• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PPP MUNCAR, BANYUWANGI SAFIRA ZAKIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PPP MUNCAR, BANYUWANGI SAFIRA ZAKIAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU

MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KOMPOSISI

HASIL TANGKAPAN DI PPP MUNCAR, BANYUWANGI

SAFIRA ZAKIAH

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru melalui Suhu Permukaan Laut dan Komposisi Hasil Tangkapan di PPP Muncar, Banyuwangi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2015

Safira Zakiah NIM C44110004

(4)

ABSTRAK

SAFIRA ZAKIAH. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Komposisi Hasil Tangkapan di PPP Muncar, Banyuwangi. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan TRI WIJI NURAINI.

Ikan lemuru (Sardinella Sp) merupakan salah satu ikan pelagis yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Ikan lemuru mempunyai potensi yang tinggi di perairan Selat Bali, dan sebagian besar didaratkan di PPP Muncar. Daerah penangkapan ikan potensial dipengaruhi oleh faktor oseanografi, salah satunya suhu permukaan laut (SPL). Sebaran SPL di perairan Selat Bali berkisar antara 27-30ºC dengan suhu rata-rata sebesar 29,16ºC. Pada bulan Februari 2015 jenis lemuru yang dominan tertangkap di PPP Muncar kategori protolan (ukuran panjang lemuru 11-15cm). Secara uji korelasi SPL tidak berkorelasi dengan jumlah hasil tangkapan ikan lemuru. Sebaran daerah penangkapan ikan lemuru diduga berdasarkan dua indikator, yaitu CPUE dan ukuran panjang hasil tangkapan. Daerah penangkapan lemuru tersebar di seluruh perairan Selat Bali. Keseluruhan daerah penangkapan lemuru di perairan Selat Bali pada bulan Februari 2015 menunjukkan kategori tidak layak tangkap.

Kata kunci: Daerah penangkapan ikan, lemuru, Selat Bali, SPL.

ABSTRACT

SAFIRA ZAKIAH. Forecasting of Lemuru Fishing Ground through Sea Surface Temperature Analysis and Catch Composition in PPP Muncar, Banyuwangi. Supervised by DOMU SIMBOLON and TRI WIJI NURAINI.

Lemuru (Sardinella sp) is a pelagic fish that has a fairly high economic value. Lemuru have a high potential in the water of the Strait of Bali are mostly landed in the PPP Muncar. Fishing ground potentially affected by oceanographic factor, one of which is sea surface temperature (SST). SST distribution in the water of the Strait of Bali ranges from 27-30ºC with an average was 29,16ºC. In February 2015 the dominant type of lemuru caught at PPP Muncar was protolan category (length of lemuru 11-15cm). SST was not correlated to the result of numbers of caught lemuru. The distribution of fishing areas lemuru allegedly based on two indicators, there are CPUE and measure in length of caught fishes. Lemuru fishing area spread out across the Strait of Bali. All of lemuru fishing ground in the Strait of Bali in February 2015 indicates a category illegal size catching.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU

MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KOMPOSISI

HASIL TANGKAPAN DI PPP MUNCAR, BANYUWANGI

SAFIRA ZAKIAH

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februai 2015 ini ialah daerah penangkapan ikan lemuru, dengan judul Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Komposisi Hasil Tangkapan di PPP Muncar, Banyuwangi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir Domu Simbolon, MSi dan Dr Ir Tri Wiji Nuraini, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian dan pengerjaan skripsi ini.

2. Dr Mustarudin, STP selaku dosen penguji dan Dr Mochammad Riyanto, SPi MSi yang telah memberikan masukan dan saran.

3. Seluruh pihak PPP Muncar, TPI Muncar, serta keluarga Shinta Wulandha Y, dan keluarga Prisca Prahastin, dan Lukman Nurfaqih yang membantu selama proses penelitian.

4. Ayah (Muhammad Kholid), Ibu (Nenden Yuhaeni), Kakak (Lina Nabulsi), dan Adik (Mullah Ali Al-Ghari) atas segala dukungan dan waktu yang telah diberikan serta seluruh keluarga yang banyak memberikan doa.

5. Keluarga PSP 48 atas kebersamaan dan persahabatan selama ini.

6. Sahabat cantik seperjuangan dari SMA Annisa Prisilia Alifasari, Ressa Yasmine Herlambang, Desi Ratnaningsih, dan Ikeu Damayanti.

7. Sahabat kosan Harmoni , Suci, Lita, Rara, Azizah, Regina, Nia, Ida.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Penelitian Terdahulu ... 2 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 3 METODE ... 3

Waktu dan Tempat Penelitian ... 3

Jenis dan Sumber Data ... 3

Metode Pengumpulan Data ... 4

Analisis Data ... 5

Suhu Permukaan Laut ... 5

Metode Variabilitas... 5

Komposisi Hasil Tangkapan ... 6

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan ... 7

Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Jumlah Tangkapan Lemuru di PPP Muncar ... 9

Ukuran Panjang Ikan Lemuru yang Tertangkap di PPP Muncar ... 12

Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Selat Bali ... 15

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan Lemuru ... 17

Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Lemuru di Selat Bali ... 20

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 23

DAFTAR PUSTAKA ... 23

LAMPIRAN ... 27

(10)

DAFTAR TABEL

1 Penilaian indikator DPI ... 7

2 Nilai skoring (pembobotan) menurut ukuran panjang ikan lemuru ... 8

3 Nilai skoring (pembobotan) menurut nilai CPUE ikan lemuru ... 8

4 Penelitian terdahulu terkait lemuru... 14

5 Zona dan daerah penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali ... 20

6 Penilaian DPI lemuru di perairan Selat Bali ... 21

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian di PPP Muncar ... 3

2 Fluktuasi hasil tangkapan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar ... 9

3 Fluktuasi tangkapan lemuru yang didaratkan di PPP ... 10

4 Fluktuasi CPUE lemuru yang ditangkap dengan purse seine Tahun ... 12

5 Sebaran ukuran panjang ikan lemuru yang tertangkap pada bulan Februari 2015 di PPP Muncar ... 13

6 Presentase sampel ikan lemuru layak tangkap dan tidak layak ... 14

7 Sebaran SPL di perairan Selat Bali pada bulan Februari 2015 ... 16

8 Sebaran SPL Tahun 2010-2014 di perairan Selat Bali ... 16

9 Hubungan hasil tangkapan lemuru dengan SPL harian pada ... 17

10 Fluktuasi lima tahun SPL di perairan Selat Bali dan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar ... 19

11 Peta sebaran daerah penangkapan ikan lemuru di Selat Bali ... 21

D

AFTAR LAMPIRAN

1 Ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar ... 28

2 Sebaran harian suhu permukaan laut di perairan Selat Bali ... 29

3 Perhitungan standar deviasi dan varian SPL harian dan tahunan ... 32

4 Hubungan antara SPL dan hasil tangkapan harian bulan Februari 2015 ... 35

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lemuru (Sardinella sp) merupakan jenis ikan pelagis kecil yang banyak dijumpai di perairan Indonesia khususnya di perairan Selat Bali. Ikan lemuru merupakan sumberdaya perikanan yang sangat penting dan spesifik diperairan Selat Bali karena mempunyai peran terhadap usaha dan kegiatan ekonomi masyarakat daerah setempat (Rizkawati 2009). Salah satu tempat pendaratan ikan lemuru terdapat di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

PPP Muncar merupakan salah satu tempat pendaratan ikan lemuru (Sardinella sp) paling utama di Jawa Timur. Unit penangkapan ikan lemuru yang berada di PPP Muncar yaitu purse seine, payang, dan bagan. Purse seine merupakan alat tangkap yang paling diminati nelayan di Muncar (Inaya 2004).

Sumberdaya ikan lemuru adalah sumberdaya ikan yang paling dominan dieksploitasi oleh nelayan yang bermukim di sekitar Selat Bali. Nelayan lemuru di PPP Muncar sebagian besar melakukan operasi penangkapan di perairan Selat Bali. Adapun parameter atau faktor-faktor osenografi yang mempengaruhi keberadaan ikan lemuru, seperti jumlah konsentrasi klorofil-a, dan suhu permukaan laut (SPL). Pengukuran atau pengamatan parameter oseanografi dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu secara langsung (in-situ) dan secara tidak langsung (ex-situ). Pengamatan langsung (in-situ) dilakukan dengan cara langsung ke lapang untuk mengambil data, sedangkan pengambilan data secara tidak langsung (ex-situ) dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh (Surini 2012).

Hasil tangkapan nelayan lemuru di PPP Muncar semakin menurun beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2009 total hasil tangkapan lemuru mencapai 28.446.134 kg, namun pada tahun 2013 menurun drastis menjadi 4.082.081 kg (PPP Muncar 2014), sehingga nelayan harus menambah jumlah jam melaut mereka. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya pemakaian BBM dan perbekalan melaut. Salah satu faktor meningkatnya jumlah jam trip nelayan karena sebagian besar nelayan lemuru di PPP Muncar selama ini melakukan operasi penangkapan ikan berdasarkan insting atau teknik berburu. Oleh karena itu, operasi penangkapan ikan tidak efektif dan efisien. Hasil tangkapan yang diperoleh tidak dapat diprediksi dengan tepat karena nelayan tidak mengetahui perubahan parameter oseanografi yang dapat mempengaruhi dinamika daerah penangkapan ikan lemuru yang potensial.

Daerah penangkapan ikan potensial dapat diketahui dengan mencari informasi mengenai parameter oseanografi yang disukai oleh ikan lemuru, sehingga nantinya dapat menghemat biaya operasional penangkapan ikan dan mencegah terjadinya penangkapan ikan dengan ukuran illegal size. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui parameter oseanografi, khususnya suhu perairan laut yang berkaitan erat dalam menentukan daerah penangkapan ikan lemuru yang potensial. Penelitian di PPP Muncar terkait lemuru sudah banyak dilakukan sebelumnya, antara lain produktivitas perikanan lemuru (Perdana 2012), pendugaan hasil tangkapan ikan lemuru (Inaya 2004), tingkat

(12)

2

pemanfaatan dan pola musim penangkapan ikan lemuru (Wahyudi 2010). Penelitian mengenai pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru (Sardinella Sp) melalui analisis suhu permukaan laut dan komposisi hasil tangkapan di PPP Muncar belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian mengenai pendugaan daerah penangkapan ikan lemuru dengan mengetahui suhu permukaan laut perlu dilakukan.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai ikan lemuru di perairan Selat Bali telah banyak dilakukan sebelumnya. Inaya (2004) meneliti pendugaan hasil tangkapan ikan lemuru di PPP Muncar. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil tangkapan lemuru yang akan ditangkap dan didaratkan di PPP Muncar tahun 2003-2006 cenderung menurun. Panjaitan (2009) meneliti hubungan konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan lemuru. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil analisis korelasi silang adanya korelasi positif antara klorofil-a dengan produksi ikan lemuru. Wahyudi (2010) meneliti tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan ikan lemuru. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa musim barat sangat baik untuk melakukan operasi penangkapan lemuru karena sumberdaya melimpah dan sudah layak tangkap. Setyohadi (2011) meneliti pola distribusi suhu permukaan laut dihubungkan dengan kepadatan dan sebaran ikan lemuru. Hasil penelitian tersebut menyatkan bahwa kepadatan ikan lemuru paling banyak ditemukan di paparan Bali dan distribusi suhu permukaan laut berkisar antara 25-31oC. Wujdi et al. (2013) meneliti biologi reproduksi dan musim pemijahan ikan lemuru. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa rasio jenis kelamin betina lebih banyak dibandingkan jantan, dan rata-rata ukuran panjang pertama kali matang gonad ikan lemuru lebih besar daripada ukuran panjang populasi tertangkap, sehingga sebagian besar ikan lemuru tertangkap belum memijah. Musim pemijahan ikan lemuru diprediksi pada bulan September-Oktober atau November. Wujdi (2013) meneliti beberapa parameter populasi ikan lemuru. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa panjang asimptotik ikan lemuru semakin pendek dari tahun ke tahun, dan diperkuat dengan nilai laju mortalitas dan laju eksploitasi mengalami kenaikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:

1 Menentukan sebaran suhu permukaan laut di perairan Selat Bali;

2 Menentukan komposisi (jumlah dan ukuran) hasil tangkapan ikan lemuru (Sardinella sp), serta presentase lemuru layak tangkap atau tidak layak tangkap di PPP Muncar;

3 Menentukan hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan lemuru (Sardinella sp), dan memprediksi daerah penangkapan ikan lemuru (Sardinella sp) di perairan Selat Bali.

(13)

3

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi terkait daerah penangkapan ikan lemuru (Sardinella sp) yang potensial kepada pihak terkait (nelayan dan pemilik kapal). Output yang diperoleh diharapkan mampu menambah pengetahuan daerah penangkapan ikan lemuru, berkaitan dengan variabilitas sebaran suhu permukaan laut.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah pengumpulan data di lapangan yang dilakukan sejak 1 Februari - 28 Februari 2015 di PPP Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur. Tahap kedua ialah men-download dan mengolah data citra sebaran suhu permukaan laut dari situs www.oceancolor.gsfc.nasa.gov yang dilaksanakan dari bulan Maret 2015.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di PPP Muncar

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi informasi jenis ikan yang tertangkap, jumlah ikan yang tertangkap, posisi operasi penangkapan ikan, waktu operasi penangkapan ikan, dan ukuran panjang ikan yang tertangkap. Data primer didapatkan dari

(14)

4

armada penangkapan di PPP Muncar. Data sekunder berupa data suhu permukaan laut yang dapat diunduh pada situs http://www.oceancolor.gsfc. nasa.gov.

Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Metode survei yaitu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada suatu kelompok masyarakat melalui wawancara langsung dan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya berupa kuisioner.

Ikan lemuru di PPP Muncar sebagian besar ditangkap oleh armada purse seine dua kapal yang melakukan pola kerja harian (one day fishing). Objek penelitian ini adalah armada purse seine dua kapal. Seluruh armada yang berada di PPP Muncar disebut populasi (N). Selanjutnya, populasi armada tersebut ditentukan subpopulasi, dan subpopulasi yang diambil adalah armada purse seine dua kapal. Setiap subpopulasi diambil 10% dari jumlah subpopulasi. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari pihak PPP Muncar, menyatakan bahwa kapal purse seine yang beroperasi pada bulan Februari 2015 berjumlah 60 kapal (n1= 60). Jadi, jumlah sampel yang diambil dari kapal purse seine dua kapal sebanyak 6 kapal.

Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Purposive sampling adalah metode sampling yang digunakan oleh peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu didalam pengambilan sampelnya (Arikunto 2009). Dasar pertimbangan penggunaan purposive sampling ini adalah:

1 Kapal sampel beroperasi di daerah penelitian; 2 Kapal sampel beroperasi di laut bebas;

3 Alat penangkapan yang dioperasikan sesuai dengan ikan yang menjadi objek penelitian;dan

4 Pemilik kapal memberikan izin untuk dilakukanya penelitian.

Data primer juga dilengkapi dengan data dan informasi dari sejumlah responden yang berasal dari kapal sampel. Responden yang dipilih ialah nahkoda kapal dan anak buah kapal (ABK) yang mengetahui informasi waktu dan posisi operasi penangkapan ikan, komposisi jumlah dan jenis tangkapan pada setiap posisi dan waktu operasi penangkapan ikan, dan ukuran panjang ikan yang dominan tertangkap. Pengumpulan data ukuran ikan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1 Menyortir hasil tangkapan pada setiap daerah penangkapan ikan berdasarkan jenis atau spesies ikan yang tertangkap;

2 Menentukan jenis atau spesies ikan yang dominan tertangkap pada setiap daerah penangkapan ikan;

3 Mengambil sampel ikan yang dominan tertangkap secara acak untuk diukur panjangnya;

(15)

5

Analisis Data

Suhu Permukaan Laut

Data sekunder suhu permukaan laut diperoleh dengan cara mengunduh data suhu permukaan laut melalui situs http://oceancolor.gsfc.nasa.gov. Selanjutnya, data tersebut diolah untuk memperoleh nilai dan gambaran sebaran suhu permukaan laut di Selat Bali. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengunduh data dari citra Aqua MODIS level 3 komposit 3 harian pada bulan Februari 2015 dan bulanan sejak tahun 2010-2014 dengan resolusi spasial 4 km. Citra Aqua MODIS level 3 merupakan data yang sudah diolah dan sudah memiliki informasi seperti bujur, lintang, daratan, garis pantai, dan nilai estimasi konsentrasi klorofil-a dklorofil-an nilklorofil-ai SPL di perklorofil-airklorofil-an. Pemilihklorofil-an citrklorofil-a Aquklorofil-a MODIS level 3 kklorofil-arenklorofil-a pklorofil-adklorofil-a level ini data citra sudah dikoreksi secara geometrik dan radiometrik. Data yang dipilih dengan format HDF (Hierarchical Data Format) merupakan data yang tampilannya sudah datar (flat). Data yang telah diunduh, diekstrak terlebih dahulu sebelum diolah menggunakan software SeaDAS.

Langkah selanjutnya yaitu mengolah data SPL ke dalam software SeaDAS untuk meng-croping lokasi penelitian, yaitu perairan Selat Bali. Titik ordinat lokasi penelitian yaitu 08º10’00”- 09º00’00” LS dan 114º00’00”- 115º10’00” BT. Hasil output yang diinginkan berupa data dalam format American Standard Code of Information Interchange (ASCII) atau disingkat asc* yang didalamnya terdapat data bujur, lintang, dan nilai suhu permukaan laut.

Proses selanjutnya, data output dari SeaDAS dalam bentuk ASCII diolah kembali menggunakan software Microsoft Excel 2010. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan nilai tutupan awan dan daratan, sehingga yang tersisa hanya nilai sebaran SPL di perairan. Selanjutnya membuat peta sebaran SPL dengan menggunakan software Surfer 10 untuk memperoleh data spasial sebaran SPL beserta garis konturnya. Nilai estimasi SPL yang diperoleh kemudian dideskriptifkan dalam bentuk grafik yang selanjutnya dianalisis menurut waktu operasi penangkapan.

Metode Variabilitas

Varian atau keragaman data merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menjelaskan homogenitas kelompok data. Variabilitas atau keragaman data (sampel) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono 2011):

1 ) ( 2 1 2   

  n x x s i n i 2 s s % 100 . x s Kv Keterangan : s2 : ragam contoh s : simpangan baku xi : data ke-i

(16)

6

x : rata-rata

Kv : koefisien variasi

Komposisi Hasil Tangkapan

Sampel ikan lemuru yang digunakan adalah lemuru yang ditangkap oleh purse seine. Data hasil tangkapan lemuru meliputi panjang cagak ikan, waktu, dan posisi operasi penangkapan ikan. Hasil tangkapan yang diperoleh dari masing-masing sampel selama penelitian digabung untuk menganalisis komposisi hasil tangkapan berdasarkan skala penyebaran daerah penangkapan ikan. Hasil tangkapan disajikan menurut nilai catch per unit effort (CPUE) ton per trip dan disajikan dalam bentuk grafik. Nilai CPUE diperoleh dari perbandingan hasil tangkapan dan banyaknya trip purse seine (Prakarsa et al. 2014):

CPUE =

Frekuensi ukuran panjang lemuru disajikan dalam bentuk tabel menurut kelompok ukuran yang diperoleh dengan cara menghitung selang kelas. Penentuan selang kelas menggunakan rumus berikut (Sugiyono 2011):

= 1 + 3,32 Log ( n ) k w c Keterangan K : banyak kelas n : jumlah data c : selang kelas w : wilayah (max-min)

Ukuran hasil tangkapan disajikan menurut ukuran length at first maturity (LM). Ukuran hasil tangkapan dikelompokkan menjadi ikan yang layak tangkap dan tidak layak tangkap. Pengelompokan ini diperoleh dengan cara membandingkan ukuran hasil tangkapan dengan nilai LM. Ukuran lemuru yang sudah matang gonad yaitu mulai ukuran 17,8 cm (Wujdi et al. 2013). Apabila ukuran hasil tangkapan kurang dari LM, maka ikan tersebut dikatakan tidak layak tangkap. Sebaliknya, ukuran hasil tangkapan lebih besar atau sama dengan LM maka ikan dikatakan layak tangkap. Kemudian dihitung presentase lemuru yang layak tangkap dan tidak layak tangkap. Cara menghitung presentase dari ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap adalah (Septiana 2013):

Setelah memperoleh presentase diatas, kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif. Data yang telah diperoleh selanjutnya disajikan dalam bentuk diagram.

(17)

7

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan. Nilai koefisien korelasi berada diantara (-1) – (1). Nilai koefisien korelasi (r) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Sugiyono 2011): 2 2 y x xy rxy

Keterangan:

rxy : Korelasi antara variable x dengan y x : (xi - x

y : (yi - ӯ)

Berdasarkan analisis korelasi terdapat suatu angka yang disebut dengan koefisien determinasi (r2) yang besarnya adalah kuadrat nilai koefisien korelasi. Koefisien ini disebut koefisien penentu, karena varians yang terjadi pada variabel dependen (hasil tangkapan lemuru) dapat dijelaskan melalui varians yang terjadi pada variabel independen (SPL) (Sugiyono 2011).

Jika analisis korelasi menunjukkan bahwa suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan lemuru tidak berkorelasi, maka selanjutnya digunakan analisis deskriptif. Data yang dianalisis secara deskriptif diantaranya data harian dan bulanan selama lima tahun terakhir (2010-2015). Data tersebut disajikan dalam bentuk grafik.

Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan

Daerah penangkapan ikan dapat ditentukan menggunakan metode skoring. Terdapat tiga indikator yang digunakan, yaitu ukuran panjang hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan dan suhu permukaan laut (Tabel 1).

Tabel 1 Penilaian indikator DPI

LM : Length at first maturity

CPUE : Nilai CPUE pada saat penelitian

CPUE rata-rata : Nilai CPUE yang dikutip berdasarkan data nilai produksi beberapa tahun terakhir.

Pendugaan daerah penangkapan ikan berdasarkan indikator ukuran panjang ikan hasil tangkapan diperoleh dengan cara membandingkan panjang ikan dengan LM. Jika panjang ikan yang tertangkap ≥ LM, maka ikan tersebut sudah layak tangkap secara biologis. Daerah penangkapan ikan tersebut dianggap sebagai

Kriteria DPI

Ukuran Ukuran panjang ikan ≥ LM (layak tangkap) Potensial Panjang ikan < LM (tidak layak tangkap) Tidak potensial CPUE CPUE ≥ CPUE rata-rata (tinggi) Potensial

CPUE < CPUE rata-rata (rendah) Tidak potensial

Suhu Suhu optimal potensial Potensial

(18)

8

daerah penangkapan ikan yang baik dan diberi skor 6. Sebaliknya, jika ikan yang tertangkap ≤ LM, maka ikan tersebut belum layak tangkap secara biologis. Daerah penangkapan ikan tersebut dianggap sebagai daerah penangkapan ikan yang tidak potensial dan diberi skor 2 (Tabel 2)

Tabel 2 Nilai skoring (pembobotan) menurut ukuran panjang ikan lemuru

No Ukuran Panjang (cm) Penilaian Bobot

1 x < 17,8 Tidak layak tangkap 6

2 x ≥ 17,8 Layak tangkap 2

Sumber: Modifikasi Simbolon dan Girsang (2009)

Daerah penangkapan ikan berdasarkan indikator jumlah produktivitas hasil tangkapan diduga dengan nilai CPUE. Jika nilai CPUE pada saat penelitian ≥ nilai CPUE rata-rata, maka daerah penangkapan ikan tersebut potensial diberi skor 4. Sebaliknya, jika nilai CPUE pada saat penelitian ≤ nilai CPUE rata-rata, maka daerah penangkapan ikan tersebut tidak potensial. Daerah penangkapan ikan tersebut dianggap sebagai daerah penangkapan ikan yang tidak potensial dan diberi skor 2 (Tabel 3)

Tabel 3Nilai skoring (pembobotan) menurut nilai CPUE ikan lemuru

No CPUE (ton per trip) Penilaian Bobot

1 x < 0,12 Tidak layak tangkap 4

2 x ≥ 0,12 Layak tangkap 2

Sumber: Modifikasi Simbolon dan Girsang (2009)

Pendugaan daerah penangkapan ikan berdasarkan sebaran suhu permukaan laut diduga dengan suhu optimum lemuru. Jika daerah penangkapan ikan didominasi oleh suhu permukaan laut optimum untuk penangkapan, maka daerah penangkapan ikan tersebut dapat dikategorikan sebagai kategori yang potensial (Basuma 2009) dan diberi bobot 4. Sebaliknya, jika daerah penangkapan ikan tidak didominasi oleh suhu permukaan laut optimum untuk penangkapan, maka daerah penangkapan ikan tersebut dapat dikategorikan sebagai kategori yang tidak potensial (Basuma 2009) dan diberi bobot 2. Indikator SPL diawali dengan analisis korelasi antara SPL dengan hasil tangkapan. Jika SPL berkorelasi terhadap hasil tangkapan, maka SPL dapat dijadikan sebagai indikator daerah penangkapan ikan dan ditentukan kisaran suhu optimum untuk penangkapan. Jika SPL tidak memiliki korelasi dengan hasil tangkapan, maka suhu tidak digunakan sebagai indikator daerah penangkapan ikan.

Pemberian bobot pada metode skoring sangatlah subjektif. Perbedaan kriteria CPUE tinggi dan rendah, suhu permukaan laut optimal dan tidak optimal memiliki selisih nilai 2. Sebaliknya, pada kriteria ukuran ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap memiliki selisih nilai yang lebih besar yaitu 4. Perbedaan pemberian skor yang tinggi pada kategori ukuran ikan sangat penting demi keberlanjutan sumberdaya ikan. Memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah besar sangat penting untuk menutupi biaya operasional. Namun, memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah besar dengan ukuran tangkapan ikan yang tertangkap sebagian besar kategori tidak layak tangkap jauh lebih berbahaya. Hal tersebut terkait kelestarian lemuru di masa yang akan datang.

(19)

9 Langkah terakhir dalam penentuan suatu daerah penangkapan ikan ini adalah dengan cara mengelompokkan daerah penangkapan ikan potensial. Kriteria daerah penangkapan ikan berdasarkan ketiga indikator dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

1 Jika tiga indikator menunjukkan potensial, maka daerah penangkapan ikan tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah penangkapan ikan potensial. 2 Jika dua indikator menunjukkan potensial, maka daerah penangkapan ikan

tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah penangkapan ikan potensi sedang. 3 Jika hanya satu indikator menunjukkan potensial, maka daerah penangkapan

ikan tersebut dapat dikategorikan sebagai daerah penangkapan ikan tidak potensial.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Tangkapan Lemuru di PPP Muncar

Ikan lemuru merupakan salah satu hasil tangkapan utama di perairan Selat Bali. Komoditas lemuru berkembang sangat pesat sejak diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin (purse seine) oleh peneliti Lembaga Penelitian Perikanan Laut (LPPL) yang saat ini menjadi Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada tahun 1972. Pesatnya perkembangan komoditas ikan lemuru didukung pula oleh adanya pabrik-pabrik pemindangan, pengalengan ikan, dan pembuatan tepung ikan didekat pusat pendaratan ikan di Muncar dan Pangambengan. Salah satu tempat pendaratan ikan lemuru terbesar di Indonesia adalah PPP Muncar. Nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan lemuru di PPP Muncar sebagian besar merupakan nelayan mini purse seine atau nama lokal lebih dikenal dengan sebutan slerek. Pada umumnya purse seine di PPP Muncar melakukan operasi penangkapan ikan dengan metode two boat system dan pola kerja harian (one day fishing) dengan daerah penangkapan di perairan Selat Bali (Wijaya et al. 2009). Berikut ini merupakan produksi lemuru yang ditangkap oleh kapal purse seine di PPP Muncar pada bulan Februari 2015 (Gambar 2) dan data tangkapan lemuru oleh purse seine pada tahun 2010-2014 (Gambar 3)

Sumber : Data primer

Gambar 2 Fluktuasi hasil tangkapan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar pada bulan Februari 2015

0 5 10 15 20 25 30 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 Cat ch (t on) Tanggal Akusisi

(20)

10

Hasil tangkapan pada bulan Februari 2015 berfluktuasi setiap harinya (Gambar 2). Hasil tangkapan terbanyak terjadi pada tanggal 2 dan 11 Februari. Hal tersebut diduga karena hasil tangkapan hari sebelumnya belum optimal. Pada tanggal 4, 5, dan 6 Februari hasil tangkapan bernilai 0. Hal tersebut disebabkan terjadi puncak bulan terang, sehingga nelayan tidak melakukan operasi penangkapan. Purse seine merupakan salah satu alat tangkap ikan yang mengoperasikan penangkapan ikan dengan metode light fishing, yaitu alat bantu penangkapan ikan yang menggunakan cahaya sebagai atraktor untuk dapat menarik perhatian ikan agar berada di sekitar cahaya (Baskoro dan Effendi 2005). Berdasarkan hal tersebut, metode light fishing pada bulan terang kurang efektif karena ikan menyebar pada saat bulan bersinar terang.

Sumber : PPP Muncar (diolah kembali)

Gambar 3 Fluktuasi tangkapan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar sejak Tahun 2010-2014

Hasil tangkapan lemuru berfluktuasi setiap bulannya selama tahun 2010-2014 (Gambar 3). Tahun 2010 hasil tangkapan ikan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata tangkapan sebesar 703,74 ton. Tahun 2011 hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata tangkapan sebesar 482,531 ton. Tahun 2012 hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan rata-rata tangkapan sebesar 246,366 ton. Tahun 2013 hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan September dengan rata-rata tangkapan sebesar 312,223 ton. Pada tahun 2014 hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan November dengan rata-rata tangkapan sebesar 602,287 ton.

Berdasarkan informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil tangkapan terendah pada tahun 2010 hingga 2014 terjadi pada bulan Juni hingga Agustus. Hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2010 hingga 2013 terjadi pada bulan Januari. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Ridha et al. (2013) dan Indriawati (2000) menyatakan bahwa, tangkapan ikan lemuru pada musim barat lebih besar daripada musim timur. Hal serupa dikatakan pula oleh Wahyudi (2010) bahwa, pada

10 510 1,010 1,510 2,010 2,510

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des

C

at

ch

(t

on)

Hasil tangkapan 2010 Hasil tangkapan 2011 Hasil tangkapan 2012

(21)

11 musim barat (Desember-Februari) sangat baik untuk melakukan penangkapan ikan lemuru. Sumberdaya ikan lemuru melimpah dan sudah layak tangkap pada bulan Desember-Februari. Sebaliknya, pada bulan Maret-November merupakan waktu yang kurang baik dalam mengupayakan operasi penangkapan ikan lemuru. Sumberdaya ikan sedikit dan ukuran ikan belum layak tangkap pada bulan tersebut. Melimpahnya ikan lemuru pada saat musim barat diduga karena melimpahnya zooplankton pada saat musim barat (Desember-Februari) (Khasanah et al. 2013). Ikan lemuru tergolong ikan pemakan plankton, zooplankton menduduki presentase sekitar 90-95,45% dan presentase fitoplankton hanya berkisar 4-9,5% (Pradini 2001). Pergeseran trend terjadi pada tahun 2013 dan 2014, dimana puncak hasil tangkapan terjadi pada bulan September dan November. Penyebab terjadinya pergeseran musim puncak produksi tahunan ikan lemuru di Selat Bali ini secara pasti belum dapat diketahui karena dalam penelitian ini tidak ditelusuri lebih lanjut. Hasil tangkapan tertinggi selama lima tahun terakhir terjadi pada tahun 2010, dan hasil tangkapan terendah terjadi pada tahun 2013. Hal ini diduga karena hasil tangkapan tahun-tahun sebelumnya (2010-2012) sumberdaya ikan lemuru dieksplotasi secara berlebih. Eksploitasi yang berlebih pada tahun-tahun puncak produksi ada kecenderungan akan diikuti penurunan produksi yang sangat tajam pada tahun berikutnya (Inaya 2004) diacu oleh Wahyudi (2010).

Salah satu cara untuk mengetahui suatu perairan mengalami kegiatan penangkapan berlebih (over fishing) adalah dengan mencari nilai catch per unit effort (CPUE). CPUE merupakan unit populasi ikan per jenis alat tangkap dibagi dengan upaya tangkap. Metode ini digunakan untuk menduga besarnya populasi pada kondisi yang situasinya tidak praktis untuk mendapatkan jumlah yang pasti dari individu ikan dalam suatu area (Wijayanto 2008) diacu oleh (Prakarsa et al. 2014). Semakin besar CPUE maka produktivitas sumberdaya ikan meningkat. Sebaliknya, semakin menurun CPUE maka produktivitas sumberdaya ikan menurun. Trend CPUE yang diperoleh dari suatu perairan dapat menggambarkan salah satu indikator tentang stok suatu perikanan. Trend CPUE yang naik merupakan gambaran bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan dapat dikatakan masih pada tahapan berkembang. Trend CPUE yang mendatar merupakan gambaran bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan sudah mendekati kejenuhan upaya. Trend CPUE yang menurun merupakan indikasi bahwa tingkat eksploitasi sumberdaya ikan mengarah kepada suatu keadaan eksploitasi berlebihan yang disebut over-fishing. Berikut grafik fluktuasi CPUE lemuru yang ditangkap dengan purse seine pada tahun 2010-2014 di PPP Muncar (Gambar 4).

Rata-rata nilai CPUE tahun 2010-2014 berturut-turut adalah 0,175 ton per trip, 0,119 ton per trip, 0,061 ton per trip, 0,077 ton per trip, dan 0,158 ton per trip. Nilai CPUE tertinggi terjadi pada bulan Januari 2010 hingga mencapai 0,9 ton per trip. Nilai CPUE terendah terjadi pada bulan Mei 2013 sebesar 0,001 ton per trip. Besarnya nilai CPUE ikan lemuru dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan dan total effort. Nilai CPUE berbanding lurus dengan jumlah produksi lemuru.

Nilai rata-rata CPUE yang dihitung selama lima tahun terakhir, menunjukkan efisiensi produksi terhadap trip nelayan purse seine. Nilai rata-rata CPUE pada tahun 2010-2012 mengalami penurunan tingkat efisiensi, namun meningkat kembali pada tahun 2013-2014. Penurunan nilai CPUE mungkin terjadi karena faktor kondisi oseanografi atau kelebihan kapasitas effort. Namun

(22)

12

demikian, dugaan tersebut perlu diverivikasi lebih lanjut dengan melakukan penelitian lanjutan.

Sumber : PPP Muncar (diolah kembali)

Gambar 4 Fluktuasi CPUE lemuru yang ditangkap dengan purse seine Tahun 2010-2014 di PPP Muncar

Diketahuinya nilai CPUE sejak tahun 2010-2014 diharapkan dapat memberikan informasi kepada pengusaha di bidang pengolahan yang menjadikan ikan lemuru sebagai bahan baku utama. Hal ini bertujuan agar proses produksi dapat terencana dengan bijak. Jika produksi ikan melimpah dan mendapatan bahan baku melebihi kapasitas produksi per hari, dapat disiasati dengan menyimpan bahan baku di dalam cold strorage. Pada musim paceklik lemuru, pengusaha dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dari cold strorage, sehingga kegiatan produksi tetap dapat berlangsung sesuai kapasitas produksi per hari.

Ukuran Panjang Ikan Lemuru yang Tertangkap di PPP Muncar

Ikan lemuru di Selat Bali dapat diklasifikasi menjadi empat kategori berdasarkan ukurannya, yaitu : (1) sempenit (lemuru berukuran panjang < 11 cm); (2) protolan (lemuru berukuran panjang antara 11-15 cm); (3) lemuru (lemuru berukuran panjang 15-18 cm); dan (4) lemuru kucing (lemuru berukuran panjang >18 cm) (Mertha 1992) diacu oleh (Perdana 2012). Menurut Wijaya et al. (2009) musim ikan lemuru di Selat Bali menurut ukurannya dapat dibagi sebagai berikut:

1. Sempenit (<11 cm) pada bulan Agustus sampai Desember; 2. Protolan (11-15cm) pada bulan Januari sampai Desember; 3. Lemuru (15-18cm) pada bulan Mei sampai Desember;

4. Lemuru kucing (>18cm) pada bulan Oktober sampai Desember.

Penelitian yang dilakukan di PPP Muncar pada bulan Februari 2015 diperoleh data ukuran ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar ditunjukan pada Gambar 5 dan Lampiran 1. 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 Ja n A pr Jul O kt Ja n A pr Jul O kt Ja n A pr Jul O kt Ja n A pr Jul O kt Ja n A pr Jul O kt 2010 2011 2012 2013 2014 C P U E (t on/ tr ip) CPUE

(23)

13

Sumber : Data Primer

Gambar 5 Sebaran ukuran panjang ikan lemuru yang tertangkap pada bulan Februari 2015 di PPP Muncar

Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa ukuran ikan lemuru yang dominan tertangkap di PPP Muncar pada bulan Februari 2015 adalah kategori protolan sebanyak 573 ekor (59,7%) dengan panjang cagak atau fork length (FL) ikan lemuru rata-rata tertangkap sebesar 13,1 cm, disusul kategori lemuru sebanyak 209 ekor (21,8%) dengan FL rata-rata tertangkap sebesar 16 cm, selanjutnya kategori sempenit sebanyak 120 ekor (12,5%) dengan FL rata-rata tertangkap sebesar 10,17 cm, dan terakhir adalah kategori lemuru kucing sebanyak 58 ekor (6%) dengan FL rata-rata tertangkap sebesar 19,7 cm. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wijaya et al. (2009) yang menyatakan bahwa musim protolan terjadi pada bulan Januari-Desember.

Berdasarkan penelitian Wujdi et al. (2013) di perairan Selat Bali, ikan lemuru betina matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang cagak 18,9 cm atau pada kisaran 18,4–19,4 cm. Ikan lemuru jantan berada dalam kondisi matang gonad untuk pertama kalinya pada ukuran panjang cagak 17,78 cm. Menurut penelitian Ginanjar (2006) yang dilakukan di perairan Pulau Siberut, ikan lemuru jantan pertama kali matang gonad pada ukuran panjang total 15,3 cm, sedangkan ikan lemuru betina pada ukuran 16,3 cm. Perbedaan tersebut biasa terjadi, karena menurut Nasution (2004) diacu oleh Septiana (2012) kondisi dan letak geografis yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan pada ukuran ikan pertama kali matang gonad untuk spesies ikan yang sama. Acuan panjang lemuru pertama kali matang gonad yang digunakan adalah yang berasal dari perairan yang sama yaitu berkisar antara 17,78–18,4 cm. Berikut ini adalah presentase sampel ikan lemuru yang layak dan tidak layak tangkap di PPP Muncar pada bulan Februari 2015 (Gambar 6).

120 573 209 58 0 100 200 300 400 500 600 700 Sem pe ni t Pro tol an Lem ur u Lem ur u K uci ng Jum lah (e ko r)

(24)

14

Sumber : Data primer

Gambar 6 Presentase sampel ikan lemuru layak tangkap dan tidak layak tangkap pada bulan Februari 2015 di PPP Muncar

Berdasarkan keseluruhan sampel ikan lemuru yang diamati, hanya 9% ikan lemuru yang menunjukkan bahwa ikan lemuru tersebut layak tangkap dan 91% tidak layak tangkap. Salah satu acuan utama dalam menunjukkan ukuran ikan layak tangkap adalah mempunyai ukuran panjang pertama kali matang gonad atau first maturity length. Jika lemuru tidak layak tangkap (illegal size) tertangkap dalam jumlah yang sangat besar dan terus menerus, maka regenerasi lemuru akan berkurang. Hal tersebut dapat mengancam kelestarian sumberdaya lemuru di perairan Selat Bali.

Penelitian terkait ikan lemuru talah banyak dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya terkait jenis lemuru yang dominan tertangkap (Tabel 4), setiap lokasi dan waktu penelitian akan mempengaruhi hasil penelitian. Perbedaan hasil tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya teknologi penangkapan ikan yang digunakan, waktu penelitian, lokasi penelitian, dll.

Tabel 4 Penelitian terdahulu terkait lemuru

Penulis Waktu

Penelitian

Lokasi Penelitian Jenis Dominan Tertangkap Wijayanti

(2000)

September 1989

Selat Bali Sempenit

Tampubolon et al. (2002)

Agustus 1999 Perairan Sibolga Lemuru Kucing Ginanjar (2006) Juni 2004-Mei

2005

Perairan P. Siberut Lemuru Wujdi (2013) Agsutus

2010-Des 2011

Selat Bali Protolan

Kategori lemuru yang dominan tertangkap di setiap lokasi dan waktu penelitian berbeda-beda (Tabel 4). Penelitian di tempat yang sama yaitu di perairan Selat Bali yang dilakukan oleh Wijayanti (2000), bahwa lemuru kategori sempenit yang dominan tertangkap. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian Wujdi (2013), bahwa ikan lemuru kategori protolan yang dominan tertangkap. Penelitian Tampubolon et al. (2002) pada Agustus 1999 di Perairan

Tidak layak tangkap 91% Layak tangkap 9%

(25)

15 Sibolga, bahwa tangkapan lemuru kategori lemuru kucing yang dominan tertangkap. Hal tersebut diduga karena di perairan Sibolga nelayan dominan menggunakan alat tangkap gill net (Sitanggang 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Ginanjar (2006) di perairan Pulau Siberut pada Juni 2004 - Mei 2005 lemuru yang dominan tertangkap kategori lemuru. Hal tersebut diduga karena di perairan Pulau Siberut masyarakat sekitar dominan menggunakan gill net yang diopearsikan sekitar fishing base (Daliyo dan Sudiyono 2009). Gill net merupakan alat tangkap yang memiliki tingkat selektivitas yang cukup tinggi, sehingga ikan lemuru yang dominan tertangkap merupakan lemuru besar.

Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa tangkapan lemuru selain di perairan Selat Bali cenderung lebih besar (kategori lemuru dan lemuru kucing). Di perairan Selat Bali lemuru yang tertangkap adalah lemuru berukuran kecil. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa lemuru yang dominan tertangkap adalah lemuru berukuran kecil kategori protolan pada bulan Februari 2012, kategori sempenit pada bulan April (Wijayanti 2000), dan kategori protolan pada bulan Agustus dan Desember 2010 (Wujdi 2013).

Sebaran Suhu Permukaan Laut di Perairan Selat Bali

Suhu air di perairan Indonesia umumnya berkisar antara 28-31ºC (Nontji 2005). Ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar 98% ditangkap dengan alat tangkap purse seine. Sampel ikan lemuru yang diambil pada saat penelitian ini ditangkap dengan menggunakan purse seine yang melakukan operasi penangkapan ikan pada waktu malam hari. Suhu permukaan laut pada malam hari di perairan Selat Bali bulan Februari 2015 (Gambar 7) berfluktuasi. Suhu perairan pada malam hari berkisar antara 27-30ºC (Lampiran 2) dengan suhu rata-rata sebesar 29,16ºC. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ridha et al. (2013) suhu perairan Selat Bali pada musim barat berkisar antara (27-30ºC).

Nilai varian yang didapatkan pada data sebaran suhu harian pada bulan Februari 2015 sebesar 0,028 (Lampiran 3). Sedangkan koefisien variasi SPL harian sebesar 0,018. Koefisien variasi (Kv) menyatkan perbandingan standar deviasi dengan rata-rata. Semakin kecil nilai Kv maka kelompok data semakin homogen, Kv=0 menandakan setiap elemen data tepat sama (Siregar 2004). Hal tersebut menunjukkan bahwa data SPL yang didapatkan relatif homogen.

Sebaran SPL di perairan Selat Bali dipengaruhi oleh pola musiman yang diakibatkan pergerakan angin muson (Panjaitan 2009). Gambar 8 menunjukkan fluktuasi SPL dari tahun 2010-2014 di perairan Selat Bali. Nilai varian SPL pada tahun 2010-2014 berturut-turut sebesar 1,92, 2,99, 2,33, 2,13, dan 2,1 (Lampiran 3). Nilai Kv pada tahun 2010-2014 berturut-turut sebesar 0,049, 0,064, 0,056, 0,053, dan 0,054. Nilai Kv yang kecil dan mendekati 0 menunjukkan bahwa data SPL sejak tahun 2010-2014 bersifat homogen.

(26)

16

Sumber : oceancolor.gsfc.nasa.gov (diolah kembali)

Gambar 7 Sebaran SPL di perairan Selat Bali pada bulan Februari 2015

Sumber : oceancolor.gsfc.nasa.gov (diolah kembali)

Gambar 8 Sebaran SPL Tahun 2010-2014 di perairan Selat Bali

Nilai SPL musim barat lebih tinggi dibandingkan dengan SPL musim timur (Gambar 8). Nilai SPL mulai naik pada musim peralihan timur-barat (T-B) sejak bulan Oktober, dan nilai SPL mulai menurun pada bulan Juni memasuki musim timur (MT). Kondisi perairan di Selat Bali dipengaruhi oleh dua musim berdasarkan pola pergerakan dan kecepatan angin, yaitu musim timur (Mei-Oktober) dan musim barat (November-April). SPL relatif lebih tinggi di perairan

24 25 26 27 28 29 30 31

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov

MB B-T MT T-B Suhu (º C ) SPL tahun 2010 SPL tahun 2011 SPL tahun 2012 SPL tahun 2013 SPL tahun 2014 27 27.5 28 28.5 29 29.5 30 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 Suhu (º C ) Tanggal ke- SPL Bulan Februari 2015

(27)

17 Selat Bali pada musim barat dan relatif lebih rendah pada musim timur. Hal tersebut terjadi akibat pengaruh dari massa air Samudra Hindia. Pada musim barat di Samudra Hindia berkembang angin muson barat laut yang membawa Arus Pantai Jawa (APJ) (Panjaitan 2009). Menurut Ferita (2006) diacu oleh Panjaitan (2009) APJ dilapisan permukaan membawa suhu yang lebih hangat (lebih dari 27,5ºC). Pada musim timur SPL pada perairan Selat Bali lebih rendah disebabkan terjadi fenomena upwelling yang terjadi pada perairan Selat Bali dimana massa air yang memiliki banyak nutrien dan bersuhu rendah naik keatas permukaan.

Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan Lemuru

Ukuran kapal purse seine yang digunakan di PPP Muncar dapat dikelompokkan menjadi kapal berukuran 5-9 GT, 10-19 GT, dan 20-30 GT. Rata-rata jumlah trip dalam setahun kapal purse seine ukuran 5-9 GT sebanyak 200 trip, 10-19 GT sebanyak 180 trip, dan 20-30 GT sebanyak 165 trip (Wijaya 2009). Ikan lemuru sering disebut juga ikan musiman karena kehadirannya hanya pada saat tertentu saja. Pada saat tanggal 4-7 Februari hasil tangkapan harian bernilai 0 karena terjadi puncak bulan terang bulan, sehingga nelayan tidak melakukan operasi penangkapan (Gambar 9) .

Sumber : Data primer dan oceancolor.gsfc.nasa.gov (diolah kembali) Gambar 9 Hubungan hasil tangkapan lemuru dengan SPL harian pada

bulan Februari 2015

Gambar 9 menginformasikan bahwa ikan lemuru tertangkap di perairan Selat Bali pada suhu berkisar 27,57-29,57ºC, dengan suhu rata-rata sekitar 29,04ºC. Hasil tangkapan terendah terjadi pada tanggal 3 Februari 2015 pada suhu permukaan laut sebesar 29,5ºC. Hasil tangkapan yang rendah pada tanggal 3 Februari 2015 diduga karena tanggal tersebut telah masuk puncak terang bulan. Hasil tangkapan tertinggi terjadi pada tanggal 2 Februari 2015 dengan hasil 26.5 27 27.5 28 28.5 29 29.5 30 0 5 10 15 20 25 30 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 SP L (º C ) H as il t ang k apa n ( ton) Tanggal akusisi Hasil tangkapan SPL

(28)

18

tangkapan sebesar ±25 ton pada suhu permukaan laut sebesar 27,57ºC. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Indrawati (2000) ikan lemuru lebih menyukai daerah perairan dengan suhu berkisar antara 25-29ºC. Hasil penelitian serupa didapatkan oleh Setyohadi (2011), bahwa kepadatan lemuru tertinggi terdapat disuhu perairan 27,96-30,58ºC. Widianto (2001) diacu oleh Setyohadi (2011) menyatakan bahwa ikan lemuru memiliki kecenderungan kelimpahan pada suhu optimum antara 28,20-28,40ºC

Berdasarkan uji analisis korelasi yang dilakukan, nilai koefisien determinasi (r2) yang didapatkan sebesar 0,0096 (Lampiran 4) dan koefisien korelasi (r) yang didapatkan sebesar 0,098. Menurut Mishbahuddin dan Hasan (2013) nilai r pada range 0 < r < 0,2 menunjukkan korelasi sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pada variabel hasil tangkapan lemuru hanya 0,96% ditentukan oleh SPL, dan 99,04% oleh faktor lain. Salah satu faktor penyebab sangat rendahnya korelasi antara SPL dan hasil tangkapan disebabkan oleh data suhu yang homogen. Penelitian ini seusai dengan hasil penelitian Setyohadi (2011) mengatakan bahwa suhu permukaan laut tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan hasil tangkapan. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syihab et al. (2014). Menurut Syihab et al. (2014) hasil tangkapan lemuru dengan SPL memiliki korelasi yang tinggi berdasarkan variasi garis lintang.

Berdasarkan uji statistik menunjukkan tidak berkorelasi antara SPL dengan hasil tangkapan menggunakan analisis korelasi. Selanjutnya, akan dilakukan metode lain dalam menganalisis hubungan antara SPL dan hasil tangkapan yaitu dengan menggunakan analisis deskriptif dengan cara overlay sebaran nilai variabel SPL dan hasil tangkapan sejak tahun 2010-2014 dalam bentuk grafik. Berikut grafik nilai SPL dan hasil tangkapan lemuru sejak tahun 2010-2014 di perairan Selat Bali (Gambar 10).

Suhu merupkan salah satu faktor oseanografi yang mencirikan massa air dilautan. Pola distribusi suhu permukaan laut dapat digunakan untuk mengidentifikasi parameter-parameter laut seperti arus laut, upwelling, dan front. Tahun 2010-2014 suhu permukaan laut pada saat musim barat lebih tinggi dibandingkan musim timur. Menurut penelitian Wijayanti (2000) pada musim timur suhu tidak akan melebihi 27ºC, dan di musim barat suhu selalu berada diatas 27ºC. Perbedaan suhu antara musim timur dan barat bisa mencapai 4ºC (Panjaitan 2009). Perubahan SPL tidak diikuti oleh suatu pola perubahan tangkapan lemuru (Gambar 10). Hal tersebut mengindikasikan bahwa SPL tidak berpengaruh terhadap jumlah tangkapan lemuru di perairan Selat Bali. Namun, ikan lemuru yang tertangkap berada pada suhu optimum yaitu berkisar antara 27,96-30,58ºC (Setyohadi 2009).

Simbolon (2008) menyatakan bahwa pengaruh suhu perairan terhadap sebaran ikan sangat tergantung pada variabilitas suhu itu sendiri. Jika sebaran suhu perairan masih berada pada kisaran nilai yang dapat ditoleransi ikan, maka suhu perairan umumnya tidak berpengaruh secara nyata terhadap keberadaan ikan. Kondisi inilah yang diduga terjadi pada penelitian ini, sehingga SPL tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan ikan lemuru.

(29)

19

Sumber : PPP Muncar dan oceancolor.gsfc.nasa.gov (diolah kembali) Gambar 10 Fluktuasi lima tahun SPL di perairan Selat Bali dan hasil tangkapan

ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar

Beberapa penelitian juga menunjukkan hasil tidak signifikan antara SPL dengan hasil tangkapan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Simbolon et al. (2009) untuk jenis ikan cakalang yang dilakukan di Teluk Palabuhanratu. Hubungan antara SPL dengan hasil tangkapan tidak erat, namun SPL mempengaruhi ukuran ikan cakalang yang tertangkap. Ukuran cakalang yang kecil lebih dominan tertangkap pada suhu yang tinggi sedangkan cakalang ukuran besar tertangkap pada suhu yang tinggi dan rendah. Hasil serupa diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2009)A untuk jenis ikan tongkol

22 24 26 28 30 32 0 1,000 2,000 3,000 4,000 SP L ( ºC ) C atch ( to n ) 2010 22 24 26 28 30 32 0 1,000 2,000 3,000 4,000 SP L ( ºC ) C atch ( to n ) 2010-2011 22 24 26 28 30 32 0 1,000 2,000 3,000 4,000 SP L ( ºC ) C atch ( to n ) 2011-2012 22 24 26 28 30 32 0 1,000 2,000 3,000 4,000 SP L ( ºC ) C atch ( to n ) 2012-2013 22 24 26 28 30 32 1,000 2,000 3,000 4,000

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov

MB B-T MT T-B SP L ( ºC ) C atch ( to n ) 2013-2014

(30)

20

berlokasi di perairan Binuangeun, Banten, suhu permukaan laut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dan ukuran panjang ikan tongkol. Namun, tidak semua penelitian menunjukkan hasil bahwa suhu permukaan laut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Penelitian yang dilakukan Rizkawati (2009) suhu permukaan laut berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap hasil tangkapan ikan tenggiri di perairan Indramayu, Jawa Barat. Hasil yang sama juga didapatakan oleh penelitian Adnan (2010) bahwa hubungan SPL dengan hasil tangkapan ikan tongkol cukup erat di perairan Kalimantan Timur.

Perbedaan hasil penelitian di atas dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya perbedaan spesies dan sifat data (homogen atau heterogen). Pada umumnya data yang bersifat homogen akan menghasilkan korelasi negatif antar variabel. Setiap spesies masing-masing memiliki perbedaan tingkat toleransi terhadap suhu perairan yang berbeda-beda, seperti stadium larva genus Auxis mempunyai toleran terhadap kisaran suhu yang luas, yaitu 21,6-30,5ºC, sedangkan pada ikan dewasa kisaran suhu antara 27-27,9ºC (Ismajaya 2007).

Penyebaran Daerah Penangkapan Ikan Lemuru di Selat Bali

Daerah penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali tersebar mulai dari 8º10’00” - 9º10’00”LS dan 114º00’00”-115º10’00” BT (Indrawati 2000). Daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan dimana alat tangkap dapat dioperasikan secara sempurna untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada di dalamnya (Simbolon 2009)B. Wujdi et al. (2013) mengatakan bahwa daerah penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali dibagi dalam tujuh zona (Tabel 5). Zona VII merupakan daerah penangkapan ikan lemuru khusus alat tangkap bagan, sehingga zona VII tidak dicantumkan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Zona dan daerah penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali

DPI Daerah

I Karang Ente, Tanjung Pasir, Ujung Angguk

II Sembulungan, Anyir, Watu Layar, Sekeben, Senggrong, Klosot, Prepat, Lampu Kelip, Kapal Pecah

III Blimbing Sari, Bomo IV Pengambengan, Kayu Gede

V Bukit, Benoa, Jimbaran, Pemancar

VI Grajagan, Pancer, Watu Loro (Samudra Hindia)

Waktu yang diperlukan untuk mencapai daerah penangkapan ikan sekitar 2-3 jam, adapun jarak terjauh dari PPP Muncar ke daerah pennagkapan ikan kurang lebih sejauh 18-116 km (11-72 mil) dan jarak terdekat kurang lebih sejauh 18 km (11 mil) (Inaya 2004). Pendugaan derah penangkapan ikan menggunakan metode skoring. Daerah penangkapan ikan lemuru diduga dari tiga indikator, yaitu ukuran panjang ikan lemuru yang dominan tertangkap, SPL, dan CPUE di perairan Selat Bali. SPL tidak berkorelasi atau tidak signifikan dengan hasil tangkapan, maka hanya dua indikator yang digunakan yaitu ukuran panjang ikan dan CPUE (Tabel 6). Ukuran kategori lemuru layak tangkap yaitu mulai ukuran 17,8 cm (Wujdi

(31)

21 2013), jika ikan lemuru dominan tertangkap berukuran panjang >17,8 cm maka dikategorikan layak tangkap begitupun sebaliknya. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh, nilai CPUE rata-rata lima tahun terakhir (2010-2014) sebesar 0,12 ton per trip, jika CPUE suatu DPI > 0,12 ton per trip maka dikategorikan DPI potensial begitupun sebaliknya. Berikut tabel penilaian DPI lemuru di perairan Selat Bali (Tabel 6).

Tabel 6 Penilaian DPI lemuru di perairan Selat Bali DPI

Indikator DPI

Kategori DPI CPUE (ton per trip) Panjang Total Lemuru (cm)

Nilai Bobot Nilai Bobot Bobot Total Kategori

1 2,888 4 14,43 2 6 TP 2 4,078 4 14,58 2 6 TP 3 2,175 4 14,65 2 6 TP 4 5,924 4 14,29 2 6 TP 5 2,15 4 14,24 2 6 TP 6 1,625 4 14,35 2 6 TP

Sumber : Data primer (diolah kembali)

Berdasarkan Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa daerah penangkapan lemuru di seluruh perairan Selat Bali untuk alat tangkap purse seine menunjukkan kategori tidak potensial (TP). Berikut ini adalah peta daerah penangkapan lemuru di perairan Selat Bali (Gambar 11).

(32)

22

Berdasarkan Gambar 11 dapat disimpulkan bahwa DPI lemuru menyebar di seluruh perairan Selat Bali, namun dari keenam DPI tidak ada yang menunjukkan DPI potensial. Jika diamati kembali pada DPI I, II, dan IV memiliki nilai CPUE yang tinggi, namun disebabkan ikan lemuru yang dominan tertangkap tidak layak tangkap menyebabkan keempat DPI tersebut menjadi DPI tidak potensial. Menentukan ukuran ikan layak dan tidak layak tangkap pada kategori ukuran ikan sangat penting demi keberlanjutan sumberdaya ikan. Jika ikan lemuru belum matang gonad banyak yang tertangkap dalam skala besar terus menerus, maka tingkat perkembangbiakkan lemuru akan menurun dan pada akhirnya ikan lemuru di perairan Selat Bali akan punah. Hal tersebut terlihat dari nilai CPUE yang semakin menurun dan panjang asimptotik lemuru yang semakin pendek setiap tahunnya yang menunjukkan telah terjadi tekanan penangkapan yang tinggi terhadap perikanan lemuru, sehingga ukuran populasi ikan yang tertangkap semakin kecil dari tahun ke tahun (Wujdi 2013). Suhu permukaan laut tidak menunjukkan hubungan yang erat dengan hasil tangkapan. Hal lain dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, seperti faktor oseanografi maupun faktor teknis penangkapan.

Banyaknya ikan lemuru belum matang gonad yang tertangkap diduga karena kecilnya ukuran mesh size purse seine yang digunakan yaitu sebesar 1 inci, sehingga ikan lemuru yang belum matang gonad banyak yang tertangkap. Melihat kondisi sumberdaya lemuru yang sudah semakin menurun dan semakin mengkhawatirkan, maka perlu adanya peraturan dari pemerintah terkait penangkapan lemuru di Selat Bali. Berdasarkan informasi sebelumnya, bahwa lemuru kategori protolan terdapat di Selat Bali sepanjang musim, sedangkan lemuru jenis protolan belum matang gonad. Salah satu peraturan yang harus dibuat adalah mengubah ukuran mesh size purse seine yang digunakan sesuai dengan ukuran lemuru layak tangkap. Menurut Wujdi et al. (2013) musim pemijahan ikan lemuru diprediksi dimulai pada bulan September hingga Oktober atau November berlokasi dibagian selatan perairan Selat Bali. Sebaiknya pemerintah daerah dan stakeholders terkait menyadari sepenuhnya bahwa intensitas penangkapan di kawasan tersebut dikurangi, sehingga dapat menghindari hasil tangkapan yang berukuran illegal size tertangkap. Dengan demkian, kelestarian lemuru dapat terjaga.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Suhu permukaan laut di perairan Selat Bali pada bulan Februari 2015 berkisar antara 27-30ºC dengan suhu rata-rata sebesar 29,16ºC.

2. Hasil tangkapan lemuru dominan di perairan Selat Bali pada bulan Februari 2015 adalah kategori protolan (panjang 11-15cm) sebanyak 573 ekor (59,7%), kategori lemuru (panjang 15-18 cm) sebanyak 209 ekor (21,8%), kategori sempenit (panjang < 11cm) sebanyak 120 ekor (12,5%), dan kategori lemuru kucing (panjang > 18cm) sebanyak 58 ekor (6%). Tangkapan lemuru pada

(33)

23 bulan Februari 2015 didominasi oleh kategori tidak layak tangkap, yaitu sebanyak 91% dan hanya 9% yang termasuk kedalam kategori layak tangkap. 3. Suhu permukaan laut tidak berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan ikan lemuru (Sardinella sp) di perairan Selat Bali. Daerah penangkapan ikan lemuru menyebar di seluruh perairan Selat Bali pada bulan Februari 2015, tetapi daerah penangkapan tersebut termasuk dalam kategori tidak potensial.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa saran yang diajukan: 1. Diperlukannya penelitian selanjutnya terkait hasil tangkapan lemuru pada

seluruh musim penangkapan agar potensi lemuru di perairan Selat Bali dapat diamati di musim yang berbeda;

2. Diperlukannya peraturan berkaitan pengaturan jumlah alat tangkap yang beroperasi di perairan Selat Bali dan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan;

3. Mengganti mesh size jaring purse seine dengan ukuran lemuru layak tangkap.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Adnan. 2010. Analisis Suhu Permukaan Lautdan Klorofil-a Data INDERAJA Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthyunus affinis) di Perairan Kalimantan Timur. Jurnal Amanisal PSP-FPIK Unpati-Ambon. 1(1): 1-12. ISSN. 2085-5109.

Baskoro M, Effendi A. 2005. Tingkah Laku Ikan Hubungannya dengan Metode Pengoperasian Alat Tangkap Ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Basuma T. 2009. Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Berdasarkan Pendekatan Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di Perairan Binuangeun, Banten [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Daliyo, Sudiyono. 2009. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mentawai. Coral Reef Rehabilitation and Management Program. Jakarta (ID). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Ginanjar M. 2006. Kajian Reproduksi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Perkembangan Gonad dan Ukuran Ikan dalam Penentuan Musim Pemijahan di Perairan Pantai Timur Pulau Siberut [Tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Inaya I. 2004. Pendugaan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru yang Didaratkan di PPI Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

(34)

24

Indrawati A. 2000. Studi tentang Suhu Permukaan Laut Hasil Pengukuran Satelit Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru yang Didaratkan di PPP Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur [Tesis]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Ismajaya. 2006. Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan Ikan Tongkol di Perairan Teluk Palabuhanratu Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Khasanah RI, Herawati EY, Sartimbul A. 2013. Kelimpahan dan Keanekaragaman Plankton di Selat Bali. Jurnal Ilmu Kelautan. 18(4): 193-202. ISSN: 0853-7291.

Misbahuddin, Hasan I. 2013. Analisis Data Penelitian dengan Statistik edisi ke-2. Jakarta (ID): Bumi Aksara.

Nontji A. 2005. Laut Nusantara (ed.rev.cet.4). Jakarta (ID): Djambatan.

Panjaitan RJA. 2009. Variabilitas Konsentrasi Klorofil-A dan Suhu Permukaan Laut dari Citra Satelit Aqua MODIS serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Lemuru di Perairan Selat Bali [Skripsi]. Bogor (ID); Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Perdana TW. 2012. Produktivitas Perikanan Lemuru di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

[PPP] Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar. 2014. Laporan Tahunan Kantor Pelabuhan Perikanan Muncar Banyuwangi Tahun Anggaran 2014. Banyuwangi (ID): Dinas Perikanan dan Kelautan Pemerintah Propinsi Jawa Timur.

Pradini S, MF Rahardjo, R Kaswidji. 2001. Kebiasaan Makan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 1(1): 41-45. ISSN: 1693-0339.

Prakarsa G, Boesono H, Ayunita NND. 2014. Analisis Bioekonomi Perikanan untuk Cumi-Cumi (Loligo sp) yang Tertangkap dengan Cantrang di TPI Tanjungsari Kabupaten Rembang. Journal of Fisherises Utilization Management and Technology. 3(2): 19-28.

Ridha U, Muskananfola MR, Hartoko A. 2013. Analisa Sebaran Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Berdasarkan Data Satelit Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a di Perairan Selat Bali. Diponogoro Journal Of Maquares. 2(4): 53-60.

Rizkawati R. 2009. Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Septiana E. 2013. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Lampung [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

(35)

25 Setyohadi D. 2009. Studi Potensi dan Dinamika Stok Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Selat Bali serta Alternatif Penangkapannya. Jurnal Perikanan. Volume XI: halaman 76-78. ISSN: 0853-6384.

Setyohadi D. 2011. Pola Distribusi Suhu Permukaan Laut Dihubungkan dengan Kepadatan dan Sebaran Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Hasil Tangkapan Purse Seine di Selat Bali. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1(2): 72-139.

Simbolon D. 2008. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Berdasarkan Pendekatan Suhu Permukaan Laut Deteksi Satelit dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Palabuhanratu. Jurnalitbangda NTT, Kupang. 4(1): 23-30. Simbolon D, Purwangka F, Harahap H. 2009. Optimasi Perikanan Pukat Cincin di

Perairan Sibolga, Sumatera Utara. Buletin PSP. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (ID): Institut Pertanian Bogor.

Simbolon D(A). 2009. Analisis Hasil Tangkapan dan Suhu Permukaan Laut, Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol (Auxis thazard) di Perairan Binuangeun, Banten. Jurnal Ilmiah Satya Negara Indonesia. 2 (2): 41-48.

Simbolon D (B). 2009. Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan sebagai Salah Satu Faktor Penentu Keberhasilan Operasi Penangkapan Ikan. Buletin PSP. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (ID): Institut Pertanian Bogor.

Simbolon D, Mario L. 2009. Exploration of Skip Jack Fishing Ground Through Sea Surface Temperature and Catches Composition Analyzes in Palabuhanratu Bay Waters. Journal of Coastal Development. 15 (2): 225-233. ISSN: 1410-5217.

Simbolon D, Girsang HS. 2009. Hubugan Antara Kandungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Tongkol di Daerah Penangkapan Ikan Perairan Pelabuhanratu. Jurnal Lit. Perikanan. 15 (4): 297-305.

Siregar S. 2004. Statistik Terapan untuk Penelitian. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sitanggang DO. 2015. Evaluasi Daerah Penangkapan Ikan melalui Analisis Hasil Tangkapan di Perairan Sibolga, Sumatera Utara [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta.

Surini. 2013. Variabilitas Suhu Permukaan Laut Kaitannya dengan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Teluk Lampung [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Syihab DM, Muhammad Z, Agus ADS. 2014. Hubungan Antara Konsentrasi Klorofil-A dan Suhu Permukaan Laut Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) di Selat Bali Berdasarkan Citra Satelit. Jurnal Oseanografi. 3(3): 309-316.

Tampubolon RA, Sukimin S, Rahardjo MF. 2002. Aspek Biologi dan Pertumbuhan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps C.V.) di Perairan Teluk Sibolga. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 2(1): 1-7.

(36)

26

Wahyudi H. 2010. Tingkat Pemanfaatan dan Pola Musim Penangkapan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Wijaya RA, Koeshendrajana S. 2009. Kajian Excess Capacity Pengelolaan Perikanan Lemuru di Selat Bali. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Wijayanti D. 2000. Pendugaa Distribusi Ikan Lemuru (Sardinella sp) di Perairan Selat Bali dengan Menggunakan Metode Akustik pada Bulan September 1998 [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Wujdi A. 2013. Beberapa Parameter Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali. Jurnal Widya Riset Perikanan Tangkap. 16 (2): 211-218. Wujdi A, Suwarso, Wudianto. 2012. Hubungan Panjang, Bobot, Faktor Kondisi,

dan Struktur Ukuran Ikan Lemuru Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Bali. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap. 4 (2): 83-89. ISSN 1907-8226.

Wujdi A, Suwarso, Wudianto. 2013. Biologi Reproduksi dan Musim Pemijahan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Bleeker, 1853) di Perairan Selat Bali. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap. 5 (1): 49-57.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di PPP Muncar
Gambar 2 Fluktuasi hasil tangkapan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar  pada bulan Februari 2015
Gambar 3 Fluktuasi tangkapan lemuru yang didaratkan di PPP  Muncar sejak Tahun 2010-2014
Gambar 4 Fluktuasi CPUE lemuru yang ditangkap dengan purse seine Tahun   2010-2014 di PPP Muncar
+6

Referensi

Dokumen terkait

(Widya:2005). 4) Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara parsial variabel product, price dan place mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Sehubungan dengan selesainya Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Belanja Modal yang dikelola Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2012 melaksanakan Pemilihan

Selama kunjungan tersebut, dilakukan pendekatan secara kekeluargaan yaitu dengan melakukan obrolan-obrolan ringan dengan keluarga Ibu Ni Nengah Samia mengenai program KKN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

Pengendalian kualitas penting untuk dilakukan bagi perusahaan agar pada nantinya produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan spesifikasi yang telah di tetapkan dan dapat

12 Agustus 2011, maka dengan ini diumumkan pemenang pelelangan umum untuk pekerjaan sebagaimana berikut:. Nomor

kerja sinerjik diantara faktor utama yaitu : Tujuan ( Goal ) , aktivitas sumber daya manusia ( Human Resources activities), Organisasi ( Organization )

Primer spesifik yang digunakan dalam analisis molekuler untuk identifikasi parasit darah yang menyebabkan penyakit malaria dengan menggunakan primer forward jenis