dalam kecepatan lari sprint 100 meter diperoleh thitung (2,18) >ttabel (1,68). Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian dapat diterima secara empiris. Sehingga dapat disimpulkan perbedaan pengaruh antara metode latihan sirkuit dengan konvensional terhadap kecepatan lari sprint 100 meter siswa putera SMA Negeri 11 Palembang.

Hasil penelitian hipotesis pertama menunjukkan bahwa hasil tes akhir metode latihan sirkuit dengan sampel berjumlah 21 orang siswa, diperoleh peningkatan terhadap kecepatan lari sprint 100 meter siswa dari tes awal dan tes akhir yaitu sebesar 1.87 yaitu dari skor rata-rata 17.42 pada tes awal menjadi 15.55 pada tes akhir. Hasil penelitian hipotesis kedua menunjukkan bahwa hasil tes akhir kelompok metode latihan konvensional dengan kelompok sampel berjumlah sebanyak 21 orang siswa, diperoleh peningkatan terhadap kecepatan lari sprint 100 meter siswa dari tes awal dan tes akhir yaitu sebesar 0.70 yaitu dari skor rata-rata 17.43 pada tes awal menjadi 16.74 pada tes akhir.

Dari dua bentuk metode latihan yang diberikan yaitu metode latihan sirkuit dan konvensional yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, jelas bahwa masing-masing metode latihan tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan lari sprint 100 meter siswa putera SMA Negeri 11 Palembang. Tetapi masing-masing metode latihan tersebut pengaruhnya berbeda-beda, hal ini disebabkan karena karakteristik dan juga kelebihan serta kelemahan dari masing-masing metode latihan tersebut sehingga juga terdapat pengaruh yang berbeda pula terhadap peningkatan kecepatan lari sprint 100 meter siswa. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan pengaruh antara metode sirkuit dengan konvensional terhadap kecepatan lari sprint 100 meter siswaputera SMA Negeri 11 Palembang, dapat dilihat dari perolehan thitung = 2.18 > ttabel = 1.68.Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian dapat diterima. Dengan demikian dapat diartikan terdapat perbedaan pengaruh yang siginifkan antara metode latihan sirkuit dengan konvensional terhadap kecepatan lari sprint 100 meter. Hal tersebut dapat kita lihat dengan adanya peningkatan nilai rata-rata yaitu metode latihan sirkuit adalah sebesar 1.87, sementara metode konvensional hanya sebesar 0.70.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:

1.

Metode latihan sirkuit dapat meningkatkan

kecepatan lari sprint 100 meter secara

signifikan pada siswa putera SMA Negeri

11 Palembang.

2.

Metode latihan konvensional dapat

(6)

meter secara signifikan pada siswa putera

SMA Negeri 11 Palembang.

3.

Metode latihan sirkuit memberikan

pengaruh yang lebih efektif dibandingkan

dengan metode latihan konvensional

terhadap kecepatan lari sprint 100 meter

siswa putera SMA Negeri 11 Palembang.

Sedangkan sarang yang dapat diberikan, yaitu:

1.

Guru atau pelatih Atletik di SMA Negeri

11 Palembang agar lebih memberikan

metode latihan sirkuit daripada metode

konvensional dalam usaha meningkatkan

keterampilan kecepatan lari sprint 100

meter.

2.

Siswa SMA Negeri 11 Palembang agar

lebih sering berlatih dan terus memotivasi

diri untuk meningkatkan kemampuan lari

sprint 100 meter.

3.

Institusi yang terkait khususnya SMA

Negeri 11 Palembang agar lebih

memperhatikan fasilitas sarana dan

prasarana olahraga untuk meningkatkan

prestasi dalam bidang olahraga.

4.

Bagi penelitian selanjutnya agar lebih

dalam mengkaji metode latihan sirkuit yang

dapat meningkatkan kemampuan lari sprint

100 meter daripada metode konvensional.

Daftar Pustaka

[1] E. Kosasih, Olahraga, Teknik dan Program Latihan. Jakarta: Akademika Pressindo, 1985.

[2] G. Wiarto, Atletik. Yogyakarta: Ghara Ilmu, 2013. [3] Harsono, Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam

Coaching. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1988.

[4] M. Djumidar and A. Widya, Belajar Berlatih Gerak-Gerak Dasar Atletik dalam Bermain. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

[5] G. A. Carr, Atletik untuk Sekolah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

[6] D. Z. Sidik, Mengajar dan melatih atletik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

[7] M. Sajoto, Peningkatan & pembinaan kekuatan kondisi fisik dalam olah raga. Semarang: Dahara Prize, 1995. [8] A. Majid, Strategi Pembelajaran. Bandung: Rosda, 2013. [9] T. O. Bompa, Biomotor Abilitis ad The Methodology of

Their Development. Toronto, Ontorio, Canada: Departemen of Physical Education, New York University, 1983.

[10] Syafruddin, Ilmu Kepelatihan Olahraga (Teori dan Aplikasinya Dalam Pembinaan Olahraga). Padang: UNP Press, 2011.

[11] P. Feby, "Pengaruh Metode Latihan Sirkuit dan Metode Konvensional Terhadap Keterampilan Dasar Bola Basket Siswa SMA Negeri 1 Lebong Utara," Magister, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang, Padang, 2014.

[12] M. Yamin, Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.

[13] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2006.

Gambar

Tabel 1. Trancangan Penelitan  Pre-Test
Tabel 2. Rangkuman Uji Normalitas Data

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Banyuasin Tahun Anggaran 2014, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor.. 10.05/PP.I/Disbun-03/2014 Tanggal 08 Juli 2014 dan Surat Penetapan Penyedia

dan mentakwilkannya di atas selainnya, dan menetapkan pada sebagian hukum membunuh dengan diyat yang sempurna dan pada sebagian mereka dengan setengah diyat , dan

[r]

Suatu keadaan dimana permintaan untuk suatu produk atau jasa itu semakin berkurang dari tingkat sebelumnya, dan diperkirakan akan menurun terus jika tidak dilakukan usaha-usaha

Untuk menyelesaikan permasalahan terhadap pengambil alihan dari PT Perwita Karya / pemot Yogyakarta siap menempuh jalur hukum // Asisten Sekretaris Daerah (Assekda) II

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui lokasi terjadinya konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan masyarakat pada tempat yang terbaru mengalami konflik di sekitar

Sukabumi? Hubungan dengan Supervisor Ragam Pekerjaan Otonomi & Independesi Keuntungan Kesempatan Kenaikan Karier Kesempatan Pengembangan Karier Kontribusi