• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KELERENGAN, PEMELIHARAAN TANAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN DAUN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON LINN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KELERENGAN, PEMELIHARAAN TANAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN DAUN TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK KAYU PUTIH (MELALEUCA LEUCADENDRON LINN."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TANAMAN DAN LAMA PENYIMPANAN DAUN

TERHADAP RENDEMEN DAN

MUTU MINYAK KAYU PUTIH

(MELALEUCA LEUCADENDRON LINN.)

Influence of Slope, Plant Maintenance and Length of Leaf Storage on

the Net Product and Quality of

Cajeput (

Melaleuca leucadendron

Linn.) Oil

Troice Elsye Siahaya1), Janes Siahaya2) dan Supriyanto Wagiman3)

Abstract. The influences of slopes, maintenance of plants and lengths of leaf

storage on the net product and quality of cajeput oil were studied. Plants were growing naturally in the natural forest in West Seram. Results of the research indicated that plants growing at slope ≥30 % yielded the highest rate of cajeput oil by average of 1.4965 % campared with those at slopes 0–10 % and 11– 29 %. Plants maintained by weeding and pruning yielded the highest rate of oil by average of 1.3771 % compared with plants without maintenance. Six-day-storage of leaves also yielded the highest rate of oil by average of 1.0846 % compared with those of 0, 2 and 4 days after harvesting. Cineol content showed the highest rate by average of 66 % yielded from plants growing at slope ≥30 %, maintenance treatment and leaves without storage also yielded the highest rates by average of 65 % and 62 %, respectively. Specific gravity of oil showed the highest value resulted from plants growing at slope 11–29 % by average of 0.910, maintenance treatment also yielded the highest value of specific gravity of oil by average of 0.905. Optic rotation of oil indicated the highest value resulted from plants growing at slope ≥30 % by average of -1.875, maintenance treatment and leaves without storage also yielded the highest values by average of -1.36 and -1.355, respectively. Refractive index showed the same results by 1.46 from all treatments, solubility in alcohol of 1:1 = clear, 1:2 = clear and so on until 1:10 = clear and there were no foreign substance content in samples of cajeput oil from plants growing at different slopes, maintenances and lenghts of leaf storages.

Kata kunci: kelerengan, pemeliharaan, lama penyimpanan daun, rendeman,

mutu, kayu putih.

_________________________________________________________________________ 1) Fakultas Kehutanan Universitas Pattimura, Ambon

2) Laboratorium Biometrika Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

3) Laboratorium Industri Hasil Hutan Fak. Kehutanan Unmul, Samarinda

(2)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006 101 Hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat dikelola dan dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hasil hutan yang dapat dikelola adalah hasil hutan berupa kayu maupun hasil hutan non kayu. Salah satu hasil hutan non kayu yang merupakan komoditi yang penting adalah minyak kayu putih yang merupakan salah satu dari berbagai macam komoditi hasil hutan non kayu yang perlu dikelola dengan baik agar kelestariannya tetap terjaga dan lestari. Di Propinsi Maluku, potensi alami hutan kayu putih (Melaleuca leucadendron Linn.) yang terbesar adalah di Pulau Buru, Seram Barat dan Maluku Tenggara Barat dan menurut data dari Dinas Kehutanan Propinsi Maluku, luas hutan kayu putih di daerah ini diperkirakan 210.000 ha dengan produksi 165.412 liter pada tahun 2004.

Pohon kayu putih biasanya dimanfaatkan daunnya untuk disuling secara tradisional oleh masyarakat maupun secara komersial menjadi minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi. Jenis tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh baik pada tanah yang berdrainase baik maupun jelek dengan kadar garam tinggi maupun asam dan toleran di tempat terbuka serta tahan terhadap kebakaran. Tanaman kayu putih merupakan salah satu komoditi hasil non kayu yang dikembangkan oleh masyarakat daerah Maluku karena bahan baku berupa daun mudah diperoleh, ruang tumbuhnya tidak memerlukan persyaratan yang spesifik dan dapat tumbuh secara alami di hutan (Lutony dan Rahmayati, 2000).

Pertumbuhan tanaman merupakan suatu interaksi dari sifat-sifat genetis yang dimilikinya dengan lingkungan di mana tanaman itu tumbuh dan berkembang. Secara alami tanaman kayu putih dapat tumbuh pada berbagai ragam tempat tumbuh. Lokasi pengambilan daun kayu putih dengan membandingkan berbagai tingkat kelerengan diharapkan dapat memberikan informasi dalam meningkatkan rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan.

Upaya pemeliharaan yang berkesinambungan merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam meningkatkan produktivitas lahan dan mengoptimalkan pengelolaan kawasan hutan serta menambah lapangan kerja. Pemeliharaan tepat guna dapat meningkatkan pula produktivitas tanaman kayu putih sekaligus meningkatkan rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan. Pada saat setelah daun dipetik biasanya langsung diproses, tetapi tidak semuanya dapat dikerjakan sehingga sebagiannya perlu disimpan. Proses penyimpanan daun merupakan salah satu faktor yang turut berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak kayu putih

yang dihasilkan.

Tanaman kayu putih merupakan salah satu komoditas andalan Maluku yang dalam pengelolaan dan penelitian masih kurang mendapat perhatian dari berbagai pihak. Besarnya rendemen lebih ditonjolkan dalam berbagai penelitian tanpa memperhatikan mutu yang dihasilkan. Mengingat minyak kayu putih dalam perdagangan dewasa ini dapat digunakan sebagai obat-obatan, insektisida dan wangi-wangian, maka dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan ekspor perlu adanya peningkatan produksi minyak kayu putih dengan menentukan besarnya rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan. Berbicara mengenai mutu

(3)

minyak kayu putih, maka harus melihat kembali kriteria atau batasan yang dikeluarkan oleh badan Standar Nasional Indonesia (SNI) 2002. Mutu minyak kayu putih sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu: jenis tanaman, tempat tumbuh, umur tanaman, teknik penyulingan dan sebagainya.

Sehubungan dengan permasalahan di atas dan melihat potensi hutan kayu putih yang berada di pulau Seram khususnya Seram Barat seluas 7.000 ha, maka dilakukan penelitian tentang pengaruh kelerengan, pemeliharaan tanaman dan lama penyimpanan daun terhadap rendemen dan mutu minyak kayu putih.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh kelerengan, perlakuan pemeliharaan dan lama penyimpanan daun yang efektif terhadap rendemen dan mutu minyak kayu putih yang dihasilkan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, pengusaha dan pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi dan mutu minyak kayu putih, sebagai salah satu komoditi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di desa Piru, Kecamatan Seram Barat Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku, di mana tanaman kayu putih tumbuh secara alami di hutan alam. Pengujian sampel minyak kayu putih dilakukan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan Ambon.

Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan dua minggu, yaitu: tahap persiapan dan orientasi lapangan selama satu minggu, tahap pembuatan plot perlakuan selama satu minggu, tahap pengambilan daun dan proses penyulingan sesuai dengan perlakuan selama dua bulan, tahap pengujian sampel minyak kayu putih di laboratorium selama satu bulan.

Bahan yang digunakan dalam penelitian di lapangan adalah daun kayu putih (M. leucadendron) dan air sebagai bahan pendukung. Peralatan yang digunakan dalam penelitian di lapangan adalah satu unit destilasi minyak kayu putih, botol-botol sampel minyak, gelas ukur, kompas, clinometer, pisau, karung, thermometer, tali, timbangan dan kamera. Bahan dan alat yang digunakan untuk pengujian di laboratorium adalah minyak kayu putih, larutan resorcinol, aquades, alkohol 80 %, timbangan analitik, piknometer, thermostat, polarimeter, labu cassia 50 ml, gelas ukur, pipet, refraktometer, tabung reaksi, alat pemanas dan pengaduk dari kaca.

Persiapan Bahan

Daun kayu putih dipetik pada pagi hari, yaitu jam 6.00 sampai dengan jam 10.00 WIT dari lokasi pengambilan sampel daun dengan berbagai kemiringan lereng (0–10 %, 11–29 %, 30 %) yang tersebar pada plot-plot pemeliharaan, di mana pada plot ini ada perlakuan penyiangan dan pemangkasan. Penyiangan dilakukan satu bulan sekali dan pemangkasan dilakukan enam bulan sekali pada saat pemetikan daun kayu putih. Menurut pengelola lahan kayu putih, umur pohon

(4)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006 103

kayu putih 10 tahun pada plot pemeliharaan dan tanpa pemeliharaan. Pada plot tanpa pemeliharaan dibiarkan tanpa ada pemeliharaan sehingga sebagian tertutup gulma dan tumbuhan lainnya. Daun kayu putih kemudian diambil secara random pada masing-masing perlakuan. Daun-daun tersebut ditimbang dengan berat masing-masing 160 kg. Selanjutnya diberi perlakuan dengan lama penyimpanan yaitu i) langsung disuling (tanpa penyimpanan daun) dan ii) penyimpanan daun selama 2, 4 dan 6 hari, di mana daun disimpan di dalam karung.

Rancangan pengambilan sampel daun dilakukan berdasarkan pola percobaan faktorial dengan dasar rancangan random lengkap. Faktor A terdiri dari tiga level masing-masing: a1 = lokasi kemiringan lereng 0–10%, a2 = lokasi kemiringan

lereng 11–29 % dan a3 = lokasi kemiringan lereng 30 %. Faktor B meliputi dua

kategori, yaitu: b1 = pemeliharaan (penyiangan dan pemangkasan) dan faktor b2 =

tanpa pemeliharaan, sedangkan faktor C yang merupakan lama penyimpanan daun terbagi atas empat level, masing-masing: c1 = 0 hari, c2 = 2 hari, c3 = 4 hari dan

c4 = 6 hari.

Proses Penyulingan

Daun yang akan disuling mula-mula dimasukkan ke dalam ketel suling. Bahan yang ada di dalam ketel suling dipanasi dengan uap panas 100o C. Uap yang telah memanasi seluruh bahan akan keluar melalui leher ketel suling menuju kondensor. Komponen yang terdapat dalam uap yang telah melewati bahan mengalir menuju kondensor yang berisi air dan minyak. Sifat minyak atsiri mudah menguapm, maka alat pemisah harus diperhatikan kondisinya. Salah satu cara untuk mengantisipasi menguapnya minyak adalah dengan cara mengaktifkan keran pada posisi yang selalu terkunci.

Proses penyulingan dianggap selesai kalau destilat atau hasil sulingan yang ditampung dalam penampung tidak mengandung minyak lagi yang membutuhkan waktu penyulingan 4–5 jam.

Analisis Sampel Minyak Kayu Putih

Hasil penyulingan minyak kayu putih diuji di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan Ambon untuk mengetahui parameter-parameter yang menentukan mutu minyak tersebut, antara lain: d1 = kadar

cineol, d2 = berat jenis, d3 = indeks bias, d4 = putaran optik, d5 = kelarutan dalam

alkohol dan d6 = kandungan bahan asing.

Rendemen adalah: perbandingan antara bahan yang dihasilkan (output) dan bahan yang digunakan dalam suatu produksi (input) pada satuan yang sama dan dinyatakan dalam persen, dengan formula sebagai berikut:

Rendemen = Output / Input x 100 %

Setelah data diperoleh, maka dilakukan pengolahan data berdasarkan pola percobaan faktorial dengan dasar rancangan random lengkap untuk mendapatkan Anova, kemudian jika hasil Anova menunjukkan signifikan atau sangat signifikan, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Least Significant Difference

(5)

(LSD), dengan formula sebagai berikut:

LSD = t  (2 KRG) / Ulangan yang mana:

t pada  = 0,05 dan 0,01 dengan derajat bebas galat (dbg) 48 adalah  = 0,05  t 0,025 (48) = 1,999 dan  = 0,01  t 0,005 (48) = 2,682.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Kelerengan Terhadap Rendemen

Hasil penelitian rendemen minyak kayu putih (%) pada kelerengan, pemeliharaan dan lama penyimpanan daun dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil Anova menunjukkan, bahwa pengaruh kelerengan sangat signifikan terhadap rendemen minyak kayu putih, untuk itu perlu dilakukan uji lanjut. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa pengaruh kelerengan sangat signifikan baik pada kelerengan 0–10 % dengan rataan rendemen yang dihasilkan sebesar 0,8421 % berbeda sangat signifikan dengan rendemen pada kelerengan 11–29 % sebesar 1,2116 % dan pada kelerengan 30 % sebesar 1,4965 %. Hal ini disebabkan karena kelerengan mempunyai hubungan yang erat dengan faktor tanah dan iklim, di mana tanaman tersebut tumbuh dan berkembang. Jenis tanah pada daerah penelitian dianggap seragam yaitu termasuk jenis lempung liat berpasir. Jenis tanah ini mempunyai ruang pori yang baik, sehingga infiltrasi, drainase maupun aerasi tanah berjalan lancar. Dengan demikian terciptanya kondisi yang serasi dalam penyerapan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, pembentukan, penyebaran dan perluasan perakaran tanaman berjalan normal sehingga absorbsi air dan unsur hara maupun pertukaran oksigen berjalan lancar dan lebih baik untuk menjamin pertumbuhan tanaman.

Topografi suatu tempat sangat mempengaruhi proses pelindian, kedalaman, erodibilitas, infiltrasi dan pelapukan tanah. Pada umumnya tanah mengalami erosi dari lereng-lereng dan kemudian tertimbun pada cekungan-cekungan tanah atau pada daerah yang topografinya datar. Pada daerah yang datar kandungan liatnya lebih besar dibandingkan pada daerah sedang dan daerah tinggi.

Tabel 1. Rendemen Minyak Kayu Putih (%) pada Kelerengan, Pemeliharaan Tanaman dan Lama Penyimpanan Daun yang Berbeda di Piru, Kecamatan Seram Barat

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan tanaman Lama penyim-panan (hari) 1 2 3 0–10 Dipelihara 0 2 4 6 0,903 0,910 0,968 1,003 0,904 0,909 0,968 1,002 0,904 0,910 0,969 1,002 2,711 2,729 2,905 3,007 0,9036 0,9096 0,9683 1,0023 Jumlah 3,784 3,783 4,785 11,352 3,7838 Rataan 0,9460 0,9457 0,9462 2,838 0,9459

(6)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006 105

Tabel 1 (lanjutan)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan Tanaman Lama penyim-panan (hari) 1 2 3 Tidak dipelihara 0 2 4 6 0,714 0,723 0,751 0,765 0,715 0,723 0,752 0,765 0,714 0,725 0,750 0,764 2,143 2,171 2,253 2,294 0,7143 0,7237 0,751 0,7647 Jumlah 2,953 2,955 2,953 8,861 2,9537 Rataan 0,7382 0,7387 0,7382 2,2152 0,7384 11–29 Dipelihara 0 2 4 6 1,187 1,189 1,203 1,269 1,186 1,189 1,203 1,268 1,187 1,188 1,201 1,269 3,560 3,566 3,607 3,806 1,1867 1,1886 1,2023 1,2686 Jumlah 4,848 4,846 4,845 14.539 4,8462 Rataan 1,212 1,2115 1,2112 3,635 1,2115 Tidak dipelihara 0 2 4 6 0,793 0,799 0,814 0,832 0,793 0,798 0,814 0,832 0,794 0,797 0,814 0,834 2,379 2,394 2,442 2,498 0,793 0,798 0,814 0,833 Jumlah 3,237 3,237 3,239 9,713 3,238 Rataan 0,8092 0,8092 0,8097 2,4282 0,809 30 Dipelihara 0 2 4 6 1,373 1,424 1,514 1,608 1,373 1,425 1,514 1,608 1,374 1,425 1,515 1,608 4,120 4,274 4,543 4,826 1,373 1,425 1,514 1,609 Jumlah 5,919 5,920 5,924 17,763 5,921 Rataan 1,4797 1,48 1,481 4,4407 1,974 Tidak dipelihara 0 2 4 6 1,010 1,014 1,023 1,031 1,010 1,015 1,023 1,030 1,008 1,014 1,021 1,030 3,028 3,043 3,067 3,091 1,0093 1,0143 1,0223 1,0303 Jumlah 4,078 4,078 4,073 12,229 4,0762 Rataan 1,019 1,019 1,018 3,057 1,0190 Jumlah keseluruhan 24,819 24,819 25,819 74,457 24,8189 Rataan 0,345 0,345 0,358 1,034 0,3447

Hal ini yang menyebabkan pernapasan akar terhambat karena terlalu banyaknya pori-pori pemegang air yang dikandung tekstur tanah tersebut dan juga ruang pori-pori tanah yang kecil, sehingga proses infiltrasi, aerasi dan drainase berjalan agak lambat. Pada daerah yang tinggi, proses infiltrasi, aerasi dan drainase berjalan baik. Hubungannya dengan pertumbuhan tanaman adalah penyerapan unsur hara oleh akar tanaman berjalan dengan baik, sehingga proses metabolisme tanaman juga berjalan dengan lancar terutama pada proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis terjadi pembentukan karbohidrat dalam daun tanaman,

(7)

pembentukan sel-sel baru, komponen-komponen minyak yang dihasilkan berlangsung dengan baik. Tanaman kayu putih membutuhkan cahaya matahari dan tanaman ini dapat tumbuh dengan baik jika tidak ternaungi oleh pohon-pohon lainnya. Penerimaan sinar matahari yang baik oleh daun tanaman akan memperlancar terjadinya proses metabolisme dalam daun tanaman, sehingga akan menghasilkan minyak yang bermutu baik. Tanaman kayu putih yang berada pada daerah kelerengan 30 % menyerap air relatif sedikit dan menerima sinar matahari dengan baik, sehingga menghasilkan rendemen yang baik bila dibandingkan dengan tanaman kayu putih yang berada pada daerah kelerengan 0–10 %, sama seperti yang telah dilaporkan oleh Syaranamual (1990) dan Sunanto (2003).

Pengaruh Pemeliharaan Tanaman Terhadap Rendemen

Hasil penelitian rendemen minyak kayu putih dengan perlakuan pemeliharaan tanaman dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil Anova menunjukkan, bahwa pemeliharaan tanaman memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap rendemen minyak kayu putih yang dihasilkan, yang mana tanaman yang dipelihara lebih banyak rendemennya daripada yang tidak dipelihara, masing-masing 1,3771 % dan 0,8554 %. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan dan pemangkasan. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan tanaman dapat memperbaiki persaingan tajuk terhadap cahaya matahari, persaingan akar terhadap unsur hara dan pembebasan tanah terhadap tumbuhan pengganggu atau gulma, sehingga proses metabolisme (fotosintesis dan respirasi) dapat berlangsung dengan baik, dengan demikian faktor pemeliharaan dapat membantu pertumbuhan tanaman dengan mengadakan penyiangan dan pemangkasan. Awal terbentuknya minyak atsiri ada hubungannya dengan hasil metabolisme di dalam tanaman. Selanjutnya pembentukan minyak atsiri terjadi dari proses metabolisme lemak dan senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen. Pemangkasan dilakukan bersamaan pada saat penyurutan daun, sehingga akan tumbuh tunas-tunas baru. Tunas-tunas baru tersebut akan tumbuh menjadi cabang yang ditumbuhi daun lebih banyak yang kemudian akan dipetik untuk disuling setelah 6 bulan.

Pada tanaman yang tidak dipelihara, sebagian tanaman tertutup oleh gulma dan terdapat banyak tumbuhan jenis lain yang tumbuh bersama dengan tanaman kayu putih, sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan dalam pengambilan unsur hara dan cahaya matahari. Selain itu, rendemen yang dihasilkan pada areal tanpa pemeliharaan lebih sedikit karena umur daun kayu putih sudah melampaui batas pengambilan, sama seperti yang dilaporkan oleh Ngabalin (1996).

Pengaruh Lama Penyimpanan Daun Terhadap Rendemen

Hasil penelitian rendemen minyak kayu putih dengan perlakuan lama penyimpanan daun dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil Anova menunjukkan bahwa lama penyimpanan daun berpengaruh sangat signifikan terhadap rendeman minyak kayu putih yang dihasilkan. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa pada perlakuan lama penyimpanan daun 0 hari rataan rendemen sebesar 0,9966 %, penyimpanan

(8)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006 107 daun 2 hari sebesar 1,0099 %, penyimpanan daun 4 hari sebesar 1,0453 % dan penyimpanan daun 6 hari sebesar 1,0846 %. Rendemen minyak kayu putih dari perlakuan lama penyimpanan daun 0 hari adalah yang terkecil bila dibandingkan dengan penyimpanan daun 2, 4 dan 6 hari. Hal ini disebabkan karena kandungan air, resin dan getah pada penyimpanan 0 hari relatif paling banyak, sedangkan daun yang disimpan terjadi penyusutan daun akibat penguapan dari dalam daun. Air dan resin akan bersenyawa dan menguap keluar menembus dinding sel di mana komponen yang bertitik didih rendah yang mempunyai kemampuan larut di dalam air akan lebih dahulu menguap, sementara minyak kayu putih tetap berada di dalam kantong kelenjar. Dengan penguapan tersebut, maka dapat membantu dalam proses penyulingan minyak kayu putih. Penyimpanan akan mengakibatkan hilangnya getah daun, sehingga dalam proses penyulingan tidak ada penghalang pergerakan uap air serta minyak dalam jaringan daun, sehingga penguapan dapat berjalan lebih baik. Getah daun kayu putih dalam proses penyulingan dapat menghambat jalannya penguapan minyak ke permukaan daun, sama seperti yang dilaporkan oleh Syaranamual (1990) dan Ngabalin (1996).

Mutu Minyak Kayu Putih 1. Kadar cineol

Pada Tabel 2 ditampilkan hasil pengujian kadar cineol minyak kayu putih pada perlakuan yang berbeda.

Hasil uji F menunjukkan bahwa kadar cineol berbeda sangat signifikan, baik pada perlakuan kelerengan, pemeliharaan tanaman dan lama penyimpanan daun. Hasil uji lanjut menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan antar perlakuan, yang mana kadar cineol pada kelerengan 30 % adalah yang tertinggi, yaitu 66 %, termasuk kadar mutu Utama (U), disusul dengan kadar cineol pada kelerengan 11– 29 % (58 %), juga termasuk kadar mutu Utama (U) dan yang paling rendah adalah pada kelerengan 0–10 % (54 %), termasuk kadar mutu Pertama (P). Jadi semakin tinggi kelerengan, semakin besar kadar cineol di dalam daun. Pada tanaman yang dipelihara, kadar cineolnya lebih tinggi, yaitu 65 % (mutu U), sedangkan pada tanaman yang tidak dipelihara hanya 54 % (mutu P).

Tabel 2. Kadar Cineol Minyak Kayu Putih (%) pada Kelerengan, Pemeliharaan Tanaman dan Lama Penyimpanan Daun yang Berbeda di Piru, Kecamatan Seram Barat

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan tanaman Lama penyim-panan (hari) 1 2 3 0–10 Dipelihara 0 2 4 6 60 58 56 56 59 58 56 55 61 59 55 56 180 175 167 167 60 58,33 55,66 55,66 Jumlah 230 228 231 689 229,65 Rataan 57,5 57 57,75 172,25 57,41

(9)

Tabel 12 (lanjutan)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan tanaman Lama penyim-panan (hari) 1 2 3 Tidak dipelihara 0 2 4 6 54 51 50 50 52 51 49 50 53 49 49 49 159 151 148 149 53 50,33 49,33 49,66 Jumlah 205 202 200 607 202,32 Rataan 51,25 50,5 50 151,75 50,58 11–29 Dipelihara 0 2 4 6 68 64 60 60 68 64 60 59 67 65 59 61 203 193 179 180 67,66 64,33 59,66 60 Jumlah 252 251 252 755 251,65 Rataan 63 62,75 63 188,75 62,91 Tidak dipelihara 0 2 4 6 57 54 52 52 57 53 51 52 55 54 52 50 169 161 155 154 56,33 53,66 51,66 51,33 Jumlah 215 213 211 639 212,96 Rataan 53,75 53,25 52,75 159,75 53,24 30 Dipelihara 0 2 4 6 76 75 74 74 74 75 73 74 75 74 73 73 225 224 220 221 75 74,66 73,33 73,66 Jumlah 299 296 295 890 296,65 Rataan 74,75 74 73,75 222,5 74,16 Tidak dipelihara 0 2 4 6 60 58 56 56 61 58 55 56 60 57 55 54 181 173 166 166 60,33 57,66 55,33 55,33 Jumlah 230 230 226 686 228,65 Rataan 57,5 57,5 56,5 171,5 57,16 Jumlah keseluruhan 1431 1420 1415 4266 1421,88 Rataan 19,87 19,72 19,65 59,25 19,75

Kadar cineol daun pada perlakuan lama penyimpanan 0 hari adalah paling tinggi, yaitu sebesar 62 %, disusul dengan penyimpanan daun 2 hari sebesar 60 %, sedangkan penyimpanan daun 4 hari sebesar 57 % tidak berbeda signifikan dengan penyimpanan daun 6 hari sebesar 58 %. Perlakuan lama penyimpanan daun 0, 2, 4 dan 6 hari termasuk dalam kategori kadar cineol mutu U.

Hasil pengujian kadar cineol telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan oleh badan Standar Nasional Indonesia 2002, yaitu: kadar cineol mutu Utama (U) 55 %, sedangkan kadar cineol mutu Pertama (P) 55 %.

Faktor yang paling menentukan kualitas minyak kayu putih adalah kadar cineol. Kadar cineol adalah banyaknya minyak kayu putih yang dapat bereaksi dengan pelarut pereaksi (resorsinol) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat

(10)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006 109 atau volume minyak kayu putih yang diuji. Kadar ini juga merupakan syarat kualitas minyak kayu putih. Cineol merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan ester sebagai turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri, seperti: minyak kayu putih, minyak eucalyptus, minyak kilemo, sama seperti yang telah dilaporkan oleh Sunanto (2003).

2. Berat jenis

Hasil pengujian berat jenis minyak kayu putih dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji F menunjukkan, bahwa perbedaan kelerengan dan pemeliharaan tanaman menyebabkan perbedaan sangat signifikan terhadap berat jenis minyak kayu putih, sedangkan perbedaan lama penyimpanan daun tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan. Dari hasil uji lanjut diketahui, bahwa berat jenis minyak pada tanaman di kelerengan 0–10 % adalah sama baiknya dengan yang di kelerengan 30 %, yaitu masing-masing 0,905 dan 0,909. Yang paling baik adalah minyak yang berasal dari tanaman di kelerengan 11–29 % dengan berat jenis sebesar 0,910. Tabel 3. Berat Jenis Minyak Kayu Putih pada Kelerengan, Pemeliharaan Tanaman dan Lama Penyimpanan Daun yang Berbeda di Piru, Kecamatan Seram Barat

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan tanaman Lama penyim-panan (hari) 1 2 3 010 Dipelihara 0 2 4 6 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 0,90 0,90 0,91 0,90 0,90 0,90 0,91 2,72 2,71 2,71 2,73 0,906 0,903 0,903 0,910 Jumlah 3,64 3,62 3,61 10,87 3,622 Rataan 0.910 0.905 0,902 2,717 0,905 Tidak dipelihara 0 2 4 6 0,90 0,90 0,90 0,90 0,91 0,90 0,91 0,90 0,90 0,91 0,91 0,91 2,71 2,71 2,72 2,71 0,903 0,903 0,906 0,903 Jumlah 3,60 3,62 3,63 10,85 3,615 Rataan 0,90 0,905 0,907 2,646 0,904 1129 Dipelihara 0 2 4 6 0,92 0,92 0,92 0,92 0,91 0,92 0,92 0,91 0,92 0,91 0,91 0,91 2,75 2,75 2,75 2,74 0,916 0,916 0,916 0,913 Jumlah 3,68 3,66 3,65 10,99 3,661 Rataan 0,92 0,915 0,912 2,75 0,915 Tidak dipelihara 0 2 4 6 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 0,91 0,90 0,90 0,90 0,90 0,91 0,91 2,72 2,72 2,72 2,72 0,906 0,906 0,906 0,906 Jumlah 3,64 3,62 3,62 10,88 3,624 Rataan 0,91 0,905 0,905 2,72 0,906

(11)

Tabel 3 (lanjutan)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan tanaman Lama penyim-panan (hari) 1 2 3 30 Dipelihara 0 2 4 6 0,92 0,92 0,92 0,92 0,91 0,92 0,91 0,91 0,91 0,91 0,92 0,91 2,74 2,75 2,75 2,74 0,913 0,916 0,916 0,913 Jumlah 3,68 3,65 3,65 10,98 3,658 Rataan 0,92 0,91 0,91 2,74 0,914 Tidak dipelihara 0 2 4 6 0,91 0,91 0,91 0,91 0,90 0,90 0,91 0,90 0,90 0,91 0,90 0,91 2,71 2,72 2,72 2,72 0,903 0,906 0,906 0,906 Jumlah 3,64 3,61 3,62 10,87 3,621 Rataan 0,91 0,9025 0,905 2,720 0.905 Jumlah keseluruhan 21,88 21,78 21,78 65,44 21,801 Rataan 0,3038 0,3037 0,3037 0,9090 0,3030

Rataan berat jenis minyak pada tanaman yang dipelihara adalah lebih baik daripada yang tidak dipelihara, yaitu masing-masing sebesar 0,911 dan 0,905.

Hasil pengujian berat jenis pada suhu 15 C berkisar antara 0,90–0,92, ini berarti bahwa berat jenis pada suhu 15 C telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan oleh badan Standar Nasional Indonesia 2002, yaitu 0,90–0,93.

3. Indeks bias

Hasil analisis pengujian indeks bias pada minyak kayu putih menunjukkan hasil yang sama yaitu 1,46 baik pada kelerengan, pemeliharaan dan lama penyimpanan daun yang berbeda. Ini berarti bahwa indeks bias pada suhu 20

C telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan oleh badan Standar Nasional Indonesia 2002, yaitu 1,46

1,47.

4. Putaran optik

Hasil pengujian putaran optik minyak kayu putih dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Putaran Optik Minyak Kayu Putih () pada Kelerengan, Pemeliharaan Tanaman dan Lama Penyimpanan Daun yang Berbeda di Piru, Kecamatan Seram Barat

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan tanaman Lama penyim- panan (hari) 1 2 3 0

10 Dipelihara 0 2 4 6 -0,7 -0,6 -0,4 -0,4 -0,6 -0,5 -0,3 -0,4 -0,7 -0,6 -0,3 -0,3 -2,0 -1,7 -1,0 -1,1 -0,66 -0,56 -0,33 -0,36 Jumlah -2,1 -1,8 -1,9 -5,8 -1,91 Rataan -0,52 -0,45 -0,47 -1,45 -0,48

(12)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006 111 Tabel 4 (lanjutan)

Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan

Kelerengan (%) Pemeliharaan tanaman Lama penyim- panan (hari) 1 2 3 Tidak dipelihara 0 2 4 6 -0,6 -0,5 -0,3 -0,2 -0,6 -0,5 -0,3 -0,3 -0,5 -0,5 -0,2 -0,3 -1,7 -1,5 -0,8 -0,8 -0,56 -0,5 -0,26 -0,26 Jumlah -1,6 -1,7 -1,5 -4,8 -1,58 Rataan -0,4 -0,42 -0,37 -1,2 -0,39 11

29 Dipelihara 0 2 4 6 -1,5 -1,4 -1,2 -1,0 -1,5 -1,4 -1,2 -1,1 -1,4 -1,3 -1,2 -1,0 -4,4 -4,1 -3,6 -3,2 -1,46 -1,36 -1,2 -1,03 Jumlah -5,1 -5,2 -4,9 -15,2 -5,05 Rataan -1,27 -1,3 -1,22 -3,8 -1,26 Tidak dipelihara 0 2 4 6 -1,0 -0,9 -0,6 -0,6 -1,0 -0,9 -0,5 -0,6 -1,1 -0,9 -0,5 -0,5 -3,1 -2,7 -1,6 -1,7 -1,03 -0,9 -0,53 -0,56 Jumlah -3,1 -3,0 -3,0 -9,1 -3,02 Rataan -0,77 -0,75 -0,75 -2,27 0,75 30 Dipelihara 0 2 4 6 -2,7 -2,5 -2,3 -2,0 -2,7 -2,4 -2,2 -2,1 -2,6 -2,5 -2,2 -2,0 -8,0 -7,4 -6,7 -6,1 -2,66 -2,46 -2,23 -2,03 Jumlah -9,5 -9,4 -9,3 -28,2 -9,38 Rataan -2,37 -2,35 -2,32 -7,05 -2,34 Tidak dipelihara 0 2 4 6 -1,8 -1,5 -1,2 -1,2 -1,8 -1,5 -1,2 -1,2 -1,7 -1,6 -1,1 -1,2 -5,3 -4,6 -3,5 -3,6 -1,76 -1,53 -1,16 -1,2 Jumlah -5,7 -5,7 -5,6 -17,0 -5,65 Rataan -1,42 -1,42 -1,4 -4,25 -1,41 Jumlah keseluruhan -27,1 -26,8 -26,2 -80,1 -26,59 Rataan -0,38 -0,37 -0,36 -1,11 -0,37

Hasil uji F menunjukkan, bahwa perbedaan kelerengan, pemeliharaan tanaman dan lama penyimpanan daun berpengaruh sangat signifikan terhadap putaran optik minyak kayu putih. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa putaran optik yang paling tinggi adalah pada kelerengan 30 %, yaitu sebesar -1,875, pada tanaman yang dipelihara yaitu sebesar -1,36 dan pada daun yang tidak disimpan terlebih dahulu (0 hari), yaitu sebesar -1,355.

Hasil pengujian putaran optik pada suhu 27,5 C telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan oleh badan Standar Nasional Indonesia 2002, yaitu -4

0.

(13)

5. Kelarutan dalam alkohol

Hasil analisis pengujian kelarutan dalam alkohol 80 % menunjukkan hasil yang sama baik pada tanaman yang tumbuh di kelerengan, pemeliharaan tanaman dan lama penyimpanan daun yang berbeda yaitu masuk dalam kriteria 1 : 1 = jernih, 1 : 2 = jernih dan seterusnya sampai 1 : 10 = jernih. Kelarutan dalam perbandingan 1 : 1 berarti 1 ml minyak kayu putih larut dalam 1 ml alkohol 80 %, 1 : 2 berarti 1 ml minyak kayu putih larut dalam 2 ml alkohol 80 % dan seterusnya sampai 1 : 10 berarti 1 ml minyak kayu putih larut dalam 10 ml alkohol 80 %. Ini berarti bahwa hasil pengujian kelarutan dalam alkohol telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan oleh badan Standar Nasional Indonesia 2002.

Minyak kayu putih larut dalam alkohol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan alkohol pada berbagai tingkat konsentrasi. Menentukan kelarutan minyak tergantung juga kepada kecepatan daya larut dan kualitas minyak, sama seperti yang dilaporkan oleh Guenther (1990).

6. Kandungan bahan asing

Berdasarkan hasil pengujian kelarutan dalam alkohol 80 %, maka hasil pengujian kandungan bahan asing bisa diketahui, yaitu tidak ada kandungan bahan asing yang terdapat dalam minyak kayu putih dan ini berarti telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan oleh badan Standar Nasional Indonesia 2002.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Daun kayu putih dari lahan dengan lereng 30 % menghasilkan rendemen yang paling besar, yaitu 1,4965 %, sedangkan pada kelerengan 11–29 % adalah 1,2116 % dan yang paling rendah adalah pada kelerengan 0–10 %, yaitu 0,8421 %. Daun kayu putih dari kebun yang dipelihara dengan penyiangan dan pemangkasan menghasilkan rendemen yang lebih besar, yaitu 1,3771 %, sedangkan yang tidk dipelihara 0,8554 %. Lama penyimpanan daun 6 hari menghasilkan rendemen yang paling besar, yaitu 1,0846 %, disusul dengan lama penyimpanan

2 hari sebesar

1,0099 %, penyimpanan 4 hari sebesar 1,0453 % dan yang paling kecil adalah dari daun yang tidak disimpan, yaitu 0,9966 %.

Kadar cineol minyak kayu putih yang paling tinggi adalah dari tanaman pada lereng 30 % sebesar 66 %, tanaman yang dipelihara 65 % (mutu U) dan pada daun tanpa penyimpanan sebesar 62 %. Berat jenis minyak kayu putih paling tinggi adalah pada lereng 1129 % sebesar 0,910 dan pada tanaman yang dipelihara sebesar 0,911. Putaran optik paling tinggi adalah pada lereng 30 % sebesar -1,875, pada tanaman yang dipelihara -1,36 dan pada daun tanpa penyimpanan sebesar -1,355. Mutu minyak kayu putih dari Desa Piru telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan oleh badan Standar Nasional Indonesia 2002.

(14)

JURNAL KEHUTANAN UNMUL 2 (1), APRIL 2006 113 Saran

Kebun kayu putih sebaiknya disiangi gulmanya dan dipangkas untuk meningkatkan rendemen dan mutu minyak kayu putih. Pemisahan hasil destilat yang keluar dari alat pendingin antara minyak dan air sebaiknya menggunakan gelas beaker berskala. Sistem pemanas harus dikontrol agar suhu di dalam ketel penyulingan tetap stabil dan merata.Penyulingan minyak kayu putih masih secara tradisional, untuk itu perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah untuk bisa membina para pengusaha tradisional agar mutu minyak tetap terjamin. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang uji teknik budidaya tanaman kayu putih antara lain dengan pemuliaan tanaman dan pemupukan.

DAFTAR PUSTAKA

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri IV. Terjemahan Ketaren. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Lutony, T.L. dan Y. Rahmayati. 2000. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.

Ngabalin, R.E. 1996. Pengaruh Perlakuan Pemeliharaan dan Lama Penyimpanan Daun terhadap Rendemen Volume Minyak Kayu Putih pada Areal HPH PT Gema Sanubari di Pulau Buru. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Pattimura, Ambon.

Sunanto, H. 2003. Budidaya dan Penyulingan Kayu Putih. Kanisius, Yogyakarta.

Syaranamual. 1990. Pengaruh Panjang Ranting dan Jumlah Air pada Proses Penyulingan terhadap Produksi Minyak Kayu Putih. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Pattimura, Ambon.

(15)

Gambar

Tabel  1.  Rendemen  Minyak  Kayu  Putih  (%)  pada  Kelerengan,  Pemeliharaan  Tanaman  dan  Lama Penyimpanan Daun yang Berbeda di Piru, Kecamatan Seram Barat
Tabel 2. Kadar Cineol Minyak Kayu Putih (%) pada Kelerengan, Pemeliharaan Tanaman dan  Lama Penyimpanan Daun yang Berbeda di Piru, Kecamatan Seram Barat
Tabel 3. Berat Jenis Minyak Kayu Putih pada Kelerengan, Pemeliharaan Tanaman dan Lama  Penyimpanan Daun yang Berbeda di Piru, Kecamatan Seram Barat
Tabel 4. Putaran Optik Minyak Kayu Putih (  ) pada Kelerengan, Pemeliharaan Tanaman dan

Referensi

Dokumen terkait

Wilayah di Pantai Lhoknga secara keseluruhan tergolong dalam kategori sangat sesuai (S1) menunjukkan kawasan ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas IV SDN Agungmulyo setelah mengikuti

Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa dalam syair lagu-lagu religi Grup Band Ungu tahun 2006 dan 2007 terdapat nilai pendidikan akidah, yang berisi tentang

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar biologi dengan Strategi Pembelajaran Learning Starts With A Question dengan media gambar

Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran

Boster rem merupakan salah satu komponen pada sistem yang dipasangkan menjadi satu dengan master silinder dan setelah pedal rem, yang berfungsi untuk mengurangi tenaga

FAKULTAS HUKUM. I]NII'ERSITAS