• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Melodi Dan Makna Teks Dendang Siti Fatimah Dalam Upacara Mengayunkan Anak Pada Kebudayaan Melayu Di Desa Bintang Meriah Kecamatan Batang Kuis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Struktur Melodi Dan Makna Teks Dendang Siti Fatimah Dalam Upacara Mengayunkan Anak Pada Kebudayaan Melayu Di Desa Bintang Meriah Kecamatan Batang Kuis"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Permasalahan

Seni merupakan sebuah hasil karya manusia yang diciptakan sebagai

pemenuhan kebutuhan manusia terhadap keindahan dan hiburan. Setiap etnis yang

ada di Indonesia memiliki kesenian tersendiri yang disajikan dalam berbagai konteks

kebudayaan etnis tersebut. Salah satunya adalah kesenian Dendang Siti Fatimah

(Dedang Fatimah) yang disajikan dalam konteks upacara mengayunkan anak pada

kebudayaan Melayu daerah Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi

Sumatera Utara. Kawasan ini masuk ke dalam wilayah budaya Melayu Serdang,

yang pada masa pemerintahan kesultanan, mereka berada di dalam wilayah

kekuasaan Kesultanan Melayu Serdang.

Dendang Siti Fatimah merupakan sebuah nyanyian vokal yang selalu

dinyanyikan pada saat upacara mengayunkan anak pada kebudayaan Melayu.

Biasanya para penyanyinya adalah kaum perempuan yang mahir, namun walau

dikatakan mahir mereka menyanyi Dendang Siti Fatimah hanyalah sebagai

“pekerjaan sambilan.” Artinya mereka mendapatkan bayaran dari kemahirannya ini,

tetapi bukan yang utama dalam pekerjaannya. Mereka sering dipanggil untuk

pertunjukan di dalam setiap upacara mengayunkan anak yang dilakukan di daerah

Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, khususnya di Desa Bintang

Meriah.

Awalnya Dendang Siti Fatimah merupakan nyanyian yang didendangkan

orang tua ketika hendak menidurkan anaknya. Nyanyian ini biasanya menceritakan

(2)

baik berdasarkan ajaran agamanya. Umumnya nyanyian ini dinyanyikan oleh ayah

terhadap anaknya, karena ayah merupakan pemimpin dalam keluarga dan merupakan

sosok pekerja keras. Dengan berkembangnya zaman, maka dendang ini tidak hanya

dinyanyikan oleh seorang ayah lagi, tetapi didendangkan oleh ibunya. Menurut

penjelasan para informan hal disebabkan salah satunya adalah faktor ekonomi, di

mana ayah sebagai tulang punggung keluarga sibuk dalam rangka mencari nafkah

untuk menghidupi keluarganya. Dengan kondisi yang seperti ini ayah jarang di

rumah, akibatnya pekerjaan untuk menidurkan anak dilakukan oleh ibu. Ternyata

lambat laun kebiasaan ini sudah jarang dilakukan orang tua laki-laki terhadap

anaknya karena kesibukan orang tua ini.

Melihat pentingnya kebiasaan ini ada sebuah pemikiran yang dikemukakan

oleh Bapak O.K. Syarifulah (gurunya Ibu Aisyah, bapak ini telah meninggal dunia

2005) melalui penjelasan Aisyah (informan kunci) yang merupakan salah satu tokoh

masyarakat Melayu di desa Bintang Meriah, menyatakan bahwa nyanyian

menidurkan anak ini bukan sekedar nyanyian yang semata-mata hanya untuk

menidurkan anak. Nyanyian ini mengandung nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

Beliau beranggapan dengan menyanyikan lagu yang berisikan tentang kisah

agama pada anak, maka beliau menyakini anak tersebut akan tumbuh dewasa

dengan pribadi yang taat agama. Untuk itu O.K. Syarifulah ini membuat suatu grup

vokal. Lirik yang dinyanyikan sudah dibakukan oleh bapak O.K. Syarifulah yang

berisikan tengtang kisah agama dan nabi kemudian dikenal hingga saat ini dengan

nama Dendang Siti Fatimah dengan bentuk penyajian yang baru.

Berikut ini adalah tatacara penyajian Dendang Siti Fatimah yang

dilaksanakan di Desa Bintang Meriah: 1. pembacaan doa-doa dan menceritakan kisah

(3)

4. menggendong si anak lalu dimandikan, dan 5. lalu anak diayun. Dalam tahapan

menggendong anak, dimandikan, dan diayun inilah disajikan Dendang Siti Fatimah.

Upacara ini biasanya dilakukan pada saat si anak berusia di atas 40 hari dan

dilaksanakan ketika matahari naik sekitar pukul 10 pagi, dengan harapan seiring

naiknya matahari maka rezeki si anak kelak juga semakin membaik. Penyajian

Dendang Siti Fatimah ini diiringi oleh ensambel marwas yang terdiri dari empat

rebana atau lebih dan satu tamborin.

Secara musikal Dendang Siti Fatimah ini disajikan dengan menggunakan

unsur-unsur melodi, seperti tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula-formula,

interval-interval, frae, bentuk, dan motif, kontur, dan lain-lainnya. Dendang Siti

Fatimah ini juga disajikan dengan menggunakan dimensi yang terikat waktu, yang

terdiri dari aspek-aspek musik seperti: tempo, tanda birama, durasi, aksentuasi,

taktus, aksentuasi, dan lain-lainnya. Selain itu, nyanyian ini menggunakan syair

(teks) dalam penyajiannya. Nyanyian ini pun secara etnomusikologis dapat

digolongkan sebagai musik logogenik,1

1Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik

dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Ada kalanya bersifat rahasia seperti pada mantra. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik.Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan pada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyian lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa dijejaki melalui pemikiran mereka (lihat Malm, 1977).

yaitu musik yang mengutamakan aspek

(4)

Fatimah dengan genre nyanyian Melayu lainnya, seperti barzanji, marhaban, syair,

sinandong, didong, dadong, dan seterusnya.

Melihat keberadaan Dendang Siti Fatimah tersebut di atas, serta belum

pernah dilakukannya penelitian terhadapnya, maka penulis tertarik untuk meneliti

dan mengkajinya berdasarkan perspektif etnomusikologi. Ilmu ini menjadi bahagian

dari kehidupan penulis selama beberapa tahun belakangan.

Seperti diketahui etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan,

dengan terang-terangan dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua

kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Etnomusikologi

memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu

pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk

melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya

akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi

pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964).

Disiplin etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau

lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi (stimulus) baik terhadap

etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya. Ada beberapa cara yang

dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis dapat

memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan penggunaan

musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya pada

kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi

dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial,

politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis perilaku lainnya. Teks

nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik

(5)

sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak bisa menghindarkan diri dengan

masalah-masalah simbolisme (perlambangan) di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan

antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan

bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya

terbatas kepada teknik semata--tetapi juga tentang perilaku manusia.

Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan

perhatiannya kepada masalah-masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui

oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja,

etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil

penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang

mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial.

Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-nilai

kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih menaruh

perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku manusia.

Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali mendiskusikan dan

menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan lapangan studinya. Selain itu

juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat

melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus

ilmu-ilmu humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk manusia

di dalam urusan kebudayaan (seni, musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan

fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara manusia hidup bersama, termasuk

aktivitas-aktivitas kreatif mereka.

Berdasarkan sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua

disiplin yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu digunakan dalam

(6)

sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bahagian dari fungsi

kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia

yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).

Menuurut kutipan di atas, menurut Merriam, para pakar etnomusikologi

membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena itu,

selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan

etnologi (antropologi). Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan

masalah besar dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang

(7)

disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari

literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur

suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih

untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan

manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini.

Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar

antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura

reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi,

dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini,

penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur

komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam

kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia

yang lebih luas. Dengan demikian meneliti Dendang Siti Fatimah ini, berarti pula

ikut mengembangkan disiplin etnomusikologi.

Melihat pentingnya peranan Dendang Siti Fatimah dalam upacara

mengayunkan anak ini, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menulis mengenai

Dondang Fatimah ini ke dalam skripsi yang berjudul “Struktur Melodi dan Makna

Teks Dendang Siti Fatimah Dalam Upacara Mengayunkan Anak Pada Kebudayaan

Melayu Di Desa Bintang Meriah, Kecamatan Batang Kuis.“

1.2Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang penulis kemukakan diatas,maka pokok permasalahan yang

menjadi topik bahasan ini adalah:

1. Bagaimana struktur melodis yang terkandung di dalam Dendang Siti

(8)

unsur-unsur melodi yang terdapat pada Dendang Siti Fatimah, seperti: tangga

nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval, distribusi nada,

pola-pola kadensa, kontur, hiasan-hiasan melodi menurut estetika musik

Melayu, seperti cengkok, patah lagu, gerenek, garau, garau alang, pekak,

gahung, dan sejenisnya.

2. Bagaimana makna yang terkandung di dalam teks Dendang Siti Fatimah?

Pokok masalah ini akan dijawab dengan uraian mengenai makna-makna

yang terkandung dalam teks (lirik) lagu Dendang Siti Fatimah.

Makna-makna ini mencakup ikon, indeks, simbol, konotatif, denotatif,

berdasarkan empat langkah dalam semiotik untuk mengungkap makna

teks puisi atau nyanyian, yaitu: (a) ketidaklangsungan ekspresi; (b)

pembacaan heuristik (mimesis) dan hermeneutik (hubungan antarkata

yang ekuivalen); (c) penentuan matriks dan model, serta (d) hubungan

antar teks di dalam kebudayaan, dalam hal ini teks Dendang Siti Fatimah

dengan genre-genre dendang dan sastra Melayu lainnya.

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami struktur melodi Dendang Siti Fatimah

2. Untuk mengkaji dan memahami makna yang terkandung di dalam teks

(9)

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai

Dendang Siti Fatimah di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian yang berkaitan

selanjutnya.

3. Sebagai suatu upaya untuk memelihara kebudayaan mengayun anak pada

kebudayaan Melayu.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Untuk mendapatkan pengetahuan mendasar tentang objek penelitian dan

menghindari penyimpangan, maka diperlukan pengertian atau definisi terhadap

terminologi yang menjadi pokok bahasan. Definisi ini akan menjadi kerangka konsep

yang mendasari batasan-batasan makna terhadap topik yang menjadi pokok

penelitian. Konsep adalah kesatuan pengertian tentang sesuatu hal atau persoalan

yang perlu di rumuskan (Mardalis 2003:46).

Demikian juga halnya menurut Koentjaraningrat, yang dimaksud dengan

konsep adalah gambaran abstrak. Ia bercerita sebagai berikut: Seorang individu dapat

juga menggabung dan membandingkan bagian-bagian bagian-bagian dari suatu

penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis,

berdasarkan asas-asas tertentu secara konsisten. Dengan proses akal itu individu

mempunyai suatu kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang

abstrak yang sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari

(10)

baru itu. Sehingga manusia dapat membuat penggambaran tentang tempat-tempat

tertentu dimuka bumi ini, bahkan juga di luar bumi ini, padahal ia belum pernah

berpengalaman melihat atau mempersepsikan tempat-tempat tadi, itulah konsep

(1980:118).

Dalam rangka penelitian terhadap Dendang Siti Fatimah ini, perlu diuraikan

konsep-konsep tarkait, yaitu: (1) struktur melodis, (2) musik vokal, (3) makna teks,

(4) Dendang Siti Fatimah, dan (5) upacara mengayunkan anak.

(1) Struktur melodis, terdiri dari dua kata yaitu struktur dan melodis. Yang

dimaksud dengan struktur meruoakan kata serapan dari bahasa Inggris structure,

yang artinya bahagian-bahagian. Suatu melodi,seperti halnya karangan terdiri atas

bab, kalimat, anak kalimat, kata, dan seterusnya, maka melodi juga dibagi dalam:

Kalimat (verse atau bridge), segmen, dan yang terkecil adalah pola (motif). Pola dari

melodi telah ditentukan dulu, kemudian bagaimana pola dirangkaikan menjadi

segmen, seterusnya segmen dirangkaikan menjadi kalimat, dst. Setelah itu

bagaimana kalimat melodi ini juga dirangkai sehingga menjadi melodi yang utuh

(

(2) Musik vokal adalah musik yang dihasilkan oleh suara manusia dimana

musik tersebut diiringi alat musik atau tidak dan penyajiannya dapat dinyanyikan

oleh satu orang (solo), maupun dengan banyak orang (kelompok). Mengayunkan

anak adalah menidurkan anak dengan menggunakan ayunan. Musik vokal

mengayunkan anak adalah musik yang dihasilkan oleh manusia dan digunakan untuk

pengantar anak tidur.

Joyopuspito, 2007:20).

(3) Makna teks, Menurut Echols dan shadily (1986:380), tekstual adalah

sesuatu yang berkaitan dengan isi karangan. Kemudian Christine Ammer (1973:369)

(11)

the word. A text need not consist of whole words, it may consist nonsense or other

syllables (solmization, vocalization) also called lyrics.” Artinya: teks khususnya

dalam musik vokal, berarti kata-kata. Sebuah teks tidak hanya terdiri dari kata-kata

dalam susunan keseluruhannya, ia dapat saja terdiri dari suku kata yang tidak punya

arti atau suku-suku kata lain (seperti solmisasi, vokalisasi), teks juga disebut dengan

lirik.

(4) Dendang Siti Fatimah, menurut penjelasan para informan penulis,

adalah salah satu jenis nyanyian dalam kebudayaan Melayu yang umumnya

digunakan dalam upacara mengayunkan anak. Tujuannya adalah merupakan harapan

yang punya hajat, agar anak nanti menjadi saleh, taat beribadah, sesuai dengan ajaran

Islam. Nyanyian ini memiliki melodi dan teks yang khas yang membedakannya

dengan nyanyian-nyanyian Melayu lainnya. Nyanyian ini mengambil judul Siti

Fatimah, yang diambil dari nama ananda perempuan Nabi Muhammad S.A.W. Jadi

Siti Fatimah ini merupakan lambang dari penyambutan dan pendidikan terhadaap

anak, yang dilahirkan oleh seroang ibu (wawacara dengan Aisyah 7 Januari 2014).

(5) Upacara mengayunkan anak, adalah salah satu upacara menyambut

kelahiran anak. Upacara in biasanya disertai juga dengan akikah, yaitu berkorban

daging kambing untuk dimakan bersama masyarakat. Mengayunkan anak ini

dilakukan dengan cara menggunting dan mencukur rambut si anak, kemudian

memandikan dan mengayunkannya, diserta dengan lantunan Dendang Siti Fatimah,

dengan sajian nyanyian yang khas Melayu.

1.4.2 Teori

Untuk mengkaji makna teks yang terdapat di dalam Dendang Siti Fatimah ini,

(12)

nyanyian dalam etnomusikologi. Merriam (1964:187) mengemukakan tentang salah

satu sumber yang paling jelas untuk mempelajari tata tingkah laku manusia dalam

salah satu kebudayaan yang berkaitan dengan musik adalah teks nyanyian. Dengan

demikian yang dimaksud dengan tekstual adalah suatu lirik atau kata-kata yang di

dalamnya mempelajari tentang tata tingkah laku manusia yang berkaitan dengan

musik.

Dalam penelitian ini, konsep semiotika yang digunakan adalah konsep yang

didasarkan pada pemikiran Saussure yang dikembangkan oleh Riffaterre. Hal ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa konsep semiotika yang dikembangkan oleh

Riffaterre, penulis anggap tepat untuk diterapkan dalam penelitian ini. Konsep dan

teori yang digunakan Riffaterre lebih mengkhusus pada pemaknaan puisi secara

semiotika, sehingga lebih memberikan ruang untuk interpretasi makna yang akan

dilakukan dalam penelitian ini. Untuk puisi, secara semiotika Riffaterre dalam

bukunya Semiotics of Poetry (1978) mengemukakan empat hal pokok sebagai

langkah menghasilkan makna.

(1) Hal pertama adalah bahwa puisi [termasuk teks nyanyian] merupakan

aktivitas bahasa yang berbeda dengan pemakaian bahasa pada umumnya. Puisi

memiliki bahasa yang dapat menyatakan beberapa konsep secara tidak langsung.

Dalam puisi, ketidaklangsungan ekspresi menduduki posisi yang utama,

Ketidaklangsungan ekspresi yang dimaksud disebabkan oleh adanya penggantian arti

(displacing of meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan penciptaan

arti (creating of meaning). Riffaterre (1978:2) menyatakan bahwa penggantian arti

disebabkan oleh penggunaan metafora dan metonimi, serta bahasa kiasan yang lain.

(13)

kontradiksi, dan nonsens. Penciptaan arti diciptakan melalui enjambement,

homologue, dan tipografi.

(2) Hal kedua adalah pembacaan heuristik dan pembacaan hermeneutik.

Pembacaan heuristik adalah pembacaan pada taraf mimesis atau pembacaan yang

didasarkan konvensi bahasa. Karena bahasa memiliki arti referensial, pembaca harus

memiliki kompetensi linguistik agar dapat menangkap arti (meaning). Kompetensi

linguistik yang dimiliki oleh pembaca itu berfungsi sebagai sarana untuk memahami

beberapa hal yang disebut sebagai ungramatikal (ketidakgramatikalan teks).

Pembacaan ini juga disebut dengan pembacaan semiotika pada tataran pertama.

Dalam pembacaan pada tataran ini, masih banyak arti yang beraneka ragam, makna

yang tidak utuh, dan ketakgramatikalan. Untuk itu, pembacaan pada tataran ini masih

perlu dilanjutkan ke pembacaan tahap kedua. Pembacaan tataran kedua yang

dimaksud adalah pembacaan hermeneutik. Pada pembacaan ini, akan terlihat hal-hal

yang semula tidak gramatikal menjadi himpunan kata-kata yang ekuivalen

(Riffaterre,1978:54).

(3) Hal ketiga adalah penentuan matriks dan model. Dalam hal ini, matriks

dapat dimengerti sebagai konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi. Konsep ini

dapat dalam satu kata atau frase. Meskipun demikian, kata atau frase yang dimaksud

tidak pemah muncul dalam teks puisi yang bersangkutan, tetapi yang muncul adalah

aktualisasinya. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model. Model ini dapat

berupa kata atau kalimat tertentu. Berdasarkan hubungan ini, dapat dikatakan bahwa

matriks merupakan motor penggerak derivasi tekstual, sedangkan model menjadi

pembatas derivasi itu (Riffaterre, 1978:19-21).

(4) Hal keempat adalah prinsip intertekstual. Prinsip intertekstual adalah

(14)

karya sasta termasuk puisi, tidak lahir dari kekosongan budaya. Dalam keadaan

seperti ini, sebuah sajak merupakan respons atau tanggapan terhadap karya-karya

sebelumnya. Tanggapan tersebut dapat berupa penyimpangao atau penerusan tradisi.

Dalam hal ini, mau tidak mau terjadi proses transformasi teks. Mentransformasikan

adalah memindahkan sesuatu dalam bentuk atau wujud lain yang pada hakikatnya

sama (Pradopo, 1994:25). Dalam proses tersebut dikenal adanya istilah hipogram.

Riffaterre (1978:2) mendefinisikan hipogram adalah teks yang menjadi latar atau

dasar penciptaan teks lain. Dalam praktiknya, hipogram dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu hipogram potensial dan hipogram aktual. Hipograrn potensial yang dapat

ditelusuri dalam bahasa bersifat hipotesis, seperti yang terdapat dalam matriks,

sedangkan hipogram aktual bersifat nyata atau eksplisit.

Keempat hal pokok tersebut di atas yang dikemukakan oleh Riffaterre

sebagai langkah pemroduksian makna, tiga di antaranya akan digunakan sebagai

acuan untuk mengungkap makna yang terkandung dalam Dendang Siti Fatimah suku

Melayu Batangkuis. Lewat tanda-tanda yang terdapat dalam nyanyian itu, maka

proses pemaknaan akan dilakukan.

Untuk menganalisis melodi di dalam lagu Dendang Siti Fatimah ini, penulis

menggunakan teori weighted scale oleh William P Malm. Teori weighted scale

adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan

unsurnya. Kedelapan unsur melodi itu menurut Malm (1977:15), adalah: (1) tangga

nada; (2) nada pusat atau nada dasar; (3) wilayah nada); (4) jumlah nada; (5)

penggunaan interval; (6) pola kadensa; (7) formula melodi; dan (8) kontur.

Dalam menganalisis teks-teks yang dinyanyikan dalam lagu Dendang Siti

Fatimah ini, penulis menggunakan teori William P. Malm. Ia menyatakan bahwa

(15)

musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku

kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya, bila satu suku kata dinyanyikan dengan

beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan

untuk menemukanhubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik,

serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap

penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari

1993:15)

Teori selanjutnya yang penulis gunakan adalah teori penggunaan dan fungsi

musik yang dikemukakan oleh Alan P. Merriam (1964 : 219-222), yang menyatakan

tentanng bagaimana sebuah musik digunakan dan apa fungsi musik tersebut

digunakan. Merriam menawarkan sepuluh fungsi musik, namun ia tidak

membatasinya.

Selain teori yang telah disebutkan di atas, penulis juga menggunakan

pendekatan transkripsi yang mengacu pada Nettl yang mengatakan ada dua

pendekatan utama untuk mendeskripsikan musik yaitu: (1) Kita dapat menganalisis

dan mendeskripsikan apa yang kita dengar, dan (2) Kita dapat dengan cara

menuliskan apa yang kita dengar tersebut ke atas kertas lalu mendeskripsikan apa

yang kita lihat.

Dalam penelitian ini, untuk dapat mentranskripsikan atau menuliskan sebuah

musik dalam bentuk simbol-simbol notasi membutuhkan pengetahuan tentang

beberapa hal, diantaranya ritem (organisasi musik di dalam waktu) dan meter (skema

waktu dalam musik). Cara-cara mentranskripsikan musik adalah sebagai berikut: (1)

Belajar memainkan alat musik yang akan ditranskripsikan. (2) Kedua, peniruan

(16)

1.5 Metode Penelitian

Metode disini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam

proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu

pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip

dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan kebenaran.

Di dalam melakukan penelitian, penulis menerapkan penelitian kualitatif,

yaitu: tahap sebelum ke lapangan (pra lapangan) dengan studi kepustakaan, tahap

kerja lapangan dengan observasi dan wawancara, analisis data dengan kerja

laboratorium, dan penulisan laporan, (Moleong, 2002:109).

Menurut Curt Sachs dalam Nettl (1962:16) penelitian dalam etnomusikologi

dapat di bagi menjadi dua, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium

(desk work). Kerja lapangan meliputi pengumpulan dan perekaman data dari aktivitas

musikal dalam sebuah kebudayaan manusia, sedangkan kerja laboratorium meliputi

pentranskripsian, menganalisis data dan membuat kesimpulan dari keseluruhan data.

1.6 Lokasi Penelitian

Di dalam melakukan penelitian, penulis terjun ke lapangan untuk melihat

secara langsung dan belajar kepada informan tentang Dendang Siti Fatimah. Adapun

lokasi yang penulis pilih adalah desa Bintang Meriah Kecamatn Batang Kuis,

Kabupaten Deli Serdang. Desa Bintang Meriah dan Kecamatan Batang Kuis ini,

secara cultural masuk ke dalam kebudayaan Melayu Serdang. Pada masa

pemerintahan masih sistem kerajaan-kerajaan, maka kawasan ini di bawah

pemerintahan Sultan Serdang, yang secara historis sanagat menggiatkan seni budaya

(17)

1.7Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah

penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk

mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan ini

dapat berupa buku, ensiklopedi, jurnal, buletin, artikel, laporan penelitian dan

lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis akan mendapat cara yang efektif

dalam melakukan penelitian lapangan dan penyusunan skripsi ini.

Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka memperoleh pengetahuan dasar

tentang apa yang akan diteliti. Penulis melakukan studi kepustakaan terhadap

topik-topik lain yang berhubungan dengan penelitian skripsi ini, seperti pengetahuan

tentang pendidikan, folklore, antropologi, linguistik, komunikasi, etnograpi, dan

musikologi. Selajutnya hasil yang didapat dari penelusuran kepustakaan tersebut

akan digunakan sebagai penambahan informasi dalam penulisan skripsi ini.

Selain itu, dalam studi kepustakaan ini, penulis membaca skripsi-skripsi dan

tesis yang temanya berdekatan dengan kajian di dalam skripsi ini. Tujuan penulis

dalam melakukan studi kepustakaan ini adalah mengetahui sejauh apa aspek yang

telah dikaji oleh para ilmuwan tersebut. Kemudian lebih jauh adalah aspek-aspek apa

saja yang menjadi fokus penelitiaan penulis dalam skripsi ini. Adapun tulisan-tulisan

itu adalah sebagai berikut.

(1) Berlianta Girsang, pada tahun 1994, menulis skripsi sarjana

etnomusikologi di Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Ia

menulis skripsi yang bertajuk Ilah pada Kebudayaan Etnis Simalungun,

di Desa Dolog Huluan Kecamatan Raya: Suatu Kajian Tekstual dan

Musikologis. Berlianta Girsang mengkaji sebuah genre pertunjukan

(18)

orang tua atau kerabatnya yang lebih tua dalam kebudayaan Simalungun.

Skripsi ini menjadi rujukan penulis dalam mengkaji tradisi Dendang Siti

Fatimah di Batang Kuis.

(2) Syarifah Aini, 2013, menulis sebuah skripsi sarjana etnomusikologi di

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Judul skripsi beliau

adalah Tari Inai dalam Konteks Upacara Adat Perkawinan Melayu di

Batang Kuis: Deskripsi Gerak, Musik Iringan, dan Fungsi. Di dalam

skripsi ini Syarifah mendeskripsikan jalannya upacar perkawinan adat

Melayu di Batng Kuis. Kemudian menganalisis tari Inai, musik

iringannya, dan teks lagunya. Pendekatannya adalah etnomusikologi.

Skripsi ini menjadi bahan komparatif bagi penulis, karena sama-sama

menulis seni tradisi Melayu di Batang Kuis. Namun perbedaan antara

Syarifah dengan penulis adalah materi kajian, beliau fokus pada Tari Inai,

sedangkan penulis fokus kepada Dendang Siti Fatimah.

(3) Ucok H. Silalahi, 2013, menulis skripsi sarajna pada Program Studi

Etnomusikologi, FIB USU. Skripsi ini berjudul Ahoi Mengirik Padi Pada

Masyarakat Melayu Daerah Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang,

Provinsi Sumatera Utara: Suatu Kajian Tekstual dan Musikal. Di dalam

skripsi ini Ucok Silalahi mengkaji secara tekstual dan musikal pertujukan

ahoi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Batang Kuis. Skripsi ini dari

sudut tempat dan wilayah kajian sama, namun dengan genre yang

berbeda. Ucok Silalahi mengkaji ahoi sementara penulis mengkaji

(19)

1.8Kerja Lapangan

Penulis melakukan kerja lapangan dengan observasi langsung terhadap

daerah penelitian, dan menemukan narasumber dari masyarakat pendukungnya yang

sudah diakui oleh masyarakat pendukung dari kebudayaan tersebut kebudayaan.

Penulis juga melakukan wawancara berstuktur antara peneliti dan informan

yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu

agar topik pertanyaan berada dalam jalur penelitian. Namun penulis juga menyadari

ada hal-hal di luar topic penelitian yang penting dan saling terikat untuk ditanyakan

pada informan, maka penulis memakai wawancara tidak berstruktur agar data dan

keterangan-keterangan dari informan dapat memperkuat data yang didapat.

1.9Kerja Laboratorium

Data-data yang sudah diperoleh selanjutnya diolah dalam kerja laboratorium.

Penulis melakukan penyeleksian dan penganalisaan data-data dan kemudian

menyaringnya agar lebih akurat dan bermanfaat. Data diklasifikasikan untuk disusun

sesuai teknik-teknik penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar diteliti kembali

sesuai ukuran yang telah ditentukan. Semua hasil pengolahan data disusun dalam

suatu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi, (Merriam, 1995:89).

Dalam melakukan kerja laboratorium ini, penulis melakukan transkripsi

terhadap materi Dendang Siti Fatimah. Pada prinsipnya kerja ini adalah

mentransformasikan dimensi audio ke dalam bentuk visual berupa notasi. Adapun

notasi yang penulus gunakan adalah notasi balok, yang ditulis dalam satu sistem

yang mencakup vokal dari Dendang Siti Fatimah dan juga gendang yang digunakan

(20)

Adapun dalam proses transkripsi ini, penulis menggunakan salah satu

perangkat lunak (software) dalam bidang musikologi dan etnomusikologi, yang

dikenal dengan program sibelius. Cara kerja penulis adalah pada tahap awal

mentranskripsi secara manual apa yang didengar. Kemudian setelah itu, penulis tulis

melalui perangkat lunak tersebut satu demi satu. Kemudian teks ditulis di bawah

notasi.

Setelah itu barulah dilakukan analisis musikal, bagian per bagian Dendang

Siti Fatimah ini. Adapun analisis ini, seperti telah diuraikan pada bahagian pokok

masalah meliputi unsur-unsur melodi seperti: tangga nada, wilayah nada, nada dasar,

formula melodi, interval, distribusi nada, pola-pola kadensa, kontur, hiasan-hiasan

melodi dalam sistem estetika musik Melayu, dan hal-hal sejenis. Penulis juga

menganalisis dimensi waktu yang menyusun Dendang Siti Fatimah ini. Selanjutnya

Referensi

Dokumen terkait

Harga jual digunakan untuk mengetahui persaingan harga dipasaran agar penjualan tidak mengalami kerugian dengan memperhitungkan biaya biaya produksi ditambah dengan biaya

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara

Dari hasil pengolahan kuesioner yang disebar, maka dapat disimpulkan bahwa penumpang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan penerbangan PT. Lion Air, sedangkan

Kepada Yth Nama Notaris.... Berdasarkan surat kami Nomor... Saudara telah dijatuhi sanksi administratif berupa Peringatan Tertulis KEDUA, dan ternyata samapai saat ini

[r]

Dalam Penulisan Ilmiah ini, Penulis mencoba untuk menjelaskan Penerapan Metode Peramalan (Least Square), pada Perusahaan Tahu Bapak Romli dalam mengevaluasi penjualan dari

Sehubungan dengan pengadaan Jasa Konstruksi pada Satuan Kerja Kantor SAR Kendari, Pekerjaan Pemagaran Tempat Sandar Kapal dengan ini kami mengundang saudara untuk mengikuti

Berkaitan dengan butir (1) di atas, disampaikan bahwa Pemilihan Langsung dengan Pascakualifikasi untuk pekerjaan Pembangunan Gudang Peralatan Pos SAR Sintete Kantor